Sebagai negara yang besar dan terletak pada geografi berisiko, maka Indonesia sering mengalami
kejadian alam gempa bumi, gunung meletus, banjir dan bencana lain yang dapat menimbulkan
gelombang pengungsi. Beberapa
tahun terakhir ini, Indonesia juga didera dengan berbagai konflik soial berkepanjangan dengan
menimbulkan gelombang pengungsi yang besar dan dalam periode waktu pengungsian yang lama.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yg disebabkan oleh alam atau manusia yg
mengakibatkan timbulnya korban & penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan
lingkungan, kerusakan sarana prasarana umum, gangguan terhadap tata kehidupan & penghidupan
masyarakat serta pembangunan nasional, sehingga untuk pemulihannya memerlukan bantuan dari
luar.
Natural disaster : misalnya gempa bumi, gempa vulkanik, Gelombang Tsunami, gunung meletus
Man made disaster : misalnya banjir, kebakaran hutan, kerusuhan sosial, pencemaran lingkungan,
dll.
Pengungsian adalah peristiwa berpindahnya penduduk dari suatu tempat ketempat lainnya untuk
mengamankan dan menyelamatkan diri akibat terjadinya suatu peristiwa mendadak seperti bencana
dan konflik sosial maupun sebab lain
yang terjadi di suatu tempat. Terjadinya pengungsian memerlukan upaya penanggulangan
sehingga tidak berdampak timbulnya kondisi emergensi dengan kematian yang besar.Berdasarkan
pengalaman selama ini, kejadian pengungsian sekelompok orang dalam jumlah yang cukup besar
akan terjadi risiko terhadap status kesehatan masyarakat pengungsi, baik pada saat melakukan
pengungsian,maupun pada saat berada di tempat penampungan pengungsi. Risiko perubahan status
kesehatan akan terjadi sangat cepat, tidak terduga dan lebih dari itu,adanya penyakit sekunder,
terutama penyakit menular potensi KLB, dapat berisiko jatuhnya korban yang besar.Untuk
mempersiapkan kondisi rawan dengan sikap antisipatif terhadap program pencegahan penyakit,
maka peran surveilans epidemiologi sebagai“evidance base” untuk menetapkan priotitas program
perlu dibangun.
Surveilans penyakir dan faktor resiko pada umumnya merupakan upaya untuk menyediakan
informasi kebutuhan pelayanan kesejatan dilokasi bencana dan pengungsian sebagai bahan tindakan
kesehatan segera. Informasi dan data yang dikumpulkan berupa jumlah korban meninggal,
luka/sakit, jenis luka, pengobatan yg diperlukan, kebutuhan yg belum dipenuhi, jumlah korban
anak2, dewasa, lansia, dll. Surveilans sangat penting untuk monitoring dan evaluasi dari sebuah
proses, sehingga dapat digunakan untuk menyusun kebijakan dan rencana program .
Ada 10 tugas utama yang harus di jalankan setelah keadan darurat terjadi
Inisial Assessesment,
Imunisasi Campak,
Tempat Tinggal,
SDM
Koordinasi
Tujuan surveilans:
Mengurangi jumlah kesakitan, resiko kecacatan dan kematian saat terjadi bencana
Mencegah atau mengurangi resiko dan mengatasi dampak kesehatan lingkungan akibat bencana
(misalnya perbaikan sanitasi)
Saat bencana à Rapid Health Assessment (RHA), melihat dampak-dampak apa saja yang ditimbulkan
dari bencana, seperti berapa jumlah korban, barang-barang apa saja yang dibutuhkan, peralatan apa
yang harus disediakan, berapa banyak pengungsi lansia, anak-anak, seberapa parah tingkat
kerusakan, kondisi sanitasi lingkungan dll.
Setelah bencana à data-data yang diperoleh dari kejadian bencana harus dapat dianalisis dan dibuat
kesimpulan berupa rencana kerja atau kebijakan, misalnya apa saja yang harus dilakukan masyarakat
untuk kembali dari pengungsian, rekonstruksi dan rehabilitasi seperti apa yang harus diberikan.
Manajemen penanggulangan bencana meliputi Fase I à tanggap darurat, Fase II à fase akut, dan
Fase IIIà recovery (rehabilitasi dan rekonstruksi). Prinsip dasar penanggulangan bencana adalah pada
tahap PREPAREDNESS atau Kesiapsiagaan sebelum terjadi bencana.
1. Pra-bencana
- SDM/ petugas kesehatan yg terampil secara medik dan sosial (dapat bekerjasama dengan
siapapun)
- Surveilans penyakit
- Memperbaiki kesehatan lingkungan (air bersih, MCK, pengelolaan sampah, sanitasi makanan,
dll)
Surveilas epidemiologi yang dikembangkan pada pengungsi pada periode emergensi merupakan
Sistem Kewaspadaan Dini KLB penyakit dan keracunan. Sistem yang akan dikembangkan harus selalu
didahului dengan kajian awal. Kajian awal harus dapat mengidentifikasi prioritas-prioritas penyakit
penyebab kesakitan dan kematian, faktor-faktor yang berpengaruh, serta program
intervensi yang mungkin dapat dilakukan, terutama penyakit potensial KLB. Prioritas-prioritas
penyakit tersebut nantinya menjadi prioritas upaya perbaikan-perbaikan
kondisi rentan pada kelompok pengungsi, agar kejadian luar biasa penyakit dan keracunan dapat
ditekan frekuensi atau beratnya kejadian, atau bahkan dapat dihindari sama sekali. Prioritas-
priotas penyakit penyebab kesakitan kematian pada pengungsi
tersebut juga menjadi dasar perumusan terhadap kemungkinan
penyelenggaraan surveilans kesehatan masyarakat dalam bentuk sistem
kewaspdaan dini KLB dan keracunan. Model surveilans yang akan dikembangkan juga perlu
menjadi salah satu sasaran kajian awal. Prioritas-
prioritas penyakit penyebab kesakitan dan kematian pada pengungsi tersebut, juga menjadi
dasar dari prioritas kesiapsiagaan menghadapi
kemungkinan terjadinya kejadian rawan atau KLB penyakit menular dan
keracunan. Kesiapsiagaan diarahkan pada kesiapsiagaan tenaga dan tim penanggulangan gerak
cepat, sistem konsultasi ahli, komunikasi, informasi dan transportasi, serta kesiapsiagaan
penanggulangan KLB, baik dalam teknisk penanggulangan, tim maupun logistic.
Memperkuat jaringan kerja sama surveilans epidemiologi di lapangan, rujukan dan konsultasi
Memperkuat dukungan politis dan pendanaan yang memadai dan terusmenerus untuk
penyelenggaraan surveilans yang berkualitas tinggi
Jadi Surveilans bencana sangat penting, secara garis besar dapat disimpulkan manfaatnya adalah:
- Mencari factor resiko di tempat pengungsian: air, sanitasi, kepadatan, kualitas tempat
penampungan
- Mengidentifikasi pengungsi kelompok rentan : anak-anak, lansia, wanita hamil, sehingga lebih
memperhatikan kesehatannya.
- Pendataan pengungsi : jumlah, wilayah, kepadatan, golongan umur, menurut jenis kelamin,
dll.
- Survei epidemiologii
Vectors bisa diartikan sebagai arthopoda atau binatang yang mampu membawa pathogen dari
binatang, manusia reservoir, menuju individu yang lain. Pathogen ini ditransmisikan bila secara
mekanik atau secara transformasi biologis. Penyakit utama yang ditransmisikan oleh vector:
Anopheles à malaria, filariasis
Lice à Infeksi kulit
Fleas à plague
Rodents à leptospirosis, salmonellosis, rat bite fever.
Sumber :
2. Slide kuliah “vector control in disaster area” dr. Tri baskoros, M.Sc,PhD.
3. “Manajemen Pengungsi Surveilans Epidemiologi Subdirektorat Surveilans Epidemiologi,
Direktorat Surveilans Epidemiologi, Imunisasi dan Kesehatan Matra,Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan PenyehatanLingkungan,Departemen KesehatanJakarta, 2003
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam atau manusia
yang mengakibatkan timbulnya korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda,
kerusakan lingkungan ,kerusakan sarana dan prasarana umum,gangguan terhadap tata
kehidupan dan penghidupan masyarakat serta pembangunan Nasional, sehingga untuk
pemulihannya memerlukan bencana dari luar.
Surveilans Bencana itu adalah untuk mengumpulkan data pada situasi bencana ,data yang
dikumpulkan berupa jumlah korban meninggal,luka sakit,jenis luka ,pengobatan yang
dilakukan,kebutuhan yang belum dipenuhi,jumlah korban anak-anak,dewasa,lansia. Surveilans
sangat penting untuk monitoring dan evaluasi dari sebuah proses,sehingga dapat digunakan
untuk menyusun kebijakan dan rencana program.
Tujuan Surveilans adalah untuk mendukung fungsi pelayanan bagi korban bencana secara
keseluruhan untuk menekan dampak negatif yang lebih besar.
2-Setelah Bencana:Data-data yang akan diperoleh dari kejadian bencana harus dapat dianalisis,
dan dibuat kesimpulan berupa bencana kerja atau kebijakan, misalnya apa saja yang harus
dilakukan masyarakatuntuk kembali dari pengungsian,rekonstruksi dan rehabilitasi seperti apa
yang harus diberikan.
Managemen Penanggulangan bencana meliputi Fase I untuk tanggap darurat,Fase II untuk fase
akut,Fase III untuk recovery(rehabilitasi dan rekonstruksi).Prinsip dasar penaggunglangan
bencana adalah pada tahap Preparedness atau kesiapsiagaan sebelum terjadi bencana.
Tujuan Surveilans:
3-Mencegah atau Mengurangi resiko dan mengatasi dampak kesehatan lingkungan akibat
bencana(misalnya perbaikan sanitasi.)
2-Ketika Bencana:Rapid Health assesment dilakukan dari hari terjadi bencana sehingga 3 hari
setelah bencana.
Jadi Surveilans bencana sangat penting karena secara garis besar dapat disimpulkan manfaatnya
adalah:
6-survei Epidemiologi.
BAB 1
PENDAHULUAN
Kawasan Asia berada di urutan teratas dari daftar korban akibat bencana alam.Hampir
setengah bencana di dunia terjadi di Asia membuat wilayah ini rawan bencana.Laporan dari ESCAP
juga merinci daftar negara di kawasan Asia Pasifik mengalami bencana alam selama periode 1980-
2009 (Ulum, 2013).
Di Indonesia sampai pada bulan Juni 2015 saja, rekapitulasi data BNPB menunjukkan bahwa
141 orang meninggal, 7 hilang dan 9.556 unit rumah mengalami kerusakan dampak dan bencana
yang terjadi. Pada bulan Juni 2015 saja, bencana terjadi sebanyak 93 kali yang mengakibatkan 20
orang meninggal serta lebih dari 300 unit rumah mengalami kerusakan dari rusak ringan, sedang
hingga berat (BNPB 2015).
Bencana yang terjadi membawa sebuah konsekuensi untuk mempengaruhi manusia dan atau
lingkungannya.Kerentanan terhadap bencana dapat disebabkan oleh kurangnya manajemen
bencana yang tepat, dampak lingkungan, atau manusia sendiri.Kerugian yang dihasilkan tergantung
pada kapasitas ketahanan komunitas terhadap bencana. Semua kejadian tersebut di atas
menimbulkan krisis kesehatan antara lain lumpuhnya pelayanan kesehatan, korban mati, korban
luka, pengungsi, masalah gizi, masalah ketersediaan air bersih, masalah sanitasi lingkungan,
penyakit menular dan stres/gangguan kejiwaan (Depkes RI 2007).
1.3 Tujuan
1. Mendeskripsikan pengkajian kebutuhan saat bencana.
2. Mendeskripsikan air dan hygiene sanitasi bencana.
3. Mendeskripsikan surveilans bencana.
4. Mendeskripsikan pengendalian vector saat bencana.
5. Mendeskripsikan manajemen korban massal bencana.
BAB 2
ISI
1) Pada tahap Prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan penyusunan
Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management Plan), yang merupakan
rencana umum dan menyeluruh yang meliputi seluruh tahapan/ bidang kerja
kebencanaan. Secara khusus untuk upaya pencegahan dan mitigasi bencana tertentu
terdapat rencana yang disebut rencana mitigasi misalnya Rencana Mitigasi Bencana
Banjir DKI Jakarta.
2) Pada tahap Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana, dilakukan penyusunan
Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat yang didasarkan atas skenario
menghadapi bencana tertentu ( single hazard ) maka disusun satu rencana yang disebut
Rencana Kontinjensi (Contingency Plan).
3) Pada Saat Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational Plan ) yang
merupakan operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi
yang telah disusun sebelumnya.
4) Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan (Recovery Plan) yang
meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pada pasca bencana.
Sedangkan jika bencana belum terjadi, maka untuk mengantisipasi kejadian bencana
dimasa mendatang dilakukan penyusunan petunjuk /pedoman mekanisme
penanggulangan pasca bencana.
Dalam Pedoman Penyusunan Rencana Penangulangan Bencana (BNPB: 2008) secara garis
besar proses penyusunan/penulisan rencana penanggulangan bencana adalah sebagai berikut:
Dalam Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana (Depkes RI 2007)
tugas penyelenggaraan penanggulangan bencana ditangani oleh Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) di tingkat Pusat dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tingkat
Daerah.
1) Tingkat Pusat
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merupakan Lembaga Pemerintah
Nondepartemen setingkat menteri yang memiliki fungsi perumusan dan penetapan kebijakan
penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat serta
efektif dan efisien; dan pengoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara
terencana, terpadu dan menyeluruh.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mempunyai tugas senagai berikut :
2) Daerah
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah perangkat daerah yang dibentuk
untuk melaksanakan tugas dan fungsi penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah.
Pada tingkat provinsi BPBD dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di bawah gubernur atau
setingkat eselon Ib dan pada tingkat kabupaten/kota dipimpin oleh seorang pejabat setingkat
di bawah bupati/walikota atau setingkat eselon IIa. Kepala BPBD dijabat secara rangkap (ex-
officio) oleh Sekretaris Daerah yang bertanggungjawab langsung kepada kepala daerah.
BPBD terdiri dari Kepala, Unsur Pengarah Penanggulangan Bencana dan Unsur Pelaksana
Penanggulangan Bencana.
BPBD mempunyai fungsi :
Prinsip utama yang harus dipenuhi dalam proses pemberian bantuan obat dan perbekalan
kesehatan mengacu lepada “Guidelines for Drug Donations”, yaitu:
Pada tahap awal kejadian bencana atau pengungsian ketersediaan air bersih bagi
pengungsi perlu mendapat perhatian, karena tanpa adanya air bersih sangat berpengaruh
terhadap kebersihan dan mening-katkan risiko terjadinya penularan penyakit seperti diare, typhus,
scabies dan penyakit lainnya.
a) Lakukan penjernihan air secara cepat apabila tingkat kekeruhan air yang ada cukup
tinggi.
b) Lakukan desinfeksi terhadap air yang ada dengan menggunakan bahan bahan
desinfektan untuk air
c) Periksa kadar sisa klor bilamana air dikirim dari PDAM
d) Lakukan pemeriksaan kualitas air secara berkala pada titik-titik distribusi
e) Pembuangan Kotoran
Langkah langkah yang diperlukan:
1) Pada awal terjadinya pengungsian perlu dibuat jamban umum yang dapat
menampung kebutuhan sejumlah pengungsi. Contoh jamban yang sederhana dan
dapat disediakan dengan cepat adalah jamban kolektif (jamban jamak).
Pada awal pengungsian: 1 (satu) jamban dipakai oleh 50 – 100 org Pemeliharaan terhadap
jamban harus dilakukan dan diawasi secara ketat dan lakukan desinfeksi di area
sekitar jamban dengan menggunakan kapur, lisol dan lain-lain.
2) Pada hari hari berikutnya setelah masa emergency berakhir, pembangunan jamban
darurat harus segera dilakukan dan 1 (satu) jamban disarankan dipakai tidak lebih dari 20
orang.
1 (satu) jamban dipakai oleh 20 orang. Jamban yang dibangun di lokasi pengungsi
disarankan:
- Ada pemisahan peruntukannya khusus laki laki dan wanita
- Lokasi maksimal 50 meter dari tenda pengungsi dan minimal 30 meter dari sumber air.
- Konstruksi jamban harus kuat dan dilengkapi dengan tutup pada lubang jamban agar
tidak menjadi tempat berkembang biak lalat
g. Sanitasi Pengelolaan Sampah
Kegiatan yang dilakukan dalam upaya sanitasi pengelolaan sampah, antara lain:
1) Pengumpulan Sampah
- Sampah yang dihasilkan harus ditampung pada tempat sampah keluarga atau
sekelompok keluarga
- Disarankan menggunakan tempat sampah yang dapat ditutup dan mudah
dipindahkan/diangkat untuk menghindari lalat serta bau, untuk itu dapat digunakan
potongan drum atau kantung plastik sampah ukuran 1 m x 0,6 m untuk 1 – 3 keluarga
- Penempatan tempat sampah maksimum 15 meter dari tempat hunian
- Sampah ditempat sampah tersebut maksimum 3 (tiga) hari harus sudah diangkut ke
tempat pembuangan akhir atau tempat pengumpulan sementara.
2) Pengangkutan Sampah
- Pengangkutan sampah dapat dilakukan dengan gerobak sampah atau dengan truk
pengangkut sampah untuk diangkut ke tempat pembuangan akhir.
3) Pembuangan Akhir Sampah
Pembuangan akhir sampah dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti pembakaran,
penimbunan dalam lubang galian atau parit dengan ukuran dalam 2 meter lebar 1,5 meter dan
panjang 1 meter untuk keperluan 200 orang. Perlu diperhatikan bahwa lokasi pembuangan akhir
harus jauh dari tempat hunian dan jarak minimal dari sumber air 10 meter
2.3 Surveilans Bencana
Kejadian bencana umumnya berdampak merugikan, seperti rusaknya sarana dan prasarana
fisik (perumahan penduduk, bangunan perkantoran, sekolah, tempat ibadah, sarana jalan, jembatan
dan lain-lain) hanyalah sebagian kecil dari dampak terjadinya bencana disamping masalah kesehatan
seperti korban luka, penyakit menular tertentu, menurunnya status gizi masyarakat, stress pasca
trauma dan masalah psikososial, bahkan korban jiwa. Menurut Pedoman ManajemenSumber Daya
Manusia (SDM) KesehatanDalam Penanggulangan Bencana, bencana dapat pula mengakibatkan arus
pengungsian penduduk ke lokasi-lokasi yang dianggap aman. Hal ini tentunya dapat menimbulkan
masalah kesehatan baru di wilayah yang menjadi tempat penampungan pengungsi, mulai dari
munculnya kasus penyakit dan masalah gizi serta masalah kesehatan reproduksi hingga masalah
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, penyediaan air bersih, sanitasi serta penurunan kualitas
kesehatan lingkungan.Untuk mengatasi masalah tersebut perlu adanya tindakan penanggulangan
secara efektif dan efisien melalui surveilans bencana (Simms, 2013).
Berdasarkan Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan RI, surveilans
bencana merupakantindakan penanggulangan secara efektif dan efisienmelalui proses pengumpulan
data, pengolahan dan penyebaran informasi. Tindakan yang dapat dilakukan adalahseperti
melakukan pencegahan terhadap penyakit potensi KLB dan penyakit menular, pencegahan
terjadinya trauma psikologis pasca bencana (traumatic stress), mengatasi masalah pangan dan
kesehatan lingkungan terutama di tempat pengungsian.Langkah-langkah penyelidikan dan
pengendalian awal dalam surveilans menjadi tanggung jawabunit kesehatan setempat yang terkait
bencana (PAHO, 2000).
a) Pengumpulan data
1) Data kesakitan dan kematian
Data kesakitan yang dikumpulkan meliputi jenis penyakit yang diamati berdasarkan
kelompokusia. Data kematian adalah setiap kematianpengungsi, penyakit yang kemungkinan
menjadipenyebab kematian berdasarkan kelompok usia
Dalam pengadaan surveilans gizimenurut KemenKes RI tahun 2012 dalam Pedoman Teknis
Penanggulanan Krisis Akibat Bencana terdapat langkah langkah sebagai berikut :
1) Registrasi pengungsi
Registrasi perlu dilakukan secepat mungkin untukmengetahui jumlah Kepala Keluarga, jumlah
jiwa, jeniskelamin, usia dan kelompok rawan (balita, bumil, buteki,dan usila). Di samping itu
diperlukan data penunjanglainnya misalnya: luas wilayah, jumlah camp, dan saranaair bersih. Data
tersebut digunakan untuk menghitungkebutuhan bahan makanan pada tahap penyelamatan
danmerencanakan tahapan surveilans berikutnya.
Untuk keperluan surveilans gizi pengungsi, di dalam Pedoman Teknis Penanggulanan Krisis
Akibat Bencana sudah dicantumkan beberapa halyang perlu disiapkan, yakni sebagai berikut:
a) Petugas pelaksana adalah tenaga gizi (Ahli gizi atautenaga pelaksana gizi) yang sudah
mendapat latihankhusus penanggulangan gizi dalam keadaan darurat.Jumlah petugas
pelaksana gizi minimal tiga orangtenaga gizi terlatih, agar surveilans dapat
dilakukansecepat mungkin. Tenaga pelaksana gizi ini akanbekerja secara tim dengan
surveilans penyakit atau tenaga kedaruratan lainnya.
b) Alat untuk identifikasi, pengumpulan data dasar,pemantauan dan evaluasi:
Formulir untuk registrasi awal dan pengumpulandata dasar dan screening/penapisan; dan
jugaformulir untuk pemantauan dan evaluasi secaraperiodik.
Alat ukur antropometri untuk balita dan kelompokumur golongan rawan lainnya. Untuk
balitadiperlukan timbangan berat badan (dacin/salter),alat ukur panjang badan (portable),
dan medline(meteran).
Monitoring pertumbuhan untuk balita (KMS).
Jika memungkinkan disiapkan komputer yangdilengkapi dengan sistem aplikasi untuk
pemantauansetiap individu.
c) Melakukan kajian data surveilans gizi denganmengintegrasikan informasi dari surveilans
lainnya(penyakit dan kematian).
2.4 Proses Kegiatan Surveilans
Menurut Pedoman Teknis Penanggulanan Krisis Akibat Bencana proses kegiatan surveilans
ada 3 dengan berdasarkan wilayah adalah sebagai berikut :
1) Diare berdarah
2) Campak
3) Diare
4) Demam berdarah dengue
5) Pnemonia
6) Lumpuh layuh akut (AFP)
7) ISPA non-pneumonia
8) Tersangka hepatitis
9) Malaria klinis
10) Gizi buruk, dsb.
Apabila petugas kesehatan di pos kesehatan, maupun puskesmas menemukan atau
mencurigai kemungkinan adanya peningkatan kasus-kasus tersangka penyakit yang ditularkan
melalui makanan (foodborne diasease) ataupun penyakit lain yang jumlahnya meningkat dalam
kurun waktu singkat, maka petugas yang bersangkutan harusmelaporkan keadaan tersebut secepat
mungkin ke Puskesmas terdekat atau Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
b) Kegiatan di Puskesmas
Kegiatan surveilans yang dilakukan di puskesmas, antara lain:
1) Pengumpulan data kesakitan penyakit-penyakit yang diamati dan kematian melalui
pencatatan harian kunjungan rawat jalan dan rawat inap pos kesehatan yang ada di wilayah
kerja.
2) Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat.
3) Pengolahan data kesakitan menurut jenis penyakit golongan usia dan tempat tinggal per
minggu.
4) Pembuatan dan pengiriman laporan.
c) Kegiatan di Rumah Sakit
Kegiatan surveilans yang dilakukan di Rumah Sakit, antara lain:
Dengan adanya fakta bahwa kondisi para pengungsi di lokasi pengungsian juga masih
terganggu dengan adanya vektor maka harus dilakukan pengendalian yang tepat sasaran. Menurut
Departemen Kesehatan RI (2007) ada beberapa upaya yang bisa dilakukan dalam pengawasan dan
pengendalian vektor yaitu :
Menurut Departemen Kesehatan (2001) pasien gawat darurat adalah pasien yang
memerlukan pertolongan segera (tepat, cepat dan cermat) untuk mencegah kematian atau
kecacatan. Hal itu menjadikan satu keharusan bahwa pendekatan pelayanan gawat darurat harus
memenuhi kebutuhan sebagai berikut :
1) Penanganan Korban
Dalam situasi kedaruratan kompleks sering terjadi korban luka dan bahkan korban meninggal
dunia, untuk itu diperlukan kesiapan dalam penanggulangannya yang antara lain :
3.1 Simpulan
1. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Persediaan obat dan perbekalan
kesehatan diperlukan sebagai penyangga bila terjadi bencana mulai dari tingkat
kabupaten, provinsi sampai pusat.
2. Ketersediaan air bersihuntuk memelihara kesehatan bagi pengungsi perlu mendapat
perhatian, karena tanpa adanya air bersih sangat berpengaruh terhadap kebersihan
dan mening-katkan risiko terjadinya penularan penyakit seperti diare, typhus, scabies dan
penyakit lainnya.Tempat penampungan pengungsi muncul gangguan kesehatan, seperti
kasus penyakit dan masalah gizi serta masalah kesehatan yang lain salah satunya masalah
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, penyediaan air bersih, sanitasi serta penurunan
kualitas kesehatan lingkungan. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu adanya tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui surveilans bencana.
3. Surveilans yang dilakukan adalah sebuah tindakan penanggulangan secara efektif dan
efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi
4. Pengendalian vektor dilakukan melalui pengelolaan lingkungan dan penanganan melalui
bahan kimia. Namun harus diperhatikan aturan yang telah dikeluarkan oleh dinas
kesehatan setempat.
5. Dalam melakukan manajemen penanganan korban massal maka harus dipentingkan
keselamatan penolong lebih dulu untuk meminimalisasi adanya korban, sehingga perlu
adanya manajemen yang tepat dalam menangani korban dalam suatu bencana.
3.2 Saran
1. Bagi Pembaca
Diharapkan dengan makalah ini pembaca dapat memahami bagaimana tindakan yang
dilakukan pasca bencana, beberapa hal mengenai masalah yang timbul setelah bencana
dan bagaimana penanggulanan serta pencegahan terhadap masalah kesehatan yang di
timbulkan
2. Bagi pemerintah
Dengan makalah ini diharapkan pemerintah dapat menganilisis tindakan pasca bencana
yang tidak berjalan dengan baik supaya dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan
tujuan yang diinginkan dan menentukan indicator keberhasilan dari tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan
dan penyebaran informasi
3. Bagi Masyarakat
Masyarakat diharapkan dapat berpartisipasi dalam penanggulanan bencana yang terjadi
agar meminimalisir masalah yang ditimbulkan setelah bencana.
DAFTAR PUSTAKA
PAHO. 2000. Natural Disaster: Protecting the Public’s Health. (Online), ().diakses pada 27 Januari
2016
Pedoman Teknis Penanggulanan Krisis Akibat Bencana. 2007. Departemen Kesehatan RI. (Online),
(http://www.depkes.go.id/resources/download/penanganan-
krisis/buku_pedoman_teknis_pkk_ab.pdf), diakses 26 Januari 2016.
Peraturan Kepala Badan Nasional Penaggulangan Bencana No. 4 Tahun 2008 Tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana.Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
(Online), (http://www.bnpb.go.id), diakses 30 Januari 2016.
Simms, Erin. 2013. Disaster Surveillance Capacity In The Unitedstates: Results From A 2012 Cste
Assessment. (Online),
(http://c.ymcdn.com/sites/www.cste.org/resource/resmgr/EnvironmentalHealth/Disaster_Epi
_Baseline731KM.pdf), diakses pada 27 Januari 2016
Ulum, Mochamad Chazienul. 2013. Governance dan Capacity Building dalam Manajemen Bencana
Banjir di Indonesia. Jurnal Penanggulangan Bencana, (Online), 4 (2): 5-12,
(bnpb.go.id/uploads/migration/pubs/595.pdf), diakses 30 Januari 2016.
3. Dalam pengadaan surveilans gizi terdapat langkah penapisan atau skrining. Dalam
langkah ini ada syarat agar penapisan dapat dilaksanakan yaitu apabila …
a. Diperlukan intervensi Pemberian Makanan Tambahan (PMT) darurat terbatas dan
PMT terapi.
b. Perlu dibuat jamban umum yang dapat menampung kebutuhan sejumlah
pengungsi.
c. Diperlukan adanya persediaan obat dan perbekalan Kesehatan sebagai penyangga
bila terjadi bencana mulai dari tingkat kabupaten, provinsi sampai pusat.
d. Pengendalian vektor tidak hanya bisa dilakukan dengan pengelolaan lingkungan
Jawaban : A
4. 3 tahap penanganan korban massal adalah sbb :
a. Pencarian, pengobatan, pertolongan
b. Pencarian, penyelamatan korban, pertolongan pertama
c. Penyelamatan, pengobatan, evakuasi
d. Pencarian, membuat prioritas korban, penyelamatan
Jawaban : B
5. Dalam melakukan pengendalian vektor dapat dilakukan dengan beberapa cara, kecuali :
a. Pembuangan sisa makanan dengan benar
b. Penggunaan insektisida
c. Kebiasaan penanganan makanan secara higienis
d. Pemburuan secara langsung
Jawaban : D
Sebelumnya saya telah memaparkan apa itu surveilans kesehatan beserta fungsi dan peranannya.
Sedikit berbeda dengan surveilans kesehatan, data yang didapat dari surveilans bencana tidak hanya
digunakan untuk perbaikan-perbaikan penanggulangan kasus bencana di masa yang akan datang,
tetapi juga untuk mendukung pengadaan logistik dan fasilitas-fasilitas untuk para korban bencana. Di
bawah ini akan saya paparkan lebih lanjut mengenai surveilans bencana.
Surveilans bencana ialah kegiatan surveilans atau pengumpulan data yang terkait dengan kejadian
bencana. Tujuan dibangunnya surveilans pada situasi bencana yaitu mendukung fungsi pelayanan
bagi korban bencana secara keseluruhan untuk menekan dampak negatif yang lebih
besar. Karakteristik sistem surveilans yang dibangun pada situasi bencana ialah sistem harus
sederhana, mencakup yang sangat prioritas, dilakukan secara aktif dan intensif, melibatkan semua
pihak, mengutamakan unsur kecepatan, dan didukung juga adanya respon yang cepat.
Ada 13 besar penyakit menular dan penyakit terkait bencana : Campak, DBD, diare berdarah, diare
biasa, hepatitis, ISPA, keracunan makanan, malaria, penyakit kulit, pneumonia, tetanus, trauma
(fisik), dan thypoid.
Kolera
Diare berdarah
Thypoid fever
Hepatitis
Campak
Tetanus
Malaria
DBD
Pnemonia
Diare
Malaria
Campak
Malnutrisi
Keracunan pangan
Mudahnya penyebaran penyakit pasca bencana dikarenakan oleh adanya penyakit sebelum
bencana, adanya perubahan ekologi karena bencana, pengungsian, kepadatan penduduk di tempat
pengungsian, dan rusaknya fasilitas publik. Pengungsi yang termasuk kategori kelompok rentan yaitu
bayi dan anak balita, orang tua atau lansia, keluarga dengan kepala keluarga wanita, ibu hamil.
3. Surveilans kematian.
Yang tercantum dalam data kematian meliputi nama, tempat atau barak, umur, jenis kelamin,
tanggal meninggal, diagnosis, gejala, identitas pelapor.
Ada data-data hasil surveilans yang mengindikasikan situasi darurat dan perlu segera dilakukan
evaluasi penyebab serta penanganannya. Data-data yang menjadi indikator situasi darurat di tempat
pengungsian, yaitu:
Referensi:
Materi kuliah mengenai “Surveilans Bencana” yang disampaikan oleh dr. Bondan Agus Suryanto, S.E,
M.A