Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ANAK DAN REMAJA


Dosen Pengampu : Ns.(NAMA DOSEN ) ,M.Kep

Disusun oleh :

Kholik Mikro Jatortu Daulay 2011312029

Afdalina Rahmida Wati 2011312020

Aelliya engelina 2011313029

Susry permadani 2011313023

Nazhifa fauziyah 2011317001

Mila Gustia 2011312065

Zhafira Nisa Ulkhaira 2011311037

Monica lestari 2011311019

Tessa Edrian 2011311055

Diva Erlinda 2011312005

Intan dwi putri 2011312032

Lieony fibra asha 2011311049

Verra Oktavia 2011311025

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas hadirat Allah SWT, yang telahmemberikan rahmat
dan inayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mengenai “komunikasi
terapeutik pada anak remaja”

Terimakasih kami ucapkan kepada bapak ( NAMA DOSEN ) yang telah


memberi tugas makalah ini. Terimakasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang
telah merancang tugas makalah ini dengan baik sehingga tugasmakalah ini selesai dengan
tepat waktu.

Kami menyadari, bahwa makalah yang kami buat masih jauh dari kata sempurna
baik segi penyusun, bahasa, maupun penulisan. Oleh karena itu, kami sengat berharap
mendapat kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca bapak dan teman-
teman, agar kami bisa menjadi lebih baik di masa mendatang. Semoga makalah yang
kami buat ini bias menambah wawasan para pembaca dan bisa memberikan rmanfaat
untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan untuk kita semua.

Yogyakarta,3 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI 1

BAB 1 PENDAHULUAN 2

A. Latar Belakang 2

B. Tujuan 2

BAB 2 PEMBAHASAN 3

A. komunikasi terapeutik pada anak dan remaja menurut Buku Pediatric Nursing
Khususnya Hockenberry and Wilson 3
B. komunikasi terapeutik pada anak dan remaja menurut Artikel Publikasi di Pubmed
3
C. komunikasi terapeutik pada anak dan remaja menurut website Rising Children
5

BAB 3 PENUTUP 23

A. Kesimpulan 23

B. Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 24
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara umum komunikasi anak merupakan proses pertukaran informasi yang
disampaikan oleh anak kepada oran lain dengan harapan orang yang diajak dalam
pertukaran informasi tersebut mampu memenuhi kebutuhannya. Dalam tinjauan ilmu
keperawatan anak, anak merupakan seseorang yang membutuhkan suatu perhatian
dan kasih sayang, sebagai kebutuhan khusus anak yang dapat dipenuhi dengan cara
komunikasi baik secara verbal maupun nonverbal yang data menumbuhkan
kepercayaan pada anak sehingga tujuan komunikasi dapat tercapai.
Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
Remaja dimulai dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan mulai dari usia 12
atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun
(Papalia & Olds, 2001).
Dunia kesehatan terutama disiplin ilmu keperawatan erat kaitannya dengan
komunikasi dengan pasien. Kita sangat perlu untuk mempelajari bagaimana teknik
berkomunikasi dengan pasien terlebih lagi dengan pasien anak. Dengan mempelajari
teknik komunikasi terapeutik, kita mampu membuat asuhan keperawatan yang benar-
benar berfokus pada pasien.

B. Tujuan
 Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan komunikasi terapeutik pada
anak dan remaja.
 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengerti komunikasi terapeutik pada anak dan
remaja menurut Buku Pediatric Nursing Khususnya Hockenberry and
Wilson
2. Mahasiswa mampu mengerti komunikasi terapeutik pada anak dan
remaja menurut Artikel Publikasi di Pubmed
3. Mahasiswa mampu mengerti komunikasi terapeutik pada anak dan
remaja menurut website Rising Children

BAB II

PEMBAHASAN

A. KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ANAK DAN REMAJA MENURUT


BUKU PEDIATRIC NURSING KHUSUNYA HOCKENBERRY AND
WILSON

A. KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ANAK DAN REMAJA

Anak merupakan individu yang unik, bukan miniature orang dewasa. Mereka
juga bukan salinan dari orang tua mereka, tetapi merupakan pribadi dengan
haknya sendiri dengan kapasitas untuk menjadi orang dewasa yang unik.
Melalui komunikasi anak-anak membentuk hubungan, tidak hanya dengan
manusia lain tetapi juga dengan dunia social di sekitarnya. Berkomunikasi
pada anak membutuhkan pendekatan yang khusus dan berbeda, sehingga
kemampuan dalam berkomunikasi pada anak dipengaruhi oleh keluarga dan
tingkat perkembangan anak, yaitu perkembangan neurologi dan intelektual.

1) Komunikasi Terapeutik Berdasarkan Tingkat Perkembangan Anak

Saat perawat melakukan komunikasi terapeutik pada pasien anak,


perawat harus memperhatikan karakteristik anak sesuai dengan tingkat
perkembangan (Yupi Supartini, 2004):

a. Infancy/ Usia Bayi (1-0 tahun)

Bayi belum dapat mengekspresikan perasaan dan pikirannya


dengan kata-kata. Oleh karena itu, komunikasi dengan bayi lebih
banyak menggunakan jenis komunikasi non verbal. Pada saat lapar,
haus, basah, dan perasaan tidak nyaman lainnya, bayi hanya bisa
mengekspresikannya dengan cara menangis. Walaupun demikian,
sebenarnya bayi dapat berespons terhadap tingkah laku orang dewasa
yang berkomunikasi dengannya secara non verbal, misalnya
memberikan sentuhan, mendekap, menggendong, dan berbicara
dengan lemah lembut.

Ada beberapa respons non verbal yang biasa ditunjukkan bayi,


misalnya menggerakkan badan, tangan, dan kaki. Hal ini terutama
terjadi pada bayi usia kurang dari enam bulan sebagai cara menarik
perhatian orang. Stranger anxiety atau cemas dengan orang asing yang
tidak dikenalnya adalah cirri pada dirinya dan ibunya. Oleh karena itu,
perhatikan saat berkomunikasi dengannya. Jangan langsung ingin
menggendong atau memangkunya karena bayi akan merasa takut.
Lakukan komunikasi terlebih dahulu dengan ibunya, dan atau mainan
yang dipegangnya. Tunjukkan bahwa kita ingin membina hubungan
yang baik dengannya dan ibunya.

Komunikasi pada bayi yang umumnya dapat dilakukan adalah


dengan gerakan-gerakan bayi, gerakan tersebut sebagai alat
komunikasi yang efektif, disamping itu komunikasi pada bayi dapat
dilakukan secara nonverbal. Perkembangan komunikasi pada bayi
dapat dimulai dengan kemampuan bayi tersebut untuk melihat sesuatu
yang menarik, ketika bayi digerakkan mata bayi akan berespon untk
membuat suara-suara yang dikeluarkan oleh bayi. Perkembangan
komunikasi pada bayi tersebut dapat dimulai pada usia minggu ke
delapan dimana bayi sudah mampu untuk melihat objek atau cahaya,
kemudian pada minggu ke dua belas dimana bayi sudah mampu
tersenyum. Pada usia ke enam belas bayi sudah mulai menolehkan
kepala pada suara yang asing bagi dirinya. Pada pertengahan tahun
pertama bayi sudah mulai mengucapkan kata-kata awal seperti ba-ba,
da-da, dan lain-lain. Pada bula ke sepuluh bayi sudah bereaksi terhadap
panggilan terhadap namanya, mampu melihat beberapa gambar yang
terdapat dalam buku, pada akhir tahun pertama sudah mampu
melakukan kata-kata yang sudah spesifik antara dua atau tiga kata.
Selain itu bisa juga dilakukan komunikasi nonverbal seperti mengusap
menggendong, memangku, dan lain-lain.

b. Toddler (1-3 tahun) dan Early Childhood / Usia Prasekolah (3-5


tahun)
Karakteristik anak pada masa ini (terutama anak usia di bawah tiga
tahun atau toodler) adalah sangat egosentris. Selain itu anak juga
mempunyai perasaan takut pada ketidaktahuannya sehingga anak perlu
diberi tahu tentang apa yang akan terjadi padanya. Misalnya, pada saat
akan diukur suhu, anak akan merasa takut melihat alat yang akan
ditempelkan di tubuhnya. Oleh karena itu, jelaskan bagaimana anak
akan merasakannya. Beri kesempatan padanya untuk memegang
thermometer sampai ia yakin bahwa alat tersebut tidak berbahaya
untuknya.

Dari hal bahasa, anak belum mampu berbicara fasih. Hal ini
disebabkan karena perbendaharaan kata anak kira-kira 900-1200 kata.
Oleh karena itu saat menjelaskan, gunakan kata-kata yang sederhana,
singkat, dan gunakan istilah yang dikenalnya. Berkomunikasi dengan
anak melalui objek transisional seperti boneka, puppet atau boneka
binatang sebelum bertanya langsung pada anak. Berbicara dengan
orang tua bila anak malu-malu. Beri kesempatan pada anak yang lebih
besar untuk berbicara tanpa keberadaan orang tua.

Posisi tubuh yang baik saat berbicara padanya adalah jongkok,


duduk di kursi kecil atau berlutut sehingga pandangan mata kita akan
sejajar dengannya.

Satu hal yang akan mendorong anak untuk meningkatkan


kemampuan dalam berkomunikasi adalah dengan memberikan pujian
atas apa yang telah dicapainya atau ditunjukkannya terhadap perawat
dan orang tuanya. Perawat juga harus konsisten dalam berkomunikasi
secara verbal maupun non verbal. Jadi, jangan tertawa atau tersenyum
saat dilakukan tindakan yang menimbulkan rasa nyeri pada anak,
misalnya diambil darah, dipasang infuse, dan lain-lain. Berbicara
dengan kalimat yang singkat, jelas, dan spesifik ,menggunakan kata-
kata sederhana dan konkret.

Perkembangan komunikasi pada usia ini dapat ditunjukkan dengan


perkembangan bahasa anak dan kemampuan anak sudah mampu
memahami kurang lebih sepuluh kata, pada tahun kedua sudah mampu
200-300 kata dan masih terdengar kata-kata ulangan.

Pada anak usia ini, khususnya usia tiga tahun anak sudah mampu
menguasai Sembilan ratus kata dan banyak kata-kata yang digunakan
seperti mengapa, apa, kapan, dan sebagainya. Komunikasi pda usia in
sifatya sangat egosentris, rasa ingin tahu yang sangat tinggi,
inisiatifnya tinggi, setiap komunikasi harus berpusat pada dirinya,
takut terhadap ketidaktahuan dan perlu diingat bahwa pada usia ini
anak belum fasih dalam berbicara. (Behrman 1996).

Pada usia ini cara komunikasi yang tepat untuk dilakukan adalah
dengan memberitahu apa yang terjadi pada dirinya, memberi
kesempatan pada mereka untk menyentuh alat pemeriksaan yang akan
digunakan, menggunakan nada suara, bicara lambat, jika tidakk
dijawab harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang lebih
sederhana, hindarkan sikap mendesak jika tidak dijawab misalnya
“jawab dong”. Mengalihkan aktifitas saat komunikasi dengan maksud
anak mudah diajak berkomunikasi, memberika mainan saat
berkomunikasi dengan anak sebaiknya mengatur jarak, adanya
kesadaran diri dimana kita harus menghindari konfrontasi langsung,
duduk yang terlalu dekat berhadapan. Secara nonverbal kita selalu
memberikan dorongan penerimaan dan persetujuan jika diperlukan ,
jangan sentuh anak tanpa disetujui olah anak tersebut, salaman dengan
anak merupakan cara untuk mengatasi perasaan cemas, menggambar,
menulis, cerita, dalam menggali perasaan cemas, menggambar,
menulis atau bercerita, dalam menggali perasaan dan fikiran anak
disaat melakukan komnikasi.

c. School Age Years/ Usia Sekolah (6 tahun)

Anak usia ini sangat peka terhadap stimulus yang dirasakannya


akan mengancam keutuhan tubuhnya. Oleh karena itu, apabila perawat
akan melakukan suatu tindakan, ia akan bertanya mengapa dilakukan,
untuk apa, dan bagaimana caranya dilakukan? Anak membutuhkan
penjelasan atas pertanyaannya. Gunakan bahasa yang dapat dimengerti
anak dan berikan contoh yang jelas sesuai dengan kemampuan
kognitifnya.

Anak usia sekolah sudah lebih mampu berkomunikasi dengan orang


dewasa. Perbendaharaan katanya sudah lebih banyak, sekitar3000 kata
dikuasai dan anak sudah mampu berpikir secara konkret. Apabila akan
melakukan tindakan, perawat dapat menjelaskannya dengan
mendemonstrasikan pada mainan anak. Misalnya, bagaimana perawat
akan menyuntik diperagakan terlebih dahulu pada bonekanya.

Perkembangan komunikasi anak pada usia ini dapat dimulai


dengan kemampuan anak mencetak, menggambar, membuat huruf
atau tulisan yang besar dan apa yang dilaksanakan oleh anak akan
mencerminkan pikiran anak dan kemampuan anak membaca disini
sudah dapat dimulai, pada usia ke delapan anak sudah mampu
membaca dan sudah mulai berpikir terhadap kehidupan.

Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia sekolah ini adalah


tetap memperhatikan tingkat kemapuan bahasa anak yaitu gunakan
kata sederhana yang spesifik, jelaskan sesuatu yang membuat
ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang tidak diketahui, pada usia
ini keingintahuan pada aspek fungsional prosedural dari objek tertentu
sangat tinggi maka jelaskan arti prosedurnya, maksud dan tujuan dari
sesuatu yang ditanyakan secara jelas dan jangan menyakti atau
mengancam sebab ini akan membuat anak tidak mampu berkomunikasi
secara efektif.

d. Adolescence/ Usia Remaja

Fase remaja adalah masa transisi atau peralihan Dario akhir masa
kanak-kanak menuju masa dewasa. Dengan demikian, pola pikir dan
tingkah lakunya merupakan peralihan dari anak-anak menjadi orang
dewasa juga. Anak harus diberi kesempatan untuk belajar memecahkan
masalah secara positif. Apabila Anak merasa cemas atau stress,
jelaskan bahwa ia dapat mengajak bicara teman sebayanya dan atau
orang dewasa yang ia percaya, termasuk perawat yang selalu bersedia
menemani dan mendengarkan keluhannya. Menghargai keberadaan
identitas diri dan harga dirinya merupakan hal yang prinsip untuk
diperhatikan dalam berkomunikasi. Luangkan waktu bersama dan
tunjukkan ekspresi wajah yang bersahabat dengannya, jangan
memotong pembicaraan saat ia sedang mengekspresikan perasaan dan
pikirannya, menghargai pandangan remaja serta menerima perbedaan.
Hindari perkataan yang menyinggung harga dirinya, hindari
mengkritik atau menghakimi, hindari pertanyaan yang menyelidiki
atau interogasi. Kita harus menhormati privasinya dan beri dukungan
atas hal yang telah dicapainya secara positif dengan selalu memberikan
reinforcement positif.

Perkembangan komunikasi pada usia remaja ini ditunjukkan


dengan kemampuan berdiskusi atau berdebat dan sudah mulai berpikir
secara konseptual, sudah mulai menunjukkan perasaan malu, pada
anak usia ini sering kali merenung kehidupan tentang masa depan yang
direfleksikan tentang komunikasi. Pada usia ini pola pikir sudah mulai
menunjukkan ke arah yang lebih positif, terjadi konseptualisasi
mengingat masa ini adalah masa peralihan anak menjadi dewasa.

Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia ini adalah berdiskusi


atau curah pendapat pada teman sebaya, hindari pertanyaan yang dapat
menimbulkan rasa malu dan jaga kerahasiaan dalam komunikasi
mengingat awal terwujudnya kepercayaan anak dan merupakan masa
transisi dalam bersikap dewasa.

2) Teknik Komunikasi Kreatif pada Anak

Komunikasi dengan anak merupakan sesuatu yang penting dalam menjaga


hubungan dengan anak, melalui komunikasi ini pula perawat dapat
memudahkan mengambil berbagai data yang terdapat pada diri anak yang
selanjutnya digunakan dalam penentuan masalah keperawatan atau tindakan
keperawatan. Beberapa cara yang dapat digunakan dalam berkomunikasi
dengan anak. Menurut Whaley dan Wong’s (1995), teknik komunikasi
kreatif pada anak, yaitu:

a. Teknik Verbal

1) Pesan “Saya”;

Nyatakan perasaan tentang perilaku dalam istilah “Saya”. Hindari


penggunaan “Anda” (kamu). Pesan “Anda” adalah perlawanan
yang menghakimi dan menghasut.

Contoh:

Pesan “Anda” : “Anda sangat tidak kooperatif dalam


menjalankan pengobatan Anda”.

Pesan “Saya” : “Saya sangat memperhatikan jalannya


pengobatan karena saya ingin melihat Anda menjadi lebih baik”.

2) Teknik Orang-Ketiga;

Cara berkomunikasi ini pertama dilakukan oleh anak dalam


menumbuhkan kepercayaan diri anak, dengan menghindari
secara langsung dapat berkomunikasi dengan melibatkan orang
tua secara langsung yang sedang berada di samping. Selain itu
dapat digunakan dengana mengomentari tentang mainan, baju
yang sedang dipakainya serta lainnya, dengan catatan tidak
langsung pada pokok pembicaraan.

Teknik ini biasanya digunakan pada pasien infan dan


toodler yaitu dengan menggunakan orang terdekat pasien. Teknik
ini kurang mengancam dibandingkan dengan menanyakan pada
anak secara langsung bagaimana perasaannya, karena hal ini
member kesempatan pada mereka untuk setuju atau tidak setuju
tanpa merasa dibantah.Contoh:

“Terkadang bila seseorang menderita sakit parah, ia merasa


marah dan sedih karena tidak dapat melakukan yang orang lain
lakukan”.

Tunggu dengan diam untuk mendapatkan respon atau mendorong


pengulangan dengan pernyataan seperti: “Apakah anda pernah
merasa demikian?”

Berikan anak tiga pilihan:

a. Untuk setuju dan, dengan berharap, mengekspresikan apa


yang mereka rasakan.
b. Untuk tidak setuju

c. Untuk tetap diam, dimana mungkin mereka mengalami


perasaan yang tidak dapat diekspresikannya pada saat itu.
3) Facilitative Responding (Respon Fasilitatif);

Menfasilitasi anak adalah bagian cara berkomunikasi, melalui


ini ekspresi anak atau respon anak terhadap pesan dapat diterima.
Dalam menfasilitasi kita harus mampu mengekspresikan
perasaan dan tidak boleh dominan, tetapi anak harus diberi
respon terhadap pesan yang disampaikan melalui mendengarkan
dengan penuh perhatian dan jangan merefleksikan ungkapan
negative yang menunjukkan kesan yang jelek pada anak.

Libatkan teknik mendengar dengan perhatian dan cerminkan


kembali pada pasien perasaan dan isi pernyataan yang mereka
ungkapkan. Respon yang dilakukan oleh perawat tidak
menghakimi dan empati.

Contoh:Bila anak berkata, “Saya benci datang ke rumah sakit dan


disuntik” respon fasilitatifnya adalah: “Kamu merasa tidak
senang ya dengan semua yang dilakukan padamu”.

4) Storytelling (bercerita)

Melalui cara ini pesan yang akan disampaikan kepada anak dapat
mudah diterima, mengingat anak sangat suka sekalin dengan
cerita, tetapi cerita yang disampaikan hendaknya sesuai dengan
pesan yang akan disampaikan, yang dapat diekspresikan melalui
tulisan maupun gambar.

Gunakan bahasa anak untuk masuk ke dalam area berpikir


mereka sementara menembus batasan kesadaran atau rasa takut
anak. Teknik paling sederhana adalah meminta anak untuk
menyebutkan cerita tentang kejadian yang berhubungan, seperti
“berasa di rumah sakit”. Pendekatan lainnya:

Tunjukkan pada anak sebuah gambar tentang kejadian


tertentu, seperti seorang anak di rumah sakit dengan orang lain di
suatu ruangan, dan minta mereka untuk menggambarkan
situasinya; “atau” potong cerita komik, buang kata-katanya, dan
minta anak menambahkan pernyataan untuk ilustrasi tersebut.

5) Saling Bercerita;

Tunjukkan pikiran anak dan upayakan untuk mengubah persepsi


anak atau rasa takutnya dengan menceritakan kembali suatu cerita
yang berbeda (pendekatan yang lebih terapeutik dibandingkan
bercerita). Mulailah dengan meminta anak menceritakan sebuah
cerita tentang sesuatu, ikuti dengan cerita lain yang diceritakan
perawat yang hamper sama dengan cerita anak tetapi dengan
perbedaan yang membantu anak dalam area masalah.

Contoh:

Cerita si anak adalah tentang pergi ke rumah sakit dan tidak


pernah melihat orang tua mereka lagi. Cerita si perawat juga
tentang anak (dengan menggunakan nama yang berbeda tetapi
situasinya serupa) di rumah sakit yang orang tuanya berkunjung
setiap hari (pada sore hari setelah bekerja), sampai anak tersebut
merasa lebih baik dan akhirnya pulang ke rumah bersama
mereka.

6) Biblioterapi;

Melalui pemberian buku atau majalah dapat digunkan untuk


mengekspresikan perasaa, dengan menceritakan isi buku atau
majalah yang sesuai dengan pesan yang akan disampaikan
kepada anak.

Digunakan dalam proses terapeutik dan suportif. Beri


kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi kejadian yang
serupa dengan mereka sendiri tetapi cukup berbeda, untuk
memungkinkan mereka member jarak diri darinya dan tetap
berada dalam kendali. Pedoman umum untuk menggunakan
biblioterapi adalah sebagai berikut:

a. Kaji perkembangan emosi dan kognitif anak untuk memahami


kesiapan memahami pesan dari buku.
b. Kenali isi buku (pesan yang disampaikan dan tujuannya) dan
usia yang sesuai untuk buku itu.
c. Bacakan buku tersebut bila si anak tidak dapat membaca.

d. Gali makna buku itu bersama si anak dengan memintanya


untuk melakukan hal-hal berikut:
 Menceritakan kembali cerita buku itu

 Membaca bagian khusus dengan perawat atau orangtua.

 Melukiskan gambar yang berhubungan dengan cerita dan


mendiskusikan gambar tersebut.
 Membicarakan tentang karakter.

 Meringkat moral atau arti dari cerita.


7) Dreams (mimpi)

Tunjukkan dengan sering pikiran-pikiran dan perasaan yang tidak


disadari dan ditekan. Minta anak untuk menceritakan tentang
mimpi atau mimpi buruk. Gali bersamanya tentang kemungkinan
arti mimpi.

8) “What if” Questions (Pertanyaan “Bagaimana jika”);

Dorong anak untuk menggali situasi potensial dan untuk


mempertimbangkan pilihan pemecahan masalah yang berbeda.

Contoh:

“Bagaiman jika kamu sakit dan harus pergi ke rumah sakit?”


Respons anak menunjukkan apa yang sudah mereka ketahui dan
apa yang ingin mereka ketahui, pertanyaan ini juga member
kesempatan untuk membantu anak mempelajari keterampilan
koping, terutama pada situasi yang berpotensi bahaya.

9) Three Wishes (Tiga Harapan)

Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak, dengan


meminta anak untuk menyebutkan keinginan dapat diketahui
berbagai keluhan yang didapatkan, dan keinginan tersebut dapat
menunjukkan perasaan dan pikiran saat itu.

Libatkan pertanyaan “Bila kamu memiliki tiga hal di dunia


ini, hal apa sajakah itu?” Bila anak menjawab, “Semua harapan
saya menjadi kenyataan”, Tanya kepadanya harapan khusus
tersebut.

10) Permainan Peringkat;

Gunakan beberapa tipe skala peringkat (angka, wajah sedih,


sampai senang) untuk rentang kejadian atau perasaan.
Contoh:

Pengganti pertanyaan bagaimana perasaan seorang remaja,


tanyakan bagaimana hai-hari mereka (pada skala 1 sampai 10,
dengan 10 adalah hari yang paling baik.

11) Permainan asosiasi Kata;

Libatkan pernyataan kata-kata kunci dan minta anak untuk


mengatakan pada kata pertama yang mereka pikirkan pada saat
mereka mendengar kata-kata kunci tersebut. Mulailah dengan
kata-kata netral dan kemudian perkenalkan kata-kata yang lebih
menimbulkankecemasan, seperti penyakit, jarum suntik, rumah
sakit dan operasi. Pilih kata-kata kunci yang berhubungan dengan
suatu kejadian yang relevan dengan kehidupan anak.

12) Melengkapi Kalimat;

Libatkan pernyataan sebagian dan minta anak untuk


melengkapinya. Beberapa contoh pernyataan tersebut sebagai
berikut:

“Yang paling saya sukai tentang sekolah adalah…..”

“Sesuatu yang paling saya sukai tentang orang tua saya


adalah…..”“Sesuatu yang paling lucu yang pernah saya lakukan
adalah…..”

“Salah satu yang akan saya ubah tentang keluarga saya


adalah…..”

“Bila saya dapat menjadi sesuatu yang saya inginkan, saya ingin
menjadi…..”

“Yang paling saya sukai tentang diri saya sendiri adalah…..”

13) Pros dan Cons (Pro dan Kontra/ Baik Buruknya


Penggunaan teknik komunikasi ini sangat penting dalam
menentukan atau mengetahui perasaan dan pikiran anak, dengan
mengajukan pada situasi yang menunjukkan pilihan yang positif
dan negative sesuai dengan pendapat anak.

Libatkan pemilihan topic, “Berada di rumah sakit”, dan minta


anak menyebutkan “lima hal yang baik dan lima hal yang buruk
“tentang hal tersebut. Merupakan teknik yang dapat diterima bila
diterapkan pada persahabatan, seperti sesuatu yang disukai
anggota keluarga dan yang tidak disukai satu sama lain.

b. Teknik Non Verbal

1. Writing (Menulis);

Merupakan pendekatan komunikasi alternative untuk anak yang


lebih besar dan orang dewasa. Saran khusus mencakup teknik
menulis:

 Menyimpan jurnal atau buku harian

 Menuliskan perasaan atau pikiran yang sulit untuk


diekspresikanMenulis “surat” yang tidak pernah dikirimkan
(suatu variasi membuat “sahabat pena” untuk disurati.
 Menyimpan sejumlah kemajuan anak dari titik pandang fisik
dan emosional.
2. Menggambar

Merupakan salah satu bentuk komunikasi paling dapat diterima


baik non verbal (dari melihat gambar) maupun verbal (dari cerita
anak tentang gambar). Gambar anak menceritakan semua tentang
mereka, karena gambar ini adalah proyeksi diri mereka dari dalam.
Menggambar spontan mencakup member anak bahan seni yang
bervariasi dan memberikan kesempatan untuk menggambar.
Menggambar dengan arahan mencakup arahan yang lebih spesifik,
seperti “menggambar orang” atau pendekatan “tiga tema”
(menyatakan tiga hal tentang anak untuk memilih salah satu dan
melukis gambar).

Pendoman mengevaluasi gambar:

1) Gunakan gambar spontan dan evaluasi lebih dari satu gambar


bila mungkin.
2) Interpretasi dalam pandangan informasi lain yang tersedia
tentang anak dan keluarga.
3) Interpretasi gambar sebagai keseluruhan, bukan memfokuskan
pada detil khusus dari gambar.
4) Pertimbangkan elemen individual dari gambar yang mungkin
bermakna:
- Jenis kelamin yang digamabr pertama biasanya
berhubungan dengan persepsi anak tentang peran seksnya
sendiri.
- Ukuran figus individu mengekspresikan kepentingan,
kekuatan, atau kekuasaan.
- Pesan diman figure digambarkan mengekspresikan prioritas
dalam hal kepentingan.
- Posisi anak dalam hubunganbta dengan anggota keluarga
mengekspresikan perasaan tentang status atau kelompok.
- Mengesampingkan seorang anggota dapat menunjukkan
perasaan tidak dimiliki atau keinginan untuk
menyingkirkan.
- Bagian-bagian yang menonjol biasanya mengekspresikan
perhatian pada area-area dengan kepentingan khusus
(missal: tangan yang besar menjadi tangan agresi).
- Tidak ada atau adanya lengan dan tangan yang belum
sempurna menunjukkan rasa takut, kepasifan, atau
imaturitas intelektual, gambar kaki yang kecil sekali, tidak
stabil dapat merupakan ekspresi rasa tidak aman, dan
tangan yang tersembunyi dapat berarti perasaan bersalah.
- Penempatan gambar pada halaman dan tipe coretan
berkelanjutan mengekspresikan rasa tidak aman, sedangkan
gambar yang terbatas pada area kecil dan gambar seperti
garis patah-patah atau garis bergelombang dapat menjadi
rasa tidak aman.
3. Penghapusan, bayangan, atau garis silang mengekspresikan
keraguan, perhatian, atau kecemasan terhadap area tertentu.Magis

Gunakan trik magis sederhana untuk membantu membuat


hubungan dengan anak, dorong kepatuhan dengan intervensi
kesehatan dan berikan distraksi efektif selama prosedur yang
menyakitkan. Meskipun “tukang sulap” berbicara, tidak adanya
respon verbal dari anak adalah yang diinginkan.

4. Play (Bermain)

Merupakan bahasa umum dan “pekerjaan” anak. Ceritakan banyak


hal tentang anak-anak, karena mereka menunjukkan jati diri
mereka sendiri melalui aktivitas. Bermain spontan mencakup
memberi anak berbagai materi permainan dan member kesempatan
untuk bermain.

Bermain dengan arahan mencakup arahan yang lebih spesifik,


seperti member peralatan medis atau boneka untuk memfokuskan
alas an, seperti menggali rasa takut anak terhadap injeksi atau
menggali hubungan keluarga.

3) Komunikasi Efektif dengan Keluarga.

Merupakan proses komunikasi tiga sudut yang terdiri dari orangtua,


anak, dan perawat karena perawat akan lebih mudah membina hubungan
dengan anak melalui orang tua terutama pada anak yang masih muda. Saat
perawat melakukan pengkajian pada anak, data selain didapatkan dari
masukan anak itu sendiri (baik verbal maupun non verbal), juga
didapatkan dari informasi orangtua, observasi perawat serta interpretasi
dari hubungan antara anak dan orangtua.
Hal yang dilakukan dalam komunikasi dengan orangtua:

a) Beri kesempatan orang tua untuk berbicara

Kita dalam melakukan komunikasi dengan orang tua, jangan hanya


peran kita sebagai pemberi informasi saja akan tetapi bagaimana kita
merespons atau mengajak agar orang tua yang kita ajak komunikasi
mampu untuk memberikan suatu pesan atau informasi yang dimiliki,
kemampuan inilah yang seharusnya kita kembangkan sehingga
komunikasi agar berjalan terus dan efektif serta tujuan yang kita
inginkan dalam komunikasi dapat tercapai.

b) Mendengarkan dengan aktif apa yang disampaikan orangtua.

Mendengarkan adalah kunci untuk mencapai komunikasi yang


efektif, kemampuan mendengarkan dapat ditunjukkan dengan ekspresi
yang sungguh – sungguh saat berkomunikasi dengan tujuan untuk
mengerti klien. Selain itu dengan mendengarkan kita akan mendapat
seluruh informasi yang didapatkan sehingga tidak ada yang hilang atau
tertinggal informasi yang akan disampaikan.

c) Diam

Diam adalah cara yang digunakan dalam komunikasi dengan diam


sebentar dapat memberikan kesempatan kepada seseorang yang kita
ajak komunikasi untuk memberikan kebebasan dalam mengekpresikan
persaannya dan memberikan kesemoatan berpikir terhadap sesuatu
yang hendak disampaikan.

d) Empati

Cara ini dilakukan dengan mencoba merasakan apa yang dirasakan


oleh orang tua anak, dengan demikian orang tua anak akan merasa
aman dan diperhatikan. Cara komunikasi ini juga sangat terkait dengan
sikap saat komunikasi.

e) Meyakinkan Kembali
Meyakinkan kembali merupakan cara yang dapat diberikan agar proses
dan hasil komunikasi dapat diterima pada klien hal ini adalah orang
tua. Pada dasarnya semua orang tua ingin menjadi orang tua terbaik,
tetapi pada saat anak sakit dapat terjadi kecemasan tentang peran dan
fungsinya, maka yakinkan kembali akan peran dan fungsinya sebagai
orang tua.

f) Merumuskan Kembali

Dalam mencapai tujuan pemecahan masalah kita dan orang tua anak
harus sepakat terhadap masalah yang muncul kadang – kadang pada
orang tua, dengan merumuskan kembali beberapa permasalahan dan
cara pemecahan bersama akan memberikan dampak dalam mengurangi
kecemasan atau kekhawatiran.

g) Anticipary Guidance

Dimana perawat memperluas pemberian informasi, sehingga keluarga


dapat menggunakan informasi untuk pengembangan kemampuan yang
akan datang.Melalui komunikasi beberapa petunjuk tentang
kemungkinan masalah apa yang terjadi dapat diinformasikan terlebih
dahulu untuk mengantisipasi tentang kemungkinan hal yang terjadi
sehingga orang tua tahu siap bila masalah itu muncul.

h) Menghidari Hambatan dalam Komunikasi

Menghindari hambatan dalam komunikasi seperti melakukan


komunikasi secara asertif dengan orant tua merupakan salah satu cara
efektif dalam komunikasi, karena hambatan selama komunikasi akan
memberikan dampak tidak berjalannya suatu proses komunikasi
seperti terlalu banyak memberi saran, cepat mengambil keputusan,
mengubah pokok pembicaraan, membatasi pertanyaan atau terlalu
banyak memberikan pertanyaan tertutup dan menyela pembicaraan
sebelum pembicaraan selesai.
B. TAHAPAN DALAM KOMUNIKASI DENGAN ANAK

Dalam melakukan komunikasi pada anak terdapat beberapa tahap yang


harus dilakukan sebelum mengadakan komunikasi secara langsung, tahapan
ini dapat meliputi tahap awal (pra interaksi), tahap perkenalan atau orientasi,
tahap kerja dan tahap terakhir yaitu tahap terminasi.
1. Tahap Prainteraksi
Pada tahap pra interaksi ini yang harus kita lakukan adalah
mengumpulkan data tentang klien dengan mempelajari status atau
bertanya kepada orang tua tentang masalah atau latar belakang yang ada,
mengeksplorasi perasaan, proses ini akan mengurangi kekurangan dalam

saat komunikasi dengan cara mengeksplorasikan perasaan apa yang ada


pada dirinya, membuat rencana pertemuan dengan klien, proses ini
ditunjukkan dengan kapan komunikasi akan dilakukan, di mana dan
rencana apa yang dikomunikasikan serta target dan sasaran yang ada.
2. Tahap Perkenalan atau Orientasi

Tahap ini yang dapat kita lakukan adalah memberikan salam dan senyum
pada klien, melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif), mencari
kebenaran data yang ada dengan wawancara, mengobservasi atau
pemerikasaan yang lain, memperkenalkan nama kita dengan tujuan agar
selalu ada yang memperhatikan terhadap kebutuhannya, menanyakan
nama panggilan kesukaan klien karena akan mempermudah dalam
berkomunikasi lebih dekat, menjelaskan tanggung jawab perawat dan
klien, menjelaskan peran kita dan klien, menjelaskan kegiatan yang akan
dilakukan, menjelaskan tujuan, menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan kegiatan dan menjelaskan kerahasiaan.

3. Tahap Kerja

Pada tahap ini kegiatan yang dapat kita dilakukan adalah memberi
kesempatan pada klien untuk bertanya, karena akan memberitahu tentang
hal – hal yang kurang dimengerti dalam komunikasi, menanyakan keluhan
utama, memulai kegiatan dengan cara yang baik dan melakukan kegiatan
sesuai dengan rencana.
4. Tahap Terminasi

Pada tahap terminasi dalam komunikasi ini kegiatan yang dapat kita
lakukan adalah menyimpulkan hasil wawancara meliputi evaluasi proses
dan hasil, memberikan reinforcement positif, merencankan tindak lanjut
dengan klien, melakukan kontrak (waktu, tempat, dan topic) dan
mengakhiri wawancara dengan cara yang baik.

C. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMUNIKASI


DENGAN ANAK

Dalam proses komunikasi kemungkinan ada hambatan selama komunikasi,


karena selama proses komunikasi melibatkan beberapa komponen dalam
komunikasi dan dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya:

1. Pendidikan

Pendidikan merupakan penuntun manusia untuk berbuat dan mengisi


kehidupannya yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Sebagaimana umumnya
semakin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi
dan makin bagus pengetahuan yang dimiliki sehingga pengguanaan
komunikasi dapat secara efektif akan dapat dilakukannya. Dalam
komunikasi dengan anak atau orang tua juga perlu diperhatiak tingkat
pendidikan khususnya orang tua karena berbagai informasi akan mudah
diterima jika bahasa yang disampaikan sesuai dengan tingkat pendidikan
yang dimilikinya.

2. Pengetahuan

Merupakan proses belajar dengan menggunakan panca indera yang


dilakukan seseorang terhadap objek tertentu untuk dapat menghasilkan
pengetahuan dan keterampilan. Menurut Bloom dan Kartwalk (1996) yang
dikutip oleh Wimar Tinambunan (1998), membagi pengetahuan dalam 6
tingkatan diantaranya pertama, tahu dimana subjek hanya dapat
mengingat, menyebutkan tentang materi yang dipelajarinya. Kedua
memahami, di mana subjek dapat menjelaskan dan menginterpretasikan,
menyimpulkan, memberi contoh, dan meramalkan terhadap objek yang
sudah dipelajari. Ketiga aplikasi, subjek dapat menerapkan atau
menggunakan materi yang sudah dipahami dalam kondisi sebenarnya.
Keempat, analisis adalah subjek dapat menggambarkan, membedakan,
menjabarkan materi ke dalam komponen yang masih dalam satuan yang
terkait, misalnya dengan membuat suatu bagan tentang apa sudah
diketahui secara benar. Kelima sintesis, adalah subjek dapat menunjukkan
kemampuan untuk meletakkan hubungan atau meringkas materi dalam
suatu bentuk baru. Keenam, evaluasi adalah kemampuan subjek menilai
materi atau objek dengan memakai kriteria sendiri atau kriteria lain yang
telah ada.

Faktor pengetahuan tersebut dalam proses komunikasi dapat


mempengaruhinya hal ini dapat diperlihatkan apabila seseorang
pengetahuan cukup, maka informasi yang disampaikan akan jelas dan
mudah diterima oleh penerima akan tetapi apabila pengetahuan kurang
maka akan menghasilkan informasi yang kurang.

3. Sikap

Sikap dalam komunikasi dapat mempengaruhi proses komunikasi


berjalan efektif atau tidak, hal tersebut dapat ditunjukkan seseorang yang
memiliki sikap kurang baik akan menyebabkan pendengar kuramg percaya
terharap komunikator, demikian sebaliknya apabila dalam komunikasi
menunjukkan sikap yang baik maka dapat menunjukkan kpercayaan dari
penerima pesan atau informasi. Sikap yang diharapkan dalam komunikasi
tersebut seperti tebuka, percaya, empati, menghargai dan lain – lain,
kesemuanya dapat mendukung behasilnya komunikasi terapeutik.

4. Usia Tumbuh Kembang

Faktor usia ini dapat mempengaruhi proses komunikasi, hal ini dapat
ditunjukkan semakin tinggi usia perkembangan anak kemampuan dalam
komunikasi semakin kompleks dan sempurna yang dapat dilihat dari
perkembangan bahasa anak.
5. Status Kesehatan Anak

Status kesehatan sakit dapat mempengaruhi dalam komunikasi, hal ini


dapat diperlihatkan ketika anak sakit atau mengalami gangguan psikologis
maka cenderung anak kurang komunikatif atau sangat pasif, dengan
demikian dalam komunikasi membutuhkan kesiapan secara fisik dan
psikologis untuk mencapai komunikasi yang efektif.

6. Sistem Sosial

Sistem social yang dimaksud di sini adalah budaya yang ada di


masyarakat, di mana setiap daerah memiliki budaya atau cara komunikasi
yang berbeda. Hal tersebut dapat juga mempengaruhi proses komunikasi
seperti orang batak dengan orang Madura ketika berkomunikasi dengan
bahasa komunikasi yang berbeda dan sama – sama tidak memahami bahas
daerah maka akan merasa kesulitan untuk mencapai tujuan dari
komunikasi.

7. Saluran

Saluran ini merupakan factor luar yang berpengaruh dalam proses


komunikasi seperti intonasi suara, sikap tubuh, dan sebagainya semuanya
akan dapat memberikan pengaruh dalam proses komunikasi, sebagai contoh
apabila kita berkomunikasi dengan orang yang memiliki suara atau intonasi
jelas maka sangat mudah kita menerima informasi atau pesan yang
disampaikan. Demikian sebaliknya apabila kita bekomunikasidengan orang
yang memiliki suara yang tidak jelas kita akan kesulitan menerima pesan
atau informasi yang disampaikan.

8. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar area, lingkungan


dalam komunikasi yang dimaksud di sini dapat berupa situasi, ataupun
lokasi yang ada. Lingkungan yang baik atau tenang akan memberikan
dampak berhasilnya tujuan komunikasi sedangkan lingkungan yang
kurang baik akan memberikan dampak yang kurang. Hal ini dapat kita
contohkan apabila kita berkomunikasi dengan anak pada tempat yang
gaduh misalnya atau tempat yang bising, maka proses komunikasi tidak
akan bisa berjalan dengan baik, kemungkinana sulit kita bekomunikasi
secara efektif karena suara tidak jelas, sehingga pesan yang akan
disampaikan sulit untuk diterima oleh anak
B. KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ANAK DAN REMAJA MENURUT
ARTIKEL PUBLIKASI DI PUDMED
1. Komunikasi terapeutik pada anak
Pengetahuan atau kognitif sangat penting dalam suatu persepsi seseorang,
pengetahuan seseorang juga mempengaruhi persepsi dan prilaku individu yang
semakin tinggi pengetahuan seseorang maka semakin baik menafsirkannya
(Notoatmodjo, 2010). Maka dari itu diperlukan pengetahuan yang baik dan
demikian sebaliknya jika pengetahuan kurang maka kemampuan dalam
komunikasi terapeutik akan menjadi kurang. Berdasarkan teori kemampuan
(abilities) seseorang akan turut serta menentukan perilaku dan hasilnya. Yang
dimaksud kemampuan atau abilities ialah bakat yang melekat pada seseorang
untuk melakukan suatu kegiatan secara fisik atau mental yang diperoleh sejak
lahir, belajar, dan dari pengalaman (Robbin, 2013).
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Marlen, et al (2015) yang
menunjukkan hasil komunikasi terapeutik yang dilakukan di RSUD dr M. Haulussy
Ambon tingkat stresspasien sebesar 0.581 (62,7%). Hal ini dikarenakan perawat
belum memahami sepenuhnya akan pentingnya komunikasi terapeutik dengan
baik. Kurangnya rasa percaya, empati dan perhatian perawat membuat seorang
perawat tergolong pada kategori cukup dan banyaknya beban kerja perawat
membuat perawat jarang bisa berkomunikasi terapeutik terhadap pasien
khususnya pada pasien anak yang dirawat. Harusnya perawat mampu
melaksanakan komunikasi terapeutik sesuai dengan teori yang sudah
dikemukakan. Maka dari itu kemampuan juga didasari atas pengetahuan yang baik
untuk selalu mencari informasi dan memahami suatu objek yang akan mengikuti
sikap yang baik.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang
melaksanakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
perasa dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata
dan telinga. Pengetahuan adalah informasi yang diketahui atau disadari oleh
seseorang (Notoatmodjo, 2010).
Sedangkan, kompetensi berasal dari bahasa inggris competence yang
mempunyai arti kemampuan atau kecakapan. Kompetensi dalam sebuah cakupan
yang luas dapat juga dideskripsikan sebagai suatu karakteristik yang mendasari
individu yang berkaitan erat dengan sebuah kinerja seseorang dalam melakukan
pekerjaannya dimana didalamnya mencakup motivasi, sifat dan sikap, konsep diri,
pengetahuan dan perilaku atau keterampilan (Taylor, Ian., 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh M. Chriseentine Tarsisia R. (2015)
didapatkan hasil 35 responden (59,32%) telah melakukan komunikasi terapeutik
dengan baik, 23 responden yang dengan hasil 38,98% mendapatkan nilai sedang
dalam melakukan komunikasi terapeutik dan 1 responden (1,69%) melakukan
komunikasi terapeutik dengan tidak baik. Rehab Ibrahim Mostafaradwan dan Hala
eid Mohamed (2019) melakukan analisa terhadap perawat diRumah Sakit Anak
Universitas Alexandra dalam judul hambatan dalam berkomunikasi terapeutik
yang efektif dalam melakukan perawatan kepada pasien anak yang dirawat
menggambarkan bahwa semua perawat setuju bahwa hambatan utama yang
menghambat komunikasi terapeutik adalah terlalu banyak bekerja, kekurangan
SDM, kelelahan dan faktor lainnya. Dengan adanya hasil gambaran yang
didapatkan membuat perawat tidak mempunyai cukup banyak waktu untuk
melakukan komunikasi terapeutik sesuai dengan teori khususnya pada pasien anak
usia prasekolah.
Berdasarkan penelitian diatas bisa disimpulkan bahwa terdapat beberapa
kemungkinan berhasilnya komunikasi terapeutik pada anak dipengaruhi oleh
kurangnya pengetahuan komunikasi terapeutik, sikap perawat dan pendidikan
perawat. Untuk mempunyai kemampuan dalam komunikasi terapeutik maka
diperlukan pengetahuan yang baik demikian sebaliknya, bila pengetahuan kurang
maka kemampuan dalam komunikasi terapeutik akan menjadi kurang. Bila hal ini
terjadi maka akan berdampak pada anak seperti kecemasan, ketakutan dan
perubahan sikap maladaptive (Rizki, Anisa, 2015).
Begitupula dengan penerapan komunikasi terapeutik yang menunjukkan
semakin baik pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik itu sendiri akan
mempengaruhi kemampuan perawat dalam melaksanakan penerapan komunikasi
terapeutik khususnya pada anak usia pra sekolah (6 tahun). Berdasarkan hasil
penelitian yang sejalan dengan konsep teori dan kejadian penelitian berpendapat
bahwa ada hubungan pengetahuan dengan kemampuan perawat dalam
komunikasi terapeutik dikarenakan responden sebagian besar memiliki
pengetahuan baik, dalam meningkatkan efektifitas komunikasi terapeutik pada
anak maka perlu dilakukan suatu pengetahuan yang baik atau positif bagi perawat
anak.
Di dalam praktik pemberian pelayanan asuhan keperawatan yang
berkualitas diperlukan pengetahuan sebagai petunjuk dasar dalam memberikan
intervensi keperawatan tetapi hal tersebut terkadang tidak disadari oleh perawat,
hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan tentang komunikasi terapeutik pada
anak usia pra sekolah akan menstimulus kinerja perawat dalam pelaksanaan atau
penerapan komunikasi terapeutik. Jika semakin tinggi pengetahuan perawat
tentang komunikasi terapeutik, maka semakin baik pula kinerja perawat dalam
pelaksanaan komunikasi terapeutik khususnya pada anak usia pra sekolah (6
tahun). Begitu pula dengan kemampuan jika mempunyai kemampuan yang baik
dalam komunikasi terapeutik maka diperlukan pengetahuan yang baik demikian
sebaliknya bila pengetahuan kurang maka kemampuan dalam komunikasi
terapeutik akan menjadi kurang.
Sikap perawat tentang komunikasi terapeutik pada anak usia balita
Secara teori, struktur dan pembentukan sikap terdiri dari 3 komponen
yaitu: kognitif, afektif dan psikomotor (Azwar, 2007). Menurut Widayatun (1999;)
ada beberapa faktor yang mempengaruhi sikap diantaranya : faktor ekstrinsik yang
meliputi lingkungan, pendidikan dan faktor intrinsik yang meliputi: kepribadian,
perasaan, motivasi dan pengalaman, dimana faktor-faktor tersebut akan
mempengaruhi bagaimana sikap seseorang. Pengalaman berpengaruh pada
seseorang membuat keputusan dan pembentukan sikap. Pengalaman yang
diperoleh dapat menambah pengetahuan seseorang sehingga berpengaruh
terhadap pembentukan sikap seseorang. Selain pengalaman, pendidikan dapat
juga mempengaruhi pembentukan sikap, dimana pendidikan adalah proses
menumbuh kembangkan seluruh kemampuan dan umur (proses perkembangan)
klien dan hubungannya dengan proses belajar. Pendidikan menuntun manusia
untuk berbuat dan mengisi kehidupannya untuk mencapai keselamatan dan
kebahagiaan. Disamping pengalaman dan pendidikan, lingkungan dapat juga
mempengaruhi pembentukan sikap seseorang, dimana manusia sebagai pemakai
mempunyai kebutuhankebutuhan biologis serta sifat-sifat dasar yang
diekspresikan dalam lingkungannya, hal ini dikarenakan antara lingkungan dan
sikap manusia terdapat hubungan yang erat. Pada lingkungan yang baik tentunya
akan menghasilkan sikap yang baik, demikian juga sebaliknya.

2. Komunikasi terapeutik pada anak remaja


Remaja pada tahap awal kemampuan berpikir mulai tumbuh dan pada
umumnya sudah mulai berpikir tentang masa depan meskipun masih terbatas
(Browning, 2003). Remaja pada tahap awal mulai berusaha menunjukkan identitas
dirinya, konflik dengan orang tua meningkat, pengaruh teman sebaya sangat
besar, mempunyai perasaan bebas dan tidak ingin diatur, berperilaku kekanak-
kanakan khususnya jika mereka mengalami stress, sifat moodi meningkat, serta
timbul ketertarikan kepada lawan jenis meningkat (Ali & Asrori, 2009).
Faktor jenis kelamin dapat mempengaruhi kematangan emosi. Laki-laki
memiliki pendapat tentang kemaskulinan terhadap dirinya sehingga tidak mampu
mengekspresikan emosi seperti yang dilakukan oleh perempuan. Hal ini
menunjukkan laki-laki cenderung memiliki ketidakmatangan emosi jika
dibandingkan dengan perempuan (Santrock, 2007). Ketika remaja laki-laki tidak
mampu mengekspresikan emosi terhadap suatu masalah, mereka lebih cenderung
menghadapi masalah dengan melakukan perilaku agresif, menggunakan
kemarahan, dan mengikuti dorongan hati tanpa kendali (Sigfusdottir, et.al, 2008).
Remaja laki-laki lebih sering mengalami permasalahan dengan orang tua dan guru,
menentang peraturan, seperti tidak masuk sekolah, merokok, menggunakan obat
terlarang dan berkelahi (Santrock, 2007). Penelitian yang dilakukan tentang
penyalahgunaan narkoba di 10 lembaga permasyarakatan yang ada di Indonesia
menunjukkan bahwa sebesar 52,41% laki-laki tercatat sebagai pemakai narkoba
(Badan Nasional Narkoba, 2003).
Terapi kelompok terapeutik adalah terapi yang fokus utamanya untuk
mencegah gangguan dengan mengajarkan cara yang efektif untuk mengatasi stress
emosional pada suatu situasi atau krisis perkembangan (Townsend, 2003). Terapi
Kelompok Terapeutik menjadikan remaja mampu belajar antara satu sama lain
sesuai perkembangan mereka (Wood, 2009), dapat membantu remaja dalam
memenuhi kebutuhannya secara positif, bermakna bagi kelompok sebaya dan
pembentukan identitas diri (Stuart & Laraia, 2009).
Terapi Kelompok Terapeutik sangat membantu remaja dalam pencapaian
tugas perkembangan dan proses pembentukan identitas diri (Nurlis, 2009). Proses
pembentukan identitas diri merupakan proses yang kompleks dimana terdapat
keberlanjutan dari masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang dari kehidupan
remaja. Dalam proses perkembangan identitas remaja maka seseorang dapat
berada dalam status yang berbeda-beda. Keempat status tersebut yaitu diffussion
status, foreclosure status, moratorium status, dan identity achievement
(Soetjiningsih, 2010). Remaja yang berada dalam status identity achievement lebih
memiliki perasaan stabil karena remaja telah menemukan identitas dirinya.
C. KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ANAK DAN REMAJA MENURUT
WEBSITE RISING CHILDREN

A. Hubungan keluarga di masa pra-remaja dan remaja

Hubungan keluarga berubah selama masa remaja, tetapi mereka cenderung


tetap kuat. Faktanya, remaja membutuhkan cinta dan dukungan keluarga sama seperti
ketika mereka masih muda.

Pada saat yang sama, remaja biasanya menginginkan lebih banyak privasi dan
lebih banyak ruang pribadi. Ini adalah bagian alami dari masa remaja.
Anak-anak juga membutuhkan lebih banyak tanggung jawab dan kemandirian saat
mereka tumbuh menuju dewasa muda. Seberapa cepat Anda menyerahkan tanggung
jawab kepada anak Anda tergantung pada banyak hal – tingkat kenyamanan Anda
sendiri, tradisi keluarga dan budaya Anda, kedewasaan anak Anda dan sebagainya.

Remaja membutuhkan saran, dukungan, dan pemantauan Anda saat mereka


mengembangkan kemandirian dan tanggung jawab. Pemantauan terbaik adalah kunci
rendah, meskipun akan ada saat-saat ketika Anda boleh menanyakan informasi
spesifik kepada anak Anda tentang ke mana mereka pergi dan dengan siapa mereka
pergi.

B. Tetap terhubung dengan pra-remaja dan remaja

Anda dapat tetap terhubung dan membangun hubungan Anda dengan anak
Anda dengan menggunakan interaksi sehari-hari yang tidak direncanakan – misalnya,
obrolan santai sambil mandi. Atau menghubungkan dapat direncanakan. Ini adalah
saat Anda membuat waktu khusus untuk melakukan hal-hal bersama yang Anda
berdua nikmati.

Berikut adalah beberapa ide untuk hubungan yang direncanakan dan tidak
direncanakan:

 makan keluarga secara teratur


 tamasya keluarga yang menyenangkan
 satu-satu dengan anak Anda
 pertemuan keluarga untuk menyelesaikan masalah
 hal-hal sederhana dan baik – tepukan di punggung, pelukan atau ketukan di pintu
sebelum memasuki kamar tidur anak Anda.
C. Mendengarkan dan berkomunikasi dengan pra-remaja dan remaja

Mendengarkan secara aktif dapat menjadi alat yang ampuh untuk


meningkatkan komunikasi dan membangun hubungan yang positif dengan anak Anda.
Ini karena mendengarkan secara aktif adalah cara untuk mengatakan kepada anak
Anda, 'Saat ini, Anda adalah hal terpenting bagi saya'.

 Berikut panduan singkat untuk mendengarkan secara aktif:


 Hentikan apa yang Anda lakukan, dan berikan perhatian penuh kepada anak Anda.
 Lihatlah anak Anda saat mereka berbicara dengan Anda.
 Menunjukkan ketertarikan. Mengajukan pertanyaan adalah cara yang baik untuk
melakukan ini. Misalnya, 'Apa yang terjadi setelah itu?'
 Tunjukkan pada anak Anda bahwa Anda mencoba untuk mengerti. Anda dapat
melakukan ini dengan mengatakan hal-hal seperti, 'Biarkan saya memeriksa saya
mengerti ...'.
 Dengarkan tanpa menyela, menilai atau mengoreksi.
 Berkonsentrasilah dengan keras pada apa yang dikatakan anak Anda.

D. Negosiasi dan manajemen konflik dengan pra-remaja dan remaja

Anak Anda perlu belajar tentang membuat keputusan sebagai bagian dari
perjalanan menuju menjadi dewasa muda yang mandiri dan bertanggung jawab.
Negosiasi dapat membantu anak Anda belajar memikirkan apa yang mereka inginkan
dan butuhkan, dan mengomunikasikannya dengan cara yang masuk akal.

Akan ada saat-saat ketika negosiasi tidak berhasil, dan Anda serta anak Anda
tidak setuju – ini normal. Menghadapi konflik secara efektif dapat membuat hubungan
Anda dengan anak menjadi lebih kuat. Ini juga membantu anak Anda mempelajari
beberapa keterampilan hidup yang penting.

E. Percakapan yang sulit dengan pra-remaja dan remaja


Terkadang Anda dan anak Anda mungkin perlu melakukan percakapan yang
sulit. Seks, orientasi seksual, masturbasi, alkohol dan obat-obatan lain, kesulitan
akademis, kesehatan mental, pekerjaan dan uang adalah topik-topik yang sulit
dibicarakan oleh keluarga.

Mengatasi percakapan yang sulit bersama adalah tanda bahwa Anda dan anak
Anda memiliki hubungan yang sehat. Ini juga membantu menjaga hubungan Anda
dengan anak Anda tetap dekat dan saling percaya.
Berikut adalah beberapa tip untuk menangani percakapan yang sulit:

 Cobalah untuk tetap tenang. Jika Anda membutuhkan sedikit waktu untuk
menenangkan diri atau mengumpulkan pikiran, luangkan waktu untuk berbicara di
kemudian hari.
 Yakinkan anak Anda bahwa Anda ingin mendiskusikan masalah ini.
 Biarkan anak Anda tahu bahwa Anda senang mereka ingin berbicara dengan Anda.
 Dengarkan secara aktif sudut pandang anak Anda, bahkan jika Anda tidak setuju
dengannya.
 Hindari bersikap kritis atau menghakimi, atau menjadi emosional.

Anak Anda mungkin menghindari percakapan yang sulit. Jika ini terjadi, Anda
dapat mencoba menyisihkan waktu setiap hari untuk berbicara dengan anak Anda.
Ajukan pertanyaan terbuka kepada anak Anda, dan beri tahu mereka bahwa kapan
pun mereka ingin berbicara, Anda senang mendengarkan.

F. Persahabatan pra-remaja dan remaja

Saat anak-anak memasuki masa remaja, teman menjadi semakin penting.


Persahabatan yang positif, menerima, dan mendukung membantu remaja berkembang
menuju dewasa – dan Anda dapat memainkan peran penting dalam membantu anak
Anda mengelola hubungan teman sebaya ini.

Misalnya, hanya memiliki hubungan yang hangat dan penuh perhatian dengan
anak Anda dapat membantu anak Anda dengan hubungan sosialnya sendiri. Dan
memuji remaja ketika Anda melihat mereka bersikap adil, percaya dan mendukung
mendorong mereka untuk terus mengembangkan sifat-sifat sosial yang positif
tersebut.
Mengenal teman-teman anak Anda menunjukkan kepada anak Anda bahwa
Anda memahami betapa pentingnya persahabatan ini. Salah satu cara untuk
melakukannya adalah dengan mendorong anak Anda untuk memiliki teman dan
memberi mereka ruang di rumah Anda.

G. Hubungan romantis remaja

Hubungan romantis adalah tonggak perkembangan utama bagi anak Anda.


Tetapi tidak ada usia yang tepat untuk mulai menjalin hubungan.
Remaja yang lebih muda biasanya berkumpul bersama dalam kelompok. Mereka
mungkin bertemu dengan seseorang yang istimewa di antara teman-teman, dan
kemudian secara bertahap menghabiskan lebih banyak waktu dengan orang itu
sendirian.

Berbicara dengan anak Anda dapat membantu Anda memahami apakah


sekarang adalah waktu yang tepat untuk menjalin hubungan. Jika anak Anda tertarik
pada hubungan romantis, Anda dan anak Anda mungkin perlu membicarakan
persetujuan, perilaku dan aturan dasar, serta konsekuensi jika melanggar aturan. Anda
mungkin juga ingin menyetujui beberapa strategi tentang apa yang harus dilakukan
anak Anda jika mereka merasa tidak aman atau tidak nyaman.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komunikasi anak merupakan proses pertukaran informasi yang disampaikan oleh
anak kepada oran lain dengan harapan orang yang diajak dalam pertukaran informasi
tersebut mampu memenuhi kebutuhannya. Dalam tinjauan ilmu keperawatan anak, anak
merupakan seseorang yang membutuhkan suatu perhatian dan kasih sayang, sebagai
kebutuhan khusus anak yang dapat dipenuhi dengan cara komunikasi baik secara verbal
maupun nonverbal.
Saat perawat melakukan komunikasi terapeutik pada pasien anak, perawat harus
memperhatikan karakteristik anak sesuai dengan tingkat perkembangan (Yupi Supartini,
2004). 1. Infancy/ usia bayi, 2. Toddler dan early childhood, 3. School age years, 3.
Adolescence.
Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari
penyembuhan (As Hornby dalam Intan, 2005). Maka di sini diartikan bahwa terapeutik
adalah segala sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan. Sehingga komunikasi
terapeutik itu sendiri adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk
membantu penyembuhan/pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan
komunikasi professional bagi perawat.
Ada beberapa cara dalam berkomunikasi terapeutik pada anak teknik verbal dan
teknik nonverbal. Dan ada tahapan dalam komunikasi dengan anak yang 1. tahaap
prainteraksi, 2. Tahap perkenalan atau orientasi, 3. Tahap kerja, 4.tahap terminasi. Selain
itu ada juga faktor yang mempengaruhi komunikasi dengan anak, 1. Pendidikan, 2.
Pengetahuan, 3. Sikap, 4. Usia tumbuh kembang, 5. Status kesehatan anak, 6.sistem
sosial, 7. Saluran, 8. Lingkungan.

B. Saran
Dalam pembuatan makalah, hendaknya mahasiswa mengembil rujukan dari berbagai
sumber untuk dijadikan sebagai bahan perbandingan.
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukhripah. 2010. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan.

Bandung: PT Refika Aditama.

Efendi, Vefi Agustin. 2009. Komunikasi Pada Pediatric.

http://komter-anak-vefi.blogspot.com/

Last Update 6 Maret 2012

Rahayu, Kanti. 2009. Teknik Komunikasi Kreatif Pada Anak Dengan Teknik Bermain.

http://kantirahayukomter.blogspot.com/

Last Update 6 Maret 2012

103-234-1-SM.pdf

garuda898331.pdf

Anda mungkin juga menyukai