Anda di halaman 1dari 33

STASE KEPERAWATAN JIWA

PRESENTASI KASUS PADA KLIEN TN.SW DENGAN RISIKO


PERILAKU KEKERASAN DI WISMA SADEWA RUMAH SAKIT JIWA
GRHASIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh :
ADE KURNIAWAN
193203001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS PADA KLIEN TN.SW DENGAN RISIKO


PERILAKU KEKERASAN DI WISMA SADEWA RUMAH SAKIT JIWA
GRHASIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Disahkan Pada :
Hari/Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik, Mahasiswa

( ) ( ) ( )

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat
dan sosial di Indonesia dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini
dapat mempengaruhi perkembangan seseorang baik fisik, internal dan
emosional untuk tercapainya kemampuan menyesuaikan diri dengan diri
sendiri, orang lain dan masyarakat. Menurut Stuart (2016), ketika manusia
tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan, maka akan terjadi gangguan
kesehatan yaitu kesehatan jiwa atau mental.
Kesehatan jiwa menurut World Health Organization adalah suatu
keadaan bahagia yang dirasakan individu dalam mencapai kemampuan yang
dimiliki, dapat mengatasi stres dalam hidupnya dengan baik, dapat bekerja
secara produktif sehingga menjadi sukses, dan sanggup membuat konstribusi
untuk masyarakat (Chandra & Minkovitz, 2007). Kesehatan jiwa akan
diperoleh seseorang manakala dalam diri seseorang tertanam nilai-nilai
konsistensi dan realitas dalam kehidupannya dalam menghadapi stressor yang
ada (Nasir & Muhit, 2011). Stressor yang terdapat dalam setiap kehidupan
manusia dapat teratasi jika individu memiliki koping untuk mengatasi
permasalahan yang dihadapi. Individu yang memliki koping adaptif dapat
menyelesaikan masalahnya dan terhidar dari resiko terkena gangguan jiwa.
Namun sebaliknya, apabila individu tersebut tidak mampu melakukan koping
adaptif, maka individu tersebut akan beresiko mengalami gangguan jiwa
(Kusumawati & Hartono, 2010).
Salah satu gangguan jiwa yang umum terjadi adalah skizofrenia.
Prevalensi skizofrenia di Indonesia sendiri adalah tiga sampai lima perseribu
penduduk. Bila diperkirakan jumlah penduduk sebanyak 220 juta orang akan
terdapat gangguan jiwa dengan skizofrenia kurang lebih 660 ribu sampai satu
juta orang. Hal ini merupakan angka yang cukup besar serta perlu
penanganan yang serius (Suliswati, 2005).
Perilaku kekerasan merupakan salah satu gejala yang muncul pada
klien skizofrenia, dimana sekitar 30% dari penderita skizofrenia beresiko
melakukan perilaku kekerasan (Mardjono, 2001). Menurut Stuart (2016) klien
dengan skizofrenia dapat mengalami kecemasan dari kecemasan sedang
sampai panik tergantung dari tahapan yang dialaminya. Hal inilah yang dapat
menyebabkan dampak negatif berupa perilaku mencederai diri, orang lain dan
dapat merusak lingkungan.
Perilaku kekerasan merupakan salah satu gejala yang muncul pada
klien skizofrenia. Penelitian menunjukkan kelompok individu yang
didiagnosa mengalami skizofrenia mempunyai insiden lebih tinggi untuk
mengalami perilaku kekerasan (American Psychiatric Association, 2019).
Menurut Mardjono (2001) sekitar 30% dari penderita skizofrenia
beresiko melakukan perilaku kekerasan (Mardjono, 2001). Menurut Stuart
(2016) klien dengan skizofrenia dapat mengalami kecemasan dari kecemasan
sedang sampai panik tergantung dari tahapan yang dialaminya. Hal inilah
yang dapat menyebabkan dampak negatif berupa perilaku mencederai diri,
orang lain dan dapat merusak lingkungan dan pembunuhan yang berkaitan
dengan perilaku kekerasan merupakan penyebab utama kedua kematian pada
usia 15 – 24 tahun, terutama dikalangan orang asing (55%) (Kaplan, 2007).
Berdasrkan data dari World Health Organization WHO (2009)
memperkirakan 450 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan jiwa,
sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25%
penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu
selama hidupnya. Gangguan jiwa biasanya terjadi pada usia dewasa muda
antara usia 18-21 tahun (WHO, 2009). Gangguan jiwa tersebar hampir merata
di seluruh dunia, termasuk di wilayah Asia Tenggara, sedangkan Menurut
National Institute of Mental Health America (2011) gangguan jiwa mencapai
13% dari penyakit secara keseluruhan dan diperkirakan akan berkembang
menjadi 25% di tahun 2030. Kejadian tersebut akan memberikan andil
meningkatnya prevalensi gangguan jiwa dari tahun ke tahun di berbagai
negara.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (2018), Provinsi yang
memiliki pravelensi skizofernia terbesar adalah Bali sebanyak 11%, posisi
kedua ditempati oleh Daerah Istimewa Yogyakarta dengan 10%, ketiga
adalah Nusa Tenggara Barat dengan 10% dan diikuti oleh Aceh dan Jawa
Tengah sebanyak 9%. Dapartemen Kesehatan (2010) menyebutkan bahwa
Indonesia mencapai 2,5 juta atau 60% yang terdiri dari pasien resiko
kekerasan. Selanjutnya prevalensi gangguan mental emosional di atas umur
15 tahun rata-rata 6,0%. Hasil Riskesdas (2013) menunjukkan prevalensi
gangguan jiwa berat paling tinggi terdapat di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta yaitu, sekitar 3 dari setiap 1000 penduduk. Pergeseran penderita
gangguan jiwa saat ini lebih meningkat di pedesaan sebesar 18,2% sedangkan
di perkotaan hanya 10,7% (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan pengamatan kami selama praktik di wisma Arjuna Rumah
Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan salah satu
rumah sakit yang merawat klien dengan gangguan jiwa, terdapat 7 pasien
yang mengalami ganguan jiwa memiliki risiko perilaku kekerasan. Terdapat
berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan perilaku
kekerasan. Upaya yang dilakukan ini dapat berupa terapi bagi individu,
kelompok maupun terapi modalitas gabungan yang bertujuan untuk
membantu klien mengendalikan perilaku kekerasan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukannya penyusunan asuhan keperawatan jiwa tentang resiko
perilaku kekerasan mahasiswa diharapkan mampu memahami tentang
gambaran umum tentang asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan
resiko perilaku kekerasan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian perilaku kekerasan.
b. Mengetahui etiologi perilaku kekerasan.
c. Mengetahui penatalaksanaan medis perilaku kekerasan.
d. Mengetahui pengkajian pasien dengan perilaku kekerasan.
e. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan perilaku kekerasan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi perilaku kekerasan


Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik terhadap diri sendiri maupun
orang lain. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yangdapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marahyang tidak konstruktif,(Aziz. R.
2010).
Suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Respon dari kecemasan dan kebutuhan yang tidak terpenuhi yang
dirasakan sebagai ancaman (Musliha.2010).
Suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan
benci atau amarah. Hal ini didasari keadaan emosi secara mendalam dari
setiap orang sebagai bagian penting dari keadaan emosional yang dapat
diproyeksikan ke lingkungan, ke dalam diri atau secara destruktif (Yosep.
2009).
Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari
marah atau ketakutan (panik). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu
sendiri sering dipandang sebagai suatu rentang, di mana agresif verbal di
suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi lain (Yosep. 2009)

B. Akibat dari Perilaku Kekerasan


Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi
mencederai diri,orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan
suatu tindakan yangkemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang
lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
1. Memperlihatkan permusuhan
2. Mendekati orang lain dengan ancaman
3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5. Mempunyai rencana untuk melukai

C. Jenis perilaku kekerasan


1. Verbalistik: teriak-teriak, mengancam, membuat gaduh lingkungan
sekitar.
2. Simbolik: melukai orang lain, melukai diri sendiri, merusak lingkungan,
merasa terancam, dendam, marah, jengkel, muka merah, mata melotot,
agresif, tangan mengepal, kaku mondar-mandir, tampak teriak-teriak,
memukul, atau melukai orang lain, merusak lingkungan, dan melukai diri
sendiri.

D. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan timbulnya perilaku
kekerasan, yaitu:
1. Faktor psikologis
a. Psychoanalitical Theory, teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa
perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama, insting hidup
yang diekspresikan dengan seksualitas dan kedua, insting kematian
yang diekspresikan dengan agresivitas.
b. Frustation aggresion theory, bahwa bila usaha seseorang untuk
mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul
dorongan agresif yang akan memotivasi perilaku yang dirancang
untuk melaukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi.
Perilaku yang berkaitan dengan ekskalasi agresi adalah:
1) Kata-kata cepat, keras dan kotor
2) Perubahan mendadak dalam tingkat kesadaran (disorientasi,
bingung)
3) Tangan mengepal
4) Menggertakan gigi
5) Wajah memerah, mata melebar, nafas cepat
6) Agitasi motorik (mondar-mandir)
7) Halusinasi
8) Perubahan efek yang mendadak.
Siklus agresi menurut Bowie, 1996 mengatakan bahwa terdapat enam
siklus agresi;
1) Trigering incidents
Adanya pemicu sihangga muncul agresi pada klien (provokasi,
respon terhadap kegagalan, komunikasi buruk, harapan yang tidak
terpenuhi maka perawat memahami fase ini)
2) Escalation phase
Kondisi kebangkitan fisik dan emosional, pemahaman yang tepat
tentang penyebab perilaku kekerasan dapat membantu penanganan.
3) Crisis point
Klien bermusuhan, emosi tinggi, tujuan tindakan melindungi diri
sendiri dan orang lain, tindakan yang dilakukan adalah phisical dan
chemical restraint (obat anti depresan).
4) Setting phase
Klien melakukan perilaku kekerasan, merasa cemas dan marah dan
berisiko kembali ke fase awal, pada fase ini perawat harus berhati-
hati tidak mencetuskan perilaku klien menjadi agresif, tindakan
yang dilakukan pelepasan restrain dan membina hubungan saling
percaya.
5) Post crisis depression
Klien mengalami kecemasan, depresi, dan kelelahan. Pada fase ini
tindakan perawat debriefing/ memperoleh informasi, membuka
kesempatan meningkatkan insight (daya tilik diri).
6) Return to normal functioning
Fase kembali kepada keseimbangan normal, terbebas dari perasaan
emas, depresi, kelelahan maka sangat baik untuk melatih
kemampuan kognitif, fisik dan emosi.
2. Faktor Sosial Budaya
Social learning theory, mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda
dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi
atau imitasi., dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin
besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap
kebangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang
dipelajarinya.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya
norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat
diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu
untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.
3. Faktor biologis
Penelitian neurobiologi berpendapat bahwa adanya pemberian
stimulus elektris ringan pada hipotalamus (yang berada di tengah sistem
limbik), perangasangan terutama diberikan pada nukleus periforniks
hipotalamus. Jadi kerusakan fungsi sistem limbik (untuk emosi dan
perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal
( untuk interpretasi indera penciuman dan memori).
Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif
adalah: serotonin, dopamin, norepinephrine, acetilkolim, dan asam amino
GABA. Dan faktor-faktor yang mendukung:
a. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
b. Sering mengalami kegagalan
c. Kehidupan yang penuh tindakan agresif
d. Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat).

E. Faktor presipitasi
Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa
dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau
lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika
seseorang merasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa
yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu, baik perawat maupun
klien harus bersama-sama mengidentifikasinya.
Bila dilihat dari sudut perawat-klien, maka faktor yang mencetuskan
terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua, yaitu:
1. Klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kurang percaya
diri.
2. Lingkungan: ribut, kehilangan orang/ objek yang berharga, konflik
interaksi sosial

F. Tanda dan Gejala


1. Fisik: mata melotot/ pamdangan tajam, tangan mengepal, rahang
mengatup, wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal: mengancam, mengumpat, dengan kata-kata kotor, berbicara
dengan nada keras, kasar, dan ketus.
3. Perilaku: menyerang orang lain, melukai diri sendiri/ orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif.
4. Emosi: tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual: mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan
tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual: merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral, dan kreativitas terhambat.
7. Sosial: menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan
sindiran.
8. Perhatian: melarikan diri dan melakukannya penyimpangan.

G. Penatalaksanaan medis
1. Psikofarmaka
a. Chlorpromazine: obat anti psikotik tipikal untuk menenangkan klien.
b. Haloperidol: obat anti psikotik tipikal untuk mengendalikan perilaku
agitasi, agresif.
c. Diazepam: obat anti anxietas untuk menenangkan dan merelaksasi
otot karena menurunkan kecemasan.
d. Olanzapine (xiprexa): obat anti psikotik atipikal untuk mengatasi
agitasi dan kegelisahan motorik.
e. Risperidon: obat antipsikotik atipikal untuk menghilangkan gejala
positif dan negatif skizofrenia.
2. Seclusion (pengekangan fisik)
Merupakan tindakan keperawatan yang terakhir. Ada dua macam
pengekangan fisik secara mekanik (menggunakan manset, sprei
pengekang) atau isolasi (menempatkan klien dalam suatu ruangan di mana
klien tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri).
Jenis pengekangan mekanik:
a. Kamisol (baju pengekang)
b. Manset untuk pergelangan tangan
c. Manset untuk pergelangan kaki
d. Menggunakan sprei
Indikasi pengekangan:
a. Perilaku amuk yang membahayakan diri sendiri atau orang lain
b. Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan
c. Ancaman terhadap integritas fisik yang berhubungan
denganpenolakan klien untuk beristirahat, makan, dan minum
d. Permintaan klien untuk pengendalian perilaku eksternal. Pastikan
tindakan ini telah dikaji dan berindikasi terapeutik.

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Seorang perawat harus berjaga-jaga terhadap adanya penigkatan agitasi
pada klien, hirarki perilaku agresif dan kekerasan. Di samping itu perawat
harus mengkaji efek lain yang berhubungan dengan perilaku agresif.
Pengkajian keperawatan kesehatan jiwa:
a. Identitas klien
b. Keluhan utama/ alasan masuk
c. Faktor predisposisi
d. Aspek fisik/ biologis
e. Aspek psikososial
f. Status mental
g. Kebutuhan persiapan pulang
h. Mekanisme koping
i. Masalah psikososial dan lingkungan
j. Pengetahuan
k. Aspek medik
2. Masalah keperawatan (diagnosa keperawatan)
a. Risiko perilaku kekerasan
Strategi pelaksanaan tindakan

1 Risiko Perilaku TUM : Tindakan Psikoterapeutik SP I


Kekerasan 1) Bina hubungan saling percaya. 1. Diskusikan masalah yg
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan, klien mampu 2) Adakan kontak sering dan singkat dirasakan dalam merawat
mengontroperilaku kekerasan. secara bertahap. pasien.
3) Observasi tingkah laku klien. 2. Jelaskan pengertian, tanda &
TUK: 4) Tanyakan keluhan yang dirasakan gejala, dan proses terjadinya
Setelah melakukan interaksi klien. PK (gunakan booklet).
dengan klien selama … s.d. …. 5) Lakukan strategi pelaksanaan 3. Jelaskan cara merawat PK.
kali, klien dapat mengontrol psikoterapeutik : 4. Latih satu cara merawat PK
perilaku kekerasan dengan SP I dengan melakukan kegiatan
kriteria hasil : fisik: tarik nafas dalam dan
1. Identifikasi penyebab, tanda &
melakukan aktivitas yang
gejala, PK yang dilakukan, akibat
disukai klien.
PK.
TUK SP 1 : Klien dapat membina 5. Anjurkan membantu pasien
2. Jelaskan cara mengontrol PK: fisik,
hubungan saling percaya dengan sesuai jadwal dan memberi
obat, verbal, spiritual.
perawat, klien dapat pujian.
3. Latihan cara mengontrol PK secara
mengidentifikasi perilaku
fisik: tarik nafas dalam dan
kekerasan, klien dapat
melakukan aktivitas yang disukai
mempraktikan cara mengontrol
klien.
perilaku kekerasan dengan latihan
4. Masukan pada jadwal kegiatan untuk
fisik (nafas dalam, melakukan
latihan fisik.
aktivitas yang disukai klien, dll).

TUK SP 2 : Klien dapat SP II SP II


mempraktikan dan memasukkan 1. Evaluasi kegiatan latihan fisik. Beri 1. Evaluasi kegiatan keluarga
cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan obat dalam pujian. dalam merawat/melatih pasien
kegiatan harian. 2. Latih cara mengontrol PK dengan fisik. Beri pujian.
obat (jelaskan 6 benar: jenis, guna, 2. Jelaskan 6 benar cara
dosis, frekuensi, cara, kontinuitas memberikan obat.
minum obat). 3. Latih cara
3. Masukkan pada jadual kegiatan memberikan/membimbing
untuk latihan fisik dan minum obat. minum obat.
4. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadual dan memberi
pujian.

TUK SP 3 : Klien dapat SP III SP III


mempraktikan dan memasukkan 1. Evaluasi kegiatan latihan fisik & 1. Evaluasi kegiatan keluarga
cara mengontrol perilaku obat. Beri pujian. dalam merawat/melatih pasien
kekerasan dengan verbal dalam 2. Latih cara mengontrol PK secara fisik dan memberikan obat.
kegiatan harian. verbal (3 cara, yaitu: Beri pujian.
mengungkapkan, meminta, menolak 2. Latih cara membimbing: cara
dengan benar). bicara yang baik.
3. Masukkan pada jadual kegiatan 3. Latih cara membimbing
untuk latihan fisik, minum obat dan kegiatan spiritual.
verbal. 4. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadual dan memberikan
pujian.

TUK SP 4 : Klien dapat SP IV SP IV


mempraktikan dan memasukkan 1. Evaluasi kegiatan latihan fisik & 1. Evaluasi kegiatan keluarga
cara mengontrol perilaku obat & verbal. Beri pujian. dalam merawat/melatih pasien
kekerasan dengan spiritual dalam 2. Latih cara mengontrol spiritual (2 fisik, memberikan obat,
kegiatan harian. kegiatan). latihan bicara yang baik &
3. Masukkan pada jadual kegiatan kegiatan spiritual. Beri pujian.
untuk latihan fisik, minum obat, 2. Jelaskan follow up ke
verbal dan spiritual. RSJ/PKM, tanda kambuh,
rujukan.
3. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadual dan memberikan
pujian.
FORM PENGKAJIAN KLIEN
Nama Mahasiswa : Ade Kurniawan
NPM : 193203001
Ruangan : Sadewa
Tanggal Praktik : 16 Desember 2019 – 4 Januari 2020

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


PADA KLIEN TN. SW DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI RUANG SADEWA RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA

A. IDENTITAS KLIEN
1. Nama : Tn. SW
2. Umur : 41 Tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Status : Belum kawin
5. Agama : Islam
6. Alamat : Kasihan, Bantul
7. Pendidikan : SMA
8. Pekerjaan : Tidak bekerja
9. Tanggal masuk : 9 Desember 2019
10. No. RM : 0011590
11. Diagnosis medis : F.20.3
12. penanggung jawab : Tn. IS (Kakak kandung klien)
13. Tanggal pengkajian : 18 Desember 2019

B. ALASAN MASUK/FAKTOR PRESIPITASI


Klien mengamuk, mencekik leher simbah, memecahkan barang-barang di
rumah, klien sering berbicara sendiri, dan tertawa sendiri.

C. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Riwayat mengalami gangguan jiwa:
Klien mengalami gangguan jiwa sudah lebih dari 20 tahun.
Klien kunjungan RSJ sudah ke 9 kali nya, terakhir pada tahun 2017.
2. Pengobatan sebelumnya:
Pengobatan sebelumnya belum berhasil, klien putus obat sejak akhir
tahun 2018.
3. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:
Klien mengatakan setelah kunjungan pertama klien pernah dibuly
sama teman- temannya dan tetangganya.

D. PEMERIKSAAN FISIK
1. TD: 133/92 mmHg
2. HR: 63 x/menit
3. RR: 20 x/menit
4. S: 36 0C
5. TB: 162 cm
6. BB: 55 kg

E. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

Keterangan:

: Laki-laki : Tinggal serumah

: Perempuan : Klien

: Meninggal
Pola asuh: klien tinggal bersama orang tuanya dan kakak kandung, kakak
ipar dan keponakannya, bibi nya klien juga mengalami gangguan jiwa.

2. Konsep Diri
a) Citra tubuh
Klien mengatakan bagian tubuh yang disukai adalah tangan kanan,
karena klien yakin tangannya dapat bermanfaat bagi orang lain dan
tangan kiri tidak disukai karena dia menganggap tidak ada fungsinya
b) Identitas diri
Klien mengatakan dirinya adalah seorang laki-laki bernama SW, belum
menikah, klien mengatakan bahwa dirinya pernah bekerja di pabrik
sejak tahun 1997-1999, setelah itu klien membantu keluarganya
dirumah.
c) Peran diri
Klien mengatakan bahwa dirinya belum menikah, klien tidak pernah
bekerja lagi di luar rumah karena klien merasa malu dengan orang
disekitar rumahnya.
d) Ideal diri
Klien mengatakan ingin segera keluar dari grhasia dan mulai bekerja
membantu orang tuanya dirumah.
e) Harga diri
Klien memiliki hubungan baik dengan orang tua dan saudaranya, tetapi
klien merasa malu dengan orang sekitar rumahnya.

3. Hubungan sosial
a) Orang terdekat
Klien mengatakan orang terdekatnya adalah bapak kandung klien
b) Kegiatan dalam kelompok/masyarakat
Klien tidak mengikuti atau tidak aktif dalam kegiatan di kelompok
maupun masyarakat
c) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien menyatakan tidak memiliki hambatan dalam berkomunikasi
terhadap orang lain
4. Spiritual sebelum di RS
a) Nilai/keyakinan
Klien mengatakan bahwa dirinya beragama muslim
b) Kegiatan ibadah
Klien mengatakan selalu sholat 5 waktu
F. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Penampilan klien tampak rapi, bersih.
2. Pembicaraan
Klien berbicara normal seperti biasa
3. Alam perasaan
Klien merasa sedih karena rindu keluarga
4. Persepsi
Klien mengatakan tidak mengalami halusinasi
5. Aktivitas motorik
Sebelum dilakukan wawancara klien tampak gelisah, klien tampak agitasi

G. KEBUTUHAN PERENCANAAN PULANG


Pemenuhan kebutuhan ADL: makan, mandi, toiloting, berpakaian,berhias.

H. MEKANISME KOPING
Adaptif, klien mampu berbicara dengan orang lain, mampu mengaplikasikan
teknik relaksasi.

I. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


a. Masalah dengan dukungan kelompok:
Klien mengatakan tidak ada masalah
b. Masalah dengan lingkungan:
Klien mengatakan selama dirumah klien jarang keluar rumah karena malu
dengan teman temannya nya karena sering di buly.
c. Masalah dengan pendidikan:
Klien mengtakan puas dengan pendidikan terkahirnya SMA
d. Masalah dengan pekerjaan:
Klien mengtakan tidak bekerja lagi
e. Masalah dengan perumahan:
Klien mengatakan malu dengan tetangga nya setelah pulang dari rumah
sakit jiwa.
f. Masalah dengan ekonomi:
Klien mengtakan suka marah jika keinginannya tidak dapat dituruti.
g. Masalah dengan pelayanan kesehatan
Klien mengatakan tidak ada masalah dengan pelayanan kesehatan
J. ASPEK MEDIS
Dx Medis :F.20.3
Axis I : F.20.3
Axis II : Skizoid
Axis III : Canes Denvil
Axis IV : Habis masuk pondok
Axis V : GAF Scale 50-41
Terapi Medis
Hari/tanggal Nama Obat Dosis Indikasi Indikasi
18–12-2019 Riseperidon 2 mg - Skizofren - Ag
(11:30) -2 kali/hari ia itasi
(pagi dan malam) - Bipolar - Ke
mania jang otot
- Syndrom - Ny
e torurette eri kepala
- Ganggua - Pa
n stress ndangan kabur
- Pos - Pu
trauma sing perubahan
mental
Thirexyphenidil 2 mg (1/2) - Mengatas - Ko
-1 kali sehari i gejala extrapimidai nstipasi
(malam) akibat penyakit parkinson - Pu
atau efek samping obat sing
antipsikotik seperti - Mu
tremor, tubuh kaku, dan lut kering
gerakan tak terkendali - Pa
serta gelisah. ndangan kabur
- Mu
al dan muntah
Clozapin 25 mg (1/2) - Mengura - Sa
-1 kali sehari ngi gejala psikosis kit kepala
(malam) (kesulitan membedakan - Me
khayalan dan kenyataan) ngantuk
- Pa
ndangan kabur
- Mu
lut kering
- Tre
mor
- Mu
dah merasa lelah
Diklotenak 50 mg - Meredaka - He
-2kali sehari n nyeri atau peradangan ntikan jika mata
(pagi dan malam) klien mulai
memerah atau
menjadi kabur
Amoxilin 500 mg - Mengha - Mu
-3 kali sehari mbat pertumbuha bakteri al dan muntah
(pagi,siang,dan yang menyebabkan - Sa
malam) infeksi di organ tubuh. kit kepala
- Mu
ncul ruam pada
kulit

K. ANALISA DATA

Tanggal/jam Analisa data Problem


18 -12-2019 DS: Resiko
(09:00) - Klien mengatakan perilaku
sebelum dibawa ke RSJ Grhasia, klien kekerasan
marah-marah sama simbah.
DO:
- Klien memiliki riwayat
RPK kunjungan ke 9
- Riwayat terakhir
kunjungan, klien mengamuk, marah-
marah, memcahkan barang-barang
yang ada dirumah
- Klien sering berbicara
sendiri dan tertawa sendiri
- Klien memiliki riwayat
kekerasa kepada simbah
- Klien pernah
mendapatkan pengobatan, tetapi putus
obat sejak 1 tahun yang lalu
- Klien pernah memiliki
trauma aniaya fisik pada usia 41 rahun
sebagai pelaku
- Klien tampak agitasi
sebelum dilakukan wawancara
- TD: 133/92 mmHg
- HR; 63 x/menit
- RR : 20 X/menit
- TB : 162 cm
- BB : 55 Kg

Diagnosa keperawatan:
1. Resiko Perilaku Kekerasan
Diagnosa Tujuan Intervensi
keperawatan
1. TUM : Tindakan Psikoterapeutik
Perilaku Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien 1. Bina hubungan saling percaya.
kekerasan mampu mengontroperilaku kekerasan. 2. Adakan kontak sering dan singkat
TUK: secara bertahap.
Setelah melakukan interaksi dengan klien selama 3. Observasi tingkah laku klien.
4 kali, klien dapat mengontrol perilaku kekerasan 4. Tanyakan keluhan yang dirasakan klien.
dengan kriteria hasil : 5. Lakukan strategi pelaksanaan
TUK SP 1 : Klien dapat membina hubungan psikoterapeutik :
saling percaya dengan perawat, klien dapat SP I
mengidentifikasi perilaku kekerasan, klien dapat 1. Identifikasi
mempraktikan cara mengontrol perilaku penyebab, tanda & gejala, PK yang dilakukan, akibat PK.
kekerasan dengan latihan fisik (nafas dalam, 2. Jelaskan cara
melakukan aktivitas yang disukai klien, dll). mengontrol PK: fisik, obat, verbal, spiritual.
TUK SP 2 : Klien dapat mempraktikan dan 3. Latihan cara
memasukkan cara mengontrol perilaku kekerasan mengontrol PK secara fisik: tarik nafas dalam dan melakukan
dengan obat dalam kegiatan harian aktivitas lain yang disukai klien.
TUK SP 3 : Klien dapat mempraktikan dan 4. Masukan pada
memasukkan cara mengontrol perilaku kekerasan jadwal kegiatan untuk latihan fisik.
dengan verbal dalam kegiatan harian SP II
TUK SP 4 : Klien dapat mempraktikan dan 1. Evaluasi kegiatan latihan fisik. Beri pujian.
memasukkan cara mengontrol perilaku kekerasan 2. Latih cara mengontrol PK dengan obat (jelaskan 6 benar: jenis, guna,
dengan spiritual dalam kegiatan harian dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat).
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan fisik dan minum obat
SP III
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik & obat. Beri pujian.
2. Latih cara mengontrol PK secara verbal (3 cara, yaitu:
mengungkapkan, meminta, menolak dengan benar).
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan fisik, minum obat dan
verbal.
SP IV
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik & obat & verbal. Beri pujian.
2. Latih cara mengontrol spiritual (2 kegiatan).
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan fisik, minum obat, verbal
dan spiritual.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tanggal/jam Dx. Keperawatan Implementasi Evaluasi TTD
18-12-2019 Resiko 1. Membina hubungan saling percaya S:
09.00 perilaku 2. Menanyakan kelhuan yang dirasakan Klien mengatakan sudah bisa memahami cara
kekerasan klien saat ini mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan fisilk
3. Melakukan strategi pelaksanaa: O:
SP I Klien tampak dapat mempraktikkan cara mengontrol
a. perilaku kekerasan secara fisik: tarik nafas dalam dan
gejala, PK yang dilakukan, akibat PK melakukan aktivitas yang disukai klien.
b. A:
dengan relaksasi nafas dalam dan Masalah resiko perilaku kekerasan belum tertasi
melakukan aktivitas yang disukai klien P:Lanjutkan intervensi
c. - Validasi SP1
latihan fisik - Lanjutkan SP II dan SP III
19-12-2019 Resiko 1. Bina hubungan saling percaya S:
17:00 perilaku 2. Menanyakan keluhan yang dirasakan - Kien mengatakan sudah bisa
kekerasan 3. Mengulang kembali apa yang sudah memahami cara mengontrol perilaku kekerasan
diajarkan pada tahap SP I. Berikan pujian secara fisik dan minum obat.
4. Kontrak waktu kepada klien O:
5. Melaksanakan strategi pelaksana: - Klien dapat mempraktikkan cara
SP II mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan
1. Latih cara mengontrol PK dengan obat minum obat.
(jelaskan 6 benar: jenis, guna, dosis, A:
frekuensi, cara, kontinuitas minum obat). - Masalah resiko perilaku kekerasan
2. Masukkan pada jadual kegiatan untuk
belum teratasi
latihan fisik dan minum obat
P:Lanjutkan intervensi
- Validasi terkait SP I dan SP II
- Lanjutkan SP III, cara mengontrol PK
secara verbal

20-12-2019 Resiko 1. Membina hubungan saling percaya S:


17:00 perilaku 2. Menanyakan keluhan yang dirasakan - Kien mengatakan sudah bisa
kekerasan 3. Mengulang kembali apa yang sudah memahami cara mengontrol perilaku kekerasan
diajarkan pada tahap SP I dan SP II, secara fisik , minum obat dan verbal
Berikan pujian O:
4. Kontrak waktu kepada klien - Klien dapat mempraktikkan cara
5. Melaksanakan strategi pelaksana: mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, minum
SP III obat dan verbal.
1. Latih cara mengontrol PK secara A:
verbal (3 cara, yaitu: mengungkapkan, - Masalah resiko perilaku kekerasan
meminta, menolak dengan benar). belum teratasi
2. Masukkan pada jadual kegiatan untuk
P:Lanjutkan intervensi
latihan fisik, minum obat dan verbal.
- Validasi terkait SP I, SP II dan SP III
- Lanjutkan SP IV, cara mengontrol PK secara Spiritual

17:20 Resiko 1. Membina hubungan saling percaya S:


perilaku 2. Menanyakan keluhan yang dirasakan - Kien mengatakan sudah bisa
kekerasan 3. Mengulang kembali apa yang sudah memahami cara mengontrol perilaku kekerasan
diajarkan pada tahap SP I, SP II dan SP secara fisik , minum obat, verbal dan spiritual
III, Berikan pujian O:
4. Kontrak waktu kepada klien - Klien dapat mempraktikkan cara
5. Melaksanakan strategi pelaksana: mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, minum
SP IV obat, verbal dan spiritual
1. Latih cara mengontrol spiritual (2 A:
kegiatan). - Masalah resiko perilaku kekerasan
2. Masukkan pada jadual kegiatan untuk belum teratasi
latihan fisik, minum obat, verbal dan P:Lanjutkan intervensi
spiritual. - Validasi terkait SP I, SP II ,SP III dan SP IV
- Lanjutkan Penilaian kemandirian klien
BAB IV
PEMBAHASAN

Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak


sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat
membahayakan/ mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak
lingkungan. Seseorang yang mengalami masalah ini harus diberikan rencana dan
tindakan yang sesuai sehingga pola ekspresi kemarahannya dapat diubah menjadi
bentuk yang bisa diterima yaitu perilaku yang sesuai, yaitu ekspresi kemarahan
langsung kepada sumber kemarahan dengan tetap menghargai orang yang
menjadi sumber kemarahan tersebut.
Banyaknya masalah tentang gangguan jiwa menuntut tenaga kesehatan
seperti perawat untuk melakukan kerja ekstra untuk menanggulangi masalah ini.
Perawat dituntut untuk melakukan asuhan keperawatan jiwa yang maksimal
dengan selalu memperhatikan bio-psiko-spiritual klien (Yosep, 2013). Asuhan
keperawatan jiwa merupakan asuhan keperawatan spesialistik, namun tetap
dilakukan secara holistik pada saat melakukan asuhan keperatan pada klien.
Berbagai terapi keperawatan yang dikembangkan difokuskan kepada klien secara
individu, kelompok, keluarga maupun komunitas.
Faktor yang melatar belakangi terjadinya perilaku kekerasan merupakan
dampak dari berbagai pengalaman yang dialami tiap orang, artinya mungkin
terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh
individu : Psikologis (kejiwaan), Perilaku reinforcement (penguatan/ dukungan)
yang diterima pada saat melakukan kekerasan sering mengobservasi kekerasan di
rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan, selain itu terdapat faktor sosial budaya, dan Bioneurologis.
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi
penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang
ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi
sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
Berdasarkan hasil kelolaan pada Tn “SW”dengan perilaku kekerasan dan
harga diri rendah di Wisma Sadewa RSJ Grhasia Yogyakarta, dimana pengkajian
dilakukan pada hari Senin, tanggal 18 Desember 2016 , Masalah yang muncul
setelah dilakukan pengakajian adalah diagnosa Resiko perilaku kekerasan.
Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan jiwa berbeda dengan asuhan
keperawatan klinik biasanya. Untuk asuhan keperawatan jiwa kita harus
memberikan intervensi secara bertahap dilihat dari perkembangan pasien. Begitu
juga dengan asuhan keperawatan jiwa pada Tn.”SW” dengan perilaku kekerasan.
Agar dapat memberikan pelayanan asuhan keperawatan yang benar-benar
optimal dan efektif maka mahasiswa program profesi ners merencanakan
beberapa tujuan khusus (TUK) untuk diagnosa resiko perilaku kekerasan. TUK
ini saya terapkan atau implementasikan dengan tujuan agar intervensi yang kami
berikan ke klien dapat memberikan hasil yang optimal dan juga sesuai.
Pada penerapannya, klien dapat menjalankan semua TUK yang
ditargetkan kepada Tn.”SW” dan telah memberikan hasil yang positif yaitu
dimana semua tujuan yang diharapkan tercapai semuanya sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan. TUK yang telah diberikan selama 3 hari, klien juga perlu
mendapatkan dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasan dan klien
dapat menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pada pembahasan di BAB IV maka saya mendapatkan
beberapa hal terkait dengan asuhan keperawatan pada Klien Tn “SW”
dengan perilaku kekerasan yaitu :
1. Konsep dan teori keperawatan mengenai klien Tn. “SW” diterapkan
dengan proses pengkajian yang dilakukan dengan cara menganalisa,
pemeriksaan fisik, observasi keadaan umum dan melihat status klien.
Data-data yang ditemukan pada klien secara umum sesuai dengan teori
maupun kondisi dilapangan.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul sesuai dengan teori namun tidak
semua muncul, karena masalah yang ada pada klien tidak mendukung
diagnosa tersebut.
3. Rencana keperawatan yang dilaksanakan harus sesuai dengan kebutuhan
klien dan masalah yang sedang dihadapi klien.
4. Implikasi keperawatan yang dapat diterapkan di ruangan yaitu:
SP(Sasaran Pelaksanaan) : SP I, S PII, SP III dan SP IV
5. Tidak semua kasus dalam keperawatan jiwa mempunyai diagnosa
dan tindakan yang diberikan sama pula. Hal ini dikarenakan tiap kasus itu
berbeda antara pasien yang satu dengan yang lain tergantung kondisi
klien.
B. SARAN
1. Diharapkan perawat yang bertugas lebih melakukan pendekatan kepada
pasien secara holistik mengingat peran perawat yang bertugas di ruangan
berpengaruh terhadap kesembuhan klien.
2. Perawat sangat diharapkan selalu memberikan semangat dan dorongan
kepada klien dalam menyelesaiakan masalah yang dihadapinya.
Sehingga dapat mempercepat penyembuhan klien.
.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk (2010), Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo.

American Psychiatric Association, 2019 www.apa.org

Musliha. Keperawatan Gawat Darurat. 2010. Yogyakarta: Nuha Medika.

Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Jakarta : balitbang


Kemenkes RI

Stuart, G.W., Keliat, B.A., Pasaribu, J. (2016). Prinsip dan Praktik Keperawatan
Jiwa. Ed Indonesia. Singapore : Elsevier

WHO. (2009). The Mental Health 2009.

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa Bandung: PT Refika Aditama.


blogs.unpad.ac.id/antoniuscatur/files/2016/10/kekerasan.pdf

Anda mungkin juga menyukai