Anda di halaman 1dari 35

Pengungsian di Daerah bencana

Sebagai negara yang besar dan terletak pada geografi berisiko, maka Indonesia sering mengalami
kejadian alam gempa bumi, gunung meletus, banjir dan bencana lain yang dapat menimbulkan
gelombang pengungsi. Beberapa
tahun  terakhir  ini,  Indonesia  juga  didera  dengan  berbagai  konflik  soial berkepanjangan dengan
menimbulkan gelombang pengungsi yang besar dan dalam periode waktu pengungsian yang lama.

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yg disebabkan oleh alam atau manusia yg
mengakibatkan timbulnya korban & penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan
lingkungan, kerusakan sarana prasarana umum, gangguan terhadap tata kehidupan & penghidupan
masyarakat serta pembangunan nasional, sehingga untuk pemulihannya memerlukan bantuan dari
luar.

Bencana terbagi dalam:

Natural disaster : misalnya gempa bumi, gempa vulkanik, Gelombang Tsunami, gunung meletus

Man made disaster : misalnya banjir, kebakaran hutan, kerusuhan sosial, pencemaran lingkungan,
dll.

Pengungsian adalah peristiwa berpindahnya penduduk dari suatu tempat ketempat lainnya untuk
mengamankan dan menyelamatkan diri akibat terjadinya suatu peristiwa mendadak seperti bencana
dan konflik sosial maupun sebab lain
yang  terjadi  di  suatu  tempat.  Terjadinya  pengungsian  memerlukan  upaya penanggulangan
sehingga tidak berdampak timbulnya kondisi emergensi dengan kematian yang besar.Berdasarkan
pengalaman selama ini, kejadian pengungsian sekelompok orang dalam jumlah yang cukup besar
akan terjadi risiko terhadap status kesehatan masyarakat pengungsi, baik pada saat melakukan
pengungsian,maupun pada saat berada di tempat penampungan pengungsi. Risiko perubahan status
kesehatan akan terjadi sangat cepat, tidak terduga dan lebih dari itu,adanya penyakit sekunder,
terutama penyakit menular potensi KLB, dapat berisiko jatuhnya korban yang besar.Untuk
mempersiapkan kondisi rawan dengan sikap antisipatif terhadap program pencegahan penyakit,
maka peran surveilans epidemiologi sebagai“evidance base” untuk menetapkan priotitas program
perlu dibangun.

Surveilans penyakir dan faktor resiko pada umumnya merupakan upaya untuk menyediakan
informasi kebutuhan pelayanan kesejatan dilokasi bencana dan pengungsian sebagai bahan tindakan
kesehatan segera. Informasi dan data yang dikumpulkan berupa jumlah korban meninggal,
luka/sakit, jenis luka, pengobatan yg diperlukan, kebutuhan yg belum dipenuhi, jumlah korban
anak2, dewasa, lansia, dll. Surveilans sangat penting untuk monitoring dan evaluasi dari sebuah
proses, sehingga dapat digunakan untuk menyusun kebijakan dan rencana program .  

Ada 10 tugas utama yang harus di jalankan setelah keadan darurat terjadi

Inisial Assessesment,

Imunisasi Campak,

Air dan Sanitasi,

Makanan dan Gizi,

Tempat Tinggal,

Pelayanan Kesehatan Darurat,

Pengendalian Penyakit dan KLB,

Surveilans Kesehatan Masyarakat,

SDM

Koordinasi
Tujuan surveilans:

Mengurangi jumlah kesakitan, resiko kecacatan dan kematian saat terjadi bencana

Mencegah atau mengurangi resiko munculnya penyakit menular dan penyebarannya

Mencegah atau mengurangi resiko dan mengatasi dampak kesehatan lingkungan akibat bencana
(misalnya perbaikan sanitasi)

Surveilans berperan dalam:

Saat bencana à Rapid Health Assessment (RHA), melihat dampak-dampak apa saja yang ditimbulkan
dari bencana, seperti berapa jumlah korban, barang-barang apa saja yang dibutuhkan, peralatan apa
yang harus disediakan, berapa banyak pengungsi lansia, anak-anak, seberapa parah tingkat
kerusakan, kondisi sanitasi lingkungan dll.

Setelah bencana à data-data yang diperoleh dari kejadian bencana harus dapat dianalisis dan dibuat
kesimpulan berupa rencana kerja atau kebijakan, misalnya apa saja yang harus dilakukan masyarakat
untuk  kembali dari pengungsian, rekonstruksi dan rehabilitasi seperti apa yang harus diberikan.

Menentukan arah respon/ penanggulangan dan menilai keberhasilan respon/ evaluasi

Manajemen penanggulangan bencana meliputi Fase I à tanggap darurat,  Fase II à fase akut, dan
Fase IIIà recovery (rehabilitasi dan rekonstruksi). Prinsip dasar penanggulangan bencana adalah pada
tahap PREPAREDNESS atau Kesiapsiagaan sebelum terjadi bencana.

Upaya penanggulangan bencana meliputi

1.    Pra-bencana

-          Kelembagaan/ koordinasi yg solid

-          SDM/ petugas kesehatan yg terampil secara medik dan sosial (dapat bekerjasama dengan
siapapun)

-          Ketersediaan logistic (bahan, alat, dan obat)

-          Ketersediaan informasi ttg bencana (daerah rawa, beresiko terkena dampak)

-          Jaringan kerja lintas program/ sektor

2.    Ketika bencana à RHA dilakukan  hari H hingga H+3

3.    pascabencana: berdasarkan dari RHA untuk menentukan langkah selanjutnya


-          Pengendalian penyakit menular  (ISPA, diare,DBD,chikungunya, tifoid,dll)

-          Pelayanan kesehatan dasar

-          Surveilans penyakit

-          Memperbaiki kesehatan lingkungan (air bersih, MCK, pengelolaan sampah, sanitasi makanan,
dll)

Membangun sistem surveilans pada situasi bencana dapat dilakukan dengan:

§  Sistem harus sederhana

§  Mencakup yang sangat prioritas

§  Dilakukan secara aktif & intensif

§  Melibatkan semua pihak

§  Mengutamakan unsur kecepatan

§  Didukung kecepatan respon

Surveilas epidemiologi yang dikembangkan pada pengungsi pada periode emergensi merupakan
Sistem Kewaspadaan Dini KLB penyakit dan keracunan. Sistem yang akan dikembangkan harus selalu
didahului dengan kajian awal. Kajian awal harus dapat mengidentifikasi  prioritas-prioritas penyakit
penyebab kesakitan dan kematian,  faktor-faktor  yang berpengaruh,  serta  program
intervensi  yang  mungkin  dapat dilakukan,  terutama  penyakit potensial  KLB.  Prioritas-prioritas
penyakit tersebut nantinya menjadi prioritas upaya perbaikan-perbaikan
kondisi  rentan  pada  kelompok pengungsi, agar kejadian luar biasa penyakit  dan  keracunan  dapat
ditekan  frekuensi  atau  beratnya kejadian, atau bahkan dapat dihindari sama sekali. Prioritas-
priotas penyakit penyebab kesakitan kematian pada pengungsi
tersebut  juga  menjadi  dasar  perumusan  terhadap  kemungkinan
penyelenggaraan  surveilans  kesehatan  masyarakat  dalam  bentuk  sistem
kewaspdaan  dini  KLB  dan  keracunan.  Model  surveilans  yang  akan dikembangkan juga perlu
menjadi salah satu sasaran kajian awal. Prioritas-
prioritas  penyakit  penyebab  kesakitan  dan  kematian  pada pengungsi tersebut, juga menjadi
dasar dari prioritas kesiapsiagaan menghadapi
kemungkinan  terjadinya  kejadian  rawan  atau  KLB  penyakit  menular  dan
keracunan.  Kesiapsiagaan  diarahkan  pada  kesiapsiagaan  tenaga  dan  tim penanggulangan gerak
cepat,  sistem konsultasi ahli, komunikasi, informasi dan transportasi, serta kesiapsiagaan
penanggulangan KLB, baik dalam teknisk penanggulangan, tim maupun logistic.

Strategi pengembangan surveilans epidemiologi pengungsi :

Memprioritaskan pada penyakit-penyakit penyebab kematian dan potensial KLB


Berorientasi pada tindakan yang cepat, tepat dengan lebih berorientasi pada promosi, pencegahan
dandeteksi dini di lapangan

Memperkuat tim surveilans epidemiologi dengan dengan tenaga professional

Memperkuat jaringan kerja sama surveilans epidemiologi di lapangan, rujukan dan konsultasi

Memperkuat sarana manajemen data dengan komputerisasi dan komunikasi elektromedia

Memperkuat dukungan politis dan pendanaan yang memadai dan terusmenerus untuk
penyelenggaraan surveilans yang berkualitas tinggi

Jadi Surveilans bencana sangat penting, secara garis besar dapat disimpulkan manfaatnya adalah:

-          Mencari factor resiko di tempat pengungsian: air, sanitasi, kepadatan, kualitas tempat
penampungan

-          Mengidentifikasi penyebab  utama kesakitan dan kematian sehingga dapat diupayakan


pencegahan

-          Mengidentifikasi pengungsi kelompok rentan : anak-anak, lansia, wanita hamil, sehingga lebih
memperhatikan kesehatannya.

-          Pendataan pengungsi : jumlah, wilayah, kepadatan, golongan umur, menurut jenis kelamin,
dll.

-          Surveilans kematian individu

-          Mengidentifikasi kebutuhan : gizi dan pangan,

-          Survei epidemiologii

Penyakit menular di Pengungsian

Vectors bisa diartikan sebagai arthopoda atau binatang yang mampu membawa pathogen dari
binatang, manusia reservoir, menuju individu yang lain. Pathogen ini ditransmisikan bila secara
mekanik atau secara transformasi biologis. Penyakit utama yang ditransmisikan oleh vector:

Anopheles à malaria, filariasis

Culex à japans encephalitis, filariasis

Aedes à Yellow fever, dengue fever, filariasis

Lice à Infeksi kulit

Fleas à plague
Rodents à leptospirosis, salmonellosis, rat bite fever.

Kenapa sih bisa tbanyak vector penyakit di pengungsian?

1.    Status imu dan penyakit

2.    Paparan terhadap vector yang bertambah

3.    Bertambahnya tempa berkembang biak

4.    Kebersihan tempat pengungsian

5.    Interruption of vector control measures

6.    Akses pengobatan dasar terbatas

Manajemen  kesehatan  masyarakat  dimanfaatkan  untuk  menekan kemungkinan terjadinya


penularan dan penyebarluasan penyakit ke orang lain, sehingga angka kesakitan (insidance rate) dan
angka kematian (mortality rate) dapat diturunkan. Manajemen kesehatan masyarakat lebih
menekankan padaupaya pencegahan penularan dengan cara memutus mata rantai penularan. Cara
pertama adalah dengan melakukan manajemen kasus, baik pengobatan maupun profilaksis. Cara ini
dapat secepatnya membersihkan tubuh penderita dari agen penyakit, sehingga penderita atau karier
tidak lagi menjadi sumber penularan. Cara kedua, memutus kemungkinan penularan agen penyakit
dari penderita ke orang sehat dengan cara isolasi. Misalnya penderita istirahat dirumah dan tidak
usah tidak masuk sekolah atau kerja selama sakit, terutama penderita yang penularannya ke orang
lain melalui penularan langsung udara, misalnya campak, influenza, difteri dan sebagainya. Penyakit
dengan penularan melalaui nyamuk, seperti demam dengue, malaria sebaiknya juga beristirahat
dirumah selama periode penularan. Cara ketiga, meningkatkan daya tahan setia porang dengan cara
perbaikan status gizi, sehingga tubuh mampu menahan serangan agen penyakit, atau memproduksi
antibodi dengan cepat. Upaya peningkatan daya tahan tubuh dapat dilakukan dengan meningkatkan
imunitas secara aktif melalui pemberian imunisasi, misalnya imunisasi campak, difteri,batuk rejan
dan sebagainya. Cara keempat, dengan melakukan perbaikan kondisi lingkungan agar tidak rentan
menjadi sumber penularan penyakit.
Carayang  ditempuh  adalah  dengan  manajemen  vektor,  seperti  pemberantasan
sarang  nyamuk  pada  demam  dengue  dan  malaria,  manajemen  sanitasilingkungan dan makanan
dalam pemberantasan penyakit-penyakit perut, diare,tifus perut dan sebagainya. Cara lain adalah
dengan manajemen perilaku sehat.

Sumber :

1.    Slide kuliah “SURVEILANS BENCANA” Dr.Bondan (KaDinKes Yogyakarta)

2.    Slide kuliah “vector control in disaster area” dr. Tri baskoros, M.Sc,PhD.
3.    “Manajemen Pengungsi  Surveilans Epidemiologi Subdirektorat  Surveilans Epidemiologi,
Direktorat Surveilans Epidemiologi, Imunisasi dan Kesehatan Matra,Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan PenyehatanLingkungan,Departemen KesehatanJakarta, 2003

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam atau manusia
yang mengakibatkan timbulnya korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda,
kerusakan lingkungan ,kerusakan sarana dan prasarana umum,gangguan terhadap tata
kehidupan dan penghidupan masyarakat serta pembangunan Nasional, sehingga untuk
pemulihannya memerlukan bencana dari luar.

Bencana terbagi dalam:

1-Natural Disaster:misalnya gempa bumi,gempa vulkanik,Gelombang tsunami, gunung meletus.

2-Man Made Disaster; misalnya banjir,kebakaran hutan,kerusuhan sosial dan pencemaran


lingkungan.

Surveilans Bencana itu adalah untuk mengumpulkan data pada situasi bencana ,data yang
dikumpulkan berupa jumlah korban meninggal,luka sakit,jenis luka ,pengobatan yang
dilakukan,kebutuhan yang belum dipenuhi,jumlah korban anak-anak,dewasa,lansia. Surveilans
sangat penting untuk monitoring dan evaluasi dari sebuah proses,sehingga dapat digunakan
untuk menyusun kebijakan dan rencana program.

Tujuan Surveilans adalah untuk mendukung fungsi pelayanan bagi korban bencana secara
keseluruhan untuk menekan dampak negatif yang lebih besar.

Surveilans berperan dalam:

1-Saat Bencana:Rapid Health Assesment(RHA),melihat dampak-dampak apa saja yang


ditimbulkan oleh bencana,seperti berapa jumlah korban,barang-barang apa saja yang
dibutuhkan, peralatan apa yang harus disediakan,berapa banyak pengungsi lansia,anak-
anak,seberapa parah tingkat kerusakan dan kondisi sanitasi lingkungan.

2-Setelah Bencana:Data-data yang akan diperoleh dari kejadian bencana harus dapat dianalisis,
dan dibuat kesimpulan berupa bencana kerja atau kebijakan, misalnya apa saja yang harus
dilakukan masyarakatuntuk kembali dari pengungsian,rekonstruksi dan rehabilitasi seperti apa
yang harus diberikan.

3-Menentukan arah respon/penanggunglangan dan menilai keberhasilan respon/evaluasi.

Managemen Penanggulangan bencana meliputi Fase I untuk tanggap darurat,Fase II untuk fase
akut,Fase III untuk recovery(rehabilitasi dan rekonstruksi).Prinsip dasar penaggunglangan
bencana adalah pada tahap Preparedness atau kesiapsiagaan sebelum terjadi bencana.
 
Tujuan Surveilans:

1-Mengurangi jumlah kesakitan,resiko kecacatan dan kematian saat terjadi bencana.

2-Mencegah atau mengurangi resiko munculnya penyakit menular dan penyebarannya.

3-Mencegah atau Mengurangi resiko dan mengatasi dampak kesehatan lingkungan akibat
bencana(misalnya perbaikan sanitasi.)

Upaya Penaggunglangan Bencana meliputi;

1-Pra Bencana:Kelembagaan/koordinasi yang solid.SDM atau petugas kesehatan yang terampil


secara medik dan sosial dapat bekerjasama dengan siapapun,Ketersediaan logistik seperti
bahan,alatan dan obat. Ketersediaan informasi tentang bencana seperti daerah rawan dan
beresiko terkena dampak,serta adanya ketersediaan jaringan kerja lintas program dan sektor.

2-Ketika Bencana:Rapid Health assesment dilakukan dari hari terjadi bencana sehingga 3 hari
setelah bencana.

3-Pascabencana;berdasarkan dari rapid health assesment untuk menentukan langkah seterusnya


seperti pengendalian penyakit menular(ISPA,Diare,DBD,Chikungunya,Tifoid),Pelayanan
kesehatan dasar,Surveilans Masyarakat dan memperbaiki kesehatan lingkungan seperti air
bersih,sanitasi makanan dan pengelolaan sampah.

Membangun sistem Surveilans pada situasi bencana dapat dilakukan:

-sistem yang harus sederhana

-mencakup yang sangat Prioritas.

-Melibatkan semua pihak

-mengutamakan unsur kecepatan

-didukung kecepatan respons.

Jadi Surveilans bencana sangat penting karena secara garis besar dapat disimpulkan manfaatnya
adalah:

1-Mencari faktor resiko ditempat pengungsian seperti air,sanitasi,kepadatan,kualitas tempat


penampungan.
2-Mengidentifikasi Penyebab utama kesakitan dan kematian sehingga dapat diupayakan
pencegahan.

3-Mengidentifikasi pengungsi kelompok rentan seperti anak-anak,lansia,wanita hamil,sehingga


lebih memperhatikan kesehatannya.

4-Pendataan pengungsi diwilayah,jumlah,kepadatan,golongan,umur,menurut jenis kelamin.

5-Mengidentifikasi kebutuhan seperti gizi

6-survei Epidemiologi.

Reference:Preparedness,Response and Recovery,Dr belladona MKes,Faculty of Medicine,UGM.

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bencana baik karena faktor alam, faktor non-alam, maupun factor manusia selalu
mendatangkan kerugian, kerusakan, penderitaan, dan korban jiwa. Dengan meningkatnya kejadian
bencana di berbagai daerah di Indonesia baik frekuensi, intensitas, maupun dampaknya, hal
tersebut memerlukan penanganan secara terkoordinasi, terencana, dan terpadu (Ulum, 2013)..

Kawasan Asia berada di urutan teratas dari daftar korban akibat bencana alam.Hampir
setengah bencana di dunia terjadi di Asia membuat wilayah ini rawan bencana.Laporan dari ESCAP
juga merinci daftar negara di kawasan Asia Pasifik mengalami bencana alam selama periode 1980-
2009 (Ulum, 2013).

Di Indonesia sampai pada bulan Juni 2015 saja, rekapitulasi data BNPB menunjukkan bahwa
141 orang meninggal, 7 hilang dan 9.556 unit rumah mengalami kerusakan dampak dan bencana
yang terjadi. Pada bulan Juni 2015 saja, bencana terjadi sebanyak 93 kali yang mengakibatkan 20
orang meninggal serta lebih dari 300 unit rumah mengalami kerusakan dari rusak ringan, sedang
hingga berat (BNPB 2015).

Bencana yang terjadi membawa sebuah konsekuensi untuk mempengaruhi manusia dan atau
lingkungannya.Kerentanan terhadap bencana dapat disebabkan oleh kurangnya manajemen
bencana yang tepat, dampak lingkungan, atau manusia sendiri.Kerugian yang dihasilkan tergantung
pada kapasitas ketahanan komunitas terhadap bencana. Semua kejadian tersebut di atas
menimbulkan krisis kesehatan antara lain lumpuhnya pelayanan kesehatan, korban mati, korban
luka, pengungsi, masalah gizi, masalah ketersediaan air bersih, masalah sanitasi lingkungan,
penyakit menular dan stres/gangguan kejiwaan (Depkes RI 2007).

Kompleksitas dari permasalahan bencana tersebut memerlukan suatu penataan atau


perencanaan yang matang dalam penanggulangannya, sehingga dapat dilaksanakan secara terarah
dan terpadu.Penanggulangan yang dilakukan harus didasarkan pada langkah-langkah yang sistematis
dan terencana, sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan bahkan terdapat langkah upaya yang
penting tidak tertangani. Sepert yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana mengamanatkan pada pasal 35 dan 36 agar setiap daerah dalam
upaya penanggulangan bencana, mempunyai perencanaan penanggulangan bencana. Secara lebih
rinci disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana (BNPB 2008).

1.2 Rumusan Masalah


1 Bagaimana pengkajian kebutuhan saat bencana ?
2 Bagaimana air dan hygiene sanitasi bencana ?
3 Bagaimana surveilans bencana ?
4 Bagaimana pengendalian vector saat bencana ?
5 Bagaimana manajemen korban massal bencana ?

1.3 Tujuan
1. Mendeskripsikan pengkajian kebutuhan saat bencana.
2. Mendeskripsikan air dan hygiene sanitasi bencana.
3. Mendeskripsikan surveilans bencana.
4. Mendeskripsikan pengendalian vector saat bencana.
5. Mendeskripsikan manajemen korban massal bencana.
BAB 2

ISI

2.1 Pengkajian Kebutuhan Saat Bencana


2.1.1 Perencanaan Dalam Penanggulangan Bencana
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana. Sebagaimana didefinisikan dalam UU 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya
yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.

Pada dasarnya penyelenggaraan adalah tiga tahapan yakni :

1) Pra bencana yang meliputi:


 situasi tidak terjadi bencana
 situasi terdapat potensi bencana
2) Saat Tanggap Darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana
3) Pascabencana yang dilakukan dalam saat setelah terjadi bencana
Dalam Pedoman Penyusunan Rencana Penangulangan Bencana (BNPB: 2008) secara umum
perencanaan dalam penanggulangan bencana dilakukan pada setiap tahapan dalam penyelenggaran
penanggulangan bencana. Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap kegiatan
dalam setiap tahapan dapat berjalan dengan terarah, maka disusun suatu rencana yang spesifik
pada setiap tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana.

1) Pada tahap Prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan penyusunan
Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management Plan), yang merupakan
rencana umum dan menyeluruh yang meliputi seluruh tahapan/ bidang kerja
kebencanaan. Secara khusus untuk upaya pencegahan dan mitigasi bencana tertentu
terdapat rencana yang disebut rencana mitigasi misalnya Rencana Mitigasi Bencana
Banjir DKI Jakarta.
2) Pada tahap Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana, dilakukan penyusunan
Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat yang didasarkan atas skenario
menghadapi bencana tertentu ( single hazard ) maka disusun satu rencana yang disebut
Rencana Kontinjensi (Contingency Plan).
3) Pada Saat Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational Plan ) yang
merupakan operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi
yang telah disusun sebelumnya.
4) Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan (Recovery Plan) yang
meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pada pasca bencana.
Sedangkan jika bencana belum terjadi, maka untuk mengantisipasi kejadian bencana
dimasa mendatang dilakukan penyusunan petunjuk /pedoman mekanisme
penanggulangan pasca bencana.
Dalam Pedoman Penyusunan Rencana Penangulangan Bencana (BNPB: 2008) secara garis
besar proses penyusunan/penulisan rencana penanggulangan bencana adalah sebagai berikut:

1) Pengenalan dan pengkajian bencana.


2) Pengenalan kerentanan.
3) Analisi kemungkinan dampak bencana.
4) Pilihan tindakan penanggulangan bencana.
5) Mekanisme penanggulangan dampak bencana.
6) Alokasi tugas dan peran instansi.
Sebagaimana diuraikan di atas bahwa langkah pertama adalah pengenalan bahaya /
ancaman bencana yang mengancam wilayah tersebut.Kemudian bahaya / ancaman tersebut di buat
daftar dan di disusun langkah-langkah / kegiatan untuk penangulangannya.Sebagai prinsip dasar
dalam melakukan Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana ini adalah menerapkan paradigma
pengelolaan risiko bencana secara holistik.Pada hakekatnya bencana adalah sesuatu yang tidak
dapat terpisahkan dari kehidupan.Pandangan ini memberikan arahan bahwa bencana harus dikelola
secara menyeluruh sejak sebelum, pada saat dan setelah kejadian bencana.

Dalam Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana (Depkes RI 2007)
tugas penyelenggaraan penanggulangan bencana ditangani oleh Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) di tingkat Pusat dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tingkat
Daerah.

1) Tingkat Pusat
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merupakan Lembaga Pemerintah
Nondepartemen setingkat menteri yang memiliki fungsi perumusan dan penetapan kebijakan
penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat serta
efektif dan efisien; dan pengoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara
terencana, terpadu dan menyeluruh.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mempunyai tugas senagai berikut :

a) Memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana


yang mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan
rekonstruksi secara adil dan setara;
b) Menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan;
c) Menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat;
d) Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden setiap
sebulan sekali dalam kondisi normal dan pada setiap saat dalam kondisi darurat
bencana;
e) Menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan nasional dan
internasional;
f) Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara;
g) Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan; dan
h) Menyusun pedoman pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Tugas dan kewenangan Departemen Kesehatan adalah merumuskan kebijakan,
memberikan standar dan arahan serta mengkoordinasikan penanganan krisis dan masalah
kesehatan lain baik dalam tahap sebelum, saat maupun setelah terjadinya. Dalam
pelaksanaannya dapat melibatkan instansi terkait baik Pemerintah maupun non Pemerintah,
LSM, Lembaga Internasional, organisasi profesi maupun organisasi kemasyarakatan sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku. Selain itu Departemen Kesehatan secara aktif
membantu mengoordinasikan bantuan kesehatan yang diperlukan oleh daerah yang mengalami
situasi krisis dan masalah kesehatan lain.

2) Daerah
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah perangkat daerah yang dibentuk
untuk melaksanakan tugas dan fungsi penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah.
Pada tingkat provinsi BPBD dipimpin oleh seorang pejabat setingkat di bawah gubernur atau
setingkat eselon Ib dan pada tingkat kabupaten/kota dipimpin oleh seorang pejabat setingkat
di bawah bupati/walikota atau setingkat eselon IIa. Kepala BPBD dijabat secara rangkap (ex-
officio) oleh Sekretaris Daerah yang bertanggungjawab langsung kepada kepala daerah.

BPBD terdiri dari Kepala, Unsur Pengarah Penanggulangan Bencana dan Unsur Pelaksana
Penanggulangan Bencana.
BPBD mempunyai fungsi :

a) Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan


pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan efisien.
b) pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana,
terpadu dan menyeluruh.
BPBD mempunyai tugas :

a) Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah


dan BNPB terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan
bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara.
b) Menetapkan standardisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
c) Menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana.
d) Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana.
e) Melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada wilayahnya.
f) Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada kepala daerah setiap
sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana.
g) Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang.
h) Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
i) Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
2.1.2 Mekanisme Pengelolaan Bantuan
1) Obat dan perbekalan kesehatan
Penyediaan obat dalam situasi bencana merupakan salah satu unsur penunjang yang
sangat penting dalam pelayanan kesehatan pada saat bencana. Oleh karena itu diperlukan
adanya persediaan obat dan perbekalan Kesehatan sebagai penyangga bila terjadi bencana
mulai dari tingkat kabupaten, provinsi sampai pusat.
Penyediaan dan pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan dalam
penanggulangan bencana pada dasarnya tidak akan membentuk sarana dan prasarana
baru, tetapi menggunakan sarana dan prasarana yang telah tersedia, hanya intensitas
pekerjaannya ditingkatkan dengan memberdayakan sumber daya daerah (Kab/Kota/
Provinsi).
Pengaturan dan pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan adalah sebagai
berikut:
a) Posko Kesehatan langsung meminta obat dan perbekalan kesehatan kepada Dinas
Kesehatan setempat.
b) Obat dan Perbekalan Kesehatan yang tersedia di Pustu dan Puskesmas dapat
langsung dimanfaatkan untuk melayani korban bencana, bila terjadi kekurangan minta
tambahan ke Dinkes Kab/Kota (Instalasi Farmasi Kab/Kota).
c) Dinkes Kab/Kota (Instalasi Farmasi Kab/Kota) menyiapkan obat dan perbekalan
kesehatan selama 24 jam untuk seluruh sarana kesehatan yang melayani korban
bencana baik di Puskesmas, pos kesehatan, RSU, Sarana Pelayanan Kesehatan TNI
dan POLRI maupun Swasta.
d) Bila persediaan obat di Dinkes Kab/Kota mengalami kekurangan dapat segera
meminta kepada Dinkes Provinsi.
Prinsip dasar dari pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan pada situasi bencana
adalah harus cepat, tepat dan sesuai kebutuhan. Oleh karena itu, dengan banyaknya institusi
kesehatan yang terlibat perlu dilakukan koordinasi dan pembagian wewenang dan tanggung
jawab.

Prinsip utama yang harus dipenuhi dalam proses pemberian bantuan obat dan perbekalan
kesehatan mengacu lepada “Guidelines for Drug Donations”, yaitu:

a) Prinsip pertama: obat sumbangan harus memberikan keuntungan yang sebesar-


besarnya bagi negara penerima, sehingga bantuan harus didasarkan pada kebutuhan,
sehingga kalau ada obat yang tidak diinginkan, maka kita dapat menolaknya.
b) Prinsip kedua: obat sumbangan harus mengacu kepada keperluan dan sesuai
dengan otoritas penerima dan harus mendukung kebijakan pemerintah dibidang
kesehatan dan sesuai dengan persyaratan administrasi yang berlaku.
c) Prinsip ketiga: tidak boleh terjadi standar ganda penetapan kualitas jika kualitas
salah satu item obat tidak diterima di negara donor, sebaiknya hal ini juga
diberlakukan di negara penerima.
d) Prinsip keempat: adalah harus ada komunikasi yang efektif antara negara donor dan
negara penerima, sumbangan harus berdasarkan permohonan dan sebaiknya tidak
dikirimkan tanpa adanya pemberitahuan.
2) Sumber daya manusia
Pada saat terjadi bencana perlu adanya mobilisasi SDM kesehatan yang tergabung
dalam suatu Tim Penanggulangan Krisis yang meliputi:
1. Tim Reaksi Cepat
Tim yang diharapkan dapat segera bergerak dalam waktu 0–24 jam setelah ada
informasi kejadian bencana.
2. Tim Penilaian Cepat (Tim RHA)
Tim yang bisa diberangkatkan bersamaan dengan Tim Reaksi Cepat atau menyusul
dalam waktu kurang dari 24 jam.

3. Tim Bantuan Kesehatan


Tim yang diberangkatkan berdasarkan kebutuhan setelah Tim Reaksi Cepat dan
Tim RHA kembali dengan laporan hasil kegiatan mereka di lapangan.

2.2 Air dan Higiene Sanitasi


Seperti diketahui air merupakan kebutuhan utama bagi kehidupan, demikian juga
dengan masyarakat pengungsi harus dapat terjangkau oleh ketersediaan air bersih yang
memadai untuk memelihara kesehatannya. Bilamana air bersih dan sarana sanitasi telah
tersedia, perlu dilakukan upaya pengawasan dan perbaikan kualitas air bersih dan sarana
sanitasi.

Pada tahap awal kejadian bencana atau pengungsian ketersediaan air bersih bagi
pengungsi perlu mendapat perhatian, karena tanpa adanya air bersih sangat berpengaruh
terhadap kebersihan dan mening-katkan risiko terjadinya penularan penyakit seperti diare, typhus,
scabies dan penyakit lainnya.

1) Sumber air bersih dan pengolahannya


a) Bila sumber air bersih yang digunakan untuk pengungsi berasal dari sumber air
permukaan (sungai, danau, laut, dan lain-lain), sumur gali, sumur bor, mata air dan
sebagainya, perlu segera dilakukan pengamanan terhadap sumber-sumber air tersebut
dari kemungkinan terjadinya pence-maran, misalnya dengan melakukan pemagaran
ataupun pemasangan papan pengumuman dan dilakukan perbaikan kualitasnya.
b) Bila sumber air diperoleh dari PDAM atau sumber lain yang cukup jauh dengan
tempat pengung-sian, harus dilakukan pengangkutan dengan mobil tangki air.
c) Untuk pengolahan dapat menggunakan alat penyuling air (water purifier/water
treatment plant).
d) Beberapa cara pendistribusian air bersih berdasarkan sumbernya
2) Air Permukaan (sungai dan danau)
a) Diperlukan pompa untuk memompa air ke tempat pengolahan air dan kemudian ke
tangki penampungan air di tempat penampungan pengungsi
b) Area disekitar sumber harus dibebaskan dari kegiatan manusia dan hewan
3) Sumur gali
a) Lantai sumur harus dibuat kedap air dan dilengkapi dengan SPAL (saluran
pembuangan air limbah)
b) Bilamana mungkin dipasang pompa untuk menyalurkan air ke tangki tangki
penampungan air
4) Sumur Pompa Tangan (SPT)
a) Lantai sumur harus dibuat kedap air dan dilengkapi dengan SPAL (saluran
pembuangan air limbah)
b) Bila lokasinya agak jauh dari tempat penampungan pengungsi harus disediakan alat
pengangkut seperti gerobak air dan sebagainya
5) Mata Air
a) Perlu dibuat bak penampungan air untuk kemudian disalurkan dengan pompa ke
tangki air
b) Bebaskan area sekitar mata air dari kemungkinan pencemaran
c) Perbaikan dan Pengawasan Kualitas Air Bersih
Pada situasi bencana dan pengungsian umumnya sulit memperoleh air bersih yang sudah
memenuhi persya-ratan, oleh karena itu apabila air yang tersedia tidak memenuhi syarat, baik
dari segi fisik maupun bakteriologis, perlu dilakukan:

Buang atau singkirkan bahan pencemar dan lakukan hal berikut.

a) Lakukan penjernihan air secara cepat apabila tingkat kekeruhan air yang ada cukup
tinggi.
b) Lakukan desinfeksi terhadap air yang ada dengan menggunakan bahan bahan
desinfektan untuk air
c) Periksa kadar sisa klor bilamana air dikirim dari PDAM
d) Lakukan pemeriksaan kualitas air secara berkala pada titik-titik distribusi
e) Pembuangan Kotoran
Langkah langkah yang diperlukan:
1) Pada awal terjadinya pengungsian perlu dibuat jamban umum yang dapat
menampung kebutuhan sejumlah pengungsi. Contoh jamban yang sederhana dan
dapat disediakan dengan cepat adalah jamban kolektif (jamban jamak).
Pada awal pengungsian: 1 (satu) jamban dipakai oleh 50 – 100 org Pemeliharaan terhadap
jamban harus dilakukan dan diawasi secara ketat dan lakukan desinfeksi di area
sekitar jamban dengan menggunakan kapur, lisol dan lain-lain.
2) Pada hari hari berikutnya setelah masa emergency berakhir, pembangunan jamban
darurat harus segera dilakukan dan 1 (satu) jamban disarankan dipakai tidak lebih dari 20
orang.
1 (satu) jamban dipakai oleh 20 orang. Jamban yang dibangun di lokasi pengungsi
disarankan:
- Ada pemisahan peruntukannya khusus laki laki dan wanita
- Lokasi maksimal 50 meter dari tenda pengungsi dan minimal 30 meter dari sumber air.
- Konstruksi jamban harus kuat dan dilengkapi dengan tutup pada lubang jamban agar
tidak menjadi tempat berkembang biak lalat
g. Sanitasi Pengelolaan Sampah

Kegiatan yang dilakukan dalam upaya sanitasi pengelolaan sampah, antara lain:

1) Pengumpulan Sampah
- Sampah yang dihasilkan harus ditampung pada tempat sampah keluarga atau
sekelompok keluarga
- Disarankan menggunakan tempat sampah yang dapat ditutup dan mudah
dipindahkan/diangkat untuk menghindari lalat serta bau, untuk itu dapat digunakan
potongan drum atau kantung plastik sampah ukuran 1 m x 0,6 m untuk 1 – 3 keluarga
- Penempatan tempat sampah maksimum 15 meter dari tempat hunian
- Sampah ditempat sampah tersebut maksimum 3 (tiga) hari harus sudah diangkut ke
tempat pembuangan akhir atau tempat pengumpulan sementara.
2) Pengangkutan Sampah
- Pengangkutan sampah dapat dilakukan dengan gerobak sampah atau dengan truk
pengangkut sampah untuk diangkut ke tempat pembuangan akhir.
3) Pembuangan Akhir Sampah
Pembuangan akhir sampah dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti pembakaran,
penimbunan dalam lubang galian atau parit dengan ukuran dalam 2 meter lebar 1,5 meter dan
panjang 1 meter untuk keperluan 200 orang. Perlu diperhatikan bahwa lokasi pembuangan akhir
harus jauh dari tempat hunian dan jarak minimal dari sumber air 10 meter
2.3 Surveilans Bencana
Kejadian bencana umumnya berdampak merugikan, seperti rusaknya sarana dan prasarana
fisik (perumahan penduduk, bangunan perkantoran, sekolah, tempat ibadah, sarana jalan, jembatan
dan lain-lain) hanyalah sebagian kecil dari dampak terjadinya bencana disamping masalah kesehatan
seperti korban luka, penyakit menular tertentu, menurunnya status gizi masyarakat, stress pasca
trauma dan masalah psikososial, bahkan korban jiwa. Menurut Pedoman ManajemenSumber Daya
Manusia (SDM) KesehatanDalam Penanggulangan Bencana, bencana dapat pula mengakibatkan arus
pengungsian penduduk ke lokasi-lokasi yang dianggap aman. Hal ini tentunya dapat menimbulkan
masalah kesehatan baru di wilayah yang menjadi tempat penampungan pengungsi, mulai dari
munculnya kasus penyakit dan masalah gizi serta masalah kesehatan reproduksi hingga masalah
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, penyediaan air bersih, sanitasi serta penurunan kualitas
kesehatan lingkungan.Untuk mengatasi masalah tersebut perlu adanya tindakan penanggulangan
secara efektif dan efisien melalui surveilans bencana (Simms, 2013).

Berdasarkan Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan RI, surveilans
bencana merupakantindakan penanggulangan secara efektif dan efisienmelalui proses pengumpulan
data, pengolahan dan penyebaran informasi. Tindakan yang dapat dilakukan adalahseperti
melakukan pencegahan terhadap penyakit potensi KLB dan penyakit menular, pencegahan
terjadinya trauma psikologis pasca bencana (traumatic stress), mengatasi masalah pangan dan
kesehatan lingkungan terutama di tempat pengungsian.Langkah-langkah penyelidikan dan
pengendalian awal dalam surveilans menjadi  tanggung jawabunit kesehatan setempat yang terkait
bencana (PAHO, 2000).

Di dalam Pedoman ManajemenSumber Daya Manusia (SDM) KesehatanDalam


Penanggulangan Bencanadan beberapaSurveilans yang dilaksanakan di daerah bencana
bencana meliputi beberapa survei sebagai berikut
2.3.1 Surveilans Penyakit
Surveilans penyakit memiliki tujuan menyediakan informasi kebutuhan pelayanan
kesehatan di lokasi bencana dan tempat pengungsian, dan secara khusus menyediakan
informasi mengenai kesakitan dan kematian dari penyakit potensialwabah (Depkes R1,
2007).
Untuk menunjang ketersediaan informasi kebutuhan pelayanan kesehatan di lokasi
bencana dan tempat pengungsian ada beberapa hal yang diidentifikasi adalah sebagai
berikut;
a. Mengidentifikasi sedini mungkin kemungkinan terjadinya peningkatan penyakit potensial
KLB/wabah
b. Mengidentifikasi kelompok risiko tinggi
c. Mengidentifikasi daerah risiko tinggi
d. Mengidentifikasi status gizi di daerah bencana
e. Mengidentifikasi status sanitasi lingkungan
Surveilans yang dilakukan terhadap beberapa penyakit menular danbila menemukan kasus
penyakit menular, semuapihak termasuk LSM kemanusiaan di pengungsian,harus melaporkan
kepada Puskesmas dibawah koordinasi Dinas Kesehatan Kabupaten sebagai penanggung jawab
pemantauan dan pengendalian

Langkah-langkah surveilans penyakit di daerah bencanameliputi:

a) Pengumpulan data
1) Data kesakitan dan kematian
Data kesakitan yang dikumpulkan meliputi jenis penyakit yang diamati berdasarkan
kelompokusia. Data kematian adalah setiap kematianpengungsi, penyakit yang kemungkinan
menjadipenyebab kematian berdasarkan kelompok usia

2) Data denominator (jumlah korban bencana)diperlukan untuk menghitung


pengukuranepidemiologi, misalnya angka insidensi, angkakematian, dsb.
3) Sumber dataData dikumpulkan melalui laporan masyarakat,petugas pos kesehatan,
petugas Rumah Sakit,koordinator penanggulangan bencana setempat.
4) Jenis form
 Form BA-3: Register Harian Penyakit pada Korban Bencana
 Form BA-4: Rekapitulasi Harian Penyakit Korban Bencana
 Form BA-5: Laporan Mingguan Penyakit Korban Bencana
 Form BA-6: Register Harian Kematian Korban Bencana
 Form BA-7: Laporan Mingguan Kematian Korban Bencana
b) Pengolahan dan penyajian data
Data surveilans yang terkumpul diolah untuk menyajikan informasi epidemiologi sesuai
kebutuhan.Penyajian data meliputi deskripsi maupun grafik data kesakitan penyakit menurut umur
dan data kematian menurut penyebabnya akibat bencana.

c) Analisis dan interpretasi


Kajian epidemiologi merupakan kegiatan analisis daninterpretasi data epidemiologi
yang dilaksanakan olehtim epidemiologi.Langkah-langkah pelaksanaan analisis:
 Menentukan prioritas masalah yang akan dikaji
 Merumuskan pemecahan masalah dengan memperhatikan efektifitas dan efisiensi kegiatan
 Menetapkan rekomendasi sebagai tindakan korektif.
d) Penyebarluasan informasihasil analisis disampaikan kepadapihak-pihak yang
berkepentingan.
2.3.2 Surveilans Faktor Risiko
Surveilans faktor risiko adalah surveilans yang dilakukan terhadap kondisi lingkungan disekitar
lokasi bencana, lokasi penampungan pengungsi yang dapat menjadi faktor risiko penyebaran
penyakit pada para pengungsi. Kegiatan ini dilakukan dengan cara menidentifikai :

1) Cakupan pelayanan air bersih;


2) Cakupan pemanfaatan sarana pembuangan kotoran;
3) Pengelolaan sampah;
4) Pengamanan makanan;
5) Kepadatan vector;
6) Kebersihan lingkungan;
7) Tempat-tempat yang berpotensi menjadi tempat perindukan vektor (genangan air,
sumber pencemaran, dll)
2.3.3 SurveilansGizi
Surveilans gizi adalahproses pengamatan keadaan gizi korban bencana khususnya kelompok
rentan secara terus menerus untuk pengambilan keputusan dalam menentukan tindakan
intervensi(Kemenkes R1, 2012).

Dalam pengadaan surveilans gizimenurut KemenKes RI tahun 2012 dalam Pedoman Teknis
Penanggulanan Krisis Akibat Bencana terdapat langkah langkah sebagai berikut :

1) Registrasi pengungsi
Registrasi perlu dilakukan secepat mungkin untukmengetahui jumlah Kepala Keluarga, jumlah
jiwa, jeniskelamin, usia dan kelompok rawan (balita, bumil, buteki,dan usila). Di samping itu
diperlukan data penunjanglainnya misalnya: luas wilayah, jumlah camp, dan saranaair bersih. Data
tersebut digunakan untuk menghitungkebutuhan bahan makanan pada tahap penyelamatan
danmerencanakan tahapan surveilans berikutnya.

2) Pengumpulan data dasar gizi


Data yang dikumpulkan adalah data antropometri yangmeliputi, berat badan, tinggi
badan dan umur untuk menentukan status gizi, dikumpulkan melalui survei
denganmetodologi surveilans atau survei cepat.Disamping itu diperlukan data penunjang
lainnya seperti,diare, ISPA, Pneumonia, campak, malaria, angka kematiankasar dan kematian
balita. Data penunjang ini diperolehdari sumber terkait lainnya,.Data ini digunakan untuk
menentukan tingkatkedaruratan gizi dan jenis intervensi yang diperlukan.Data latar belakang
harus dikumpulkan pada daerah geografis yang terkena dampak,risiko penyakitutama di
daerah yang terkena (misalnya, apakah kolera atau malaria adalah endemik) (PAHO, 2000).
3) Penapisan
Penapisan atai skrining adalah proses pendeteksian kasus atau kondisi kesehatan. Penapisan
ini dilakukan apabila diperlukan intervensi Pemberian Makanan Tambahan (PMT)darurat terbatas
dan PMT terapi.Untuk itu dilakukanpengukuran antropometri (berat badan dan tinggi badan) semua
anak untukmenentukan sasaran intervensi.Pada kelompok rentanlainnya seperti bumil, buteki dan
usila, penapisan dilakukandengan melakukan pengukuran Lingkar Lengan Atas/LILA.

Untuk keperluan surveilans gizi pengungsi, di dalam Pedoman Teknis Penanggulanan Krisis
Akibat Bencana sudah dicantumkan beberapa halyang perlu disiapkan, yakni sebagai berikut:

a) Petugas pelaksana adalah tenaga gizi (Ahli gizi atautenaga pelaksana gizi) yang sudah
mendapat latihankhusus penanggulangan gizi dalam keadaan darurat.Jumlah petugas
pelaksana gizi minimal tiga orangtenaga gizi terlatih, agar surveilans dapat
dilakukansecepat mungkin. Tenaga pelaksana gizi ini akanbekerja secara tim dengan
surveilans penyakit atau tenaga kedaruratan lainnya.
b) Alat untuk identifikasi, pengumpulan data dasar,pemantauan dan evaluasi:
 Formulir untuk registrasi awal dan pengumpulandata dasar dan screening/penapisan; dan
jugaformulir untuk pemantauan dan evaluasi secaraperiodik.
 Alat ukur antropometri untuk balita dan kelompokumur golongan rawan lainnya. Untuk
balitadiperlukan timbangan berat badan (dacin/salter),alat ukur panjang badan (portable),
dan medline(meteran).
 Monitoring pertumbuhan untuk balita (KMS).
 Jika memungkinkan disiapkan komputer yangdilengkapi dengan sistem aplikasi untuk
pemantauansetiap individu.
c) Melakukan kajian data surveilans gizi denganmengintegrasikan informasi dari surveilans
lainnya(penyakit dan kematian).
2.4 Proses Kegiatan Surveilans
Menurut Pedoman Teknis Penanggulanan Krisis Akibat Bencana proses kegiatan surveilans
ada 3 dengan berdasarkan wilayah adalah sebagai berikut :

a) Kegiatan di Pos KesehatannKegiatan surveilans yang dilakukan di pos kesehatan, antara


lain:
1) Pengumpulan data kesakitan penyakit yang diamati dankematian melalui pencatatan
harian kunjungan rawat jalan.
2) Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat, pengolahan data kesakitan menurut
jenis penyakit dangolongan umur per minggu.
3) Pembuatan dan pengiriman laporan. Dalam kegiatan pengumpulan data kesakitan
penyakit yangditujukan pada penyakit-penyakit yang mempunyai potensimenimbulkan
terjadinya wabah, dan masalah kesehatanyang bisa memberikan dampak jangka panjang
terhadapkesehatan dan/atau memiliki fatalitas tinggi.
Jenis penyakit yang diamati , antara lain:

1) Diare berdarah
2) Campak
3) Diare
4) Demam berdarah dengue
5) Pnemonia
6) Lumpuh layuh akut (AFP)
7) ISPA non-pneumonia
8) Tersangka hepatitis
9) Malaria klinis
10) Gizi buruk, dsb.
Apabila petugas kesehatan di pos kesehatan, maupun puskesmas menemukan atau
mencurigai kemungkinan adanya peningkatan kasus-kasus tersangka penyakit yang ditularkan
melalui makanan (foodborne diasease) ataupun penyakit lain yang jumlahnya meningkat dalam
kurun waktu singkat, maka petugas yang bersangkutan harusmelaporkan keadaan tersebut secepat
mungkin ke Puskesmas terdekat atau Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

b) Kegiatan di Puskesmas
Kegiatan surveilans yang dilakukan di puskesmas, antara lain:
1) Pengumpulan data kesakitan penyakit-penyakit yang diamati dan kematian melalui
pencatatan harian kunjungan rawat jalan dan rawat inap pos kesehatan yang ada di wilayah
kerja.
2) Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat.
3) Pengolahan data kesakitan menurut jenis penyakit golongan usia dan tempat tinggal per
minggu.
4) Pembuatan dan pengiriman laporan.
c) Kegiatan di Rumah Sakit
Kegiatan surveilans yang dilakukan di Rumah Sakit, antara lain:

1) Pengumpulan data kesakitan penyakit yang diamati dankematian melalui pencatatan


rujukan kasus hariankunjungan rawat jalan dan rawat inap dari para korban bencana.
2) Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat.
3) Pengolahan data kesakitan menurut jenis penyakit,golongan usia dan tempat tinggal per
minggu.
4) Pembuatan dan pengiriman laporan.
d) Kegiatan di Kabupaten/Kota
Kegiatan surveilans yang dilakukan di tingkat Kabupaten/Kota,antara lain:

1. Pengumpulan data berupa jenis bencana, keadaanbencana, kerusakan sarana kesehatan,


angkakesakitan penyakit yang diamati dan angka kematiankorban bencana yang berasal
dari puskesmas,Rumah Sakit, atau Poskes khusus.
2. Pengumpulan data berupa jenis bencana, keadaanbencana, kerusakan sarana kesehatan,
angkakesakitan penyakit yang diamati dan angka kematiankorban bencana yang berasal
dari Puskesmas,Rumah Sakit atau Poskes khusus.
3. Surveilans aktif untuk penyakit tertentu.
4. Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat
5. Pengolahan data kesakitan menurut jenis penyakit,golongan umur dan tempat tinggal per
minggu.
6. Pertemuan tim epidemiologi kabupaten/kota untukmelakukan analisis data dan
merumuskanrekomendasi rencana tindak lanjut penyebar-luasaninformasi.
e) Kegiatan di Provinsi
Kegiatan surveilans yang dilakukan di tingkat Provinsi, antaralain:
1) Pengumpulan data kesakitan penyakit-penyakit yangdiamati dan kematian korban bencana
yang berasal dariDinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
2) Surveilans aktif untuk penyakit-penyakit tertentu.
3) Validasi data agar data menjadi sahih dan akurat.
4) Pengolahan data kesakitan menurut jenis penyakit golongan umur dan tempat tinggal per
minggu.
5) Pertemuan tim epidemiologi provinsi untuk melakukananalisis data dan merumuskan
rekomendasi rencana tindaklanjut, penyebarluasan informasi , pembuatan dan pengiriman
laporan.
f) Keluaran
Adanya rekomendasi dari hasil kajian analisis data oleh tim epidemiologi diharapkan dapat
menetapkan rencana kegiatankorektif yang efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan.Rencana
kegiatan korektif ini tentunya dapat menekanpeningkatan penyakit khususnya penyakit menular di
lokasi bencana yang akhirnya menekan angka kematian akibatpenyakit pada pasca bencana.

2.5 Pengendalian Vektor Saat bencana


Saat terjadi bencana di sebuah wilayah maka masyarakat yang ada di sana dibawa ke
tempat pengungsian agar keselamatan mereka terjaga dengan baik. Namun selama berada di lokasi
pengungsian tersebut masih ada masalah yang harus dihadapi oleh para pengungsi yaitu mengenai
adanya vektor di sekitarnya.Kebanyakan vektor yang mengganggu para pengungsi afalah lalat,
nyamuk dan tikus.

Dengan adanya fakta bahwa kondisi para pengungsi di lokasi pengungsian juga masih
terganggu dengan adanya vektor maka harus dilakukan pengendalian yang tepat sasaran. Menurut
Departemen Kesehatan RI (2007) ada beberapa upaya yang bisa dilakukan dalam pengawasan dan
pengendalian vektor yaitu :

1) Pembuangan sampah atau sisa makanan dengan baik


2) Jika diperlukan maka bisa menggunakan insektisida
3) Tetap menjaga kebersihan individu selama berada di lokasi pengungsian
4) Penyediaan Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) dan pembuangan sampah yang baik
5) Kebiasaan penanganan makanan secara higienis
Dalam pelaksanaannya pengendalian vektor tidak hanya bisa dilakukan dengan pengelolaan
lingkungan seperti yang telah disebutkan di atas, tetapi bisa juga melalui bahan kimia seperti berikut
ini :
1) Dilakukan dengan cara melakukan penyemprotan atau pengasapan di luar tenda
pengungsi menggunakan insektida
2) Penyemprotan dengan insektisida sedapat mungkin dihindari dan hanya dilakukan untuk
menurunkan populasi vektor secara drastis apabila dengan cara lain tidak memungkinkan
3) Frekuensi penyemprotan, pengasapan serta jenia insektisida yang digunakan sesuai
dengan rekomendasi dari Dinas Kesehatan setempat

2.6 Manajemen Korban Masal


Dalam manajemen penanggulangan korban massal yang harus diutamakan adalah
penolongnya lebih dulu baru kemudian menyelamatkan korban.Hal tersebut perlu dilakukan untuk
meminimalisasi semakin bertambahnya korban apalagi dalam keadaan bencana.Menurut
Departemen Kesehatan (2001) penanganan korban massal dikelompokkan menjadi 3 tahap yaitu
pencarian (search), penyelamatan korban (rescue) dan pertolongan pertama (live saving).Kemudian
perlujuga dilakukan Triase atau melakukan selekai korvan berdasarkan tingkat kegawar
daruratannya sebagai dasar dalam memberikan prioritas pertolongan.

Menurut Departemen Kesehatan (2001) pasien gawat darurat adalah pasien yang
memerlukan pertolongan segera (tepat, cepat dan cermat) untuk mencegah kematian atau
kecacatan. Hal itu menjadikan satu keharusan bahwa pendekatan pelayanan gawat darurat harus
memenuhi kebutuhan sebagai berikut :

1) Penanganan Korban
Dalam situasi kedaruratan kompleks sering terjadi korban luka dan bahkan korban meninggal
dunia, untuk itu diperlukan kesiapan dalam penanggulangannya yang antara lain :

a) Transportasi dan alat kesehatan


Fasilitas Kesehatan yang berupa sarana evakuasi/transportasi meliputi :

(1) Kendaraan roda dua kesehtan lapangan

(2) Kendaraan ambulans biasa

(3) Kendaraan ambulans rusuh masal

(4) Kapal motor sungai/laut

(5) Helikopter udara


(6) Pesawat

b) Sarana pelayanan kesehatan


(1) Pos kesehatan lapangan
(2) Rumah sakit lapangan
(3) Puskesmas/poliklinik/RS Swasta/RSLSM.
(4) Rumah sakit rujukan tingkat Kabupaten RSUD/RS Polri/TNI
(5) Rumah sakit rujukan tingkat Provinsi
(6) Rumah sakit pusat rujukan Depkes/Polri/TNI
c) Obat dan alat kesehatan
(1) Obat rutin
(2) Obat Khusus
(3) Bermacam-macam pembalut cepat
(4) Kit Keslap
(5) Minor surgery
(6) Oxigyn dan perlengkapannya
d) Fasilitas pendukung non medis
(1) Seragam berupa rompi dan topi khusus (bertuliskan identitas kesehatan daerah dan
ditengah ada simbol palang merah)
(2) Tandu
(3) Alat Komunikasi
(4) Kendaraan taktis untuk pengawalan evakuasi
e) Posko satgas kesehatan
(1) Posko kesehatan di lapangan
(2) Posko kesehatan koordinator wilayah
2) Ketenagaan
(a) Di tempat kejadian/peristiwa sebagai koordinator adalah kasatgas lapangan (dokter/para
medik senior) yang berkedudukan di poskes lapangan atau di salah satu ambulans dan
mengatur seluruh kegiatan dilapangan.
(b) Pada setiap ambulans minimal terdiri dari 2 orang para medik dan satu pengemudi (bila
memungkinkan ada 1 orang dokter).
(c) Pada Puskesmas / Poliklinik / RS Swasta / RS Polri / RS TNI tim penanggulangan korban
minimal dipimpin seorang dokter dan telah menyiapkan ruang pelayanan khusus atau
perawatan khusus.
(d) Rumah sakit rujukan dipimpin oleh dokter bedah dan telah menyiapkan ruang pelayanan
dan rawat khusus.
(e) Pada Puskesmas dan RS rujukan dapat dibentuk tim khusus untuk pembuatan visum at
repertum yang dipimpin oleh dokter dan dibantu 2 orang tenaga administrasi.
3) Pelaksanaan dilapangan
a) Pertolongan dan evakuasi korban masyarakat umum
(1) Petugas lapangan menilai tingkat kegawatan korban untuk korban luka ringan dan
sedang diberi pertolongan pertama di tempat kejadian atau pos kesehatan lapangan.
(2) Korban luka berat segera dievakuasi ke RS rujukan wilayah /RS Swasta/RS Polri/RS
TNI terdekat. Korban yang memerlukan perawatan lebih lanjut dapat dievakuasi ke pusat
rujukan melalui jalan darat/sungai/laut/ udara sesuai sarana yang dimiliki.
b) Pertolongan dan evakuasi korban petugas/aparat pengamanan
(1) Korban luka ringan dan sedang diperlakukan sama seperti masyarakat umum.
(2) Korban luka berat segera dievakuasi dengan prioritas ke Rumah Sakit terdekat.
(3) Korban yang memerlukan rawat lanjut dievakuasi ke RS Pusat rujukan.
4) Penanganan Korban Meninggal
(a) Sasarannya adalah semua korban yang meninggal akibat kerusuhan masal.
(b) Pelaksanaan Penanganan Korban meninggal adalah sebagai berikut
(1) Korban meninggal akibat kerusuhan seluruhnya dievakuasi ke satu tempat khusus yaitu
RSUD/RS Polri/RS TNI setempat.
(2) Pada tempat tersebut jenazah yang datang dilakukan registrasi dan pencatatan (minimal
diberi nomor, tanggal dan tempat kejadian) oleh petugas.
(3) Kemudian jenazah dimasukan keruang pemeriksaan untuk dilakukan identifikasi medik,
pemeriksaan luar oleh dokter.
(4) Pemeriksaan dalam (otopsi) untuk mengetahui sebab kematian bisa dilakukan setelah ada
permintaan dari pihak kepolisian setempat dan persetujuan dari keluarga korban serta
sesuai peraturan yang berlaku.
(5) Pemeriksaan medik dilakukan sesuai dengan formulir yang ada.
(6) Barang bukti berupa pakaian, perhiasaan surat -surat dan lain-lain dimasukan dalam
kantong plastik tersendiri diberi nama, nomor sesuai dengan nama dan nomor jenazah.
(7) Jenazah dan barang bukti setelah selesai pemeriksaan dokter diserahkan kepada petugas
kepolisian.
BAB 3 PENUTUP

3.1 Simpulan
1. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Persediaan obat dan perbekalan
kesehatan diperlukan sebagai penyangga bila terjadi bencana mulai dari tingkat
kabupaten, provinsi sampai pusat.
2. Ketersediaan air bersihuntuk memelihara kesehatan bagi pengungsi perlu mendapat
perhatian, karena tanpa adanya air bersih sangat berpengaruh terhadap kebersihan
dan mening-katkan risiko terjadinya penularan penyakit seperti diare, typhus, scabies dan
penyakit lainnya.Tempat penampungan pengungsi muncul gangguan kesehatan, seperti
kasus penyakit dan masalah gizi serta masalah kesehatan yang lain salah satunya masalah
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, penyediaan air bersih, sanitasi serta penurunan
kualitas kesehatan lingkungan. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu adanya tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui surveilans bencana.
3. Surveilans yang dilakukan adalah sebuah tindakan penanggulangan secara efektif dan
efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi
4. Pengendalian vektor dilakukan melalui pengelolaan lingkungan dan penanganan melalui
bahan kimia. Namun harus diperhatikan aturan yang telah dikeluarkan oleh dinas
kesehatan setempat.
5. Dalam melakukan manajemen penanganan korban massal maka harus dipentingkan
keselamatan penolong lebih dulu untuk meminimalisasi adanya korban, sehingga perlu
adanya manajemen yang tepat dalam menangani korban dalam suatu bencana.

3.2 Saran
1. Bagi Pembaca
Diharapkan dengan makalah ini pembaca dapat memahami bagaimana tindakan yang
dilakukan pasca bencana, beberapa hal mengenai masalah yang timbul setelah bencana
dan bagaimana penanggulanan serta pencegahan terhadap masalah kesehatan yang di
timbulkan
2. Bagi pemerintah
Dengan makalah ini diharapkan pemerintah dapat menganilisis tindakan pasca bencana
yang tidak berjalan dengan baik supaya dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan
tujuan yang diinginkan dan menentukan indicator keberhasilan dari tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan
dan penyebaran informasi
3. Bagi Masyarakat
Masyarakat diharapkan dapat berpartisipasi dalam penanggulanan bencana yang terjadi
agar meminimalisir masalah yang ditimbulkan setelah bencana.
DAFTAR PUSTAKA

BNPB. 2015. Info Bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana.(Online),


(http://www.bnpb.go.id), diakses 30 Januari 2016.

Manajemen Epidemiologi Bencana.2011.Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian


Kesehatan RI.(Online), (http://www.cs.unsyiah.ac.id/~frdaus/PenelusuranInformasi/File-
Pdf/manajemenepidbencana.pdf), diakses 26 Januari 2016.

PAHO. 2000. Natural Disaster: Protecting the Public’s Health. (Online), ().diakses pada 27 Januari
2016

Pedoman ManajemenSumber Daya Manusia (SDM) KesehatanDalam Penanggulangan Bencana.


2006. Departemen Kesehatan RI. (Online),
(http://www.penanggulangankrisis.depkes.go.id/__pub/files84935Buku_Pedoman_SDM_Kes.
pdf), Diakses 29 Januari 2016.

Pedoman Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Kedaruratan Kompleks. 2001. Departemen


Kesehatan RI. (Online), (http:// www.depkes.go.id), diakses pada 30 Januari 2016.

Pedoman Teknis Penanggulanan Krisis Akibat Bencana. 2007. Departemen Kesehatan RI. (Online),
(http://www.depkes.go.id/resources/download/penanganan-
krisis/buku_pedoman_teknis_pkk_ab.pdf), diakses 26 Januari 2016.

Peraturan Kepala Badan Nasional Penaggulangan Bencana No. 4 Tahun 2008 Tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana.Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
(Online), (http://www.bnpb.go.id), diakses 30 Januari 2016.

Simms, Erin. 2013. Disaster Surveillance Capacity In The Unitedstates: Results From A 2012 Cste
Assessment. (Online),
(http://c.ymcdn.com/sites/www.cste.org/resource/resmgr/EnvironmentalHealth/Disaster_Epi
_Baseline731KM.pdf), diakses pada 27 Januari 2016

Ulum, Mochamad Chazienul. 2013. Governance dan Capacity Building dalam Manajemen Bencana
Banjir di Indonesia. Jurnal Penanggulangan Bencana, (Online), 4 (2): 5-12,
(bnpb.go.id/uploads/migration/pubs/595.pdf), diakses 30 Januari 2016.

Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.(Online),


(http://www.bnpb.go.id), diakses 30 Januari 2016.
Pertanyaan

1. a. Pengenalan dan pengkajian bencana.


b. Pengenalan kerentanan.
c. Analisi kemungkinan dampak bencana.
d. Pilihan tindakan penanggulangan bencana.
e. Mekanisme penanggulangan dampak bencana.
Uraian langkah diatas adalah…
a. Proses penyusunan/penulisan rencana penanggulangan bencana
b. Dasar-dasar penyelenggaraan penanggulangan bencana
c. Tugas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
d. Langkah-langkah pelaksanaan analisis
Jawaban: A

2. Penyelengaraan penanggulangan bencana tingkat daerah dilaksanakan oleh…


a. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di tingkat Pusat
b. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tingkat Daerah
c. Menteri Kesehatan RI
d. Dinas Kesehatan Kab/Kota
Jawaban: B

3. Dalam pengadaan surveilans gizi terdapat langkah penapisan atau skrining. Dalam
langkah ini ada syarat agar penapisan dapat dilaksanakan yaitu apabila …
a. Diperlukan intervensi Pemberian Makanan Tambahan (PMT) darurat terbatas dan
PMT terapi.
b. Perlu dibuat jamban umum yang dapat menampung kebutuhan sejumlah
pengungsi.
c. Diperlukan adanya persediaan obat dan perbekalan Kesehatan sebagai penyangga
bila terjadi bencana mulai dari tingkat kabupaten, provinsi sampai pusat.
d. Pengendalian vektor tidak hanya bisa dilakukan dengan pengelolaan lingkungan
Jawaban : A
4. 3 tahap penanganan korban massal adalah sbb :
a. Pencarian, pengobatan, pertolongan
b. Pencarian, penyelamatan korban, pertolongan pertama
c. Penyelamatan, pengobatan, evakuasi
d. Pencarian, membuat prioritas korban, penyelamatan
Jawaban : B

5. Dalam melakukan pengendalian vektor dapat dilakukan dengan beberapa cara, kecuali :
a. Pembuangan sisa makanan dengan benar
b. Penggunaan insektisida
c. Kebiasaan penanganan makanan secara higienis
d. Pemburuan secara langsung
Jawaban : D

Mengapa perlu surveilans bencana

Sebelumnya saya telah memaparkan apa itu surveilans kesehatan beserta fungsi dan peranannya.
Sedikit berbeda dengan surveilans kesehatan, data yang didapat dari surveilans bencana tidak hanya
digunakan untuk perbaikan-perbaikan penanggulangan kasus bencana di masa yang akan datang,
tetapi juga untuk mendukung pengadaan logistik dan fasilitas-fasilitas untuk para korban bencana. Di
bawah ini akan saya paparkan lebih lanjut mengenai surveilans bencana.

            
Surveilans bencana ialah kegiatan surveilans atau pengumpulan data yang terkait dengan kejadian
bencana. Tujuan dibangunnya surveilans pada situasi bencana yaitu mendukung fungsi pelayanan
bagi korban bencana secara keseluruhan untuk menekan dampak negatif yang lebih
besar. Karakteristik sistem surveilans yang dibangun pada situasi bencana ialah sistem harus
sederhana, mencakup yang sangat prioritas, dilakukan secara aktif dan intensif, melibatkan semua
pihak, mengutamakan unsur kecepatan, dan didukung juga adanya respon yang cepat.

Surveilans bencana meliputi :

1.   Surveilans penyakit-penyakit terkait bencana, terutama penyakit menular.


Di lokasi pengungsian korban bencana, sangat perlu dilakukan survey penyakit-penyakit yang ada,
terutama penyakit menular. Dengan ini diharapkan nantinya ada tindakan penanganan yang cepat
agar tidak terjadi transmisi penyakit tersebut.

Ada 13 besar penyakit menular dan penyakit terkait bencana : Campak, DBD, diare berdarah, diare
biasa, hepatitis, ISPA, keracunan makanan, malaria, penyakit kulit, pneumonia, tetanus, trauma
(fisik), dan thypoid.

 Penyakit Menular Prioritas (dalam pengamatan dan pengendalian) :

Penyakit yang rentan epidemik (kondisi padat)

Kolera

Diare berdarah

Thypoid fever

Hepatitis

Penyakit dalam program pengendalian nasional

Campak

Tetanus

Penyakit endemis yang dapat meningkat paska bencana

Malaria

DBD

Penyebab Utama Kesakitan & Kematian

Pnemonia

Diare

Malaria

Campak

Malnutrisi

Keracunan pangan

Mudahnya penyebaran penyakit pasca bencana dikarenakan oleh adanya penyakit sebelum
bencana, adanya perubahan ekologi karena bencana, pengungsian, kepadatan penduduk di tempat
pengungsian, dan rusaknya fasilitas publik. Pengungsi yang termasuk kategori kelompok rentan yaitu
bayi dan anak balita, orang tua atau lansia, keluarga dengan kepala keluarga wanita, ibu hamil.

2. Surveilans data pengungsi.


Data pengungsi meliputi data jumlah total pengungsi dan kepadatan di tempat pengungsian, data
pengungsi menurut lokasi, golongan umur, dan jenis kelamin. Data dikumpulkan setiap minggu atau
bulanan.

3.   Surveilans kematian.

Yang tercantum dalam data kematian meliputi nama, tempat atau barak, umur, jenis kelamin,
tanggal meninggal, diagnosis, gejala, identitas pelapor.

4.   Surveilans rawat jalan.

5.   Surveilans air dan sanitasi.

6.   Surveilans gizi dan pangan.

7.   Surveilans epidemiologi pengungsi.

Ada data-data hasil surveilans yang mengindikasikan situasi darurat dan perlu segera dilakukan
evaluasi penyebab serta penanganannya. Data-data yang menjadi indikator situasi darurat di tempat
pengungsian, yaitu:

1.      Tingkat kematian           : > 2 / 10.000 / hr.

2.      Jumlah pengungsi          : > 1.000 orang

3.      Status gizi anak              : >10% yang kurang dari 80% dari berat dan dibanding dengan tinggi


badan

4.      Makanan                          : < 2.100 kal/org/hr

5.      Jumlah air                        : < 10 L/org/hr

6.      Kualitas air                      : > 25 % jumlah penduduk yang menderita diare

7.      Ruang penampungan       : < 35 m2 / org

Referensi:

Materi kuliah mengenai “Surveilans Bencana” yang disampaikan oleh dr. Bondan Agus Suryanto, S.E,
M.A

Anda mungkin juga menyukai