DISUSUN OLEH
NIM : 042020014
T.A 2020-2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia yang telah diberikan
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ Asuhan
Keperawatan Jiwa Klien Anak Berkebutuhan Khusus Serta Korban Kdrt, Bullying,
Traffiking, Narapidana Dan Anak Jalanan”. Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah
Pastoral Care.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yaitu bagi
penyusun maupun pembaca. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu, penyusun mengharapkan adanya kritik maupun saran sebagai perbaikan dalam
penyusunan selanjutnya.
Akhir kata kelompok mengucapkan banyak terima kasih dan semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun,
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
AUTISME
KONSEP MEDIS
A. Defenisi
Autisme secara harafiah berasal dari kata autos (diri) sedangkan isme (paham /aliran).
Autisme secara etimologi adalah anak yang memiliki gangguan per kembang an dalam
dunianya sendiri. Beberapa pengartian autis menurut para ahli adalah sebagai berikut:
Autisme adalah ganguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami
kondisi menutup diri. Dimana gangguan ini mengakibatkan anak mengalami
keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku “Sumber dari Pedoman
Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Austistik”. (American Psychiatic Association, 2000)
Autisme adalah adanya gangguan dalam bidang Interaksi sosial, komunikasi, perilaku,
emosi, dan pola bermain, gangguan sensoris dan perkembangan terlambat atau tidak
normal. Autisme mulai tampak sejak lahir atau saat masi bayi (biasanya sebelum usia 3
tahun). “Sumber dari Pedoman Penggolongan Diagnotik Gangguan Jiwa” (PPDGJ III)
B. Klasifikasi
Autisme dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder R-IV
merupa kan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah lingkup PDD (Perpasive
Development Disorder) di luar ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan
ADD (Attention Deficit Disorder). Gangguan perkembangan perpasiv (PDD) adalah
istilah yang dipakai untuk menggambarkan beberapa kelompok gangguan perkembangan
di bawah lingkup PDD, yaitu:
Autistic Disorder (Autism) Muncul sebelum usia 3 tahun dan ditunjukkan adanya
hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan bermain secara
imaginatif serta adanya perilaku stereotip pada minat dan aktivitas.
Asperger’s Syndrome Hambatan perkembangan interaksi sosial dan adanya minat dan
aktivitas yang terbatas, secara umum tidak menunjukkan keterlambatan bahasa dan
bicara, serta memiliki tingkat intelegensia rata-rata hingga di atas rata-rata.
Pervasive Developmental Disorder–Not Otherwise Specified (PDD-NOS) Merujuk
pada istilah atypical autism, diagnosa PDD-NOS berlaku bila seorang anak tidak
menunjukkan keseluruhan kriteria pada diagnosa tertentu (Autisme, Asperger atau Rett
Syndrome).
Rett’s Syndrome Lebih sering terjadi pada anak perempuan dan jarang terjadi pada
anak laki-laki. Sempat mengalami perkembangan yang normal kemudian terjadi
kemunduran/ kehilan gan kemampuan yang dimilikinya; kehilangan kemampuan
fungsional tangan yang diganti kan dengan gerakan-gerakan tangan yang berulang-
ulang pada rentang usia 1–4 tahun.
Childhood Disintegrative Disorder (CDD) Menunjukkan perkembangan yang normal
selama 2 tahun pertama usia perkembangan kemudian tiba-tiba kehilangan
kemampuan-kemampuan yang telah dicapai sebelumnya
C. Etiologi
Penyebab autisme menurut banyak pakar telah disepakat bahwa pada otak anak
autisme dijumpai suatu kelainan pada otaknya. Apa sebabnya sampai timbul kelainan
tersebut memang belum dapat dipastikan. Banyak teori yang diajukan oleh para pakar,
kekurangan nutrisi dan oksigenasi, serta akibat polusi udara, air dan makanan. Diyakini
bahwa ganguan tersebut terjadi pada fase pembentukan organ (organogenesis) yaitu pada
usia kehamilan antara 0 ± 4 bulan. Organ otak sendiri baru terbentuk pada usia kehamilan
setelah 15 minggu.
D. Manifestasi Klinis
1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal
2. Gangguan dalam bidang interaksi social
3. Gangguan dalam bermain
4. Gangguan perilaku
5. Gangguan perasaan dan emosi
6. Gangguan dalam persepsi sensori
7. Intelegensi
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti
dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral maupun
komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka beberapa instrumen screening
yang saat ini telah berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:
Childhood Autism Rating Scale (CARS
The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT
The Autism Screening Questionare
The Screening Test for Autism in Two-Years Old
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dibagi dua yaitu penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan
keperawatan.
1. Penatalaksanaan Medis
Umunya terapi yang diberikan ialah terhadap gejala, edukasi dan penerangan
kepada keluarga, serta penanganan perilaku dan edukasi bagi anak. Manajemen yang
efektif dapat mempengaruhi outcome. Intervensi farmakologi, yang saat ini
dievaluasi, mencakup obat fenfluramine, lithium, haloperidol dan naltrexone.
Terhadap gejala yang menyertai. Terapi anak dengan autisme membutuhkan
identifikasi diri. Intervensi edukasi yang intensif, lingkungan yang terstruktur, atensi
individual, staf yang terlatih baik, peran serta orang tua dapat meningkat prognosis.
Dalam terapi farmakologi dinyatakan belum ada obat atau terapi khusus
menyembuhkan kelainan ini. Medikasi (terapi obat) berguna terhadap gejala yang
menyertai, misalnya haloperidol, risperidone dan obat anti-psikotik teradap perilaku
agresif, ledakan-ledakan perilaku, instabilitas mood (suasana hati). Obat antidepresi
jenis SSRI dapat digunakan terhadap ansietas, kecemasan, mengurangi stereotip dan
perilaku perseveratif dan meng urangi ansietas dan fluktuasi mood. Perilaku
mencederai diri sendiri dan mengamuk kadang dapat diatasi dengan obat naltrexone.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:
a. Mengurangi masalah perilaku.
b. Terapi perilaku dengan memanfaatkan keadaan yang terjadi dapat meningkatkan
kemahiran berbicara. menagement perilaku dapat mengubah perilaku destruktif
dan agresif.
c. Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan terutama bahasa. Latihan
dan pendidikan dengan menggunakan pendidikan (operant conditioning yaitu
dukungan positif (hadiah) dan dukungan negatif (hukuman).
d. Anak bisa mandiri dan bersosialisasi. Mengembangkan keterampilan sosial dan
keterampilan praktis.
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Meliputi nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku bangsa,
tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.
2. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa, keterlambatan
atau sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak senang atau
menolak dipeluk. Saat bermain bila didekati akan menjauh. Ada kedekatan
dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang
dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan
lainnya. Sebagai anak yang senang kerapian harus menempat kan barang tertentu
pada tempatnya. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau bend apa saja.
Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70
% penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas
100.
1. Pengertian
ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder, suatu kondisi
yang pernah dikenal sebagai Attention Deficit Hyperactivity Disorder, suatu kondisi yang
pernah dikenal sebagai Attention Deficit Hyperactivity Disorder (sulit memusatkan
perhatian), Minimal Brain Disorder (Ketidak beresan kecil di otak), Minimal Brain Damage
(Kerusakan kecil pada otak), Hyperkinesis (Terlalu banyak bergerak / aktif), dan
Hyperactive (Hiperaktif). Ada kira-kira 3 - 5% anak usia sekolah menderita ADHD
(Permadi, 2009).
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah gangguan neurobiologis yang
ciri-cirinya sudah tampak pada anak sejak kecil. Anak ADHD mulai menunjukkan banyak
masalah ketika SD karena dituntut untuk memperhatikan pelajaran dengan tenang, belajar
berbagai ketrampilan akademik, dan bergaul dengan teman sebaya sesuai aturan (Ginanjar,
2009).
ADHD adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan aktifitas motorik anak-anak
hingga menyebabkan aktifitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan.
Ditandai dengan berbagai keluhan perasaan gelisah, tidak bisa diam, tidak bisa duduk
dengan tenang, dan selalu meninggalkan keadaan yang tetap seperti sedang duduk, atau
sedang berdiri. Beberapa kriteria yang lain sering digunakan adalah, suka meletup-letup,
aktifitas berlebihan, dan suka membuat keributan (Klikdokter, 2008).
Belum diketahui apa penyebab pasti anak-anak menjadi hiperaktif. Namun menurut dunia
kedokteran, itu terkait dengan faktor biologis dan genetik, serta lingkungan.
1. Faktor genetic
Ada beberapa gen (diduga transporter gen dopamine lokus DAT 1 atau DR 4) yang
berhubungan dengan reseptor dopamine, transport dopamine, enzim dopamine
betahidroksilase, dankateko-o-metiltransferase ( enzim yang memetabolisme dopamine ),
yang mengalami perbedaan varian dari kondisi normal.
2. Faktor neurokimia
Berupa gangguan neurotransmitter (adrenergic/ nonadrenergik).
3. Faktor neurofisiologis
Berupa pertumbuhan pesat otak pada beberapa periode usia. Beberapa anak
mengalami keterlambatan pematangan pada usia tersebut sehingga muncul gejala-gejala
GPPH sementara.
4. Faktor lateralisasi
Dihibungkan dengan disfungsi padahemisfer kanan yang mengatur pemusatan
perhatian, konsentrasi dan fungsi emosi.
5. Faktor lingkungan
Berbagai toksin endogen pernah dianggap sebagai penyebab ADHD, seperti :
keracunan timbal, aditif makanan, reaksi alergi ( Feingold, 1973, 1976 ; David, 1974 ;
Taylor, 1986 ; Wender, 1986 : Hazel & Schumaker, 1988 ). Tetapi berbagai penelitian
terhadap factor tersebut tidak ada yang memberikan bukti adanaya hubungan yang
bermakna antara factor tersebut dan terjadinya ADHD (Zametkin & Rapoport, 1986;
Matson, 1993).
Masalah saat kehamilan (ibu merokok, depresi, minum alcohol, kekurangan oksigen,
keracunan plumbum) dan kelahiran (trauma lahir, infeksi), penggunaan mariyuana pada
awal masa remaja, konsumsi makanan dengan bahan pengawet dan zat pewarna,
penggunaan obat-obatan seperti fenobarbita l jangka panjang.
Menurut Townsend (1998) ada beberapa tanda dan gejala yang dapat dapat
ditemukan pada anak dengan ADHD antara lain:
Sering kali tangan atau kaki tidak dapat diam atau duduknya mengeliat-geliat;
Mengalami kesulitan untuk tetap duduk apabila diperlukan; Mudah bingung oleh
dorongan-dorongan asing; Mempunyai kesulitan untuk menunggu giliran dalam suatau
permainan atau keadaan di dalam suatu kelompok; Seringkali menjawab dengan kata-
kata yang tidak dipikirkan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang belum selesai
disampaikan; Mengalami kesulitan untuk mengikuti instruksi-instruksi dari orang lain;
Mengalami kesulitan untuk tetap bertahan memperhatikan tugas-tugas atau aktivitas-
aktivitas bermain.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dalam batas normal
1. Keadaan Umum
Penampilan : Klien tampak agak kusam.
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign : TD : - RR : 25 kali / menit
Temp : 37,4 º C Nadi :100 kali / menit
BB : 18 kg TB : 110 cm
2. Kebersihan Anak
Klien kelihatan kusam karena sering bermain kesana kemari.
3. Suara Anak Waktu Menangis
Ketika klien mengangis terdengar suara yang kuat.
4. Keadaan Gizi Anak
Keadaan gizi anak cukup baik ditandai dengan BB: 18 kg.
(BB normal: 22 kg)
5. Aktivitas
Di rumah sakit klien berbaring ditempat tidur dan sesekali berpindah posisi agar
klien merasa nyaman.
6. Kepala dan Leher
Keadaan kepala tampak bersih, dan tidak ada luka atau lecet. Klien dapat
menggerakkan kepalanya kekiri dan kekanan. Tidak ada pembengkakan kelenjar
tyroid dan limfe.
7. Mata (Penglihatan)
Bentuk simetris, tidak ada kotoran mata, konjungtiva tidak anemis, fungsi
penglihatan baik karena klien tidak menggunakan alat bantu, tidak ada peradangan
dan pendarahan.
8. Telinga (Pendengaran)
Tidak terdapat serumen, fungsi pendengaran baik karena klien jika dipanggil
langsung memberi respon. Tidak ada peradangan dan pendarahan.
9. Hidung (Penciuman)
Bentuk simetris, kebersihan hidung baik tidak terdapat kotoran pada hidung, tidak
terdapat polip.
10. Mulut (Pengecapan)
Tidak terlihat peradangan dan pendarahan pada mulut, fungsi pengecapan baik,
mukosa bibir kering.
11. Dada (Pernafasan)
Bentuk dada simetris, tidak ada gangguan dalam bernafas, tidak ada bunyi tambahan
dalam bernafas, dengan frekuensi nafas 25 x/menit.
12. Kulit
Terlihat sedikit kusam, tidak terdapat lesi maupun luka, turgor kulit baik (dapat
kembali dalam 2 detik), kulit klien teraba panas dengan temperatur 37,4 º C.
13. Abdomen
Bentuk simetris, tidak ada luka dan peradangan, tidak ada kotoran yang melekat pada
kulit.
14. Ekstremitas Atas dan Bawah
Bentuk simetris, tidak ada luka maupun fraktur pada ekstremitas atas dan bawah,
terdapat keterbatasan gerak pada ekstremitas atas bagian dekstra karena terpasang
infuse RL 20 tetes/menit.
15. Genetalia
Klien berjenis kelamin laki-laki dan tidak terpasang kateter.
Rencana Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan
Menurut Videbeck (2008), Townsend (1998), dan Doenges (2007) diagnosa
keperawatan yang dapat dirumuskan pada anak yang mengalami ADHD antara lain :
1. Risiko cedera berhubungan dengan hiperaktivitas dan perilaku impulsive.
2. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak adekuatnya tingkat
kepercayaan diri terhadap kemampuan untuk melakukan koping.
2. Intervensi Keperawatan
Menurut Cyntia Taylor (2013), intervensi keperawatan untuk mengatasi ADHD adalah
1. Risiko cedera
a) Bantu pasien dan anggota keluarga mengidentifikasi situasi dan bahaya yang dapat
mengakibatkan kecelakaan.
b) Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengadakan perbaikan dan menghilangkan
kemungkinan keamanan dari bahaya.
c) Beri dorongan kepada orang dewasa untuk mendiskusikan peraturan keamanan
terhadap anak.
d) Rujuk pasien ke sumber-sumber komunitas yang lebih tepat.
2. Ketidakefektifan koping
a) Dorong pasien untuk menggunakan system pendukung ketika melakukan koping.
b) Identifikasi dan turunkan stimulus yang tidak perlu dalam lingkungan.
c) Jelaskan kepada orang tua semua terapi dan prosedur dan jawab pertanyaan pasien.
d) Rujuk pasien untuk melakukan konseling pada psikolog.
3. Implementasi Keperawatan
Risiko cedera berhubungan dengan hiperaktivitas dan perilaku impulsive.
a) Membantu pasien dan anggota keluarga mengidentifikasi situasi dan bahaya yang
dapat mengakibatkan kecelakaan.
Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak adekuatnya tingkat kepercayaan
diri terhadap kemampuan untuk melakukan koping.
d) Orang tua mampu mengerti akan pemahaman keamanan terhadap anaknya agar
tidak cedera.
A. Pengertian
Perkosaan (rape) merupakan bagian dari tindakan kekerasan (violence),
sedangkan kekerasan dapat berupa kekerasan secara fisik, mental, emosional dan hal-hal
yang sangat menakutkan pada korban. Perkosaan adalah suatu penetrasi penembusan
penis ke vagina perempuan yang tidak dikehendaki, tanpa persetujuan dan tindakan itu
diikuti dengan pemaksaan baik fisik maupun mental.
Kalimat korban perkosaan menurut arti leksikal dan gramatikal adalah suatu kejadian,
perbuatan jahat, atau akibat suatu kejadian, atau perbuatan jahat. Perkosaan adalah
Menundukkan dengan kekerasan, memaksa dengan kekerasan, menggagahi, merogol.
(Mendikbud,2010: 525, 757).
D. Batasan Karakteristik
1. Fase akut
a. Respons somatic
- Peka rangsang gastrointerstinal (mual, muntah, anoreksia)
- Ketidaknyamanan genitourinarius (nyeri, pruritus)
- Ketegangan otot-otot rangka (spasme, nyeri).
b. Respons psikologis
- Menyangkal
- Syok emosional
- Marah
- Takut – akan mengalami kesepian, atau pemerkosa akan kembali
- Rasa bersalah
- Panik melihat pemerkosa atau adegan penyerangan
c. Respons seksual
- Tidak percaya pada laki-laki
- Perubahan dalam perilaku seksual
2. Fase jangka panjang
Setiap respons pada fase akut dapat berlanjut jika tidak pernah terjadi resolusi
a. Respons psikologis
- Fobia
- Mimpi buruk atau gangguan tidur
- Ansietas
- Depresi
Marah dan mudah tersinggung adalah reaksi yang umum diantara penderita
trauma. Tentu saja kita dapat salah kapan saja, khususnya ketika penderita merasa
tersakiti, marah adalah suatu reaksi yang wajar dan dapat dibenarkan. Bagaimanapun,
kemarahan yang berlebihan dapat mempengaruhi proses penyembuhan dan
menghambat penderita untuk berinteraksi dengan orang lain di rumah dan di tempat
terapi.
F. Pengobatan
Ada dua macam terapi pengobatan yang dapat dilakukan korban pemerkosaan,
yaitu dengan menggunakan farmakoterapi dan psikoterapi.
1. Farmakoterapi
Mulai terapi obat hanya dalam hal kelanjutan pengobatan pasien yang sudah
dikenal. Terapi dengan anti depresiva pada gangguan stress pasca traumatik ini masih
kontroversial. Obat yang biasa digunakan adalah benzodiazepin, litium, camcolit dan
zat pemblok beta – seperti propranolol, klonidin, dan karbamazepin. Obat tersebut
biasanya diresepkan sebagai obat yang sudah diberikan sejak lama dan kini
dilanjutkan sesuai yang diprogramkan, dengan kekecualian, yaitu benzodiazepin –
contoh, estazolam 0,5 – 1 mg per os, Oksanazepam10-30 mg per os, Diazepam
(valium) 5 – 10 mg per os, Klonazepam 0,25 – 0,5 mg per os, atau Lorazepam 1- 2
mg per os atau IM – juga dapat digunakan dalam UGD atau kamar praktek terhadap
ansietas yang gawat dan agitasi yang timbul bersama gangguan stres pasca traumatik
tersebut (Kaplan et al, 1997).
2. Psikoterapi
Anxiety Management
Pada anxiety management, terapis akan mengajarkan beberapa
ketrampilan untuk membantu mengatasi gejala korban pemerkosaan dengan lebih
baik melalui :
Relaxation Training
Yaitu belajar untuk mengontrol ketakutan dan kecemasan secara sistematis
dan merelaksasikan kelompok otot-otot utama.
Breathing retraining
Yaitu belajar bernafas dengan perut secara perlahan-lahan, santai dan
menghindari bernafas dengan tergesa-gesa yang menimbulkan perasaan tidak
nyaman, bahkan reaksi fisik yang tidak baik seperti jantung berdebar dan sakit
kepala.
Positive thinking dan self-talk
Yaitu belajar untuk menghilangkan pikiran negatif dan mengganti dengan
pikiran positif ketika menghadapi hal-hal yang membuat stress (stresor).
Assertiveness Training
Yaitu belajar bagaimana mengekspresikan harapan, opini dan emosi tanpa
menyalahkan atau menyakiti orang lain.
Thought Stopping
Yaitu belajar bagaimana mengalihkan pikiran ketika kita sedang
memikirkan hal-hal yang membuat kita stress (Anonim, 2005).
Cognitive therapy
Terapis membantu untuk merubah kepercayaan yang tidak rasional yang
mengganggu emosi dan mengganggu kegiatan-kegiatan kita. Misalnya seorang
korban kejahatan mungkin menyalahkan diri sendiri karena tidak hati-hati. Tujuan
kognitif terapi adalah mengidentifikasi pikiran-pikiran yang tidak rasional,
mengumpulkan bukti bahwa pikiran tersebut tidak rasional untuk melawan
pikiran tersebut yang kemudian mengadopsi pikiran yang lebih realistik untuk
membantu mencapai emosi yang lebih seimbang (Anonim, 2005).
Exposure therapy
Pada exposure terapi, terapis membantu menghadapi situasi yang khusus,
orang lain, obyek, memori atau emosi yang mengingatkan pada trauma dan
menimbulkan ketakutan yang tidak realistik dalam kehidupan sehari-hari. Terapi
ini dapat berjalan dengan dua cara :
Exposure in the imagination
Terapis bertanya kepada penderita untuk mengulang-ulang cerita secara
detail kenangan-kenangan traumatis sampai mereka tidak mengalami hambatan
untuk menceritakannya.
Exposure in reality
Terapis membantu untuk menghadapi situasi yang sekarang aman tetapi
ingin dihindari karena menyebabkan ketakutan yang sangat kuat (misalnya :
kembali ke rumah setelah terjadi perampokan di rumah). Ketakutan itu akan
bertambah kuat jika kita berusaha untuk mengingat situasi tersebut dibanding
berusaha untuk melupakannya. Pengulangan situasi yang disertai penyadaran
yang berulang-ulang akan membantu kita menyadari bahwa situasi lampau yang
menakutkan tidak lagi berbahaya dan kita dapat mengatasinya (Anonim, 2005).
Play therapy
Terapi bermain digunakan untuk menerapi anak-anak dengan trauma.
Terapis menggunakan permainan untuk memulai topik yang tidak dapat dimulai
secara langsung. Hal ini dapat membantu anak-anak untuk lebih merasa nyaman
dalam berproses dengan pengalaman traumatiknya (Anonim, 2005).
Support Group Therapy
Seluruh peserta dalam Support Group Therapy merupakan korban
perkosaan, yang mempunyai pengalaman serupa (misalnya korban bencana
tsunami, korban gempa bumi) dimana dalam proses terapi mereka saling
menceritakan tentang pengalaman traumatis mereka, kemdian mereka saling
memberi penguatan satu sama lain (Swalm, 2005).
Terapi Bicara
Sejumlah studi penelitian membuktikan bahwa terapi berupa saling
berbagi cerita mengenai trauma mampu memperbaiki kondisi kejiwaan penderita.
Dengan berbagi pengalaman, korban bisa memperingan beban pikiran dan
kejiwaan yang dipendamnya selama ini. Bertukar cerita dengan sesama penderita
membuat mereka merasa senasib, bahkan merasa dirinya lebih baik dari orang
lain. Kondisi ini memicu seseorang untuk bangkit dari trauma yang dideritanya
dan melawan kecemasan (Anonim, 2005).
G. Beban Psikologis dan Kesehatan Korban Pemerkosaan
Kondisi, dampak, dan tantangan yang dihadapi tiap korban pemerkosaan berbeda
satu sama lain. Merasa takut, cemas, panik, shock, atau bersalah adalah hal yang wajar.
Luka yang mereka rasakan dapat menetap dan berdampak hingga seumur hidup. Banyak
korban yang merasa kehilangan kepercayaan diri dan kendali atas hidup mereka sendiri.
Hal ini juga dapat membuat mereka kesulitan mengungkapkan yang terjadi pada diri
mereka, meski cerita mereka sangat dibutuhkan untuk menindak pelaku. Berbagai
perasaan yang campur aduk dan situasi rumit tersebut akan membawa dampak bagi
kesehatan dan psikologis mereka.
1. Beban Psikologis
Tindak pemerkosaan pasti mendatangkan trauma bagi yang mengalaminya.
Respons tiap orang terhadap pemerkosaan yang menimpanya pasti berbeda dengan
munculnya berbagai perasaan yang menjadi satu dan bahkan dapat baru terlihat lama
setelah peristiwa tersebut terjadi. Berikut ini adalah beberapa perubahan psikologis
yang umumnya dialami korban.
a. Menyalahkan diri sendiri
Sikap menyalahkan diri sendiri adalah kondisi yang paling umum dialami
korban pemerkosaan. Sikap inilah yang paling menghambat proses penyembuhan.
Korban pemerkosaan dapat berisiko menyalahkan diri sendiri karena dua hal:
Menyalahkan diri karena perilaku. Mereka menganggap ada yang salah dalam
tindakan mereka sehingga akhirnya mengalami tindakan pemerkosaan.
Mereka akan terus merasa untuk seharusnya berperilaku berbeda sehingga
tidak diperkosa.
Menyalahkan diri karena merasa ada sesuatu yang salah di dalam diri mereka
sendiri sehingga mereka pantas mendapatkan perlakuan kasar.
Sayangnya orang-orang terdekat, seperti pasangan, belum tentu dapat
mendukung pulihnya kondisi pasien. Sebagian kerabat korban mungkin merasa
tidak dapat menerima kenyataan atau justru menyalahkan sehingga korban makin
berada dalam posisi yang sulit.
Kebanyakan korban pemerkosaan juga tidak dapat dengan mudah diyakinkan
bahwa ini bukanlah salah mereka. Rasa malu ini kemudian berhubungan erat
dengan gangguan lain, seperti pola makan, kecemasan, depresi, mengonsumsi
minuman keras dan obat-obatan terlarang, serta gangguan mental lain. Kondisi ini
dapat diatasi dengan terapi perilaku kognitif dalam melakukan reka ulang proses
penyusunan fakta dan logika dalam pikiran.
b. Bunuh diri
Kondisi stres pascatrauma membuat korban pemerkosaan lebih berisiko
untuk memutuskan bunuh diri. Tindakan ini terutama dipicu oleh rasa malu dan
merasa tidak berharga.
c. Kriminalisasi korban pemerkosaan
Pada budaya dan kelompok masyarakat tertentu, korban pemerkosaan
dapat menjadi korban untuk kedua kalinya karena dianggap telah berdosa dan
tidak layak hidup. Mereka diasingkan dari masyarakat, tidak diperbolehkan
menikah, atau diceraikan (jika telah menikah). Dalam kelompok masyarakat lain,
kriminalisasi pun dapat terjadi ketika korban disalahkan karena dianggap perilaku
atau cara berpakaiannya yang menjadi penyebab diperkosa.
Selain itu, korban berisiko mengalami hal-hal lain seperti depresi, merasa
seakan-akan peristiwa tersebut terulang terus-menerus, sering merasa cemas dan
panik, mengalami gangguan tidur dan sering bermimpi buruk, sering menangis,
menyendiri, menghindari pertemuan dengan orang lain, atau sebaliknya tidak mau
ditinggal sendiri. Ada kalanya mereka menarik diri dan menjadi pendiam, atau
justru menjadi pemarah.
1. Efek terhadap Fisik Korban
Selain luka psikologis, korban pemerkosaan membawa luka pada
tubuhnya. Sebagian mungkin terlihat, namun sebagian lagi barangkali baru
dapat dideteksi beberapa waktu kemudian.
Sementara secara fisik mereka dapat terlihat mengalami perubahan pola
makan atau gangguan pola makan. Tubuh mereka bisa terlihat tidak terawat,
berat badan turun, dan luka pada tubuh seperti memar atau cedera pada
vagina.
Berikut beberapa kondisi yang umum terjadi pada korban pemerkosaan:
a. Penyakit menular seksual (PMS)
Penetrasi vagina yang dipaksakan membuat terjadinya luka yang
membuat virus dapat masuk melalui mukosa vagina. Kondisi ini lebih
rawan terjadi pada anak atau remaja yang lapisan mukosa vaginanya
belum terbentuk dengan kuat.
Meski belum ada tanda-tanda yang terasa, namun korban
pemerkosaan sebaiknya memeriksakan diri untuk mendeteksi
kemungkinan terkena penyakit menular seksual. Infeksi seperti HIV (virus
yang menyebabkan AIDS) dapat ditangani dengan post-exposure
prophylaxis (PEP), yaitu perawatan profilaksis setelah tubuh terpapar
penyakit. Namun perawatan ini harus dilakukan sesegera mungkin.
b. Penyakit lain
Selain penyakit menular seksual, korban perkosaan umumnya
menderita konsekuensi yang berpengaruh pada kesehatan mereka:
Peradangan pada vagina atau vaginitis.
Infeksi atau pendarahan pada vagina atau anus.
Gangguan hasrat seksual hipoaktif (hypoactive sexual desire
disorder/HSDD): keengganan esktrem untuk berhubungan seksual
atau justru menghindari semua atau hampir semua kontak seksual.
Nyeri saat berhubungan seksual, disebut juga dyspareunia.
Vaginismus: kondisi yang memengaruhi kemampuan wanita untuk
merespons penetrasi ke vagina akibat otot vagina yang berkontraksi di
luar kontrol.
Infeksi kantong kemih.
Nyeri panggul kronis.
c. Kehamilan yang tidak diinginkan
Kehamilan adalah salah satu kondisi dan konsekuensi terberat yang
mungkin terjadi pada korban pemerkosaan. Belum berhasil
menyembuhkan diri sendiri, mereka harus dihadapkan pada kenyataan
adanya kehidupan lain di dalam tubuhnya yang sebenarnya tidak mereka
harapkan. Kondisi psikologis wanita yang buruk dapat membuat bayi
berisiko tinggi mengalami kondisi kelainan atau lahir prematur.
Dampak fisik mungkin dapat sembuh dalam waktu lebih singkat.
Namun dampak psikologis dapat membekas lebih lama. Peran keluarga,
kerabat, dokter, dan terapis akan menjadi kunci dari kesembuhan dan
ketenangan bagi mereka yang menjadi korban pemerkosaan.
Peran Perawat
1. Pentingnya mengkomunikasikan empat ucapan berikut ini pada korban perkosaan :
b. Saya prihatin hal ini terjadi padamu
c. Anda aman disini
d. Saya senang anda hidup
e. Anda tidak bersalah. Anda adalah koban. Ini bukan kesalahan anda. Apapun
keputusan yang anda buat pada saat pengorbanan adalah hak seseorang karena anda
hidup.
Korban yang telah diperkosa secara seksual takut terhadap kehidupannya dan harus
diyakinkan kembali keamanannya. Ia mungkin juga sangat ragu-ragu dengan dirinya dan
menyalahkan diri sendiri, dan penyataan-pernyataan ini membangkitkan rasa percaya secara
bertahap dan memvalidasi harga diri.
1. Jelaskan setiap prosedur pengkajian yang akan dilakukan dan mengapa. Pastikan bahwa
pengumpulan data dilakukan dalam perawatan, cara tidak menghakimi, untuk
menurunkan ketakutan atau ansietas dan untuk meningkatkan rasa percaya.
2. Pastikan bahwa pasien memiliki privasi yang adekuat untuk semua intervensi-intervensi
segera pasca-krisis. Cobakan sedikit mungkin orang yang memberikan perawatan segera
atau mengumpulkan bukti segera. Pasien pasca-trauma sangat rentan. Penambahan orang
dalam lingkungannya meningkatkan perasaan rentan ini dan bertindak meningkatkan
ansietas.
3. Dorong pasien untuk menghitung jumlah serangan. Dengarkan, tapi tidak menyelidiki.
Mendengarkan dengan tidak menghakimi memberikan kesempatan untuk katarsis bahwa
pasien perlu memulai pemulihan. Jumlah yang rinci mungkin dibutuhkan untuk tindak
lanjut secara legal, dan seorang klinisi sebagai pembela pasien, dapat menolong untuk
mengurangi trauma dari pengumpulan bukti.
4. Diskusikan dengan pasien siapa yang dapat dihubungi untuk memberikan dukungan atau
bantuan. Berikan informasi tentang rujukan setelah perawatan. Karena ansietas berat dan
rasa takut, pasien mungkin membutuhkan bantuan dari orang lain selama periode segera
pasca-krisis. Berikan informasi rujukan tertulis untuk referensi selanjutnya (mis.,
psikoterapis, klinik kesehatan jiwa, kelompok pembela masyarakat.
5. Discharge Planning
Hasil yang diharapkan dari pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan
penganiayaan seksual (sexual abuse) antara lain:
a. Anak tidak mengalami ansietas panik lagi.
b. Anak mendemonstrasikan derajat percaya kepada perawat primer.\
c. Anak menerima perhatian dengan segera terhadap cedera fisiknya.
d. Anak memulai perilaku yang konsisten terhadap respons berduka.
e. Anak mendapatkan perhatian segera untuk cedera fisiknya jika ada.
f. Anak menyatakan secara verbal jaminan keamanannya dengan segera.
g. Anak mendiskusikan situasi kehidupannya dengan perawat primer.
h. Anak mampu menyatakan secara verbal pilihan –pilihan yang tersedia untuk
dirinya yang dari hal ini ia menerima bantuan.
i. Anak mendemosntrasikan rasa percaya kepada perawat utama melalui
mendiskusikan perlakuan penganiayaan melalui penggunaan terapi bermain.
j. Anak mendemonstrasikan suatu penurunan dalam perilaku agresif.
RESUME KEPERAWATAN JIWA PADA ANAK KORBAN KDRT
A. PENGERTIAN
Menurut Sutanto (2006), kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa/anak
yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak
berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab/pengasuhnya, yang berakibat
penderitaan, kesengsaraan, cacat atau kematian. Kekerasan anak lebih bersifat sebagai
bentuk penganiayaan fisik dengan terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang anak.
Jika kekerasan terhadap anak didalam rumah tangga dilakukan oleh orang tua,
maka hal tersebut dapat disebut kekerasan dalam rumah tangga. Tindak kekerasan rumah
tangga yang termasuk di dalam tindakan kekerasan rumah tangga adalah memberikan
penderitaan baik secara fisik maupun mental di luar batas-batas tertentu terhadap orang
lain yang berada di dalam satu rumah; seperti terhadap pasangan hidup, anak, atau orang
tua dan tindak kekerasan tersebut dilakukan di dalam rumah.
Sedangkan Child Abuse adalah semua bentuk kekerasan terhadap anak yang
dilakukan oleh mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas anak tersebut atau
mereka yang memiliki kuasa atas anak tersebut, yang seharusnya dapat di percaya,
misalnya orang tua, keluarga dekat, dan guru.
Nadia (2004) mengartikan kekerasan terhadap anak sebagai bentuk penganiayaan
baik fisik maupun psikis. Penganiayaan fisik adalah tindakan-tindakan kasar yang
mencelakakan anak, dan segala bentuk kekerasan fisik pada anak yang lainnya.
Sedangkan penganiayaan psikis adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan
anak. Alva menambahkan bahwa penganiayaan pada anak-anak banyak dilakukan oleh
orangtua atau pengasuh yang seharusnya menjadi seorang pembimbing bagi anaknya
untuk tumbuh dan berkembang.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kekerasan terhadap anak
adalah segala bentuk perlakuan baik secara fisik maupun psikis yang berakibat
penderitaan terhadap anak. Child abuse atau perlakuan yang salah terhadap anak
didefinisikan sebagai segala perlakuan buruk terhadap anak ataupun adolens oleh orang
tua, wali, atau orang lain yang seharusnya memelihara, menjaga, dan merawat mereka.
Child abuse adalah suatu kelalaian tindakan atau perbuatan orangtua atau orang
yang merawat anak yang mengakibatkan anak menjadi terganggu mental maupun fisik,
perkembangan emosional, dan perkembangan anak secara umum.
Sementara menurut U.S Departement of Health, Education and Wolfare
memberikan definisi Child abuse sebagai kekerasan fisik atau mental, kekerasan seksual
dan penelantaran terhadap anak dibawah usia 18 tahun yang dilakukan oleh orang yang
seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak, sehingga keselamatan dan
kesejahteraan anak terancam.
2. Physical Abuse
Cedera yang dialami oleh seorang anak bukan karena kecelakaan atau tindakan
yang dapat menyebabkan cedera serius pada anak, atau dapat juga diartikan sebagai
tindakan yang dilakukan oleh pengasuh sehingga mencederai anak. Biasanya berupa
luka memar, luka bakar atau cedera di kepala atau lengan.
Indikator fisik – luka memar, gigitan manusia, patah tulang, rambut yang tercabut,
cakaran. Indikator perilaku – waspada saat bertemu degan orang dewasa, berperilaku
ekstrem seerti agresif atau menyendiri, takut pada orang tua, takut untuk pulang ke
rumah, menipu, berbohong, mencuri.
3. Neglect
Kegagalan orang tua untuk memberikan kebutuhan yang sesuai bagi anak, seperti
tidak memberikan rumah yang aman, makanan, pakaian, pengobatan, atau
meninggalkan anak sendirian atau dengan seseorang yang tidak dapat merawatnya.
Indikator fisik–kelaparan, kebersihan diri yang rendah, selalu mengantuk,
kurangnya perhatian, masalah kesehatan yang tidak ditangani.
Indikator kebiasaan. Meminta atau mencuri makanan, sering tidur, kurangnya
perhatian pada masalah kesehatan, masalah kesehatan yang tidak ditangani, pakaian
yang kurang memadai ( pada musim dingin ), ditinggalkan.
4. Sexual Abuse
Termasuk menggunakan anak untuk tindakan sexual, mengambil gambar
pornografi anak-anak, atau aktifitas sexual lainnya kepada anak. Indikator fisik ,
kesulitan untuk berjalan atau duduk, adanya noda atau darah di baju dalam, nyeri atau
gatal di area genital, memar atau perdarahan di area genital / rektal, berpenyakit
kelamin.
Indikator kebiasaan pengetahuan tentang seksual atau sentuhan seksual yang tidak
sesuai dengan usia, perubahan pada penampilan, kurang bergaul dengan teman
sebaya, tidak mau berpartisipasi dalam kegiatan fisik, berperilaku permisif /
berperilaku yang menggairahkan, penurunan keinginan untuk sekolah, gangguan
tidur, perilaku regressif ( misal: ngompol ).
C. ETIOLOGI
Menurut Helfer dan Kempe dalam Pillitery ada 3 faktor yang menyebabkan child
abuse, yaitu:
1. Orang tua memiliki potensi untuk melukai anak-anak. Orang tua yang memiliki
kelainan mental, atau kurang kontrol diri daripada orang lain, atau orang tua tidak
memahami tumbuh kembang anak, sehingga mereka memiliki harapan yang tidak
sesuai dengan keadaan anak. Dapat juga orang tua terisolasi dari keluarga yang lain,
bisa isolasi sosial atau karena letak rumah yang saling berjauhan dari rumah lain,
sehingga tidak ada orang lain yang dapat memberikan support kepadanya.
2. Menurut pandangan orang tua anak terlihat berbeda dari anak lain. Hal ini dapat
terjadi pada anak yang tidak diinginkan atau anak yang tidak direncanakan, anak yang
cacat, hiperaktif, cengeng, anak dari orang lain yang tidak disukai, misalnya anak
mantan suami/istri, anak tiri, serta anak dengan berat lahir rendah (BBLR). Pada anak
BBLR saat bayi dilahirkan, mereka harus berpisah untuk beberapa lama, padahal
pada beberapa hari inilah normal bonding akan terjalin.
3. Adanya kejadian khusus : Stress. Stressor yang terjadi bisa jadi tidak terlalu
berpengaruh jika hal tersebut terjadi pada orang lain. Kejadian yag sering terjadi
misalnya adanya tagihan, kehilangan pekerjaan, adanya anak yang sakit, adanya
tagihan, dll. Kejadian tersebut akan membawa pengaruh yang lebih besar bila tidak
ada orang lain yang menguatkan dirinya di sekitarnya Karena stress dapat terjadi pada
siapa saja, baik yang mempunyai tingkat sosial ekonomi yag tinggi maupun rendah,
maka child abuse dapat terjadi pada semua tingkatan.
Menurut Rusel dan Margolin, wanita lebih banyak melakukan kekerasan pada
anak, karena wanita merupakan pemberi perawatan anak yang utama. Sedangkan laki-
laki lebih banyak melakukan sex abuse, ayah tiri mempunyai kemungkinan 5 sampai 8
kali lebih besar untuk melakukannya daripada ayah kandung (Smith dan Maurer).
F. MEKANISME KOPING.
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien
untuk melindungi diri antara lain :
1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal.
Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek
lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah
untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi :Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya
tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam
sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan,
sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi
itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman
dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-
perangan dengan temannya.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Perawat seringkali menjadi orang yang pertamakali menemui adanya tanda
adanya kekerasan pada anak (lihat indicator fisik dn kebiasaan pada macam-macam child
abuse di atas). Saat abuse terjadi, penting bagi perawat untuk mendapatkan seluruh
gambarannya, bicaralah dahulu dengan orang tua tanpa disertai anak, kemudian
menginterview anak.
1. Identifikasi orang tua yang memiliki anak yang ditempatkan di rumah orang lain atau
saudaranya untuk beberapa waktu.
2. Identifikasi adanya riwayat abuse pada orang tua di masa lalu, depresi, atau masalah
psikiatrik.
3. Identifikasi situasi krisis yang dapat menimbulkan abuse
4. Identifikasi bayi atau anak yang memerlukan perawatan dengan ketergantungan
tinggi (seperti prematur, bayi berat lahir rendah, intoleransi makanan,
ketidakmampuan perkembangan, hiperaktif, dan gangguan kurang perhatian)
5. Monitor reaksi orang tua observasi adanya rasa jijik, takut atau kecewa dengan jenis
kelamin anak yang dilahirkan.
6. Kaji pengetahuan orang tua tentang kebutuhan dasar anak dan perawatan anak.
7. Kaji respon psikologis pada trauma
8. Kaji keadekuatan dan adanya support system
9. Situasi Keluarga
1. Psikososial
Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau
Gagal tumbuh dengan baik
Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan psikososial
With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa
2. Muskuloskeletal
Fraktur
Dislokasi
Keseleo (sprain)
3. Genito Urinaria
Infeksi saluran kemih
Perdarahan per vagina
Luka pada vagina/penis
Nyeri waktu miksi
Laserasi pada organ genetalia eksternal, vagina, dan anus.
4. Integumen
Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)
Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi
Adanya tanda2 gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan
Bengkak.
Evaluasi diagnostic
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perilaku kekerasan berhubungan dengan keluarga tidak harmonis ,harga diri rendah.
2. Isolasi social berhubungan dengan koping keluarga inefektif, keluarga yang tidak
harmonis.
3. Koping keluarga inefektif berhubungan dengan keluarga tidak harmonis.
4. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan.
Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang
lain
Kriteria hasil:
Intervensi :
2. Isolasi social berhubungan dengan perilaku kekerasan, keluarga yang tidak harmonis.
Tujuan
Klien dapat menerima interaksi social terhadap individu lainya.
Kriteria hasil
Intervensi
1. Psikoterapeutik.
a. Bina hubungan saling percaya
Buat kontrak dengan klien : memperkenalkan nama perawat dan waktu
interaksi dan tujuan.
Ajak klien bercakap-cakap dengan memanggil nama klien, untuk
menunjukkan penghargaan yang tulus.
Jelaskan kepada klien bahwa informasi tentang pribadi klien tidak akan
diberitahukan kepada orang lain yang tidak berkepentingan.
Selalu memperhatikan kebutuhan klien.
b. Berkomunikasi dengan klien secara jelas dan terbuka
Bicarakan dengan klien tentang sesuatu yang nyata dan pakai istilah yang
sederhana
Gunakan komunikasi verbal dan non verbal yang sesuai, jelas dan teratur.
Bersama klien menilai manfaat dari pembicaraannya dengan perawat.
Tunjukkan sikap empati dan beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaanya
c. Kenal dan dukung kelebihan klien
Tunjukkan cara penyelesaian masalah (koping) yang bisa digunakan
klien, cara menceritakan perasaanya kepada orang lain yang
terdekat/dipercaya.
Bahas bersama klien tentang koping yang konstruktif
Dukung koping klien yang konstruktif
Anjurkan klien untuk menggunakan koping yang konstruktif.
d. Bantu klien mengurangi cemasnya ketika hubungan interpersonal
Batasi jumlah orang yang berhubungan dengan klien pada awal terapi.
Lakukan interaksi dengan klien sesering mungkin.
Temani klien beberapa saat dengan duduk disamping klien.
Libatkan klien dalam berinteraksi dengan orang lain secara bertahap,
dimulai dari klien dengan perawat, kemudian dengan dua perawat,
kemudian ditambah dengan satu klien dan seterusnya.
Libatkan klien dalam aktivitas kelompok.
2. Pendidikan kesehatan
a. Jelaskan kepada klien cara mengungkapkan perasaan selain dengan kata-kata
seperti dengan menulis, menangis, menggambar, berolah-raga, bermain
musik, cara berhubungan dengan orang lain : keuntungan berhubungan
dengan orang lain.
b. Bicarakan dengan klien peristiwa yang menyebabkan menarik diri.
c. Jelaskan dan anjurkan kepada keluarga untuk tetap mengadakan hubungan
dengan klien.
d. Anjurkan pada keluarga agar mengikutsertakan klien dalam aktivitas
dilingkungan masyarakat.
3. Kegiatan hidup sehari-hari
a. Bantu klien dalam melaksanakan kebersihan diri sampai dapat
melaksanakannya sendiri.
b. Bimbing klien berpakaian yang rapi
c. Batasi kesempatan untuk tidur
d. Sediakan sarana informasi dan hiburan seperti : majalah, surat kabar, radio
dan televisi.
e. Buat dan rencanakan jadwal kegiatan bersama-sama klien.
4. Lingkungan Terapeutik
a. Pindahkan barang-barang yang dapat membahayakan klien maupun orang
lain dari ruangan.
b. Cegah agar klien tidak berada didalam ruangan yang sendiri dalam jangka
waktu yang lama.
c. Beri rangsangan sensori seperti : suara musik, gambar hiasan di ruangan.
Intervensi
Kriteria hasil:
Intervensi :
A. Pengertian Bullying
Istilah bullying sendiri menurut American Psychology Association pada tahun
2013 adalah “a form of aggressive behavior in which someone intentionally and
repeatedly causes another person injury or discomfort. Bullying can take the form of
physical contact, words or more subtle actions.” yang berarti bullying merupakan bentuk
perilaku yang agresif atau termasuk perilaku agresi karena dilakukan secara berulang kali
sehingga membuat orang lain merasakan ketidaknyamanan. Bentuk bullying termasuk
kontak fisik, kata-kata atau tindakan yang lebih halus.
Perilaku bullying ialah penyalahgunaan kuasa yang dilakukan individu baik
dalam konteks psikologis maupun fisik yang terjadi berulang-ulang terhadap individu
yang memiliki daya tahan atau proses adaptasi yang lemah terhadap suatu kelompok
(Yusuf & Fahrudin, 2012). Bullying erat dikaitkan dengan perilaku agresi. Perilaku agresi
sendiri menurut (Baron & Byrne,1994; Brehm & Kassin,1993; Bringham,1991 dalam
Suryanto, Bagus Ani Putra, Herdiana, & Nur Alfian, 2012) adalah perilaku yang dengan
sengaja dimasudkan untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikisnya.
Perilaku atau perbuatan bullying yang terjadi di kalangan remaja memiliki bentuk
yang beragam antara lain bullying fisik, bullying verbal, bullying relasional dan bullying
elektronik. Bullying fisik adalah perilaku yang dengan sengaja menyakiti atau melukai
fisik orang lain, bullying verbal adalah perilaku yang dilakukan dengan mengucapkan
perkataan yang menyakiti atau menghina orang lain, bullying relasional adalah perilaku
yang mengucilkan atau mengintimidasi orang lain dalam pergaulan, sedangkan bullying
elektronik adalah perilaku yang menyakiti orang lain dengan menggunakan jejaring sosial
(Budiarti, 2013).
Salah satu contohnya adalah seperti yang kita ketahui, beberapa tahun terakhir
sering terjadi bullying pada saat penerimaan siswa baru (MOS) dimana kakak tingkat
sebagai panitia melakukan kekerasan kepada para siswa baru. Awalnya, para kakak
tingkat memberikan tugas-tugas yang harus diselesaikan oleh para siswa baru sebagai
“prasyarat” agar dapat diterima sebagai warga sekolah tersebut. Tapi sering kali
pemberian tugas tersebut diiringi oleh bullying baik secara verbal maupun non verbal,
seperti ejekan dan makian. Bahkan sering kali bullying tersebut akhirnya berujung pada
kematian.
Termasuk dalam kasus tersebut, pelaku bullying menyiksa korban untuk
mendapatkan status yang lebih tinggi di kelompok dan pelaku memerlukan orang lain
untuk menyaksikan kekuasaanya. Dalam salah satu penelitian, pelaku bullying hanya
ditolak oleh kawan sebaya dimana mereka menjadi ancaman (Veenstra dkk, 2010 dalam
Santrock, 2012). Dan dalam penelitian lain, pelaku bullying sering berafiliasi atau dalam
beberapa kasus mempertahankan posisi mereka dalam kelompok yang populer (Wivliet
dkk, 2010 dalam Santrock, 2012).
-data yang dijelaskan sebelumnya memberi identifikasi bahwa ada kondisi yang
tidak normal dalam tahap perkembangan anak. Namun, persoalan bullying ini seringkali
terjadi pada anak-anak terlebih pada remaja. Hal ini dikarenakan masa remaja adalah
masa peralihan atau masa transisi dimana pada tahap perkembangan ini remaja
dihadapkan dengan persoalan identitas dan keraguan akan peran setiap individu
(Margaretha & Nindya, 2012). Dan hal ini sejalan dengan salah satu teori dalam
psikologi perkembangan yaitu teori psikososial yang dikemukakan oleh Erik Erikson.
1. Memberikan pengertian bahwa rasa aman dan nyaman adalah hak dan milik
seluruh orang.
2. Menyadarkan kepada seluruh orang di sekolah bahwa bullying dalam bentuk
apapun tidak dapat ditolelir.
3. Membekali siswa untuk membuat keputusan
4. Membantu siswa dalam membentuk orang yang mereka percayai
Penentuan Masalah
Penjajakan Tahap 1
1. Ancaman Kesehatan
Ancaman kesehatan adalah keadaan yang dapat menyebabkan tejadinya penyakit,
kecelakaan atau kegagalan dalam pencapaian potensi kesehatan.
2. Kurang/Tidak Sehat
Kurang/tidak sehata dalah kegagalan dalam memantapkan kesehatan yang
meliputi keadaan sakit apakah telah tediagnosa atau belum dan kegagalan tumbuh-
kembang sesuai dengan kecepatan yang normal.
3. Krisis
Krisis adalah kondisi yang telalu menuntut individu atau keluarga dalam hal
penyusuaian dan sumber daya luar batas kemampuan mereka. Kondisi krisis antara laian
pernikahan, kehamilan, persalinan, masa nifas, masa menjadi orang tua, penambahan
anggota baru seperti bayi baru lahir dan orang kost, abortus, masa anak masuk sekolah,
masa remaja, kondisi kehilangan pekerjaan kematian anggota keluarga, pindah rumah,
kelahiran diluar pernikahan.
Penjajakan Tahap 2
1. Pengertian
Trafficking merupakan suatu bentuk kejahatan kemanusiaan yang sangat
kompleks.trafficking tidak lagi sekedar praktik kebudakan manusia oleh manusia
sebagaimana telah terjadi pada masalalu, melainkan proses nya dilakukan dengan
kekerasan fisik, mental, seksual, penindasan, social, dan ekonomi dengan modus yang
sangat beragam, mulai dengan cara yang halus seperti bujukan dan penipuan sampai
dengan cara yang kasar seperti paksaan dan perampasan (Wyatt,2009) Perdagangan anak
adalah Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang,
dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk bentuk pemaksaan lain,
penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan,
memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang
mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. (PBB dan ODCCP
Office for Drug Control and Crime Prevention) Human Trafficking Istilah dalam
perdagangan manusia ini dapat diartikan sebagai “rekrutmen, transportasi, pemindahan,
penyembunyian atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan,
penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan ataupun
menerima atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari
orang yang memegang kendali atas oranglain tersebut, untuk kepentingan eksploitasi
yang secara minimal termasuk eksploitasi lewat prostitusiatau bentuk-bentuk eksploitasi
seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktekpraktek - praktek
lain yang serupa dengan perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ-organ
organ-organ tubuh.”(Sumber: tubuh.”(Sumber: Pasal 3, Protokol untuk Mencegah,
Menekan dan Menghukum Perdagangan Manusia, terutamaPerempuan dan Anak, sebagai
tambahan terhadap Terorganisir Transnasional, 2000) Konvensi PBB menentang
Kejahatan.
2. Faktor-faktor pendorong terjadinya Trafficking a.
a. Kemiskinan (Permasalahan Ekonomi) Semenjak terjadinya krisis ekonomi mulai
tahun 1997, semuanya berdampak kepada seluruh elemen masyarakat. Perekonomian
semakin sulit, semakin banyak rakyat yang tidak mampu untuk membiayai
keluarganya khususnya anaknya. Mulai dari biaya pendidikan, hingga biaya
kehidupan sehari-hari. Himpitan perekonomian itu membuat keluarga khususnya
orangtua semakin mudah terbujuk rayu oleh agen atau pelaku perdagangan anak
dengan iming-iming serta janji palsu akan pekerjaan yang dapat membuat hidup lebih
baik lagi dengan gaji yang besar. Ketidakjelasan akan pekerjaan juga membuat orang
menjadi pasrah dalam menerima pekerjaan untuk dipekerjakan sebagai apa saja dan
hal ini yang membuat para pelaku menargetkan anak sebagai korban.
b. Kurangnya Pendidikan dan Informasi Pendidikan yang memadai tentunya akan
sangat membantu masyarakat agar tidak terjebak dalam kasus perdagangan anak.
Kekurangtahuan akan informasi informasi mengenai perdagangan anak membuat
orang-orang lebih mudah untuk terjebak menjadi korban perdagangan anak
khususnya di pedesaan dan terkadang tanpa disadari pelaku perdagangan anak tidak
menyadari bahwa ia sudah melanggar hukum. Para korban perdagangan perdagan gan
biasanya susah untuk mencari bantuan dinegara dimana mereka dijual karena mereka
tidak memiliki kemampuan unutuk menggnakan bahasa dinegara tersebut.
c. Kurangnya Kepedulian Orang Tua Tidak jarang ditemukan orang tua yang kurang
peduli untuk membuat akta kelahiran sang anaknya dengan berbagai alasan. Orang
tanpa tanda pengenal yang memadai lebih mudah menjadi korban trafficking karena
usia dan kewarganegaraan mereka tidak terdokumentasi. Sehingga pelaku dapat
melakukan aksinya tanpa khawatir identitas korban tidak mudah terlacak. Anak- anak
korban trafficking misalnya, lebih mudah diwalikan ke orang dewasa manapun yang
memintanya.
3. Karakteristik
Karakteristik anak- anak yang rentan diperdagangkan diperdagangkan
Perdagangan anak adalah suatu permasalahan yang berdampak pada negara diseluruh
dunia. Pada umumnya alur perdagangan adalah dari megara-negara yang kurang
berkembang menuju negara-negara industri, termasuk amerika serikat atau menuju
negara-negara tetangga yang secara marjinal mempunyai standard hidup yang lebih baik.
Adapun karakteristik anak-anak yang rentan di perdagangkan, meliputi:
4. Beberapa bentuk perdagangan manusia yang terjadi pada perempuan dan anak
a. Kerja paksa seks dan ekploitasi Seks – Seks – baik baik diluar maupun di dalam
negeri. Dalam banyak kasus, perempuan dan anak-anak dijanjikan bekerja sebagai
buruh migran, PRT, pekerja restoran, penjaga toko, atau pekerjaan tanpa keahlian
tetapi kemudian dipaksa bekerja pada industri seks saat mereka tiba di daerah tujuan.
Kasus lain menyebutkan, beberapa perempuan tahu bahwa mereka akan memasuki
industri seks tetapi mereka ditipu dengan kondisi kerja dan mereka dikekang dibawah
paksaan dan tidak diperbolehkan menolak bekerja.
b. Pembantu Rumah Tangga (PRT). Baik diluar maupun didalam negeri, anak yang
diperdagangkan ke dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang termasuk jam kerja
wajib yang sangat panjang, penyekapan illegal, upah yang tidak dibayar atau
dikurangi, kerja karena jeratan utang, penyiksaan fisik ataupun psikoligis,
penyerangan seksual, tidak diberi makan atau kurang makanan, dan tidak boleh
menjalankan agamanya atau diperintah untuk melanggar agamanya. Beberapa
majikan dan agen menyita paspor dan dokumen lain untuk memastiklan para
pembantu tersebut tidak mencoba melarikan diri.
c. Bentuk lain dari kerja migran . Baik diluar maupun dalam negeri, meskipun banyak
orang Indonensia yang bermigrasi sebagai seba gai PRT , yang lainnya dijanjikan
mendapatkan pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian dipabrik, restoran, industri
cottage, atau toko kecil. Beberapa dari buruh migran ini ditarik kedalam kondisi kerja
yang sewenangwenang dan berbahaya dengan bayaran sedikit atau bahkan tidak
dibayar sama sekali. Banyak juga yang dijebak ketempat kerja seperti melalui jeratan
utang, paksaan atau kekerasan.
a. Sanggar belajar dan tempat pendampingan bagi pendampingan bagi anak dan
masyarakat.
b. Catch-up Education (CE), (CE), yaitu yaitu kegiatan persiapan masuk kembali
sekolah bagi anak-anak yang telah putus sekolah maupun mereka yang rawan putus
sekolah, baik di SD maupun SLTP. Kegiatan ini berlangsung dalam dua bulan
sebanyak 24 sesi pada bulan Mei dan Juni menjelang tahun ajaran baru.
c. Program beasiswa untuk anak-anak.
d. Perpustakaan Keliling juga untuk meningkatkan minat baca anak menyediakan
buku-buku pelajaran dan bacaan untuk anak-anak SD dan SLTP.
e. Pelatihan keterampilan kerja
f. Pelatihan guru SD dan SLTP untuk meningkatkan sensivitas dan responsivitas
mereka terhadap masalah trafiking dengan meningkatkan kemampuannya dalam
melaksanakan tugas-tugas mendidik dan mengajar.
g. Radio Komunitas Komunitas yang bertujuan untuk menyebarluaskan informasi
pendidikan untuk penyadaran masyarakat.
Adapun ada penanggulangan lain yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah
trafficking yaitu :
1. Pemetaan masalah perdagangan orang Indonesia ,baik untuk tujuan domestik maupun
luar negeri
2. Peningkatan pendidikan masyarakat, khususnya pendidikan alternative bagi anak-
anak dan perempuan, termasuk dengan sarana dan prasarana pendidikannya
3. Peningkatan pengetahuan masyarakat melalui pemberian informasi seluasluasnya
tentang perdagangan orang beserta seluruh aspek yang terkait dengannya
4. Perlu di upayakan adanya jaminan aksesibilitas bagi keluarga khususnya perempuan
dan anak untuk memperoleh pendidikan, pelatihan, peningkatan pendapatan dan
pelayanan social.
5. Pemerintah bersama LSM banyak mensosialisasikan undang-undang tindak
perdagangan orang ke masyarakat. Seringnya memberikan pencerahan terhadap
undang-undang tersebut ke masyarakat, maka kasus trafficking yang melibatkan anak
dibawah umur dan perempuan akan dapat dicegah.
6. Masyarakat berperan serta membantu upaya pencegahan dan penanganan korban
tindak pidana perdagangan orang denngan aktif memberikan informasi dan
melaporkan jika ada kejadian kepada penegak hokum atau pihak berwajib, atau turut
serta dalam menangani korban. Sebagai S ebagai pelapor, namanya di lindungi dan di
rahasiakan. Dalm hal ini pemerintah wajib membuka akses selua-luasnya bagi peran
serta masyarakat baik nasional maupun internasional sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan. Untuk mengektifkan penyelenggaraan pencegahan dan
pemberantasan tindakan pidana perdagangan orang, pemerintah republic Indonesia
wajib melaksanakan kerjasama internasional, baik bersifat bilateral, regional,maupun
multilateral
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
DIAGNOSA KEPERAWATAN
SP I p SP I k
SP II p
SP II k
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan harga diri rendah
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung keluarganya yang mengalami harga
diri rendah
SP III k
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk minum obat (discharge
planning)
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA NARAPIDANA
A. KONSEP MEDIS
1. DEFENISI
Setiap narapidana mempunyai hak dan kewajiban yang sudah diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.Narapidana yang ditahan dirutan dengan cara tertentu
menurut Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP)
pasal 1 dilakukan selama proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan untuk
disidangkan di pengadilan.Pihak-Pihak yang menahan adalah Penyidik, Penuntut
Umum, Hakim dan mahkamah agung.Pada pasal 21 KUHAP Penahanan hanya
dapat dilakukan terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana termasuk pencurian.
Batas waktu penahanan bervariasi sejak ditahan sampai dengan 110 hari sesuai kasus dan
ketentuan yang berlaku.
2. ETIOLOGI
Faktor-faktor penyebab kejahatan sehingga sesorang menjadi narapidana adalah:
a. Faktor ekonomi
Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi baru dengan produksi besar-besaran, persaingan bebas,
menghidupkan konsumsi dengan jalan periklanan, cara penjualan modern
dan lain-lain, yaitu menimbulkan keinginan untuk memiliki barang dan sekaligus
mempersiapkan suatu dasar untuk kesempatan melakukan penipuan-penipuan
Pendapatan
Dalam keadaan krisis dengan banyak pengangguran dan gangguan ekonomi
nasional, upah para pekerja bukan lagi merupakan indeks keadaan ekonomi pada
umumnya. Maka dari itu perubahan-perubahan harga pasar (market fluctuations)
harus diperhatikan
Pengangguran
Di antara faktor-faktor baik secara langsung atau tidak, mempengaruhi
terjadinya kriminalitas, terutama dalam waktu-waktu krisis, pengangguran
dianggap paling penting. Bekerja terlalu muda, tak ada pengharapan maju,
pengangguran berkala yang tetap, pengangguran biasa, berpindahnya pekerjaan
dari satu tempat ke tempat yang lain, perubahan gaji sehingga tidak mungkin
membuat anggaran belanja, kurangnya libur, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pengangguran adalah faktor yang paling penting
b. Faktor Mental
Agama
Kepercayaanhanya dapat berlaku sebagai suatu anti krimogemis bila
dihubungkan dengan pengertian dan perasaan moral yang telah meresap
secara menyeluruh. Meskipun adanya faktor-faktor negatif , memang merupakan
fakta bahwa norma-norma etis yang secara teratur diajarkan oleh bimbingan agama
dan khususnya bersambung pada keyakinan keagamaan yang sungguh,
membangunkan secara khusus dorongan-dorongan yang kuat untuk melawan
kecenderungan-kecenderungan kriminal.
Bacaan dan film
Sering orang beranggapan bahwa bacaan jelek merupakan faktor
krimogenik yang kuat, mulai dengan roman-roman dari abad ke-18, lalu dengan
cerita-cerita dan gambar-gambar erotis dan pornografi, buku-buku picisan lain
dan akhirnya cerita-cerita detektif dengan penjahat sebagai pahlawannya,
penuh dengan kejadian berdarah. Pengaruh crimogenis yang lebih langsung
dari bacaan demikian ialah gambaran suatu kejahatan tertentu dapat berpengaruh
langsung dan suatu cara teknis tertentu kemudian dapat dipraktekkan oleh
si pembaca. Harian-harian yang mengenai bacaan dan kejahatan pada
umumnyajuga dapat berasal dari koran-koran. Di samping bacaan-bacaan
tersebut di atas, film (termasuk TV) dianggap menyebabkan pertumbuhan
kriminalitas tertutama kenakalan remaja akhir-akhir ini
c. Faktor Pribadi
Umur
Meskipun umur penting sebagai faktor penyebab kejahatan, baik secara yuridis
maupun kriminal dan sampai suatu batas tertentu berhubungan dengan faktor-faktor
seks/kelamin dan bangsa, tapi faktor-faktor tersebut pada akhirnya merupakan
pengertian-pengertian netral bagi kriminologi. Artinya hanya dalam kerjasamanya
dengan faktor-faktor lingkungan mereka baru memperoleh arti bagi
kriminologi. Kecenderungan untuk berbuat antisocial bertambah selama masih
sekolah dan memuncak antara umur 20 dan 25, menurun perlahan-lahan sampai
umur 40, lalu meluncur dengan cepat untuk berhenti sama sekali pada hari tua.
Kurve/garisnya tidak berbeda pada garis aktivitas lain yang tergantung dari irama
kehidupan manusia
Alkohol
Dianggap faktor penting dalam mengakibatkan kriminalitas, seperti
pelanggaran lalu lintas, kejahatan dilakukan dengan kekerasan, pengemisan,
kejahatan seks, dan penimbulan pembakaran, walaupun alcohol merupakan
faktor yang kuat, masih juga merupakan tanda tanya, sampai berapa jauh
pengaruhnya.3.PerangMemang sebagai akibat perang dan karena keadaan
lingkungan, seringkali terjadi bahwa orang yang tadinya patuh terhadap hukum,
melakukan kriminalitas. Kesimpulannya yaitu sesudahperang, ada krisis-krisis,
perpindahan rakyat ke lain lingkungan, terjadi inflasi dan revolusi ekonomi. Di
samping kemungkinan orang jadi kasar karena perang, kepemilikan senjata api
menambah bahaya akan terjadinya perbuatan-perbuatan kriminal.
4. KLASIFIKASI
Berdasarkan populasi narapidana yang mempunyai masalah kesehatan pada
lembaga pemasyarakatan, yaitu :
a. Wanita
Masalah kesehatan yang ada mungkin lebihkomplek misalnya tahanan wanita
yang dalam keadaan hamil, meninggalkan anak dalam pengasuhan orang lain
(terpisah dari anak), korban penganiayaan dan kekerasan social,
penyalahgunaan obat terlarang. Tetapi pelayanan kesehatan yang selama ini
diberikan belum cukup maksimal untuk memenuhi kebutuhan mereka seperti
pemeriksaan ginekologi untuk wanita hamil dan korbankekerasan seksual.
NCCHC menawarkan ketentuan-ketentuan berikut untuk pemenuhan
pelayanan kesehatan :
- LP memberikan pelayanan lengkap secara rutin termasuk pemeriksaan ginekologi
secara koprehensif.
- Pelayanan kesehatan komprehensif meliputi kesehatan reproduksi, korban
dari penipuan, konseling berkaitan dengan peran sebagai orang tua dan pemakaian
obat-obatan dan alcohol
b. Remaja
Meningkatnya jumlah remaja yang terlibat tindakkriminal membuat mereka
harus ikut dihukum dan ditahan seperti orang dewasa. Hal ini akan menghalagi
pemenuhan kebutuan untuk berkembang seperti perkembangan fisik, emosi dan
nutrisi yang dibutuhkan. Para remaja ini akan mempunyai masalah-masalah
kesehatan seperti kekerasan seksual, penyerangan oleh tahanan lain atau
tindakan bunuh diri. Disini perawat harus memantau tingkat
perkembangan dan pengalaman mereka dan perlu waspada bahwa pada usia ini
paling rentan terkena masalah kesehatan.
5. PENATALAKSANAAN
a. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang
lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk
kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau
latihan bersama. (Maramis,2005,hal.231)
b. Keperawatan
Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok
stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi
aktivitas kelompok stimulasi realita dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi
(Keliat dan Akemat,2005,hal.13). Dari empat jenis terapi aktivitas kelompok
diatas yang paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep
diri harga diri rendah adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi.Terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang
mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau
kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat
berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.(Keliat dan
Akemat,2005).
c. Terapi kerja
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan
partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi
ini berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang,
pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar
mandiri, tidak tergantung pada pertolongan orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2009
Terapi kerja pada narapidana laki laki
1. Pelatih binatang
Bekerja sebagai pelatih sekaligus merawat binatang-binatang
dianggap dapat membantu narapidana untuk mendapatkan terapi
secara psikologis dan menjadi lebih terlatih secara emosional.
Binatang yang dilatih tidak hanya binatang peliharaan, namun
juga binatang yang ditinggalkan atau dibuang oleh pemiliknya.
Diharapkan nantinya binatang binatang ini juga dapat berguna di
masyarakat, sama seperti narapidana yang mendapatkan pelatihan untuk
dapat diterima dan bekerja dengan masyarakat lainnya
2. Bidang kuliner
Dapur yang ada di penjara juga dapat dimanfaatkan sebagaipelatihan
memasak bagi para narapidana. Meskipun ada yang mendapatkan
pekerjaan sederhana seperti membuka kaleng, banyak pula yang
mendapatkan pelatihan memasak secara khusus, mulai dari membuat
menu hingga menyusun anggaran. Beberapa penjara juga bekerja sama
dengan restoran lokal untuk memberi pelatihan ini. Selain itu, dengan
pekerja di dapur, mereka tidak perlu banyak berinteraksi dengan
masyarakat yang mungkin memandang negative
3. Konseling
Meskipun Anda mungkin tidak berencana untuk berkonsultasi pada
mantan penjahat, namun dipenjara, narapidana diberikan pengetahuan
mengenai rehabilitasi dan terapi konseling. Hal ini dikarenakan
narapidana memiliki pengalaman yang membuat mereka lebih mengerti
mengenai tindak kejahatan.
Dengan pelatihan ini, mereka diharapkan untuk dapat memberikan
konseling dengan lebih baik kepada orang-orang yang bermasalah
berdasarkan pengalaman pribadi mereka serta pelatihan yang mereka
terima.
Terapi kerja pada anak
- Keterampilan
Agar narapidana anak menjadi terampil dan juga sebagai bekal
baginya setelah kembali kemasyarakat nantinya, kepada mereka di
berikan latihan kerja. Pemberian latihan kerja ini dapat dilakukan
oleh lembaga pemasyarakatan sedangkan tempat penentuan kerja
dan jenis pekerjaan yang akan diberikan kepada narapidana
ditetapkan oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan. Latihan kerja ini
berupa latihan kerja dibidang pertanian, Perkebunan, Pengelasan,
Penjahitan dan lain sebagainya.
Terapi kerja pada narapidana perempuan
Program pembentukan perilaku wirausaha narapidana diLapas IIB
Sleman dilaksanakan melalui pembinaan soft kill dan hard skill dengan
pendekatan perilaku wirusaha. Pembinaan soft skill yang dilaksanakan yaitu
pembinaan intelektual, pembinaan kerohanian dan pembinaan
rekreatif.Pembinaan hard skill yang dilaksanakan yaitu pembinaan
keterampilan dan kemandirian melalui bimbingan kerja.Ketrampilan
khusus yang di latihkan pada naraidana perempuanberupa ketrampilan hidup
sepertipertukangan kayu, kerajinan sapu, las listrik, batik tulis, kerajinan
sangkar burung,perkebunan, dan pembuatan souvenir.
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identifikasi klien
Nama
Umur
Jenis kelamin
Tanggal dirawat
Tanggal pengkajian
Nomor rekam medis
2. Faktor predisposisi
Genetik
Neurobiologis : penurunan volume otak dan perubahan sistem
neurotransmiter.
Teori virus dan infeksi
3. Faktor presipitasi
Biologis
Sosial kutural
Psikologi
4. Penilaian terhadap stress
5. Sumber koping
Disonasi kognitif ( gangguan jiwa aktif )
Pencapaian wawasan
Kognitif yang konstan
Bergerak menuju prestasi kerja
6. Mekanisme koping
Regresi( berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan pengeluaran
sejumlah besar tenaga dalam upaya mengelola anxietas)
Proyeksi ( upaya untuk menjelaskan presepsi yang membingungkan dengan
menetapkan tanggung jawab kepada orang lain)
Menarik diri
Pengingkaran
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Harga diri rendah
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh
dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. (Gail. W.
Stuart, 2007).
Tanda dan gejala dari HDR meliputi DS dan DO yaitu :
DS:
Mengejek dan mengkritik diri.
Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri sendiri.
Menunda keputusan.
Merusak diri: harga diri rendah menyokong klienuntuk mengakhiri hidup.
Perasaan tidak mampu.
Pandangan hidup yang pesimitis.
Tidak menerima pujian.
Penurunan produktivitas.
Penolakan tehadap kemampuan diri
DO :
Mengalami gejala fisik, misal: tekanan darah tinggi, gangguan
penggunaan zat.
Kurang memperhatikan perawatan diri.
Berpakaian tidak rapi
Berkurang selera makan.
Tidak berani menatap lawan bicara.
Lebih banyak menunduk.
Bicara lambat dengan nada suara lemah.
Merusak atau melukai orang lain.
Sulit bergaul.
Menghindari kesenanganyang dapat memberi rasa puas.
Menarik diri dari realitas, cemas, panic, cemburu, curiga dan
halusinasI
Faktor presipitasi dalam HDR yang mana stressor pencetus dapat berasal dari internal
dan eksternal, yaitu:
Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiwa
yang mengancam kehidupan.
Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dan
individu mengalaminya sebagai frustasi.
RENTANG RESPON
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Harga Diri Rendah
Tujuan umum:klien tidak terjadi gangguan interaksi sosial, bisa berhubungan
dengan orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
- Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri
- Jelaskan tujuan interaksi,
- ciptakan lingkungan yang tenang
- Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
- Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
- Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
- Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya
sendiri
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
Tindakan :
- Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
- Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
- Utamakan memberi pujian yang realistis
- Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
c. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
- Diskusikankemampuan dan aspek positif yang dimiliki
- Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
d. Klien dapat menetapkan/merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki
Tindakan :
- Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan
- Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
- Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan:
- Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
- Beri pujian atas keberhasilan klien
- Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
- Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
- Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
- Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah6.4Beri reinforcement
positif atas keterlibatan keluarga
1. Menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan, meskipun kenyataan itu buruk.
2. Merasa bebas secara relatif dari ketegangan dan kecemasan.
3. Memperoleh kepuasan dari usahanya atau perjuangan hidupnya.
4. Merasa lebih puas untuk memberi dari pada menerima.
5. Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling memuaskan.
6. Mempunyai daya kasih sayang yang besar.
7. Menerima kekecewaan untuk digunakan sebagai pelajaran di kemudian hari.
8. Mengarahkan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif.
d. Sumber koping
Disonasi kognitif ( gangguan jiwa aktif )
Pencapaian wawasan
Kognitif yang konstan
Bergerak menuju prestasi kerja
e. Mekanisme koping\
Regresi( berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan
pengeluaran sejumlah besar tenaga dalam upaya mengelola anxietas)
Proyeksi ( upaya untuk menjelaskan presepsi yang membingungkan dengan
menetapkan tanggung jawab kepada orang lain)
Menarik diri
Pengingkaran
2. Diagnosa Keperawatan
a. Harga Diri Rendah
b. Isolasi Sosial
c. Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
d. Resiko perilaku kekerasan/Perilaku kekerasan
e. Gangguan Proses Pikir: Waham
f. Resiko Bunuh Diri
g. Defisit Perawatan Diri
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1. Harga Diri Rendah
Tujuan umum : klien tidak terjadi gangguan interaksi sosial, bisa berhubungan
dengan orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan :
o Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
o Jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
o Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
o Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
o Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
o Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
Tujuan Khusus :
TujuanUmum : Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus:
Tujuan umum : klien tidak terjadi gangguan proses fikir yang berhubungan dengan
gangguan konsep diri (harga diri rendah/klien akan meningkat harga dirinya)
Tujuan khusus :
Tujuan Khusus :
Tujuan khusus :
Klien mampu membina hubungan saling percaya
Klien dapat mengenal halusinasinya
Klien dapat mengotrol halusinasinya
Klien dapat menggunakan obat dengan benar TUK 1
DEFIN
SI
Pedo"lia terdiri
dari dua suku
kata; pedo
(anak) dan
"lia(cinta).
Pedo"lia adalah
kecenderungan
seseorang yang
telahdewasa
baik
pria maupun
wanita untuk
melakukan
aktivitas
seksual berupa
hasrat ataupun
fantasi impuls
seksual dengan
anak-anak
kecil.
Bahkan
terkadang
melibatkan anak
dibawah umur.
Pedo"lia adalah
perbuatan seks
yang tidak
wajar dimana
terdapat
dorongan yang
kuat beulang-
ulang berupa
hubungan
kelamin dengan
anak pra-
pubertas atau
kesuakaan
abnormal
terhadap anak,
aktivitas seks
terhadap anak-
anak (Dorlan.
1998)
DEFIN
SI
Pedo"lia terdiri
dari dua suku
kata; pedo
(anak) dan
"lia(cinta).
Pedo"lia adalah
kecenderungan
seseorang yang
telahdewasa
baik
pria maupun
wanita untuk
melakukan
aktivitas
seksual berupa
hasrat ataupun
fantasi impuls
seksual dengan
anak-anak
kecil.
Bahkan
terkadang
melibatkan anak
dibawah umur.
Pedo"lia adalah
perbuatan seks
yang tidak
wajar dimana
terdapat
dorongan yang
kuat beulang-
ulang berupa
hubungan
kelamin dengan
anak pra-
pubertas atau
kesuakaan
abnormal
terhadap anak,
aktivitas seks
terhadap anak-
anak (Dor