Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Tn. DENGAN GANGGUAN


RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUMAH SAKIT JIWA TAMPAN
PROVINSI RIAU

Oleh :

Doni Mahendra

112214026

Preseptor Klinik Preseptor Akadedmik

Rosdiar, S.Kep, Ns Soni Hendra Sitindaon, S.Kep, Ns,


M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH

TANJUNGPINANG

T.A 2023

I. KASUS (MASALAH UTAMA):


Resiko Perilaku kekerasan
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
A. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk tindakan yang
bertujuan untuk melukai dirinya dan seseorang secara fisik, verbal,
maupun psikologis (Malfasari et al. 2020). Perilaku kekerasan ini
dapat dilakukan secara verbal untuk mencederai diri sendiri, orang
lain, dan lingkungannya, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang
tidak terkontrol (Dermawan 2018).
Pada pasien dengan perilaku kekerasan mengungkapkan rasa
kemarahan secara fluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif.
Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistem saraf
parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat
kuat. Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju,
menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran
yang kejam. Bila hal ini disalurkan maka akan terjadi perilaku agresif
(Siauta, Tuasikal & Embuai 2020).
B. Tanda dan Gejala
Meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, mudah
tersinggung, marah, amuk serta dapat mencederai diri sendiri maupun
orang lain. (Pardede, Siregar & Hulu, 2020)
Tanda dan gejala perilaku kekerasan berdasarkan standar asuhan
keperawatan jiwa dengan masalah resiko perilaku kekerasan (Pardede,
2020)
1. Emosi: tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam)
jengkel
2. Intelektual: mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan
3. Fisik: muka merah, Pandangan tajam, napas pendek, keringat, sakit
fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat
4. Spiritual: kemahakuasaan, kebijakan/kebenaran diri, keraguan,
tidak bermoral, kebejatan, kreativitas terlambat
5. Sosial: menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,
humor

Tanda dan gejala perilaku kekerasan berdasarkan :

1. Subjektif: mengungkapkan perasaan kesal atau marah, keinginan


untuk melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, klien suka
membentak dan menyerang orang lain
2. Objektif : mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal
dan rahang mengatup, wajah memerah, postur tubuh kaku, bicara
kasar, ketus, amuk/agresif, menyerang orang lain dan melukai diri
sendiri/orang lain
C. Predisposisi
Menurut Stuart dan Laria (2001); Damaiyanti & Iskandar (2012)
faktor resiko perilaku kekerasan yaitu:
1. Faktor predisposisi
a. Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena adanya kegiatan di sistem
saraf otonom yang bereaksi terhadap sekresi epineprin
sehingga tekanan darah meningkat, takikardi, muka merah,
pupul melebar, pengeluaran urin meningkat. Gejalanya sama
dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan,
ketegangan otot (rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku,
dan refleks cepat). Hal ini disebabkan oleh energi yang
dikeluarkan saat marah bertambah.
b. Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak
berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain,
mengamuk, bermusuhan, dan sakit hati, menyalahkan dan
menuntut.
c. Aspek intelektual
Pengalaman individu sebagian besar didapatkan melalui
proses intelektual, peran pasca indra sangat penting untuk
beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam
proses intektual sebagai salah satu pengalaman. Contohnya
ketika ia mengamati bagaimana respon ibu saat marah.
d. Aspek sosial
Aspek sosial meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa
percaya, dan ketergantungan. Emosi marah sering
merangsang kemarahan orang lain. Pasien sering kali
menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku
yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan
mengucapkan kata- kata kasar yang berlebihan disertai suara
keras. Proses tersebut dapat menyebabkan mengasingkan
individu sendiri dan menjauhkan diri dari orang lain.
e. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan
individu dengan lingkunganya. Hal yang bertentangan dengan
norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang
dimanifestasikan dengan amoral (tidak perduli) dan rasa tidak
berdosa.
D. Presipitasi
1. Ekspresi diri, ingin menunjukan ekstensi diri atau solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkenalan massal dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi
3. Kesulitan dalam mengkosumsi sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik
4. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalah gunaan obat
dan alkohol dan tidak mampu mengontrol emosinya saat
menghadapi rasa frutasi
5. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan keluarga.
6. Stresor Adanya stresor melibatkan makna dan pemahaman dampak
dari situasi stres individu, itu mengcangkup kognitif, afektif,
fisiologis, perilaku dan respon sosial. Stresor mengansumsikan
makna, intensitas, dan pentingnya sebagi konsekuensi dari
interpretasi yang unik dan makna yang diberikan kepada orang
yang beresiko.
7. Sumber koping dapat berupa aset ekonomi, kemampuan dan
ketrampilan, teknik defensif, dukungan sosial, dan motivasi.
Hubungan antara individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
sangat berperan penting pada saat ini. Sumber koping lainya
termasuk kesehatan dan energi, dukungan spiritual, keyakinan
positif, ketrampilan menyelesaikan masalah dan sosial, sumber
daya sosial dan material, dan kesejahteraan fisik.

E. Rentang Respon
Keterangan:

Asertif : Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan


orang lain dan memberikan ketenangan

Frustasi : Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah


dan tidak dapat menemukan alternative

Pasif : Individu tidak dapat mengungkapkan perasaanya Agresif :


Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut
tetapi masih terkontrol

Kekerasan : Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta


hilangnya kontrol

F. Pohon Masalah
Pohon masalah yang muncul menurut Yosep (2011) :
Resiko perilaku kekerasan (Effect)

Isolasi social : menarik diri sebab merasa cemas


(Core Problem)
Harga diri rendah

(Causa)
Gangguan konsep diri

G. MEKANISME KOPING

Penatalaksanaannya meliputi terapi farmakologi, ECT dan non


farmakologi.

1. Terapi farmakologi lebih mengarah pada pengobatan antipsikotik


2. Terapi non farmakologi lebih pada pendekatan terapi modalitas
a. Psikoterapi: Cara pengobatan masalah emosional pasien yang
dilakukan oleh seorang terlatih dalam hubungan professional
dengan maksud menghilangkan, mengubah atau menghambat
gejala yang ada dengan mengembangkan pertumbuhan kepribadian
secara positif
b. Psikoanalisis psikoterapi : terapi yang dikembangkan dengan
menciptakan kondisi yang memungkinkan klien menceritakan
tentang masalah pribadinya
c. Psikoterapi individu terapi yang menekankan pada perubahan
individu dengan mengkaji perasaan, sikap, cara berfikir dan
perilakunya
d. Terapi modifikasi perilaku
e. Terapi okupasi: Terapi dengan seni pengarahan partisipasi dalam
melaksanakan tugas tertentu
f. Terapi lingkungan,
g. Terapi somatic : Terapi yang diberikan dengan tujuan mengubah
perilaku yang maladaptive menjadi perilaku yang adaptif dengan
melakukan tindakan dalam bentuk perlakukan fisik seperti ECT
dan Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) (Susilowati & Widodo
2015).
III. STRATEGI PELAKSANAAN
1. SP-1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi
penyebab marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan
yang dilakukan, akibat dan cara mengendalikan perilaku kekerasan
dengan cara fisik pertama (latihan nafas dalam ) dan 2 (pukul kasur
atau bantal).
Orientasi :
“Selamat pagi ibu, perkenalkan nama saya perawat Alfiatur. Saya
senang dipanggil Ana Fitriyati. Siapa nama anda kemudian senang
diapanggil apa ? baiklah, Saya perawat yang dinas diruangan ini, saya
dinas diruangan ini. Hari ini saya dinas pagi dari jam 7 sampai jam
14.00 siang, jadi selama disini saya yang merawat ibu. Nama ibu
siapa? Dan senang nya dipanggil apa?”“ Bagaimana perasaan ibu saat
ini?” masih ada perasaan kesal atau marah? Apa yang terjadi
dirumah ?’’ “ Baiklah sekarang kita akan berbincang-bincang tentang
perasaan marah ibu,”“ Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang ?
bagaimana kalau 20 menit“ Bagaimana kalau kita berbincang-bincang
diruang tamu?”
Kerja :
“ apa yang menyebabkan ibu marah? Apakah sebelumnya ibu pernah
marah? Terus penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?
Pada saat penyebab marah itu ada, seperti rumah yang berantakan,
makanan yang tidak tersedia, air tak tersedia ( misalnya ini penyebab
marah klien), apa yang ibu rasakan?“ Apakah ibu merasa kesal,
kemudian dada ibu berdebar-debar, mata melotot, rahang terkatup
rapat, dan tangan mengepal?”“ apa yang ibu lakukan selanjutnya”“
Apakah dengan ibu marah-marah, keadaan jadi lebih baik?“ Menurut
ibu adakah cara lain yang lebih baik selain marahmarah?“maukah ibu
belajar mengungkapkan marah dengan baik tanpa menimbulkan
kerugian?” ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah,
hari ini kita belajar, “ beginiya ibu, kalau tanda- marah itu sudah di
rasakan, ibu berdiri lalu tarik nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu
keluarkan secara perlahan-lahan dari mulut seperti mengeluarkan
kemarahan, coba lagi ibu dan lakukan sebanyak 5 kali. Bagus sekali
ibu sudah dapat melakukan nya. Selain nafas dalam ibu juga dapat
memukul kasur dan bantal.”“ Sekarang mari kita latihan memukul
bantal dan kasur mari ke kamar ibu. Jadi kalau nanti ibu kesal atau
marah, langsung kekamar dan lampiaskan marah tersebut dengan
memukul bantal dan kasur. Nah coba ibu lakukan memukul bantal dan
kasur, ya bagus sekali ibu melakukannya!”“ Nah cara ini pun dapat
dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah, kemudian jangan lupa
merapikan tempat tidur Ya! Sebaiknya latihan ini ibu lakukan secara
rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu muncul, ibu sudah
terbiasa melakukannya”. Terminasi :
“ Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah berbincang-bincang tentang
kemarahan bapak/ibu? ” Coba bapak/ibu sebutkan penyebab bapak/ibu
marah dan yang bapak/ibu rasakan dan apa yang sudah lakukan serta
akibatnya. Coba sebutkan ada berapa cara yang telah kita latih?
Bagus!”“Mari kita masukkan kedalam jadwal kegiatan seharihari
bapak/ibu.Pukul berapa ibu mau mempraktikkan nafas dalam dan
memukul kasur/bantal? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Jadi
jam 5 pagi dan jam 3 sore, lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-
waktu gunakan kedua cara tadi ya.“ sekarang ibu istirahat. Bagaimana
kalau besuk kita belajar tentang obat untuk mengatasi perasaan marah
ibu? Ibu kira-kira maunya jam berapa? Tempatnya dimana? Oke
sampai jumpa besuk ya bu.
SP 2 Pasien : Membantu klien latihan mengendalikan PK dengan obat
( bantu pasien minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar
( benar pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu
dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna minum obat dan akibat
berhenti minum obat, susun jadwal minum obat secara teratur)
Orientasi :
“Selamat siang ibu, sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu, sekarang
kita ketemu lagi” “Bagaimana ibu, sudah dilakukan latihan tarik nafas
dalam dan pukul kasur bantal? Apa yang dirasakan setelah melakukan
latihan secara teratur? Coba kita lihat kegiatannya”.“Bagaimana kalau
sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat yang benar
untuk mengontrol rasa marah?”“Dimana enaknya kita berbincang-
bincang? Bagaimana kalau ditempat tadi?.“Berapa lama ibu mau kita
berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
Kerja :
“Ibu sudah dapat obat dari dokter?”“Berapa macam obat yang ibu
minum? warnanya apa saja? Bagus, jam berapa ibu minum?
Bagus”“Obatnya ada 3 macam bu, yang warnanya oranye namanya
CPZ gunanya agar pikiran tenang, yang putih namanya THP agar
rileks dan tidak tegang, dan yang merah jambu ini namanya HLP rasa
marah berkurang. Semuanya ini harus ibu minum 3x sehari jam 7 pagi,
jam 1 siang, dan jam 7 malam”“Bila nanti setelah minum obat mulut
ibu terasa kering, untuk membantu mengatasinya ibu bisa
mengisapisap es batu”.“Bila terasa berkunang-kunang, sebaiknya
istirahat dan jangan beraktivitas dulu”. “Nanti dirumah sebelum
minum obat ini ibu lihat dulu label di kotak obat apakah benar
namabapak/ibu tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam
berapa saja harus diminum, baca juga apakah nama obatnya sudah
benar? Disini minta obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah
benar obatnya”. “Jangan penah menghentikan minum obat sebelum
berkonsultasi dengan dokter ya, karena dapat terjadi
kekambuhan.”.“Sekarang kita masukkan waktu minum obat kedalam
jadwal ya ”.

Terminasi :
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara kita
minum obat yang benar?”“Coba ibu sebutkan lagi jenis jenis obat yang
di minum! Bagaiman cara minum obat yang benar?”“Nah, sudah
berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari? Sekarang
kita tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa
laksanakan semua dengan teratur ya”.“Baik, besok kita ketemu lagi
untuk berlatih tentang cara mengontrol perilaku kekerasan dengan 3
cara verbal yaitu mengungkapkan, meminta dan menolak dengan
benar. Ibu maunya jam berapa? Dimana? Baiklah, Selamat siang ,
sampai jumpa.”
SP 3 Pasien: Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku
kekerasan secara sosial/verbal (evaluasi jadwal harian tentang dua cara
fisik mengendalikan perilaku kekerasan, latihan mengungkapkan rasa
marah secara verbal ( menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik), susun jadwal latihan
mengungkapkan marah secara verbal).
Orientasi :
“Selamat siang bapak/ibu, sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu
sekarang kita ketemu lagi”. “Bagaimana bapak/ibu, sudah dilakukan
tarik nafas dalam, pukul kasur bantal dan obat?Apa yang dirasakan
setelah melakukan latihan secara teratur?”“Coba saya lihat jadwal
kegiatan hariannya. “Bagus, Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan
sendiri tulis M, artinya mandiri: kalau diingatkan suster baru dilakukan
ditulis B, artinya dibantu atau diingatkan. Nah kalau tidak dilakukan
tulis T, artinya belum bisa melakukan. “Bagaiman kalau kita sekarang
latihan cara bicara untuk mencegah marah?”“Dimana enaknya kita
berbincang-bincang? Bagaimana kalau ditempat yang sama?”“Berapa
lama ibu mau kita berbincang-bincang?Bagaiman kalau 15 menit?”

Kerja :
“Sekarang kita latihan cara bicara ibu baik untuk mencegah marah.
Kalau marah sudah disalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul
kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang
yang membuat kita marah. Ada tiga caranya: 1. Meminta dengan baik
tanpa marah dengan suara yang rendah serta tidak menggunakan kata-
kata kasar. Kemarin bapak/ibu mengatakan penyebab marahnya
karena makanan tidak tersedia, rumah berantakan, Coba ibu minta
sediakan makan dengan baik:” ibu, tolong sediakan makan dan
bereskan rumah” Nanti biasakan dicoba disini untuk meminta baju,
minta obat dan lain-lain. Coba ibu praktekkan .Bagus bu. “2. Menolak
dengan baik, jika ada yang menyuruh dan ibu tidak ingin
melakukannya, katakan: ‘maaf saya tidak bisa melakukannya karena
sedang ada kerjaan’. Coba ibu praktekkan .Bagus bu.”3.
Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang
membuat kesal ibu dapat mengatakan:’Saya jadi ingin marah karena
perkataan mu itu’. Coba praktekkan.Bagus.”
Terminasi :
“Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap tentang cara
mengontrol marah dengan bicara yang baik?’ “Coba ibu sebutkan lagi
cara bicara yang baik yang telah kita pelajari.”“Bagus sekali, sekarang
mari kita masukkan dalam jadwal. Berapa kali sehari ibu mau latihan
bicara yang baik? bisa kita buat jadwalnya?” “Coba masukkan dalam
jadwal latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, makanan dll.Bagus
nanti dicoba ya!”“ Bagaimana kalau besok kita ketemu lagi?”. “ besok
kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah ibu
yaitu dengan cara ibadah, bapak/ibu setuju? Mau dimana ibu?Disini
lagi? Baik sampai nanti ya
SP 4 Pasien: Bantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
secara spiritual (diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku
kekerasan secara fisik dan sosial/verbal, latihan beribadah dan berdoa,
buat jadwal latihan ibadah/ berdoa
Orientasi :
“Selamat pagi bapak/ibu, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang
saya datang lagi” “Bagaiman ibu, latihan apa yang sudah dilakukan?
Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus
sekali, bagaiman rasa marahnya?”“Bagaimana kalau sekarang kita
latihan cara lain untuk mencegah rasa marah yaitu dengan
ibadah?”“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaiman kalu
ditempat biasa?”“Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau 15 menit?”
Kerja :
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa ibu lakukan!Bagus, yang
mana yang mau di coba?”“Nah, kalau ibu sedang marah coba langsung
duduk dan langsung tarik nafas dalam.Jika tidak reda juga marahnya
rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu
kemudian sholat”.“ ibu bisa melakukan sholat secara teratur untuk
meredakan kemarahan.” “Coba ibu sebutkan sholat 5 waktu? Bagus,
mau coba yang mana?Coba sebutkan caranya?”
Terminasi :
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara
yang ketiga ini?”“ Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita
pelajari? Bagus” “Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadwal
kegiatan bapak/ibu.Mau berapa kali ibu sholat. Baik kita masukkan
sholat …….dan ……(sesuai kesebuatan pasien).” “Coba sebutkan lagi
cara ibadah yang dapat ibu lakukan bilasedang marah”“Setelah ini
coba lakukan sholat sesuai jadwal yang telah kita buat tadi” “ 2 jam
lagi kita ketemu ya ,nanti kita mengevaluasi apakah ibu sudah bisa
mempraktikkan semua cara untuk mengontrol perilaku kekerasannya.
Terimakasih dan sampai jumpa lagi.

IV. DAFTAR PUSTAKA


Aprini & Prasetya, A.S. 2018, ‘Penerapan Terapi Musik Pada Pasien Yang
Mengalami Resiko Perilaku Kekerasan Di Ruang Melati Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Lampung’, Jurnal Kesehatan Panca Bhakti, vol.
VI, no. 1, pp. 84–90.
Damaiyanti, M. & Iskandar 2012, Asuhan Keperawatan Jiwa, Refika
Aditama, Bandung. Dermawan 2018, Modul laboraturium keperawatan
jiwa, Gosyeng Publising, Yogyakarta. Malfasari, E., Febtrina, R.,
Maulinda, D. & Amimi, R. 2020, ‘Analisis Tanda dan Gejala Resiko
Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia’, Jurnal Ilmu Keperawatan
Jiwa, vol. 3, no. 1, p. 65.
Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( LP&
SP ) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S1
Keperawatan.
Salemba Medika : Jakarta
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku ajar keperawatan jiwa. EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai