Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN RESIKO PERILAKU

KEKERASAN PADA PASIEN SKINZOFRENIA


Disusun untuk memenuhi tugas kelompok Keperawatan Jiwa II
Dosen Pengampu : Liyanovitasari, S.Kep.,Ns., M.Kep

Disusun Oleh :

Annisa Putri Rahayu (011201011)


Vivi Ladhina (0112010
Indah Dwi Riyanti (0112010
Shevira Anindya Budi (011201040)
Eliska Serlia (0112010
Sonia Niatul (0112010

PROGAM STUDI S1 – KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Makalah Asuhan
Keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan pada Pasien dengan SKIZOFRENIA” tepat
pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu
Liyanovitasari, S.Kep., Ns., M.Kep pada mata kuliah Keperawatan Jiwa II. Selain itu,
penulisan makalah ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan mengenai Asuhan
Keperawatan Pada Resiko Perilaku Kekerasan bagi penulis dan juga para pembaca.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Liyanovitasari, S.Kep., Ns., M.Kep
pada mata kuliah Keperawatan Jiwa II. yang telah memberikan tugas ini, sehingga kami
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari makalah
yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Ungaran, 8 September 2022


Kelompok 2
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN

Makalah kami yang berjudul “ Makalah Asuhan Keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan
pada Pasien dengan Skinzofrenia” telah disahka dan setuji pada :
Hari :
Tanggal :

Disetuji Oleh :

Dosen Pembimbing

Liyanovitasari, S.Kep., Ns., M.Kep.,


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan


yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan (Elshy Pangden Rabba, Dahrianis, 2014).

Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang timbul
sebagai kecemasan dan ancaman (Hadiyanto, 2016).

Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap streesor yang dihadapi oleh
seseorang, respon ini dapat menimbulkan kerugian baik kepada diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan. Seseorang yang mengalami perilaku kekerasan sering menunjukan
perubahan perilaku seperti mengancam, gaduh, tidak bisa diam, mondar-mandir, gelisah,
intonasi suara keras, ekspresi tegang, bicara dengan semangat, agresif, nada suara tinggi dan
bergembira secara berlebihan. Pada seseorang yang mengalami resiko perilaku kekerasan
mengalami perubahan adanya penurunan kemampuan dalam memecahkan masalah, orientasi
terhadap waktu, tempat dan orang serta gelisah (Pardede, Siregar, & Halawa, 2020).

Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang dapat berakhir dengan hilanngya dengan nyawa
seseorang. Dalam penanganan penyakit ini karena jiwa yang terganggu maka di butuhkan
adalah terapi, rehabilitasi serta dengan konseling. Upaya terbesar untuk penangan penyakit
gangguan jiwa terletak pada keluarga dan masyarakat, dalam hal ini terapi terbaik adalah
bentuk dukungan keluarga dalam mencegah kambuhnya penyakit skizofrenia (Pitayanti, &
Hartono, 2020).

B. Tujuan Penulisan

Mampu mengidentifikasi asuhan keperawatan jiwa dengan masalah utama Resiko Perilaku
Kekerasan pada Pasien Skizofrenia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah salah satu respon terhadap stressor yang dihadapi
oleh seseorang yang ditunjukkan kepada diri sendiri maupun oranglain dan
lingkungan baik secara verbal maupun non-verbal. Bentuk perilaku kekerasan yang
dilakukan bisa amuk, bermusuhan yang berpotensi melukai, merusak baik fisik
maupun kata-kata (Kio, Wardana & Arimbawa, 2020). Seseorang yang mengalami
perilaku kekerasan sering menunjukkan perubahan perilaku seperti mengancam ,
gaduh , tidak bisa diam , gelisah , intonasi suara keras , agresif dan lain-lain.
Terjadinya resiko perilaku kekerasan ini dapat disebabkan oleh banyak kondisi, salah
satunya yaitu halusinasi.
Skizofrenia yaitu hilangnya Sebagian besar hubungan kesadaran yang logis
antara tubuh dan jiwa ( disintegrasi), sehingga dalam beberapa keadaan perilakunya
tidak sejalan dengan keadaan emosionalnya. Hal ini terjadi karena secara mental
kepribadian penderita gangguan ini memang terbelah sehingga mempunyai
kecenderungan tubuhnya hidup pada satu dunia tetapi jiwanya berada pada dunia
yang lain yang menyebabkan penderita cenderung dianggap gila (Ardani,2013).
Menurut Faisal (dalam Prabowo,2014) Gangguan skizofrenua artinya
kepribadian yang terpecah , anatara pikiran , perasaan , dan perilaku. Dalam arti apa
yang dilakukan tidak sesuai dengan pikiran dan perasaannya. Secara spesifik
skizofrenia adalah orang yang menagalami gangguan emosi, pikiran , dan perilaku.
Skizofrenia merupakan penyakit kronis, parah, dan melumpuhkan, gangguan
otak yang di tandai dengan pikiran kacau, waham, delusi, RPK, dan perilaku aneh
atau katatonik (Pardede, & Laia. 2020).
Skizofrenia menimbulkan distorsi pikiran, distorsi persepsi, emosi, dan
tingkah laku sehingga pasien dengan skizofrenia memiliki resiko lebih tinggi
berperilaku agresif dimana perubahan perilaku secara dramatis terjadi dalam 2
beberapa hari atau minggu. Pasien skizofrenia sering dikaitkan dengan perilaku yang
dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain ataupun berisiko juga dengan
lingkungan sekitarnya, baik secara fisik, emosional, seksual, dan verbal yang disebut
sebagai risiko perilaku kekerasan (Pardede, Simanjuntak & Laia, 2020).
Perilaku kekerasan dapat disebabkan oleh frustasi, takut, rasa intimidasi
maupun manipulasi. Perilaku kekerasan merupakan konflik emosional yang belum
dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan juga menggambarkan rasa tidak aman,
kebutuhan akan perhatian dan ketergantungan kepada oranglain. Pada pasien
gangguan jiwa, perilaku kekerasan bisa disebabkan karena adanya perubahan sensorik
persepsi berupa halusinasi, baik dengar, visual maupun lainnya. Biasanya pasien akan
merasa diperintah oleh suara atau bayangan yang dilihatnya untuk melakukan
kekerasan atau pasien merasa marah terhadap suara-suara atau bayangan yang
mengejeknya (Kusnadi, 2018).

Menurut Keliat (2016), tanda dan gejala perilaku kekerasan yaitu sebagai berikut :
1. Emosi : tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (Dendam), dan jengkel.
2. Intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, dan meremehkan.
3. Fisik : muka merah, pandangan tajam, napas pendek, keringat, sakit fisik, tekanan
darah meningkat.
4. Spiritual : kemahakuasaan, kebenaran diri, keraguan, tidak bermoral, kebejatan,
kreatifitas lambat.
5. Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan humor.

2. Etiologi
Penyebab dari perilaku kekerasan bukan terdiri cuman satu faktor tetapi
termasuk juga faktor keluarga, media, teman, lingkungan, biologis. Perilaku
kekerasan dapat menimbulkan dampak seperti gangguan psikologis, merasa tidak
aman, tertutup, kurang percaya diri, resiko bunuh diri, depresi, harga diri rendah,
ketidak berdayaan, isolasi sosial (Putri, Arif & Renidayati 2020).
Menurut Direja (2016), ada beberapa faktor penyebab perilaku kekerasan
seperti :
1. Faktor predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang merupakan faktor predisposisi,
yaitu faktor yang melatarbelakangi, artinya hal yang mungkin
mempengaruhi terjadi atau tidaknya perilaku kekerasan jika faktor berikut
di alami oleh individu.
a. Psikologis Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian menyenagkan atau perasaan ditolak, dihina, dianiaya, atau
sanksi penganiayaan.
b. Perilaku reinforcement Yang diterima saat melakukan kekerasan,
dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu
mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Teori psikoanalitik Menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya ego dan
membuat konsep diri yang rendah. Agresi dapat meningkatkan citra diri
serta memberikan arti dalam hidupnya.
2. Faktor presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik
injuri fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Faktor pencetus sebagai
berikut:
a. Klien : kelemahan fisik, keputusan, ketidakberdayaan, kehidupan yang
penuh agresif dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti,
konflik, merasa terancam baik internal maupun eksternal.
3. Penatalaksaan

Tindakan yang dilakukan perawat untuk mengatasi resiko perilaku kekerasan yaitu
melakukan Strategi Pelaksanaan (SP) yang dilakukan oleh klien dengan perilaku
kekerasan adalah diskusi mengenai cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik,
obat, verbal, dan spiritual. Mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dapat dilakukan
dengan cara latihan tarik nafas dalam, dan pukul kasur atau bantal. Mengontrol secara
verbal yaitu dengan cara menolak dengan baik, meminta dengan baik, dan
mengungkapka dengan baik. Mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual dengan
cara shalat dan berdoa. Serta mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat
secara teratur dengan prinsip lima benar (benar klien, benar nama obat, benar cara
minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat), (Sujarwo & Livana,
2018).
Yang diberikan kepada klien yang mengalami gangguan jiwa resiko kekerasan ada
2 yaitu:
a. Medis
- Nozinan : yaitu sebagai pengontrol perilaku psikososial.
- Halloperidol : yaitu mengontrol psikosis dan perilaku merusak diri.
- Thrihexiphenidil : yaitu mengontrol perilaku merusak diri dan
menenangkan hiperaktivitas.
- ECT (Elektro Convulsive Therapy) : yaitu menenangkan klien bila
mengarah pada keadaan marah.
b. Penatalaksanaa Keperawatan
- Psikoterapeutik
- Lingkungan terapeutik
- Kegiatan hisup sehari-hari (ADL)
- Pendidikan kesehatan

Adapun penatalaksaan pada skizofrenia adalah sebagai berikut : menurut Nurarif,


Amin Huda, dan Kusuma (2015).

a. Terapi elektrokonvulsif (ECT)


b. Pembedahan bagian otak
c. Perawatan dirumah sakit
d. Pengunaan obat antipsikotik, bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan
perubahan pola piker yang terjadi pada skizofrenia.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas
2) Alasan masuk
3) Faktor predisposisi
4) Pengkajian fisik
5) Pengkajian psikososial
6) Hubungan sosial
7) Pengkajian spiritual
8) Status mental
9) Kebutuhan persiapan pulang
10) Mekanisme koping
11) Masalah psikologis dan lingkungan
12) Pengetahuan

2. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko Perilaku Kekerasan
2. Gangguan persepsi sensori disebabkan oleh halusinasi

3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan perilaku
disebabkan oleh halusinasi keperawatan, kontrol diri kekerasan (I.14544)
(D.0146) pasien meningkat dengan Observasi
kriteria hasil : - Monitor adanya benda
- Verbalisasi mengancam yang berpotensi
orang lain menurun membahayakan (mis.
- Perilaku menyerang Benda tajam, dll)
menurun - Monitor keamanan barang
- Perilaku melukai diri yang dibawa oleh
sendiri/orang lain pengunjung
menurun - Monitor selama
- Perilaku agresif/amuk penggunaan barang yang
menurun dapat membahayakan
- Suara keras menurun (mis. Pisau cukur)
- Suara ketus menurun
Terapeutik:
Kontrol Diri (L.09076) - Pertahankan lingkungan
bebas dari bahaya secara
rutin
- Edukasi
- Latih cara
mengungkapkan perasaan
secara asertif
- Latih mengurangi
kemarahan secara verbal
dan non verbal (mis.
Relaksasi, bercerita)

Promosi Koping (I.09312)


Observasi
- Identifikasi kegiatan
jangka pendek dan
panjang sesuai tujuan
- Identifikasi kemampuan
yang dimiliki
- Identifikasi sumberdaya
yang tersedia untuk
memenuhi tujuan
- Identifikasi metode
penyelesaian masalah

Terapeutik
- Diskusikan perubahan
peran yang dialami
- Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
- Diskusian untuk
mengklarifikasi
kesalahpahaman dan
mengevaluasi diri sendiri
- Dukung penggunaan
mekanisme pertahanan
yang tepat
- Kurangi rangsangan
lingkungan yang
mengancam

Edukasi
- Anjurkan menjalin
hubungan yang memiliki
kepentingan dan tujuan
yang sama
- Anjurkan penggunaan
sumber spiritual, jika
perlu
- Anjurkan
mengungkapkan perasaan
dan persepsi
- Latih penggunaan teknik
relaksasi
- Latih keterampilan sosial,
sesuai kebutuhan

SP 1 :
Latih klien melakukan cara
mengontrol emosi dan
pikiran :
1. Ajarkan teknik relaksasi
napas dalam
2. Pukul bantal atau
boneka (benda yang
empuk dan tidak
membahayakan)
SP 2 :
Bantu klien mengontrol
pikiran dan terjadinya
perilaku kekerasan dengan
minum obat secara teratur
SP 3 :
Bantu klien mengontrol dan
mencegah terjadinya resiko
perilaku kekerasan dengan
mengajaknya mengobrol
mengenai hal-hal yang
disukai oleh klien, dengan
tujuan halusinasi pada klien
hilang dan resiko hal negatif
dapat dicegah.
SP 4 :
Memberi contoh dan
mengajari klien mengenai
cara melakukan sesuatu atau
kegiatan baru yang ingin
dilakukan oleh klien

Gangguan persepsi sensori setelah dilakukan tindakan Manajemen Halusinasi


disebabkan oleh gangguan keperawata, persepsi sensori (I.09288)
penglihatan, gangguan membaik dengan kriteria Obsevasi
penghiduan, gangguan hasil : - Monitor perilaku yang
pendengaran dan gangguan - Verbalisasi mendengar mengidentifikasi
perabaan (D.0085) bisikan menurun halusinasi
- Verbalisasi melihat - Monitor dan sesuaikan
Data objektif : bayangan menurun tingkat aktivitas dan
- Verbalisasi merasakan stimulasi lingkungan
Data subjektif : melalui indra perabaan - Monitor isi halusinasi
menurun (mis. Kekerasan atau
- Verbalisasi merasakan membahayakan diri)
sesuatu pada indra Terapeutik
penciuman menurun - Pertahankan lingkungan
- Verbalisasi merasakan yang aman
sesuatu pada indra - Lakukan tindakan
pengecapan menurun keselamatan ketika tidak
- Distorsi sensori menurun dapat mengontrol perilaku
- Perilaku halusinasi (mis. Limit setting,
menurun pembatasan wilayah,
- Melamun menurun pengekangan fisik,
- Respon sesuai stimulus seklusi)
membaik - Diskusikan perasaan dan
- Konsentrasi membaik respons terhadap
halusinasi
Persepsi sensori (L.09083) - Hindari perdebatan
tentang validitas
halusinasi
Edukasi
- Anjurkan memonitor
sendiri situasi terjadinya
halusinasi
- Anjurkan berbicara
kepada orang yang
dipercaya untuk
memberikan dukungan
dan umpan balik korektif
terhadap halusinasi
- Anjurkan melakukan
distraksi (mis.
Mendengarkan music,
melakukan aktivitas dan
teknik relaksasi)
- Ajarkan pasien dan
keluarga cara mengontrol
halusinasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat
antisepsikotik dan
antiansietas, jika perlu

SP1 :
latih klien cara menghardik
atau mengusir halusinasi
yang datang
SP2 :
latih klien untuk minum obat
secara benar dan teratur
SP3 :
- latih klien untuk berbicara
dengan orang lain atau
membantu klien untuk
menumbuhkan rasa
percaya kepada orang lain
supaya klien mampu
melawan halusinasinya
dengan bercerita dengan
orang kepercayaannya
SP4 :
- latih klien melakukan
kegiatan pengalihan
seperti mengajari
menganyam, dll
- buat kegiatan dan
aktivitas pasien yang
terjadwal

DAFTAR PUSTAKA
Pramita, Umi. 2018. “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien Skizofrenia Dengan Masalah
Utama Perilaku Kekerasan Di RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda Kalimantan
Timur.”

Aristha, Keren Laia. 2020. “Manajemen Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny . A Dengan
Risiko Perilaku Kekerasan.” : 1–37.

Sahputra, Andi. 2021. “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. A Dengan Risiko Perilaku
Kekerasan Di Ruang Nakula Rsud Banyumas.” : 1–36.

Anda mungkin juga menyukai