KEPERAWATAN
NEONATUS :
HIPERBILIRUBINEMIA
DOSEN PENGAMPU :
Dr. Ns. MERI NEHERTA, M.Biomed
KELAS 1A-
2020
KELOMPOK 6
1. SILVIONI AMORI CANESHA
2011313032
2. VIONA ARISTAWIDYA MULYA
2011313017
3. ATIKAH SALSABILA DEYRA
2011312080
4. FITRAH AINI RAHMAN 2011313005
5. LIEONY FIBRA ASHA 2011311049
01 Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar
bilirubin dalam darah, baik oleh faktor fisiologik
PENGERTIA maupun non-fisiologik, yang secara klinis ditandai
N dengan ikterus ( Mathindas, dkk , 2013 ).
Atikah dan Jaya, (2016), membagi ikterus menjadi 2 :
Hiperbilirubinemia → suatu keadaan
dimana menguningnya sklera, kulit atau a. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis sering dijumpai pada bayi dengan
jaringan lain akibat perlekatan bilirubuin berat lahir rendah, dan biasanya akan timbul pada
hari kedua lalu menghilang setelah minggu kedua.
dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam
darah lebih dari 5mg/ml dalam 24 jam, yang b. Ikterus Patologis
menandakan terjadinya gangguan fungsional ikterus yang timnbul segera dalam 24 jam pertama,
dan terus bertamha 5mg/dl setiap harinya, kadal
dari liper, sistem biliary, atau sistem bilirubin untuk bayi matur diatas 10 mg/dl, dan 15
hematologi ( Atikah & Jaya, 2016 ). mg/dl pada bayi prematur, kemudian menetap
selama seminggu kelahiran.
Luasnya ikterus pada neonatus menurut daerah yang terkena dan kadar
bilirubinnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.1
Derajat ikterus pada neonatus menurut rumus Kramer
1 2 3 4
gangguan pada nutrisi, karena biasanya bayi Sistem Kerja Hepar (ekskresi hepar)
akan lebih malas dan tampak letargi, dan juga Hepar mengalami gangguan dalam pemecahan
reflek sucking yang kurang, sehingga nutrisi bilirubin, sehingga bilirubin tetap bersirkulasi
yang akan dicerna hanya sedikit. Dengan dengan pembuluh darah untuk menyebar ke tubuh.
nutrisi yang kurang, bayi bisa berisiko infeksi Sistem Persyarafan
karna daya tahan tubuh yang lemah. Dengan tanda dan gejala yaitu kejang-kejang, penurunan
kesadaran, hingga bisa menyebabkan kematian.
06 DIAGNOSIS HIPERBILIRUBINEMIA
Pada umumnya pasien mengeluhkan ikterus dan pada pemeriksaan penunjang didapatkan
peningkatan kadar bilirubin.
1. Anamnesis
Pasien dapat datang tanpa keluhan, atau dengan keluhan seperti perubahan warna kulit menjadi
kekuningan, gatal, nyeri perut, nyeri sendi, dan perubahan pada urin dan feses. Perlu ditanyakan onset
terjadinya ikterus. Pada pasien dengan onset akut, dapat dicurigai kemungkinan penyebab akut seperti
hepatitis atau obstruksi traktus biliaris. Proses yang kronik dapat ditemukan pada pasien sirosis hepatis
atau obstruksi kronik traktus biliaris. Keluhan nyeri yang berkaitan dengan ikterus biasanya terletak
pada area hepar.
Riwayat yang perlu ditanyakan dalam mengevaluasi pasien :
• Onset • Riwayat penggunaan jarum suntik
• Nyeri (karakteristik, lokasi, penjalaran) • Riwayat penyakit hepar
• Demam • Riwayat penyakit herediter, termasuk anemia sel sabit,
thalassemia,
• Penurunan berat badan
defisiensi enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (defisiens
• Riwayat bepergian i G6PD)
• Riwayat penggunaan alkohol, konsumsi makanan, dan
obat-obatan
2. Pemeriksaan Fisik
Meliputi pemeriksaan kondisi umum, tanda-tanda vital, pemeriksaan fisik abdomen, dan
pemeriksaan neurologi yang berkaitan dengan ensefalopati. Pemeriksaan fisik lain dilakukan
untuk mengevaluasi tanda-tanda penyakit hepar kronik, yaitu spider angiomata, kontraktur
Dupuytren, ginekomastia, hematoma, dan eritema palmar. Hiperbilirubinemia juga
menyebabkan perubahan warna urin menjadi seperti teh.
3. Diagnosis Banding
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap, adalah 0,3-1,0 mg/dL. Kadar bilirubin indirek adalah
0,2-0,8 mg/dL dan bilirubin direk adalah 0,1-0,3 mg/dL.
bilirubin total, bilirubin direk, bilirubin
Pola peningkatan kadar bilirubin baik total, direk,
indirek, alanin transaminase (ALT), aspartat
ataupun indirek dapat membantu mendiagnosis
transaminase (AST), alkali fosfatase (ALP), penyebab hyperbilirubinemia.
gamma glutamyl-transferase (GGT), waktu
protrombin, international normalized ● Fungsi Sintesis Hepar: Dapat diukur dengan
- Bila nilai AST dan ALT berkisar 1000, penyebab Pemeriksaan Radiologi
kerusakan hepatoseluler dapat terjadi akibat toksin,
Dilakukan untuk mengevaluasi pola
obat-obatan, iskemia, atau viral kolestatik. Pola kolestatik dapat dibedakan
menjadi intrahepatik dan ekstrahepatik.
- Peningkatan ALP yang tidak proporsional dengan
Pemeriksaan awal dapat dilakukan dengan
ALT dan AST menandakan adanya proses kolestatik ultrasonografi untuk mengevaluasi dilatasi
bilier. Ultrasonografi memiliki keterbatasan
- Peningkatan ALP juga mungkin terjadi pada kondisi seperti penurunan sensitivitas pada pasien
penyakit pada parenkim hepar, proses patologis pada obesitas dan adanya gas pada usus.
tulang, ginjal, usus, dan plasenta
PENATALAKSAN
AAN
Menurut Atikah dan Jaya, 2016, cara mengatasi
hiperbilirubinemia yaitu:
e ng kajian
1) P
un gkinan
m n
2) Ke Keperawata
sa
Diagno
e r awatan
na Ke p
e nca
3) R
1)
PENGKAJIAN
a. Identitas,
Seperti : Bayi dengan kelahiran prematur, BBLR, dan lebih sering diderita oleh bayi
laki-laki.
b. Keluhan Utama
Bayi terlihat kuning dikulit dan sklera, letargi, malas menyusu, tampak lemah, dan
BAB berwarna pucat.
c. Riwayat kesehatan
NOC
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, maka didapatkan kriteria :
1. Adaptasi bayi baru lahir : Warna kulit (5)
Mata bersih (5)
Kadar bilirubin (5)
2. Organisasi (Pengelolaan) bayi prematur : Warna kulit (5)
3. Fungsi hati , resiko gangguan
a. Pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam batas normal(5)
b. Tanda-tanda vital bayi dalam batas normal(5).
NIC
1. Fisioterapi : neonatus
a. Kaji ulang riwayat maternal dan bayi mengenai adanya faktor resiko
terjadinya hyperbilirubinemia.
b. Observasi tanda-tanda (warna) kuning
c. Periksa kadar serum bilirubin, sesuai kebutuhan, sesuai protokol dan
permintaan dokter.
d. Edukasikan keluarga mengenai prosedur dalam perawatan isolasi.
e. Tutup mata bayi, hindari penekanan yang berlebihan
f. Ubah posisi bayi setiap 4jam per protokol.
NOC
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, maka didapatkan kriteria:
1. Termoregulasi
a. Berkeringat saat panas (5)
b. Gemetaran saat dingin(5)
c. Tingkat pernafasan (5)
2. Kontrol resiko : hipertermi
d. Teridentifikasi nya tanda dan gejala hipertermi (5)
e. Modifikasi lingkungan untuk mengontrol suhu tubuh (5)
NIC
1. Temperature regulation (pengaturan suhu)
a. Monitor suhu minimal setiap 2 jam
b. Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
c. Monitor nadi dan RR.
d. Monitor warna dan suhu kulit.
e. Sesuaikan suhu yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
f. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi.
g. Tingkatkan cairan dan nutrisi.
h. Berikan antipiretik jika perlu.
i. Gunakan kasur yang dingin dan mandi air hangat untuk
perubahan suhu tubuh yang sesuai.
2. Manajemen Demam
a. Monitor suhu secara kontinue
b. Monitor keluaran cairan
c. Monitor warna kulit dan suhu
a. Monitor masukan dan keluaran.
Diagnosa Keperawatan 3
Risiko infeksi b.d proses invasif.
NOC
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, maka didapatkan kriteria:
1. Integritas jaringan : kulit dan membran mukosa
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, hidrasi)
(5)
b. Perfusi jaringan baik (5)
2. Kontrol Resiko
integritas kulit neonatus kembali membaik.
a. Faktor resiko teridentifikasi (5)
b. Faktor resiko personal termonitor (5)
c. Faktor resikolingkungan termonitor (5)
NIC
Infection Control (Kontrol Infeksi).
NIC
a. Monitor berat badan.
b. Timbang popok.
c. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
d. Monitor vital sign.
e. Dorong masukan oral
f. Monitor pernafasan, tekanan darah, dan nadi.
g. Monitor status hidrasi (kelembapan membrane mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik).
h. Monitor warna, kuantitas dan banyaknya keluaran urin.
i. Berikan cairan yang sesuai.
j. Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan.
k. Monitor berat badan.
Diagnosa Keperawatan 5
Risiko kerusakan integritas kulit b.d hiperbilirubinemia dan diare.
NOC
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, maka didapatkan kriteria:
1. Integritas jaringan : kulit dan membran mukosa.
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, hidrasi). (5)
b. Perfusi jaringan baik. (5)
2. Kontrol resiko.
integritas kulit neonatus kembali membaik.
NIC
1. Manajemen cairan
Diagnosa Keperawatan 6
Risiko cedera b.d peningkatan kadar bilirubin dan proses fototerapi.
NOC
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, maka didapatkan kriteria:
a. Kontrol resiko cidera
b. Terbebas dari cidera (5)
NIC
Environment Management (manajemen lingkungan).
p
Please kee
r
this slide fo
.
attribution