OLEH KELOMPOK 6 :
4. Wahyuni 2011311023
Dosen Pembimbing :
Ns. Yelly Herien, S.kep, M.kep
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah tentang “Trend dan Issue Keperawatan Maternitas”. Makalah
ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas I.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing
dan teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, baik dari segi penyusunan,
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun,
khususnya dari dosen mata kuliah untuk menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami
Kelompok 6
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................... 1
1.3. Tujuan ................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kematian Ibu Melahirkan..................................................................... 2
2.2 Kelahiran............................................................................................... 11
2.3 Kematian Neonatal dan Bayi................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kematian ibu melahirkan
2. Mengetahui apa itu kelahiran
3. Mengetahui apa itu kematian neonatal dan bayi
1
BAB II
PEMBAHASAN
Indikator yang umum digunakan dalam kematian ibu adalah angka kematian
ibu (Maternal Mortality Ratio) yaitu jumlah kematian ibu dalam 100.000 kelahiran
hidup. Angka ini mencerminkan risiko obstetrik yang dihadapi oleh seorang ibu
sewaktu ia hamil (Saifudin, 2010).
Kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi
kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena
kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000
kelahiran hidup. Yang dimaksud dengan Kematian Ibu adalah kematian perempuan
pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan
tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang
disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-
sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh dll (Budi, Utomo. 1985).
2
b. Cara menghitung angka kematian ibu
Dhamil
AKI = X 1000
Jlh
Keterangan :
Berdasarkan data SDKI 2002 – 2003, Angka Kematian Ibu atau Maternal
Mortality Ratio (MMR) di Indonesia untuk periode tahun 1998 – 2002, adalah sebesar
307. Artinya terdapat 307 kematian ibu yang disebabkan karena kehamilan, persalinan
sampai 42 hari setelah melahirkan pada periode tersebut per 100.000 kelahiran hidup.
3
1. Determinan Dekat
Determinan dekat merupakan proses yang paling dekat terhadap kejadian
kematian maternal, yang meliputi kehamilan itu sendiri dan komplikasi dalam
kehamilan, persalinan dan masa nifas. Tiap wanita hamil memiliki risiko
komplikasi yang berbeda, dibedakan menjadi ibu hamil risiko rendah dan ibu hamil
risiko tinggi. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain :
a. Perdarahan
Perdarahan yang dapat menyebabkan kematian ibu antara lain adalah
perdarahan karena abortus, perdarahan ektopik terganggu, perdarahan
antepartum, dan perdarahan postpartum. Perdarahan karena abortus dapat
disebabkan karena abortus yang tidak lengkap atau cedera pada organ panggul
atau usus. Abortus sendiri adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh
akibatakibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu
atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan (Saifudin
dkk, 2009).
b. Infeksi
Infeksi adalah invasi jaringan oleh mikroorganisme patogen hingga
menebabkan kondisi sakit karena virulensi dan jumlah mikroorganisme patogen
tersebut. Infeksi dapat terjadi pada masa kehamilan, selama persalinan (inpartu)
maupun masa nifas. Infeksi pada kehamilan adalah infeksi jalan lahir pada masa
kehamilan, baik kehamilan muda maupun tua. Keadaan infeksi ini berbahaya
karena dapat mengakibatkan sepsis, yang mungkin menyebabkan kematian ibu
(Leveno dkk. 2013). Infeksi nifas adalah infeksi bakteri yang berasal dari
saluran reproduksi selama persalinan. Penyebab terbesar dari infeksi nifas
adalah penolong persalinan yang membawa kuman ke dalam rahim ibu dengan
membawa kuman yang telah ada di dalam vagina ke atas (Astuti dkk, 2015).
4
Kehamilan dapat menyebabkan terjadinya hipertensi pada wanita yang
sebelum kehamilannya memiliki tekanan darah normal (normotensi) atau dapat
memperberat keadaan hipertensi yang sebelumnya telah ada. Hipertensi dalam
kehamilan atau yang dikenal sebagai pre-eklamsi, dan jika hipertensi ini disertai
kejang maka disebut sebagai eklamsia merupakan salah satu penyebab kematian
tertinggi di Indonesia. Pre-eklamsia dan eklamsia ini juga dapat terjadi pada
masa nifas (Astuti dkk, 2015).
e. Ruptura uterus
Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat
dilampauinya daya regang miometrium. Penyebab ruptura uteri adalah
disproporsi janin dan panggul, partus macet atau traumatik. Ruptura uteri
termasuk salah satu diagnosis banding apabila wanita dalam persalinan lama
mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan syok dan perdarahan
pervaginam (Saifudin, 2010). Robekan jalan lahir selalu memberikan
perdarahan dalam jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal
dari jalan lahir selalu harus dievaluasi, yaitu sumber dan jumlah perdarahan
sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina,
serviks dan robekan uterus (ruptur uteri) (Manuaba. 2010).
5
2. Determinan antara
Determinan antara merupakan keadaan atau hal-hal yang melatarbelakangi
dan menjadi penyebab langsung serta tidak langsung dari kematian ibu meliputi
status kesehatan ibu, status reproduksi, akses terhadap pelayanan kesehatan dan
perilaku penggunaan pelayanan kesehatan.
a. Status kesehatan ibu
Menurut McCarthy dan Maine status kesehatan ibu yang berpengaruh
terhadap kejadian kematian maternal meliputi status gizi, anemia, riwayat
penyakit yang diderita ibu, dan riwayat komplikasi pada kehamilan dan
persalinan sebelumnya.
1) Status gizi
Status gizi merupakan hal yang penting diperhatikan pada masa kehamilan,
karena faktor gizi sangat berpengaruh terhadap status kesehatan ibu selama
hamil serta berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Hubungan
antara gizi ibu hamil dan kesejahteraan janin merupakan hal yang sangat
penting untuk diperhatikan. Keterbatasan gizi selama hamil sering
berhubungan dengan faktor ekonomi, pendidikan, sosial atau keadaan lain
yang meningkatkan kebutuhan gizi ibu hamil dengan penyakit infeksi
tertentu termasuk persiapan fisik untuk persalinan. (Jannah, 2012)
2) Status Anemia
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi.
Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan
nilai kesejateraan sosial ekonomi masyarakat, dan pengaruhnya sangat besar
terhadap kualitas sumberdaya manusia. Anemia kehamilan disebut potensi
membahayakan ibu dan anak). Menurut WHO, kejadian anemia kehamilan
berkisar antara 20% dan 89% dengan menetapkan Hb 11 g% (g/dl) sebagai
dasarnya (Manuaba, 2010).
3) Riwayat penyakit
Kematian ibu tidak langsung merupakan akibat dari penyakit
yang sudah ada atau penyakit yang timbul sewaktu kehamilan yang
berpengaruh terhadap kehamilan, misalnya malaria, anemia,
HIV/AIDS, dan penyakit kardiovaskular (Saifudin, 2010).
6
Kehamilan dengan penyakit jantung selalu saling mempengaruhi
karena kehamilan memberatkan penyakit jantung dapat mempengaruhi
petumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Jantung yang normal
dapat menyesuaikan diri terhadap segala perubahan sistem jantung dan
pembuluh darah yang disebabkan oleh kehamilan (Manuaba, 2010).
b. Status Reproduksi
Status reproduksi yang berperan penting terhadap kejadian kematian ibu
adalah umur ibu hamil, jumlah kelahiran, jarak kehamilan dan status
perkawinan ibu (McCharty dan Maine, 1992)
1) Umur
Faktor tidak langsung kematian ibu diantaranya adalah faktor usia
terlalu tua yaitu usia diatas 35 tahun dan usia terlalu muda yaitu usia
dibawah 20 tahun. Di Indonesia 1 dari 10 kehamilan terjadi pada remaja
berusia 15-19 tahun. Kehamilan remaja berusia dibawah 18 tahun
berdampak negatif pada kesehatan. Risiko kesakitan dan kematian yang
terjadi 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan kehamilan pada usia yang lebih
matang. (WHO. 2018 dan GKIA, 2016)
2) Paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian
maternal. Paritas < 1 (belum pernah melahirkan/ baru melahirkan pertama
kali) dan paritas > 4 memiliki angka kematian maternal lebih tinggi.
(Saifudin, 2010). Paritas ≤ 1 dan usia muda berisiko karena ibu belum siap
secara medis maupun secara mental, sedangkan paritas di atas 4 dan usia
7
tua, secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan.
(Fibriana, 2007)
Kehamilan kedua atau ketigapun jika kehamilannya terjadi pada
keadaan yang tidak diharapkan (gagal KB, ekonomi tidak baik, interval
terlalu pendek), dapat meningkatkan risiko kematian maternal. Paritas lebih
dari 4 juga merupakan faktor tidak langsung penyebab kematian ibu di
Indonesia (GKIA, 2016)
3) Jarak kehamilan
Jarak kehamilan terlalu dekat (kurang dari 2 tahun) merupakan faktor
tidak langsung penyebab kematian ibu di Indonesia. Jarak antar kehamilan
yang disarankan pada umumnya adalah paling sedikit dua tahun, untuk
memungkinkan tubuh wanita dapat pulih dari kebutuhan ekstra pada masa
kehamilan dan laktasi. (GKIA, 2016)
4) Status perkawinan
Status perkawinan yang mendukung terjadinya kematian maternal
adalah status tidak menikah. Status ini merupakan indikator dari suatu
kehamilan yang tidak diharapkan atau direncanakan. Wanita dengan status
perkawinan tidak menikah pada umumnya cenderung kurang
memperhatikan kesehatan diri dan janinnya selama kehamilan dengan tidak
melakukan pemeriksaan antenatal, yang mengakibatkan tidak terdeteksinya
kelainan yang dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi. (WHO dalam
Fibriana, 2007)
8
d. Perilaku Penggunaan Pelayanan Kesehatan
Perilaku penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan antara lain meliputi
perilaku penggunaan alat kontrasepsi, dimana ibu yang mengikuti program
Keluarga Berencana (KB) akan lebih jarang melahirkan dibandingkan dengan
ibu yang tidak ber KB, perilaku pemeriksaan antenatal, dimana ibu yang
melakukan pemeriksaan antenatal secara teratur akan terdeteksi masalah
kesehatan dan komplikasinya, penolong persalinan, dimana ibu yang ditolong
oleh dukun berisiko lebih besar untuk mengalami kematian dibandingkan
dengan ibu yang melahirkan dibantu oleh tenaga kesehatan, serta tempat
persalinan, dimana persalinan yang dilakukan di rumah akan menghambat akses
untuk mendapatkan pelayanan rujukan secara cepat apabila sewaktu-waktu
dibutuhkan. (WHO dalam Fibriana, 2007).
3. Determinan jauh
Determinan jauh ini tidak secara langsung mempengaruhi kematian
maternal, akan tetapi faktor sosio kultural, ekonomi, dan faktorfaktor lain juga
perlu dipertimbangkan dan disatukan dalam pelaksanaan intervensi penanganan
kematian maternal.
a. Pendidikan
Termasuk dalam determinan jauh adalah status wanita dalam keluarga
dan masyarakat, yang meliputi tingkat pendidikan, dimana wanita yang
berpendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatan diri dan
keluarganya, sedangkan wanita dengan tingkat pendidikan yang rendah,
menyebabkan kurangnya pengertian mereka akan bahaya yang dapat menimpa
ibu hamil maupun bayinya terutama dalam hal kegawatdaruratan kehamilan dan
persalinan. Ibuibu terutama di daerah pedesaan atau daerah terpencil dengan
pendidikan rendah, tingkat independensinya untuk mengambil keputusanpun
rendah. Pengambilan keputusan masih berdasarkan pada budaya „berunding‟
yang berakibat pada keterlambatan merujuk. Rendahnya pengetahuan ibu dan
keluarga tentang tandatanda bahaya pada kehamilan mendasari pemanfaatan
sistem rujukan yang masih kurang. Ditemukan bahwa faktor yang berpengaruh
paling penting dalam perilaku mencari pelayanan kesehatan antenatal adalah
pendidikan. 90% wanita yang berpendidikan minimal sekolah dasar telah
mencari pelayanan kesehatan antenatal. (Saifudin, 2010)
9
b. Pendapatan
Kemiskinan dapat menjadi sebab rendahnya peran serta masyarakat pada
upaya kesehatan. Kematian maternal sering terjadi pada kelompok miskin, tidak
berpendidikan, tinggal di tempat terpencil, dan mereka tidak memiliki
kemampuan.
10
Intervensi strategis dalam upaya Safe Motherhood dinyatakan sebagai empat
pilar Safe Motherhood, yaitu :
1. Keluarga Berencana, yang memastikan bahwa setiap orang/pasangan memiliki
akses ke informasi dan pelayanan KB agar dapat merencanakan waktu yang tepat
untuk kehamilan, jarak kehamilan dan jumlah anak. Adanya KB diharapkan tidak
ada kehamilan yang tidak diinginkan, yaitu kehamilan yang masuk dalam kategori
“4 terlalu”, yaitu terlalu muda atau terlalu tua untuk kehamilan, terlalu sering hamil
dan terlalu banyak anak
2. Pelayanan antenatal, untuk mencegah adanya komplikasi obstetri bila mungkin,
dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara
memadai.
3. Persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan memiliki
pengetahuan, ketrampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan
bersih, serta memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan bayi.
4. Pelayanan obstetri esensial, memastikan bahwa pelayanan obstetri untuk risiko
tinggi dan komplikasi tersedia bagi ibu hamil yang membutuhkannya.
2.2 Kelahiran
a. Persalinan
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian yang fisiologis. Persalinan
adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir.
Kelahiran adalah proses di mana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan
lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa 17 komplikasi baik pada ibu
maupun pada janin.
11
Bumil bisa tidur atau beristirahat di siang hari, karena Bumil pasti membutuhkan
tenaga ketika persalinan berlangsung.
3) Perubahan emosional
Biasanya ibu hamil akan merasakan perubahan dari segi emosional
beberapa hari sebelum melahirkan, misalnya mudah marah atau moody,
selayaknya masa-masa saat akan menstruasi.
5) Kontraksi palsu
Kontraksi ini biasa disebut kontraksi Braxton-Hicks atau pengencangan
perut yang datang dan pergi. Umumnya kontraksi ini berlangsung 30–120 detik,
tidak terjadi dengan beraturan, dan dapat hilang ketika ibu hamil berpindah posisi
atau rileks.
Selain itu, kontraksi palsu biasanya hanya terasa di daerah perut atau
panggul, sementara kontraksi sungguhan biasanya terasa di bagian bawah
punggung kemudian berpindah ke bagian depan perut.
Sebenarnya kontraksi Braxton-Hicks sudah bisa dirasakan sejak usia
kehamilan 16 minggu, tapi kontraksi ini akan terasa lebih kuat dan lebih sering
ketika mendekati masa melahirkan.
12
Selama kehamilan, leher rahim ditutupi oleh lendir yang kental. Namun,
ketika mendekati persalinan leher rahim akan membesar dan melunak guna
membentuk jalan untuk bayi keluar.
Bersamaan dengan itu, lendir leher rahim akan keluar melalui vagina.
Warna lendir ini bisa beragam, mulai dari bening, merah muda, atau sedikit
berdarah. Lendir ini bisa keluar perlahan-lahan sehingga terlihat seperti keputihan
dalam jumlah yang banyak, atau bisa juga langsung keluar dalam satu kesatuan.
7) Air ketuban pecah
Tanda-tanda melahirkan yang diketahui oleh kebanyakan orang adalah
pecahnya air ketuban. Kebanyakan ibu hamil akan lebih dulu merasakan kontraksi
sebelum air ketuban pecah, tapi ada juga yang mengalami pecahnya ketuban
terlebih dahulu. Ketika hal ini terjadi, biasanya persalinan akan segera menyusul.
13
dapat terjadi secara spontan pada tahap pertama proses melahirkan atau di tahap
selanjutnya. Ketika ini terjadi, Anda akan merasakan basah. Ada juga yang tidak
mengalami pecahnya air ketuban hingga dokter yang melakukannya.
Ada baiknya Anda menelepon dokter ketika mulai kontraksi, tetapi
mungkin Anda masih bisa menghabiskan waktu dengan membuat diri senyaman
mungkin, seperti mendengarkan musik atau berendam air hangat. Anda juga bisa
makan makanan yang mudah dicerna dan mendapatkan cairan minuman yang
cukup.
Anda harus pergi ke dokter ketika kontraksi mulai terjadi setiap lima
menit, atau ketika air ketuban pecah. Ketika kontraksi mulai kuat, Anda harus
mencoba merelaksasi diri dengan strategi pernapasan. Anda juga bisa meminta
kerabat terdekat dan suami Anda untuk tetap membuat Anda ten ang dan percaya
diri.
14
Tahap ini disebut juga tahap mendorong, ini akan berlangsung hingga tiga
jam ketika Anda diberi epidural – dua jam tanpa epidural. Serviks akan melebar
sekitar 10 cm. Kontraksi akan lebih lama dari semenit dengan interval dua hingga
tiga menit. Kepala bayi turun ke area vagina, Anda pun akan merasakan tekanan
di area dubur alias rektum. Beberapa perempuan akan merasakan mual, gemetar,
gelisah, dan marah pada masa ini.
Cara mengatasi: jangan mengejan kecuali ketika Anda sudah mendapat
aba-aba. Mengejan yang tidak sesuai dapat menyebabkan serviks Anda bengkak.
Ketika saat tiba, Anda bisa mengejan dengan mengambil napas dalam-dalam,
dorong seperti Anda sedang sembelit. Dokter juga akan melakukan episiotomi,
yaitu potongan pendek pada daerah di antara vagina dan rektum, untuk
mempermudah proses melahirkan.
5) Tahap ketiga
Ini adalah saat-saat yang ditunggu, yaitu tahap melahirkan. Kebutuhan
untuk mendorong semakin kuat ketika kepala bayi sudah turun ke bawah. Anda
juga akan mengalami perasaan panas, menyengat, dan peregangan pada saat
pembukaan vagina. Tahap melahirkan akan memakan waktu sekitar 15 hingga 30
menit. Jika Anda mengalami episiotomi, saat ini Anda akan dijahit lagi.
6) Penyembuhan
Ada perasaan gembira, lega, kagum, dan sukacita ketika bertemu dengan
bayi Anda. Rasa sakit ketika melahirkan pun terasa terbayar dengan melihat wajah
si mungil. Kompres air dingin bisa diberikan pada perineum untuk membuat Anda
nyaman dan mengurangi pembengkakan. Banyak perempuan yang mengalami
kram rahim setelah melahirkan.
15
metode per-salinan alternatif yang aman. Melahirkan dalam air akan
mempermudah adaptasi bayi dari rahim ibu (yang berisi air ketuban) ke dunia luar.
Diharapkan, transisi dari rahim ibu ke dunia luar tidak terlalu drastis, sehingga
dapat mengurangi kemungkinan p pada janin (Firdayanti 2009).
Selain itu, metode ini diharapkan dapat mengurangi stres pada ibu, nyeri
persalinan, kontraksi rahim akan menjadi lebih efektif, elastisitas perineum
bertambah, sehingga robekan atau laserasi jalan lahir menjadi minimal. Posisi ibu
saat melahirkan akan lebih mudah dan dapat diubah sesuai dengan kenyamanan ibu
(Firdayanti, 2009).
Ada 2 metode water birth yaitu Water birth murni dimana ibu masuk ke
kolam persalinan setelah mengalami pembukaan 6 sampai proses melahirkan
terjadi dan Water birth emulsion, ibu hanya berada di dalam kolam hingga masa
kontraksi akhir. Proses melahirkan tetap dilakukan di tempat tidur (Harper, 2006).
Syarat-syarat untuk seorang ibu melakukan water birth di antaranya : ibu
hamil risiko rendah, ibu hamil tidak mengalami infeksi vagina saluran kencing dan
kulit, tanda vital ibu dalam batas normal dan etg bayi normal (baseline, variabilitas
dan ada akselerasi), idealnya air hangat digunakan untuk relaksasi dan penanganan
nyeri setelah dilatasi serviks mencapai 4-5 cm, pasien setuju mengikuti instruksi
penolong, termasuk keluar dari kolam tempat berendam jika diperlukan (Harper,
2006).
Kriteria atau indikasi dilakukannya water birth yaitu merupakan pilihan ibu,
kehamilan normal 2 37 minggu, fetus tunggal presentasi kepala, tidak
menggunakan obat-obat penenang, ketuban pecah spontan < 24 jam, tidak ada
komplikasi kehamilan (preeklampsia, gula darah tak terkontrol,dl), denyut jantung
normal, cairan amnion jernih. Kontra indikasi melakukan water birth adalah
preterm, infeksi yang dapat ditularkan melalui kulit dan darah, infeksi dan demam
pada ibu, herpes genitalis, hiv, hepatitis, denyut jantung abnormal, perdarahan
pervaginam berlebihan (Harper, 2006).
Menurut Mulyana, 2010 pada persalinan dengan metode water birth, calon
ibu akan dimasukan ke dalam kolam berisi air hangat pada saat memasuki bukaan
ke-enam. Tujuannya agar kulit vagina menjadi tipis dan lebih elastis sehingga akan
lebih mudah untuk meregang saat kepala bayi keluar melewati vagina, bahkan
dikatakan jika persalinan berjalan lancar maka tidak perlu sampai harus merobek
perineum. Selain itu, air hangat pada kolam juga akan memberikan rasa nyaman,
16
tenang dan rileks, pada keadaan rileks ini tubuh akan melepaskan endorphin
(semacam morfin yang di bentuk oleh tubuh sendiri) untuk mengurangi rasa sakit.
Air hangat juga mampu untuk menghambat impuls-impuls saraf yang
menghantarkan rasa sakit, sehingga membuat persalinan tidak begitu terasa berat.
Pada persalinan dalam air ini, suami juga memiliki peran yang sangat penting di
dalam ke lancaran persalinan, yaitu dengan melakukan pemijatan pada punggung
ibu yang bertujuan untuk memberikan rasa rileks dan nyaman kepada ibu saat
persalinan dilakukan di dalam kolam.
Persalinan dengan metode water birth ini berlangsung kurang lebih 1-2 jam
setelah bukaan keenam dimana pada persalinan biasa membutuhkan waktu hingga
8 jam. (Mulyana, 2010), Kemudian setelah bayi lahir maka dokter akan
mengangkat bayi ke permukaan air untuk diberikan ASI pertama kali. Kebanyakan
ibu kadang merasa khawatir bayi mereka akan terdesak, tetapi sebenarnya hal
tersebut tidak akan terjadi karena pada saat bayi sudah berada di luar, bayi tersebut
masih bemafas melalui ari-ari dan tali pusat yang masih tersambung ke perut ibu,
sehingga tidak akan menjadi masalah bagi bayi yang di lahirkan di dalam air
(Mulyana, 2010)
2) Lotus Birth
Metode Persalinan lotus adalah metode persalinan yang membiarkan tali
pusat tetap terhubung dengan bayi dan plasenta setelah kelahiran, tanpa menjepit
ataupun memotongnya, sehingga tidak memberikan peluang kuman untuk masuk
ke dalam tubuh bayi melalui tali pusat, Metode lotus birth ini diyakini dapat
menambah kekebalan tubuh pada bayi yang baru lahir. Dengan lotus birth, bayi
diharapkan mendapatkan lebih banyak darah yang mengandung oksigen, makanan
dan antibodi sehingga memberikan waktu bagi tali pusat untuk terpisah dari bayi
secara alamiah. Dengan cara ini, tali pusat dan plasenta diperlakukan sebagai suatu
kesatuan sampai saat pemutusan secara alami yang biasanya terjadi 3-10 hari
setelah proses kelahiran (Herlyssa, DKK, 2015).
Lotus birth meskipun tidak dianjurkan secara medis karena belum ada bukti
ilmiahnya, namun menjadi tren diantara ibu-ibu yang ingin melahirkan terutama
home birth. Bukti ilmiah memang belum ditemukan informasinya, namun dapat
ditemukan dalam penuturan para ibu vang telah melahirkan dan di publis secara
online, dapat juga dalam berbagai buku yang telah ditulis oleh mereka yang telah
17
berpengalaman sebagai praktisi kesehatan maupun ditulis oleh ibu bersalin itu
sendiri.
Implikasi dari Lotus Birth sebaiknya didekati melalui perspektif tradisi
misteri kuno, dikembangkan di tempat-tempat yang beragam seperti India, Cina,
dan Mesir. Melalui disiplin kontemplasi dan meditasi, tradisi ini telah
mengembangkan pemahaman tentang totalitas manusia yang masih absen dari ilmu
kedokteran Barat. Umumnya, mereka mengartikulasikan dimensi di mana manusia
hidup secara bersamaan dan bagaimana ketidakharmonisan atau trauma dalam satu
efek lain
1) Pendapat Ilmiah Tentang Kelahiran Lotus Birth
1.1 Menurut dokter yang di RS pusat pertamina yaitu dr. Frizar Irmansyah,
SPOG mengatakan pada deti Health bahwa "Kelahiran lotus masih
kontroversi dan belum penelitiannya." Dan menurutnya secara medis tali
pusar harus segera diklem untuk mencegah bayi menjadi kuning karena
bilirubin (senyawa hasil metabolisme hati) yang tinggi. Keterangan dr. Sita
bukan tak beralasan. Penelitian Royal College of Obstetricians dan
Gynaecologists (RCOG) menyatakan, tidak ada bukti ilmiah yang
mendukung bahwa metode Kelahiran lotus bermanfaat bagi bayi. Jika
dibiarkan terlalu lama setelah melahirkan, ada risiko infeksi pada plasenta
yang akibatnya bisa menyebar ke bayi. Sebab, pada tahap pasca
melahirkan, plasenta tidak memiliki sirkulasi dan hanyalah jaringan mati.
1.2 dr Frizar menjelaskan, "Dalam keadaan kurang sehat atau bayi tidak bugar,
memang terkadang kita lakukan delay clamping (penundaan klem). Jadi
kita biarkan bayi tetap dengan ari-arinya, agar mendapatkan darah lebih
banyak,". Memang benar, nmenunda pemotongan tali pusat selama
beberapa saat, diyakini mendatangkan manfaat. Dikutip Live Science,
sebuah studi klinis tahun 2010 yang dipublikasi dalam The Journal of
Cellular and Molecular Medicine mengungkapkan, penundaan pemotongan
tali pusat tidak hanya memberikan lebih banyak darah yang dapat
disalurkan, tetapi juga membantu mencegah anemia Namun, hal ini berbeda
dengan praktik kelahiran lotus yang membiarkan tali pusat berhari-hari
hingga putus secara alami. "Itu pun tidak lama dilakukan. Dari banyak
penelitian dikatakan bahwa penundaan selama satu sampai tiga menit
18
terbukti dapat meningkatkan hemoglobin (kadar sel darah merah),
hematokrit dan ferritin (zat besi) pada bayi baru lahir." kata dr Kartika
Hapsari SPOG, dokter ahli kebidanan dan kandungan,
1.4 Dr. Sarah Buckley, ibu dari 3 anak dengan metode persalinan Lotus Birth
mengatakan bahwa ketika tali pusat dipotong, akan menyebabkan stress
pada bayi sehingga bayi menjadi trauma. Meskipun tali pusat pada dasarkan
adalah bukan organ yang hidup, namun sebenamya masih terjadi
komunikasi dengan bayi.
1. Tidak ada keinginan ibu untuk memisahkan plasenta dari bayi dengan cara
memotong tali pusat.
2. Proses trans isi bayi terjadi secara lembut dan damai, yang memungkinkan
penolong persalinan untuk memotong tali pusat pada waktu vang tepat.
19
6. Alasan rohani atau emosional.
20
ini menggunakan desain potong lintang, dengan menggunakan data riskesdas 2010.
Dari hasil analisis diperoleh hasil sebagai berikut, dari 163 kematian neonatal,
sebagian besar merupakan kematian neonatal dini (0–7 hari kelahiran) sebanyak 144
(88,6%), sisanya sebesar 11,45% merupakan kematian neonatal lanjut. Kematian
neonatal sebagian besar terjadi pada usia ibu saat melahirkan sudah cukup dewasa
yaitu kelompok umur 18–34 tahun, tetapi sebagian besar dengan tingkat pendidikan
rendah dan sedang yaitu 53% dan 43%. Kematian neonatal sebagian besar terjadi
pada jarak kelahiran dengan kelahiran sebelumnya < 12 bulan sebanyak 100 (61,3%).
Kematian neonatal prosentasinya berimbang antara ibu yang bekerja dan ibu tidak
bekerja. Dilihat dari berat badan bayi dengan berat < 2500 gram dan > 2500 gram,
prosentasenya hampir berimbang yaitu 27–29%. Sebagian kematian neonatal tidak
diketahui berat badannya.Tidak ada perbedaan yang bermakna antara neonatal dini
dan neonatal lanjut baik menurut demografi ibu, karakteristik bayi, maupun status
ekonomi. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai informasi terkait profi
l kematian neonatal. Selain itu sebagai masukan dalam pengambilan kebijakan untuk
peningkatan kesehatan ibu pada periode kehamilan dan persalinan, serta mengurangi
resiko terjadinya kematian neonatal dengan melakukan pembinaan dan intervensi
pada ibu hamil yang berpendidikan rendah serta pembinaan untuk mengatur jarak
kelahiran lebih dari 12 bulan. Selain itu hasil penelitian juga bisa dipakai sebagai
dasar dalam upaya pengurangan kematian anak pada proses persalinan.
21
semakin rendah tingkat pelayanan kesehatan ibu dan
anak
2) BBLR Menurut Mitayani (2011), bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi
dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada saat lahir. Etiologi atau penyebab
dari berat badan bayi lahir rendah maupun usia bayi belum sesuai dengan masa
gestasinya adalah hal toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik
dan psikologis, infeksi akut, serta kelainan kardiovaskular, usia Ibu, keadaan
sosial ekonomi, kondisi ibu saat hamil, faktor janin seperti hidra/polihidramnion,
kehamilan ganda, dan kelainan janin (Mitayani, 2011).
3) RDS Menurut Lissauer (2009), disebut juga sebagai penyakit membrane hialin
(hyaline membrane disease, HMD) atau penyakit paru akibat defisiensi surfaktan
(surfactant deficient lung disease, SDLD). Gangguan pernafasan yang paling
umum mengenai bayi preterm (kurang bulan). Penyebab umum yang sering
menyebabkan kejadian RDS antara lain defisiensi surfaktan, pneunomonia/ sepsis,
takipnea transien pada bayi baru lahir
4) Sepsis Penyakit ini didefinisikan sebagai infeksi bakteri pada aliran darah bayi
selama empat minggu pertama kehidupan. Insisden sepsis bervariasi dari ruang
perawatan bayi yang satu ke ruang perawatan yang lain (Bobak et al, 2005)
22
5) Kelainan Kongenital adalah suatu penyakit yang ada waktu lahir yang dapat
disebabkan oleh faktor genetic atau lingkungan atau keduanya. Setiap tahun
250.000 bayi dilahirkan dengan ganguan struktur dan fungsional yang signifikan
(Bobak et al, 2005).
6) Trauma Kelahiran Trauma bayi baru lahir adalah cedera yang didapatkan selama
persalinan. Trauma ini bisa disebabkan oleh makrosomia, premature, chepalo
pelvic disproportion (CPD), distosia, persalinan lama, presentasi abnormal, dan
persalinan dengan tindakan vaccum atau forcep (Vivian, 2010).
23
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Kematian maternal atau kematian ibu menurut batasan dari The Tenth Revision
of International Cassification of Diseases (ICD-10) adalah kematian wanita yang
terjadi pada saat kehamilan atau dalam 42 hari setelah kehamilan, tidak tergantung dari
lama dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan
kehamilan, atau yang diperberat oleh kehamilan tersebut, atau penanganannya, akan
tetapi bukan kematian yang disebabkan oleh kecelakaan atau kebetulan (WHO, 2015).
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian yang fisiologis. Persalinan adalah
proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir.
Kelahiran adalah proses di mana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir.
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa 17 komplikasi baik pada ibu maupun
pada janin.
Kematian neonatal merupakan kematian seorang bayi yang dilahirkan hidup
dalam 7 hari setelah kelahiran, di kenal juga dengan istilah kematian neonatal
dini/perinatal, dan kematian seorang bayi yang dilahirkan hidup lebih dari 7 hari sampai
kurang 29 hari dikenal dengan kematian neonatal lanjut. Kematian neonatal (bayi umur
0–28 hari) merupakan 2/3 dari kematian bayi, sedangkan kematian neonatal
dini/perinatal (bayi umur 0–7 hari) merupakan 2/3 dari kematian neonatal.
1.2 Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan untuk pembaca dapat memahami apa
itu trend dan issue keperawatan maternitas. Sehingga dapat menambah ilmu dan
sebagai bahan referensi. Selain itu, diharapkan pembaca terutama tenaga kesehatan
24
untuk dapat memahami trend dan isu keperawatan materntas untuk mengurangi angka
kematian ibu dan bayi dalam pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Diana, Ida, Bryan Mario Isakh, dan Raharni. 2011. Profil Kematian Neonatal Berdasarkan
Sosio Demografi Dan Kondisi Ibu Saat Hamil Di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan – Vol. 14 No. 4 Oktober 2011: 391–398
Pangemanan, Donny, dan elix Kasim. Statistik Vital. Metodologi Penelitian Biomedis.
http://repository.maranatha.edu.
Pratama, Adrian Nur. 2013. Analisis Faktor – Faktor Penyebab Kejadian Kematian
Neonatus Di Kabupaten Boyolali. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
25