Anda di halaman 1dari 5

“ETIKA MEDIKOLEGAL KEDOKTERAN HIPERBARIK”

A. Definisi

Medikolegal adalah suatu ilmu terapan yang melibatkan dua aspek ilmu yaitu medico yang berarti ilmu
kedokteran dan -legal yang berarti ilmu hukum. Medikolegal berpusat pada standar pelayanan medis dan
standar pelayanan operasional dalam bidang kedokteran dan hukum – hukum yang berlaku pada
umumnya dan hukum – hukum yang bersifat khusus seperti kedokteran dan kesehatan pada khususnya
Medikolegal adalah merupakan bidang interdisipliner antara kesehatan/kedokteran dengan ilmu hukum.
Pelayanan mediko legal adalah bentuk pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga medis dengan
menggunakan ilmu dan teknologi kedokteran atas dasar kewenangan yang dimiliki untuk kepentingan
hukum dan untuk melaksanakan peraturan yang berlaku. Aspek Mediko legal:
1. Hak dan kewajiban pasien
2. Hak dan kewajiban provider
3.Jaminan bahwa pelayanan medik yang diberikan dengan cara dan mutu yang dapat
dipertanggungjawabkan
4. Sistem dan prosedur menjamin hak dan kewajiban serta menjamin tindakan yang dilaksanakan di
rumah sakit dapat diadakan evaluasinya
5. Hak dan kewajiban pemilik dan pengelola

Hiperbarik adalah terapi pengobatan dan kesehatan yang menggabungkan oksigen murni dan tekanan
udara 1,3-6 atmosfer (ata) di dalam ruang udara bertekanan tinggi (RUBT) alias hyperbaric chamber.

Etika Medikolegal kedokteran hiperbarik terdiri atas 4 kata, etika, medikolegal, kedokteran dan
hiperbarik. Etika (dalam bahasa Yunani Kuno: “ethikos”, berarti “timbul dari kebiasaan”) adalah sebuah
sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi
studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar,
salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Menurut KBBI, filsafat etika adalah
1. Ilmu tentang apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral.
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat

Bisa disimpulkan bahwa etika medikolegal kedokteran hiperbarik adalah Ilmu tentang apa yang dianggap
baik/benar dan apa yang dianggap buruk/salah dan tentang hak dan kewajiban moral pada bidang
interdisipliner antara kesehatan/kedokteran dengan ilmu hokum yang bersifat khusus pada kedokteran
hiperbarik atau terapi oksigen hiperbarik.

B. Prinsip Kedokteran Hiperbarik

Prinsip kedokteran hiperbarik adalah terapi pengobatan dan kesehatan yang mengunakan oksigen murni
( O2 100%) pada tekanan udara > 1 Atm di dalam ruang udara bertekanan tinggi (RUBT) alias hyperbaric
chamber. Prinsip terapi hiperbarik yaitu :
• efek mekanik meningkatkan tekanan lingkungan  penurunan volume gas ( hk boyle)
• efek peningkatan tekanan parsial oksigen dalam darah dan jaringan.
Pada kedokteran hiperbarik banyak prinsip prinsip yang digunakan dalam pelaksaan terapi yaitu hukum-
hukum fisika diantaranya adalah Hukum Boyle, Dalton, Henry dan Charles.

C. Regulasi dalam Kedokteran Hiperbarik


• undang-undang republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
• peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 61 tahun 2013 tentang kesehatan matra
• Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No/120/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar
Pelayanan Medik Hiperbarik
• UU no 29 Tahun 2004 tentang praktek kedokteran

D. Implementasi Aspek Legal dan Etik dalam Kedokteran Hiperbarik


• Perencanaan Penyelaman
o Tujuan penyelaman
o Identifikasi kesehatan fisik dan mental peselam
o Identifikasi sarana dan prasarana (peralatan selam, kapal, logistik, system komunikasi dll)
o Waktu dan lokasi penyelaman (cuaca, arus, jarak pandang dalam air, temperatur)
o Jenis kegiatan penyelaman
o Prosedur penyelaman ( Dive Table)
o Pembentukan team penyelaman & tugas masing2 anggota
o Anggota penunjang: tender pencatat waktu Petugas peralatan/teknisi Tenaga kesehatan

• Dokter Hiperbarik
o Sdh mengikuti pendidikan & Pelatihan
o Tujuan :
o Terselenggaranya pelayanan medik terapi oksigen hiperbarik (TOHB) yang aman, bermanfaat, bermutu
dan terjangkau sesuai standar di fasilitas pelayanan kesehatan.
o Mengkoordinir pelaksanaan terapi OHB

• Tugas Dokter
o Mengecek kesiapan:
o RUBT dan alat pendukungnya (udara tekan, oksigen dan lain-lain)
o Teknisi, tender luar/operator dan tender dalam/petugas kesehatan/pendamping
o Memeriksa kondisi medis pasien baru sebelum terapi OHB dimulai
o Memeriksa kondisi medis pasien lanjutan bila ada keluhan
o Memberitahu kepada pasien cara melakukan ekualisasi dan barang-barang yang tidak boleh dibawa
kedalam RUBT selama mengikuti terapi OHB
o Bila pasien sudah mengerti penjelasan dokter, pasien atau keluarga pasien menandatangani persetujuan
tindakan medis/inform consent
o Menentukan tabel terapi OHB
o Memerintahkan kapan terapi OHB dimulai dan diakhiri
o Mengawasi pelaksanaan terapi OHB
o Melakukan tindakan medis yang diperlukan selama terapi OHB
o Mengatasi komplikasi akibat terapi OHB
o Mengevaluasi hasil terapi OHB
o Mengisi jurnal/status pasien

E. Epidemiologi Penyakit akibat Penyelaman

Hasil penelitian Kementerian Kesehatan menunjukkan beberapa penyakit dan kecelakaan yang terjadi
pada nelayan dan penyelam tradisional, menyebutkan sejumlah nelayan di pulau Bungin, Nusa Tenggara
Barat menderita nyeri persendian (57,5%) dan gangguan pendengaran ringan sampai ketulian (11,3%),
sedangkan nelayan di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, mengalami kasus barotrauma (41,37%) dan
penyakit dekompresi yang biasa menyerang penyelam (6,91%). Data dari Kementerian Kesehatan,
menurut survei 251 responden penyelam di 9 provinsi di Indonesia, teknik menyelam yang digunakan
56,6% penyelam tahan nafas, 33,9% penyelam kompresor dan 9,6% penyelam dengan SCUBA. Keluhan
yang sering didapat dari 251 responden tersebut antara lain 21,2% pusing/sakit kepala, 12,6% lelah,
12,5% pendengaran berkurang, nyeri sendi 10,8%, perdarahan hidung 10,2%, 9,7% sakit dada/sesak,
6,4% penglihatan berkurang, 6,0% bercak merah di kulit, 5,6% gigitan binatang, 3,2% lumpuh dan 1,7%
hilang kesadaran.

Kecelakaan yang pernah dialami antara lain ; tergores karang , digigit binatang laut / disengat binatang
laut berbisa , selang terjepit dan tenggelam . Penyakit dekompresi dan barotrauma merupakan penyakit
yang paling sering diderita oleh para penyelam tradisional

F. Psikososial masyarakat dan hiperbarik


Efek samping dari terapi ini adalah menyebabkan terganggunya proses keseimbangan tekanan gas yang
mengakibatkan rasa nyeri pada telinga bagian tengah. Efek samping terapi dapat mempengaruhi kondisi
psikologis pasien yang pertama kali menjalani terapi hiperbarik. Pasien yang pertama kali menjalani
terapi hiperbarik pada umumnya akan merasakan kecemasan akibat efek samping tersebut. Kecemasan
adalah suatu perasaan tidak santai karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respon.
Perasaan takut dan tidak menentu sebagai sinyal yang menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya
akan datang dan memperkuat individu mengambil tindakan menghadapi ancaman. Pasien yang akan
menjalani terapi hiperbarik merasakan ketakutan terhadap ruangan tertutup (claustrophobia) yang berada
dalam chamber dan kecemasan tentang kemungkinan persepsi awal dalam menjalani proses terapi.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan penelitian sebelumnya didapatkan data pada pasien yang melakukan
terapi hiperbarik di RS Angkatan Laut Surabaya pada bulan November 2009 diperoleh hasil dari 30
Pasien yang di wawancara 17 pasien (56,67 %) mengalami kecemasan ringan selama berada di chamber,
9 pasien (30 %) mengalami kecemasan sedang, dan 4 pasien (13,33 %) mengalami kecemasan berat .
Kecemasan yang tidak teratasi dengan baik akan mengganggu proses terapi.

Menurut peneliti, kurangnya pengetahuan dan kecemasan akibat terapi hiperbarik dapat diatasi dengan
cara melakukan prosedur orientasi oleh perawat pada pasien sebelum terapi hiperbarik dilaksanakan.
Prosedur orientasi terhadap pasien baru merupakan usaha memberikan informasi atau sosialisasi kepada
pasien dan keluarga tentang segala
G. Aspek promotif dan prefentif dalam kedokteran hiperbarik
peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor 61 tahun 2013 tentang kesehatan matra
Bagian Ketiga Kesehatan Kelautan dan Bawah Air Kesehatan Penyelaman Pasal 17
1. Kesehatan penyelaman merupakan Kesehatan Matra yang dilakukan terhadap masyarakat yang
melakukan aktivitas di lingkungan bertekanan lebih dari satu atmosfer absolut, yang diselenggarakan
pada saat:
a. persiapan sebelum kegiatan dilaksanakan;
b. kegiatan operasional penyelaman; dan
c. setelah kegiatan operasional sampai dengan 24 jam.

2. Kegiatan pada saat persiapan sebelum kegiatan dilaksanakansebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. kesiapan bagi peselam;
b. kesiapan bagi pemberi kerja dan/atau penyelenggara kegiatan; dan
c. kesiapan bagi pelayanan kesehatan.
3. Kesiapan bagi peselam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling sedikit terdiri atas:
a. kesehatan fisik dan mental;
b. pemahaman situasi dan kondisi lingkungan penyelaman;
c. keterampilan dan kemampuan antisipasi perubahan situasi di
d. lingkungan penyelaman;
e. perbekalan dan peralatan keselamatan penyelaman; dan
f. pemahaman dampak penyelaman bagi kesehatan.

4. Kesiapan bagi pemberi kerja dan/atau penyelenggara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b paling sedikit terdiri atas:
a. penyuluhan kesehatan dan keselamatan;
b. penyediaan peralatan keselamatan;
c. petugas pengawas dan pendamping;
d. sistem rujukan kesehatan;
e. jejaring keselamatan dan kesehatan;
f. komunikasi dan informasi; dan
g. penyediaan sarana pelayanan kesehatan.

5. Kesiapan bagi pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c paling sedikit terdiri
atas:
a. penyuluhan kesehatan;
b. pemetaan lokasi dan persebaran peselam;
c. pendataan demografis peselam;
d. pemeriksaan kesehatan peselam;
e. penyediaan pelayanan kesehatan penyelaman dan ruang
f. hiperbarik; pelatihan kesehatan menghadapi situasi kerja di laut dan bawah air;
g. kesiapan jejaring pelayanan kesehatan dan sistem rujukan;
h. perencanaan kontinjensi kedaruratan kesehatan kelautan dah bawah air; dan
i. simulasi kedaruratan kesehatan.

6. Kegiatan operasional penyelaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf


b paling sedikit terdiri atas:
a. penyuluhan kesehatan;
b. pemeriksaan kesehatan;
c. penemuan kasus;
d. pelayanan kesehatan primer; dan
e. Surveilans Kesehatan.

7. Kegiatan pada saat setelah kegiatan operasional sampai dengan 24 jam sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c paling sedikit terdiri atas:
a. penemuan kasus;
b. pelayanan kesehatan primer;
c. Surveilans Kesehatan; dan
d. pemulihan kesehatan.

8. Dalam hal terjadi kedaruratan medik dan/atau kejiwaan pada kegiatan


kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) dapat dilakukan:
a. pelayanan kegawatdaruratan dan rujukan; dan/atau
b. pelayanan kesehatan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
 atmadja putra b, putri sagung.2018. aspek medikolegal dalam pelayanan masyarakat. denpasar
 j. kesehat. masy. indones. 12(2): 2017 issn 1693-3443 pengaruh kedalaman menyelam, lama
menyelam, anemia terhadap kejadian penyakit dekompresi pada penyelam tradisional
 e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.6 (no.2), Mei, 2018. ariyani, et al, pengaruh prosedur orientasi
terhadap tingkat kecemasan... pengaruh prosedur orientasi terhadap tingkat kecemasan pada
pasien yang menjalani terapi oksigen hiperbarik (tohb) di rumah sakit paru jember
 peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 61 tahun 2013 tentang kesehatan matra

Anda mungkin juga menyukai