Anda di halaman 1dari 20

I.

URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.

Identifikasi hazard dan resiko bencana

Potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan potensibencana (hazard
potency) yang sangat tinggi.Beberapa potensi bencana yang ada antaralain adalah bencana
alam seperti gempa bumi, gunung meletus, banjir, tanah longsor, danlain-lain.Potensi
bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompokutama, yaitu
potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateralhazard). Potensi
bahaya utama (main hazard potency) ini dapat dilihat antara lain pada petapotensi bencana
gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayahdengan zona-zona
gempa yang rawan, peta potensi bencana tanah longsor, peta potensibencana letusan gunung
api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir,dan lain-lain. Dari indikator-
indikator diatas dapat disimpulkan bahwa Indonesia memilikipotensi bahaya utama (main
hazard potency) yang tinggi.Hal ini tentunya sangat tidakmenguntungkan bagi negara
Indonesia.

Disamping tingginya potensi bahaya utama, Indonesia juga memiliki potensi bahaya
ikutan(collateral hazard potency) yang sangat tinggi.Hal ini dapat dilihat dari beberapa
indicator misalnya likuifaksi, persentase bangunan yang terbuat dari kayu, kepadatan
bangunan, dankepadatan industri berbahaya.Potensi bahaya ikutan (collateral hazard
potency) ini sangattinggi terutama di daerah perkotaan yang memiliki kepadatan, persentase
bangunan kayu(utamanya di daerah pemukiman kumuh perkotaan), dan jumlah industri
berbahaya, yangtinggi.Dengan indikator diatas, perkotaan Indonesia merupakan wilayah
dengan potensibencana yang sangat tinggi.

Bencana terjadi karena ada pemicunya. Namun, bencana bisa diantisipasi


jikamemperhitungkan risiko bencana sejak awal, yaitu mengidentifikasi
ancamanancamanbahaya apa yang mungkin terjadi, dan kerentanan dalam
menghadapibencana.

Gambar 1. Siklus terjadinya bencana

Ada 4 komponen yang mempengaruhi bencana yaitu Ancaman (Hazard),Kerentanan


(Vulnerebility), Kapasitas ( Capasity), Resiko ( Risk).

Hazard adalah keadaan atau fenomena alam yang dapat berpotensi menyebabkan korban
jiwaatau kerusakan benda/lingkungan.
Hal yang paling mendasar dalam terjadinya bencana adalah bahaya dan ancaman.Bahaya
adalah sebuah kondisi atau peristiwa yang mengancam atau memilikipotensi untuk
menyebabkan cedera untuk hidup atau kerusakan/kerugian.
Faktorfaktorbahaya antara lain:
1 Geologi: gempa bumi, tsunami, longsor, gerakan tanah.
2 Hidro-meteorologi: banjir, topan, banjir bandang, kekeringan.
3 Biologi: epidemi, penyakit tanaman, hewan.
4 Teknologi: kecelakaan transportasi, industry.
5 Lingkungan: kebakaran, kebakaran hutan, penggundulan hutan.
6 Sosial: konflik, terorisme.

Ancaman atau vulnerability adalah sekumpulan kondisi/akibat keadaan (faktor fisik, sosial,
ekonomi, dan lingkungan) yang berpengaruh buruk terhadap upayaupaya pencegahan dan
penanggulangan bencana atau area geografis mungkin akan terganggu oleh dampak bahaya
tertentu, dekat dengan daerah rawan bencana.
Faktor-faktor yang mempengaruhi meliputi:
1 Faktor fisik: kekuatan bangunanstruktur (rumah, jalan, jembatan) terhadap ancaman
bencana.
2 Sosial: kondisidemografi (jenis kelamin, usia, kesehatan, gizi, perilaku masyarakat)
terhadap
ancaman bencana;
3 Ekonomi: kemampuan finansial masyarakat dalammenghadapi ancaman di wilayahnya;
4 Lingkungan: tingkatketersediaan/kelangkaan sumberdaya (lahan, air, udara) serta kerusakan
lingkungan yang terjadi.

Kapasitas atau kemampuan adalah kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh perorangan,
keluarga dan masyarakat yang membuat mereka mampu mencegah, mengurangi, siap siaga,
menanggapi dengan cepat atau segera pulih dari suatu kedaruratan dan bencana.

Risiko adalah besarnya kerugian atau kemungkinanterjadi korban manusia, kerusakan dan
kerugian ekonomi yang disebabkan olehbahaya tertentu disuatu daerah pada suatu waktu
tertentu.Besar resiko terjadinya bencana dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Gambar 2.Menghitung Risiko

Resiko dapat diturunkan jika kapasitas ditingkatkan. Sehingga penting bagi kita untuk
mengetahui bahaya atau ancaman apa saja yang ada di daerah kita, sehinggakita mampu
melakukan persiapan dalam penanganan bencana melalui peningkatankapasitas masyarakat
mengenai ilmu kebencanaan ataupun memahami tata carapertolongan pertama. Dengan
peningkatan kapasitas yang ada maka secara tidaklangsung kita sudah dapat menurunkan
resiko dari terjadinya bencana ataupunresiko sesudah terjadi bencana, seperti kerusakan dan
kecacatan.

Pokok Bahasan 2

Sistem surveillance bencana


1. Aspek-aspek yang harus disurvey pada saat bencana
2. Kegiatan yang dilakukan pada saat bencana  gambaran kegiatan surveillance
bencana yang selama ini dilkasanakan (foto-foto)
3. Format surveillance (untuk lampiran)

Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara
sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan
untuk dapat mengambil tindakan (WHO, 2004).

Jenis Surveilans bencana adalah surveilans epidemiologi dan surveilans respon.

Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus
terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi
terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar
dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses
pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada
penyelenggara program kesehatan (Depkes RI, 2003).

Tujuan kegiatan Surveilans epidemiologi adalah tersedianya data dan informasi epidemiologi
sebagai dasar manajemen kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta
respon kejadian luar biasa yang cepat dan tepat. Ruang lingkup surveilans epidemiologi
meliputi:
1. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular, merupakan analisis terus menerus dan
sistematis terhadap penyakit menular dan faktor risiko untuk mendukung upaya
pemberantasan penyakit menular.
2. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, merupakan analisis terus menerus dan
sistematis terhadap penyakit tidak menular dan faktor risiko untuk mendukung upaya
pemberantasan penyakit tidak menular.
3. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Perilaku, merupakan analisis terus
menerus dan sistematis terhadap penyakit dan faktor risiko untuk mendukung program
penyehatan lingkungnan.
4. Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan, merupakan analisis terus menerus dan
sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor risiko untuk mendukung program-
program kesehatan tertentu.
5. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra, merupakan analisis terus menerus dan
sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor risiko untuk upaya mendukung program
kesehatan matra.

Surveilans respon merupakan suatu reformasi mendasar dalam menghadapi tantangan


meningkatnya penyakit infeksi, apakah itu penyakit infeksi baru atau penyakit infeksi lama
yang muncul kembali.

Menurut WHO (2004) fungsi pokok yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan surveilans
respons yang baik meliputi 8 kegiatan utama yaitu :
1 Deteksi kasus
Merupakan langkah pertama dalam sistem surveilans respon, deteksi kasus umumnya
dilaksanakan di tingkat pelayanan kesehatan.Didaerah bencana, deteksi kasus dapat
dilakukan di pos kesehatan, puskesmas, penampungan pengungsi dan rumah sakit.
2 Registrasi
Registrasi yang baik akan merekam semua data kasus termasuk kasus yang ternyata tidak
konfirmasi baik secara epidemiologi maupun secara laboratories. Registrasi pada saat
bencana terutama menyangkut registrasi penyakit dan registrasi status gizi
3 Konfirmasi (epidemiologi dan laboratorium)
Konfirmasi dapat melalui kriteria epidemiologi dan hasil tes laboratorium.Konfirmasi
epidemiology umumnya diperoleh dari hasil penyelidikan kasus di lapangan. Hasil tes
laboratorium akan membantu dalam penegakan diagnosis.
4 Pelaporan
Pelaporan merupakan upaya untuk menggerakkan data yang sudah dikumpulkan dari
tingkat yang paling rendah dalam sistem kesehatan ke tingkat yang lebih tinggi.Format
pelaporan umumnya sudah ditetapkan misal Register Harian Penyakit pada Korban
Bencana, Laporan Mingguan Penyakit Korban Bencana, dll.
5 Analisis
Analisis harus dilaksanakan secepat mungkin untuk menghindari penundaan pelaksanaan
intervensi yang tepat akurat.Hasil analisis harus berupa informasi epidemiologis yang dapat
digunakan sebagai dasar tindakan kesehatan masyarakat.
6 Umpan balik
Umpan balik merupakan arus informasi dan pesan kepada tingkat yang rendah dari tingkat
yang lebih tinggi.Selain itu dalam era teknologi informasi umpan balik dapat dalam bentuk
buletin elektronik yang dapat disampaikan kepada lintas sektor dan para pemangku
kepentingan (stakeholder) sehingga dapat berkontribusi dalam respons kesehatan
masyarakat.
7 Respons segera
Keluaran dari proses pengumpulan data sampai dengan interpretasi data dalam bentuk
informasi epidemiologi tidak dapat dipisahkan dengan respons kesehatan masyarakat.
Respons segera bersifat langsung, reaktif dan umumnya termasuk dalam tindakan kesehatan
masyarakat yaitu penyelidikan epidemiologi, pelacakan kontak penderita dan tindakan
penanggulangan untuk mencegah penularan penyakit.
8 Respons terencana
Respons terencana merupakan respons yang direncanakan dalam periode waktu tahunan,
lima tahunan termasuk perencanaan tindakan dan penganggaran yang diperlukan.
Keterlibatan lintas sektor dan stakeholder sangat menentukan dalam respons terencana ini.

Respons segera dan respons terencana harus dimonitor dan dievaluasi, hasilnya dapat
dipergunakan untuk modifikasi tindakan pemberantasan dan upaya pencegahan juga untuk
petunjuk modifikasi sistem surveilans yang lebih baik.

Surveilans respons harus disertai dengan keputusan sebagai respons dari informasi
epidemiologi hasil dari interpretasi data yang sudah dikumpulkan. Tanpa respons yang
cepat tepat dan akurat, sebaik apapun sistem surveilans tidak akan bermanfaat untuk
menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat.

Pokok Bahasan 3
Identifikasi kelompok beresiko

Kelompok yang beresiko dalam pencegahan bencana adalah sesuai dengan Kerentanan
(vulnerability) yaitu keadaan atau sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang menyebabkan
ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman. Kerentanan ini dapat berupa:
1. Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya tahan menghadapi
bahaya tertentu, misalnya: kekuatan bangunan rumah bagi masyarakat yang berada di
daerah rawangempa, adanya tanggul pengaman banjir bagi masyarakat yang tinggal di
bantaran sungai dan sebagainya.
2. Kerentanan Ekonomi
Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat menentukan tingkat
kerentanan terhadap ancaman bahaya.Pada umumnya masyarakat atau daerah yang miskin
atau kurangmampu lebih rentan terhadap bahaya, karena tidak mempunyai kemampuan
finansial yang memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau mitigasi bencana.
3. Kerentanan Sosial
Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap ancaman
bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang risiko bahaya dan bencana
akan mempertinggi tingkat kerentanan, demikian pula tingkat kesehatan masyarakat yang
rendah juga mengakibatkan rentan menghadapi bahaya.
4. Kerentanan Lingkungan
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan. Masyarakat yang
tinggal di daerah yang kering dan sulit air akan selalu terancam bahaya kekeringan.
Penduduk yang tinggal di lereng bukit atau pegunungan rentan terhadap ancaman bencana
tanah longsor dan sebagainya.

Kondisi dari sisi kesehatan yang masuk dalam criteria vulnerable adalah : bayi, balita, lansia,
wanita hamil dan menyusui, orang dengan penyakit kronik (dibahas dalam MI.6)
Pokok Bahasan 4.
Prinsip-prinsip proses isolasi, karantina, kontaminasi, dan dekontaminasi di masyarakat.
Pembahasan dimulai dari contoh kasus
 Dikaitkan dengan judul modul
 Diberikan contoh kasus. Misal kasus flu burung, bagaimana kita mengajarkan
masyarakat untuk proses isolasi, karantina, kontaminasi, dan dekontaminasi
 Dikaitkan dengan kemungkinan timbulnya bencana/wabah
 Langkah-langkah pencegahan

Isolasi adalah perawatan khusus pasien penyakit menular dengan cara pemisahan pasien
untuk mencegah penularan. Isolasi (menurut IHR 2005) adalah pemisahan orang sakit atau
orang yang terkontaminasi kuman penyakit.Atau pemisahan bagasi, peti kemas, alat angkut,
barang, atau paket pos yang terpapar kuman penyakit dari orang/barang lainnya sedemikian
rupa untuk mencegah penyebaran penyakit atau kontaminasi.

Karantina (menurut IHR 2005) adalah


1Pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan seseorang yang diduga terinfeksi penyakit meski
belum menunjukkan gejala penyakit.
2Pemisahan peti kemas, alat angkut atau barang yang diduga terkontaminasi dari
orang/barang lain sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit
atau kontaminasi.

Karantina Rumah adalah tindakan pembatasan keluar rumah terhadap seseorang yang
sebelumnya tinggal serumah dengan penderita penyakit menular tertentu atau seseorang yang
pernah kontak dengan penderita penyakit menular tertentu tersebut.

Kontaminasiadalah pengotoran; pencemaran (khususnya karena kemasukan unsur luar),


cemaran dapat diartikan secara luas sebagai semua benda asing yang tidak dikehendaki
mencemari bahan, alat maupun ruangan pengolahan, benda asing tersebut dapat berupa
bakteri, virus, zat kimia maupun unsur logam.

Dekontaminasi adalah menghilangkan mikroorganisme patogen dan kotoran dari suatu


benda sehingga aman untuk pengelolaan selanjutnya dan dilakukan sebagai langkah pertama
bagi pengelolaan pencemaran lingkungan, seperti misalnya tumpahan darah atau cairan
tubuh, Juga sebagai langakah pertama pengelolaan limbah yang tidak dimusnahan dengan
cara insinerasi atau pembakaran. Dekontaminasi bertujuan untuk mencegah penyebaran
infeksi melalui alat kesehatan atau suatu permukaan benda, sehingga dapat melindungi
petugas atau pun pasien.Dekontaminasi dilakukan dengan menggunakan bahan desinfektan
yaitu suatu bahan atau larutan kimia yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme pada
benda mati dan tidak digunakan untuk kulit atau jaringan mukosa.

Pokok Bahasan 5.
Koordinasi bencana

Tugas penyelenggaraan penanggulangan bencana ditangani oleh Badan Nasional


Penanggulangan Bencana (BNPB) di tingkat pusat dan Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) di tingkat daerah.

1) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) BNPB merupakan lembaga pemerintah


non departemen setingkat menteri yang memiliki fungsi merumuskan dan menetapkan
kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi secara cepat, tepat, efektif
dan efisien serta
mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu
dan menyeluruh. Adapun tugas dari BNPB adalah sebagai berikut:
a. memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang
mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi
secara
adil dan setara;
b. menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana
berdasarkan peraturan perundangundangan;
c. menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat;
d. melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden setiap sebulan
sekali dalam kondisi normal dan pada setiap saat dalam kondisi darurat bencana;
e. menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan nasional dan
internasional;
f. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara;
g. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundangundangan; dan
h. menyusun pedoman pembentukan BPBD.

2) Kementerian Kesehatan
Tugas dan kewenangan Kementerian Kesehatan adalah merumuskan kebijakan, memberikan
standar dan arahan serta mengkoordinasikan penanganan krisis dan masalah kesehatan
lain,baik dalam tahap sebelum, saat maupun setelah terjadinya. Dalam pelaksanaannya dapat
melibatkan instansi terkait, baik pemerintah maupun non pemerintah, LSM, lembaga
internasional, organisasi
profesi maupun organisasi kemasyarakatan sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku. Selain itu Kementerian Kesehatan secara aktif membantu mengoordinasikan bantuan
kesehatan yang diperlukan oleh daerah yang mengalami situasi krisis dan masalah kesehatan
lain.

Gambar 2.2.Struktur organisasi dalam Kementerian Kesehatan pada


penanggulangan bencana
a) Hubungan antara BNPB dan Kementerian Kesehatan
Dalam Peraturan Presiden No 8 tahun 2008 tentang BadanNasional Penanggulangan
Bencana dinyatakan bahwa dalammenjalankan tugas dan fungsinya, BNPB
dikoordinasikan olehKementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan
salahsatu unsur pengarah BNPB adalah pejabat eselon 1 KementerianKesehatan.
Hubungan antara BNPB dan Kementerian Kesehatanterlihat pada diagram dibawah.
b) Pusat Penanggulangan Krisis Regional
Kementerian Kesehatan membentuk 9 (sembilan) PusatBantuan Regional Penanganan Krisis
Kesehatan yang berperan untukmempercepat dan mendekatkan fungsi bantuan kesehatan dan
masing‐masing dilengkapi dengan SDM kesehatan terlatih dan sarana, bahan, obat serta
perlengkapan kesehatan lainnya, yaitu di:
1. regional Sumatera Utara berkedudukan di Medan denganwilayah pelayanan Provinsi NAD,
Provinsi Sumatera Utara,Provinsi Riau, Provinsi Kepulauan Riau dan Sub RegionalSumatera
Barat;
2. regional Sumatera Selatan berkedudukan di Palembang dengan wilayah pelayanan Provinsi
Sumatera Selatan, Provinsi Jambi,Provinsi Bangka Belitung, dan Provinsi Bengkulu;
3. regional DKI Jakarta kedudukan di Jakarta dengan wilayahpelayanan Provinsi Lampung,
Provinsi DKI Jakarta, ProvinsiBanten, Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Kalimantan Barat;
4. regional Jawa Tengah di Semarang dengan wilayah pelayananProvinsi DI Yogyakarta dan
Provinsi Jawa Tengah;
5. regional Jawa Timur di Surabaya sebagai Posko wilayah tengahdengan wilayah pelayanan
Jawa Timur;
6. regional Kalimantan Selatan di Banjarmasin dengan wilayahpelayanan Provinsi
Kalimantan Timur, Provinsi KalimantanTengah dan Provinsi Kalimantan Selatan;
7. regional Bali di Denpasar dengan wilayah pelayanan Provinsi Bali,Provinsi Nusa Tenggara
Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Timur;
8. regional Sulawesi Utara di Manado dengan wilayah pelayananProvinsi Gorontalo, Provinsi
Sulawesi Utara dan Provinsi MalukuUtara;
9. regional Sulawesi Selatan di Makasar, sebagai Posko WilayahTimur dengan wilayah
pelayanan Provinsi Sulawesi Tengah,Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara,
Provinsi
Sulawesi Barat, Provinsi Maluku serta Sub Regional Papua. SubRegional Papua berpusat di
Jayapura dengan wilayah pelayananProvinsi Papua dan Provinsi Irian Jaya Barat.

Pusat Regional Penanganan Krisis Kesehatan berfungsi:


1. sebagai pusat komando dan pusat informasi (media centre)kesiapsiagaan dan
penanggulangan kesehatan akibat bencanadan krisis kesehatan lainnya;
2. fasilitasibuffer stock logistik kesehatan (bahan, alat dan obatobatan);
3. menyiapkan dan menggerakkan Tim Reaksi Cepat dan bantuan SDM kesehatan yang siap
digerakkan di daerah yang memerlukanbantuan akibat bencana dan krisis kesehatan lainnya;
4. sebagai pusat networking antara 3 komponen kesehatan dalamregional tersebut yaitu dinas
kesehatan, fasilitas kesehatan danperguruan tinggi.

c) Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kesehatan


Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dan Balai Teknis KesehatanLingkungan Pemberantasan
Penyakit Menular (BTKL) sertaLaboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) merupakan unit‐
unit
pelaksana teknis Kemenkes di daerah. KKP berperan dalammemfasilitasi penanganan keluar
masuknya bantuan sumber dayakesehatan melalui pelabuhan laut/udara dan daerah
perbatasan sertakarantina kesehatan.BTKL berperan dalam perkuatan sistemkewaspadaan
dini dan rujukan laboratorium.

d) Hubungan antara Pemerintah dengan Komunitas Internasional


Pendekatan klaster (cluster approach) adalah suatu modelkoordinasi dengan
mengelompokkan para pelaku kemanusiaanberdasarkan gugus kerja untuk memberikan
respon darurat yang lebih
dapat diperkirakan dengan penetapan ‘pimpinan’ kelompok/ klaster.Pimpinan klaster
bersama‐sama dengan sektor‐sektor pemerintahmembangun koordinasi baik dalam
perencanaan maupunpelaksanaan.Pendekatan klaster bertujuan agar bantuan respondarurat
dapat dilaksanakan secara lebih terkoordinasi antar pelakubaik dari pemerintah maupun non
pemerintah. Pendekatan klasterdilaksanakan pada kejadian bencana berskala besar
ataumembutuhkan bantuan internasional dalam respon multi‐sektordengan partisipasi luas
dari para pelaku kemanusiaan internasional(Pedoman Peran Serta Lembaga Internasional Dan
Lembaga Asing
Nonpemerintah Pada Saat Tanggap Darurat, BNPB, 2010)Rapat koordinasi klaster rutin
bersama lembaga internasionaldan lembaga asing nonpemerintah yang dapat dilakukan di
tingkat
nasional, atau di tingkat provinsi, dan di lapangan untuk membahasprogres bantuan yang
dilakukan oleh pihak internasional dandikoordinasikan oleh BNPB serta lembaga/instansi
yang berwenang.

Klaster Kesehatan
Pada saat bencana dan sistem klaster digunakan, pertemuankoordinasi untuk klaster dipimpin
oleh Kementrian Kesehatan dengandukungan WHO. Klaster kesehatan dapat dibagi menjadi
beberapa
sub‐klaster sesuai dengan kebutuhan di lapangan, sub‐klastertersebut akan dipimpin oleh unit
terkait dalam Kementrian Kesehatanatau dinas kesehatan di lokasi bencana.

b. Tingkat daerah
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah perangkatdaerah yang dibentuk
untuk melaksanakan tugas dan fungsipenyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah.
Pada tingkat
provinsi BPBD dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di bawahgubernur atau setingkat
eselon Ib dan pada tingkat kabupaten/kotadipimpin oleh seorang pejabat setingkat di bawah
bupati/walikota atausetingkat eselon IIa.Kepala BPBD dijabat secara rangkap (ex‐officio)
oleh SekretarisDaerah yang bertanggungjawab langsung kepada kepala daerah.
BPBD mempunyai fungsi :
1) perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana danpenanganan pengungsi
dengan bertindak cepat dan tepat, efektif danefisien;
2) pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencanasecara terencana, terpadu
dan menyeluruh.
BPBD mempunyai tugas :
1) menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakanpemerintah daerah dan
BNPB terhadap usaha penanggulanganbencana yang mencakup pencegahan bencana,
penanganan darurat,rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara;
2) menetapkan standardisasi serta kebutuhan penyelenggaraanpenanggulangan bencana
berdasarkan Peraturan Perundangundangan;
3) menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana;
4) menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana;
5) melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana padawilayahnya;
6) melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepadakepala daerah setiap
sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiapsaat dalam kondisi darurat bencana;
7) mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang;
8) mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dariAnggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah;
9) melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundangundangan.

Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota sebagai salah satuanggota unsur pengarah
penanggulangan bencana memiliki tanggungjawab dalam penanganan kesehatan akibat
bencana dibantu oleh unitteknis kesehatan yang ada di lingkup provinsi dan kabupaten/kota.
Pelaksanaan tugas penanganan kesehatan akibat bencana di lingkungandinas kesehatan
dikoordinasikan oleh unit yang ditunjuk oleh KepalaDinas Kesehatan dengan surat
keputusan.

Tugas dan kewenangan dinas kesehatan provinsi dankabupaten/kota adalah melaksanakan


dan menjabarkan kebijakan,memberikan standar dan arahan serta mengkoordinasikan
kegiatan
penanganan kesehatan akibat bencana di wilayah kerjanya.

Dalam hal memerlukan bantuan kesehatan karena ketidakseimbangan antara jumlah korban
yang ditangani dengan sumber dayayang tersedia di tempat, dapat meminta bantuan ke
Kemenkes cq PusatPenanggulangan Krisis maupun ke pusat bantuan regional.
I. URAIAN MATERI

Pokok Bahasan 1.
KOMUNIKASI DAN INFORMASI DALAM KESIAPSIAGAAN BENCANA

Bahwa dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir bencana yang terjadi di
Indonesia semakin kompleks, baik bencana yang disebabkan oleh alam, non
alam maupun bencana sosial, penanggulangan krisis kesehatan akibat
bencana dapat dilakukan secara tepat, cepat apabila didukung oleh informasi
kejadian bencana dan akibat yang ditimbulkannya secara cepat, tepat dan
akurat.

Data dan informasi yang dikumpulkan tersebut sebagian besar belum dikelola
dengan baik, belum menggunakan formulir yang baku serta belum dilakukan
dan diketahui oleh petugas yang khusus yang terlatih sehingga validitas dan
reabilitasnya sering dipertanyakan. Selain itu mekanisme serta alur
pengumpulan data belum diketahui oleh petugas.

Untuk mendapatkan informasi yang cepat, tepat dan akurat sesuai dengan
kebutuhan, maka perlu dikembangkan suatu sistem informasi
penanggulangan bencana yang diketahui dan dilakukan dengan baik oleh
semua petugas kesehatan dalam rangka kesiapsiagaan dalam menghadapi
bencana.

A. Pengertian
1. Penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana
Serangkaian kegiatan bidang kesehatan untuk mencegah, mitigasi
ancaman/ bahaya yang berdampak pada aspek kesehatan masyarakat,
menyiapsiagakan sumber daya kesehatan, menanggapi kedaruratan
kesehatan dan pemulihan serta membangun kembali kesrusakan
infrastruktur kesehatan akibat bencana secara lintas sektoral dan lintas
program serta bermitra dengan mayarakat internasional.

2. Sistem informasi
Kumpulan modul atau komponen yang dapat mengumpulkan, mengelola,
memproses, menyimpan, menganalisa dan mendistribusikan informasi
untuk tujuan tertentu (turban et al, 1997).

3. Sistem informasi penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana


Rangkaian kegiatan untuk menghasilkan informasi yang terkait dengan
upaya penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana.
B. Ruang lingkup
Ruang lingkup pengembangan sistem informasi penanggulangan krisis
kesehatan akibat bencana meliputi:
1. Jenis informasi dan waktu penyampaiannya
2. Sumber informasi
3. Alur dan mekanisme penyampaian informasi
4. Pengelolaan data
5. Pengorganisasian

C. Jenis Informasi Dan Waktu Penyampaian


1. Pra bencana
Jenis informasi yang dibutuhkan pada tahap pra bencana meliputi:
a) Peta daerah rawan bencana
b) Data sumber daya; tenaga, dana, sarana dan prasarana
c) Informasi yang dikumpulkan secara periodik minimal 1 tahun sekali.

2. Saat bencana dan pasca bencana


a) Informasi pada awal terjadinya bencana
Informasi yang dibutuhkan pada awal kejadian bencana harus
disampaikan segera setelah terjadinya bencana, meliputi:
1) Jenis bencana dan waktu kejadian yang terdiri dari tanggal, bulan,
tahun serta pukul berapa kejadian tersebut terjadi.
2) Lokasi kejadian yang terdiri dari desa, kecamatan, kabupaten/ kota
dan propinsi bencana terjadi.
3) Letak geografi dapat diisi pegunungan, pulau/ kepulauan, pantai
dan lain – lain.
4) Jumlah korban yang terdiri dari korban meninggal, hilang, luka
berat, luka ringan dan pengungsi.
5) Lokasi pengungsi
6) Akses ke lokasi bencana meliputi akses dari :
- Kabupaten/ Kota ke lokasi dengan pilihan mudah/ sukar, waktu
tempuh berapa lama dan sarana transportasi yang digunakan.
- Jalur kominikasi yang masih dapat digunakan.
- Keadaan jaringan listrik.
- Kemudian informasi terkait dengan pelapor (tanggal, bulan, lokasi
dan tanda tangan).

b) Informasi penilaian kebutuhan cepat


Penilaian kebutuhan cepat penanggulangan krisis kesehatan akibat
bencana dilakukan segera setelah informasi awal diterima. Informasi
yang dikumpulkan meliputi:
1) Jenis bencana dan waktu kejadian bencana.
2) Tingkat keseriusan dari bencana tersebut, misalnya banjir
ketinggian air mencapai 2 m, gempa bumi dengan kekuatan 7 skala
righter.
3) Tingkat kelayakan, yaitu luas dari dampak yang ditimbulkan dari
bencana tersebut.
4) Kecepatan perkembangan, misalnya konflik antar suku di satu
daerah, bila tidak cepat dicegah maka dapat dengan cepat meluas
atau berkembang ke daerah lain.
5) Lokasi kejadian bencana yang terdiri dari desa, kecamatan,
kabupaten/ Kota dan propinsi bencana terjadi.
6) Letak geografi dapat diisi pegunungan, pulau/ kepulauan, pantai
dan lain – lain.
7) Jumlah penduduk yang terancam.
8) Jumlah korban yang terdiri dari korban meninggal, hilang, luka
berat, luka ringan dan pengungsi (dibagi dalam kelompok rentan
bayi, balita, bumil, buteki, lansia), lokasi pengungsian, jumlah
korban yang dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit.
9) Jenis dan kondisi sarana kesehatan dibagi dalam 3 bagian yaitu
informasi mengenai fasilitas kesehatan, ketersediaan air bersih,
sarana sanitasi dan kesehatan lingkungan.
10) Akses ke lokasi bencan apakah mudah atau sukar, waktu
tempuh dan transportasi yang bisa digunakan.
11) Kondisi sanitasi dan kesehatan lingkungan si lokasi
benampungan pengungsi.
12) Kondisi logistik dan sarana pendukung pelayanan kesehatan.
13) Upaya penanggulangan yang telah dilakukan.
14) Bantuas kesehatan yang diperlukan
15) Rencana tindak lanjut
16) Tanggal, bulan, tahun laporan, tanda tangan pelapor serta
diketahui oleh Kepala Dinas Kesehatan.

c) Informasi perkembangan kejadian bencana


Informasi perkembangan kejadian bencana dikumpulkan setiap kali
terjadi perkembangan informasi.
Informasi perkembangan kejadian bencana meliputi:
1) Tanggal/ bulan/ tahun kejadian.
2) Jenis bencana
3) Lokasi bencana
4) Waktu kejadian bencana
5) Jumlah korban kejadian terakhir, terdiri dari: korban meninggal,
hilang, luka berat, luka ringan dan pengungsi (dibagi dalam
kelompok rentan bayi, balita, bumil, buteki, lansia), lokasi
pengungsian, jumlah korban yang dirujuk ke puskesmas atau
rumah sakit.
6) Upaya penanggulangan yang telah dilakukan.
7) Bantuas kesehatan yang diperlukan
8) Rencana tindak lanjut
9) Tanggal, bulan, tahun laporan, tanda tangan pelapor serta diketahui
oleh Kepala Dinas Kesehatan.

D. Sumber Informasi
Sumber informasi dari data/ informasi yang dibutuhkan untuk
penanggulangan krisis kesehatan bencana akibat bencana adalah sebagai
berikut:
1. Pra bencana
Sumber informasi:
a) Dinas kesehatan
b) Rumah sakit
c) Instansi terkait
d) Puskesmas

2. Pada saat dan pasca bencana


a) Informasi pada awal kejadian
Sumber informasi berasal:
1) Masyarakat
2) Sarana pelayanan kesehatan
3) Dinas kesehatan propinsi/ kabupaten/ kota
4) Lintas sector

Informasi disampaikan melalui:

1) Telepon
2) Faksimili
3) Telepon selular
4) Internet
5) Radio komunikasi

b) Informasi penilaian kebutuhan cepat


Informasi yang dikumpulkan oleh tim penilaian kebutuhan cepat yang
bersumber dari :
1) Masyarakat
2) Sarana pelayanan kesehatan
3) Dinas Kesehatan Propinsi/ Kabupaten/ Kota
4) Lintas sektor

Informasi disampaikan melalui:

1) Telepon
2) Faksimili
3) Telepon selular
4) Internet
5) Radio komunikasi

c) Informasi perkembangan kejadian bencana


Informasi disampaikan oleh instutusi kesehatan di lokasi bencana
(Puskesmas, rumah sakit, Dinas Kesehatan)
Informasi disampaikan melalui
1) Telepon
2) Faksimili
3) Telepon selular
4) Internet
5) Radio komunikasi

E. Alur Dan Mekanisme Penyampaian Informasi


1. Informasi pra bencana
2. Informasi saat bencana
a. Bagan alur penyampaian informasi langsung
b. Alur penyampaian informasi penilaian kebutuhan cepat secara
berjenjang
c. Alur perkembangan informasi perkembangan penanggulangan krisis

F. Pengelolaan Data
1. Pengumpulan data
a. Jenis data
- Data bencana
- Data sumber daya ( sarana, tenaga dan dana)
- Data sanitasi dasar
- Data upaya kesehatan penanggulangan bencana
- Data status kesehatan dan gizi
- Data mengenai masalah pelayanan kesehatan

b. Peran institusi dalam pengumpulan data


- Puskesmas mengumpulkna data bencana, sumber daya (sarana,
tenaga dan dana) sanitasi dasar, upaya kesehatan penanggulangan
bencana, status kesehatan dan gizi seerta data mengenai masalah
pelayanan kesehatan.
- Rumah Sakit mengumpulkan data pelayanan kesehatan rujukan
korban bencana dan sumberdaya kesehatan.
- Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota mengumpulkan data bencana,
masalah kesehatan dan sumber daya kesehatan dari puksesmas
dan rumah sakit.
- Dinas Kesehatan Propinsi mengumpulkan data bencana masalah
kesehatan dan sumber daya kesehatan dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota atau dari rumah sakit.

2. Pengolahan data
a. Puskesmas melakukan pengolahan data mengenai masalah kesehatan
untuk melihat besaran dan kecenderungan permasalahan kesehatan
untuk peningkatan pelayanan kesehatan
b. Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota melakukan pengolahan data
puskesmas dan rumah sakit mengenai masalah kesehatan untuk
melihat besaran dan kecenderungan permasalahan kesehatan,
kebutuhan sumber daya untuk pelayanan kesehatan dan sanitasi
dasar untuk merumuskan kebutuhan bantuan.
c. Dinas Kesehatan Propinsi melakukan pengolahan data Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota dan Rumah Sakit Propinsi mengenai
masalah kesehatan untuk melihat besaran dan kecenderungan
permasalahan kesehatan, kebutuhan sumber daya untuk pelayanan
kesehatan dan sanitasi dasar untuk merumuskan kebutuhan bantuan
d. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan
melakukan pengolahan data Dinas Kesehatan propinsi mengenai
masalah kesehatan untuk melihat besaran dan kecenderungan
permasalahan kesehatan, kebutuhan sumber daya untuk pelayanan
kesehatan dan sanitasi dasar untuk merumuskan kebutuhan bantuan
bersama dengan unit terkait.

3. Penyajian data
a. Puskesmas melakukan penyajian data masalah kesehatan dalam
bentuk tabel, grafik, pemetaan dll.
b. Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota melakukan penyajian data masalah
kesehatan dalam bentuk tabel, grafik, pemetaan dll.
c. Dinas Kesehatan Propinsi melakukan penyajian data masalah
kesehatan dalam bentuk tabel, grafik, pemetaan dll.
d. PPKK Kementerian Kesehatan melakukan penyajian data masalah
kesehatan dalam bentuk tabel, grafik, pemetaan dan dimuat dalam
web-site, dll.

4. Penyampaian
Informasi yang diperoleh dapat disampaikan dengan menggunakan:
a. Kurir
b. Radio komunikasi
c. Telepon
d. Faksimili
e. E-mail
f. SMS

G. Pengorganisasian
Pengorganisasian pada keadaan bencana mengkuti jenjang
pengorganisasian atau rantai komando yang berada di tingkat masing –
masing yaitu:
1. Tingkat Puskesmas
2. Tingkat Kabupaten/ Kota
3. Tingkat Propinsi
4. Tingkat Pusat

H. Penutup dan Kesimpulan


Sistem informasi penanggulangan krisis akibat bencana merupakan hal
yang sangat pentung dan diperlukan dalam penyelesaian krisis yang timbul
akibat terjadinya bencana. Sistem ini di harapkan dapat menghasilkan
informasi yang tepat, cepat dan akurat sehingga dapat memenuhi
kebutuhan untuk pengambilan keputusan.

Sistem informasi pananggulangan krisis kesehatan akibat bencana ini akan


terlaksana dengan baik jika ada dukungan dari semua unit terkait
khususnya jajaran kesehatan dan masyarakat, sehingga informasi yang
dibutuhkan dalam penanggulangan krisis kesehatan dapat segera diketahui
dengan baik.

Pokok Bahasan 2.

KEGIATAN PENINGKATAN KEMAMPUAN MASYARAKAT UNTUK


MENGHADAPI BENCANA

Kegiatan peningkatan kemampuan masyarakat untuk menghadapi bencana

A. Edukasi Masyarakat Terkait Kesiapsiagaan Bencana


Edukasi dilakukan sesuai dengan keadaan daerah bencana, seperti edukasi
tentang:
1. Pengawasan penggunaan lahan dan perencanaan lokasi untuk
menempatkan fasilitas vital yang rentan terhadap banjir pada daerah
yang aman
2. Penyesuaian desain bangunan di daerah banjir harus tahan terhadap
banjir dan dibuat bertingkat.
3. Pembangunan infrastruktur harus kedap air
4. Pembangunan tembok penahan dan tanggul disepanjang sungai,
tembok laut sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami akan
sangat membantu untuk mengurangi bencana banjir.
5. Pengaturan kecepatan aliran air permukaan dan daerah hulu sangat
membantu mengurangi terjadinya bencana banjir. Beberapa upaya yang
perlu dilakukan untuk mengatur kecepatan air masuk kedalam sistem
pengaliran diantaranya adalah dengan pembangunan
bendungan/waduk, reboisasi dan pembangunan sistem peresapan.
6. Pengerukan sungai, pembuatan sudetan sungai baik secara saluran
terbuka maupun dengan pipa atau terowongan dapat membantu
mengurangi resiko banjir.
7. Pembuatan tembok penahan dan tembok pemecah ombak untuk
mengurangi energi ombak jika terjadi badai atau tsunami untuk daerah
pantai.
8. Memperhatikan karakteristik geografi pantai dan bangunan pemecahan
gelombang untuk daerah teluk.
9. Pembersihan sedimen
10. Pembangunan pembuatan saluran drainase
11. Peningkatan kewaspadaan di daerah dataran banjir
12. Desain bangunan rumah tahan banjir (material tahan air, fondasi kuat)
13. Pelatihan pertanian yang sesuai dengan kondisi daerah banjir
14. Meningkatkan kewaspadaan terhadap penggundulan hutan.
15. Kewaspadaanbanjir seperti cara penyimpanan/pergudangan perbekalan,
tempat istirahat/tidur di tempat yang aman (daerah yang tinggi)
16. Persiapan evakuasi bencana banjir seperti perahu dan alat-alat
penyelamatan lainnya.

B. Tatalaksana Simulasi Kegiatan


1. Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsure
pendukungnya.
2. Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sector
Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan
pekerjaan umum).

Pokok Bahasan 3.

PENYIAPAN PERALATAN KEBUTUHAN BENCANA


Penyiapan peralatan kebutuhan bencana

A. Masyarakat
Persiapan sebelum terjadinya bencana:
1. Kartu pribadi dalam keadaan darurat
2. Daftar barang yang dibawa dalam keadaan darurat :
Bila terjadi bencana alam dan mengungsi, yang pertama kali harus
dibawa ikut serta mempersiapkan barang minimum yang dibutuhkan
(tas kantong untuk keadaan darurat) dan ditaruh di tempat yang
gampang di ambil. Barang yang lainnya dapat diambil setelah
mengungsi dan pastikan keamanan terlebih dahulu.
Daftar barang:

a. Barang berharga: jenis kartu, uang cash, foto copy KTP/SIM,


fotocopy surat asuransi kesehatan.
b. Barang untuk keperluan darurat: roti, makanan kaleng, makanan
bergizi, sup kering, air mineral, alat perangkat makanan sekali
pakai, pembuka kaleng.
c. Radio yang bisa dibawa dan betere cadangan
d. Lampu (penerangan) : lampu senter, batere cadangan
e. Barang perawatan medis : plester, obat luka, perban, obat alcohol
f. Barang lainnya: baju dalam, sarung tangan, tissue, peralatan
hujan, korek api (geretan), kantong plastik.
3. Persiapan barang cadangan
Pengembalain keadaan yang asli dapat dipatokan selama 3 hari, untuk
dapat merasa tenang/puas membawa (tas kantong untuk keadaan
darurat) dan barang yang lainnya untuk pelengkap.
Daftar barang cadangan: air minum, bahan makanan, alat perangkat
makan sekali pakai, selimut, tikar plastic, plastic container, kompor gas
meja, tali, selotip dan bahan lain.

B. Petugas Kesehatan
1. Persiapan awal sebelum betigas di lokasi bencana
Sebelum seseorang bertugas di lokasi bencana, maka perlu
mempersiapkan diri, kesehatannya, keamanan dan keselamatannya.

Petugas tersebut harus mengetahui informasi kejadian bencana yang


meliputi jenis bencana, luas dampak bencana dan akses menuju lokasi
bencana. Penting juga untuk mengetahui keadaan geografis lokasi
bencana serta budaya masyarakat setempat.

Sikap positif yang harus dikembangkan adalah memiliki niat yang kuat
untuk membantu sesama, memiliki kepedulian/rasa empati terhadap
korban, siap mandiri dan tidak membebani orang lain serta dapat
bekerja secara kolektif dalam tim.

Dokumen yang harus dibawa antara lain:


a. Kartu tanda penduduk atau Passport
b. Copy KTP atau pasport
c. Pas photo
d. Peta
e. Dokumen rencana kerja / Kerangka acuan
f. Daftar orang / keluarga yang dapat di hubungi sewaktu-waktu,
termasuk nomor telepon.
g. Tiket pesawat
h. Informasi lain seperti golongan darah, alergi, catatan riwayat
pengobatan, asuransi, dan lain-lain

2. Proteksi Diri Selama Menuju dan Bertugas di Lokasi Bencana


Langkah-langkah proteksi diri selama menuju lokasi bencana:

a. Mengetahui permasalahan pada daerah yang akan dilalui dan daerah


tujuan (siang/ malam, hujan/panas, jalanan datar/tidak, daerah
pemukiman/bukan, dan seterusnya)
b. Gunakan sabuk pengaman (seat belt) bila memakai ambulans/mobil,
gunakan helm bila memakai sepeda motor
c. Sesuaikan pakaian dan peralatan menurut kebutuhan (penahan
dingin, jas hujan, peralatan cadangan untuk kendaraan, lampu
senter dan peralatan rescue lainnya)
d. Gunakan tanda pengenal pada pakaian maupun kendaraan yang
digunakan (ambulans dengan rotator/sirine, kendaraan lain dengan
tanda pengenal, pakaian seragam atau dengan atribut yang mudah
dikenal)
e. Kenakan identitas diri : gunakan rompi/kaos/topi dengan logo
kesehatan
f. Bawa kebutuhan diri sendiri (air minum, makanan, obat-obatan
pribadi)
g. Bawa alat komunikasi (radio mobile, telpon genggam, megaphone)

Langkah-langkah proteksi diri selama bertugas di lokasi bencana:


a. Pilih lokasi yang aman
b. Untuk kasus kebakaran, perhatikan arah angin
c. Jaga jarak dari kemungkinan terjadinya ancaman bencana susulan
d. Lakukan koordinasi dengan petugas terkait lainnya (petugas
penyelamatan, petugas keamanan dan lainnya)
e. Gunakan sarung tangan, pakaian pelindung dan sepatu bila
menghadapi adanya darah atau keluarnya cairan dari tubuh korban
(untuk petugas rescue dan petugas kesehatan)
f. Gunakan masker dan pelindung mata/kaca mata bila menghadapi
kontaminasi udara atau adanya percikan cairan yang diduga
infeksius.
g. Selalu cuci tangan sebelum dan setelah selesai melakukan tindakan
dengan air mengalir dan sabun
h. Siapkan cairan antiseptik atau desinfektan untuk kasus-kasus
infeksi
i. Hindari bagian tubuh terluka oleh benda tajam saat melakukan
kegiatan

Jika bertugas di daerah konflik, hindari menggunakan kendaraan milik


kelompok yang sedang bertikai atau kendaraan aparat
keamanan.Lakukan koordinasi dengan instansi setempat dan
komunikasi dengan informal leader.Siapkan jalur aman untuk evakuasi
korban atau penyelamatan diri

Anda mungkin juga menyukai