Anda di halaman 1dari 24

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ANAK

KEBUTUHAN KHUSUS

Oleh:
KELOMPOK I TK. II REGULER B

Ade Yuliana Putri (P07120120041)


Amanda Roisa (P07120120078)
Jumaira Simehate (P07120120051)
Nurmalisa (P07120120059)
Siti Sahara (P07120120067)

Makalah ini diajukan untuk Memenuhi Tugas Kelompok


Mata Kuliah: Komunikasi
Dosen Pembimbing: Dr. Hermansyah, SKM, MPH

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN ACEH
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-III KEPERAWATAN
BANDA ACEH
2021
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayahnya serta shalawat dan salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang

telah membawa umat dari kebodohan kepada peradaban ilmu pengetahuan

sehingga Kelompok I Tk. II Reguler B dapat menyelesaikan tugas kelompok yang

berjudul “Komunikasi Terapeutik Pada Anak Berkebutuhan Khusus”.

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas kelompok dalam Mata

Kuliah Komunikasi yang diasuh oleh Bapak Dr. Hermansyah, SKM, MPH.

Makalah ini dapat terselesaikan berkat kerjasama dan kerja keras Kelompok I

serta bimbingan dan arahan Dosen Pembimbing. Untuk itu Kelompok I

mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing dan kepada teman-teman

yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini.

Kelompok I meyakini bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.

Besar harapan Kelompok I agar adanya masukan berupa kritikan dan saran guna

perbaikan dan kesempurnaan makalah ini sehingga dapat bermanfaat bagi

mahasiswa dan pembaca sekalian.

Banda Aceh, 21 September 2021

Kelompok I

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………..……………………...i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………iii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………….…1
A. Latar Belakang…………………………………………………....1
B. Rumusan Masalah………………………………………………...2
C. Tujuan Penulisan……………………………………………….....2

BAB II PEMBAHASAN..……………………………………………………..3
A. Pengertian komunikasi terapeutik pada anak berkebutuhan khusus3
B. Jenis-jenis anak berkebutuhan khusus…………………………….4
C. Hambatan komunikasi pada anak berkebutuhan khusus………….6
D. Model komunikasi pada anak berkebutuhan khusus…………...…9

BAB III PENUTUP…………………………………………………………....16


A. Kesimpulan………………………………………………………16
B. Saran…………………………………………………………..…17

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..…18

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak berkebutuhan khusus berada dalam proses berkembang dan memiliki

masalah dalam perkembangannya yang sangat kompleks, termasuk didalamnya

adalah masalah interaksi komunikasi, dimana hambatan tersebut merupakan

hambatan yang selalu ada menyertai di setiap individu berkebutuhan khusus,

apalagi jika hambatan yang utama disertai hambatan penyerta lainnya/hambatan

majemuk (Magunsong, 2010).

Hambatan majemuk atau bisa juga disebut tuna ganda adalah anak yang

memiliki kombinasi hambatan atau ketunaan (baik dua jenis hambatan atau lebih)

sehingga menyebabkan dia tidak dapat diatasi hanya dengan suatu program

pendidikan khusus untuk satu macam kelainan saja, melainkan harus didekati

dengan variasi program pendidikan sesuai kelainan yang dimiliki seperti tunanetra

dan tunarungu, tunarungu dan tunagrahita atau tunagrahita dan tunadaksa,

tunanerta dan tunagrahita, tunagrahita dan autis, bahkan autis dan ADHD, dan

sebagainya (Aprilia, I.D, 2012).

Dalam menangani anak-anak berkebutuhan khusus, para pendamping

memerlukan pengetahuan tentang anak-anak tersebut, keterampilan mengasuh dan

melayaninya. Anak berkebutuhan khusus perlu mendapat dorongan, tuntunan, dan

praktek langsung secara bertahap. Potensi yang dimiliki anak-anak berkebutuhan

khusus akan tumbuh berkembang seiring dengan keberhasilan peran pendamping

dalam memahami dan memupuk potensi anak-anak tersebut (Regina, 2011).


2
Penanganan anak berkebutuhan khusus, memerlukan keberpihakan

kultural dan struktural dari berbagai pihak baik orangtua, perawat, guru,

masyarakat dan pemerintah. Dikarenakan anak berkebutuhan khusus rentan

mendapatkan kekerasan dan perlakuan salah (Budi, 2013).

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi terapeutik pada anak

berkebutuhan khusus?

2. Apa saja jenis-jenis anak berkebutuhan khusus?

3. Apa saja hambatan komunikasi pada anak berkebutuhan khusus?

4. Bagaimana komunikasi terapeutik yang diterapkan kepada anak

berkebutuhan khusus?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk lebih memahami komunikasi terapeutik pada anak berkebutuhan

khusus.

2. Untuk mengetahui jenis-jenis anak berkebutuhan khusus.

3. Untuk mengetahui hambatan komunikasi pada anak berkebutuhan

khusus.

4. Untuk mengetahui model komunikasi terapeutik yang diterapkan kepada

anak berkebutuhan khusus.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Komunikasi Terapeutik Pada Anak Berkebutuhan Khusus

Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia yang membuat manusia

dapat saling berhubungan satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari di mana saja

berada. Proses komunikasi terjadi melalui bahasa, bentuk bahasa dapat berupa

isyarat, gestur, tulisan, gambar, dan wicara. Komunikasi akan berjalan dengan

lancar dan berhasil apabila proses itu berjalan dengan baik (Cangara, 2006).

Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat

untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis

dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Komunikasi dalam profesi

keperawatan sangatlah penting sebab tanpa komunikasi pelayanan keperawatan

sulit untuk diaplikasikan (Priyanto, 2009).

Belajar berkomunikasi bagi anak dengan hambatan penglihatan dan

pendengaran adalah tantangan sekaligus kesempatan terbesar yang dihadapi oleh

anak dengan hambatan penglihatan dan pendengaran, karena dengan komunikasi

dan bahasa akan diketahui apa yang menjadi keinginan, kebutuhan, ide, dan

pikiran mereka. Agar dapat belajar bahasa, anak dengan hambatan penglihatan

dan pendengaran menghadapi tantangan keterikatan interaksi dengan kemampuan

terbaik mereka dan memanfaatkan diri mereka terhadap kesempatan bahasa yang

tersedia untuk mereka (Aprilia, I.D 2012).

4
Anak berkebutuhan khusus sebagai anak yang dalam proses pertumbuhan

atau perkembangannya mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik, mental,

intelektual, sosial, emosional), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan

khusus. Penyimpangan yang dimaksud termasuk tunanetra, tunarungu,

tunagrahita, tunadaksa, lamban belajar, berbakat, tunalaras, ADHD (Attention

Deficit Hyperactivity Disorder), dan autisme (Mangunsong, 2010).

B. Jenis- jenis Anak Berkebutuhan Khusus

1. Autisme

Autis adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa

balita yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau

komunikasi yang normal selain itu juga mengalami kesulitan untuk

memahami bahwa sesuatu dapat dilihat dari sudut pandang orang lain (Baron

dan Cohen,1985).

2. Tunagrahita (Mental retardation)

Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki intelegensi yang signifikan

berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi

perilaku yang muncul dalam masa perkembangan. Tunagrahita sebagai

kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata, yaitu IQ

84 ke bawah berdasarkan tes dan muncul sebelum usia 16 tahun (AAMD,

1983).

3. Kesulitan belajar (learning disabilities) atau anak yang berprestasi rendah

(Specific learning disability)

5
Menurut Delphie (2006) umumnya kita temui di sekolah, karena mereka pada

umumnya tidak mampu menguasai bidang tertentu yang diprogramkan oleh

guru berdasarkan kurikulum yang berlaku. Ada sebagian besar dari mereka

mempunyai nilai pelajaran sangat rendah ditandai pula dengan test IQ di

bawah re-rata normal. Mereka mempunyai karakteristik khusus berupa

kesulitan di bidang akademik, masalah-masalah kognitif, dan masalah emosi

sosial.

4. Hyperactive (Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD)

Adalah sekelompok kelainan mekanisme tertentu pada sistim syaraf pusat

yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif, tidak bisa beristirahat,

berperilaku tidak sabaran, kesulitan untuk memusatkan perhatian dan sosial

(Delphie, 2006).

5. Tunalaras (Emotional or behaviour disorder)

Anak tunalaras adalah anak yang mengalami hambatan dalam mengendalikan

emosi dan sosial, dan biasanya menunjukkan perilaku menyimpang yang

tidak sesuai dengan normal dan aturan yang berlaku disekitarnya (Delphie,

2006).

6. Tunarungu (Communication disorder and deafness)

Anak tunarungu adalah anak yang memiliki hambatan dalam pendengaran

baik permanen maupun tidak permanen dan biasanya memiliki hambatan

dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara (Delphie, 2006).

7. Tunanetra (Partially seing and legally blind)

6
Tunanetra/hambatan penglihatan adalah seseorang yang mengalami cacat

penglihatan sehingga menggangu dalam belajar dan pencapaian belajar secara

optimal sehingga diperlukan berbagai penyesuaian dalam proses

pembelajarannya (Barraga dalam Purwaka, 2005).

8. Tunadaksa (Physical disability)

Secara sosial pengertian kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa) adalah

ketidak mampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya secara

normal, akibat luka, penyakit, atau pertumbuhan yang tidak sempurna

(Suroyo dalam Efendi, 2008)

9. Tunaganda (Multiple Handycapped)

Adalah mereka yang mempunyai kelainan perkembagan mencakup kelompok

yang mempunyai hambatan-hambatan perkembangan neurologis yang

disebabkan oleh satu atau dua kombinasi kelainan dalam kemampuan seperti

intelegensi, gerak, bahasa, atau hubungan-pribadi masyarakat (Delphie,

2006).

10. Anak berbakat (Giftedness and special talents)

Ciri umum anak berbakat ialah memiliki kecerdasan yang tinggi dari anak

normal, sebagaimana diukur oleh alat ukur kecerdasan (IQ) yang sudah baku

(Somantri, 2006).

C. Hambatan Komunikasi Terapeutik Pada Anak Berkebutuhan Khusus

1. Hambatan Majemuk

7
Anak dengan hambatan majemuk adalah anak yang memiliki hambatan dan

kebutuhan belajar secara khusus yang disebabkan adanya kombinasi

hambatan antara hambatan fisik, sensoris, sosial, emosi, intelektual dan

lainnya. Sebagai contoh adalah anak dengan hambatan penglihatan dan

sekaligus memiliki hambatan pendengaran, tunarungu dan tunagrahita atau

tunagrahita dan tunadaksa, tunanerta dan tunagrahita, tunagrahita dan autis,

bahkan autis dan ADHD, dan sebagainya (Aprilia, I.D 2012).

2. Gangguan Komunikasi

Menurut Renata (2018), gangguan komunikasi pada anak berkebutuhan

khusus adalah sebagai berikut:

a. Gangguan Bahasa

Yaitu komunikan tidak mengerti bahasa yang digunakan oleh komunikator

dalam berkomunikasi sehingga informasi tidak tersampaikan dengan baik.

Anak kebutuhan khusus ternyata merupakan pihak yang akan kesulitan

dalam berinteraksi jika terdapat gangguan bahasa ini. Oleh karena itu, jika

ingin berinteraksi dengan anak berkebutuhan khusus, gunakanlah bahasa

yang baik dan benar. Hal ini penting untuk dilakukan karena daya tangkap

anak berkebutuhan khusus berbeda dengan anak pada umumnya.

b. Gangguan Bicara

Gangguan bicara ini adalah jenis gangguan yang masih berhubungan erat

dengan gangguan bahasa karena anak berkebutuhan khusus memiliki

keterbatasan dalam berbicara. Gangguan biacara adalah salah satu jenis

gangguan yang dapat menyebabkan gangguan lain. Yaitu gangguan


8
emosional dalam berkomunikasi. Anak berkebutuhan khusus yang

memiliki gangguan emosional dalam beraktifias ini akan sulit untuk diajak

berinteraksi oleh lingkungan sekitarnya.

9
c. Gangguan Suara

Anak berkebutuhan khusus memiliki kendala dalam mengatur tinggi

rendahnya suara ataupun kosakata yang digunakan untuk berkomunikasi.

Selain itu, gangguan suara merupakan faktor penyebab distorsi dalam

komunikasi yang paling umum terjadi. itulah kenapa anak berkebutuhan

khusus harus mendapatkan pelajaran khusus tentang bagaimana

seharusnya berbicara.

d. Gangguan Irama

Tidak hanya bagi anak berkebutuhan khusus, irama atau intonasi

terkadang menjadi hambatan komunikasi antar pribadi yang cukup umum

terjadi. Tidak jarang, karena intonasi yang tidak sesuai banyak orang yang

merasa tersinggung dengan ucapan temannya hingga terjadi perselisihan

diantara keduanya atau bahkan konflik yang lebih besar lagi. Jika

mengalami hambatan komunikasi yang disebabkan oleh irama saat sedang

berinteraksi dengan anak berkebutuhan khusus, segaralah mengganti irama

bahasa sehingga emosi dia kembali stabil dan bisa diajak berkomunikasi

lagi.

e. Gangguan Lingkungan

Gangguan seperti kemanan diri yang terancam atau suara bising

menjadikan anak mengalami gangguan makna dalam komunikasi.

Gangguan ini akan menjadikan anak tidak mengerti apa yang dibicarakan

karena kosentrasinya teralihkan oleh keadaan lingkungan sekitar.

10
f. Gangguan Persepsi

Tidak hanya dialami oleh anak berkebutuhan khusus karena pada

umumnya semua orang juga bisa mengalami gangguan ini. Hanya saja

anak berkebutuhan khusus lebih sering mengalaminya. Untuk menghindari

masalah ini, jika anda ingin berkomunikasi dengan anak berkebutuhan

khusus, usahakan berkomunikasi dengan artikulasi yang jelas, tenang, dan

tidak terburu-buru agar persepsi yang diterima oleh anak merupakan

persepsi yang sama dengan orang yang berkomunikasi dengannya.

g. Gangguan Kultur

Gangguan kultur merupakan hambatan komunikasi lintas budaya yang

cukup sering terjadi. Hal ini bisa terjadi karena masing-masing orang

memiliki latar belakang budaya yang berbeda dengan orang lainnya. Hal

serupa juga dialami oleh anak berkebutuhan khusus dimana komunikasi

yang dilakukannya terkadang sedikit berbeda dari anak lainnya.

D. Model Komunikasi Terapeutik Pada Anak Berkebutuhan Khusus

Komunikasi verbal yaitu komunikasi yang menggunakan kata-kata dalam

penyampaian pesan atau informasinya. Adapun jenis-jenis komunikasi verbal

menurut Dhiki, Y.M (2016) adalah sebagai berikut:

1. Berbicara dan menulis

Berbicara merupakan komunikasi verbal vokal, sedangkan menulis

merupakan komunikasi verbal non vokal.

2. Mendengarkan dan membaca

11
Mendengar dan membaca berbeda, mendengar berarti semata-mata

memungut getaran bunyi sedangkan membaca melibatkan empat unsur, yaitu

mendengar, memperhatikan, memahami, dan mengingat. Membaca adalah

suatu cara untuk mendapatkan informasi dari sesuatu yang ditulis.

Sedangkan jenis komunikasi non verbal menurut Mulyana (2012) adalah

sebagai berikut:

1. Sentuhan, dapat termasuk salaman, menggenggam tangan, sentuhan di

punggung, mengelus-elus, pukulan, dan lain-lain. Masing-masing bentuk

komunikasi ini menyampaikan pesan tentang tujuan atau perasaan dari sang

penyentuh.

2. Gerakan tubuh. Dalam komunikasi non verbal, gerakan tubuh meliputi kontak

mata, ekspresi wajah, isyarat, dan sikap tubuh. Gerakan tubuh biasanya

digunakan untuk menggantikan suatu kata atau frase, misalnya mengangguk

untuk mengatakan ya; untuk mengilustrasikan atau menjelaskan sesuatu;

menujukkan perasaan. Kontak mata mengacu pada suatu keadaan penglihatan

secara langsung antar orang. Melalui kontak mata maka dapat menceritakan

kepada orang lain suatu pesan sehingga orang akan memperhatikan kata demi

kata melalui tatapan.

3. Proxemik yaitu jarak, tempat atau lokasi posisi. Hal ini disebut juga dengan

bahasa ruang, yaitu jarak yang digunakan ketika berkomunikasi dengan orang

lain, termasuk juga tempat atau lokasi posisi anda berada. Pengaturan jarak

menentukan seberapa jauh atau seberapa dekat tingkat keakraban dengan

orang lain.
12
4. Vokalik adalah unsur non verbal dalam suatu ucapan, yaitu cara berbicara.

Contohnya adalah nada bicara, keras atau lemahnya suara, kecepatan

berbicara, kualitas suara, intonasi, dan lain-lain.

3. Di bawah ini beberapa alternatif model komunikasi yang dapat diterapkan

bagi beberapa bentuk Anak Berkebutuhan Khusus yang diantaranya pada:

1) Tuna rungu

Tanggapan dan opini umum berpendapat bahwasannya komunikasi secara

lisan adalah media utama dan cara termudah untuk mempelajari dan

menguasai bahasa. Berkomunikasi melalui berbicara adalah cara yang

terbaik. Namun bagi anak-anak yang memiliki masalah pendengaran

(karena kerusakan pendengaran), cara komunikasi lain dapat

menggantikan fungsi berbicara tersebut, terdapat berbagai cara untuk

anak-anak yang memiliki masalah pendengaran, yaitu metode Auditory

oral, membaca bibir bahas isyarat dan komunikasi universal (Efendi,

2008) yang meliputi:

a) Metode Auditory oral: Metode ini menekankan pada proses

mendengar serta bertutur kata dengan menggunakan alat bantu yang

lebih baik, seperti alat bantu pendengaran, penglihatan dan sentuhan.

Metode ini, menggunakan bantuan bunyi untuk mengembangkan

kemampuan mendengar dan bertutur kata.

b) Metode membaca bibir: Komunikasi dengan metode ini baik untuk

mereka yang mampu berkonsentrasi tinggi pada bibir penutur bahasa.

Metode ini mengharuskan anak-anak untuk selalu melihat gerakan


13
bibir penutur bahasa dengan tepat dan dalam situasi ini, penutur

bahasa harus berada di tempat yang terang dan dapat terlihat dengan

jelas.

c) Metode bahasa isyarat: Pada umumnya, bahasa isyarat digunakan

secara mudah dengan menggabungkan perkataan dengan makna dasar.

Bahasa isyarat yang digunakan pada umumnya adalah isyarat abjad

satu jari.

d) Metode komunikasi universal. Metode komunikasi adalah salah satu

metode yang menggabungkan antara gerakan jari isyarat, pembacaan

bibir dan penuturan atau Auditory Oral. Elemen penting dalam metode

ini adalah penggunaan isyarat dan penuturan secara bersamaan.

2) Autisme

Augmentative and Alternative Communication (AAC) merupakan alat

yang digunakan dalam melakukan komunikasi pada anak dengan

berkebutuhan khusus seperti pada anak dengan autism. Komunikasi dapat

diberikan berupa gambar atau kata-kata dengan memperhatikan komponen

AAC yang meliputi:

a) Teknik komunikasi;

- Teknik Komunikasi tanpa bantuan, yaitu teknik ini tidak

memerlukan alat bantu dari luar diri anak dan tidak pula

memerlukan prosedur khusus dalam pengunaannya. Teknik ini

menggunakan kaidah berbicara, bahasa isyarat, gesture, dan mimik

muka.
14
- Teknik Komunikasi dengan bantuan, yaitu teknik ini memerlukan

alat bantu dan menggunakan prosedur secara rinci dalam

penggunaannya. Baik alat bantu ini elektronik maupun non-

elektronik maupun sistem simbol. Alat bantu ini dari yang sangat

sederhana sampai yang paling canggih, dari papan komunikasi

sampai alat bantu bicara sintetik yang menggunakan komputer. Jadi

teknik ini memerlukan obyek fisik yang berupa peralatan bantu

komunikasi untuk memudahkan seorang anak berkomunikasi.

b) Sistem simbol;

Berbagai sistem simbol telah dibuat dari benda asli (benda

sebenarnya), berbentuk gambar, dan sistem simbol yang abstrak.

Sistem simbol yang abstrak antara lain gambar yang mewakili suatu

bentuk atau kejadian (picturial representations), ideographs (ide yang

ditampilkan melalui simbol grafis), simbol arbitrari (ide dalam bentuk

konfigurasi garis arbitrari), dan lexigrams (simbol visual-grafis secara

arbitrari yang merupakan bentuk-bentuk geometrik)

c) Kemampuan berkomunikasi.

Prosedur dan alat bantu AAC telah menyediakan peluang terbaik bagi

individu yang tidak mampu berkomunikasi secara lisan/verbal untuk

dapat berkomunikasi dengan orang lain secara baik. Oleh karena itu

porsedur dan alat bantu AAC harus digunakan secara optimal. Untuk

dapat mengikuti prosedur dan alat bantu dengan baik ABK perlu

mendapatkan latihan secara intensif dan berkesinambungan


15
Sistem Augmentative and Alternative Communication (AAC) dalam

bentuk software juga dirancang untuk dapat membantu anak-anak yang

telah mencoba program pengembangan bahasa tapi masih merasa sulit

untuk berbicara dengan cara yang dimengerti. Misalnya, dengan

mengatakan ‘apel’ dan menahan gambar apel. Menggunakan prompt

visual dapat mendorong anak untuk melakukan kontak mata dengan

mendapatkan perhatian mereka. Kontak mata adalah bagian penting dari

komunikasidan seringkali perlu diajarkan kepada anak-anak dengan ASD.

Sistem software AAC dapat mengurangi sosial bagi orang tua dan anak

karena orang tua dapat memahami perilaku anak dengan ASD. Menurut

Bettelheim (2007) , dalam terapi yang telah berhasil diberikan pada anak

autis sehingga ia mampu memiliki kemampuan komunikasi yang

mendekati kemampuan orang normal ada beberapa unsur yang sangat

berpengaruh yakni;

- banyaknya cinta dan perhatian,

- membangun kepercayaan bahwa mereka mampu melangkah menuju

tindakan otonom mereka sendiri,

- menguatkan penghargaan dalam setiap kemajuan yang mereka capai,

- hendaknya komunikasi yang dibangun dengan mereka menonjolkan

usaha kita untuk memahami pengalaman unik mereka (Crain, 2007).

3) Tuna Grahita

Kondisi retardasi mental telah menempatkan anak-anak tersebut berada

pada kondisi yang sulit untuk mempelajari keterampilan komunikasi yang


16
kompleks, seperti menggunakan ucapan dan tulisan. Peran medium

komunikasi yang dianggap paling sederhana, yaitu menggunakan gambar

sebagai alat pertukaran pesan. Sosial berkomunikasi dengan gambar,

diyakini oleh beberapa peneliti terdahulu sebagai cara yang efektif untuk

meningkatkan keterampilan berkomunikasi pada beberapa kelompok.

Berdasarkan hasil penelitian aksi (action research) yang dilakukan

terhadap anak retardasi mental yang mengalami gangguan berkomunikasi

diperoleh hasil bahwa dengan menggunakan Picture Exchange

Communication System (PECS) sebagai alat bantu dalam melakukan

intervensi kepada subjek penelitiandi temukan bahwa PECS terbukti dapat

meningkatkan aspek ekspresif kemampuan berkomunikasi anak retardasi

mental. Seorang perawat sebaiknya dapat mempertahankan dan

meningkatkan interaksi sosial pada anak tunagrahita dan juga dapat

memberikan informasi berupa penyuluhan kepada keluarga mengenai

faktor dan kegiatan yang mendukung anak tunagrahita untuk berinteraksi

dengan baik dan memberikan motivasi kepada anak dan keluarga.

Keluarga juga sebaiknya siap untuk mendorong komunikasi setiap saat

dalam sehari, selama semua aktivitas anak, tidak hanya dari pelajaran

bahasa yang telah dirancang. Banyak anak tunagrahita dapat belajar bicara

dengan cara yang sama seperti pada anak-anak umumnya, tetapi mereka

belajarnya lebih lambat. Mereka memerlukan banyak dorongan dengan

cara yang sewajarnya sesuai tingkat perkembangan mereka (Marlina,

2009).
17
18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Anak berkebutuhan khusus sebagai anak yang dalam proses pertumbuhan

atau perkembangannya mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik,

mental, intelektual, sosial, emosional), sehingga memerlukan pelayanan

pendidikan khusus.

2. Tujuan utama berkomunikasi terapeutik pada anak berkebutuhan khusus

agar dapat memberi layanan yang sesuai dengan kebutuhan anak tersebut

sehingga potensinya dapat berkembang secara optimal.

3. Anak berkebutuhan khusus berada dalam proses berkembang dan memiliki

masalah dalam perkembangannya yang sangat kompleks, termasuk

didalamnya adalah masalah interaksi komunikasi, dimana hambatan

tersebut merupakan hambatan yang selalu ada menyertai di setiap individu

berkebutuhan khusus, apalagi jika hambatan yang utama disertai hambatan

penyerta lainnya (hambatan majemuk). Hambatan yang dimaksud

termasuk tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, lamban belajar,

berbakat, tunalaras, ADHD, dan autism.

4. Beberapa model komunikasi terapeutik pada anak berkebutuhan khusus

yaitu komunikasi verbal dan non verbal. Contoh komunikasi verbal adalah

berbicara, menulis, mendengarkan dan membaca, sedangkan contoh

komunikasi non verbal sentuhan, gerakan tubuh, prosemik, dan vokalik.

19
B. Saran

1. Seorang perawat penting membentuk kemampuan komunikasi Anak

Berkebutuhan Khusus, bisa dengan cara verbal atau pun nonverbal,

tergantung pada hambatan yang dimiliki ABK.

2. Saat ABK merespon dalam berkomunikasi, terkadang ABK mampu

merespon tetapi respon yang diberikan belum sesuai dengan topik yang

dibahas, maka dari itu perawat harus membimbing, mampu menafsirkan,

dan memberi tanggapan terhadap komunikasi yang dilakukan anak.

3. Sesederhana apapun kegiatan interaksi dan komunikasi yang dibangun,

akan memberikan makna positif bagi anak berkebutuhan khusus.

4. Membangun interaksi sosial dengan masing-masing anak yang memiliki

perbedaan tergantung pada banyaknya dan jenis hambatan yang mereka

miliki.

20
DAFTAR PUSTAKA

AAMD. American Association of Mental Deficiency (1983). Classification in


Mental Retardation. Washington.

Ainnayyah. (2019). Identifikasi Komunikasi Anak Berkebutuhan Khusus Dalam


Interaksi Sosial. Volume 3 Nomor 1, hal: 048-052.

Andreas, D (1990). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus, Psikologis. Jakarta:


Depdikbud.

Aprilia, I.D. (2012). Interaksi dan Komunikasi pada Anak dengan Hambatan
Majemuk. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Baron dan Cohen. (1985). Social Support and Health. Florida: Academic Press,
Inc.

Bettelheim, F. A. & Landesberg, J. M. (2007). Laboratory Experiments for


General, Organic, and Biochemistry, 6th edition. Chaput, J.C. Australia:
Thomson.

Budi, P. (2013). Panduan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus bagi


Pendamping (Orang Tua, Keluarga, dan Masyarakat). Jakarta:
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik
Indonesia.

Cangara, H. (2006). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada.

Crain, W. (2007.) Teori Perkembangan Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Delphie, B. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (dalam setting


Pendidikan Inklusi). Bandung: PT. Refika Aditama.

Dhiki, Y.M. (2016) Kemampuan Komunikasi dalam Berinteraksi Sosial Anak


Autis di Sekolah Dasar Negeri Bangunrejo 2. S1 thesis, Yogyakarta:
Universitas Negeri.

Efendi, M. (2008). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi


Aksara.

Hadi, P. (2005). Kemandirian Tunanetra. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti.

21
Mangunsong, F. (2009). Psikologi & Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
Depok: Lembaga Sarana Pengukuran & Pendidikan Psikologi Universitas
Indonesia.

Marlina, L. (2009). Penerapan Picture Exchange Communication System (PECS)


untuk Meningkatkan Keterampilan Komunikasi Fungsional Anak Autis.
Tesis. Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata.

Muhammad, J. (2008). Special Education for Special Children (Panduan


Pendidikan Khusus Anak-anak dengan Ketunaan dan Learning
Disabilites). Jakarta: Hikmah PT. Mizan Publika.

Mulyana, D. (2012). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Nida, F.L.K. (2013). Komunikasi bagi Anak Berkebutuhan Khusus. AT-


TABSYIR, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam. Volume 1, Nomor 2, Juli
– Desember 2013.

Priyanto, A. (2009). Komunikasi dan Konseling. Bandung: Salemba Medika.

Regina, B. (2011). Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Sekolah Luar Biasa


(SLB) Bagi Petugas Kesehatan, Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

Renata (2018). 7 Gangguan Komunikasi Pada Anak Berkebutuhan Khusus.Pakar


Komunikasi. Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada.

Somantri, S. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.

Wardani, (2011). Modul 1 “Hakikat Pendidikan Khusus”, Pengantar Pendidikan


Anak Berkebutuhan Khusus.  In: Hakikat Pendidikan Khusus. Jakarta:
Universitas Terbuka.

22

Anda mungkin juga menyukai