Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH AUTISME

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Inklusi

Dosen Pengampu : Luthfiatus Zahro, M.Psi.,Psikologi

Disusun Oleh :

1. Elyvia Safitri (1773201011)


2. Evin Nur Aini (1773201012)
3. Febriana Lutfiat Pratiwi (1773201014)
4. Hidayatun Najjah (1773201019)
5. Muhammad Alfan Yafi B (1773201031)
6. Muhammad Rizal Hanafi (1773201038)
7. Lu’lu’il Maknun (1773201028)
8. Nifdatul Mukarromah (1773201047)

UNIVERSITAS ISLAM RADEN RAHMAT MALANG

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

2018/2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang atas berkat dan rahmat-Nyalah kita senantiasa di
beri kesehatan dan berkah tak terhingga. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada
junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.

Pembuatan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas mata kuliah, guna mengetahui
dan memahami “AUTISME”. Penulis berharap dengan selesainya tugas makalah ini dapat
memudahkan kita semua untuk lebih memahami mata kuliah tersebut. Keterbatasan ilmu yang
dimiliki penulis menjadi celah timbulnya kekurangan dalam tulisan ini.

Oleh karena itu, kepada para pembaca makalah ini penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun guna kesempurnaan makalah ini dan perbaikan dalam
berbagai hal untuk kedepannya.

Dan tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Luthfiatus Zuhro, M.Psi, Psikolog
selaku dosen pembimbing, semoga ilmunya berkah dan menjadi aliran amal hingga kelak di alam
barzah dan semangatnya dalam membimbing kami tanpa kenal lelah.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang menyangkut


masalah komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imajinasi. Istilah autis hingga kini masih
banyak masyarakat yang belum mengenal secara baik apa yang dimaksud autis, sehingga
seringkali permasalahan autisme ini dianggap sebagai suatu hal yang negatif. Menurut
Rachmawati (dalam Setiafitri, 2014), autis merupakan kelainan perilaku dimana penderita hanya
tertarik pada aktivitas mentalnya sendiri, seperti melamun atau berkhayal. Gangguan perilakunya
dapat berupa kurangnya interaksi sosial, penghindaran kontak mata, kesulitan dalam
mengembangkan bahasa, dan pengulangan tingkah laku. Sutadi (dalam Hadis, 2006), juga
mengungkapkan bahwa anak autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan berat
yang antara lain mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan
orang lain. Autisme juga merupakan gangguan perkembangan organik yang mempengaruhi
kemampuan anak dalam berinteraksi dan menjalani kehidupannya (Hanafi, 2002).

Menurut data dari Unesco pada tahun 2011, terdapat 35 juta orang penyandang autisme di
seluruh dunia. Rata-rata, 6 dari 1000 orang di dunia telah mengidap autisme. Di Amerika Serikat,
autisme dimiliki oleh 11 dari 1000 orang. Sedangkan di Indonesia, perbandingannya 8 dari setiap
1000 orang. Angka ini terhitung cukup tinggi mengingat pada tahun 1989, hanya 2 orang yang
diketahui mengidap autism. Autisme masih menjadi mimpi buruk bagi sebagian besar orangtua.
Beberapa orangtua langsung merasa stress saat mendengar anaknya telah diagnosis autisme. Di
kalangan masyarakat juga masih ada pemahaman bahwa anak-anak autis bisa menularkan
penyakitnya. Maka, beberapa orangtua justru menyembunyikan anaknya yang mengidap autis.
Salah satu faktor yang paling penting dalam keberhasilan penanganan autisme adalah
keterlibatan dan komunikasi orang tua.

Ketika mendapatkan diagnosa anak menyandang autisme, orangtua perlu menerima


dengan tulus, dan yang paling penting adalah menyiapkan diri dengan empati, karena hal
tersebut penting dalam merawat dan mengasuh anak penyandang autisme. Penerimaan
merupakan sikap seseorang yang menerima orang lain apa adanya secara keseluruhan, tanpa
disertai persyaratan atau penilaian. Apabila dalam keluarga terutama pada ibu ada penerimaan,
maka dapat membantu dalam pengasuhan dan akan mendukung perkembangan pada anak.
Namun tidak mudah bagi seorang ibu untuk dapat menerima begitu saja kondisi anak yang autis.
Ibu merupakan tokoh yang lebih rentan terhadap masalah penyesuaian. Hal ini dikarenakan ibu
berperan langsung dalam kelahiran anak. Biasanya ibu cenderung mengalami perasaan bersalah
dan depresi yang berhubungan dengan ketidak mampuan anaknya dan ibu lebih mudah
terganggu secara emosional. Ibu juga merasa stress karena perilaku yang ditampilkan oleh
anaknya seperti tantrum,hiperaktif, kesulitan bicara, perilaku yang tidak lazim, ketidakmampuan
bersosialisasi dan berteman (Cohen & Volkmar, dalam Hadis, 2006).

B. Tujuan Penelitian

1. Untuk Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan anak autis

C. Manfaat Penelitian

a. Bagi objek

Membuat objek berfikir bahwa dia mampu seperti anak pada umum lainnya.

b. Bagi masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk
bersikap lebih baik terhadap penderita Autis.

c. Bagi peneliti

1) Menambah wawasan bagi peneliti terhadap anak autis.

2) mengenal lebih langsung bahwa apa yang dirasakan anak-anak autis.


BAB II

PEMBAHASAN

Autisme adalah gangguan perkembangan otak yang memengaruhi kemampuan penderita


dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Di samping itu, autisme juga
menyebabkan gangguan perilaku dan membatasi minat penderitanya. Autisme sekarang disebut
sebagai gangguan spektrum autisme atau autism spectrum disorder (ASD). Hal ini karena gejala
dan tingkat keparahannya bervariasi pada tiap penderita. Gangguan yang termasuk dalam ASD
adalah sindrom Asperger, gangguan perkembangan pervasif (PPD-NOS), gangguan autistik, dan
childhood disintegrative disorder. Sangat penting untuk mewaspadai gejala autisme sedini
mungkin, karena meskipun autisme tidak bisa disembuhkan, terdapat berbagai metode untuk
menangani autisme yang bertujuan agar penderita dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan
sehari-hari

Penyebab autisme atau autism spectrum disorder (ASD) terdiri dari banyak faktor, namun
umumnya karena faktor genetik dan lingkungan. Belum ada bukti yang menyatakan autisme
dapat disebabkan vaksin yang diberikan ketika bayi. Autisme umumnya dimulai pada masa
anak-anak dan bertahan hingga usia beranjak remaja dan dewasa.

Secara garis besar, ciri-ciri anak autis yang dapat terlihat termasuk:

a. Kesulitan komunikasi

Anak dengan autisme cenderung kesulitan berkomunikasi dengan orang lain, termasuk
berbicara, memahami pembicaraan, hingga membaca dan menulis. Selain itu beberapa masalah
komunikasi lainnya, antara lain kesulitan memulai percakapan, memahami perkataan dan
mengikuti petunjuk.

Anak dengan autisme umumnya juga bermasalah dalam memahami penggunaan bahasa
tubuh seperti menunjuk, melambai, atau memperlihatkan suatu objek kepada orang lain. Ciri-ciri
anak autis lain seperti mengulang-ulang satu kata yang baru didengar atau didengar beberapa
waktu lalu, mengatakan sesuatu seakan dalam nada lagu, atau melakukan tantrum untuk
mengungkapkan keinginannya.

b. Gangguan dalam berhubungan sosial

Ciri-ciri anak anak autis yaitu anak seperti asyik dengan dunianya sendiri, sehingga sulit
terhubung dengan orang-orang di sekitarnya. Anak dengan autisme sulit melakukan kontak mata.
Mereka juga sulit memahami rasa sakit, sedih dan perasaan orang lain. Oleh karena itu, anak
autis umumnya tidak mudah berteman, bermain dan berbagi mainan dengan teman, atau fokus
terhadap objek yang sama dengan orang lain.

c. Perilaku-perilaku khas lain


Beberapa perilaku khas dari anak dengan autisme, antara lain cepat marah dengan suara
tertentu, kesulitan mengubah satu aktivitas ke aktivitas lainnya dan memiliki keterbatasan atau
minat yang unik. Misalnya, hanya membicarakan satu topik atau menatap mainan tertentu. Selain
itu, ciri-ciri anak autis juga tampak suka mengibaskan tangan, menyimpan batu, memutar badan,
dan menatap dengan pandangan kosong. Mereka juga biasanya hanya menyukai sedikit jenis
makanan.

d. Diagnosis dan Penanganan

Dokter memiliki pedoman khusus dalam mendiagnosis autisme. Diagnosis pertama,


memperhatikan komunikasi verbal dan nonverbal. Kedua, kemampuan interaksi dan hubungan
sosial. Ketiga, keterbatasan minat saat aktivitas atau bermain. Hingga saat ini belum ada obat
untuk menyembuhkan autisme. Namun, intervensi khusus dalam membantu anak autisme
bertujuan meningkatkan kemampuan komunikasi, interaksi sosial, dan pendidikan anak. Tidak
hanya dokter, untuk menangani anak dengan autisme juga dibutuhkan tim medis termasuk
psikolog atau psikiater, ahli terapi wicara, ahli terapi okupasi dan lain-lain.

e. Tips Berkomunikasi dengan Anak Autisme

Tidak mudah untuk berkomunikasi dengan anak autisme. Berikut beberapa saran yang dapat
Anda lakukan :

 Membiasakan berbicara dengan kalimat singkat dan jelas. Anda juga bisa berbicara
perlahan dengan jeda di antara kata.
 Berikan waktu pada anak untuk memahaminya. Jika perlu, iringi kata yang Anda ucapkan
dengan gerakan tubuh yang sederhana.
 Selalu memanggil anak dengan namanya.
 Membatasi suara-suara yang timbul di dekatnya.

Penting untuk mengenali ciri-ciri anak autis agar dapat segera memperoleh diagnosis dan
penanganan yang tepat. Untuk itu orangtua perlu berkonsultasi secara intensif dengan dokter
spesialis anak dan tim medis lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Https://ww.alodokter.com/autisme

Park, et al. (2016). A Short Review on the Current Understanding of Autism Spectrum
Disorders.ExperimentalNeurobiology, 25(1), pp. 1-13.
Won, et al. (2013). Autism Spectrum Disorder Causes, Mechanisms, and Treatments: Focus on
Neuronal Synapses. Frointiers in Molecular Neuroscience, 10.3389/fnmol.2013.00019.
NIMH(2018). Autism Spectrum Disorder.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2016). Kenali dan Deteksi Dini individu dengan
Spektrum Autisme Melalui Pendekatan Keluarga untuk Tingkatkan Kualitas Hidupnya.
NHS Choices UK (2016). Health A-Z. Adult With Autism: Autism Spectrum Disorders (ASD).
US Department of Health and Human Services (2018). CDC. Autism Spectrum Disorder (ASD).
World Health Organization (2017). Fact Sheets. Autism Spectrum Disorders.
Mayo Clinic (2018). Diseases and Conditions. Autism Spectrum Disorder.
Akers, W. Healthline (2017). Does Older Sperm Cause Autism?
DeNoon, D. Healthline (2010). Autism Risk Rises With Mother’s Age.
The Healthline Editorial Team. Healthline (2016). Autism Complications.
WebMD (2016). Can You Prevent Autism?
WebMD (2016). What Are the Symptoms of Autism?
WebMD (2016). What Are the Treatments for Autism?
WebMD (2016). What Are the Types of Autism Spectrum Disorders?

Anda mungkin juga menyukai