Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA “Nn.

M”

DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN

DI WISMA SRIKANDI RSJ GRHASIA, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Disusun untuk memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan Jiwa

Dosen Pembimbing : Sarka Ade Suzana, S.IP, S.Kep, MA.

Disusun oleh :

Naufal Muafi

P07120216028

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA

JURUSAN KEPRAWATAN

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Nn. M Dengan Diagnosa Keperawatan Risiko


Perilaku Kekerasan

Di Wisma Srikandi RSJ Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Jiwa

Diajukan untuk disetujui pada:

Hari, tanggal :

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Klinik

Sarka Ade Susana, S.IP, S.Kep, MA. Hardi Sumarti, SST.


NIP. 197708131999032001 NIP.
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan
campuran perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasarkan keadaan
emosi yang mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari keadaan
emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam diri atau
destruktif (Yoseph, 2010).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan di mana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya
sendiri maupun orang lain, disertai marah dan gaduh gelisah yang tidak
terkontrol (Hartono, 2010). Marah merupakan perasaan jengkel yang
ditimbulkan sebagai respon terhadap kecemasan dan kebutuhan yang tidak
dipenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Yosep, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000)

B. Tanda dan Gejala


Menurut Fitria (2010), tanda dan gejala pada perilaku kekerasan, antara lain :
1. Pengkajian awal : Alasan utama klien dibawa ke RS adalah PK dirumah
2. Observasi : Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,
berdebat, klien sering memaksakan kehendak, merampas makanan,
memukul jika tidak senang
3. Fisik : Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku
4. Verbal : Mengancam, mengupat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan
nada keras dan kasar
5. Perilaku : Menyerang orang lain, melukai diri sendiri, orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif
6. Emosi : Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut
7. Intelektual : Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan
tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada kasar
8. Spritual : Merasa diri berkuasa, merasa diri paling benar, keragu-raguan,
tidak bermoral
9. Sosial : Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
10. Perhatian : Bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual
Sedangkan menurut Yosep (2009), mengemukakan bahwa tanda dan
gejala perilaku kekerasan, adalah sebagai berikut :
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak, atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

C. Etiologi
Adapun beberapa hal yang menyebabkan munculnya gangguan jiwa pada
perilaku kekerasan, yaitu :
1. Faktor predisposisi
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku kekerasan
menurut Kusumawati dan Hartono (2010), adalah sebagai berikut :
1) Faktor Biologis
Berdasarkan penelitian pada hewan, adanya pemberian stimulus elektris
ringan pada hipotalamus ternyata menimbulkan perilaku agresif. Jika
terjadi kerusakan fungsi limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal
(untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interprestasi
indra penciuman dan memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar,
pupil berdilatasi, dan hendak menyerang objek yang ada di sekitarnya.
Dalam otak, sistim limbik berfungsi sebagai regulator atau pengatur
perilaku. Adanya lesi pada hipotalamus dapat mengurangi atau
meningkatkan perilaku agresif. Penurunan nor-epinefrin dapat
menimbulkan perilaku agresif, misalnya pada peningkatan kadar
hormon testoteron atau progesterone. Pengaturan perilaku agresif
dilakukan dengan mengatur jumlah metabolisme biogenik amino nor-
epinefrin.
2) Faktor Psikologis
 Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang
memotivasi perilaku kekerasan
 Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa
kecil yang tidak menyenangkan
 Frustasi
 Kekerasan pada rumah atau keluarga
3) Faktor Sosial-Kultural
Seseorang akan berespon terhadap peningkatan emosionalnya secara
agresif sesuai dengan respon yang dipelajari. Faktor ini dapat dipelajari
melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan
penguatan maka semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat
mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membatu
mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan tidak diterima.
2. Faktor presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan menurut Yosep
(2009) seringkali berkaitan dengan :
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas,
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian, dan sebagainya.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah dan cenderung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan masalah.
4) Adanya riwayat perilaku anti-sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
5) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan keluarga.
Pathways/patoflowdiagram :

Sumber : Beck, Rawlins, Williams, 1986, dalam Keliat, 1996, dalam


Setiono, 2013
D. Pohon Masalah
Resiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (akibat)

Resiko perilaku kekerasan (core problem)

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah (etiologi)

Sumber : Sambodo, 2013

E. Rentang Respon
Rentang respon marah menurut Yosep (2007), yaitu :
1. Asertif, adalah kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau
diungkapkan tanpa menyakiti orang lain akan memberi kelegaan pada
individu dan tidak menimbulkan masalah.
2. Frustasi, adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena
tidak realistis atau hambatan dalam proses percakapan tujuan.
3. Pasif, adalah individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya, klien
tampak pemalu, pendiam sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa
kurang mampu.
4. Agresif, adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan
untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol. Perilaku yang
tampak dapat berupa : muka kusam , bicara kasar, menuntut, kasar
disertai kekerasan.
5. Ngamuk, adalah perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan
kontrol diri, individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

Sumber : Yosep, 2007


F. Mekanisme Koping
Mekanisme koping dari perilaku kekerasan menurut Dalami (2009), adalah
sebagai berikut :
1) Represi
Merupakan mekanisme pertahanan yang dapat menimbulkan permusuhan
yang tidak disadari sehingga individu bersifat eksploitatif, manipulatif, dan
ekspresi lainnya yang mudah berubah.
2) Supresi
Menekan perasaan atau pengalaman yang menyakitkan atau diinginkan
seperti yang pernah dikomunikasikan sebelumnya.
3) Denial
Mekanisme pertahanan ini cenderung meningkatkan marah seseorang
karena sering digunakan untuk mempertahankan harga diri akibat
ketidakmampuan.
4) Proyeksi
Cenderung meningkatkan ekspresi marah karena individu berusaha
mengekspresikan marahnya terhadap orang atau benda tanpa dihalangi.
5) Sublimasi
Dengan mengalihkan rasa marah pada aktivitas lainnya.

G. Penatalaksanaan Medis
Adapun penatalaksanaan medis menurut MIF Baihaqi (2005), sebagai berikut:
1) Somatoterapi
Dengan tujuan memberikan pengaruh-pengaruh langsung berkaitan dengan
badan, biasanya dilakukan dengan :
a) Medikasi psikotropik
Medikasi psikotropik berarti terapi langsung dengan obat psikotropik
atau psikofarma, yaitu obat-obat yang mempunyai efek terapeutik
langsung pada proses mental pasien karena efek obat tersebut pada otak.
 Obat anti psikosis : phenotizin (CPZ/HLP)
 Obat anti depresi : amitriptyline
 Obat anti ansietas : diazepam, bromozepam, clobozam
 Obat anti insomnia : phneobarbital
b) Terapi Elektrokonvulsi (ECT)
Terapi ini dilakukan dengan cara mengalirkan listrik sinusoid ke tubuh
sehingga penderita menerima aliran listrik yang terputus-putus.
c) Somatoterapi yang lain
 Terapi konvulsi kardiasol, dengan menyuntikkan larutan kardiazol
10% sehingga timbul konvulsi
 Terapi koma insulin, dengan menyuntikkan insulin sehingga pasien
menjadi koma, kemudian dibiarkan 1-2 jam, kemudian dibangunkan
dengan suntikan gluk
2) Psikoterapi
Psikoterapi adalah salah satu pengobatan atau penyembuhan terhadap suatu
gangguan atau penyakit, yang pada umumnya dilakukan melalui wawancara
terapi atau melalui metode-metode tertentu, misalnya dengan relaksasi,
bermain, dan sebagainya. Dapat dilakukan secara individu atau kelompok,
tujuan utamanya adalah untuk menguatkan daya tahan mental penderita,
mengembankan mekanisme pertahanan diri yang baru dan lebih baik, serta
untuk mengembalikan keseimbangan adaptifnya.
3) Manipulasi lingkungan
Manipulasi llingkungan adalah upaya untuk mempengaruhi lingkungan
pasien sehingga bisa membantu dalam proses penyembuhannya. Teknik ini
terutama diberikan atau diterapkan kepada lingkungan penderita, khususnya
keluarga. Tujuan utamanya untuk mengembangkan atau
merubah/menciptakan situasi baru yang lebih kondusif terhadap
lingkungan, misalnya dengan mengalihkan penderita kepada lingkungan
baru yang dipandang lebih baik dan kondusif yang mampu mendukung
proses penyembuhan yang dilakukan.
H. Asuhan Keperawatan Teoritis
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian, terdiri atas pengumpulan data dan
perumusan kebutuhan atau masalah klie n. Data yang dikumpulkan dalam
pengkajian, yaitu faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap
stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Direja,
2011).
Selain itu, menurut Notoatmodjo (2011), data dasar klien adalah
komplikasi data yang dikumpulkan dari klien. Data dasar klien, terdiri dari
identitas klien, alasan masalah yang timbul, faktor predisposisi, faktor
presipitasi, pemeriksaan fisik, psikososial, konsep diri, status mental, pola
kebiasaan sehari-hari, mekanisme koping. Data subyektif, adalah apa yang
dilaporkan atau dirasakan klien. Data obyektif, adalah hal yang dapat
diobservasi, contohnya tanda-tanda vital dan tingkah laku.
Menurut Keliat (2009), pada faktor predisposisi perlu ditanyakan
kepada klien apabila pengobatan sebelumnya berhasil, apakah klien bias
beradaptasi di masyarakat tanpa gejala-gejala gangguan jiwa atau apabila
dapat beradaptasi di masyarakat tanpa gejala-gejala gangguan jiwa atau
apabila dapat beradaptasi tetapi masih menunjukkan gejala-gejala sisa, yang
berarti bahwa pengobatan klien sebelumnya tidak berhasil.
Selain itu menurut Yosep (2007), dalam pengkajian faktor
presipitasi, yaitu seseorang akan berespon marah apabila merasa dirinya
terancam, ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih
dikenal dengan ancaman terhadap konsep diri seseorang. Menurut Yosep
(2010, dalam Damaiyanti, 2012), faktor yang dapat mencetuskan perilaku
kekerasan berkaitan dengan ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan
dasar dan ekonominya.
Menurut Direja (2011), tanda dan gejala klien perilaku kekerasan
dapat dilihat dari pengkajian satatus mental dalam pembicaraan dengan
nada keras, kasar mengancam, dan aktivitas motorik tangan mengepal,
tegang, muka merah, menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang
lain dan lingkungan.
Menurut Fitria (2009), riwayat koping stress adalah individu
menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasi
perilaku kekerasan. Ketidakmampuan klien dalam menggunakan
mekanisme koping dapat mengakibatkan pada resiko mencederai diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan.
2. Diagnosa keperawatan
Menurut Damaiyanti (2012), diagnosa keperawatan adalah
interpretasi ilmiah dari data pengkajian yang digunakan untuk mengarahkan
perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada perilaku
kekerasan menurut Fitria (2009) adalah sebagai berikut :
a. Perilaku kekerasan
b. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
d. Harga diri rendah kronis
e. Isolasi sosial
f. Berduka disfungsional
g. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif
h. Koping keluarga inefektif
Diagnosa keperawatan menurut Nanda (2010) adalah sebagai
berikut :
a. Resiko untuk kekerasan yang diarahkan pada orang lain
b. Resiko untuk kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri
3. Intervensi keperawatan
Perencanaan keperawatan terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan umum,
tujuan khusus, dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus
pada penyelesaian permasalahan diagnosa tertentu. Tujuan umum dapat
dicapai jika serangkaian tujuan khusus telah dicapai (Direja, 2011).
Menurut Stuart (2001, dalam Direja, 2011), tujuan khusus berfokus
pada penyelesaian etiologi dari diagnosa tersebut. Tujuan khusus
merupakan rumusan kemampuan yang perlu dicapai atau dimiliki klien.
Kemampuan ini dapat bervariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan
klien. Umumnya, kemampuan klien pada tujuan khusus dapat dibagi
menjadi tiga aspek, yaitu kemampuan kognitif yang diperlukan untuk
menyelesaikam etiologi dari diagnosa keperawatan, kemampuan
psikomotor yang diakukan agar etiologi dapat teratasi dan kemampuan
afektif yang perlu dimiliki agar klien percaya pada kemampuan
menyelesaikan masalah.
Menurut Endang (2009), intervensi pada pasien dengan resiko
perilaku kekerasan, antara lain :
a. Tindakan untuk pasien
Tujuan :
1) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
4) Pasian dapat menyebutkan cara mengontrol/mencegah perilaku
kekerasan
5) Pasian dapat mengontrol/mencegah perilaku kekerasan secara fisik,
spiritual, sosial, dan terapi psikofarmaka
Tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan
agara pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan
perawat, mencakup mengucapkan salam terapeutik, berjabat tangan,
menjelaskan tujuan interaksi, membuat kontrak topik, waktu dan
tempat setiap kali bertemu pasien.
2) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan
yang lalu.
3) Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
:
- Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
- Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
psikologis
- Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
- Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
- Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
intelektual
4) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang dilakukan saat
marah secara verbal, terhadap orang lain, diri sendiri, dan
lingkungan.
5) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.
6) Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan
secara :
- Fisik : pukul kasur dan bantal, tarik nafas dalam
- Obat
- Sosial/verbal : menyatakan secara asertif rasa marahnya
- Spiritual : sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien
7) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
- Latih nafas dalam dan pukul kasur-bantal
- Susun jadwal latihan nafas dalam dan pukul kasur/bantal
8) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
- Latih pasien mengungkapkan rasa marah secara verbal :
menolak dengan baik, meminta dengan baik, menggunakan
perasaan dengan baik
- Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
9) Latih pasien mengontrol spiritual
- Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual :
sholat, berdoa
- Buat jadwal latihan sholat, berdoa
10) Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat
- Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima
benar (benar obat, benar dosis, benar nama pasien, benar waktu
minum obat, dan benar rute atau cara minum obat) disertai
penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat
- Susun jadwal minum obat secara teratur
11) Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi mengontrol perilaku kekerasan
b. Tindakan untuk keluarga
Tujuan :
Keluarga dapat merawat pasien di rumah
Tindakan :
- Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
- Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tanda dan gejala, perilaku yang muncul akibat perilaku tersebut)
- Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu
segera dilaporkan kepada perawat, seperti memukul orang lain atau
melempar batu
- Latih keluarga untuk merawat pasien dengan cara :
o Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan
tindakan yang telah diajarkan oleh perawat
o Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila
pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat
- Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan jika
pasien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan
- Buat perencanaan pulang bersama keluarga
4. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan standar dari asuhan yang berhubungan
dengan aktivitas keperawatan professional yang dilakukan oleh perawat, di
mana implementasi dilakukan pada pasien, keluarga, dan komunitas
berdasarkan rencana keperawatan yang dibuat (Damaiyanti, 2012).
Menurut Keliat (2009), strategi pelaksanaan klien dengan resiko
perilaku kekerasan ada lima, yaitu :
SP 1 : melatih cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik
pertama, yaitu napas dalam
SP 2 : membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan
cara fisik ke dua, yaitu dengan cara pukul bantal atau kasur
SP 3 : membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
verbal
SP 4 : membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan
cara spiritual
SP 5 : membantu klien latihan mengendalika perilaku kekerasan dengan
minum obat
5. Evaluasi keperawatan
Menurut Kurniawati (2004, dalam Nurjanah, 2005), evaluasi adalah
proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan
pada klien. Evaluasi dilakukan terus-menerus pada respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
Evaluasi menurut Direja (2011), dilakukan dengan menggunakan
pendekatan SOAP, sebagai berikut :
S : Subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
A : Analisis data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap muncul atau masalah baru atau data-data yang
kontradiksi dengan masalah yang ada
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon
klien, yang terdiri dari tindak lanjut klien, dan tindak lanjut perawat
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Strategi Pelaksanaan I : Tindakan untuk Pasien

Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah, tanda


dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan dan akibatnya, serta
cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik I

Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Tn. S, 27 tahun, dua hari yang lalu dibawa ke UGD RS Jiwa karena di rumah
memukul istrinya, berbicara kasar, dan membanting piring dan gelas. Saat ini
klien seringkali bersikap menyerang jika didekati, ekspresi wajah tegang,
tatapan mata tajam dan berusaha melarikan diri dari RS. Keluarga mengatakan
bahwa klien mengalami perubahan perilaku, klien sering marah jika istrinya
belum menyiapkan makanan di meja pada saat ia pulang kerja.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan
3. Tujuan khusus
1) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
4) Pasien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol atau mencegah
perilaku kekerasan secara fisik (teknik nafas dalam dan pukul kasur-
bantal)

4. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar
pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan perawat,
antara lain : mengucapkan salam terapeutik, berjabat tangan,
menjelaskan tujuan interaksi, membuat kontrak topik, waktu, dan
tempat setiap kali bertemu pasien.
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan
yang lalu
c. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
d. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang dilakukan saat
marah secara verbal, terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
- Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
- Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
- Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
- Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
- Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
e. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
f. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara :
fisik (tarik nafas dalam)
g. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
- Latih nafas dalam
- Susun jadwal latihan nafas dalam
5. Proses Pelaksanaan Tindakan
Fase Orientasi
Menyampaikan salam terapeutik, evaluasi atau validasi, kontrak topik, waktu,
dan tempat.
a. Menyampaikan salam terapeutik
- Assalamu’alaikum. Selamat pagi, Bapak. Perkenalkan, saya perawat
A yang bertugas di ruangan Tulip ini. Saya akan merawat Bapak
selama Bapak berada disini. Hari ini saya bertugas jaga pagi mulai
pukul 08.00 WIB sampai nanti pukul 14.00 WIB. Nama Bapak
siapa?
- Bapak senangnya dipanggil apa Pak?
b. Evaluasi/validasi
- Bagaimana perasaan Bapak saat ini? Masih adakah perasaan kesal
atau marah?
c. Menyampaikan kontrak
- Topik : Baiklah Bapak, pagi hari ini kita akan berbincang-bincang
mengenai perasaan marah Bapak. Apakah Bapak bersedia?
- Waktu : Berapa lama Bapak bersedia berbincang-bincang dengan
saya? Bagaimana kalau 15 menit, Pak?
- Tempat : Bapak ingin berbincang-bincang dengan saya dimana Pak?
Disini saja atau di ruang tamu?

Fase Kerja
a. Mendiskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini
dan yang lalu, perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan,
dan perilaku kekerasan yang dilakukan saat marah secara verbal,
terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
- Apa yang menyebabkan Bapak merasa marah? Apakah
sebelumnya Bapak pernah marah?
- Apakah penyebab kemarahan Bapak yang sebelumnya sama
dengan penyebab marah Bapak saat ini?
- Apakah yang Bapak rasakan jika istri Bapak belum menyiapkan
makanan ketika Bapak pulang ke rumah?
- Apakah Bapak merasa kesal kemudian berdebar-debar, mata
melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?
- Setelah itu apa yang Bapak lakukan?
b. Mendiskusikan bersama pasien akibat perilakunya
- Bapak memecahkan piring dan memukul istri Bapak ketika
Bapak merasa marah, lalu apakah dengan cara tersebut makanan
terhidang di meja makan?
- Iya, tentu tidak. Menurut Bapak, apakah kerugian dari tindakan
bapak tersebut?
- Betul, istri Bapak menjadi sakit dan takut, piring-piring pecah
berantakan.
c. Mendiskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan
secara : fisik (tarik nafas dalam)
- Menurut Bapak, adakah cara lain yang lebih baik?
- Apakah bapak bersedia mengungkapkan marah tanpa
menimbulkan kerugian?
- Begini, Pak. Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan
Bapak. Salah satunya dengan cara fisik. Dengan cara fisik ini
Bapak dapat menyalurkan amarah melalui kegiatan fisik.
Bagaimana kalau kita belajar salah satu cara mengontrol marah
dengan kegiatan fisik, Pak?
d. Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik (melatih
nafas dalam)
- Baiklah Pak, kalau Bapak sudah merasakan tanda-tanda marah,
maka Bapak berdiri, lalu tarik nafas dari hidung, tahan sebentar,
kemudian keluarkan perlahan-lahan melalui mulut seperti Bapak
sedang mengeluarkan kemarahan. Kita bisa mencobanya bersama-
sama, Pak. Seperti ini Pak…. (perawat memberikan contoh).
Sekarang silahkan Bapak mencoba dan saya dampingi. Tarik nafas
melalui hidung, tahan, dan ditiupkan perlahan melalui mulut.
Fase Terminasi
a. Evaluasi subjektif
- Sekarang bagaimana perasaan Bapak setelah belajar teknik
mengontrol marah dengan nafas dalam?
b. Memberikan reinforcement
- Iya bagus sekali, Bapak sudah dapat melakukannya dengan benar.
Ayo dicoba lagi Pak. Tarik nafas melalui hidung, tahan, dan
ditiupkan perlahan melalui mulut. Nah, Bapak dapat melakukannya
sebanyak lima kali.
c. Evaluasi perawat (obyektif setelah melakukan reinforcement)
- Sekarang, coba Bapak ulangi kembali teknik nafas dalam yang
sudah kita pelajari tadi.
d. Tindak lanjut klien
- Sebaiknya, latihan ini Bapak lakukan secara rutin, sehingga bila
sewaktu-waktu rasa marah itu muncul, Bapak sudah terbiasa
melakukannya. Apakah Bapak mau latihan secara rutin?
- Sekarang, kita buat jadwal latihannya ya Pak. Berapa kali sehari
Bapak mau melakukan latihan nafas dalam? Jam berapa saja Pak?
- Baiklah. Saya catat ke dalam jadwal ya Pak.
e. Merangkum dan menyampaikan rencana tindak lanjut
- Iya. Sekarang saya akan mencoba merangkum dari perbincangan
kita tadi ya Pak. Jadi, penyebab marah Bapak yang lalu adalah istri
Bapak yang belum menghidangkan makanan di meja ketika Bapak
pulang ke rumah, kemudian yang Bapak lakukan adalah memukul
istri Bapak dan memecahkan piring-piring sehingga mengakibatkan
istri Bapak takut dan piring-piring pecah berantakan. Nanti coba
Bapak ingat-ingat kembali penyebab marah Bapak yang lalu dan apa
yang Bapak lakukan pada saat Bapak sedang marah yang belum kita
bahas tadi ya Pak? Oh ya Pak, jangan lupa untuk latihan nafas
dalamnya ya Pak.
- Bagaimana kalau dua jam lagi saya kembali datang kesini dan kita
berlatih cara lain untuk mengontrol marah, Pak? Apakah Bapak
bersedia? Tempatnya disini, Pak?
- Baiklah kalau begitu saya permisi dulu ya Pak. Terimakasih atas
kerjasama Bapak. Selamat pagi.

Anda mungkin juga menyukai