OLEH KEL V :
PENDAHULUAN
Gangguan jiwa adalah sindrom pola perilaku seseorang yang secara khas berkaitan
dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment) di dalam satu atau
lebih fungsi yang penting dari manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik, dan
gangguan itu tidak hanya terletak di dalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan
masyarakat (Maslim & Maramis dalam Yusuf, 2015). Secara umum, klasifikasi gangguan
jiwa menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 dibagi menjadi dua bagian, yaitu
gangguan jiwa berat/kelompok psikosa dan gangguan jiwa ringan meliputi semua
gangguan mental emosional dan untuk skizofrenia termasuk dalam kelompok gangguan
jiwa berat (Yusuf,2015).
Skizofrenia adalah penyakit gangguan jiwa berat berupa hilangnya kontak dengan
kenyataan dan kesulitan membedakan hal yang nyata dengan yang tidak (Yuliana, 2013
dalam Wahyudi, 2016). Tipe skizofrenia terbanyak adalah tipe skizofrenia paranoid ( Fahrul,
2014).Menurut WHO prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia tahun 2013 meningkat
menjadi 2,6 per mil sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat ( psikosis atau skizofrenia)
di Jawa Tengah mencapai 2,3 per mil (Riskesdas,2013 dalam Wahyudi 2016). Skizofrenia
paranoid merupakan salah satu jenis dari skizofrenia. Pada penderita skizofrenia paranoid
gejala yang mencolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan
halusinasi (Nurarif & Kusuma,2015).Pada penderit skizofrenia paranoid seringterjadi resiko
bunuh diri daripada skizofrenia lainnya. Penderita skizofrenia diseluruh dunia sekitar 20-50%
dan 10% diantaranya meninggal karena bunuh diri (Hawari, 2012 dalam Wahyudi, 2016).
Penderita skizofrenia paranoid terkait dengan resiko bunuh diri memerlukan
penanganan secara tuntas terkait psikofarmaka untuk mengurangi gejala yang mengancam diri
sendiri maupun orang lain, motivasi dan lingkungkan yang mendukung dapat meningkatkan
harga diri pasien.Bunuh diri merupakan tindakan sadar yang dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya (Keliat,2011). Tipe skizofrenia yang terancam resiko bunuh diri
yaitu skizofrenia paranoid sebesar 40,5% (Fahrul, 2014). Data WHO tahun 2010, angka
bunuh diri di indonesia mencapai 1,6 hingga 1,8 per 100.000 jiwa. Jika tidak ada upaya
pencegahan bunuh diri, angka tersebut bisa tumbuh dari tahun ke tahun. WHO meramalkan
pada pada 2020 angka bunuh diri diindonesia meningkat secara global menjadi 2,4 per
100.000 jiwa (Depkes, 2010).Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kegawatdaruratan
psikiatri. Hal ini mengidentifikasi bahwa tenaga kesehatan kurang memberikan intervensi
yang adekuat (Sukamto, 2014).Data statistik RSUD Banyumas dari bulan Januari sampai
bulan juni 2015 didapatkan data bahwa yang mengalami gangguan jiwa sebanyak
2218 kasus dimana presentase halusinasi paling besar yaitu sebanyak 40%, resiko bunuh
27,8%, perilaku kekerasan 27,5%, isolasi sosial 3%, harga diri rendah 2% dan lain lain 6%
(Ranitasari, 2016)
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan jiwa
yang di tujukan untuk tugas akhir dengan judul “Asuhan Keperawatan resiko bunuh
diri pada Nn.X dengan skizofrenia paranoid di Ruang Bima RSUD Banyumas”
TINJAUAN PUSTAKA
2. Gejala Skizofrenia
Menurut Baradero (2015) gejala skizofrenia di bagi atas dua kategori besar yaitu
gejala positif atau hard symptoms dan gejala negatif atau soft symptoms. Gejala positif
meliputi ambivalen, associative loosen, delusi, echopraxia, flight of idea, halusinasi, ideas of
referencedan perseverasi. Sedangkan gejala negatif meliputi alogia, anhedonia, apatis, katatonia,
afek datar dan keengganan.
3. Etiologi
Hingga sekarang belum ditemukan penyebab (etiologi) yang pasti mengapa seseorang
menderita skizofrenia. Penyebab skizofrenia menurut Baradero (2015) meliputi faktor
genetik, faktor neurokimia, faktor neuro-anatomik dan faktor imuno-virologi.
4. Jenis Skizofrenia
5. Penatalaksanaan skizofrenia
Menurut Fitria (2009) tanda dan gejala risiko bunuh diri meliputi mempunyai
ide bunuh diri, mengungkapkan keinginan untuk mati, mengungkapkan rasa bersalah dan
keputusasaan, menunjukan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh), memiliki riwayat percobaan bunuh diri, verbal terselubung ( berbicara tentang kematian,
menanyakan tentang obat dosis mematikan ), status emosional ( harapan, penolakan, cemas
meningkat, panik, marah, dan mengasingkan diri ), kesehatan mental (secara klinik, klien
terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis, dan menyalahgunakan alkohol ), dan kesehatan
fisik ( biasanya pada pasien pada penyakit kronis atau terminal).
Adaptif Maladaptif
Keterangan :
Klien risiko bunuh diri pada skizofrenia perlu pengelolaan untuk mencegah
tindakan bunuh diri. Pengelolaan dapat dilakukan dengan pemberian obat antipsikotik
tipikal dan atipikal yang digunakan untuk penderita gangguan psikotik (skizofrenia dan
psikotik lainnya), Electro Convlusif Theraphy (ECT),Terapi Kognitif, dan Terapi
Keluarga (Yusuf,2015).
Menurut Fitria (2009), data yang perlu dikaji dalam masalah risiko bunuh diri meliputi :
a. Subjektif:
1) Mengungkapkan keinginan bunuh diri
2) Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3) Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4) Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga.
5) Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang mematikan.
6) Mengungkapkan adanya konflik interpersonal.
7) Mengungkapkan telah menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
b. Objektif
1) Implusif
2) Menunjukan perilaku mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh)
3) Ada riwayat penyakit mental (depresi, psikosis, dan penyalahgunaan
alkohol)
4) Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal)
5) Pengangguran(tidak bekerja kehilangan pekerjaan,atau kegagalan dalam
karier)
6) Umur 15-19 tahun atau diatas 45
7) Status perkawinan yang tidak harmonmis.
Dalam pengkajian risiko bunuh diri terdapat kriteria untuk menilai tingkat risiko bunuh
diri yang terjadi, yaitu SIRS (Suicidal Intention Rating Scale). ( Yusuf, 2015)
Skor Intensitas
1 : Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam bunuh
diri.
2 : Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri.
3: Mengancam bunuh diri, misalnya, “Tinggalkan saya sendirian atau saya bunun
diri”.
Keterangan skor:
b. Diagnosa
Diagnosa perilaku desdruktif perlu pengkajian yangcermat. Penyangkalan dari pasien
terhadap sifat merusak diri tidak boleh mempengaruhi perawat dalam melakukan
intervensi keperawatan. Diagnosa keperawatan didasrkan pada hasil pengamatan
perawat, data-data yang dikumpulkan oleh pemberi pelayanan kesehatanlain dan
informasi yang diberikan oleh pasien dan keluarga (Riyadi&Teguh,
2009).Menurut Dermawan dan Rusdi (2013) diagnosa perilaku desdruktif diri
memerlukan pengkajian yang cermat. Masalah yang mungkin muncul di diagnosa
NANDA yang berhubungan denganrespon proteksi diri maladptif adalah resiko bunuh
diri.
c. Perencanaan
Menurut Fitria (2009) perencanaan keperawatan untuk resiko bunuh diri pada
skizofrenia pareanoid adalah dengan menggunakan Strategi Pelaksanaan (SP) pasien dan
keluarga. (Terlampir)
d. Implementasi
e. Evaluasi
1) Untuk pasien yang memeberikan ancaman atau melakukan percobaan
bunuh diri, keberhasilanasuhan keperawatan ditandai dengan keadaan klien
yang tetap aman dan selamat.
2) Untuk keluarga pasien yang memberikan ancaman atau melakukan
percobaan bunuh diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan
kemampuan keluarga berperan serta dalam melindungi anggota keluarga
yang mengancam atau mencoba bunuh diri.
3) Untuk pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan asuhan
keperawatan ditandai dengan klien mampu mengungkapkan
perasaanya, klien mampu meningkatkan harga dirinya, dan klien mampu
menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik.
4) Untuk keluarga pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan
asuhan keperawatan ditandai dengan kemampuan keluarga dalam merawat
pasien dengan resiko bunuh diri. (Yusuf, 2015)
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Nn . E
Tanggal pengkajian : 10 Juni
2021 Umur : 19 tahun
RM No 0110062021
Informan : Klien ( Nn.E)
Klien mengatakan pernah mencoba bunuh diri, sudah bosan hidup dan ingin mengakhiri
hidup, mengancam akan bunuh diri, merasa hidupnya tidak berguna lagi dan putus asa
2. Pengobatan sebelumnya.
berhasil √ kurang berhasil tidak berhasil
Ananiaya fisik √ √
Ananiaya seksual
Penolakan
Tindakan kriminal √
Jelaskan : Klien pernah mencoba bunuh diri, sudah bosan hidup dan ingin mengakhiri
hidup, mengancam akan bunuh diri, merasa hidupnya tidak berguna lagi dan putus asa
2. Konsep diri
a. Gambaran diri : Nn.E menyadari tubuhnya sudah tidak cantik lagi , karena
disekujur tubuhnya terdapat luka sayatan dan goresan dibagian pergelangan tangan .
d. Ideal diri : Nn.E berharap bisa mengontrol dirinya agar tidak melakukan
tindakan bunuh diri
Jelaskan : konsep diri Nn.E cukup baik, menerima citra diri, identitas jelas, ideal
diri realistis, peran jelas namun kurang memuaskan karena dirawat di RSJ membuatnya hanya
bias sebagai pasien, harga diri rendah karena belum mampu mencapai harapannya.
Masalah keperawatan : Harga diri rendah.
3. Hubungan sosial
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Rasa malu akan statusnya yang
pernah dirawat di RSJ, ketakutan melihat orang asing, trauma dengan seragam angkatan.
4. Spiritual
Masalah keperawatan : -
3. Aktivitas motorik :
Lesu √ Tegang Gelisah Agitasi
Tik Grimasen Tremor Kompulsif
Jelaskan : Nn. E ketakutan dan tegang bila bicara dengan orang asing.
Masalah keperawatan :
4. Alam perasaaan
Sedih √ Ketakutan Putus asa √ Khawatir Gembira berlebihan
Jelaskan :Nn. E ketakutan melihat orang yang berada disekitarnya kecuali
perawat yg sering mengunjunginya , dan klien terus menundukkan kepalanya jika ia melihat
orang asing.
.
Masalah keperawatan :
5. Afek
Datar √ Tumpul √ Labil Tidak sesuai
Jelaskan : Alam perasaan Nn. E berubah serta ketakutan bila melihat orang
asing.
Masalah keperawatan :
6. Interaksi selama wawancara
√ Bermusuhan Tidak kooperatif Mudah tersinggung
√ Kontak mata (-) Defensive √ curiga
Jelaskan : Nn.E takut saat berbicara, namun jika melihat orang asing
langsung ketakutan dan tidak mau berkomunikasi.
Jelaskan : Nn.E selalu mengatakan curiga pada orang asing, dan Berpikir
tidak realistis.
Masalah keperawatan :
9. Isi pikir
Obsesi Fobia Hipokondri
Depersonalisasi Ide yang terkait Pikiran magis
Waham
Agama Somatic Kebesaran √ Curiga
Nihilistic Sisip pikir Siar pikir Kontrol pikir
Jelaskan : Nn.E selalu mengatakan curiga pada orang asing.
Masalah keperawatan :Waham curiga
10.Tingkat
Bingung Sedasi Stupor
kesadaran
√ Waktu √ Tempat √ Orang
Disorientasi
Masalah keperawatan :
8.Kegiatan didalam
rumah
Mempersiapkan makanan √ Ya Tidak
Menjaga kerapian rumah √ Ya Tidak
Mencuci pakaian √ Ya Tidak
Pengaturan keuangan Ya √ Tidak
Jelaskan :
Masalah keperawatan :
9. Kegiatan diluar rumah
Belanja Ya √ Tidak
Transportasi √ Ya Tidak
Lain-lain Ya Tidak
Jelaskan :
Masalah keperawatan :
Masalah keperawatan :
Analisis Data
Data Masalah
Data Subjektif: Data Objektif: Resiko Bunuh Diri
Klien klien bicara lambat, kontak mata
kurang karena klien cenderung
mengatakan memandang satu titik, bukan
pernah mencoba memandang lawan bicaranya,
bunuh diri, sudah wajah tampak tegang, dan
murung.
bosan hidup dan
ingin mengakhiri
hidup, merasa
hidupnya tidak
berguna lagi dan
putus asa .
Pohon Masalah
Halusinasi
Rencana Tindakan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Tindakan keperawatan
Sp 1:
Resiko Bunuh Diri Klien mampu Mampu berorientasi realita: Latihan orientasi realita: orientasi
berorientasi realita orientasi orang,tempat dan waktu orang,tempat dan waktu (otw) serta
(otw) serta lingkungan sekitar lingkungan sekitar
Mampu minum obat secara Sp 2:
teratur dengan pengawasan Minum obat secara teratur
Mampu memenuhi kebutuhan Sp 3:
dasar terutama kebersihan diri. Latih cara pemenuhan kebutuhan dasar
Mampu melatih hal positif/ Sp 4:
hobby yang dimiliki. Latih kemampuan positif yang dimiliki
LAPORAN PENDAHULUAN STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
SETIAP HARI
Proses keperawatan
Kondisi klien :
Duduk di tempat tidur, sendirian, saat dipanggil namanya klien lama menoleh , sering menunduk
dan tampak ketakutan.
Tindakan keperawatan : Latihan orientasi realita: orientasi orang,tempat dan waktu (otw) serta
lingkungan sekitar.
2. Evaluasi/validasi :Apakah Nn.E masih ingat dengan Suster A? Saya ingin berbincang-
bincang dengan Nn.E boleh ya?
3. Kontrak : Topik Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang kondisi Nn.E disini?
Apakah Nn.E tau ini dimana dan siapa-siapa saja disini teman Nn.E?
Waktu: Berapa lama kita bias berbincang-bincang? Tempat: Dimana kita berbincang-bincang
Nn.E?
4. Memberi pujian jika jawaban benar dan dukungan jika jawaban masih salah.
TERMINASI
Evaluasi perawat(obyektif setelah reinforcement ) : Coba Nn.E uraikan lagi apa saja tadi yang
kita perbincangkan.
Tindakan lanjut klien (apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil tindakan yang telah
dilakukan) :
Jadi Nn.E harus berorientasi realita ya, dimanapun dan kapanpun harus selalu ingat diri dan
sekitar. Jangan langsung takut pada orang asing ya pak? Harus dikaji dan dikenal dulu baru nanti
bias semakin dekat, sehingga Nn.E tidak ketakutan lagi.
Topik Langkah berikutnya yaitu Suster A akan mengajarkan minum obat teratur. Waktu
Apakah Nn.E mau besok kita berdiskusi lagi?Jam berapa?
Diagnosa Implementasi
Data Evaluasi Keperawatan
Keperawatan Keperawatan
DS: Klien mengatakan pernah Resiko Bunuh diri Tindakan: S: Nn.E mengatakan senang berbincang-bincang dengan perawat
mencoba bunuh diri, sudah bosan Sp 1:
hidup dan ingin mengakhiri hidup, Latihan orientasi O: Nn.E mampu mengidentifikasi realita, mampu menyebutkan
merasa hidupnya tidak berguna lagi realita: orientasi lokasinya saat ini, mampu menyebut nama-nama klien yang satu
dan putus asa . orang,tempat dan kamar dengannya. Mampu menyebutkan hari, tanggal, bulan dan
waktu (otw) serta tahun hari ini.
DO: lingkungan sekitar Kontak mata mulai meningkat, klien mau berbicara dengan
klien bicara lambat, kontak perawat, mulai focus, afek sesuai, kooperatif namun masih mudah
mata kurang karena klien beralih, masih waspada dan khawatir akan adanya orang asing di
cenderung memandang satu RTL: sekitar.
titik, bukan memandang Menganjurkan klien
lawan bicaranya, wajah berorientasi dengan realita. A: Nn.E sudah mampu berorientasi
tampak tegang, dan murung.
realita
P: Klien: Evaluasi Sp 1
latih Sp. 2
K: Iya suster.
P: Jadi ibu sekarang sudah tau ini
dimana, waktunya juga, orang-
orangnya juga, jadi ibu jangan
lagi curiga ya, klo ada orang lain,
tidak masalah dipanggil lalu
kenalan ya bu? Jangan langsung
ketakutan.
K: Baik suster