URAIAN MATERI
Pokok Bahasan 1.
Potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan potensibencana (hazard
potency) yang sangat tinggi.Beberapa potensi bencana yang ada antaralain adalah bencana
alam seperti gempa bumi, gunung meletus, banjir, tanah longsor, danlain-lain.Potensi
bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompokutama, yaitu
potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateralhazard). Potensi
bahaya utama (main hazard potency) ini dapat dilihat antara lain pada petapotensi bencana
gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayahdengan zona-zona
gempa yang rawan, peta potensi bencana tanah longsor, peta potensibencana letusan gunung
api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir,dan lain-lain. Dari indikator-
indikator diatas dapat disimpulkan bahwa Indonesia memilikipotensi bahaya utama (main
hazard potency) yang tinggi.Hal ini tentunya sangat tidakmenguntungkan bagi negara
Indonesia.
Disamping tingginya potensi bahaya utama, Indonesia juga memiliki potensi bahaya
ikutan(collateral hazard potency) yang sangat tinggi.Hal ini dapat dilihat dari beberapa
indicator misalnya likuifaksi, persentase bangunan yang terbuat dari kayu, kepadatan
bangunan, dankepadatan industri berbahaya.Potensi bahaya ikutan (collateral hazard
potency) ini sangattinggi terutama di daerah perkotaan yang memiliki kepadatan, persentase
bangunan kayu(utamanya di daerah pemukiman kumuh perkotaan), dan jumlah industri
berbahaya, yangtinggi.Dengan indikator diatas, perkotaan Indonesia merupakan wilayah
dengan potensibencana yang sangat tinggi.
Hazard adalah keadaan atau fenomena alam yang dapat berpotensi menyebabkan korban
jiwaatau kerusakan benda/lingkungan.
Hal yang paling mendasar dalam terjadinya bencana adalah bahaya dan ancaman.Bahaya
adalah sebuah kondisi atau peristiwa yang mengancam atau memilikipotensi untuk
menyebabkan cedera untuk hidup atau kerusakan/kerugian.
Faktorfaktorbahaya antara lain:
1 Geologi: gempa bumi, tsunami, longsor, gerakan tanah.
2 Hidro-meteorologi: banjir, topan, banjir bandang, kekeringan.
3 Biologi: epidemi, penyakit tanaman, hewan.
4 Teknologi: kecelakaan transportasi, industry.
5 Lingkungan: kebakaran, kebakaran hutan, penggundulan hutan.
6 Sosial: konflik, terorisme.
Ancaman atau vulnerability adalah sekumpulan kondisi/akibat keadaan (faktor fisik, sosial,
ekonomi, dan lingkungan) yang berpengaruh buruk terhadap upayaupaya pencegahan dan
penanggulangan bencana atau area geografis mungkin akan terganggu oleh dampak bahaya
tertentu, dekat dengan daerah rawan bencana.
Faktor-faktor yang mempengaruhi meliputi:
1 Faktor fisik: kekuatan bangunanstruktur (rumah, jalan, jembatan) terhadap ancaman
bencana.
2 Sosial: kondisidemografi (jenis kelamin, usia, kesehatan, gizi, perilaku masyarakat)
terhadap
ancaman bencana;
3 Ekonomi: kemampuan finansial masyarakat dalammenghadapi ancaman di wilayahnya;
4 Lingkungan: tingkatketersediaan/kelangkaan sumberdaya (lahan, air, udara) serta kerusakan
lingkungan yang terjadi.
Kapasitas atau kemampuan adalah kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh perorangan,
keluarga dan masyarakat yang membuat mereka mampu mencegah, mengurangi, siap siaga,
menanggapi dengan cepat atau segera pulih dari suatu kedaruratan dan bencana.
Risiko adalah besarnya kerugian atau kemungkinanterjadi korban manusia, kerusakan dan
kerugian ekonomi yang disebabkan olehbahaya tertentu disuatu daerah pada suatu waktu
tertentu.Besar resiko terjadinya bencana dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Gambar 2.Menghitung Risiko
Resiko dapat diturunkan jika kapasitas ditingkatkan. Sehingga penting bagi kita untuk
mengetahui bahaya atau ancaman apa saja yang ada di daerah kita, sehinggakita mampu
melakukan persiapan dalam penanganan bencana melalui peningkatankapasitas masyarakat
mengenai ilmu kebencanaan ataupun memahami tata carapertolongan pertama. Dengan
peningkatan kapasitas yang ada maka secara tidaklangsung kita sudah dapat menurunkan
resiko dari terjadinya bencana ataupunresiko sesudah terjadi bencana, seperti kerusakan dan
kecacatan.
Pokok Bahasan 2
Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara
sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan
untuk dapat mengambil tindakan (WHO, 2004).
Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus
terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi
terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar
dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses
pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada
penyelenggara program kesehatan (Depkes RI, 2003).
Tujuan kegiatan Surveilans epidemiologi adalah tersedianya data dan informasi epidemiologi
sebagai dasar manajemen kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta
respon kejadian luar biasa yang cepat dan tepat. Ruang lingkup surveilans epidemiologi
meliputi:
1. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular, merupakan analisis terus menerus dan
sistematis terhadap penyakit menular dan faktor risiko untuk mendukung upaya
pemberantasan penyakit menular.
2. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, merupakan analisis terus menerus dan
sistematis terhadap penyakit tidak menular dan faktor risiko untuk mendukung upaya
pemberantasan penyakit tidak menular.
3. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Perilaku, merupakan analisis terus
menerus dan sistematis terhadap penyakit dan faktor risiko untuk mendukung program
penyehatan lingkungnan.
4. Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan, merupakan analisis terus menerus dan
sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor risiko untuk mendukung program-
program kesehatan tertentu.
5. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra, merupakan analisis terus menerus dan
sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor risiko untuk upaya mendukung program
kesehatan matra.
Menurut WHO (2004) fungsi pokok yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan surveilans
respons yang baik meliputi 8 kegiatan utama yaitu :
1 Deteksi kasus
Merupakan langkah pertama dalam sistem surveilans respon, deteksi kasus umumnya
dilaksanakan di tingkat pelayanan kesehatan.Didaerah bencana, deteksi kasus dapat
dilakukan di pos kesehatan, puskesmas, penampungan pengungsi dan rumah sakit.
2 Registrasi
Registrasi yang baik akan merekam semua data kasus termasuk kasus yang ternyata tidak
konfirmasi baik secara epidemiologi maupun secara laboratories. Registrasi pada saat
bencana terutama menyangkut registrasi penyakit dan registrasi status gizi
3 Konfirmasi (epidemiologi dan laboratorium)
Konfirmasi dapat melalui kriteria epidemiologi dan hasil tes laboratorium.Konfirmasi
epidemiology umumnya diperoleh dari hasil penyelidikan kasus di lapangan. Hasil tes
laboratorium akan membantu dalam penegakan diagnosis.
4 Pelaporan
Pelaporan merupakan upaya untuk menggerakkan data yang sudah dikumpulkan dari
tingkat yang paling rendah dalam sistem kesehatan ke tingkat yang lebih tinggi.Format
pelaporan umumnya sudah ditetapkan misal Register Harian Penyakit pada Korban
Bencana, Laporan Mingguan Penyakit Korban Bencana, dll.
5 Analisis
Analisis harus dilaksanakan secepat mungkin untuk menghindari penundaan pelaksanaan
intervensi yang tepat akurat.Hasil analisis harus berupa informasi epidemiologis yang dapat
digunakan sebagai dasar tindakan kesehatan masyarakat.
6 Umpan balik
Umpan balik merupakan arus informasi dan pesan kepada tingkat yang rendah dari tingkat
yang lebih tinggi.Selain itu dalam era teknologi informasi umpan balik dapat dalam bentuk
buletin elektronik yang dapat disampaikan kepada lintas sektor dan para pemangku
kepentingan (stakeholder) sehingga dapat berkontribusi dalam respons kesehatan
masyarakat.
7 Respons segera
Keluaran dari proses pengumpulan data sampai dengan interpretasi data dalam bentuk
informasi epidemiologi tidak dapat dipisahkan dengan respons kesehatan masyarakat.
Respons segera bersifat langsung, reaktif dan umumnya termasuk dalam tindakan kesehatan
masyarakat yaitu penyelidikan epidemiologi, pelacakan kontak penderita dan tindakan
penanggulangan untuk mencegah penularan penyakit.
8 Respons terencana
Respons terencana merupakan respons yang direncanakan dalam periode waktu tahunan,
lima tahunan termasuk perencanaan tindakan dan penganggaran yang diperlukan.
Keterlibatan lintas sektor dan stakeholder sangat menentukan dalam respons terencana ini.
Respons segera dan respons terencana harus dimonitor dan dievaluasi, hasilnya dapat
dipergunakan untuk modifikasi tindakan pemberantasan dan upaya pencegahan juga untuk
petunjuk modifikasi sistem surveilans yang lebih baik.
Surveilans respons harus disertai dengan keputusan sebagai respons dari informasi
epidemiologi hasil dari interpretasi data yang sudah dikumpulkan. Tanpa respons yang
cepat tepat dan akurat, sebaik apapun sistem surveilans tidak akan bermanfaat untuk
menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat.
Pokok Bahasan 3
Identifikasi kelompok beresiko
Kelompok yang beresiko dalam pencegahan bencana adalah sesuai dengan Kerentanan
(vulnerability) yaitu keadaan atau sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang menyebabkan
ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman. Kerentanan ini dapat berupa:
1. Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya tahan menghadapi
bahaya tertentu, misalnya: kekuatan bangunan rumah bagi masyarakat yang berada di
daerah rawangempa, adanya tanggul pengaman banjir bagi masyarakat yang tinggal di
bantaran sungai dan sebagainya.
2. Kerentanan Ekonomi
Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat menentukan tingkat
kerentanan terhadap ancaman bahaya.Pada umumnya masyarakat atau daerah yang miskin
atau kurangmampu lebih rentan terhadap bahaya, karena tidak mempunyai kemampuan
finansial yang memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau mitigasi bencana.
3. Kerentanan Sosial
Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap ancaman
bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang risiko bahaya dan bencana
akan mempertinggi tingkat kerentanan, demikian pula tingkat kesehatan masyarakat yang
rendah juga mengakibatkan rentan menghadapi bahaya.
4. Kerentanan Lingkungan
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan. Masyarakat yang
tinggal di daerah yang kering dan sulit air akan selalu terancam bahaya kekeringan.
Penduduk yang tinggal di lereng bukit atau pegunungan rentan terhadap ancaman bencana
tanah longsor dan sebagainya.
Kondisi dari sisi kesehatan yang masuk dalam criteria vulnerable adalah : bayi, balita, lansia,
wanita hamil dan menyusui, orang dengan penyakit kronik (dibahas dalam MI.6)
Pokok Bahasan 4.
Prinsip-prinsip proses isolasi, karantina, kontaminasi, dan dekontaminasi di masyarakat.
Pembahasan dimulai dari contoh kasus
Dikaitkan dengan judul modul
Diberikan contoh kasus. Misal kasus flu burung, bagaimana kita mengajarkan
masyarakat untuk proses isolasi, karantina, kontaminasi, dan dekontaminasi
Dikaitkan dengan kemungkinan timbulnya bencana/wabah
Langkah-langkah pencegahan
Isolasi adalah perawatan khusus pasien penyakit menular dengan cara pemisahan pasien
untuk mencegah penularan. Isolasi (menurut IHR 2005) adalah pemisahan orang sakit atau
orang yang terkontaminasi kuman penyakit.Atau pemisahan bagasi, peti kemas, alat angkut,
barang, atau paket pos yang terpapar kuman penyakit dari orang/barang lainnya sedemikian
rupa untuk mencegah penyebaran penyakit atau kontaminasi.
Karantina Rumah adalah tindakan pembatasan keluar rumah terhadap seseorang yang
sebelumnya tinggal serumah dengan penderita penyakit menular tertentu atau seseorang yang
pernah kontak dengan penderita penyakit menular tertentu tersebut.
Pokok Bahasan 5.
Koordinasi bencana
2) Kementerian Kesehatan
Tugas dan kewenangan Kementerian Kesehatan adalah merumuskan kebijakan, memberikan
standar dan arahan serta mengkoordinasikan penanganan krisis dan masalah kesehatan
lain,baik dalam tahap sebelum, saat maupun setelah terjadinya. Dalam pelaksanaannya dapat
melibatkan instansi terkait, baik pemerintah maupun non pemerintah, LSM, lembaga
internasional, organisasi
profesi maupun organisasi kemasyarakatan sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku. Selain itu Kementerian Kesehatan secara aktif membantu mengoordinasikan bantuan
kesehatan yang diperlukan oleh daerah yang mengalami situasi krisis dan masalah kesehatan
lain.
Klaster Kesehatan
Pada saat bencana dan sistem klaster digunakan, pertemuankoordinasi untuk klaster dipimpin
oleh Kementrian Kesehatan dengandukungan WHO. Klaster kesehatan dapat dibagi menjadi
beberapa
sub‐klaster sesuai dengan kebutuhan di lapangan, sub‐klastertersebut akan dipimpin oleh unit
terkait dalam Kementrian Kesehatanatau dinas kesehatan di lokasi bencana.
b. Tingkat daerah
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah perangkatdaerah yang dibentuk
untuk melaksanakan tugas dan fungsipenyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah.
Pada tingkat
provinsi BPBD dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di bawahgubernur atau setingkat
eselon Ib dan pada tingkat kabupaten/kotadipimpin oleh seorang pejabat setingkat di bawah
bupati/walikota atausetingkat eselon IIa.Kepala BPBD dijabat secara rangkap (ex‐officio)
oleh SekretarisDaerah yang bertanggungjawab langsung kepada kepala daerah.
BPBD mempunyai fungsi :
1) perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana danpenanganan pengungsi
dengan bertindak cepat dan tepat, efektif danefisien;
2) pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencanasecara terencana, terpadu
dan menyeluruh.
BPBD mempunyai tugas :
1) menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakanpemerintah daerah dan
BNPB terhadap usaha penanggulanganbencana yang mencakup pencegahan bencana,
penanganan darurat,rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara;
2) menetapkan standardisasi serta kebutuhan penyelenggaraanpenanggulangan bencana
berdasarkan Peraturan Perundangundangan;
3) menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana;
4) menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana;
5) melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana padawilayahnya;
6) melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepadakepala daerah setiap
sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiapsaat dalam kondisi darurat bencana;
7) mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang;
8) mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dariAnggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah;
9) melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota sebagai salah satuanggota unsur pengarah
penanggulangan bencana memiliki tanggungjawab dalam penanganan kesehatan akibat
bencana dibantu oleh unitteknis kesehatan yang ada di lingkup provinsi dan kabupaten/kota.
Pelaksanaan tugas penanganan kesehatan akibat bencana di lingkungandinas kesehatan
dikoordinasikan oleh unit yang ditunjuk oleh KepalaDinas Kesehatan dengan surat
keputusan.
Dalam hal memerlukan bantuan kesehatan karena ketidakseimbangan antara jumlah korban
yang ditangani dengan sumber dayayang tersedia di tempat, dapat meminta bantuan ke
Kemenkes cq PusatPenanggulangan Krisis maupun ke pusat bantuan regional.
I. URAIAN MATERI
Pokok Bahasan 1.
KOMUNIKASI DAN INFORMASI DALAM KESIAPSIAGAAN BENCANA
Bahwa dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir bencana yang terjadi di
Indonesia semakin kompleks, baik bencana yang disebabkan oleh alam, non
alam maupun bencana sosial, penanggulangan krisis kesehatan akibat
bencana dapat dilakukan secara tepat, cepat apabila didukung oleh informasi
kejadian bencana dan akibat yang ditimbulkannya secara cepat, tepat dan
akurat.
Data dan informasi yang dikumpulkan tersebut sebagian besar belum dikelola
dengan baik, belum menggunakan formulir yang baku serta belum dilakukan
dan diketahui oleh petugas yang khusus yang terlatih sehingga validitas dan
reabilitasnya sering dipertanyakan. Selain itu mekanisme serta alur
pengumpulan data belum diketahui oleh petugas.
Untuk mendapatkan informasi yang cepat, tepat dan akurat sesuai dengan
kebutuhan, maka perlu dikembangkan suatu sistem informasi
penanggulangan bencana yang diketahui dan dilakukan dengan baik oleh
semua petugas kesehatan dalam rangka kesiapsiagaan dalam menghadapi
bencana.
A. Pengertian
1. Penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana
Serangkaian kegiatan bidang kesehatan untuk mencegah, mitigasi
ancaman/ bahaya yang berdampak pada aspek kesehatan masyarakat,
menyiapsiagakan sumber daya kesehatan, menanggapi kedaruratan
kesehatan dan pemulihan serta membangun kembali kesrusakan
infrastruktur kesehatan akibat bencana secara lintas sektoral dan lintas
program serta bermitra dengan mayarakat internasional.
2. Sistem informasi
Kumpulan modul atau komponen yang dapat mengumpulkan, mengelola,
memproses, menyimpan, menganalisa dan mendistribusikan informasi
untuk tujuan tertentu (turban et al, 1997).
D. Sumber Informasi
Sumber informasi dari data/ informasi yang dibutuhkan untuk
penanggulangan krisis kesehatan bencana akibat bencana adalah sebagai
berikut:
1. Pra bencana
Sumber informasi:
a) Dinas kesehatan
b) Rumah sakit
c) Instansi terkait
d) Puskesmas
1) Telepon
2) Faksimili
3) Telepon selular
4) Internet
5) Radio komunikasi
1) Telepon
2) Faksimili
3) Telepon selular
4) Internet
5) Radio komunikasi
F. Pengelolaan Data
1. Pengumpulan data
a. Jenis data
- Data bencana
- Data sumber daya ( sarana, tenaga dan dana)
- Data sanitasi dasar
- Data upaya kesehatan penanggulangan bencana
- Data status kesehatan dan gizi
- Data mengenai masalah pelayanan kesehatan
2. Pengolahan data
a. Puskesmas melakukan pengolahan data mengenai masalah kesehatan
untuk melihat besaran dan kecenderungan permasalahan kesehatan
untuk peningkatan pelayanan kesehatan
b. Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota melakukan pengolahan data
puskesmas dan rumah sakit mengenai masalah kesehatan untuk
melihat besaran dan kecenderungan permasalahan kesehatan,
kebutuhan sumber daya untuk pelayanan kesehatan dan sanitasi
dasar untuk merumuskan kebutuhan bantuan.
c. Dinas Kesehatan Propinsi melakukan pengolahan data Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota dan Rumah Sakit Propinsi mengenai
masalah kesehatan untuk melihat besaran dan kecenderungan
permasalahan kesehatan, kebutuhan sumber daya untuk pelayanan
kesehatan dan sanitasi dasar untuk merumuskan kebutuhan bantuan
d. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan
melakukan pengolahan data Dinas Kesehatan propinsi mengenai
masalah kesehatan untuk melihat besaran dan kecenderungan
permasalahan kesehatan, kebutuhan sumber daya untuk pelayanan
kesehatan dan sanitasi dasar untuk merumuskan kebutuhan bantuan
bersama dengan unit terkait.
3. Penyajian data
a. Puskesmas melakukan penyajian data masalah kesehatan dalam
bentuk tabel, grafik, pemetaan dll.
b. Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota melakukan penyajian data masalah
kesehatan dalam bentuk tabel, grafik, pemetaan dll.
c. Dinas Kesehatan Propinsi melakukan penyajian data masalah
kesehatan dalam bentuk tabel, grafik, pemetaan dll.
d. PPKK Kementerian Kesehatan melakukan penyajian data masalah
kesehatan dalam bentuk tabel, grafik, pemetaan dan dimuat dalam
web-site, dll.
4. Penyampaian
Informasi yang diperoleh dapat disampaikan dengan menggunakan:
a. Kurir
b. Radio komunikasi
c. Telepon
d. Faksimili
e. E-mail
f. SMS
G. Pengorganisasian
Pengorganisasian pada keadaan bencana mengkuti jenjang
pengorganisasian atau rantai komando yang berada di tingkat masing –
masing yaitu:
1. Tingkat Puskesmas
2. Tingkat Kabupaten/ Kota
3. Tingkat Propinsi
4. Tingkat Pusat
Pokok Bahasan 2.
Pokok Bahasan 3.
A. Masyarakat
Persiapan sebelum terjadinya bencana:
1. Kartu pribadi dalam keadaan darurat
2. Daftar barang yang dibawa dalam keadaan darurat :
Bila terjadi bencana alam dan mengungsi, yang pertama kali harus
dibawa ikut serta mempersiapkan barang minimum yang dibutuhkan
(tas kantong untuk keadaan darurat) dan ditaruh di tempat yang
gampang di ambil. Barang yang lainnya dapat diambil setelah
mengungsi dan pastikan keamanan terlebih dahulu.
Daftar barang:
B. Petugas Kesehatan
1. Persiapan awal sebelum betigas di lokasi bencana
Sebelum seseorang bertugas di lokasi bencana, maka perlu
mempersiapkan diri, kesehatannya, keamanan dan keselamatannya.
Sikap positif yang harus dikembangkan adalah memiliki niat yang kuat
untuk membantu sesama, memiliki kepedulian/rasa empati terhadap
korban, siap mandiri dan tidak membebani orang lain serta dapat
bekerja secara kolektif dalam tim.