Anda di halaman 1dari 9

ETIKA MEDIKOLEGAL KEDOKTERAN HIPERBARIK

&
ASPEK PSIKOSOSIAL MASYARAKAT
DAN PRAKTEK HIPERBARIK

SEMESTER VIbb

YUDISTIRA PUTRI PERTIWI


09401611040

KEDOKTERAN HIPERBARIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
2019
A. Definisi
Etika Medikolegal kedokteran hiperbarik terdiri atas 4 kata, etika, medikolegal,
kedokteran dan hiperbarik. Etika (dalam bahasa Yunani Kuno: “ethikos”, berarti “timbul
dari kebiasaan”) adalah sebuah sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama filsafat
yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian
moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk,
dan tanggung jawab. Menurut KBBI, filsafat etika adalah
1. Ilmu tentang apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk dan tentang hak
dan kewajiban moral.
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat

Medikolegal adalah suatu ilmu terapan yang melibatkan dua aspek ilmu yaitu
medico yang berarti ilmu kedokteran dan -legal yang berarti ilmu hukum. Medikolegal
berpusat pada standar pelayanan medis dan standar pelayanan operasional dalam bidang
kedokteran dan hukum – hukum yang berlaku pada umumnya dan hukum – hukum yang
bersifat khusus seperti kedokteran dan kesehatan pada khususnya

Medikolegal adalah merupakan bidang interdisipliner antara kesehatan/kedokteran


dengan ilmu hukum. Pelayanan mediko legal adalah bentuk pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh tenaga medis dengan menggunakan ilmu dan teknologi kedokteran atas
dasar kewenangan yang dimiliki untuk kepentingan hukum dan untuk melaksanakan
peraturan yang berlaku. Aspek Mediko legal:
1. Hak dan kewajiban pasien
2. Hak dan kewajiban provider
3. Jaminan bahwa pelayanan medik yang diberikan dengan cara dan mutu yang dapat
dipertanggungjawabkan
4. Sistem dan prosedur menjamin hak dan kewajiban serta menjamin tindakan yang
dilaksanakan di rumah sakit dapat diadakan evaluasinya
5. Hak dan kewajiban pemilik dan pengelola

Hiperbarik adalah terapi pengobatan dan kesehatan yang menggabungkan oksigen


murni dan tekanan udara 1,3-6 atmosfer (ata) di dalam ruang udara bertekanan tinggi
(RUBT) alias hyperbaric chamber.
Bisa disimpulkan bahwa etika medikolegal kedokteran hiperbarik adalah Ilmu
tentang apa yang dianggap baik/benar dan apa yang dianggap buruk/salah dan tentang
hak dan kewajiban moral pada bidang interdisipliner antara kesehatan/kedokteran dengan
ilmu hokum yang bersifat khusus pada kedokteran hiperbarik atau terapi oksigen
hiperbarik.

B. Prinsip Kedokteran Hiperbarik


Prinsip kedokteran hiperbarik adalah terapi pengobatan dan kesehatan yang
mengunakan oksigen murni ( O2 100%) pada tekanan udara > 1 Atm di dalam ruang
udara bertekanan tinggi (RUBT) alias hyperbaric chamber.

Prinsip terapi hiperbarik yaitu :

• efek mekanik meningkatkan tekanan lingkungan  penurunan volume gas ( hk boyle)

• efek peningkatan tekanan parsial oksigen dalam darah dan jaringan.

Pada kedokteran hiperbarik banyak prinsip prinsip yang digunakan dalam


pelaksaan terapi yaitu hukum- hukum fisika diantaranya adalah Hukum Boyle, Dalton,
Henry dan Charles.

C. Regulasi dalam Kedokteran Hiperbarik


• undang-undang republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
• peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 61 tahun 2013 tentang
kesehatan matra
• Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No/120/MENKES/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan Medik Hiperbarik
• UU no 29 Tahun 2004 tentang praktek kedokteran

D. Implementasi Aspek Legal dan Etik dalam Kedokteran Hiperbarik


• Perencanaan Penyelaman
o Tujuan penyelaman
o Identifikasi kesehatan fisik dan mental peselam
o Identifikasi sarana dan prasarana (peralatan selam, kapal, logistik, system
komunikasi dll)
o Waktu dan lokasi penyelaman (cuaca, arus, jarak pandang dalam air,
temperatur)
o Jenis kegiatan penyelaman
o Prosedur penyelaman (Dive Table)
o Pembentukan team penyelaman & tugas masing2 anggota
o Anggota penunjang: tender
pencatat waktu
Petugas peralatan/teknisi
Tenaga kesehatan
• Dokter Hiperbarik
o Sdh mengikuti pendidikan & Pelatihan
o Tujuan :
o Terselenggaranya pelayanan medik terapi oksigen hiperbarik (TOHB) yang
aman, bermanfaat, bermutu dan terjangkau sesuai standar di fasilitas
pelayanan kesehatan.
o Mengkoordinir pelaksanaan terapi OHB
• Tugas Dokter
o Mengecek kesiapan:
o RUBT dan alat pendukungnya (udara tekan, oksigen dan lain-lain)
o Teknisi, tender luar/operator dan tender dalam/petugas kesehatan/pendamping
o Memeriksa kondisi medis pasien baru sebelum terapi OHB dimulai
o Memeriksa kondisi medis pasien lanjutan bila ada keluhan
o Memberitahu kepada pasien cara melakukan ekualisasi dan barang-barang
yang tidak boleh dibawa kedalam RUBT selama mengikuti terapi OHB
o Bila pasien sudah mengerti penjelasan dokter, pasien atau keluarga pasien
menandatangani persetujuan tindakan medis/inform consent
o Menentukan tabel terapi OHB
o Memerintahkan kapan terapi OHB dimulai dan diakhiri
o Mengawasi pelaksanaan terapi OHB
o Melakukan tindakan medis yang diperlukan selama terapi OHB
o Mengatasi komplikasi akibat terapi OHB
o Mengevaluasi hasil terapi OHB
o Mengisi jurnal/status pasien
E. Epidemiologi Penyakit akibat Penyelaman

Hasil penelitian Kementerian Kesehatan menunjukkan beberapa penyakit dan


kecelakaan yang terjadi pada nelayan dan penyelam tradisional, menyebutkan sejumlah
nelayan di pulau Bungin, Nusa Tenggara Barat menderita nyeri persendian (57,5%) dan
gangguan pendengaran ringan sampai ketulian (11,3%), sedangkan nelayan di Kepulauan
Seribu, DKI Jakarta, mengalami kasus barotrauma (41,37%) dan penyakit dekompresi
yang biasa menyerang penyelam (6,91%). Data dari Kementerian Kesehatan, menurut
survei 251 responden penyelam di 9 provinsi di Indonesia, teknik menyelam yang
digunakan 56,6% penyelam tahan nafas, 33,9% penyelam kompresor dan 9,6% penyelam
dengan SCUBA. Keluhan yang sering didapat dari 251 responden tersebut antara lain
21,2% pusing/sakit kepala, 12,6% lelah, 12,5% pendengaran berkurang, nyeri sendi
10,8%, perdarahan hidung 10,2%, 9,7% sakit dada/sesak, 6,4% penglihatan berkurang,
6,0% bercak merah di kulit, 5,6% gigitan binatang, 3,2% lumpuh dan 1,7% hilang
kesadaran.

Kecelakaan yang pernah dialami antara lain ; tergores karang , digigit binatang
laut / disengat binatang laut berbisa , selang terjepit dan tenggelam . Penyakit dekompresi
dan barotrauma merupakan penyakit yang paling sering diderita oleh para penyelam
tradisional

F. Psikososial masyarakat dan hiperbarik


Efek samping dari terapi ini adalah menyebabkan terganggunya proses
keseimbangan tekanan gas yang mengakibatkan rasa nyeri pada telinga bagian tengah.
Efek samping terapi dapat mempengaruhi kondisi psikologis pasien yang pertama kali
menjalani terapi hiperbarik. Pasien yang pertama kali menjalani terapi hiperbarik pada
umumnya akan merasakan kecemasan akibat efek samping tersebut. Kecemasan adalah
suatu perasaan tidak santai karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu
respon. Perasaan takut dan tidak menentu sebagai sinyal yang menyadarkan bahwa
peringatan tentang bahaya akan datang dan memperkuat individu mengambil tindakan
menghadapi ancaman. Pasien yang akan menjalani terapi hiperbarik merasakan ketakutan
terhadap ruangan tertutup (claustrophobia) yang berada dalam chamber dan kecemasan
tentang kemungkinan persepsi awal dalam menjalani proses terapi
Berdasarkan hasil studi pendahuluan penelitian sebelumnya didapatkan data pada
pasien yang melakukan terapi hiperbarik di RS Angkatan Laut Surabaya pada bulan
November 2009 diperoleh hasil dari 30 Pasien yang di wawancara 17 pasien (56,67 %)
mengalami kecemasan ringan selama berada di chamber, 9 pasien (30 %) mengalami
kecemasan sedang, dan 4 pasien (13,33 %) mengalami kecemasan berat . Kecemasan
yang tidak teratasi dengan baik akan mengganggu proses terapi

Menurut peneliti, kurangnya pengetahuan dan kecemasan akibat terapi hiperbarik


dapat diatasi dengan cara melakukan prosedur orientasi oleh perawat pada pasien sebelum
terapi hiperbarik dilaksanakan. Prosedur orientasi terhadap pasien baru merupakan usaha
memberikan informasi atau sosialisasi kepada pasien dan keluarga tentang segala

G. Aspek promotif dan prefentif dalam kedokteran hiperbarik


peraturan menteri kesehatan republik Indonesia
nomor 61 tahun 2013
tentang kesehatan matra

Bagian Ketiga
Kesehatan Kelautan dan Bawah Air
Kesehatan Penyelaman
Pasal 17

1. Kesehatan penyelaman merupakan Kesehatan Matra yang dilakukan terhadap


masyarakat yang melakukan aktivitas di lingkungan bertekanan lebih dari satu
atmosfer absolut, yang diselenggarakan pada saat:
a. persiapan sebelum kegiatan dilaksanakan;
b. kegiatan operasional penyelaman; dan
c. setelah kegiatan operasional sampai dengan 24 jam.
2. Kegiatan pada saat persiapan sebelum kegiatan dilaksanakansebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. kesiapan bagi peselam;
b. kesiapan bagi pemberi kerja dan/atau penyelenggara kegiatan; dan
c. kesiapan bagi pelayanan kesehatan.
3. Kesiapan bagi peselam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling
sedikit terdiri atas:
a. kesehatan fisik dan mental;
b. pemahaman situasi dan kondisi lingkungan penyelaman;
c. keterampilan dan kemampuan antisipasi perubahan situasi di
d. lingkungan penyelaman;
e. perbekalan dan peralatan keselamatan penyelaman; dan
f. pemahaman dampak penyelaman bagi kesehatan.
4. Kesiapan bagi pemberi kerja dan/atau penyelenggara kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b paling sedikit terdiri atas:
a. penyuluhan kesehatan dan keselamatan;
b. penyediaan peralatan keselamatan;
c. petugas pengawas dan pendamping;
d. sistem rujukan kesehatan;
e. jejaring keselamatan dan kesehatan;
f. komunikasi dan informasi; dan
g. penyediaan sarana pelayanan kesehatan.
5. Kesiapan bagi pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c paling sedikit terdiri atas:
a. penyuluhan kesehatan;
b. pemetaan lokasi dan persebaran peselam;
c. pendataan demografis peselam;
d. pemeriksaan kesehatan peselam;
e. penyediaan pelayanan kesehatan penyelaman dan ruang
f. hiperbarik; pelatihan kesehatan menghadapi situasi kerja di laut dan bawah
air;
g. kesiapan jejaring pelayanan kesehatan dan sistem rujukan;
h. perencanaan kontinjensi kedaruratan kesehatan kelautan dah bawah air;
dan
i. simulasi kedaruratan kesehatan.
6. Kegiatan operasional penyelaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b paling sedikit terdiri atas:
a. penyuluhan kesehatan;
b. pemeriksaan kesehatan;
c. penemuan kasus;
d. pelayanan kesehatan primer; dan
e. Surveilans Kesehatan.
7. Kegiatan pada saat setelah kegiatan operasional sampai dengan 24 jam
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling sedikit terdiri atas:
a. penemuan kasus;
b. pelayanan kesehatan primer;
c. Surveilans Kesehatan; dan
d. pemulihan kesehatan.
8. mDalam hal terjadi kedaruratan medik dan/atau kejiwaan pada kegiatan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) dapat dilakukan:
a. pelayanan kegawatdaruratan dan rujukan; dan/atau
b. pelayanan kesehatan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA

 atmadja putra b, putri sagung.2018. aspek medikolegal dalam pelayanan masyarakat.


denpasar
 j. kesehat. masy. indones. 12(2): 2017 issn 1693-3443 pengaruh kedalaman menyelam,
lama menyelam, anemia terhadap kejadian penyakit dekompresi pada penyelam
tradisional
 kecelakaan dan gangguan kesehatan penyelam tradisional dan faktor-faktor yang
mempengaruhi di kabupaten seram, maluku indriati paskarini, abdul rohim tualeka,
denny y. ardianto, endang dwiyanti. 2017
 jurnal kesehatan masyarakat (e-journal) volume 5, nomor 1, januari 2017 (issn: 2356-
3346) faktor risiko gangguan akibat penyelaman pada penyelam tradisional di
karimunjawa jepara http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm
 e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.6 (no.2), Mei, 2018. ariyani, et al, pengaruh prosedur
orientasi terhadap tingkat kecemasan... pengaruh prosedur orientasi terhadap tingkat
kecemasan pada pasien yang menjalani terapi oksigen hiperbarik (tohb) di rumah sakit
paru jember
 peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 61 tahun 2013 tentang kesehatan
matra

Anda mungkin juga menyukai