Anda di halaman 1dari 34

Penerapan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny.

E Dengan Risiko
Perilaku Kekerasan Pendekatan Terapi Generalis SP 1-4
*
Ira Agustyne Damanik1, Keren Aristha Laia2, Mei Yanti Malau3

kerenlaia02@gmail.com

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perjalanan penyakit pada orang dengan gangguan jiwa tidak selalu bersifat kronis.
Umumnya, gangguan jiwa ditandai dengan adanya penyimpangan yang
fundamental, karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta adanya afek yang tidak
wajar atau tumpul. Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah
kesehatan utama di negara-negara maju sehingga cenderung memberikan dampak
terhadap peningkatan gangguan jiwa semakin besar disebabkan oleh peristiwa
kehidupan yang penuh tekanan seperti kehilangan orang yang dicintai, putusnya
hubungan sosial, modern, dan industri. Pada umumnya gangguan mental yang
terjadi adalah gangguan kecemasan dan gangguan skizofrenia yang dikenal juga
dengan sebutan psikosis (Malfasari, 2020). Gangguan jiwa yang dialami oleh pasien
dengan skizofrenia tidak dapat diterangkan sebagai satu penyakit saja. Lebih tepat
apabila skizofrenia dianggap sebagai suatu sindrom atau suatu proses penyakit
dengan macam-macam variasi dan gejala (Damanik, Pardede, & Manalu. 2020).

Data dunia menyebutkan lebih dari 450 juta jiwa orang dewasa secara global
mengalami gangguan jiwa, dari jumlah itu hanya kurang dari separuh yang bisa
mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan. Terdapat sekitar 10% orang dewasa
mengalami gangguan jiwa dan ironisnya terdapat 25% penduduk dunia akan
mengalami gangguan jiwa selama hidupnya. Saat ini gangguan jiwa mencapai 13%
dari keseluruhan penyakit yang terjadi di dunia dan diperkirakan akan menjadi lebih
besar yaitu 15% dari keseluruhan penyakit di dunia (Maryati, Hasana, & Inayati.
2022). Menurut WHO (2019), Lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia (3,6% dari
populasi) menderita kesehatan jiwa. Sementara itu jumlah penderita depresi
sebanyak 322 juta orang di seluruh dunia (4,4% dari populasi), lebih dari 55 juta
orang terkena bipolar, Skizofrenia yang bersifat berat dan kronis yang menyerang
20 juta orang di seluruh dunia (WHO, 2019), Provinsi Sumatera Selatan 8%,
Provinsi Kalimantan Barat 7,9%. Sedangkan Provinsi Sumatera Utara berada pada
posisi ke 21 dengan privalensi 6,3%.

Skizofrenia merupakan penyakit kronis, parah, dan melumpuhkan, gangguan otak


yang di tandai dengan pikiran kacau, waham, delusi, halusinasi, dan perilaku aneh
atau katatonik (Pardede, & Laia. 2020). Skizofrenia menimbulkan distorsi pikiran
sehingga pikiran itu menjadi sangat aneh, juga distorsi persepsi, emosi, dan tingkah
laku yang dapat mengarah ke risiko perilaku kekerasan yang dapat berbahaya
dengan diri sendiri maupun orang lain sekitar (Pardede, 2020). Dalam penanganan
penyakit ini karena jiwa yang tergangangu maka di butuhkan adalah terapi,
rehabilitasi serta dengan konseling. Upaya terbesar untuk penangan penyakit
gangguan jiwa terletak pada keluarga dan masyarakat, dalam hal ini terapi terbaik
adalah bentuk dukungan keluarga dalam mencegah kambuhnya penyakit skizofrenia
(Pitayanti, & Hartono, 2020).
Risiko perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka
perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang
lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat
sedang berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan (Musmini,
2019). Penyebab dari perilaku kekerasan yaitu seperti kelemahan fisik (penyakit
fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, dan kurang percaya diri. Untuk faktor
penyebab dari perilaku kekerasan yang lain seperti situasi lingkungan yang terbiasa
dengan kebisingan, padat, interaksi sosial yang proaktif, kritikan yang mengarah
pada penghinaan, dan kehilangan orang yang di cintai (Madhani, & Kartina, 2020).
Seseorang yang mengalami perilaku kekerasan sering menunjukan perubahan
perilaku seperti mengancam, gaduh, tidak bisa diam, mondar-mandir, gelisah,
intonasi suara keras, ekspresi tegang, bicara dengan semangat, agresif, nada suara
tinggi dan bergembira secara berlebihan. Pada seseorang yang mengalami resiko
perilaku kekerasan mengalami perubahan adanya penurunan kemampuan dalam
memecahkan masalah, orientasi terhadap waktu, tempat dan orang serta gelisah
(Pardede, Siregar, & Halawa, 2020).

Berdasarkan praktik dilakukan diruang rawat inap cempaka, terdapat 5 orang pasien
yang mengalami skizofrenia dengan masalah resiko perilaku kekerasan. akan tetapi
yang menjadi subjek di dalam asuhan keperawatan ini adalah Ny. E, penyebab Ny.
E dijadikan sebagai subjek di karenakan klien belum biasa mengatasi risiko perilaku
kekerasan. Maka tujuan asuhan keperawatan yang akan di lakukan ialah untuk
mengajarkan Strategi pelaksanaan masalah resiko perilaku kekerasan pada saat Ny.
E mengalami resiko perilaku tersebut. Sehingga penulis tertarik mengangkat kasus
Ny. E

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan jiwa pada Ny. E dengan
Risiko Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mahasiswa mampu mengetahui tentang defenisi, tanda & gejala, factor
pencetus, mekanisme koping, penatalaksanaan pada pasien dengan Risiko
Perilaku Kekerasan.
2. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan Risiko
Perilaku Kekerasan.
3. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa atau masalah keperawatan pada
Ny. E dengan Risiko Perilaku Kekerasan.
4. mampu menetapkan intervensi keperawatan secara menyeluruh pada Ny.
E dengan Risiko Perilaku Kekerasan.
5. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan yang nyata pada Ny.
E dengan Risiko Perilaku Kekerasan.
6. Mahasiswa mampu mengevaluasi sebagai tolak ukur guna menerapkan
asuhan keperawatan pada Ny. E dengan Risiko Perilaku Kekerasan.
7. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Ny. E
dengan Risiko Perilaku Kekerasan.
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Teori Risiko Perilaku Kekerasan


2.1.1 Defenisi
Perilaku kekerasan merupakan respon maladaptive dimana pasien
melakukan kekerasan yang disebabkan oleh ketidakmampuan klien
mengatasi stressor yang dialaminya sehingga menyebabkan kerugian baik
terhadap pasien maupun orang lain (Wiranto, 2022). Seseorang yang
mengalami perilaku kekerasan sering menunjukan perubahan perilaku
seperti mengancam, gaduh, tidak bisa diam, mondar-mandir, gelisah,
intonasi suara keras, ekspresi tegang, bicara dengan semangat, agresif, nada
suara tinggi dan bergembira secara berlebihan. Pada seseorang yang
mengalami resiko perilaku kekerasan mengalami perubahan adanya
penurunan kemampuan dalam memecahkan masalah, orientasi terhadap
waktu, tempat dan orang serta gelisah (Hulu, Manurung, Meylani, Pagan, &
Pardede, 2022).
Perilaku kekerasan adalah seseorang yang dapat melukai orang lain secara
fisik maupun perkataan akibat sesorang yang tidak mampu mengatasi
stressor lingkungan. satu respon terhadap stressor yang dihadapi oleh
seseorang yang dihadapi oleh seeorang yang di tunjukan dengan perilaku
kekerasan baik pada diri sediri maupun orang lain dan lingkungan baik
secara verbal maupun non-verbal. Bentuk perilaku kekerasan yang dilakukan
bisa amuk, bermusuhan yang berpotensi melukai, merusak baik fisik maupun
kata-kata (Siregar, 2022). Sehingga Dapat disimpulkan bahwa risiko
perilaku kekerasan adalah perilaku marah yang diekspresikan dengan
tindakan mengancam dan juga mengakibatkan seseorang beresiko menyakiti
diri sendiri, dan banyak orang disekitarnya. Resiko perilaku kekerasan juga
menjadi masalah gangguan jiwa yang memberikan dampak hilangnya
kesadaran seseorang dalam mengontrol emosinya.

2.1.2 Tanda dan Gejala Risiko Perilaku Kekerasan


Tanda dan gerjala perilaku kekerasan adalah muka merah, tegang, mata
melotot/pandangan tajam, bicara kasar, nada suara tinggi, membentak, kata-
kata kotor, ketus, memukul benda/orang lain, menyerang orang lain, merusk
lingkungan, amuk/agresif, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk,
ingin berkelahi, cerewet, kasar, berdebat, menyinggung perasaan orang lain,
tidak peduli, kasar, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran (Estika, 2021,
dalam Hulu, & Pardede, 2022).
Tanda dan gejala perilaku kekerasan berdasarkan standar asuhan
keperawatan jiwa dengan masalah resiko perilaku kekerasan, (Pardede,
Siregar, & Hulu,2020) :
Data Subjektif
a. Mengungkapkan perasaan kesal atau marah.
b. Keinginan untuk melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
c. Klien suka membentak dan menyerang orang lain.
Data Objektif
a. Mata melotot/pandangn tajam.
b. Tangan mengepal dan Rahang mengatup.
c. Wajah memerah dan Postur tubuh kaku.
d. Mengancam dan Mengumpat dengan kata-kata kotor.
e. Suara keras, Bicara kasar, ketus.
f. Menyerang orang lain dan Melukai diri sendiri/orang lain.
g. Agresif dan mau merusak lingkungan.
Menurut keliet (2016), gejala klinis perilaku kekerasan berawal dari adanya :
1. Persaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap
penyakit (rambut botak karena terapi)
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
3. Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
4. Kurang percaya diri (sukar mengambil keputusan)
5. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien akan mengakhiri kehidupannya)

2.1.3 Etiologi
Menurut Malfasari (2020), ada beberapa faktor penyebab perilaku kekerasan
seperti :
1. Faktor predisposisi Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang
merupakan faktor predisposisi, artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak
terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut di alami oleh individu :
a. Psikologis Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian menyenagkan atau perasaan ditolak, dihina, dianiaya, atau
sanksi penganiayaan.
b. Perilaku reinforcement Yang diterima saat melakukan kekerasan,
dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu
mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Teori psikoanalitik Menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya ego dan
membuat konsep diri yang rendah. Agresi dapat meningkatkan citra
diri serta memberikan arti dalam hidupnya.
d. Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan
meliputi :
a) Faktor Biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor
herediter yaitu adanya anggota keluarga yang sering
memperlihatkan atau melakukan perilaku kekerasan, adanya
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, adanya riwayat
penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA
(narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya). Sedangkan
menurut Sutejo (2017) dari faktor-faktor tersebut masih ada teori-
teori yang menjelaskan tiap faktor.
1) Teori dorongan naluri (Instinctual drive theory)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan
oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat. Penelitian
neurobiologi mendapatkan bahwa adanyapemberian stimulus
elektris ringan pada hipotalamus (yang berada di tengah sistem
limbik) binatang ternyata menimbulkan perilaku agresif.
2) Teori psikomatik (Psycomatic theory)
Pengalaman marah dapat diakibatkan oleh respon psikologi
terhadap stimulus eskternal maupun internal. Sehingga sistem
limbik memiliki peran sebagai pusat untuk mengekspresikan
maupun menghambat rasa marah.
b) Faktor Psikologi
Frustation aggresion theory
Menerjemahkan bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai
suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan
agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang
dirancang untuk melukai orang atau objek. Hal ini dapat terjadi
apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal atau
terhambat. keadaan frustasi dapat mendorong individu untuk
berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang
melalui perilaku kekerasan.
c) Faktor Sosial Budaya
Teori lingkungan sosial (social environment theory) menyatakan
bahwa lingkungan sosial sangat mempengaruhi sikap individu
dalam mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mendukung
individu untuk berespon asertif atau agresif. Perilaku kekerasan
dapat dipelajari secara langsung melalui proses sosialisasi (Social
learning theory). Social learning theory menerjemahkan bahwa
agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat
dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk
terjadi. Sehingga seseorang akan berespon terhadap
keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon
yang dipelajarinya. Pembelajaran tersebut bisa internal maupun
eksternal. Contoh internal: orang yang mengalami keterbangkitan
seksual karena menonton film erotis menjadi lebih agresif
dibandingkan mereka yang tidak menonton film tersebut; seorang
anak yang marah karena tidak boleh beli es krim kemudian ibunya
memberinya es agar si anak berhenti marah, anak tersebut akan
belajar bahwa bila ia marah maka ia akan mendapatkan apa yang
ia inginkan. Contoh eksternal : seorang anak menunjukan perilaku
agresif setelah melihat seorang dewasa mengekspresikan berbagai
bentuk perilaku agresif terhadap sebuah boneka. Kultural dapat
pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat
membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat
diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu
individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang aserif.

2. Faktor presipitasi perilaku kekerasan pada seiap individu bersifat unik,


berbeda satu orang dengan yang lain. Faktor ini berhubungan dengan
pengaruh stresor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap
individu. Stresor tersebut dapat merupakan penyebab yang berasal dari
dalam maupun dari luar individu. Stresor dari dalam berupa kehilangan
relasi atau hubungan dengan orang yang dicintai atau berarti seperti
kehilangan keluarga, sahabat yang dicintai, kehilangan rasa cinta,
kekhawatiran terhadap penyakit, fisik dan lain-lain. Sedangkan stresor dari
luar berupa serangan fisik. Secara umum seseorang akan marah jika dirinya
merasa terancam, baik injuri fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Faktor
pencetus sebagai berikut:
a. Klien : kelemahan fisik, keputusan, ketidakberdayaan, kehidupan yang
penuh agresif dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti,
konflik, merasa terancam baik internal maupun eksternal (Nadek,
2019).

2.1.4 Rentang Respons Marah


Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk


1. Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain
2. Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realistis atau terhambat
3. Pasif :Respons lanjutan dimana pasien tidak dapat mengungkapkan
perasaannya
4. Agresif :Perilaku destruktif tapi masih dapat dikontrol. Orang agresif
biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa
setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan
mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
5. Amuk :Perilaku destruktif dan tidak terkontrol. Yaitu rasa marah dan
bermusuhan yang kuat disertai kehilangan control diri. Pada keadaaan ini
individu dapat merusak dirinya sendiri maupun orang lain.

2.1.5 Mekanisme Koping


Menurut Prastya, & Arum (2017). Perawat perlu mengidentifikasi
mekanisme koping klien, sehingga dapat membantu klien untuk
mengembangkan koping yang konstruktif dalam mengekpresikan
kemarahannya.Mekanisme koping yang umum digunakan adalah
mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi,
represif, denial dan reaksi formasi.
Perilaku yang berkaitan dengan risiko perilaku kekerasan antara lain:
a. Menyerang atau menghindar
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan system
syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi epinefrin yang menyebabkan
tekanan darah meningkat, takikardi, wajah marah, pupil melebar, mual,
sekresi HCL meningkat, peristaltik gaster menurun, kewaspadaan juga
meningkat, tangan mengepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek
yang cepat.
b. Menyatakan secara asertif
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan perilaku asertif
adalah cara yang terbaik, individu dapat mengekspresikan rasa
marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis
dan dengan perilaku tersebut individu juga dapat mengembangkan diri.
c. Memberontak
Perilaku muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku
untuk menarik perhatian orang lain.
d. Perilaku kekerasan
e. Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan akibat konflik perilaku
untuk menarik perhatian orang lain.
2.1.6 Penatalaksanaan
Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2
yaitu:
1. Penatalaksanaan keperawatan
a. Psikoterapeutik
b. Lingkungan terapieutik
c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
d. Pendidikan kesehatan
2. Penanganan medis yang dapat di berikan seperti obat antipsikotik adalah
Chlorpoazine (CPZ), Risperidon (RSP) Haloperidol (HLP), Clozapin dan
Trifluoerazine (TFP). Untuk terapi non medis seperti terapi generalis,
untuk mengenal masalah perilaku kekerasan serta mengajarkan
pengendalian amarah kekerasan secara fisik: nafas dalam dan pukul bantal,
minum obat secara teratur, berkomunikasi verbal dengan baik-baik,
spritual : beribadah sesuai keyakinan pasien dan terapi aktivitas kelompk
(Estika, 2021)

2.2 Konsep Asuhan Keperawataan Jiwa


2.2.1 Pengkajian
1.Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, No MR, tanggal masuk RS, tangal pengkajian.
2.Alasan masuk
Biasanya klien masuk dengan alasan sering mengamuk tanpa sebab,
memukul, membanting, mengancam, menyerang orang lain, melukai diri
sendiri, mengganggu lingkungan, bersifat kasar dan pernah mengalami
gangguan jiwa dimasa lalu kambuh karena tidak mau minum obat secara
teratur (Keliat,2016).
3.Faktor Predisposisi
a. Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu dan
pernah dirawat atau baru pertama kali mengalami gangguan jiwa
(Parwati, Dewi & Saputra 2018).
b. Biasanya klien berobat untuk pertama kalinya kedukun sebagai
alternative serta memasung dan bila tidak berhasil baru di bawa
kerumah sakit jiwa.
c. Trauma. Biasnya klien pernah mengalami atau menyaksikan
penganiayaan fisik, seksual, penolakan, dari lingkungan.
d. Biasanya ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, kalau
ada hubungan dengan keluarga, gejala, pengobatan dan perawatan.
e. Biasanya klien pernah mengalami pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan misalnya, perasaan ditolak, dihina, dianiaya, penolakan
dari lingkungan
4.Fisik Pengkajian fisik
a. Ukur dan observasi tanda-tanda vital seperti tekanan darah akan
bertambah naik, nadi cepat, suhu, pernapasan terlihat cepat.
b. Ukur tinggi badan dan berat badan.
c. Yang kita temukan pada klien dengan prilaku kekerasan pada saat
pemeriksaan fisik (mata melotot, pandangan tajam, tangan mengepal,
rahang mengatup, wajah memerah)
d. Verbal (mengancam, mengupat kata-kata kotor, berbicara kasar dan
ketus).
5.Psikososial
a. Genogram
Genogram dibuat 3 generasi keatas yang dapat menggambarkan
hubungan klien dengan keluarga. Tiga generasi ini dimaksud
jangkauan yang mudah diingat oleh klien maupu keluarg apa dasaat
pengkajian.
b. Konsep diri
c. Biasanya ada anggota tubuh klien yang tidak disukai klien yang
mempengaruhi keadaan klien saat berhubungan dengan orang lain
sehingga klien merasa terhina, diejek dengan kondisinya tersebut.
d. Identitas
Biasanya pada klien dengan prilaku kekerasan tidak puas dengan
pekerjaannya, tidak puas dengan statusnya, baik disekolah, tempat
kerja dan dalam lingkungan tempat tinggal
e. Harga diri
Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan hubungan dengan
orang lain akan terlihat baik, harmoni sata terdapat penolakan atau
klien merasa tidak berharga, dihina, diejek dalam lingkungan keluarga
maupun diluar lingkungan keluarga.
f. Peran diri
Biasanya klien memiliki masalah dengan peranatau tugas yang
diembannya dalam keluarga, kelompok atau masyarakat dan biasanya
klien tidak mampu melaksanakan tugas dan peran tersebut dan merasa
tidak berguna.
g. Ideal diri
Biasanya klien memilki harapan yang tinggi terhadap tubuh, posisi dan
perannya baik dalam keluarga, sekolah, tempat kerja dan masyarakat.
6.Hubungan sosial
a. Orang yang berarti Tempat mengadu, berbicara
b. Kegiatan yang diikuti klien dalam masyarakat dan apakah klien
berperan aktif dalam kelompok tersebut
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain/tingkat keterlibatan
klien dalam hubungan masyarakat.
7.Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Biasanya klien mengatakan bahwa dia tidak mengalami gangguan
jiwa.
b. Kegiatan ibadah
Biasaya dalam selama sakit klien jarang melakukan ibadah.
8.Status mental
a. Penampilan.
Biasanya penampilan klien kotor.
b. Pembicaraan.
Biasanya pada klien prilaku kekerasan pada saat dilakukan pengkajian
bicara cepat,keras, kasar, nada tinggi dan mudah tersinggung.
c. Aktivitas motoric
Biasanya aktivitas motoric klien dengan prilaku kekerasan akan terlihat
tegang, gelisah, gerakan otot muka berubah- ubah, gemetar, tangan
mengepal, dan rahang dengan kuat.
d. Alam perasaan
Biasanya akan merasa sedih dan menyesali apa yang telah dilakukan
e. Efek
Biasanya klien mudah tersinggung dan sering marah-marah tanpa
sebab
f. Interaksi selama wawancara
Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan akan terlihat
bermusuhan, curiga, tidak kooperatif, tidak mau menatap lawan bicara
dan mudah tersinggung.
g. Persepsi
Biasanya klien dengan prilaku kekerasan masih dapat menjawab
pertanyaan dengan jelas.
h. Isi Pikir
Biasanya klien meyakini dirinya tidak sakit, dan baik-baik saja.
i. Tingkat kesadaran
Biasanya klien prilaku kekerasan kadang tampak bingung,
j. Memori
Biasanya klien diwaktu wawancara dapat mengingat kejadian yang
terjadi dan mengalami gangguan daya ingat jangka panjang.
k. Kemampuan penilaian
Biasanya klien mengalami kemampuan penilaian ringan dan sedang
dan tidak mampu mengambil keputusan
l. Daya fikir diri
Biasanya klien mengingkari penyakit yang dideritanya
9.Kebutuhan persiapan pulang
a. Makan
Biasanya klien tidak mengalami perubahan
b. BAB/BAK
Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan tidak ada gangguan
c. Mandi
Biasanya klien jarang mandi, tidak menyikat gigi, jarang mencuci
rambut dan bercukur atau berhias. Badan klien sangat bau dan kotor,
dan klien hanya melakukan kebersihan diri jika disuruh.
d. Berpakaian
Biasanya klien jarang mengganti pakaian, dan tidak mau berdandan.
Klien tidak mampu mengenakan pakaian dengan sesuai dan klien tidak
mengenakan alas kaki
e. Istirahat dan tidur
Biasanya klien tidak melakukan persiapan sebelum tidur, seperti:
menyikat gigi, cucu kaki, berdoa. Dan sesudah tidur. Seperti: merapikan
tempat tidur, mandi atau cuci muka dan menyikat gigi. Frekuensi tidur
klien berubah-ubah, kadang nyenyak dan kadang gaduh atau tidak tidur.
f. Penggunaan obat
Biasanya klien mengatakan minum obat 3 kali sehari dan klien tidak
mengetahui fungsi obat dan akibat jika putus minum obat.
g. Pemeliharaan Kesehatan
Biasanya klien tidak memperhatikan kesehatannya, dan tidak peduli
tentang bagaimana cara yang baik untuk merawat dirinya.
h. Aktifitas didalam rumah
Biasanya klien mampu merencanakan, mengolah, dan menyajikan
makanan, merapikan rumah, mencuci pakaian sendiri dan mengatur
biaya sehari-hari.
10. Mekanisme koping
Biasanya klien menggunakan respon maldaptif yang ditandai dengan
tingkah laku yang tidak terorganisir, marah-marah bila keinginannya tidak
terpenuhi, memukul anggota keluarganya, dan merusak alat-alat rumah
tangga.
11. Masalah psikologis dan lingkungan
Biasanya klien merasa ditolak dan mengalami masalah interaksi dengan
lingkungan
12. Pengetahuan
Biasanya klien dengan prilaku kekerasan kurang pengetahuan tentang
penyakitnya, dan klien tidak mengetahui akibat dari putus obat dan fungsi
Dari obat yang diminumnya.

2.2 Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan pohon masalah dari teori (Nursali, Damaiyanti, 2018) bahwa
perilaku kekerasan disebabkan oleh halusinasi pendengaran, akan berakibat
resiko mencederai diri sendiri dan orang lain, dan lingkungan, dari halusinasi
dapat berakibat terjadi mencedarai orang 12 lain. Diagnosa keperawatan yang
muncul pada klien dengan perilaku kekerasan, halusinasi pendengaran, isolasi
sosial dan harga diri rendah.

2.3 Intervensi Keperawatan


Rencana tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosa gangguan persepsi
sensori RPK meliputi pemberian tindakan keperawatan berupa terapi (Sulah,
Pratiwi, & Teguh. 2016) yaitu :
1. Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara tarik nafas dalam dan
memukul kasur/ bantal
2. Minum obat secara teratur.
3. kontrol perilaku kekerasan dengan cara berbicara baik- baik
4. spiritual
Strategi pelaksanaan pasien dengan risiko perilaku kekerasan ada 4 cara antara
lain SP 1 (identifikasi penyebab, tanda-tanda, jenis perilaku kekerasan yang
dilakukan dan latihan cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik : tarik nafas
dalam dan pukul kasur bantal), SP 2 (Latihan minum obat), SP 3 (Latihan secara
verbal 3 cara yaitu mengungkapkan, meminta, dan menolak dengan benar), SP
4 (Latihan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan berdoa).

2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi
nyata sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana, hal ini terjadi karena
perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan
tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana
tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya (here and
now). Perawat juga menilai diri sendiri, apakah kemampuan interpersonal,
intelektual, tekhnikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan, dinilai
kembali apakah aman bagi klien. Setelah semuanya tidak ada hambatan maka
tindakan keperawatan boleh dilaksanakan (Sahputra, 2021)

Implementasi dilakukan sesuai intervensi keperawatan pada klien dengan perilaku


kekerasan dengan melihat kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor klien.
Tehnik yang perlu diperhatikan adalah strategi komunikasi, yang harus dilakukan
yaitu : bersikap tenang, bicara lambat, bicara tidak dengan cara menghakimi,
bicara netral dengan cara yang kongkrit, tunjukkan respek pada klien, hindari
intensitas kontak mata langsung, demonstrasikan cara mengontrol situasi tanpa
kesan berlebihan, fasilitasi pembicaraaan klien, dengarkan klien, jangan terburu-
buru menginterpretasikan, jangan buat janji yang tidak dapat perawat sejati.
Lingkungan: menyediakan berbagai aktivitas. Tindakan perilaku: membuat
kontrak dengan klien mengenai perilaku yang dapat diterima.

2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah proses hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan
respon klien pada tujuan umum dan tujuan khusus yang telah ditentukan. untuk
menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan dengan
pendekatan SOAP, selain itu klien dapat membina hubungan saling percaya, klien
dapat mengenal RPKnya, klien dapat mengontrol RPK. Data objektif pasien
tampak berbicara sendiri saat RPK itu datang, pasien dapat berbincang- bincang
dengan orang lain, pasien mampu melakukan Tarik nafas dalam terjadwal, dan
minum obat secara teratur (Anggit, 2021).
BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1. Identitas Klien


Inisial : Ny. E

Jenis Kelamin : Perempuan


Umur : 33 th
Status : Bercerai

Tanggal Pengkajian : 22 Februari 2022


Informan : Status Pasien dan komunikasi dengan pasien

3.2. ALASAN MASUK RUMAH SAKIT :


Alasan pasien masuk rumah sakit karena klien melakukan tindakan membakar
rumah tetangganya, membakar motor abangnya, dan mengancam keluarganya.

3.3. FAKTOR PREDISPOSISI


Klien sebelumnya pernah mengalami gangguan jiwa dan dirawat di RSJ Prof.
Dr.M. Ildrem ±6 bulan yang lalu dan pulang ke rumah dalam keadaan tenang,
sebelumnya dirumah klien rutin minum obat, namun setelah ibu klien meninggal
tidak ada yang mau mengantar klien control dan mengambil obat dikarenakan
keluarga tidak mengetahui cara pengurusan obat dan jarak dari rumah ke RSJ yang
lumayan jauh. Keluarga klien tidak ada yang mengalami riwayat gangguan jiwa.
Masalah keperawatan : Resiko perilaku kekerasan

3.4. Fisik
Klien tidak memiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan tanda -tanda vital,
didapatkan hasil TD : 118/75 mmHg, HR : 90x/i, RR: 22x/i, S: 36,3OC. Klien
memiliki tinggi badan 166 cm dan berat badan 62 kg.

3.5. PSIKOSOSIAL
3.5.1. Genogram
Penjelasan : Klien merupakan anak ke 7 dari 7 bersaudara, klien sudah menikah
dan memiliiki 1 anak perempuan, tapi suaminya sudah meninggal 8 bulan yang
lalu dan anak nya meninggal 1 tahun yang lalu dan tidak ada pekerjaan. Ibu klien
meninggal 4 bulan yang lalu karena stroke.

Keterangan :
Laki-laki :

Perempuan :

Meninggal :

3.5.2. Konsep Diri


a. Gambaran Diri
b. Identitas : Klien merupakan anak ke 7 dari 7 bersaudara, klien sudah
menikah dan memiliiki 1 anak perempuan, tapi suami dan anaknya sudah
meninggal dan dia tidak ada pekerjaan.
c. Peran : Klien berperan sebagai anak dari 7 bersaudara dan Klien berperan
sebagai ibu dari anak 1
d. Ideal diri : Klien menyukai bagian seluruh bagian tubuhnya
e. Harga diri : Klien merasa bahwa saudaranya tidak memperdulikan dia dan
membenci dia dan keluarganya menyalahkan dia atas meninggalnya ibu
klien. Masalah Keperawatan: Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

3.5.3. Hubungan Sosial


a. Orang yang berarti : Keluarga
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat : Klien tidak mengikuti
kegiatan apapun di lingkungan tempat tinggalnya. Namun di RSJ klien selalu
ikut kegiatan atau aktvitas bersama, seperti senam Keperawatan Jiwa atau
kadang terapi aktivitas lainnya. Klien selalu bergabung dengan teman teman
nya diruangan.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: Emosi yang tidak bisa
dikendalikan dan perasaan bersalah terhadap orang tua nya
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah

3.5.4. Spritual
a. Nilai dan Keyakinan : Klien Beragama Kristem dan meyakini agamnya
b. Kegiatan ibadah : Tidak pernah ibadah
Masalah Keperawatan : Defisit Spritual

3.5.5. Status Mental


 Penampilan :Klien berpenampilan rapi dan bersih
 Pembicaraan Penjelasan : Pasien berbicara dengan jelas dan tidak ada
hambatan
 Aktivitas motorik Penjelasan :Klien tampak tegang saat bercerita tentang
kejadian yang membuatnya masuk RSJ Masalah Keperawatan : Risiko
Perilaku kekerasan
 Alam perasaan Penjelasan : Klien merasa bahwa dia sudah tidak berguna dan
tidak ada yang akan menerima dia lagi selain abangnya yang mau
menampung dia
Masalah keperawatan : Gangguan Konsep diri : harga diri rendah
 Afek : Afek labil, Klien mudah marah dan emosi jika ada yang mengganggu
atau tidak mengikuti perintahnya
Masalah Keperawatan :Risiko Perilaku kekerasan
 Interaksi selama wawancara :tidak ada masalah, klien dapat menjawab
dengan baik setiap pertanyaan yang diberikan Masalah Keperawatan :tidak
ada masalah
 Persepsi : Klien sering mendengar suara-suara aneh, isi suaranya seperti
menantang dan mengejek, seperti “pukul dia ”, “bakar dia” dan suara aneh
lainnya Masalah Keperawatan :halusinasi pendengaran
 Proses Pikir Penjelasan : Klien mampu menjawab pertanyaan dengan baik
dan jelas
 Pembicaraan/persevarasi :Tidak ada masalah dalam pembicaraan
 Isi Pikir Penjelasan : Klien dapat mengendalikan isi pikirnya, tidak ada
gangguan isi pikir atau waham
 Tingkat Kesadaran : kesadaran klien yaitu compos mentis, tidaak ada
gangguan orientasi realita (orang, waktu, dan tempat).
 Memori : Klien mampu menceritakan kejadian di masa lalu dan yang baru
terjadi.
 Tingkat konsentrasi berhitung : Klien mampu berkonsentrasi dalam
perhitungan sederhana tanpa bantuan orang lain.
 Kemampuan penilaian: Klien dapat membedakan hal yang baik dan yang
buruk.
 Daya tilik diri : Klien menyadari bahwa dirinya sakit, dia menyadari bahwa
dirinya mudah marah dan gampang memukul orang.

3.6. Mekanisme Koping


Mekanisme koping klien adapattif, klien dapat berbicara dan berinteraksi serta
kooperatif.

3.7. Masalah Psikososial Dan Lingkungan


Pasien tidak ikut kegiatan apapun dilingkungannya, pasien lebih sering menyendiri
dikamar. Namun pasien selalu ikut dalam kegiatan di RSJ, seperti senam pagi atau
kegiatan lainnya.

3.8. Pengetahuan Kurang Tentang Gangguan Jiwa


Klien tidak paham bagaimana cara mengendalikan emosisnya

3.9. Aspek Medik


Diagnosa Medik : Skizofrenia Paranoid Terapi Medik : Rosperidone 2mg 2 x 1 dan
Clozapinee 25 mg 1 X 1

3.10. Analisa Data


No Data Masalah Keperawatan
1. Subjektif : Resiko Perilaku
Klien pernah membakar motor Kekerasan
abangnya dan membakar rumah
tetangganya, dan mengancam
keluarganya. Klien berkata suara
suara aneh menyuruhnya untuk
melakukan tindakan itu.
Objektif :
Klien tampak tidak dapat menahan
emosi nya saat dia di ganggu
2. Subjektif : Gangguan Persepsi
Klien mengatakan mendengar Sensori : Halusinasi
suara suara aneh seperti mengejek Pendengaran
atau menyuruhnya untuk memukul
orang dan melukai dirinya sendiri.
Objektif : Klien tampak bingung
dan gelisah
3. Subjektif : Gangguan Konsep Diri
Klien mmengatakan merasa tidak : Harga diri rendah
dihargai dan klien merasa tidak
berguna, Klien mengatakan merasa
minder dan malu karena tidak bisa
melakukan apapun dalam
hidupnya, Klien mengatakan
merasa sedih karena di rawat di
rumah sakit jiwa
Objektif :
Klien tampak malu dan gelisah, dan
tampak sedih saat di kaji serta
menundukkan kepala

3.11. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN


a. Risiko Perilaku Kekerasan
b. Gangguan Persepsi Sensori :Halusinasi Pendengaran
c. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

3.12. Pohon Masalah

Resiko Perilaku
Kekerasan

Gangguan Persepsi
Sensori:Halusinasi
Pendengaran

Gangguan Konsep Diri :


Harga Diri Rendah

3.13. Daftar diagnosa Keperawatan


1. Risiko Perilaku Kekerasan
2. Halusinasi
3. Harga Diri Rendah

3.14. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Intervensi
Keperawatan

Resiko Perilaku Kekerasan Sp 1 :


Latih klien melakukan cara
mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara : a. Latihan fisik 1.
Tarik nafas dalam
b. Latihan fisik 2 Pukul Kasur
bantal
Sp 2 :
Mengontrol perilaku kekerasan
dengan minum obat secara
teratur
Sp 3:
Komunikasi secara verbal asertif
atau berbicara baik-bai
Sp4 :
Spritual
Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi Sp 1 :
1. Mengidentifikasi isi,
frekuensi, waktu terjadi,
situasi pencetus, perasaan
dan respon halusinasi.
2. Mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik
Sp 2 :
Mengontrol halusinasi dengan
makan obat teratur
Sp 3 :
Mengontrol halusinasi dengan
bercakap - cakap dengan orang
lain Sp 4 :
Mengontrol halusinasi dengan
melakukan kegiatan terjadwal.
Gangguan konsep diri : harga diri Sp 1 :
rendah Mengidentifikasi kemampuan
dan aspek positif yang dimiliki
Sp 2:
1.Menilai kemampuan yang
dapat digunakan
2.Menetapkan/memilih kegiatan
sesuai kemampuan
3.Melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang dipilih satu
Sp 3:
Melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang dipilih dua
Sp 4:
Melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang dipilih tiga

3.15. Implementasi dan Evaluasi keperawatan


Hari / Tgl Implementasi Evaluasi
Rabu, 23 1. Data : S:
Februari Tanda dan gejala : mudah marah- Senang dan bersemangat
2022 marah, tidak dapat menahan emosi, O:
15.20 mudah tersinggung, tatapan sinis, suka - Klien mampu melakukan
menyendiri, merasa tidak dihargai latihan fisik tarik nafas
2. Diagnosa Keperawatan : Resiko dalam dengan mandiri
Perilaku Kekerasan - Klien mampu pukul
3. Tindakan Keperawatan kasur bantal dengan
Sp 1 : mandiri
Latih klien melakukan cara mengontrol A:
perilaku kekerasan dengan cara: Risiko Perilaku kekerasan
a. Latihan fisik 1. Tarik nafas dalam (+)
b. Latihan fisik 2 Pukul Kasur bantal P:
4. RTL Latihan fisik : -Tarik nafas
Sp2: dalam 1x/ hari -Pukul kasur
Mengontrol perilaku kekerasan dengan bantal 1x/ hari
minum obat secara teratur

Kamis, 24 1. Data : S:
Februari Tanda dan gejala: Senang dan bersemangat
2022 mudah marah- marah, tidak dapat O:
15.45 menahan emosi, mudah tersinggung, -Klien mampu melakukan
tatapan sinis, suka menyendiri, merasa tarik nafas dalam dengan
tidak dihargai. Kemampuan : menerima mandiri
orang yang ingin megurut badan di - Klien mampu pukul kasur
rumahnya. bantal secara mandiri
2. Diagnosa Keperawatan : Resiko - Klien mampu meminum
Perilaku Kekerasan obat secara teratur dengan
3. Tindakan Keperawatan bantuan perawat
Sp2: A:
1. Mengevaluasi kemampuan klien Risiko Perilaku kekerasan
untuk tarik nafas dalam dan pukul kasur (+)
bantal P:
2.Memberikan informasi tentang - Latihan tarik nafas dalam
penggunaan obat 1 x/hari
4. RTL - Latihan pukul kasurbantal
Sp 3 : Risiko Perilaku Kekerasan 1 x/hari
Komunikasi secara verbal: - Minum obat
Asertif/bicara baik-baik. Clozapine 1x1
Risperidone 2x1
Jumat, 25 1. Data : S:
Februari Tanda dan gejala: Antusias dan bersemangat
2022 mudah marah- marah, tidak dapat O:
16.10 menahan emosi, mudah tersinggung, - Klien mengetahui
tatapan sinis, suka menyendiri, merasa manfaat obat dan minum
tidak dihargai. Kemampuan : menerima obat secara teratur
orang yang ingin megurut badan di - Klien mampu bicara baik-
rumahnya. baik
2. Diagnosa Keperawatan : Resiko A:
Perilaku Kekerasan Risiko Perilaku kekerasan
3. Tindakan Keperawatan (+)
Sp 3: P:
1. Mengevaluasi pengetahuan klien - Latihan tarik nafas dalam
tentang obat 1 x/hari
2. Komunikasi secara verbal : - Latihan pukul Kasur
Asertif/bicara baik-baik bantal 1 x/hari
4. RTL - Minum obat
Sp 4 : Risiko Perilaku Kekerasan Clozapine 1x1
Spiritual. Risperidone 2x1
Selasa, 01 1. Data : S:
Maret Tanda dan gejala: Senang dan bersemangat
2022 mudah marah- marah, tidak dapat O:
09.20 menahan emosi, mudah tersinggung, - Klien mampu berdoa dan
tatapan sinis, suka menyendiri, merasa yakin dengan agamanya.
tidak dihargai. Kemampuan : menerima A:
orang yang ingin megurut badan di Risiko Perilaku kekerasan
rumahnya. (+)
2. Diagnosa Keperawatan : Resiko P:
Perilaku Kekerasan - Latihan tarik nafas dalam
3. Tindakan Keperawatan 1 x/hari
Sp 4: - Latihan pukul Kasur
1. Mengevaluasi cara bicara klien bantal 1 x/hari
2. Melatih spiritual - Minum obat
4. RTL Clozapine 1x1
Follow up dan Evaluasi Sp1-Sp4 Risperidone 2x1
-Berdoa 3x1
Rabu, 03 1. Data : S:
Maret Tanda dan gejala: Antusias dan bersemangat
2022 mudah marah- marah, tidak dapat O:
10.15 menahan emosi, mudah tersinggung, - Klien mampu melakukan
tatapan sinis, suka menyendiri, merasa latihan fisik tarik nafas
tidak dihargai. Kemampuan : menerima dalam dengan mandiri
orang yang ingin megurut badan di - Klien mampu pukul kasur
rumahnya. bantal dengan mandiri
2. Diagnosa Keperawatan : Resiko - Klien mengetahui
Perilaku Kekerasan manfaat obat dan minum
Sp Resiko Perilaku Kekerasan obat secara teratur
: - Klien mampu bicara baik-
Evaluasi Sp1-Sp4 baik
- Klien mampu berdoa
A:
Risiko Perilaku kekerasan
(+)
P:
- Latihan tarik nafas dalam
1 x/hari
- Latihan pukul Kasur
bantal 1 x/hari
- Minum obat
Clozapine 1x1
Risperidone 2x1
-Berdoa 3x1
Jumat , 041. Data: S:
Maret Tanda dan gejala : Pasien mengatakan masih
2022 Berbicara sendiri, Mendengar suara- mendengar suara-suara
11.20 suara, Tertawa sendiri , Berbicara yang berkata “pukul dia,
sendiri apa kau, bakar dia,”
2. Diagnosa Keperawatan : Halusinasi O:
pendengaran - klien tampak berbicara
3. Tindakan keperawatan tidak jelas
Sp 1: Halusinasi pendengaran - klien tampak gelisah dan
Mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu ketakutan
terjadi, situasi pencetus, perasaan dan A:
respon halusiasi Halusinasi Pendengaran
2. Melatih cara Menghardik (+)
4. RTL: Sp 2 Halusinasi Pedengaran P:
1. Minum obat secara teratur - Menghardik 3x1
Senin, 07 1. Data: S:
Maret Tanda dan gejala : pasien mengatakan masih
2022 mendengar suara-suara
15.20
Berbicara sendiri, Mendengar suara- yang berkata “pukul dia,
suara, Tertawa sendiri , Berbicara apa kau, bakar dia,”
sendiri O:
2. Diagnosa Keperawatan : Halusinasi - klien tampak berbicara
pendengaran sendiri, klien tampak
3. Tindakan keperawatan ketakutan
Sp 2: - klien mampu minum obat
1. Minum Obat teratur secara teratur
4. RTL: Sp 3 Halusinasi Pedengaran - Klien mampu melakukan
1. Bercakap-cakap dengan orang lain cara menghardik dengan
motivasi
A:
Halusinasi Pendengaran
(+)
P:
-Menghardik 3x1
-Minum obat 2x1
Risperidone 2x1
Clozapine 1x1
Selasa , 08 1. Data: S:
Maret Tanda dan gejala : pasien mengatakan suara
2022 Berbicara sendiri, Mendengar suara- suara mulai berkurang
16.30 suara, Tertawa sendiri , Berbicara O:
sendiri - Klien mengetahui
2. Diagnosa Keperawatan : Halusinasi manfaat obat
pendengaran - Klien mampu bercakap-
3. Tindakan keperawatan cakap dengan orang lain
Sp 3: A:
1. Evaluasi pengetahuan dan kepatuhan Halusinasi Pendengaran
minum obat (+)
2. Bercakap-cakap dengan orang lain P:
4. RTL: Sp 4 Halusinasi Pedengaran -Menghardik 3x1
1. Melakukan Kegiatan terjadwal -Minum obat 2x1
Risperidone 2x1
Clozapine 1x1
Rabu, 09 1. Data: S: Klien merasa senang
Maret Tanda dan gejala : O:
2022 Berbicara sendiri, Mendengar suara- Klien melakukan kegiatan
14.20 suara, Tertawa sendiri , Berbicara terjadwal
sendiri A:
2. Diagnosa Keperawatan : Halusinasi Halusinasi Pendengaran
pendengaran (+)
3. Tindakan keperawatan P:
Sp 4: -Menghardik 3x1
1. Melakukan Kegiatan terjadwal -Minum obat 2x1
4. RTL: Evaluasi Sp1-Sp4 Risperidone 2x1
Clozapine 1x1
Kamis, 10 1. Data S:
Maret Tanda dan gejala : Klien tampak malu Klien mengatakan senang
2022 dan gelisah, dan tanpak sedih saat di O: Klien mampu
15.20 kaji serta menundukkan kepala mengikdentifikasi
Merasa malu karena masuk rumah sakit kemampuan dan aspek
jiwa positif yang dimiliki klien
- Kontak mata kurang dengan bantuan yaitu
- Berbicara pelan dan lirih sholat, menyapu, menyuci
2. Diagnosa keperawatan : Harga diri piring.
rendah
3. Tindakan keperawatan A: HDR (+)
Sp 1 HDR P:
2. Mengidentifikasi kemampuan dan - Latih klien merapikan
aspek positif yang dimiliki tempat tidur 1x1 hari
4. RTL: Sp 2 HDR - Latih klien menyapu
1. Menilai kemamampuan yang dapat bawah tempat tidur 2x1
di gunakan hari
2. Menetapkan/memilih kegiatan sesuai
kemampuan
3. Melatih kegiatan sesuai kemampuan
yang dipilih 1
Kamis, 10 1. Data S:
Maret Tanda dan gejala : Klien tampak malu Klien mengatakan senang
2022 dan gelisah, dan tanpak sedih saat di O: -Klien mampu
15.20 kaji serta menundukkan kepala membersihkan tempat tidur
Merasa malu karena masuk rumah sakit
jiwa A: HDR (+)
- Kontak mata kurang P:
- Berbicara pelan dan lirih -Membersihkan tempat
2. Diagnosa keperawatan : Harga diri tidur 1x1 hari
rendah
3. Tindakan keperawatan
Sp 2 HDR
1. Menilai kemamampuan yang dapat
di gunakan
2. Menetapkan/memilih kegiatan sesuai
kemampuan
3. Melatih kegiatan sesuai kemampuan
yang dipilih 1
4. RTL: Sp 3 HDR
1. Melatih kegiatan sesuai kemampuan
yang dipilih 2
Jumat, 11 1. Data S:
Maret Klien mengatakan senang
2022 O:
08.20 Tanda dan gejala : Klien tampak malu -Klien mampu mencuci
dan gelisah, dan tanpak sedih saat di piring
kaji serta menundukkan kepala A: HDR (+)
Merasa malu karena masuk rumah sakit P:
jiwa -Membersihkan tempat
- Kontak mata kurang tidur
- Berbicara pelan dan lirih -Mencuci piring 1x1 hari
2. Diagnosa keperawatan : Harga diri
rendah
3. Tindakan keperawatan
Sp 3 HDR
1. Melatih kegiatan sesuai kemampuan
yang dipilih 2
4. RTL: Sp 4 HDR
1. Melatih kegiatan sesuai kemampuan
yang dipilih 3
Jumat, 11 1. Data S
Maret Tanda dan gejala : Klien tampak malu : Klien mengatakan senang
2022 dan gelisah, dan tanpak sedih saat di O:
11.30 kaji serta menundukkan kepala -Klien mampu menyapu
Merasa malu karena masuk rumah sakit A: HDR (+)
jiwa P:
- Kontak mata kurang -Membersihkan tempat
- Berbicara pelan dan lirih tidur
2. Diagnosa keperawatan : Harga diri -Mencuci piring 1x1/hari
rendah -Menyapu 2x1/hari
3. Tindakan keperawatan
Sp 4 HDR
1. Melatih kegiatan sesuai kemampuan
yang dipilih 3
4. RTL: Sp 4 HDR
Evaluasi Sp1- Sp4
BAB 4
PEMBAHASAN

Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan kepada Ny. E dengan Resiko


Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Prof. M Ildrem, maka penulis pada BAB ini
akan membahas kesenjangan antara teoritis dengan tinjauan kasus. Pembahasan dimulai
melalui tahapan proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keparawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

4.1 Tahap Pengkajian


Selama pengkajian dilakukan pengumpulan data dari beberapa sumber, yaitu dari
pasien dan tenaga kesehatan di rumah sakit jiwa. Penulis mendapat sedikit kesulitan
dalam menyimpulkan data karena keluarga pasien tidak pernah mengunjungi pasien
di rumah sakit jiwa. Maka penulis melakukan pendekatan kepada pasien melalui
komunikasi teraupetik yang lebih terbuka membantu klien untuk memecahkan
perasaannya dan juga melakukan observasi kepada pasien. Adapun upaya tersebut
yaitu:
a. Melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya diri pada pasien
agar pasien lebih terbuka dan lebih percaya dengan menggunakan perasaan.
b. Mengadakan pengkajian pasien dengan wawancara
c. Mengadakan pengkajian dengan membaca status pasien, melihat buku rawatan
serta bertanya kepada pegawai di ruangan cempaka.

Dalam pengkajian yang dilakukan, ditemukan kesenjangan dimana Ny. E sangat


mudah marah, emosinya mudah terpancing ditemukan hal sama seperti diteori:
Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain adalah rentan melakukan perilaku
yang menunjukkan dapat membahayakan orang lain secara fisik dan emosional.
Kritikan yang mengarah pada penghinaan, dan kehilangan orang yang di cintai
(Madhani, & Kartina, 2020).

4.2 Diagnosa Keperawatan


Menurut Keliat (2019) Diagnose keperawatan yang yang menjadi penyebab RPK
adalah :

1. Waham
2. Halusinasi
3. Berencana bunuh diri

4. Gangguan Konsep diri (Harga diri rendah)


5. Isolasi social
Sedangkan pada Ny. E ditemukan 3 diagnosa keperawatan yang muncul yaitu
Risiko perilaku kekerasan, halusinasi dan harga diri rendah. Dari hal tersebut dapat
dilihat ada beberapa perbedaan antara teori dengan kasus, yaitu tidak semua
diagnose pada teori dialami oleh Ny. E

4.3. Tahap Perencanaan


Perencanaan dalam proses keperawatan lebih dikenal dengan rencana asuhan
keperawatan yang merupakan tahap selanjutnya setelah pangkajian dan penentuan
diagnosa keperawatan. Pada tahap perencanaan penulis hanya menyusun rencana
tindakan keperawatan sesuai dengan pohon masalah keperawatan yaitu Resiko
Perilaku Kekerasan. Secara teoritis digunakan cara strategi pelaksanaan sesuai
dengan diagnosa keperawatan yang muncul saat pengkajian. Adapun upaya yang
dilakukan penulis yaitu :
1. Strategi Pelaksanaan pada Risiko Perilaku Kekerasan
a. Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan fisik 1 : Tarik
napas dalam
b. Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan fisik 2 : Pukul
Kasur bantal
c. Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat
d. Melatih klien mengontrol Risiko Perilaku Kekerasan dengan berbicara baik-
baik dengan orang lain
e. Mengevaluasi spritual klien
2. Strategi Pelaksanaan pada Halusinasi
a. Mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus perasaan dan
respon halusinasi
b. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara menghardik
c. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan minum obat teratur
d. Melatih klien bercakap-cakap dengan orang lain
e. Melatih klien melakukan kegiatan terjadwal
3. Strategi Pelaksanaan pada Harga Diri Rendah
a. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
b. Menilai kemampuan yang dapat digunakan,
c. Memilih/menetapkan kegiatan sesuai dengan kemampuan,
Melatih kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dipilih 1.
Melatih kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dipilih 2.
d. Melatih kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dipilih 3.
4.4 Tahap Implementasi
Pada tahap implementasi mahasiswa hanya mengatasi masalah keperawatan dengan
diagnosa keperawatan Risiko perilaku Kekerasan/Perilaku Kekerasan karena
masalah utama yang dialami pasien. Pada diagnosa keperawatan Risiko Perilaku
Kekerasan/Perilaku Kekerasan strategi pertemuan ialah mengidentifikasi perilaku
kekerasan, mengotrol perilaku kekerasan, dan cara tarik nafas dalam dan pukul
bantal kasur. Strategi pertemuan yang kedua ialah anjurkan minum obat secara
teratur, strategi pertemuan ketiga ialah latihan cara komunikasi secara verbal atau
bicara baik-baik dan strategi terakhir pertemuan keempat yaitu spritual.

4.5. Tahap Evaluasi


Pada tinjauan kasus evaluasi yang dihasilkan adalah :
1. Klien sudah dapat mengontrol dan mengidentifikasi Risiko Perilaku Kekerasan.
2. Klien dapat mengendalikan Risiko Perilaku Kekerasan melalui latihan fisik.
3. Klien dapat mengendalikan Risiko Perilaku Kekerasan dengan cara pergi ke poli
jiwa untuk mendapatkan minum obat.
4. Klien dapat mengendalikan Risiko Perilaku Kekerasan dengan berbicara baik-
baik dengan orang lain.
5. Klien dapat mengendalikan Risiko Perilaku Kekerasan dengan melakukan
spritual terjadwal.
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Setelah menguraikan tentang proses keperawatan pada Ny.E dan disimpulkan
bahwa klien dapat beroirentasi secara realita, dan mengatasi harga diri rendah
dengan terapi yang di ajarkan oleh mahasiwa. Dimana klien dapat melakukan
terapi generalis yang telah diajarkan oleh mahasiswa. Maka dapat diambil
keputusan sebagai berikut Pengkajian yang dilaksanakan tidak banyak berbeda
dengan pengkajian teoritis maupun penulis tidak mendapat kesulitan dalam
pengkajian klien.
1) Pengkajian yang dilakukan tidak banyak berbeda dengan pengkajian teoritis
dan penulis tidak mendapat kesulitan dalam pengkajian yang dilakukan
2) Dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien, mahasiswa mapu Menyusun
tindakan keperawatan sesuai dengan teoritis yang ada.
3) Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan perencanaan
dan dapat dilaksanakan walaupun belum sepenuhnya dapat terlaksana.
4) Pada tahap evaluasi masalah yang dihadapi klien tidak teratasi semua sesuai
dengan masalah klien.

5.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa
Hendaknya mahasiswa/i dapat melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan
tahapan-tahapan dengan baik dan benar yang diperoleh selama masa
pendidikan baik diakademik maupun dilapangan praktek.
2. Bagi Pasien
Diharapkan pasien dapat mengontrol emosi dengan menerapkan strategi
pelaksanaan, mengontrol perilaku kekerasan dengan cara tarik nafas dalam dan
pukul bantal kasur, minum obat secara teratur, latihan cara komunikasi secara
verbal atau bicara baik-baik, dan spiritual untuk mendukung kelangsungan
kesehatan pasien.
3. Bagi Perawat
Diharapkan dapat menerapkan komunikasi terapeutik dalam pelaksanaan
strategi pertemuan 1-4 pada klien dengan Resiko Perilaku Kekerasan sehingga
dapat mempercepat proses pemulihan klien.
4. Bagi keluarga
Agar keluarga selalu memberikan motivasi kepada klien dan juga perawatan
yang baik sesuai strategi pelaksanaan resiko perilaku kekerasan dirumah.
5. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat meningkatkan bimbingan klinik kepada mahasiswa profesi ners
sehingga mahasiswa semakin mampu dalam melakukan asuhan keperawatan
pada pasien-pasien yang mengalami Resiko Perilaku Kekerasan.
6. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan pelayanan kesehatan yang baik dan membuat suasana lingkungan
menjadi lebih nyaman agar klien tidak melakukan risiko perilaku kekerasan.
Usahakan memberikan saran, nasehat dan motivasi kepada klien agar klien
mendapatkan cara tentang bagaimana mengontrol marah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Siregar, S. L. (2022). Manajemen Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. D Dengan


Masalah Risiko Perilaku Kekerasan Melalui Strategi Pelaksanaan (SP 1-4): Studi
Kasus. https://doi.org/10.31219/osf.io/c9fde
2. Winranto, A. (2022). Manajemen Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. B Dengan
Masalah Risiko Perilaku Kekerasan. https://doi.org/10.31219/osf.io/q83wa
3. Malfasari, E., Febtrina, R., Maulinda, D., & Amimi, R. (2020). Analisis Tanda
dan Gejala Resiko Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia. Jurnal Ilmu
Keperawatan Jiwa, 3(1), 65-74. https://doi.org/10.32584/jikj.v3i1.478
4. Hulu, F., Manurung, J., Meylani, M., & Pardede, J. A. (2022). Penerapan Terapi
Generalis SP 1-4 Dengan Masalah Risiko Perilaku Kekerasan Pada Penderita
Skizofrenia. https://doi.org/10.31219/osf.io/a26mk
5. Pitayanti, A., & Hartono, A. (2020). Sosialisasi Penyakit Skizofrenia Dalam
Rangka Mengurangi Stigma Negatif Warga di Desa Tambakmas Kebonsari-
Madiun. Journal of Community Engagement in Health, 3(2), 300-303.
https://doi.org/10.30994/jceh.v3i2.83
6. Damanik, R. K., Pardede, J. A., & Manalu, L. W. (2020). Terapi Kognitif
Terhadap Kemampuan Interaksi Pasien Skizofrenia Dengan Isolasi Sosial. Jurnal
Ilmu Keperawatan dan Kebidanan, 11(2), 226-235.
http://dx.doi.org/10.26751/jikk.v11i2.822
7. Amastuti, M. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien Dengan Perubahan
Proses Pikir: Waham Nihilistik Di Desa Joton Kecamatan Jogonalan Kabupaten
Klaten (Doctoral dissertation, STIKES Muhammadiyah Klaten).
8. Azis, N. R., Sukamto, E., & Hidayat, A. (2018). Pengerun Terapi DeEkslasi
Terhadap Perubahan Perilaku Pasien dengan Resiko Perilaku Kekerasan di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada MahakamSamarinda.
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/id/eprint/797
9. Pardede, J. A. (2020). Ekspresi emosi keluarga yang merawat pasien
skizofrenia. Jurnal ilmiah keperawatan Imelda, 6(2), 117-122.
https://doi.org/10.52943/jikeperawatan.v6i2.403
10. Pardede, J. A., & Laia, B. (2020). Decreasing Symptoms of Risk of Violent
Behavior in Schizophrenia Patients Through Group Activity Therapy. Jurnal Ilmu
Keperawatan Jiwa, 3(3),291-300. https://doi.org/10.32584/jikj.v3i3.621
11. Anggit Madhani, A. (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan
Resiko Perilaku Kekerasan (Doctoral dissertation, Universitas Kusuma Husada
Surakarta).
12. Syahdi, D., & Pardede, J. A. (2022). Penerapan Strategi Pelaksanaan (SP) 1-4
Dengan Masalah Halusinasi Pada Penderita Skizofrenia: Studi Kasus.
https://doi.org/10.31219/osf.io/y52rh
13. Pardede, J. A. (2020). Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Risiko
Perilaku Kekerasan.
14. Kemenkes RI. (2019). Laporan Nasional Rist Kesehatan Dasar (riskesdas).
Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
15. Pardede, J. A., Simanjuntak, G. V., & Laia, R. (2020). The Symptoms of Risk of
Violence Behavior Decline after Given Prgressive Muscle Relaxation Therapy on
Schizophrenia Patients. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 3(2), 91-100.
https://doi.org/10.32584/jikj.v3i2.534
16. Pardede, J. A., & Hasibuan, E. K. (2019). Dukungan Caregiver Dengan Frekuensi
Kekambuhan Klien Skizofrenia. Idea Nursing Journal, 10(2).
https://doi.org/10.52199/inj.v10i2.17161
17. Keliat, B.A & Akemat (2016). Keperawatan jiwa : terapi Aktivitas kelompok.
Ed.2. EGC
18. Pardede, J. A., & Laia, B. (2020). Decreasing Symptoms of Risk of Violent
Behavior in Schizophrenia Patients Through Group Activity Therapy. Jurnal Ilmu
Keperawatan Jiwa, 3(3), 291-300. https://doi.org/10.32584/jikj.v3i3.621
19. Pardede, J. A., Keliat, B.A., & Yulia, I. (2015). Kebutuhan Dan Komitmen Klien
Skizofrenia Meningkat Setelah Diberkan Acceptance And Commitment Therapy
Dan Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat. Jurnal Keperawatan
Indonesia, 3(18), 157-166. https://doi.org/10.7454/jki.v18i3.419
20. Manao, B. M., & Pardede, J. A. (2019). Correlation of Family Burden of The
Prevention of Recurrence of Schizophrenia Patients. Mental Health, 4(1), 31-42.
21. Kemenkes RI. (2019).Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS.Jakarta: Kemenkes
RI.
22. Putri,V.S., & Fitrianti,S. (2018). Pengaruh Strategi Pelaksanaan Komunikasi
Terapeutik Terhadap Resiko Perilaku Kkekerasan Pada Pasien Gangguan Jiwa
DoRumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi.Jurnal Akademika Baiturrahim
Jambi,7(2),138-147. http://dx.doi.org/10.36565/jab.v7i2.77
23. Hastuti, R. Y., Agustina, N., & Widiyatmoko, W. (2019). Pengaruh restrain
terhadap penurunan skore panss EC pada pasien skizofrenia dengan perilaku
kekerasan. Jurnal Keperawatan Jiwa, 7(2), 135-144.
https://doi.org/10.26714/jkj.7.2.2019.135-142
24. Hasannah, S. U. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa pada Pasien Dengan Risiko
Perilaku Kekerasan (Doctoral dissertation, STIKes Kusuma Husada Surakarta).
http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/41
25. Pardede, J. A., Siregar, L. M., & Hulu, E. P. (2020). Efektivitas Behaviour
Therapy Terhadap Risiko Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah
Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provsu Medan. Jurnal Mutiara Ners, 3(1),
8-14. http://114.7.97.221/index.php/NERS/article/view/1005
26. Suryanti, S., & Ariani, D. (2018). Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap
Penurunan Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Klaten. Interest: Jurnal Ilmu Kesehatan, 7(1), 67-74.
https://doi.org/10.37341/interest.v7i1.74

Anda mungkin juga menyukai