Anda di halaman 1dari 26

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) PADA PASIEN

DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN

PROPOSAL TAK

Dosen Pengampu :
Ns.Tisna Yanti,S.Kep,M.Kes
Disusun Oleh Kelompok 7 :

- M. Ahray R. - Wilona Khaulika Z. P.


- Raihan Ammar R. - Wina Cesar L.
- Siti Anasya C. - Yoga Haryowidanto
- Siti Julfah - Zikri Nur Alim
- Tri Wahyuni A.

S1 Keperawatan Tingkat 3
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIJAYA HUSADA BOGOR
TAHUN 2022-2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang bersifat kronis

yang ditandai dengan ganggguan komunikasi, gangguan realitas, risiko

perilaku kekerasan (RPK), afek tidak wajar atau tumpul, gangguan fungsi

kognitif serta mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

(Pardede, 2020). Skizofrenia merupakan gangguan mental berat dan kronis

yang menyerang 20 juta orang diseluruh dunia (WHO, 2019). Di Indonesia

berdasarkan hasil Riskesdas (2018) didapatkan estimasi prevalensi orang

yang pernah menderita skizofrenia di Indonesia sebesar 1,8 per 1000

penduduk. Skizofrenia menimbulkan distorsi pikiran, distorsi persepsi, emosi,

dan tingkah laku sehingga pasien dengan skizofrenia memiliki risiko lebih

tinggi berperilaku agresif dimana perubahan perilaku secara dramatis terjadi

dalam beberapa hari atau minggu. Pasien skizofrenia sering dikaitkan dengan

perilaku kekerasan (Wehring & Carpenter, 2011) yang dapat membahayakan

diri sendiri maupun orang lain ataupun berisiko juga dengan lingkungan

sekitarnya, baik secara fisik, emosional, seksual, dan verbal (Baradero, 2016;

Sutejo, 2018).

Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stressor yang

dihadapi oleh seseorang. Respon ini dapat menimbulkan kerugian baik


kepada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Perilaku kekerasan

merupakan suatu bentuk perilaku agresif (aggressive behavior) yang

bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.

Diperkirakan sekitar 60% penderita perilaku kekerasan (Wirnata, 2012).

Risiko perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah

diekspresikan dengan melakukan ancaman, mencederai diri sendiri maupun

orang lain dan dapat merusak lingkungan sekitar. Tanda dan gejala risiko

perilaku kekerasan dapat terjadi perubahan pada fungsi kognitif, afektif,

fisiologis, perilaku dan sosial. Pada aspek fisik tekanan darah meningkat

denyut nadi dan pernapasan meningkat mudah tersinggung, marah, amuk

serta dapat mencederai diri sendiri maupun orang lain (Keliat dan Muhith,

2016).

World Health Organization (WHO) memperkirakan sebanyak 450 juta

orang diseluruh dunia mengalami gangguan mental. Terdapat sekitar 10%

orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk

diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama

hidupnya. Gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan

dan kemungkinan akan berkembang menjadi 25% ditahun 2030 (Wakhid,

2016)

Berdasarkan hasil observasi selama bertugas di Ruang Bisma Rumah

Sakit Jiwa menur Provinsi Surabaya, Jawa timur , sebagian besar klien

masuk RS kareana klien memiliki riwayat melakukan perilaku kekerasan.

Terdapat beberapa klien yang memiliki kriteria resiko perilaku kekerasan oleh
karena itu, perawat akan melakukan “Terapi Aktivitas Kelompok Risiko

Perilaku Kekerasan” agar Klien tidak mencederai diri sendiri maupun orang

lain.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Setelah mengikuti kegiatan ini klien dapat lebih menerapkan

stategi pelaksanaan Risiko Perilaku Kekerasan secara fisik dan sosial

dalam mengontrol Risiko Perilaku Kekerasan.

2. Tujuan Khusus

a. Klien dapat mengekspresikan perasaannya lewat cerita.

b. Klien dapat mengetahui cara mengendalikan Risiko Perilaku

Kekerasan dengan SP.

c. Klien dapat melakukan aktivitas kognitif dengan mendengarkan,

bersosialisasi, menebak warna, mempraktikkan SP Risiko Perilaku

Kekerasan.

d. Klien dapat melakukan aktivitas motorik dengan bekerja sama

dengan melatih kekompakan dalam kelompok.

e. Klien dapat melatih konsentrasi melalui permainan.


BAB II

STANDAR PELAKSANAAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

STIMULASI PRESEPSI PADA PASIEN RISIKO

PERILAKU KEKERASAN

A. Definisi

Risiko perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah

diekspresikan dengan melakukan ancaman, mencederai diri sendiri maupun

orang lain dan dapat merusak lingkungan sekitar. Tanda dan gejala risiko

perilaku kekerasan dapat terjadi perubahan pada fungsi kognitif, afektif,

fisiologis, perilaku dan sosial. Pada aspek fisik tekanan darah meningkat,

denyut nadi dan pernapasan meningkat, mudah tersinggung, marah, amuk

serta dapat mencederai diri sendiri maupun orang lain (Pardede, Siregar &

Hulu)

B. Penyebab Perilaku Kekerasan

Menurut (Keliat, 2011) penyebab Risiko Perilaku Kekerasan ada dua

faktor antara lain :

1. Faktor Predisposisi
a. Psikologis

Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang

kemudian dapat timbul agresif, masa kanak-kanak yang tidak

menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dan dianiaya.

Seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai

tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi

frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika tidak mampu

mengendalikan frustasi tersebut maka, dia meluapkannya dengan

cara kekerasan.

b. Perilaku

Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,

sering melihat kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek

ini memancing individu mengadopsi perilaku kekerasan.

c. Sosial Budaya

Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan

kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan

menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permisive).

d. Bioneurologis

Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobusfrontal,

lobustemporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut

berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.

2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau

interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik

(penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang

kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula

dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah

pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan

kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang

provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

Hilangnya harga diri juga berpengaruh pada dasarnya manusia itu

mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini

tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah

diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan

sebagainya. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri

dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.

Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif

terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai

keinginan.

C. Rentang Respon

Respon kemarahan dapat di fluktuasi dalam rentang adaptif-maladaptif.

Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut :

Respon Adatif Respon Maladaptif


Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar : Rentang Respon Perilaku Kekerasan


Sumber : Keliat (1999)

Keterangan :

1. Asertif : Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan

orang lain dan memberikan ketenangan.

2. Frustasi : Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan

tidak dapat menemukan alternatif.

3. Pasif : Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.

4. Agresif : Perilaku yang menyertai marah.

5. Kekerasan : Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta

hilangnya kontrol.

Tabel : Perbandingan Antara Perilaku Asertif, Pasif, dan Agresif /


Kekerasan
Pasif Asertif Agresif

Isi Negatif dan Positif dan Menyombongkan


Pembicaraan merendahkan menawarkan diri, diri, merendahkan
diri, contohnya contohnya orang lain, contoh
perkataan : perkataan : perkataan:
“Dapatkah “Saya dapat…” “Kamu selalu…”
saya?” “Saya akan…” “Kamu tidak
“Dapatkah pernah…”
kamu?”
Tekanan Suara Cepat lambat, Sedang Keras dan ngotot
mengeluh
Posisi Badan Menundukkan Tegap dan santai Kaku, condong
kepala ke depan
Jarak Menjaga jarak Mempertahankan Siap dengan jarak
dengan sikap jarak yang aman akan menyerang
acuh / orang lain
mengabaikan
Penampilan Loyo, tidak Sikap tenang Mengancam,
dapat tenang posisi menyerang
Kontak Mata Sedikit/sama Mempertahankan Mata melotot dan
sekali tidak kontak mata dipertahankan
sesuai dengan
hubungan

D. Tanda dan Gejala

Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan

pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa. Gejala-gejala

atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah

diantaranya sebagai berikut :

1. Fisik : Mata melotot / pandangan tajam, tangan mengepal, rahang

mengatup, wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh

kaku.

2. Verbal : Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor,

berbicara dengan nada keras, kasar dan ketus.


3. Emosi : Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,

dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk,

ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.

4. Intelektual : Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan

tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.

5. Spiritual : Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan,

tidak bermoral, dan kreativitas terhambat.

6. Sosial : Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,

dan sindiran.

7. Perhatian : Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan

seksual.

E. Hubungan Skizoprenia dengan Risiko Perilaku Kekerasan

Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang memengaruhi

berbagai area fungsi individu, termasuk berpikir, berkomunikasi, menerima,

menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi (Pardede,

dkk 2016).

Skizofrenia merupakan gangguan kejiwaan dan kondisi medis yang

mempengaruhi fungsi otak manusia, mempengaruhi fungsi normal kognitif,

mempengaruhi emosional dan tingkah laku (Depkes RI, 2015). Skizofrenia

menimbulkan distorsi pikiran sehingga pikiran itu menjadi sangat aneh, juga

distorsi persepsi, emosi, dan tingkah laku yang dapat mengarah ke risiko
perilaku kekerasan yang dapat berbahaya dengan diri sendiri maupun orang

lain sekitar (Pardede, 2020).

F. Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Persepsi

1. Pengertian

Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi merupakan suatu

terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan

pengalaman dan atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok.

Dalam hal ini klien dilatih untuk mempersepsikan stimulus dari luar

secara nyata, terapi ini bisa digunakan pada klien dengan risiko perilaku

kekerasan (Prabowo, 2014).

TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan adalah terapi yang

menggunakan aktivitas sebagai latihan mempersepsikan stimulus yang

disediakan atau stimulus yang dialami. Kemampuan persepsi klien

dievaluasi dan ditingkatkan tiap sesi. Dengan proses ini, diharapkan

respon klien terhadap berbagai stimulasi dalam kehidupan menjadi

adaptif. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik

terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Prabowo, 2014).

2. Tujuan
Menurut Muhith (2015), tujuan umum terapi aktivitas kelompok

stimulasi persepsi pada pasien risiko perilaku kekerasan adalah pasien

dapat mengendalikan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan dan tujuan

khususnya adalah :

a. Klien dapat mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukannya.

b. Klien dapat mencegah perilaku kekerasan melalui kegiatan fisik.

c. Klien dapat mencegah perilaku kekerasan melaui interaksi sosial.

d. Klien dapat mencegah perilaku kekerasan melalui kegiatan spiritual

yang biasa dilakukannya.

e. Klien dapat mencegah perilaku kekerasan dengan cara patuh minum

obat.

3. Aktivitas dan Indikasi Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi

Menurut Dermawan & Rusdi (2013), aktivitas yang dilakukan

dalam lima sesi yang bertujuan untuk melatih klien mengendalikan

perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Klien yang diindikasikan

mendapatkan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah klien

yang berisiko melakukan perilaku kekerasan. Terapi aktivitas kelompok

stimulasi persepsi pada klien dengan risiko perilaku kekerasan dibagi

menjadi lima sesi, antara lain:

a. Sesi 1 : Mengenal Perilaku Kekerasan yang biasa dilakukan.

b. Sesi 2 : Mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik.

c. Sesi 3 : Mengendalikan perilaku kekerasan secara asertif/verbal.

d. Sesi 4 : Mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual.


e. Sesi 5 : Mengendalikan perilaku kekerasan dengan minum obat

secara Teratur.

G. Jadwal Kegiatan

Pelaksanaan kegiatan terapi aktivitas kelompok pada klien dengan Risiko

Perilaku Kekerasan, yaitu :

1. Hari / Tanggal :

2. Waktu :

3. Alokasi Waktu :

a. Perkenalan dan pengarahan (5 menit)

b. Terapi kelompok (30 menit)

c. Penutup (5 menit)

4. Tempat : Ruang Bermain Bisma RSJ menur provinsi


Surabaya, Jawa timur

H. Sesi Yang Digunakan

Dalam terapi aktivitas kelompok risiko perilaku kekerasan dibagi

menjadi 5 sesi, yaitu :

1. Sesi 1: Mengenal Perilaku Kekerasan yang biasa dilakukan.

2. Sesi 2: Mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik.

3. Sesi 3: Mengendalikan perilaku kekerasan secara asertif/verbal.


4. Sesi 4: Mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual.

5. Sesi 5: Mengendalikan perilaku kekerasan dengan minum obat

secara Teratur.

I. Peserta TAK

1. Kriteria Klien

a. Klien yang bisa kooperatif dan tidak mengganggu berlangsungnya

Terapi Aktifitas Kelompok.

b. Kondisi fisik dalam keadaan baik.

c. Mau mengikuti kegiatan terapi aktivitas.

2. Proses Seleksi

a. Mengidentifikasi klien yang masuk kriteria.

b. Mengumpulkan klien yang masuk kriteria.

c. Membuat kontrak dengan klien yang setuju ikut TAK, meliputi :

menjelaskan tujuan TAK pada klien, rencana kegiatan kelompok dan

aturan main dalam kelompok.

Klien yang mengikuti kegiatan dari Ruang Bisma RSJ menur provinsi

Surabaya, Jawa timur

J. Antisipasi Masalah

1. Penanganan terhadap klien yang tidak aktif dalam aktivitas


a. Memanggil klien

b. Memberi kesempatan pada klien untuk menjawab sapaan perawat

atau klien lain

2. Bila klien meninggalkan kegiatan tanpa izin

a. Panggil nama klien

b. Tanyakan alasan klien meninggalkan kegiatan

3. Bila klien lain ingin ikut

a. Berikan penjelasan bahwa kegiatan ini ditujukan kepada klien yang

telah dipilih

b. Katakan pada klien bahwa ada kegiatan lain yang mungkin diikuti

oleh klien tersebut

K. Uraian Tugas dan Susunan Pelaksana

Berikut merupakan uraian tugas dari terapis baik sebagai Leader, Co

Leader, Observer, dan Fasilitator.

1. Leader

Uraian tugas :

a. Mengkoordinasi seluruh kegiatan.

b. Memimpin jalannya terapi kelompok.

c. Memimpin diskusi.

2. Co Leader

Uraian tugas :

a. Menyampaikan uraian materi.


3. Observer

Uraian tugas :

a. Mengamati semua proses kegiatan yang berkaitan dengan waktu,

tempat dan jalannya acara.

b. Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua angota

kelompok dengan evaluasi kelompok.

4. Fasilitator

Uraian tugas :

a. Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok.

b. Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan.

c. Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan

kegiatan.

d. Membimbing kelompok selama permainan diskusi.

e. Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan.

f. Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah.

Nama-Nama Tim Terapis

Leader : Zikri Nur Alim

Co Leader : Yoga Haryowidanto

Observer 1 : M. Ahray R.

Observer 2 : Raihan Ammar R.

Fasilitator 1 : Siti Anasya C.


Fasilitator 2 : Siti Julfah

Fasilitator 3 : Tri Wahyuni A.

Fasilitator 4 : Wilona Khaulika Z. P.

Fasilitator 5 : Wina Cesar L

L. Media dan Alat

1. Handphone

2. Musik/lagu

3. Botol Aqua

4. Kertas origami

5. Kartu nama/name tag

6. Buku catatan dan pulpen

7. Jadwal kegiatan pasien

M. Rencana Pelaksanaan

1. Memilih klien yang mengikuti TAK sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan di Ruangan Bisma Rumah Sakit Jiwa menur provinsi
Surabaya, Jawa timur
2. Peserta TAK diruang Bisma

3. Persiapan waktu yang akan digunakan ada dalam Tabel.

Tabel : Rincian Alokasi Waktu TAK (Tanggal)


No. Kegiatan Alokasi Keterangan
Waktu
1 Tahap orientasi :
 Memberi salam terapeutik :
salam dari terapis
 Evaluasi / validasi : 5 Menit Dipimpin oleh
menanyakan perasaan pasien Leader
saat ini
 Kontrak
2. Tahap kerja : Dipimpin oleh
 Sesi 1 – 5 dengan undian 30 menit Leader

3. Tahap terminasi :
 Evaluasi Dipimpin oleh
 Rencana tindak lanjut 5 menit Leader
 Kontrak yang akan datang

4. Setting Tempat

Keterangan :

: Leader

: Co Leader
: Observer

: Fasilitator

: Klien

N. Proses Pelaksanaan

1. Persiapan

a. Membuat kontrak dengan anggota kelompok

b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuaan

2. Orientasi

a. Salam teraupetik

Salam dari leader kepada klien. Leader/Co Leader memperkenalkan

diri dan tim terapis lainnya.

b. Evaluasi/Vasilidasi

Leader menanyakan perasaan dan keadaan klien saat ini.

c. Kontrak

1) Menjelaskan tujuan kegiatan

2) Menjelaskan aturan main yaitu :

a) Berkenalan dengan anggota kelompok

b) Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus

minta izin pada pemimpin TAK


c) Lama Kegiatan 45 menit

d) Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir

O. Tahap Kerja

1. Seluruh klien dibuat berbentuk lingkaran

2. Hidupkan musik dan edarkan Aqua berlawanan dengan arah jarum jam

3. Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang Aqua,

mendapat giliran untuk perkenalan dengan anggota kelompok yang ada

di sebelah kanan dengan cara:

a. Memberi salam

b. Menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobby.

c. Menanyakan nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobby peserta

sebelah kanannya.

d. Dimulai oleh terapis sebagai contoh.

4. Setelah memperkenalkan diri klien menebak warna dan mengambil

gulungan kertas yang ada di mangkuk yang berisi SP Risiko Perilaku

Kekerasan (RPK), kemudian klien diharuskan memperagakan SP yang

didapat.

5. Ulangi musik kembali, dan klien kembali edarkan Aqua, ketika musik

berhenti, klien yang memegang Aqua, kembali memperagakan point b

dan c.

P. Tahap Terminasi
1. Leader atau Co Leader memberikan pujian atas keberhasilan dan

kerjasama kelompok.

2. Leader atau Co Leader menanyakan perasaan klien setelah mengikuti

kegiatan TAK.

3. Fasilitator membagikan Snack.

4. Leader atau Co Leader menganjurkan klien untuk sering bersosialisasi,

selalu bekerjasama, dan memasukkan kegiatan mengontrol Resiko

Perilaku Kekerasan ke dalam kegiatan harian sebanyak 2x sehari.

5. Observer mengumumkan pemenang.

6. Fasilitator membagikan hadiah kepada pemenang.

Q. Evaluasi

1. Klien mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir kegiatan.

2. Kerja sama klien dalam kegiatan.

3. Klien merasa senang selama mengikuti kegiatan.

R. Tata Tertib

1. Peserta bersedia mengikuti kegiatan TAK Risiko Perilaku Kekerasan

sampai dengan selesai.

2. Peserta wajib hadir 5 menit sebelum acara TAK Risiko Perilaku

Kekerasan dimulai.

3. Peserta berpakaian rapi, bersih, dan sudah mandi.


4. Peserta tidak diperkenankan makan, minum, merokok selama kegiatan

TAK berlangsung.

5. Jika ingin mengajukan/menjawab pertanyaan, peserta mengangkat tangan

kanan dan berbicara setelah dipersilahkan oleh pemimpin.

6. Peserta yang mengacaukan jalannya acara akan dikeluarkan dari

permainan.

7. Peserta dilarang meninggalkan tempat sebelum acara TAK selesai.

8. Apabila waktu yang ditentukan untuk melaksanakan TAK telah habis,

sedangkan permainan belum selesai, maka pemimpin akan meminta

persetujuan anggota untuk memperpanjang waktu TAK.

S. Evaluasi Akhir

1. Mampu memahami cara memperkenalkan diri di depan orang lain

dengan baik
2. Mampu mengontrol perilaku kekerasan dengan cara :

a. Tarik Nafas dalam

b. Memukul kasur dan bantal

3. Mampu berbicara verbal atau bicara dengan baik dengan teman atau

orang lain yang mereka temui.

4. Mampu menceritakan kegiatan spiritual mereka ketika marah seperti

Beribadah, bagi agama Islam Sholat, Berdo’a dan sholawatan, jika

Bergama Kristen Beribadah yang diadakan diyaysan dan Berdo’a dan

Agama lain menyesuaikan dengan keyakinan masing-masing.

5. Mampu menceritakan perasaannya setelah melakukan TAK.

6. Mampu mengikuti peraturan kegiatan.

7. Mampu menyebutkan manfaat dari TAK.

No Nama Sesi yang Dilakukan Klien Mempraktikkan


Klien cara
Petunjuk :

1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.

2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mempraktekkan sesi

yang didapat. Beri tanda (+) jika klien mampu dan tanda (-) jika klien

tidak mampu.

T. Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat mengikuti TAK

pada catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti sesi 2,

TAK cara mengontrol resiko perilaku kekerasan dengan cara tarik nafas

dalam dan pukul kasur bantal. Klien mengikuti kegiatan dari awal sampai

akhir dan memutar atau meng-over botol aqua sesuia irama lagu yang mereka

nyanyikan klien mampu memberikan pendapat tentang kegiatan TAK dan

berpartisipasi dalam kegiatan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi adalah Klien

dilatih mempersiapkan Stimulus yang disediakan atau Stimulus yang pernah

dialami. Tujuan dari Terapi Aktivitas untuk memantau dan meningkatkan

Hubungan Interpersonal antar anggota. Hasil diskusi kelompok dapat berupa

kesepakatan atau Alternatif Penyelesaian masalah. (Maulana, hernawati &

Syalahuddin, 2021)

Salah satu bentuk penanganan medis untuk klien dengan risiko perilaku

kekerasan adalah dengan Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Persepsi,

dimana TAK (Terapi Aktifitas Kelompok) merupakan salah satu terapi

modalitas yang dilakukan perawat kepada kelompok pasien dengan risiko

perilaku kekerasan. Aktivitas digunakan sebagai terapi dan kelompok

digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika

interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan, dan menjadi

laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk

memperbaiki perilaku lama yang maladaptif (Keliat & Akemat, 2015).

Setelah mendapatkan terapi aktivitas kelompok risiko perilaku

kekerasan, klien terapi aktivitas kelompok di Ruang Bisma RSJ menur

provinsi Surabaya, Jawa timur terjadi peningkatan pengetahuan, pemahaman

tentang cara mengontrol risiko perilaku kekerasan dan tahu bagaimana cara

melakukannya. Peningkatan pengetahuan diketahui bahwa pasien mampu

mengingat sp 1 - 5 dari permainan terapi aktivitas kelompok.

B. Saran
Diharapkan bagi Perawat di Ruang Bisma RSJ menur provinsi

Surabaya, Jawa timur menjadikan Terapi Aktivitas Kelompok stimulasi

persepsi sebagai tindakan keperawatan untuk setiap klien dengan masalah

gangguan jiwa khususnya pasien Risiko Perilaku Kekerasan karena dari hasil

penelitian (Putri, 2017) TAK Stimulasi persepsi yang diberikan pada klien

Risiko Perilaku Kekerasan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

kemampuan mengenal dan mengontrol risiko perilaku kekerasan baik secara

fisik maupun secara sosial.

Anda mungkin juga menyukai