MODUL PERTEMUAN KE 2
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ADHD DAN AUTISME
DISUSUN OLEH
Ns. RITA DWI PRATIWI, S. Kep., M. SC
Ns. Ni Bodro Ardi,S.Kep.,M.Kep
1|K e pe raw a ta n An ak 2
MATERI 2
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) DAN AUTISME
Sebelumnya pernah ada istilah ADD (Attention Deficit Disorder) yang berarti gangguan
pemusatan perhatian. Pada saat ditambahkah hyper-activity/hiper-aktif penulisan istilahnya
manjadi beragam. Ada yang ditulis ADHD,AD-HD, ada pula yang menulis ADD/H. Penulisan
istilah itu, maksudnya adalah sama.
Definisi ADHD secara umum yaitu menjelaskan kodisi anak-anak yang memperlihatkan
sintom-sintom (cirri atau gejala) kurang konsentrasi, hiperaktif, dan impulsif yang dapat
menyebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup mereka. Istilah Autisme
baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner. Autisme berasal dari kata auto yang
berarti menyendiri, maka kita akan mendapat kesan bahwa individu autisme itu seolah-olah
hidup di dunianya sendiri. Jadi, autisme merupakan suatu gangguan perkembangan yang
kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial, kognisi, dan aktivitas imajinasi. Indonesia
mengenal masalah autisme sejak tahun 1977.
Gejala autisme mulai tampak sebelum anak berusia berusia tiga tahun. Bahkan pada
autisme infatil gejalanya sudah ada sejak lahir. Seseorang baru dapat dikatakan termasuk
kategori Autisme, bila ia memiliki hambatan perkembangan dalam tiga sapek yaitu kualitas
kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan
komunikasi timbal balik, minat yang terbatas disertai gerakan-gerakan tanpa tujuan. Gejala
tersebut harus sudah terlihat sebelum usia tiga tahun. Mengingat bahwa tiga aspek tersebut
terwujud dalam bentuk yang berbeda, maka dapat disimpulkan bahwa autisme merupakan
sekumpulan gejala klinis yang dilatar belakangi oleh berbagai faktor yang sangat bervariasi,
berkaitan satu sama lain dan unik karena tidak sama untuk masing-masing kasus.
2|K e pe raw a ta n An ak 2
B. CIRI-CIRI UTAMA ADHD
1. Gerakan yang kacau
2. Cepat lupa
3. Mudah bingung
4. Kesulitan dalam mencurahkan perhatian terhadap tugas-tugas atau kegiatan bermain
5. Impulsivitas yang berlebihan dengan gejala-gejala:
6. Emosi gelisah
7. Mengalami kesulitan bermain dengan tenang
8. Mengganggu anak lain
9. Selalu bergerak
10. Adanya hiperaktivitas.
11. Beberapa masalah perilaku yang muncul di sekolah:
12. Aktivitas motorik yang berlebihan
13. Menjawab tanpa ditanya
14. Menghindari tugas
15. Kurang perhatian
16. Tidak menyelesaikan tugas secara tuntas
17. Bingung terhadap arahan
18. Disorganisasi aktivitas
19. Tulisan yang jelek
20. Masalah-masalah social
C. CIRI-CIRI AUTISME
1. Gangguan Kemampuan Sosial
Autisme berkaitan dengan gangguan kemampuan sosial yang penderitanya
berinteraksi berbeda dengan orang pada umumnya. Pada tingkat gejala ringan, ciri-
ciri autisme yang muncul adalah tampak canggung saat berhubungan dengan orang
lain, mengeluarkan komentar yang menyinggung orang lain, dan tampak terasing
saat berkumpul bersama orang lain. Penderita autis dengan tingkat gejala autis yang
parah biasanya tidak suka berinteraksi dengan orang lain. Mereka juga cenderung
menghindari kontak mata1. Pada anak-anak, gejala autis berupa gangguan
kemampuan sosial ini dapat terlihat dari ketidaktertarikannya pada permainan
3|K e pe raw a ta n An ak 2
bersama serta sulit berbagi dan bermain secara bergantian.
2. Kesulitan Berempati
Sangat sulit bagi anak penderita autisme untuk memahami perasaan orang lain,
sehingga mereka jarang berempati terhadap orang lain. Mereka juga sulit mengenali
dan memahami bahasa tubuh atau intonasi bicara. Saat berbicara dengan orang lain,
komunikasi cenderung bersifat satu arah karena mereka lebih banyak membicarakan
dirinya sendiri. Untungnya, kemampuan berempati ini dapat dilatih dan meningkat
jika mereka rutin diingatkan untuk belajar mempertimbangkan perasaan orang lain1.
5. Gangguan Bicara
Ciri-ciri autisme bisa juga Anda deteksi dengan mengetahui kemampuan bicara pada
anak. Diketahui bahwa 40% dari anak-anak dengan autisme tidak dapat berbicara
atau hanya dapat mengucapkan beberapa kata saja. Sekitar 25-30% dapat
mengucapkan beberapa kata pada usia 12-18 bulan, namun sesudahnya kehilangan
kemampuan berbicara. Sedangkan sisanya baru dapat berbicara setelah agak besar.
Intonasi penderita autisme saat berbicara biasanya cenderung datar dan bersifat
formal. Mereka juga suka mengulang kata atau frase tertentu, atau dikenal sebagai
echolalia1.
4|K e pe raw a ta n An ak 2
Anak autis menyukai hal yang sudah pasti sehingga mereka menikmati melakukan
rutinitas yang sama terus menerus atau sering melakukan tindakan yang berulang-
ulang. Adanya perubahan pada rutinitas sehari-hari akan terasa sangat mengganggu
bagi mereka1. Tindakan yang berulang ini dapat bervariasi dan dikenal sebagai
stimulating activities (stimming), serta biasanya menjadi suatu obsesi tersendiri bagi
penderita autisme.
Perasaan frustrasi dan perasaan tidak berdaya dapat menyerang secara bertubi-tubi pada
diri anak ADHD. Sebagaimana David berkata,”Aku tidak punya teman. Oleh karena itu, aku
tidak dapat bermain seperti mereka dan jika mereka memanggilku ‘Dope Freak’ atau ‘David
Dopey’ aku menangis. Aku tidak tahu harus melakukan apa” (D.M. Ross dan Ross, 1982).
Sebuah laporan yang ditulis pada 1987 dalam Kongres Amerika Serikat yang disiapkan oleh
Inter-Agency Committee of Learning Disabilities menerangkan, bahwa sebab-sebab ADHD
ada kaitannya dengan gangguan fungsi neurologis khususnya gangguan di dalam biokimia
otak yang mencakup aspek neurologis dari neurotransmitter. Namun para peneliti kurang
5|K e pe raw a ta n An ak 2
mengerti dengan jelas mekanisme khusus mengenai bahan kimia neurotransmitter ini.
Ternyata, neurotransmitter dapat mempengaruhi perhatian, pengendalian impuls, dan
tingkat aktivitas anak.
Penyebab ADHD telah banyak diteliti dan dipelajari, tetapi belum ada satu pun penyebab
pasti yang tampak berlaku untuk semua gangguan yang ada. Berbagai virus, zat-zat kimia
yang berbahaya dijumpai di lingkungan sekitar, baik di rumah maupun di luar rumah dalam
bentuk limbah pabrik, faktor genetika dari salah satu orang tua atau genetik kedua orang
tua, masalah selama kehamilan ibu, dan pada saat kelahiran, atau apa saja yang dapat
menimbulkan kerusakan perkembangan otak berperan penting sebagai penyebab ADHD.
a. Faktor genetika
Beberapa bukti penelitian menyatakan, bahwa factor genetika adalah factor
pentingdalam memunculkan perilaku ADHD (Kuntsi dan Stevenson, 2000; Tannock, 1998).
Satu per tiga dari anggota keluarga anak ADHD memiliki gangguan (Farone,dkk. 2000;
Smalley, dkk. 2000). Jadi, jika orang tua mengidap ADHD, anak-anak memiliki resiko ADHD
sebesar 60% (Biederman, dkk. 1995).
1) Studi pada anak adopsi
Angka ADHD mendekati tiga kali lebih banyak terjadi pada keturunan langsung dari
pada keturunan adopsi (Sprich, Biederan, Crawford, Munday, dan France, 2000).
2) Studi pada anak kembar
Pada anak kembar, jika salah satu anak, yaitu 70-80% mengidap ADHD maka
saudaranya juga mengidap ADHD (Levy dan Hay, 2001; Thapar, 2003).
3) Studi gen khusus
Analisis molekul genetika menyatakan, bahwa gen-gen tertentu dapat menyebabkan
ADHD pada anak (Faraone, dkk, 1992). Utamanya adalah gen-gen dalam system
dopaminergik dan adrenergic dengan dua alasan yaitu struktur otak pada anak ADHD
penuh dengan innervasi dopamin dan terapi medis yang meredakan simtom-simtom
ADHD. Secara umum, berdasarkan beberapa penemuan dari sisi keluarga, adopsi,
anak kembar, dan gen-gen tertentu, bahwa ADHD adalah penyakit keturunan,
meskipun mekanismenya yang lebih tepat belum diketahui (Levydan Hay, 2001)
6|K e pe raw a ta n An ak 2
b. Faktor neurobiologist
ADHD sangat sulit dipahami, namun begitu diduga ada factor langsung maupun tidak
langsung dari keadaan neurobiologist (Barkley, 2003; Faraone dan Biederman, 1998). Factor
tidak langsung adalah bukti yang tidak mengikutsertakan factor langsung dari otak atau
fungsinya dan berasal dari keterkaitan antara peristiwa atau kondisi yang berhubungan
dengan status neurologis atau simtom-simtom ADHD, di antaranya adalah:
1) Petistiwa pasca kelahiran, seperti komplikasi kelahiran dan penyakit.
2) Keracunan lingkungan, seperti kandungan timah.
3) Gangguan bahasa dan pembelajaran.
4) Tanda-tanda ketidakmatangan neurologis, seperti berperilaku aneh, lemah
keseimbangan dan koordinasi, serta adanya refleks yang tidak normal.
5) Peningkatan dalam simtom-simtom ADHD diakibatkan oleh zat obat-obatan yang
dilakukan dalam terapi medis dan diketahui sangat berpengaruh terhadap system
jaringan otak sentral.
6) Persamaan di antara simtom-simtom ADHD, simto-simtom yang dihubungkan dengan
kerusakan pada korteks prefrontal (Fuster, 1989; Grattal dan Eslinger, 1991).
7) Menurunnya kemampuan anak ADHD pada tes neuropsikologis yang dikaitkan pada
fungsi lobus prefrontal (Barkeley, Grodzinsky, dan DuPaul, 1992).
8) Perbedaan dalam tingkat aliran darah yang menuju bagian otak prefrontal dan jalur-
jalur yang menghubungkan daerah ini dengan system limbic, memperlihatkan aliran
darah yang lemah pada bagian-bagian ini (Hendren, De Becker, dan Pandina, 2000).
Adapun perbedaan yang lain yaitu ketidaknormalan otak dan penemuan-penemuan
neurofisiologis dan neurochemical.
c. Diet, alergi, dan zat timah
Terlalu banyak kontroversi mengenai kemungkinan bahwa reaksi karena alergi dan diet
adalah penyebab ADHD. Penghubungan ini tidak banyak diterima oleh banyak kalangan
(McGee, Stanton, dan Sears, 1993). Sebuah pandangan yang popular pada tahun 70 dan 80-
an, bahwa zat tambahan pada makanan menyebabkan anak hiperaktif dan inatentif. Namun
penelitian tidak mendukung aturan zat tambahan makanan sebagai penyebab utama ADHD
(Onners, 1980; Kavale dan Fornass, 1983). Diet dapat membantu sekelompok kecil anak
ADHD. Sebagian besar dari mereka berusia sangat muda dan sebagian dari mereka elergi
terhadap makanan tertentu (Arnold, 1999).
7|K e pe raw a ta n An ak 2
Pemburu vs Teori petani adalah hipotesis yang diajukan oleh penulis Thom Hartmann
tentang asal-usul ADHD. Teori ini mengusulkan hiperaktif yang mungkin merupakan perilaku
adaptif pada manusia pra-modern dan bahwa mereka dengan ADHD mempertahankan
beberapa karakteristik yang lebih tua “pemburu” yang berhubungan dengan masyarakat
manusia purba pra-pertanian. Menurut teori ini, individu dengan ADHD mungkin lebih mahir
mencari dan mencari dan kurang mahir tinggal menempatkan dan mengelola tugas-tugas
kompleks dari waktu ke waktu. Bukti lebih lanjut menunjukkan hiperaktif mungkin evolusi
bermanfaat adalah mengajukan pada tahun 2006 dalam sebuah studi yang menemukan
mungkin membawa manfaat spesifik untuk bentuk tertentu dari masyarakat kuno. Dalam
masyarakat, orang dengan ADHD yang diduga telah lebih mahir dalam tugas yang melibatkan
risiko atau persaingan.
Twin studi sampai saat ini telah menyarankan bahwa sekitar 9% sampai 20% dari varians
dalam perilaku hiperaktif-impulsif-leha atau gejala ADHD dapat dikaitkan dengan nonshared
lingkungan (nongenetic) faktor. Lingkungan faktor terlibat termasuk alkohol dan paparan
asap tembakau selama kehamilan dan paparan lingkungan untuk memimpin dalam
kehidupan yang sangat awal. Hubungan merokok dengan ADHD bisa disebabkan oleh nikotin
menyebabkan hipoksia (kekurangan oksigen) untuk janin dalam rahim. Bisa juga bahwa
wanita dengan ADHD lebih mungkin untuk merokok dan oleh karena itu, karena komponen
genetik yang kuat ADHD, lebih cenderung memiliki anak-anak dengan ADHD. Komplikasi
selama kehamilan dan kelahiran-termasuk. prematur lahir mungkin juga memainkan peran.
ADHD pasien telah diamati memiliki lebih tinggi daripada tingkat rata-rata cedera kepala.
Namun, bukti saat ini tidak menunjukkan bahwa cedera kepala adalah penyebab ADHD pada
pasien yang diamati. Infeksi selama kehamilan, saat lahir, dan pada anak usia dini terkait
dengan peningkatan risiko mengembangkan ADHD. Ini termasuk berbagai virus (campak,
varicella, rubella, Enterovirus) dan infeksi bakteri streptokokus. Sebuah studi 2007
menghubungkan klorpirifos insektisida organofosfat, yang digunakan pada beberapa buah-
buahan dan sayuran, dengan keterlambatan dalam belajar tarif, dikurangi koordinasi fisik,
dan masalah perilaku pada anak, terutama ADHD.
Sebuah studi 2010 menemukan bahwa paparan pestisida sangat terkait dengan peningkatan
8|K e pe raw a ta n An ak 2
risiko ADHD pada anak-anak. Peneliti menganalisis tingkat residu organofosfat di urin lebih
dari 1.100 anak usia 8 sampai 15 tahun, dan menemukan bahwa mereka dengan tingkat
tertinggi dialkyl fosfat, yang merupakan hasil pecahan dari pestisida organofosfat, juga
memiliki insiden tertinggi ADHD . Secara keseluruhan, mereka menemukan kenaikan 35%
pada kemungkinan mengembangkan ADHD dengan setiap kenaikan 10-kali lipat konsentrasi
urin residu pestisida. Efeknya terlihat bahkan pada akhir rendah paparan: anak-anak yang
punya tingkat, terdeteksi di atas rata-rata dari metabolit pestisida dalam air seni mereka dua
kali lebih mungkin seperti yang dilakukan dengan tingkat tidak terdeteksi untuk merekam
gejala ADHD.
Zat timah dalam tingkat rendah yang ditemukan pada debu, minyak, dan cat di daerah-
daerah yang terdapat gasoline dan cat bertimah yang sekali pakai langsung dibuang dapat
dikaitkan dengan simtom-simtom ADHD diruang kelas (Fergusson, Horwood, dan Lynskey,
1993). Namun sebagian besar anak ADHD adalah lemah (Kahn, Kelly, dan Walker, 1995).
Kesimpulannya meskipun diet, elergi, dan zat timah telah mendapat perhatian sebagai
penyebab ADHD, tetapi jika disebutkan sebagai penyebab utama ADHD belumlah terbukti.
9|K e pe raw a ta n An ak 2
Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabkan oleh faktor genetik. Penyakit
genetic yang sering dihubungkan dengan autisme adalah Tuberous Sclerosis (17-
58%) dan syndrome fragile X (20-30%). Disebut Fragile-X karena secara sito genetik
penyakit ini ditandai oleh adanya kerapuhan (fragile) yang tampak seperti patahan
di ujung akhir lengan panjang kromosom X 4. Sindrom fragile X merupakan penyakit
yang diwariskan secara X-linked (X terangkai) yaitu melalui kromosom X. Pola
penurunannya tidak umum, yaitu tidak seperti penyakit dengan pewarisan X-linked
lainnya karena tidak bisa digolongkan sebagai dominan atau resesi, laki-laki dan
perempuan dapat menjadi penderita maupun pembawa sifat (carrier).
4. Usia orangtua
Makin tua usia orangtua saat memiliki anak, makin tinggi risiko si anak menderita
autisme. Penelitian yang dipublikasikan tahun 2010 menemukan, perempuan usia 40
tahun memiliki risiko 50 persen memiliki anak autisme dibandingkan dengan
perempuan berusia 20-29 tahun.
“Memang belum diketahui dengan pasti hubungan usia orangtua dengan autisme.
Namun, hal ini diduga karena terjadinya faktor mutasi gen,” kata Alycia Halladay,
Direktur Riset Studi Lingkungan Autismem Speaks.
5. Pestisida
Paparan pestisida yang tinggi juga dihubungkan dengan terjadinya autisme. Beberapa
riset menemukan, pestisida akan mengganggu fungsi gen di sistem saraf pusat.
Menurut Dr Alice Mao, profesor psikiatri, zat kimia dalam pestisida berdampak pada
mereka yang punya bakat autisme.
6. Obat-obatan
Bayi yang terpapar obat-obatan tertentu ketika dalam kandungan memiliki risiko
lebih besar mengalami autisme. Obat-obatan tersebut termasuk valproic dan
thalidomide. Thalidomide adalah obat generasi lama yang dipakai untuk mengatasi
gejala mual dan muntah selama kehamilan, kecemasan, serta insomnia. Obat
thalidomide sendiri di Amerika sudah dilarang beredar karena banyaknya laporan
bayi yang lahir cacat. Namun, obat ini kini diresepkan untuk mengatasi gangguan
kulit dan terapi kanker. Sementara itu, valproic acid adalah obat yang dipakai untuk
penderita gangguan mood dan bipolar disorder.
7. Perkembangan otak
10 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
Area tertentu di otak, termasuk serebal korteks dan cerebellum yang bertanggung
jawab pada konsentrasi, pergerakan dan pengaturan mood, berkaitan dengan
autisme. Ketidakseimbangan neurotransmiter, seperti dopamin dan serotonin, di
otak juga dihubungkan dengan autisme.
11 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
learners)
7. Anak belum dapat bersosialisasi dengan teman sekelasnya, seperti sukar bekerja
sama dalam kelompok sebayanya, bermain peran dan sebagainya.
8. Kesulitan mengekspresikan perasaanya, seperti : suka marah, mudah frustasi bila
tidak dimengerti dan dapat menimbulkan tantrum (ekspresi emosi dalam bentuk
fisik atau marah yang tidak terkendali).
9. Memperlihatkan prilaku stimulasi diri sendiri seperti bergoyang-goyang,
mengepakan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan mata ke pesawat
tv.
12 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
H.KLASIFIKASI ANAK AUTISME
Dalam berinteraksi sosial anak autismetikdikelompokan atas 3 kelompok yaitu:
1. Kelompok Menyendiri
a. Terlihat menghindari kontak fisik dengan lingkungannya
b. Bertedensi kurang menggunakan kata-kata, dan kadang-kadang sulit
berubahmeskipun usianya bertambah lanjut. Dan meskipun ada ada
perubahan,mungkin hanya bisa mengucapkan beberapa patah kata yang sederhana
saja.
c. Menghabiskan harinya berjam-jam untuk sendiri, dan kalu berbua
d. sesuatu,akan melakukannya berulang-ulang.
e. Gangguan perilaku pada kelompok anak ini termasuk bunyi-bunyi aneh,gerakan
tangan, tabiat yang mudah marah, melukai diri sendiri, menyerangteman sendiri,
merusak dan menghancurkan mainannya.
2. Kelompok Anak Autisme yang Pasif
a. Lebih bisa bertahan dengan kontak fisik, dan agak mampu bermain dengan kelompok
teman bergaul dan sebaya, tetapi jarang sekali mencari teman sendiri.
b. Mempunyai perbendaharaan kata yang lebih banyak meskipun masih agak terlambat
bisa berbicara dibandingkan dengan anak sebaya.
c. Kadang-kadang malah lebih cepat merangkai kata meskipun kadang-kadang pula
dibumbui kata yang kurang dimengerti.
d. Kelompok pasif ini masih bisa diajari dan dilatih dibandingkan dengan anak autisme
yang menyendiri dan yang aktif tetapi menurut kemauannya sendiri.
13 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
jawaban tidak memuaskan atau pertanyaannya dipotong, akan bereaksi sangat marah.
14 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
2. Sebelum mur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang :
(1) Interaksi sosial, (2) bicara dan bahasa, (3) cara bermain yang kurang variatif.
3. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa kanak.
Meskipun kriteria diagnosis telah dijabarkan dengan jelas dalam ICD-10 maupun
DSM-IV namun kesalahan diagnosis masih sering terjadi. Hal ini disebabkan oleh
karena seringnya terdapat gangguan atau penyakit lain yang menyertai gangguan
autisme ini, misalnya hiperaktivitas, epilepsi, retardasi mental, sindroma Down, dan
lain sebagainya.
15 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
1. Berkonsultasi dengan ahli jwa (psikiater), psikolog, ahli syaraf anak, atau dokter
spesialis anak-anak guna meminta saran terbaik.
2. Bersabar ketika anak mengalami ADHD, dan diperlukan waktu yang cukup lama untuk
memperoleh kemajuan bagi anak.
3. Bersikap jeli, kreatif, dan tanggap.
4. Yakinlah bahwa anak masih memiliki kelebihan.
5. Berikan dukungan pada kekuatan anak, kemampuannya, serta bangkitkan perasaan
dalam diri anak bahwa dia berharga bagi keluarga dan lingkungan sekitar.
6. Ingatlah, bahwa dalam beberapa kasus, rasa gagal, frustrasi, rendah hati, dan
tekanan kejiwaan yang biasa dialami anak dapat menimbulkan masalah yang lebih
besar dibandingkan kelainan atau gangguan itu sendiri.
7. Dapatkan informasi lebih akurat yang berkaitan dengan gangguan ini dari
perpustakaan, internet, atau sumber-sumber lainnya.
8. Bicara atau tukar pikiran dengan keluarga lain yang memiliki anak ADHD.
9. Berjumpa dan bergabung dengan organisasi atau perkumpulan yang anggotanya
terdiri dari keluarga yang mempunyai masalah yang sama.
e. Dari sekolah
1. Tempatkan siswa di dekat guru, masukkan mereka sabagai bagian dari kelas biasa.
2. Tempatkan siswa di depan dengan membelakangi kelas agar siswa-siswa lainnya tidak
tampak.
3. Kelilingi siswa ADHD dengan model peran yang baik.
4. Hindari rangsangan yang mengalihkan perhatian.
5. Anak ADHD tidak menghadapi perubahan dengan baik. Jadi, hindari peralihan,
perubahan jadwal, relokasi fisik (meja atau kursi yang dipindah sembarangan), atau
gangguan teman.
6. Kreatif dan tenang
7. Memberikan petunjuk yang jelas
8. Sederhanakan petunjuk-petunjuk yang kompleks
9. Pastikan bahwa siswa ADHD memahami apa yang mereka lakukan sebelum mereka
memulai tugas
16 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
10. Membantu anak ADHD agar merasa nyaman dengan meminta bantuan
11. Anak ADHD membutuhkan lebih banyak bantuan untuk waktu yang lebih
lamadibandingkan anak rata-rata. Setelah itu, secara bertahap kurangi bantuan.
12. Buatkan buku catatan tugas sehari-hari
13. Memberikan tugas satu per satu
A. PENGKAJIAN
Menurut Hidayat (2005) pengkajian perkembangan anak berdasarkan umur atau usia anak
antara lain :
a. Neonatus (0-28 hari)
1. Apakah ketika lahir neonatus menangis?
17 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
2. Bagaimana kemampuan memutar-mutar kepala?
3. Bagaimana kemampuan menghisap?
4. Kapan mulai mengangkat kepala
5. Bagaimana kemampuan motorik halus anak (misalnya kemampuan untuk mengikuti garis
tengah bila kita memberikan respons terhadap jari atau tangan)?
6. Bagaimana kemampuan berbahasa anak (menangis, bereaksi terhadap suara atau bel)?
7. Bagaimana kemampuan anak dalam beradaptasi (misalnya tersenyum dan mulai
menatap muka untuk mengenali seseorang?
18 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
a. Bagaimana perkembangan motorik kasar anak (misalnya dapat telungkup di alas dan
sudah mulau mengangkat kepala dengan melakukan gerakan menekan kedua tangannya
dan pada bulan keempat sudah mulai mampu memalingkan ke kanan dan ke kiri, sudah
mulai bisa duduk dengan kepala tegak, sudah mampu membalik badan, bangkit dengan
kepala tegak, berkonsentrasi beban pada kaki dan dada terangkat dan bertumpu pada
lengan, berayun ke depan dan kebelakang, berguling dari terlentang ke tengkurap dan
dapat dudu dengan bantuan selama waktu singkat)?
b. Bagaimana perkembangan motorik halus anak (misalnya: sudah mulai mengamati
benda, mulai menggunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk memegang, mengeksplorasi
benda yangsedang dipegang, mengambil objek dengan tangan tertangkup, mampu
menahan kedua benda di kedua tangan secara simultan, menggunakan bahu dan tangan
sebagai satu kesatuan, mentransfer obajek dari satu tangan ke tangan yang lain)?
c. Bagaimana kemampuan berbahasan anak (misalnya: menirukan suara atau kata-kata,
menolek ke arah suara dan menoleh ke arah sumber suara, tertawa, menjerit,
menggunakan vokalisasi semakin banyak, menggunakan kata yang terdiri dari dua suku
kata dan dapat membuat dua bunyi vokal yang bersamaan seperti ba-ba)?
d. Bagaimana kemampuan beradaptasi sosial anak (misalnya merasa terpaksa jika ada
orang asing, mulai bermain dengan mainan, takut akan kehadiran orang asing, mudah
frustasi dan memukul-mukul dengan lengan dan kaki jika sedang kesal)?
Bayi Umur 8-12 bulan
a. Bagaimana kemampuan motorik kasar anak (misalnya duduk tanpa pegangan, berdiri
dengan pegangan, bangkit terus berdiri, berdiri 2 detik dan berdiri sendiri)?
b. Bagaimana kemampuan motorik halus anak (misalnya mencari dan meraih benda kecil,
bila diberi kubus mampu memindahkannya, mampu mengambilnya dan mampu
memegang dengan jari dan ibu jari, membenturkannya dan mampy menaruh benda
atau kubus ketempatnya)?
c. Bagaimana perkembangan berbahasa anak (misalnya: mulai mengatakan papa mama
yang belum spesifik, mengoceh hingga mengatakan dengan spesifik, dapat
mengucapkan 1-2 kata)?
d. Bagaimana perkembangan kemampuan adaptasi sosial anak (misalnya kemampuan
bertepuk tangan, menyatakan keinginan, sudah mulai minum dengan cangkir,
menirukan kegiatan orang lain, main-main bola atau lainnya dengan orang)?
19 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
Masa Toddler
a. Bagaimana perkembangan motorik kasar anak (misalnya: mampu melanhkah dan
berjalan tegak, mampu menaiki tangga dengan cara satu tangan dipegang, mampu
berlari-lari kecil, menendang bolan dan mulai melompat)?
b. Bagaimana perkembangan motorik halus anak (misalnya: mencoba menyusun atau
membuat menara pada kubus)?
c. Bagaimana kemampuan berbahasa anak (misalnya: memiliki sepuluh perbendaharaan
kata, mampu menirukan dan mengenal serta responsif terhadap orang lain sangat
tinggi, mampu menunjukkan dua gambar, mampu mengkombinasikan kata-kata, mulai
mampu menunjukkan lambaian anggota badan)?
d. Bagaimana kemampuan anak dalam beradaptasi sosial (misalnya: membantu kegiatan
di rumah, menyuapi boneka, mulai menggosok gigi dan mencoba memakai baju)?
Masa Prasekolah (Preschool)
a. Bagaimana perkembangan motorik kasar anak (misalnya: kemampuan untuk berdiri
dengan satu kaki selama 1-5 detik, melompat dengan satu kaki, berjalan dengan tumit
ke jari kaki, menjelajah, membuat posisi merangkan dan berjalan dengan bantuan)?
b. Bagaimana perkembangan motorik halus anak (misalnya: kemampuan menggoyangkan
jari-jari kaki, menggambar dua atau tiga bagian, memilih garis yang lebih panjang dan
menggambar orang, melepas objek dengan jari lurus, mampu menjepit benda,
melambaikan tangan, menggunakan tangannya untuk bermain, menempatkan objek ke
dalam wadah, makan sendiri, minum dari cangkir dengan bantuan menggunakan
sendok dengan bantuan, makan dengan jari, membuat coretan diatas kertas)?
c. Bagaimana perkembangan berbahasa anak (misalnya: mampu menyebutkan empat
gambar, menyebutkan satu sampai dua warna, menyebutkan kegunaan benda,
menghitung atau mengartikan dua kata, mengerti empat kata depan, mengertio
beberapa kata sifat dan sebagainya, menggunakan suara yntum mengidentifikasi objek,
orang dan aktivitas, menirukan bebagai bunyi kata, memahami arti larangan, berespons
terhadap panggilan dan orang-orang anggota keluarga dekat)?
d. Bagaimana perkembangan adaptasi sosial anak (misalnya: bermain dengan permainan
sederhana, menagis jika dimarahi, membuat permintaan sederhana dengan gaya tubuh,
menunjukkan peningkatan kecemasan terhadap perpisahan, mengenali anggota
keluarga)?
20 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
Waktu schoolage
a. Bagaimana kemampuan kemandirian anak dilingkungan luar rumah?
b. Bagaimana kemampuan anak mengatasi masalah yang dialami disekolah?
c. Bagaimana kemampuan beradaptasi sosial anak (menyesuaikan dengan lingkungan
sekolah)?
d. Bagaimana kepercayaan diri anak saat berada di sekolah?
e. Bagaimana rasa tanggung jawab anak dalam mengerjakan tugas di sekolah?
f. Bagaimana kemampuan anak dalam berinteraksi sosial dengan teman sekolah?
g. Bagaimana ketrampilan membaca dan menulis anak?
h. Bagaimana kemampua anak dalam belajar di sekolah?
Masa adolensence
a. Bagaimana kemampuan remaja dalam mengatasi masalah yang dialami secara mandiri
?
b. Bagaimanan kemampuan remaja dalam melakukan adaptasi terhadap perubahan
bentuk dan fungsi tubuh yang dialami?
c. Bagaimana kematangan identitas seksual?
d. Bagaimana remaja dapat menjalankan tugas perkembangannya sebagai remaja?
e. Bagaiman kemampuan remaja dalam membantu pekerjaan orang tua di rumah
(Misalnya membersihkan rumah, memasak)?
Menurut Videbeck (2008) pengkajian anak yang mengalami Attention Deficyt Hiperactivity
Disorder (ADHD) antara lain:
1. Pengkajian riwayat penyakit
a. Orang tua mungkin melaporkan bahwa anaknya rewel dan mengalami masalah saat
bayi atau perilaku hiperaktif hilang tanpa disadari sampai anak berusia todler atau
masuk sekolah atau daycare.
b. Anak mungkin mengalami kesulitan dalam semua bidang kehidupan yang utama,
seperti sekolah atau bermain dan menunjukkan perilaku overaktif atau bahkan
perilaku yang membahayakan di rumah.
c. Berada diluar kendali dan mereka merasa tidak mungkin mampu menghadapi perilaku
anak.
d. Orang tua mungkin melaporkan berbagai usaha mereka untuk mendisplinkan anak
21 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
atau mengubah perilaku anak dansemua itu sebagian besar tidak berhasil.
2. Penampilan umum dan perilaku motorik
a. Anak tidak dapat duduk tenang di kursi dan mengeliat dan bergoyang-goyang saat
mencoba melakukannya.
b. Anak mungkin lari mengelilingi ruang dari satu benda ke benda lain dengan sedikit
tujuan atau tanpa tujuan yang jelas.
c. Kemampuan anak untuk berbicara terganggu, tetapi ia tidak dapat melakukan suatu
percakapan, ia menyela, menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan berakhir dan
gagal memberikan perhatian pada apa yang telah dikatakan.
d. Percakapan anak melompat-lompat secara tiba-tiba dari satu topik ke topik yang
lain. Anak dapat tampak imatur atau terlambat tingkat perkembangannya
3. Mood dan afek
a. Mood anak mungkin labil, bahkan sampai marah-marah atau tempertantrum.
b. Ansietas, frustasi dan agitasi adalah hal biasa.
c. Anak tampak terdorng untuk terus bergerak atau berbicara dan tampak memiliki
sedikit kontrol terhadap perilaku tersebut.
d. Usaha untuk memfokuskan perhatian anak dapat menimbulkan perlawanan dan
kemarahan.
4. Proses dan isi pikir
Secara umum tidak ada gangguan pada area ini meskipun sulit untuk mempelajari anak
berdasarkan tingkat aktivitas anak dan usia atau tingkat perkembangan.
5. Sensorium dan proses intelektual
a. Anak waspada dan terorientasi, dan tidak ada perubahan sensori atau persepsi
seperti halusinasi.
b. Kemampuan anak untuk memberikan perhatian atau berkonsentrasi tergangguan
secara nyata.
c. Rentang perhatian anak adalah 2 atau 3 detik pada ADHD yang berat 2 atau 3 menit
pada bentuk gangguan yang lebih ringan.
d. Mungkin sulit untik mengkaji memori anak, ia sering kali menjawab, saya tidak tahu,
karena ia tidak dapat memberi perhatian pada pertanyaan atau tidak dapat berhenti
memikirkan sesuati.
e. Anak yang mengalami ADHD sangat mudah terdistraksi dan jarang yang mampu
22 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
menyelesaikan tugas.
7. Konsep diri
a. Hal ini mungkin sulit dikaji pada anak yang masih kecil, tetapisecara umum harga diri
anak yang mengalami ADHD adalah rendah.
b. Karena mereka tidak berhasil di sekolah, tidak dapat memiliki banyak teman, dan
mengalami masalah dalam mengerjakan tugas di rumah, mereka biasanya merasa
terkucil sana merasa diri mereka buruk.
c. Reaksi negatif orang lain yangmuncul karena perilaku mereka sendiri sebagai orang
yang buruk dan bodoh
23 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
terbatas pada beberapa kasus, anak menjadi tidak terkontrol secara fisik, bahkan
memukul orang tua atau merusak barang-barang miliki keluarga.
e. Orang tua merasa letih yang kronis baik secara mental maupun secara fisik.
f. Guru serungkali merasa frustasi yang sama seperti orang tua dan pengasuh atau
babysister mungkin menolak untuk mengasuh anak yang mengalami ADHD yang
meningkatkan penolakan anak.
9. Pertimbangan fisiologis dan perawatan diri
Anak yang mengalami ADHD mungkin kurus jika mereka tidak meluangkan waktu untuk
makan secara tepat atau mereka tidak dapat duduk selama makan. Masalah penenangan
untuk tidur dan kesulitan tidur juga merupakan masalah yang terjadi. Jika anak melakukan
perilaku ceroboh atau berisiko, mungkin juga ada riwayat cedera fisik.
B. DIAGNOSA
Beberapa diagnosa yang mungkin muncul pada kasus anak dengan hiperaktivitas antara lain
:
1. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan koping individu tidak efektif.
2. Risiko cedera berhubungan dengan hiperaktivitas dan perilaku impulsif.
3. Ketidakefektifankoping individu berhubungan dengankelainan fungsi darisystem
keluarga dan perkembangan ego yang terlambat, serta penganiayaan dan
penelantaran anak.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif.
5. Ansietas (sedang sampai berat) berhubungan dengan ancaman konsep diri, rasa
takut terhadap kegagalan, disfungsi system keluarga dan hubungan antara orang tua
dan anak yang tidak memuaskan.
6. Koping defensif berhubungan dengan harga diri rendah, kurang umpan balik atau
umpan balik negatif yang berulang yang mengakibatkan penurunan makna diri.
7. Penurunan koping keluarga berhubungan dengan perasaan bersalah yang
berlebihan, marah atau saling menyalahkan diantara anggota keluarga tentang
perilaku anak, kepenatan orang tua karena menghadapi anak dengan gangguan
dalam jangka waktu yang lama.
8. Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis, perawatan diri dan kebutuhan terapi
berhubungan dengan kurang informasi, interpretasi yang salah tentang informasi.
24 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
C. PERENCANAAN
25 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
menunjukkan harapan yang
sebenarnya secara bertahap.
Risiko cedera Tujuan : Mandiri : Mandiri :
2.
berhubungan Anak tidak akan melukai 1. Observasi perilaku 1. Anak – anak pada resiko tinggi
dengan diri sendiri atau orang anak secara sering. untuk melakukan pelanggaran
hiperaktivitas dan lain dengan kriteria hasil Lakukan hal ini melalui memerlukan pengamatan yang
perilaku impulsif. : aktivitas sehari – hari seksama untuk mecegahtndiak yang
1. Darurat dan interaksi untuk membahayakan bagi diri sendiri atau
dipertahankan pada menghindari timbulnya orang lain.
tingkat di mana pasien rasa waspada dan
merasa tidak perlu kecugiaan. 2. Pernyataan–pernyataan verbal
melakukan regresi. seperti “Saya akan bunuh diri,” atau
2. Anak mencari staf “Tak lama ibu saya tidak perlu lagi
untuk mendiskusikan 2. Observasi perilaku– menyusahkan diri karena saya” atau
perasaan – perasaan yang perilaku yang mengarah perilaku – perilaku non verbal
sebenarnya. pada tindakan bunuh seperti membagi – bagikan barang –
3. Anak mengetahui, diri. barang yang disenangi, alam
mengungkapkan dan perasaan berubah.Kebanyakan anak
menerima kemungkinan yang mencoba untuk bunuh diri
konsekuensi dari telah menyampikan maksudnya baik
perilaku maladaptif diri secara verbal atau nonverbal.
sendiri.
3. Tentukan maksud 3. Pertanyaan-pertanyaan yang
dan alat – alat yang langsung menyeluruh dan mendekati
memungkinkan untuk adalah cocok untuk hal seperti ini.
bunuh diri. Tanyakan Anak yang memiliki rencana yang
“apakah anda memiliki dapat digunakan adalah beresiko
rencana untuk bunuh lebih tinggi dari pada yang tidak.
diri?” dan “bagaimana
rencana anda untuk
melakukannya?”
26 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
6. Bertindak sebagai suatu akibat dari kemarahan
model peran untuk diarahkan pada diri sendiri.
ekspresi yang sesuai dari
percobaan.
7. Singkirkan semua
benda-benda yang 7. Keamana fisik anak adalah
berbahaya dari prioritas dari keperawatan.
lingkungan anak.
27 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
bantuan yang positif
untuk identifikasi
masalah dan
pengembangan dari
perilaku-perilaku koping
yang lebih adaptif.
6. Pengakuan dan penguatan positif
6. Memberi dorongan meningkatkan harga diri.
dan dukungan kepada
anak dalam menghadapi
rasa takut terhadap
kegagalan dengan
mengikuti aktivitas-
aktivitas terapi dan
melaksanakan tugas-
tugas baru. Beri
pangakuan tentang kerja
keras yang berhasil dan
penguatan positif untuk
usaha-usaha yang
dilakukan
Gangguan pola tidur Tujuan: 1. Observasi pola tidur 1. Masalah harus diidentifikasi
4.
berhubungan Anak mampu untuk anak, catat kondisi- sebelum bantuan dapat diberikan.
dengan ansietas dan mencapai tidur tidak kondisi yang menganggu
hiperaktif. terganggu selama 6 tidur. 2. Ansietas yang dirasakan oleh
sampai 7 jam setiap 2. Kaji gangguan- anak dapat mengganggu pola tidur
malam dengan kriteria gangguan pola tidur yang anak sehingfga perlu diidentifikasi
hasil: berlangsung penyebabnya.
1. Anak berhubungan dengan
mengungkapkan tidak rasa takut dan ansietas-
adanya gangguan- ansietas tertentu. 3. Kehadiran seseorang yang
gangguan pada waktu dipercaya memberikan rasa aman.
tidur.
3. Duduk dengan anak
2. Tidak ada gangguan- 4. Kafein adalah stimulan SSP yang
sampai dia tertidur.
gangguan yang dialamti dapat mengganggu tidur.
oleh perawat.
3. Anak mampu untuk
mulai tidur dalam 30 4. Pastikan bahwa 5. Sarana-sarana ini meningkatkan
menit dan tidur selama 6 makanan dan minuman relaksasi dan membuat bisa tidur.
sampai 7 jam tanpa yang mengandung kafein
terbangun. dihilangkan dari diet
anak.
28 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
7. Beri jaminan
ketersediaan pada anak
jika dia terbangun pada
malam hari dan dalam
kondisi ketakutan
6. Penggunaan
sentuhan menyenangkan
untuk beberapa
anak. Bagaimanapun juga
29 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
anak harus berhati-hati
terhadap penggunaan.
7. Dengan
berkurangntaansietas,
temani anak untuk
mengetahui peristiwa-
peristiwa tertentu yang
mendahului
serangannya. Berhasil
pada respons-respons
alternatif pada kejadian
selanjutnya.
8. Lakukan kolaborasi
dengan dokter dalam
pemberian obat
penenang sesuai dengan
yang diperintahkan. Kaji
untuk keefektifitasannya,
dan beri petunjukkepada
anak mengenai
kemungkinan efek-efek
samping yang memberi
penharuh berlawanan.
30 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
dengan situasi-situasi 5. Beri dengan segera memberi semangat untuk
kelompok tanpa bersikap umpan balik positif mengulangi perilaku-perilaku yang
defensif. untuk perilaku-perilaku diinginkan.
yang dapat diterima.
6. Keberhasilan akan
6. Membantu anak meningkatkan harga diri.
untuk menetapkan
sasaran-sasaran yang
realistis, konkret dan
membutuhkan tindakan- 7. Karena keterbatasan
tindakan yang cocok kemampuan untuk memecahkan
untuk mencapai sasaran- masalah, bantuan mungkin
sasaran ini. diperlukan untuk mengatur kembali
dan mengembangkan strategi baru,
pada kondisi di mana metode-
7. Evaluasi dengan metode koping baru tertentu
anak keefektifan terbukti tidak efektif.
perilaku-perilaku yang
baru dan diskusikan
adanya perubahan untuk
perbaikan.
31 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
komunitas esuai indikasi,
termasuk kelompok
pendukung orang tua,
kelas menjadi orang tua.
D. IMPLEMETASI
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995). Jenis tindakan pada implementasi ini
terdiri dari tindakan mandiri, saling ketergantungan / kolaborasi, dan tindakan rujukan /
ketergantungan.Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan.
E. EVALUASI
Hasil yang diharapkan dari pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan hiperaktif
antara lain:
1. Anak mampu memperlihatkan perasaan-perasaan nilai diri yang meningkat saat
pulang.
32 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
2. Anak tidak akan melukai diri sendiri atau orang lain.
3. Anak mampu mengembangkan dan menggunakan keterampilan koping yang sesuai
dengan umur dan dapat diterima sosial.
4. Anak mampu untuk mencapai tidur tidak terganggu selama 6 sampai 7 jam setiap
malam.
5. Anak mampu mempertahankan ansietas di bawah tingkat sedang, sebagaimana yang
ditandai oleh tidak adanya perilaku-perilaku yang tidak perilaku yang tidak mampu
dalam menanggapi terhadap stres.
6. Anak mampu mendemonstrasikan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain
tanpa menjadi defensif, perilaku merasionalisasi atau mengekspresikan pikiran
waham kebesaran.
7. Orang tua dapamendemonstrasikan metode intervensi yang lebih konsisten dan
efektif dalam berespons perilaku anak.
8. Dapat mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang penyebab masalah
perilaku, perlunya terapi dalam kemampuan perkembangan.
33 | K e p e r a w a t a n A n a k 2
DAFTAR PUSTAKA
Delphie, B. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: PT Refika
Aditama
Hidayat, dkk. (2009). Bimbingan Anak Berkebutuhan Khuisus. Bandung: Fajar
Mandiri.
Hockenberry, J.M., & Wilson, D. (2009). Wong: Essentials of pediatric nursing 8th ed.
St. Loius: Mosby Elsevier
James, S.R., & Ashwil, J. W. (2010). Nursing care of children: principle & practice. St.
Louis: Saunders Elsevier
Plotts, N. L., & Mandleco, B.L. (2012). Pediatric nursing: caring for children and their
family, 3th ed. New York: Thomson Delmar Learning
Sacharin, Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2. Jakarta: EGC
34 | K e p e r a w a t a n A n a k 2