2. Tahap-tahap Anestesi
Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu
a. Stadium I (stadium induksi atau eksitasi volunter), dimulai dari pemberian agen
anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat
meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan
defekasi.
b. Stadium II (stadium eksitasi involunter), dimulai dari hilangnya kesadaran sampai
permulaan stadium pembedahan. Pada stadium II terjadi eksitasi dan gerakan yang
tidak menurut kehendak, pernafasan tidak teratur, inkontinensia urin, muntah,
midriasis, hipertensi, dan takikardia.
c. Stadium III (pembedahan/operasi), terbagi dalam 3 bagian yaitu
1) Plane I yang ditandai dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota
gerak. Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada, bola mata
bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea terdepresi.
2) Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro
medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut.
3) Plane III, ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke
tengah dan otot perut relaksasi.
d. Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau overdosis),ditandai dengan paralisis
otot dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran
seperti mata ikan karena terhentinya sekresi lakrimal (Munaf, 2008).
Metabolisme
Sebanyak 80% hilang melalui gas yang dihembuskan, 20% melalui metabolisme di
hati. Metabolit berupa bromida dan asam trifluoroasetat (Munaf, 2008).
Indikasi Klinik
Halotan digunakan secara ekstensif dalam anestesia anak karena ketidakmampuannya
menginduksi inhalasi secara cepat dan status asmatikus yang refraktur. Obat ini
dikontraindikasikan pada pasien dengan penyakit intrakranial (Munaf, 2008).
Efek samping/Toksisitas
a) Hepatitis halotan: kejadian 1/30.000 dari pemberian; pasien yang mempunyai
resiko adalah yang mengalami obesitas, wanita usia muda lebih banyak terjadi
dengan periode waktu yang singkat; ditandai dengan nekrosis sentrilobuler; uji
fungsi hati abnormal dan eosinofilia. Sindrom ini dapat juga terjadi dengan
isofluran dan etran (Munaf, 2008).
b) Hipertermi maligna: suatu sindrom yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh
secara belebihan, rigiditas otot rangka, serta dijumpai asidosis metabolik. Secara
umum, hal ini berakibat fatal kecuali jika diobati dengan dantrolen yang
merupakan pelemas otot yang mencegah Ca dari retikulum sarkoplasmik (Munaf,
2008).
b. Enfluran
Efek terhadap Sistem dalam Tubuh
1) Kardiovaskular
Depresi miokard bergantung pada dosis,vasodilator arterial, dan sensitisasi
ringan miokard terhadap katekolamin (Munaf, 2008).
2) Respirasi
Depresi pernapasan bergantung pada dosis; hipoksia ablasia yang disebabkan
oleh bronkodilator (Munaf, 2008).
3) Susunan Saraf Pusat
Dapat menimbulkan kejang pada kadar enfluran tinggi dengan tekanan parsial
CO2 (PCO2) menurun (hipokarbia); vasodilatasi serebral dengan
meningkatnya tekanan intrakranial (Munaf, 2008).
4) Ginjal
Aliran darah ginjal dan GFR menurun (Munaf, 2008).
Metabolisme
Sebanyak 2% enfluran dimetabolisme di hati, metabolit utama, yaitu fluorida
mempunyai potensi untuk menimbulkan nefrotoksis (sangat jarang digunakan
secara klinis) (Munaf, 2008).
c. Isofluran
Efek terhadap Sistem dalam Tubuh
1) Kardiovaskular
Terjadi depresi miokard yang ringan dan bergantung pada dosis, sedangkan
curah jantung biasanya normal disebabkan sifat vasodilatasinya, sensitisasi
miokard minimal terhadap katekolamin, dapat menyebabkan coronary steal
oleh vasodilatasi normal pada stenosis dengan aliran yang berlebihan (Munaf,
2008).
2) Respirasi
Depresi respons terhadap CO2 bergantung pada dosis, hipoksia ventilasi,
bronkodilator, iritasi sedang pada jalan napas (Munaf, 2008).
3) Ginjal
Glomerular Filtration Rate (GFR) dan aliran darah ginjal rendah disebabkan
tekanan arterial menengah yang menurun (Munaf, 2008).
4) Susunan Saraf Pusat
Efek minimal pada otoregulasi serebral, konsumsi oksigen metabolik serebral
menurun, dan merupakan obat pilihan untuk bedah saraf (Munaf, 2008).
Metabolisme
Hanya 0,2% yang dimetabolisme di hati, selebihnya diekskresikan pada waktu
ekspirasi dalam bentuk gas (Munaf, 2008).
d. Sevofluran
Sevofluran merupakan fluorokarbon dengan bau yang tidak begitu menyengat,
dan tidak begitu mengiritasi saluran napas, serta absorpsinya cepat.
Indikasi klinik: sebagai anestesi umum untuk melewati stadium 2 dan untuk
pemeliharaan umum (Munaf, 2008)
Obat sevofluren
Obat Aritmia Sensitivitas Curah Tekanan Refleks Toksisitas
terhadap jantung Darah Respirasi pada
katekolamin Hepar
Halotan +++
Enfluran +
Isofluran -- -- (stimulasi --
awal)
Sevofluran -- -- -- -- -- --
Nitrogen -- -- -- -- -- --
Oksida
5. Anestesi Intravena
Pada suatu operasi biasanya digunakan anestesi intravena untuk induksi cepat
melewati stadium II, dilanjutkan stadium III, dan dipertahankan dengan suatu anestesi
umum per inhalasi. Karena anestesi IV ini cepat menginduksi stadium anestesi,
penyuntikan harus dilakukan secara perlahan-lahan (Kee, et al(1996).
Tabel Anestesi Intravena
Obat Waktu induksi Pertimbangan Pemakaian
Natrium tiopental Cepat Masa kerja singkat.
Dipakai untuk induksi
cepat pada anestesi umum.
Membuat pasien tetap
hangat, karena dapat terjadi
tremor. Dapat menekan
pusat pernapasan dan
mungkin diperlukan
bantuan ventilasi
Natrium Tiamilal Cepat Dipakai untuk induksi
anestesi dan anestesi untuk
terapi elektrosyok
Droperidol Sedang sampai
cepat Sering digunakan
bersama anaestesi
umum. Dapat juga dipaki
sebagai obat preanestetik
Ketamin Hidroklorida Cepat Dipakai untuk pembedahan
jangka singkat atau untuk
induksi
pembedahan. Obat ini
meningkatkan salivasi,
tekanan darah, dan denyut
jantung
Sumber: Omoigui, S., 2009. Buku Saku Obat-Obatan. Edisi 11. Jakarta: EGC.
6. Anestesi Gas
Tabel Anestesi Gas
Obat Waktu Induksi Pertimbangan pemakaian
Nitrous oksida Sangat cepat Pemulihan cepat.
Mempunyai efek yang
minimal pada
kardiovaskular.
Harus diberikan bersama-
sama oksigen. Potensi
rendah
Siklopropan Sangat cepat Sangat mudah terbakar dan
meledak. Jarang digunakan
Sumber: Omoigui, S., 2009. Buku Saku Obat-Obatan. Edisi 11. Jakarta: EGC.