Anda di halaman 1dari 26

ASPEK LEGAL FLEBOTOMI

Dr. Eko Wulandari, SpPK


ASPEK LEGAL FLEBOTOMI
dr. Eko Wulandari SpPK

TUJUAN :
1 Mampu menjelaskan hukum dan peraturan perundangan yang mendasari
tindakan flebotomidan pengambilan bahan pemeriksaan
2 Mampu menjelaskan hal-hal yang harus diperhatikan dalam penerapan
hukum dan peraturan perundangan tersebut di atas.

PENDAHULUAN
Masalah aspek legal flebotomi erat kaitannya dengan masalah hukum, etika dan
bioetika, dimana satu dengan yang lain saling terkait dan tidak bisa dipisah.
Hukum adalah aturan atau tata cara dalam lingkungan sosial, yang disarankan
untuk dilakukan atau mutlak untuk diperhatikan. Hukum melindungi
kesejahteraan dan keamanan masyarakat, memberi jalan keluar atas suatu konflik,
dan secara tetap menjaga keselarasan terhadap meningkatnya kemajemukan
tatanan sosial. Etika adalah standar moral suatu perilaku atau tuntunan yang
dianut dalam masyarakat, sementara bioetika adalah masalah-masalah moral yang
disebabkan oleh pengobatan modern, penelitian klinis dan atau tehnologi. Pada
umumnya bioetika merujuk pada bahasan tentang 'hidup dan mati' mis. Aborsi,
eutanasia atau donor organ. Bahasan kali ini adalah tentang hukum dan
perundang-undangan yang terkait dengan profesi flebotomis.

SEKILAS TENTANG ETIKA


Petugas kesehatan harus bekerja secara profesional dan harus memperhatikan
etika dalam hubungan antara petugas (flebotomis) dengan pelanggan, yaitu harus
berbuat baik dengan tidak melakukan sesuatu yang merugikan, adil dengan
memberi perlakuan yang sama kepada setiap orang tanpa mempertimbangkan ras,
agama dan status sosial serta memperhatikan otonomi yaitu memberikan hak
perlindungan privacy bagi pelanggannya. Standar etika disusun untuk melindungi
klien/pasien, dan menciptakan suatu iklim yang positif bagi hubungan antara
petugas kesehatan dengan klien/pasiennya. Di fasilitas kesehatan yang lebih besar,
suatu komite etik harus ada untuk mengatasi masalah-masalah yang berhubungan
dengan etika atau untuk dasar membuat keputusan saat terjadi kasus-kasus yang
tidak biasa.
Semua petugas kesehatan suatu saat akan dihadapkan pada keputusan etik, dan
masing-masing akan merespon berdasar standar kebiasaan yang mereka miliki. Di
bawah ini ada beberapa pertanyaan yang bisa membantu kita saat kita
menghadapai masalah etik. Anggap ini sebagai suatu cek etika pribadi:
1 Apakah tindakan ini sah/legal atau sesuai dengan kebijakan institusi?
2 Apakah tindakan ini memberikan solusi sama menguntungkan bagi pasien
atau orang lain?
3 Bagaimana perasaan saya jika saya membaca tentang tindakan ini di
koran? Bagaimana pula perasaan keluarga saya?
4 Mampukah saya hidup tenang setelah saya mengambil tindakan tersebut?
5 Apakah keputusan ini benar?
Satu contoh standar kebiasaan etikal bagi flebotomis adalah kesalahan dalam
membuat identitas pasien/spesimen. Jika seorang flebotomis menyadari bahwa
dirinya telah membuat suatu kesalahan dalam mengidentifikasi pasien/spesimen,
dia dihadapkan pada keputusan etis tentang apakah dia harus melaporkan atau
tidak melaporkan kesalahannya tersebut? Dengan melaporkan akan menyebabkan
dia diberi teguran. Sebaiknya flebotomis kembali untuk menjawab secara pribadi
pertanyaan-pertanyaan dalam cek etika pribadi di atas untuk membantu membuat
keputusan yang benar dan segera melaporkan kesalahan tersebut untuk
menghindari adanya tindakan klinis atau keputusan pengobatan berdasar hasil tes
yang salah. Hal ini merupakan keputusan yang benar karena melibatkan kebijakan
yang memberikan situasi sama menguntungkan bagi pasien dan dokter, dan akan
sangat memalukan dan menyakitkan bila sampai termuat dalam berita di koran.
Tapi di atas itu semua ini hanya tentang masalah melakukan hal yang benar yang
memang harus dilakukan. Akibat lain adalah resiko hukum menjadi minimal baik
bagi flebotomis maupun fasilitas kesehatan yang bersangkutan jika kesalahan ini
dikoreksi dengan benar dan didokumentasikan.
PRINSIP-PRINSIP HUKUM DASAR
Hukum dan aturan yang menyusun etika pengobatan dan kedokteran saling
melengkapi juga saling tumpang tindih satu dengan yang lain. Selama bertahun
tahun bahkan berabad abad, pengambilan keputusan seorang dokter atau petugas
kesehatan profesional tidak bisa dipertanyakan. Tetapi hal ini sudah berubah.
Konsumen kesehatan dan pasien telah menjadi lebih waspada, lebih kritis dan
lebih punya kemauan untuk membawa suatu kesalahan dalam bidang medis ke
jalur hukum, termasuk kesalahan yang dilakukan oleh flebotomis.

Hukum di Indonesia baru melindungi dan mengatur pelayanan dokter dan dokter
gigi yang termuat dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Pengaturan praktik dokter ini sebenarnya
sudah berlangsung sejak zaman Belanda, namun aturan tersebut hanya bersifat
administratif, sehingga bila terjadi malpraktik terpaksa tetap merujuk pada KUHP
atau KUH Perdata yang tidak secara khusus mengatur tentang malpraktik.
Pengaturan praktik kesehatan diluar praktik kedokteran seperti perawat dan analis
belum disusun secara khusus. Namun demikian mereka masih dapat berlindung di
bawah payung peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia. Salah satunya
adalah dengan memiliki sertifikat kompetensi sebagai flebotomis.

Flebotomis diharapkan mengerti tentang konsep-konsep hukum dasar dan


perundang-undangan, karena pengertian ini dapat membantu menjelaskan
bagaimana seorang flebotomis yang terlibat dalam proses sampling/pengambilan
spesimen dapat bertanggung jawab atas berbagai kegiatan yang terjadi di lapangan
kerja kesehatan. Beberapa pengertian juga dapat mengurangi konflik antara
hukum dengan petugas flebotomis. Kecenderungan untuk melakukan tindakan
yang tidak sesuai standar kesehatan dapat menjatuhkan nama baik flebotomis
maupun instansi kesehatan dàn para pekerja kesehatan yang lain, ini harus
dihindari karena masyarakat saat ini telah menjadi lebih sensitif terhadap
komplikasi maupun ketidaknyamanan akibat pelayanan kesehatan.
Agar dapat bekerja dengan rasa aman dan nyaman maka seorang flebotomis
seharusnya melakukan pekerjaannya tersebut sesuai dengan aturan yang dianggap
benar atau yang dianut/ditetapkan oleh instansi tempat dia bekerja di mana
instansi ini juga menganut pada aturan dan hukum yang lebih tinggi. Karena jika
terjadi komplikasi atau ketidaknyamanan dari pasien, tindakan yang dilakukan
telah terlindungi oleh aturan dan hukum yang sah, sehingga flebotomis dapat
berlindung di dalamnya.

Untuk dapat mengetahui dengan jelas apa yang tidak boleh dan apa yang harus,
undang-undang dan peraturan yang berlaku saat ini di bidang kesehatan di
Indonesia di bawah ini, mungkin akan banyak membantu para flebotomis untuk
dijadikan pedoman dan tuntunan dalam menjalankan pelayanan kesehatan.
I. UUD RI N0.23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN
Tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan
kesehatan sesuai dengan bidang keahlian daan atau kewenangan tenaga
kesehatan yang bersangkutan
II. AKREDITASI LABORATORIUM KESEHATAN 2007 TENTANG
STAF DAN PIMPINAN DAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN (S3;
P2)
 Memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan kualifikasinya,
yang dibuktikan dengan ijazah.
 Mengikuti pelatihan-pelatihan yang bersifat tehnis kelaboratoriuman,
yang dibuktikan dengan sertifikat.
III. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI NO :
04/MENKES/SK/I/2002 TANGGAL 2
Januari 2002 tentang tugas dan tanggung jawab tenaga analis kesehatan di
laboratorium swasta :
 Melaksanakan kegiatan tehnis sesuai dengan pola dan tata kerja yang
telah ditetapkan.
IV. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN
SOSIAL RI NO.
141/Menkes/Kesos/SK/l1/2001, tentang petunjuk tehnis pelaksanaan
jabatan fungsional Pranata Laboratorium Kesehatan. Nomor:

21 Mempersiapkan pasien yaitu kegiatan yang dilakukan sebelum


pengambilan spesimen, memberi petunjuk kepada pasien mengenai
persiapan/tindakan persiapan yang harus dilakukan sampai dengan
mengatur posisi pasien. Contoh:
 Memberitahu pasien untuk puasa sebelum pengambilan darah untuk
pemeriksaan
 Mengikat lengan pasien dengan torniquet sebelum pengambilan darah.

22 Mempersiapkan peralatan dan bahan penunjang untuk pengambilan


spesimen/sampel di laboratorium
Contoh :
 Menyediakan macam-macam antikoagulan yang diperlukan sesuai
pemeriksaan yang tersedia di laboratorium yang bersangkutan,
 Mengecek tempat sampah apakah sudah tersedia sesuai jenisnya, yaitu
sampah medis dan non medis.

26 Mengambil spesimen/sampel dengan tindakan sederhana yaitu dengan


menggunakan tehnik dan prosedur yang mudah serta mencatat identitas
spesimen dengan benar dan jelas.
 Mengambil darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap
 Mengambil kerokan kulit untuk pemeriksaan jamur

31 Mempersiapkan pengiriman spesimen/sampel rujukan yaitu tindakan


persiapan untuk merujuk spesimen ke laboratorium rujukan.
 Mengemas spesimen agar dapat dikirim dengan aman sampai di
laboratorium rujukan.
PENERAPAN HUKUM DAN PERATURAN BAGI PELAYANAN
KESEHATAN OLEH FLEBOTOMIS
Telah kita ketahui bahwa bekerja dengan benar sesuai aturan dan hukum akan
membawa kita pada kepastian dan keamanan. Oleh karena itu seorang flebotomis
harus meyakinkan dirinya bahwa dia dan instansi tempatnya bekerja untuk
memiliki hal - hal di bawah ini:
1 Flebotomis memiliki ijazah yang sesuai dengan bidang kerjanya
2 Flebotomis memiliki kompetensi di bidang pengambilan spesimen dengan
mengikuti pelatihan tentang flebotomi dan mendapatkan sertifikat karena
telah dianggap berkompeten. Sebaiknya pelatihan ini berkesinambungan
untuk mendapatkan informasi yangterkini.
3 Pada instansi tempat flebotomis memberikan pelayanan sebaiknya ada
prosedur standar operasional yang dijadikan acuan dalam melakukan
pelayanan. Prosedur standar operasional yang harus ada adalah tentang :
a. Persiapan pasien
b. Pengumpulan spesimen
c. Labelisasi spesimen
d. Pengawetan spesimen
e. Transportasi spesimen
Beberapa saran yang akan bermanfaat untuk menghindari masalah tuntutan :

1 Selalu menggunakan tehnik pengambilan darah yang benar


2 Menyapa untuk berkomunikasi dengan baik dan menciptakan rasa nyaman
bagi pelanggan, serta mendapatkan persetujuan untuk pengambilan darah
3 Memegang teguh rahasia pelanggan, misal pada pasien penderita HIV
4 Merawat peralatan flebotomi dengan tepat, termasuk alat penunjang misal
tempat sampah, sarung tangan
5 Jadilah pendengar yang baik, identifikasi kecemasan pelanggan
6 Melaporkan insiden dengan segera dan dokumentasikan masalah yang ada.
PENUTUP
Seiring dengan semakin berkembangnya dunia modern, maka pelayanan
kesehatan juga dituntut untuk semakin profesional. Flebotomis sebagai salah satu
pelayan kesehatan yang berada di garis depan pelayanan laboratorium harus
melengkapi dirinya dengan kompetensi dalam bidangnya- dan mengerti aspek
hukum dan etika, sehingga dapat memberikan pelayanan yang prima. Undang-
undang dan peraturan khusus untuk mengatur praktik pelayanan flebotomis dan
pelayan kesehatan lain diluar dokter dan dokter gigi di Indonesia, kiranya dapat
segera tersusun untuk memberikan perlindungan hukum yang kuat.
KOMPLIKASI PENGAMBILAN
DARAH

Maimun Zulhaidah A
Laboratorium Patologi Klinik FK Unibra
RSU Dr. Saiful Anwar Malang
KOMPLIKASI PENGAMBILAN DARAH
Maimun Zulhaidah A
Laboratorium Patologi Klinik FK Unibraw/RSU dr. Saiful Anwar Malang

Tujuan Instruksional Umum (TIU)

 Mampu menjelaskan keadaan klinis sebagai akibat tindakan flebotomi


 Mampu menjelaskan keadaan fisik yang berpengaruh terhadap hasil
pemeriksan darah

Tujuan Instruksional Khusus (TIK)


 Mampu menjelaskan atau memberikan gambaran secara singkat dan jelas
tentang keadaan klinis berkenaan atau sebagai dampak tindakan flebotomi
 Mampu menjelaskan cara penanganan/pertolongan pertama pada komplikasi
flebotomi
 Mampu memberikan penjelasan tentang keadaan fisik penderita sebelum
pengambilan darah/flebotomi yang berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan
darah
 Mampu menjelaskan hal-hal yang terkait dengan teknik flebotomi yang
mempengaruhi hasil pemeriksaan.
 Mampu menyebutkan dan menjelaskan keadaan-keadaan yang perlu perhatian
khusus dan alasan mengapa perlu perhatian khusus.
 Mampu menyebutkan dan menjelaskan keadaan-keadaan lain yang
mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium.
 Mampu menyebutkan dan menjelaskan sebab-sebab spesimen ditolak.
Sub topik Pokok bahasan/Materi
1. Komplikasi pada tindakan flebotomi Komplikasi yang terkait dengan tindakan flebotomi:
{- syncope/ pingsan {- gagal memperoleh sampel darah {- hematom ** {-
petechiae
{- perdarahan berlebihan {- komplikasi neurologik
Mengenal dan cara penanganan/cara mengatasi komplikasi pada
tindakan flebotomi: **

2. Keadaan fisik penderita saat • Keadaan fisik pada saat pengambilan darah yang dapat mempengaruhi
mengerjakan flebotomi hasil pemeriksaan:
 status basal
 diet
 latihan
 stres
 variasi diurnal & postur
 usia
 tekanan torniket dan pengaruh eratnya kepalan.

3. Pengaruh teknik flebotomi


* Pengaruh teknik flebotomi terhadap hasil pemeriksaan penderita

4. Keadaan-keadaan yang perlu • Keadaan-keadaan yang perlu perhatian khusus:


perhatian khusus • mastektomi - vena collapse
• edema - alergi
• obesitas - trombosis
- terapi intravenus - hemolisis
- kelainan vena - infeksi
- hemokonsentrasi - muntah-muntah
- luka bakar/jaringan ikat
5. Keadaan lain yang juga • Keadaan-keadaan lain yang dapat mempengaruhi hasil
mempengaruhi hasil pemeriksaan. pemeriksaan laboratorium penderita: gender, suhu,
kelembaban, obat dan zat-zat lain, dll.

6. Spesimen ditolak •
Spesimen ditolak (sebab-sebab): hemolisis
penderita tidak puasa
pengiriman tidak sesuai prosedur (contoh: untuk analisis
gas darah tidak dalam air es) serum/plasma: keruh atau
lipemik, dll.

Komplikasi pada tindakan flebotomi


1. Fainting (syncope)
Fainting (lemas) dan syncope (pingsan) merupakan keadaan yang harus
diwaspadai oleh petugas kesehatan pada prosedur pengambilan darah. Hal ini
terutama pada penderita dengan riwayat sering pingsan atau pernah mengalami
keadaan ini pada pengambilan darah sebelumnya. Keadaan lemas juga kadang
dijumpai pada penderita yang puasa.
Bila terjadi kedua keadaan ini, atau pada penderita dengan riwayat
pingsan, maka pengambilan darah dilakukan dalam posisi berbaring. Jika
penderita merasa lemas pada saat pengambilan darah dalam posisi duduk, maka
jarum harus segera dicabut, mengakhiri mengambilan darah segera tanpa
membuat penderita terluka, kepala diposisikan lebih rendah daripada kaki, dan
penderita diminta bernafas dalam. Mengajak penderita berbicara seringkali dapat
menenangkan dan mengalihkan perhatiannya dari prosedur pengambilan darah.
Petugas kesehatan harus berada di samping penderita minimal selama 15 menit
sampai penderita tidak lemas atau sadar kembali. Handuk basah diletakkan pada
dahi penderita atau segelas air/jus dapat membantunya merasa lebih baik.
Penderita yang lemas harus pulih lebih dulu sebelum diperbolehkan meninggalkan
ruangan pengambilan darah, dan baru boleh mengemudi kendaraan setelah
minimal 30 menit.

2. Kegagalan pengambilan darah


Beberapa faktor dapat menyebabkan kegagalan petugas kesehatan
mencapai vena sasaran. Faktor-faktor tersebut antara lain, tusukan jarum tidak
cukup dalam, jarum melampaui vena, mempertahankan lubang jarum pada
dinding vena, atau tabung tidak vakum (Gambar 1). Selama penusukan, jari
telunjuk dapat digunakan untuk membantu menentukan lokasi vena. Jarum perlu
dipindah atau kadang-kadang ditarik, dan diarahkan kembali. Pada penderita
lanjut usia, vena mungkin keras dan bergeser; di mana pergeseran tersebut dapat
menyebabkan jarum meleset ke tepi vena.
Kadang-kadang, tabung tidak vakum karena kesalahan pabrik atau tabung
bocor setelah penusukan. Konsekuensinya, petugas kesehatan harus membawa
tabung ekstra. Juga, jarum untuk sistem tabung evacuated diketahui tidak menutup
rapat selama venapungsi. Jika hal ini terjadi, torniket harus dilepaskan segera, dan
jarum dikeluarkan.
Keterangan: A. Jarum belum masuk vena, ubah posisi jarum. Tusukkan lagi ke
arah yang lebih dalam (mungkin belum sampai lumen); B. Jarum terlalu dalam,
Tarik jarum (mungkin terlalu dalam menusuk). Tepatkan sudut (lubang jarum
mungkin terkena dinding vena). Longgarkan tomiket, mungkin membuntu aliran
darah. Coba spuit lain. Mungkin spuit yang digunakan tidak ada vakum. Tusukkan
kembali jarum ke vena. Vena kadang-kadang bergeser dari tempat tusukan. C.
Vena collapse; perbaiki ikatan torniket untuk meningkatkan isian vena. Jika tidak
berhasil, tarik kembali jarum, perhatikan tempat tusukan, dan lakukan venapungsi
lagi. D. Salah sudut Jarum dapat menarik vena saat mengganti tabung. Pegang
peralatan dengan erat dan letakkan jari-jari pada lengan penderita. E. Hematom,
lepaskan tomiket dan jarum segera. Tempat tempat tusukan. F. Salah pungsi arteri.
Darah arteri lebih merah terang daripada vena. Berikan tekanan selama lebih dari
5 menit.

3 Hematoma
Hematoma adalah suatu keadaan yang terjadi akibat keluarnya darah ke
jaringan sekitar. Pembentukan hematom diawali dengan terjadinya
pembengkakan. Komplikasi ini dapat terjadi jika jarum masuk terlalu dalam
melampaui vena, lubang jarum sebagian berada di dalam lumen vena, atau
kurangnya penekanan setelah penusukan. Pembengkakan ini menyebabkan memar
yang besar setelah beberapa hari (Gambar 2). Jika hematom mulai terbentuk,
torniket dan jarum harus dilepaskan segera, dan diberikan tekanan pada daerah
penusukan selama kurang lebih 2 menit.

Pencegahan terjadinya hematoma:


o Tusuk hanya bagian paling atas dinding vena
o Lepaskan torniket sebelum melepas jarum
o Gunakan vena-vena superfisial utama
o Yakinkan bahwa jarum masuk sepenuhnya ke dalam dinding paling atas vena.
(Penusukan yang masuk sebagian dapat menyebabkan darah bocor ke luar ke
dalam jaringan lunak sekitar vena)
o Lakukan penekanan pada tempat tusukan

4 Petechiae
Petechiae merupakan bintik-bintik merah kecil pada kulit yang
menunjukkan bahwa sejumlah kecil darah ke luar ke dalam epitel kulit (Gambar
3). Komplikasi ini dapat merupakan akibat gangguan pembekuan darah, seperti
kelainan trombosit. Harus diwaspadai oleh petugas kesehatan bahwa tempat
penusukan dapat mengalami perdarahan yang berlebihan.

5 Perdarahan berlebihan
Penderita yang sedang dalam pengobatan antikoagulan, dan/atau minum
obat-obat untuk radang sendi dalam dosis tinggi atau obat-obat lain, dapat
mengalami perdarahan dalam waktu yang lama. Dengan demikian, setiap
pengambilan darah dilakukan, harus dilakukan penekanan pada tempat tusukan
sampai perdarahan berhenti. Petugas kesehatan tidak boleh meninggalkan
penderita sampai perdarahan berhenti atau perawat menangani situasi tersebut.

6 Komplikasi persyaratan
Jika terlalu dalam menusuk melampaui vena, petugas kesehatan dapat
secara tidak sengaja menusuk syaraf di bawahnya. Jika ini terjadi, penderita
mungkin mengalami rasa seperti sengatan listrik tajam dan gatal yang menjalar ke
bawah syaraf. Petugas kesehatan harus segera melepaskan torniket, jarum, dan
menekan tempat penusukan.
Salah satu komplikasi yang jarang terjadi pada pengambilan darah adalah
kejang. Jika penderita kejang, pekerja kesehatan harus segera melepaskan
torniket, jarum, menekan tempat penusukan, dan meminta pertolongan perawat.
Tidak diperbolehkan meletakkan apapun ke dalam mulut penderita kecuali jika
pekerja kesehatan diberi wewenang melakukannya.

7 Mastektomi
Penderita yang telah mengalami mastektomi (operasi pengambilan
payudara) dapat juga mengalami limfostasis (tak ada aliran limfe) akibat
pengambilan kelenjar limfe sekitar payudara. Tanpa aliran limfe pada salah satu
bagian tubuh, penderita sangat peka terhadap infeksi dan beberapa kandungan
kimiawi mungkin berubah. Tekanan torniket juga dapat melukai penderita ini.
Dengan demikian, venapungsi sebaiknya tidak dilakukan pada sisi yang sama dari
tempat mastektomi, kecuali jika mendapat ijin dokter. Jika penderita mengalami
mastektomi pada kedua payudaranya, bagian punggung tangan atau jari
merupakan metode alternatif. Tetapi dokter tetap harus dilibatkan dalam hal ini.

8 Edema
Beberapa penderita menderita penumpukan cairan di dalam ruang
interseluler tubuh (Gambar 4). Pembengkakan ini dapat terlokalisir atau
menyebar. Petugas kesehatan harus menghindari pengambilan darah dari lokasi
pembengkakan ini karena vena-vena di daerah ini sulit dipalpasi atau
ditekan/tahan, dan spesimen menjadi terkontaminasi oleh cairan.

9 Obesitas
Penderita yang obese (gemuk) lazimnya mempuya vena-vena yang sulit
divisualisasikan atau dipalpasi. Jika vena tak teraba/terlihat, maka petugas
kesehatan harus hati-hati untuk tidak mencari-cari secara berlebihan dengan jarum
karena dapat menyababkan pecahnya sel darah merah, meningkatkan konsentrasi
kandungan intraseluler, dan pelepasan beberapa faktor pembekuan jaringan.

10 Pengobatan intravena
Setiap kali kateter digunakan, dapat terjadi kerusakan vena. Darah dalam
sirkulasi dialirkan kembali ke vena-vena kolateral dan dapat mengakibatkan
hemokonsentrasi. Akibatnya, penderita dengan pengobatan intravena (IV) selama
jangka waktu lama seringkali venanya terpalpasi (teraba) dan tampak tapi rusak
atau buntu. Jika penderita dengan IV line akan diambil darahnya, maka lengan
yang ada IV line-nya tidak boleh sebagai lokasi pengambilan karena spesimen
akan terencerkan dengan cairan IV. Sebagai gantinya, digunakan lengan sisi yang
lain atau tempat lain yang menmungkinkan. Alternatifnya, kadang-kadang
perawat atau dokter dapat melepaskan hubungan IV line dan mengambil darah
dari jarum yang sudah ada. Pada keadaan ini, beberapa mililiter spesimen harus
dibuang untuk menghilangkan cairan IV, dan harus dibuat catatan/keterangan
pada lembar permintaan laboratorium mengenai cara pengambilan.
Sebagian besar IV line dibasahi dengan larutan heparin untuk menurunkan
resiko trombosis. Buang sampel minimal tiga kali volume line sebelum spesimen
digunakan untuk pemeriksaan laboratorium.

11 Vena rusak, mengeras, atau buntu


Vena yang buntu tidak mungkin dapat dilalui aliran darah; kaku atau
mengeras, vena-vena akibat keradangan atau penyakit jaringan interstitiel; dan
vena-vena penderita yang berulangkali ditusuk seringkali menjadi jaringan parut
dan terasa keras saat dipalpasi. Karena darah tidak mudah diambil, maka perlu
dihindari vena yang demikian.

12 Hemokonsentrasi
Peningkatan konsentrasi molekul-molekul besar dan elemen berbentuk
dalam darah disebut hemokonsentrasi. Beberapa faktor dapat menyebabkan
komplikasi ini, termasuk pemakaian torniket yang lama (lebih dari 1 menit),
pemijatan, penekanan, atau pelacakan lokasi, pengobatan IV yang lama, dan vena-
vena yang mengeras atau buntu.
Efek utama adalah hemokonsentrasi dari elemen-elemen non-filterable
(yaitu, protein). Tekanan hidrostatik menyebabkan beberapa air dan elemen-
elemen Alterable meninggalkan ruang ekstraseluler. Peningkatan yang bermakna
dapat ditemukan pada protein total, AST, lipid total, kolesterol, dan besi. Juga
mempengaruhi packed cell volume (PCV) dan elemen-elemen seluler yang lain.

13 Hemolisis
Jika sel darah merah mengalami lisis, hemoglobin dikeluarkan dan serum,
yang normalnya berwarna kekuningan, menjadi merah muda atau kemerahan. Jika
spesimen grossly hemolyzed, serum nampak sangat merah tua. Hemolisis dapat
disebabkan oleh teknik flebotomi yang tidak benar, seperti penggunaan jarum
yang terlalu kecil, menarik syringe plunger terlalu cepat, mengeluarkan darah dari
spuit ke dalam tabung terlalu keras/kencang, mengocok atau mencampur darah di
dalam tabung terlalu kencang, atau melakukan venapungsi sebelum alkohol pada
tempat penusukan kering. Hemolisis dapat menyebabkan hasil tinggi palsu pada
pemeriksaan beberapa analit, antara lain, kalium, magnesium, besi, lactate
dehydrogenase (LD/LDH), fosfor, amonia, dan protein total. Problem ini dapat
mudah dicegah dengan penanganan yang benar.
Cara untuk mencegah hemolisis/menghindari terjadinya adalah: Campur
darah dalam tabung dengan antikoagulan secara lembut 5-10 kali. Hindari
mengambil darah dari daerah yang hematom. Hindari menarik pengisap spuit
terlalu keras, jika menggunakan jarum dan spuit, dan hindari terjadinya buih pada
sampel. Yakinkan bahwa tempat venapungsi kering. Hindari melacak-lacak dan
venapungsi yang menimbulkan luka. Hindari kesulitan dalam mencapai vena
sasaran dan hindari tabung vakum terisi terlalu lambat, yang akan dapat
mengakibatkan kerusakan sel darah merah. Jika ini tejadi, ganti tabung dengan
yang baru, atau pilih vena di tempat lain. Jika terdapat kebocoran udara di sekitar
jarum atau hilangnya vakum pada tabung, ganti tabung vakumnya. Untuk
pengambilan darah rutin, gunakan jarum ukuran 20 sampai 22 gauge. (Bila
diperlukan gunakan jarum 23-gauge untuk penderita tua dan anak-anak dengan
vena yang kecil dan sulit). Lepaskan tabung vakum sebelum jarum. Ambil darah
selembut mungkin. (Terlalu keras/kencang menarik darah ke dalam spuit atau
memasukkan darah ke dalam tabung dari spuit dapat merusak sel darah merah).
Biarkan alkohol kering terlebih dahulu, alkohol dapat menyebabkan kontaminasi
atau hemolisis. Jangan mensentrifus spesimen terlalu lama

14 Vena yang collapse


Jika syringe plunger dilepas terlalu cepat selama venapungsi atau vacuum
draw tabung terlalu besar, vena dapat collapse (mengempis), khususnya jika darah
diambil dari vena-vena kecil (Gambar 1 F) dan vena pada penderita usia tua.
Dengan demikian petugas venapungsi harus menarik syringe plunger pelan-pelan
atau menggunakan tabung vakum dengan volume yang lebih kecil selama proses
venapungsi pada penderita dengan vena-vena kecil dan usia tua. Vena yang
collapse tidak boleh dilacak dengan jarum.

15 Alergi
Beberapa penderita alergi terhadap iodine atau larutan lain yang digunakan
untuk desinfeksi tempat penusukan. Jika penderita menunjukkan bahwa dia alergi
terhadap larutan tersebut, semua usaha harus dilakukan untuk menggunakan
alternatif cara. Selain itu, beberapa penderita ada yang alergi bahan lateks.

16 Trombosis
Thrombus/thrombi (bekuan) merupakan massa padat yang berasal dari
bahan-bahan darah yang berada di dalam pembuluh darah. Trombus dapat dapat
sebagian atau seluruhnya membuntu vena (atau arteri), dan pembuntuan tertentu
akan membuat venapungsi lebih sulit.
Daerah yang terdapat luka bakar atau jaringan parut seharusnya dihindari
selama flebotomi. Area yang pernah terbakar atau terdapat jaringan parut sangat
sensitif dan peka terhadap infeksi, sedangkan vena-vena yang mengalami luka
parut sulit dipalpasi.
17 Infeksi
Petugas kesehatan harus ingat setiap saat bahwa banyak penderita yang
dapat menularkan penyakit (misal, hepatitis) dan juga bahwa petugas kesehatan
tersebut dapat menularkan infeksi ke seorang penderita.

18 Muntah
Kadang-kadang pikiran atau melihat darah bagi penderita sebelum
venapungsi menyebabkan muntah. Jika reaksi ini terjadi, minta penderita untuk
bernafas dalam dan gunakan kompres dingin pada kepalanya. Juga, beritahukan
kepada dokter komplkasi ini.

Efek sifat/karakter fisik pada pengambilan darah


1. Kondisi basal
Spesimen darah yang akan digunakan untuk menentukan konsentrasi
kandungan tubuh, seperti glukosa, kolesterol, trigliserida, elektrolit, dan protein,
harus diambil saat penderita dalam keadaan basal - yaitu, pada pagi hari, hampir
12 jam setelah makan terakhir. Hasil pemeriksaan laboratorium pada spesimen
basal lebih konsisten karena nilai normal paling sering ditentukan dari spesimen
yang diambil selama waktu tersebut. Beberapa faktor, seperti diet, latihan, stres
emosional, kegemukan, siklus menstruasi, kehamilan, variasi diumal, postur,
pemakaian torniket, dan kandungan kimiawi (obat atau alkohol), menyebabkan
perubahan-perubahan pada kondisi basal.

2 Diet
Untuk meyakinkan bahwa penderita berada pada kondisi basal, dokter
harus memerintahkan penderita untuk puasa semalam. Istilah puasa mengacu pada
tidak makan dan minum (kecuali air putih). Periode waktu yang diperlukan untuk
puasa bervariasi tergantung prosedur pemeriksaan yang diminta. Sebelum
pengambilan spesimen, petugas kesehatan harus menanyakan kepada penderita
apakah puasa. Komposisi darah berubah secara bermakna setelah makan, dan
akibatnya tidak sesuai untuk beberapa uji kimia klinik. Jika penderita telah makan,
dan dokter tetap minta pemeriksaan, keterangan tidak-puasa harus ditulis pada
lembar permintaan, dicatat langsung pada spesimen, atau pada sistem komputer
organisasi.
Jika prosedur dapat menyebabkan ketidaknyamanan atau menyusahkan,
penderita harus diberitahu. Sebagai contoh, jika darah diambil untuk menentukan
kadar glukosa puasa, maka penderita harus puasa selama 8 - 12 jam. Puasa yang
terlalu lama dapat menyebabkan hasil tes yang palsu.
Normalnya serum jernih, berwarna kuning jernih, atau kekuningan. Serum
yang keruh nampak berkabut atau "seperti susu” dan dapat merupakan akibat
kontaminasi bakteri atau kadar lipid yang tinggi di dalam darah. Kekeruhan
terutama disebabkan oleh makan makanan yang mengnadung lemak, seperti
daging, butter, krim, dan keju, atau dapat terjadi saat suplemen intralipid
dimasukkan ke dalam nutrisi parenteral. Jika penderita baru saja makan bahan
yang berlemak, dia mengalami kenaikan kadar lipid sementara, dan serum
nampak lipemik, atau keruh. Karena serum lipemik tidak representatif untuk
keadaan basal dan dapat menunjukkan beberapa kelainan kimiawi, diperlukan
catatan pada lembar permintaan mengenai keadaan serum tersebut.

3 Latihan
Aktifitas otot, sebagai hasil latihan sedang atau berlebihan, mempunya
efek yang jelas pada hasil pemeriksaan laboratorium, khususnya pada
pemeriksaan kadar asam laktat, kreatinin, asam lemak, beberapa asam amino,
protein, dan beberapa ensim. Sebagian besar kadar analit ini, kecuali ensim
tertentu, kembali ke keadaan basal segera setelah latihan dihentikan. Kadar ensim
seperti creatine phosphokinase (CPK), aspartate aminotransferase (AST), dan
LDH, dapat tetap meningkat selama 24 jam setelah penderita melakukan latihan
sedang-sampai-berat selama 1 jam.
Penelitian menunjukkan bahwa latihan juga mempunyai efek terhadap
hemostasis (pembekuan darah). Beberapa laporan menunjukkan bahwa latihan
fisik mengaktifkan pembekuan darah, fibrinolisis, dan pembentukan trombosit.
4 Stres
Penderita seringkah dapat takut, gugup, dan cemas berlebihan, khusunya
sebelum pengambilan darah. Stres emosional ini dapat menyebabkan peningkatan
sementara hitung sel darah putih, penurunan sementara kadar besi serum, dan
kadar hormon abnormal (misal, kortisol, aldosteron, renin, thyroid-stimulating
hormone [TSH], prolaktin). Kecemasan mental dapat meningkatkan konsentrasi
albumin, fibrinogen, glukosa, kolesterol, dan insulin darah. Bayi baru lahir yang
menangis dengan hebat hitung sel darah putihnya 140% di atas hitung basal.
Kenaikan ini akan kembali ke nilai basal dalam 1 jam. Akibatnya, sampel darah
untuk hitung sel darah putih harus diambil kurang lebih 1 jam setelah episode
menangis. Kecemasan yang berakibat hiperventilasi juga menyebabkan
ketidakseimbangan asam-basa, peningkatan kadar laktat, dan peningkatan kadar
asam lemak.

5 Irama diurnal dan postur


Irama diurnal adalah fluktuasi cairan dan analit tubuh selama sehari. Kadar
hormon tertentu menurun setelah sore (misal, kortisol, adrenocorticotrophic
hormone [ACTHJ, TSH, T4, aktifitas renin plasma, aldosteron, insulin, besi),
sedangkan hitung eosinofil meningkat. Dengan demikian, pengambilan spesimen
selama periode waktu tertentu penting untuk penilaian klinis yang tepat.
Perubahan postur diketahui juga menyebabkan hasil laboratorium
kandungan kimiawi tertentu bervariasi (misal, aktifitas aldosteron dan renin
plasma). Hal ini penting ketika hasil penderita rawat inap dan rawat jalan
dibandingkan. Dengan demikian, pengambilan darah harus dilakukan dalam
keadaan postur yang baku. Perubahan dari posisi supine (berbaring) ke duduk atau
berdiri menyebabkan cairan tubuh berpindah dari intravaskuler ke ruang
interstitiel (dalam jaringan). Molekul besar tertentu tidak dapat tersaring ke dalam
jaringan, oleh karena itu terkonsentrasi di dalam darah. Kadar ensim, protein,
lipid, besi, dan kalsium meningkat bermakna dengan perubahan-perubahan posisi.
Sebagai contoh, saat sampel penderita diambil dalam posisi berdiri, hasil
kolesterol total hampir 10% lebih lebih tinggi, trigliserida 12% lebih tinggi, dan
kolesterol HDL 7% lebih tinggi daripada daarh diambil dalam posisi berbaring.
Efek ini dapat lebih jelas pada penderita dengan gagal jantung kongestif, kelainan
hepar, dan kelainan-kelainan edematous.

6 Usia
Hasil laboratorium bervariasi selama tahap-tahap kehidupan: masa bayi,
kanak-kanak, dewasa, dan tua (geriatrik). Sebagai contoh, nilai kolesterol dan
trigliserida darah meningkat pada usia tua. Kadar berbagai hormon, seperti
estrogen dan hormon pertumbuhan, menurun pada wanita geriatrik. Kadar hormon
pertumbuhan juga menurun pada pria geriatrik.

7 Penekanan torniket dan pemompaan kepalan tangan


Hasil pemeriksaan laboratorium dapat rendah atau tinggi palsu jika
tekanan torniket terlalu kencang atau dibiarkan terlalu lama. Tekanan torniket
menyebabkan analit biologi bocor ke luar dari sel jaringan ke dalam darah, atau
sebaliknya. Ssebagai contoh, kadar kolesterol, besi, lipid, protein, dan kalium
akan tinggi palsu jika tekanan torniket terlalu kencang atau lama. Peningkatan
bermakna mulai terlihat setelah pemakaian torniket 3 menit. Pemompaan dengan
kepalan tangan sebelum venapungsi sebaiknya dihindari karena dapat
menyebabkan peningkatan konsentrasi kalium, laktat, dan fosfat.

8 Faktor-faktor lain yang mempengaruhi penderita


Banyak faktor lain yang mempengaruhi hasil tes laboratorium. Jenis
kelamin dan kehamilan berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan laboratorium;
dengan demikian, nilai rentang normal seringkali ditentukan berdasarkan jenis
kelamin. Faktor geografis seperti ketinggian, suhu udara, dan kelembaban juga
mempengaruhi nilai normal.
Interferens obat dan bahan lain dalam darah
Banyak obat yang diresepkan dapat mengganggu penentuan laboratorium
klinik atau secara fisiologis dapat mengubah kadar analit darah yang diperiksa.
Interferens (gangguan) analitik obat langsung menurun dengan
perkembangan prosedur kimiawi yang lebih spesifik dan sensitif. Abnormalitas
fisiologis dari berbagai obat merupakan penyebab utama interferens pengobatan.
Obat-obat yang diberikan untuk meredakan sakit dapat menginduksi abnormalitas
fisiologis pada satu atau lebih dari sistem berikut: hepatik, hematologik,
hemostatik, muskuler, pankreatik, dan ginjal.
Sebelum pemeriksaan laboratorium bahan-bahan kimiawi, dokter yang
bertugas harus memperhatikan obat-obat yang diresepkan pada penderita. Jika
penderita harus memakai obat tertentu secara teratur yang dapat menyebabkan
interferensi pada pemeriksaan laboratorium, nama obat harus ditulis pada lembar
permintaan laboratorium. Jika memungkinkan obat harus dihentikan jika
menyebabkan interferensi, dan pemeriksaan harus diulang jika diduga akan
menyebabkan nilai laboratorium palsu.
Interferensi akibat obat-obatan biasanya lebih menyebabkan hasil tinggi
daripada rendah palsu. Beberapa obat, seperti asetaminofen dan eritromisin dapat
meningkatkan kadar AST dan bilirubin serum.

Selain obat oral, injeksi IV dan pewarna dapat mengganggu hasil


laboratorium. Sebagai contoh, hasil pemeriksaan laboratorium kreatinin, kortisol,
dan digoksin yang dilakukan setelah angiografi floresin dapat berubah akibat
pemakaian floresin ini.
Secara fisiologis, obat dapat mengubah analit darah melalui berbagai
reaksi metabolik. Obat kemoterapi dapat menurunkan semua elemen seluler darah,
dan dengan demikian, proses metabolik dan imunoiogisnya.
Berbagai obat toksik terhadap hepar (Tabel 1) dan dengan demikian dapat
menyebabkan nekrosis hepatik akut. Akhirnya kelainan fungsi hepar
menyebabakn peningkatan konsentrasi ensim-ensim hepar, seperti alanine
aminotransferase (ALT), alkaline phosphatase (ALP), dan LDH. Produksi
globulin dan faktor-faktor pembekuan juga turun pada penderita dengan drug-
induced hepatoxicity.
Penderita yang memperoleh obat yang dapat menyebabkan gangguan
ginjal harus dimonitor kemungkinan ketidakseimbangan elektrolit dan
peningkatan kadar
blood urea nitrogen (BUN). Sebagai contoh adalah obat-obat antihipertensi
yang diberikan dalam jangka waktu lama.
Pankreatitis dapat disebabkan oleh kortikosteroid, estrogen, dan diuretik
dan dapat meningkatkan kadar amilase dan lipase serum. Aspirin menyebabkan
hipobilirubinemia (penurunan bilirubin).
Selain obat-obatan, bahan-bahan lain seperti rokok dapat mempengaruhi
beberapa hasil pemeriksaan laboratorium. Nikotin dapat menyebabkan
peenigaktan konsentrasi glukosa, hormon pertumbuhan, kolesterol dan
trigliserida.
Tabel 1. Obat-obat yang toksik terhadap hepar
Salisiiat Penisilin Klorpromasin
Mitomisin Isoniasid Metildopa
Aktinomisin Halotan Asetoheksamid
Tiasid Kloramfenikol Klorpropamid
Trifluperasin Sulfametoksasol Parametadion
Sulfaklorpindasin Tetrasiklin
Fenitoin Asetaminofen

Penolakan spesimen
Tiap bagian atau seksi pada laboratorium klinik harus menentukan
pedoman sendiri untuk penolakan spesimen. Secara umum, faktor-faktor tersebut
ditunjukkan pada Tabel 2.
Jika timbul permasalan, petunjuk yang sesuai harus diikuti. Dokter yang
mengirim spesimen dan supervisornya harus mencoba memecahkan problem
tersebut mula-mula. Personil lain dilibatkan jika diperlukan. Komunikasi dan
kebijaksanaan merupakan kunci untuk lingkungan perawatan kesehatan yang
efisien dan terpercaya.
Tabel 2. Hal-hal yang dapat menyebabkan spesimen ditolak
Spesimen yang hemolisis (kecuali untuk pemeriksaan laboratorium di mana hemolisis tidak mengganggu
Spesimen dari penderita yang tidak puasa
Darah tanpa antikoagulan yang mengandung bekuan
Transportasi spesimen yang tidak benar (misal, spesimen gas darah tidak ditranspor dalam air es). Tabung
penampungan darah yang tidak benar
Variasi dalam postur penderita (misal, perubahan-perubahan kadar aldosteron tergantung pada posisi
penderita apakah duduk atau berbaring saat pengambilan darah)
Spesimen lipemik
Jumlah darah yang kurang dalam tabung

Pebedaan antara lembar permintaan dengan label pada tabung (misal, nama, tanggal, waktu)
Tabung berlabel salah atau tak berlabel
Tabung yang tidak benar, misal, pecah, tutup tidak rapat, sehingga spesimen tumpah atau bocor Peralatan,
bahan, atau reagen yang sudah kadaluarsa (misal, vakum sudah menurun pada tabung penampung darah,
pelapis silinj nbbbbbbbbbbkon yang cenderung rusak karena sudah lama, dll)
Lembar permintaan yang tidak akurat, tidak lengkap, atau tanpa spesimen Spesimen tanpa lembar permintaan
Spesimen yang terkontaminasi

Jika spesimen memenuhi kriteria penolakan, maka hal ini harus


dikomunikasikan kepada dokter peminta atau perawat yang mengirim. Petugas
laboratorium perlu menjelaskan alasan penolakan serta pemecahan masalahnya.
Daftar pustaka

 Central Maine Medical Center. 2009. Sample Labeling & Criteria for
Rejection, http://www.cmmc.org. Accessed on 2 October 2009.
 Garza D and Becon-McBride K. 2002. Phlebotomy handbook: Blood
collection essentials. 6th ed. Prentice Hall New Jersey. Pp. 283-298.
 Mitaishvili R. 2007. Complications in Blood Collection.
http://www.abkhazia.com. Accessed on 30 September 2009.
 Prognostix. 2008. Specimen Rejection, http://www.prognostix.com.
Accessed on 29 September 2009.
 Queen Mary’s Sidcup NHS Trust 2006. Blood Sample Collection.
http://www.ams.nhs.uk. Accessed on 2 October 2009.
 The Internet Pathology Laboratory. 2002. Phlebotomy.
http://librarv.med.utah.edu/WebPath.. Accessed on 2 October 2009
 University of Arkansas for Medical Sciences (UAMS). Specimen rejection
criteria., http://www.uams.edu/clinlab. 2007. Accessed on 30 September
2009.

Anda mungkin juga menyukai