Anda di halaman 1dari 21

PERAN PERAWAT PUSKESMAS DALAM MANAJEMEN BENCANA

A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang tergolong rawan terhadap kejadian
bencana alam, hal tersebut berhubungan dengan letak geografis Indonesia terletak diantara
dua samudra besar dan di wilayah tektonik yang rawan terhadap gempa bumi. Banyak
gunung berapi yang masih aktif merupakan potensi munculnya bencana gempa bumi, letusan
gunung berapi, lahar dingin dan banjir. Selain bencana alam, Indonesia mempunyai potensi
munculnya bencana akibat oleh ulah manusia seperti penggundulan hutan, penebangan liar
yang dapat menyebabkan terjadinya banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan konflik
sosial. Seiring dengan perkembangan industri, meningkatnya penggunaan bahan kimia dan
bahan radioaktif berpotensi menimbulkan bencana akibat ulah manusia (Depkes RI, 2006).

Bencana diartikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam,


mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam,
faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan infrastruktur dan dampak psikologi (BNPB, 2008). Dalam upaya
mengantisipasi dan menghadapi bencana, terdapat kajian mengenai manajemen bencana.
Menurut Undang-Undang No. 24 tahun 2007, manajemen penanggulangan bencana
didefinisikan sebagai segala upaya atau kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka upaya
pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan berkaitan dengan
bencana yang dilakukan pada tahapan sebelum, saat dan setelah bencana. Manajemen
penanggulangan bencana merupakan suatu proses yang dinamis, yang dikembangkan dari
fungsi manajemen klasik yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pembagian tugas,
pengendalian dan pengawasan. Proses tersebut juga melibatkan berbagai macam organisasi
yang harus bekerjasama untuk melakukan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap
darurat dan pemulihan akibat bencana.

Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan ujung tombak
pelayanan kesehatan masyarakat yang bertanggung jawab di wilayah kerjanya. Puskesmas
mempunyai fungsi sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat

1
pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang bermutu dan terjangkau. Khusus pada fungsi ketiga,
mencakup aspek pelayanan kesehatan masyarakat maupun pelayanan kesehatan perorangan
termasuk penanganan pasien gawat darurat yang terjadi sehari-hari maupun kejadian yang
timbul akibat bencana di masyarakat (Depkes RI, 2006).

Dukungan tenaga kesehatan dalam penanggulangan bencana di Puskesmas mencakup


penyediaan tenaga kesehatan yang kompeten dalam penanggulangan bencana, salah satunya
adalah tenaga perawat. Perawat sebagai lini depan pada suatu pelayanan kesehatan
mempunyai tanggung jawab dan peran yang besar dalam penanganan pasien gawat darurat
sehari-hari maupun saat terjadi bencana (Farida, 2010). Perawat memiliki tanggung jawab
peran dalam manajemen bencana meliputi fase pra bencana, saat bencana dan pasca bencana
yang bertujuan mencapai tingkat kesehatan terbaik masyarakat yang terkena bencana tersebut
(Efendi, 2009).

Kegiatan pada tahap pra bencana selama ini banyak dilupakan, padahal tahap pra bencana
sangat penting karena hal-hal yang sudah dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal
dalam menghadapi bencana dan pasca bencana. Sedikit sekali pemerintah bersama
masyarakat maupun swasta memikirkan tentang langkah-langkah atau kegiatan yang perlu
dilakukan didalam menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak bencana
(Rachmat, 2008).

Pada tahap pra bencana, kegiatan yang berpengaruh dan berperan sangat besar terhadap
pengurangan risiko bencana adalah pada fase mitigasi. Mitigasi merupakan serangkaian
upaya untuk mengurangi risiko bencana melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bahaya. Mitigasi dilakukan untuk
mengurangi rentan bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana
(Permendagri, 2006).

2
B. Konsepsi dan Karakteristik Bencana
1. Kondisi kebencanaan Indonesia
Posisi geografis Indonesia yang terletak pada tiga lempeng bumi (Indo-Australia,
Eurasia dan Pasifik) memberikan dampak yang menguntungkan dari segi sumber daya
alam seperti minyak bumi, batubara, lautan yang luas, hutan dan sebagainya. Namun juga
menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan dari segi kerawanan terhadap
bencana alam. Pergerakan ketiga lempeng tektonik menyebabkan terjadinya gempa-
gempa bumi di daerah perbatasan pertemuan antar lempeng dan menimbulkan terjadinya
sesar-sesar regional yang selanjutnya menjadi daerah pusat sumber gempa (Bustami,
2011).

a. Proses alam di Indonesia


Wilayah Indonesia termasuk daerah rawan bencana, disebabkan oleh posisi geografis
yang terletak pada konfigurasi geologis pertemuan tiga lempeng tektonik di dunia, yaitu :
1) Lempeng Australia di selatan; 2) Lempeng Euro-Asia di bagian barat; dan 3) Lempeng
Samudra Pasifik di bagian timur, yang dapat menunjang terjadinya sejumlah bencana
(Hidayati, 2006).

b. Pengertian bencana
Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 mendefinisikan bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam, mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya jumlah korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Definisi bencana mengandung tiga aspek dasar, yaitu :
a. Terjadinya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard);
b. Peristiwa atau gangguan tersebut mengancam kehidupan, penghidupan dan fungsi dari
masyarakat;
c. Ancaman tersebut mengakibatkan korban dan melampaui kemampuan masyarakat untuk
mengatasi dengan sumber daya mereka.

3
2. Karakteristik bencana di Indonesia
Setiap jenis bencana mempunyai karakteristik yang berkaitan dengan masalah yang
diakibatkannya dan besarnya dampak yang ditimbulkan. Dengan mengetahui
karakteristik setiap bencana, maka dapat diketahui perilaku ancaman tersebut sehingga
dapat disusun langkah-langkah penanganannya (Hidayati, 2006).

a. Jenis-jenis bencana
Bencana dapat terjadi karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau gangguan
yang mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability) masyarakat.
Apabila tidak terjadi kedua hal tersebut maka tidak akan terjadi bencana.

Bencana dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu :


1) Bencana alam
Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan
oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan,
angin topan dan tanah longsor;
2) Bencana non alam
Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian persitiwa non alam yang
antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemik dan wabah penyakit;
3) Bencana sosial
Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan
oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antar komunitas dan terror.

b. Pengertian dan ciri-ciri ancaman bencana alam menurut Sukandarrumidi (2014) :


1) Gempa Bumi
Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi akibat
pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismik.
Gempa bumi disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Gempa bumi
mempunyai beberapa jenis diantaranya gempa tektonik, gempa vulkanik dan gempa
tanah runtuh. Ada pula gempa buatan, misalnya dipicu oleh pemberian cairan ke dalam

4
daerah pertambangan minyak dengan tujuan untuk meningkatkan produksi minyak,
pembuangan limbah radioaktif ke dalam sumur atau uji coba nuklir di bawah tanah.

2) Tsunami
Tsunami adalah serangkaian gelombang air laut besar hingga menghantam pesisir
dengan kecepatan tinggi. Tsunami terjadi karena adanya aktivitas di dasar laut yang
disebabkan oleh lentingan lempeng di bawah laut, letusan gunung api di bawah laut,
maupun longsor yang terjadi di dasar laut. Ciri-ciri umum terjadinya tsunami adalah
gempa bumi, letusan gunung api atau jatuhnya meteor di dasar laut yang menimbulkan
gelombang besar menuju pesisir laut. Tsunami ditandai air laut yang surut secara
mendadak setelah gempa bumi. Beberapa menit setelah pantai surut terjadilah gelombak
membalik yang sangat besar. Di laut yang dalam, gelombang tsunami dapat merambat
dengan kecepatan 500-1000 km/jam setara dengan kecepatan pesawat terbang.

3) Gunung api
Gunung api merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan magma di dalam perut
bumi yang didorong oleh gas yang bertekanan tinggi. Magma adalah cairan pijar yang
terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu sangat tinggi, yang diperkirakan lebih dari
1000ºc. Cairan magma yang keluar dari dalam bumi disebut lava. Suhu lava yang
dikeluarkan bisa mencapai 700-1200ºc. Letusan gunung api yang membawa batu dan abu
dapat menyembur sampai radius 18 km atau lebih, sedangkan lavanya bisa membanjiri
sampai radius 90 km.
Gunung berapi yang sering meletus disebut gunung berapi aktif. Gunung berapi yang
akan meletus dapat diketahui melalui beberapa tanda, antara lain :
a) Suhu di sekitar gunung naik;
b) Mata air menjadi kering;
c) Sering mengeluarkan suara gemuruh, kadang disertai gempa;
d) Tumbuhan di sekitar gunung layu; dan
e) Binatang di sekitar gunung bermigrasi.

5
4) Banjir
Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan oleh air. Peristiwa banjir disebabkan
oleh air sungai yang meluap ke lingkungan sekitarnya sebagai akibat curah hujan yang
tinggi. Kekuatan banjir dapat merusak rumah dan menyapu fondasinya.
Pengalaman terjadinya banjir di Indonesia menunjukkan bahwa banjir erat kaitannya
dengan penebangan hutan yang tidak terkendali di Daerah Aliran Sungai (DAS) bagian
hulu. Oleh sebab itu, banjir merupakan peristiwa anthropogenic, artinya kegiatan
manusia juga ikut berperan.
Banjir dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup berupa :
a) Rusaknya area pemukiman penduduk;
b) Sulit mendapatkan air bersih;
c) Rusaknya sarana dan prasarana penduduk;
d) Rusaknya area pertanian;
e) Timbul wabah penyakit; dan
f) Menghambat transportasi darat.

5) Kekeringan
Kekeringan adalah suatu keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah dalam
masa yang berkepanjangan, beberapa bulan hingga bertahun-tahun. Kejadian ini muncul
bila suatu wilayah secara terus-menerus mengalami curah hujan dibawah rata-rata.
Musim kemarau yang panjang akan menyebabkan kekeringan karena cadangan air tanah
akan habis akibat penguapan (evaporasi), transpirasi ataupun penggunaan lain oleh
manusia. Kekeringan dapat menjadi bencana alam apabila menyebabkan suatu wilayah
kehilangan sumber pendapatan akibat gangguan pada pertanian dan ekosistem yang
ditimbulkannya.

6) Tanah longsor
Tanah longsor adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan massa
batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau
gumpulan besar tanah.

6
Daerah-daerah tebing yang terjal rawan terhadap terhadap bahaya tanah longsor.
Timbulnya beberapa mata air yang keluar dari lapisan batuan tertentu (batuan
impermeable di bagian bawah dan batuan permeable di bagian atas) mengindikasikan
awal terjadinya tanah longsor.

7) Angin topan
Angin topan adalah pusaran angin kencang dengan kecepatan 120 km/jam atau lebih
yang terjadi di wilayah tropis di antara garis balik utara dan selatan, kecuali di daerah-
daerah yang sangat berdekatan dengan khatulistiwa. Angin topan disebabkan oleh
perbedaan tekanan dalam suatu sistem cuaca. Angin paling kencang yang terjadi di
daerah tropis ini umumnya berpusar dengan radius ratusan kilometer di sekitar daerah
sistem tekanan rendah ekstrem dengan kecepatan sekitar 20 km/jam.

C. Konsep Manajemen Bencana

Manajemen penanggulangan bencana dapat didefinisikan sebagai segala upaya atau


kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka upaya pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan,
tanggap darurat dan pemulihan berkaitan dengan bencana yang dilakukan pada tahapan
sebelum, saat dan setelah bencana. Manajemen penanggulangan bencana merupakan
suatu proses yang dinamis, yang dikembangkan dari fungsi manajemen klasik yang
meliputi perencanaan, pengorganisasian, pembagian tugas, pengendalian dan
pengawasan. Proses tersebut melibatkan berbagai macam organisasi yang harus
bekerjasama untuk melakukan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan
pemulihan akibat bencana (Bustami, 2011).

Manajemen bencana bersifat kesemestaan, melibatkan semua pihak, baik


pemerintah, swasta maupun masyarakat. Ketiga komponen tersebut harus mampu
menjadi pelaku yang setara, semua berperan utama, bukan hanya berperan serta. Sasaran
implementasinya adalah masyarakat mengetahui ancaman bahaya di lingkungan masing-
masing dan masyarakat harus mampu menolong dirinya sendiri dan menuju masyarakat
yang mandiri (Widyastuti, 2005).

7
Pencegahan
Pem ulihan dan Mitigasi

Tanggap
Kesiapsiagaan
Dar ur at
Gambar 1. Siklus Manajemen Bencana (Depkes RI, 2006)

BENCANA

Dalam upaya menerapkan manajemen penanggulangan bencana, dilaksanakan


melalui 3 (tiga) tahapan sebagai berikut :
1) Tahap pra bencana yang dilaksanakan ketika sedang tidak terjadi bencana dan ketika
sedang dalam ancaman potensi bencana;
2) Tahap tanggap darurat yang dirancang dan dilaksanakan pada saat terjadi bencana;
dan
3) Tahap pasca bencana yang dialami saat setelah terjadi bencana.
Dalam keseluruhan tahapan penanggulangan bencana tersebut, ada 3 (tiga)
manajemen yang dipakai :
1) Manajemen Risiko Bencana
Manajemen Risiko Bencana menurut Depkes RI (2006) adalah pengaturan
upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor yang
mengurangi risiko secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh pada saat
sebelum terjadinya bencana dengan fase-fase antara lain :
a) Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya
untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana. Langkah-langkah
pencegahan difokuskan pada intervensi terhadap gejala-gejala alam dengan tujuan
agar menghindarkan terjadinya bencana dan atau menghindarkan akibatnya

8
dengan cara menghilangkan/memperkecil kerawanan dan meningkatkan
ketahan/kemampuan terhadap bencana.
b) Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana. Mitigasi merupakan semua aktivitas yang
dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi derajat risiko jangka panjang
dalam kehidupan manusia yang berasal dari kerusakan alam dan buatan manusia
itu sendiri.
c) Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna. Dalam
fase ini terdapat peringatan dini yaitu serangkaian kegiatan pemberian peringatan
sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana
pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.
2) Manajemen Kedaruratan
Manajemen kedaruratan menurut Oemardadi (2008) adalah pengaturan upaya
penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor pengurangan jumlah
kerugian dan korban serta penanganan pengungsi secara terencana, terkoordinasi,
terpadu dan menyeluruh pada saat terjadinya bencana dengan fase nya.
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan,
yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan serta pemulihan
sarana dan prasarana. Tindakan darurat ini dilakukan oleh otoritas pemerintah pusat,
daerah atau lokal dan masyarakat setempat dengan maksud untuk membatasi
meluasnya dampak dari bencana terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
3) Manajemen Pemulihan
Manajemen Pemulihan menurut Hidayati (2006) adalah pengaturan upaya
penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor yang dapat
mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana
dengan memfungsikan kembali kelembagaan, sarana dan prasarana secara terencana,

9
terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh setelah terjadinya bencana dengan fase-fase
nya yaitu :
a) Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan
sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana
b) Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua sarana dan prasarana,
kelembagaan pada wilayah pasca bencana, pada tingkat pemerintahan maupun
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan kelembagaan serta
bangkitnya peran masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada
wilayah pasca bencana.
Pada saat pra bencana upaya pencegahan dan mitigasi serta kesiapsiagaan
berperan sangat besar. Pada saat kejadian bencana upaya tanggap darurat
merupakan kegiatan utama, sedangkan pada pasca bencana upaya rehabilitasi dan
rekonstruksi lebih menonjol (Depkes RI, 2006).

Manajemen penanggulangan bencana yang telah dijelaskan di atas dapat dilihat


pada gambar berikut :

Gambar 2. Manajemen Penanggulangan Bencana (BNPB, 2008)

10
Permasalahan utama dalam penanggulangan bencana berupa hasil yang tidak
adekuat untuk kapasitas penanggulangan dalam respon bencana dan berhubungan dengan
pengurangan risiko bencana. Disamping itu, termasuk didalamnya tidak konsistennya
dari mitigasi bencana kedalam perencanaan yang tersendiri (Suprayoga, 2007).

D. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)


1. Pengertian
Di dalam keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.128 tahun 2004
tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kerja.
a. Unit pelaksana teknis
Sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan kabupaten/kota (UPTD),
Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional
dinas kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama
serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.
b. Pembangunan kesehatan
Puskesmas sebagai penyelenggara upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajad kesehatan masyarakat yang optimal.
c. Pertanggungjawaban penyelenggaraan
Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan
kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah dinas kesehatan kabupaten/kota,
sedangkan Puskesmas bertanggungjawab hanya untuk sebagian upaya
pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota
sesuai dengan kemampuannya.
d. Wilayah Kerja
Wilayah kerja Puskesmas adalah satu kecamatan. Tetapi apabila di satu
kecamatan terdapat lebih dari satu Puskesmas, maka tanggungjawab wilayah kerja
dibagi antar Puskesmas, dengan memperhatikan keutamaan konsep wilayah.

11
Masing-masing Puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab
langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pukesmas adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya
kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan
terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan
menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna,
dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya
kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan
untuk masyarakat luas guna mencapai derajad kesehatan yang optimal tanpa
mengabaikan mutu pelayanan kesehatan perorangan (Huda, 2011).
2. Fungsi Puskesmas (Kepmenkes RI, 2004)
a. Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan
Dalam fungsinya sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan
kesehatan Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau
penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia
usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan
kesehatan. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan
Puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan
penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

b. Pusat Pemberdayaan Masyarakat


Puskesmas berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat,
keluarga dan masyarakat dapat memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan
melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam
memperjuangkan kepentingan kesehatan, hal tersebut tertuang dalam fungsi
Puskesmas sebagai pusat pemberdayaan masyarakat.
c. Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama
Sedangkan pada fungsi pelayanan kesehatan strata pertama, Puskesmas
bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat
pertama yang menjadi tanggung jawab Puskesmas adalah pelayanan kesehatan

12
perorangan dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan
kesehatan perorangan tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan
pencegahan penyakit dan pelayanan kesehatan masyarakat antara lain adalah
promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan
gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa
masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat yang bersifat publik.
3. Peran Puskesmas dalam penanggulangan bencana
Peran Puskesmas dalam penanggulangan bencana berdasarkan tahapan bencana
yang dijabarkan berdasarkan fungsi Puskesmas meliputi (Depkes RI, 2006) :
a. Pra Bencana
Pada tahapan pra bencana Puskesmas melaksanakan upaya-upaya yang
mencakup kesiapsiagaan, pencegahan dan mitigasi diantaranya adalah pemetaan
kesehatan (Geo Mapping) seperti membuat peta rawan bencana, melakukan
koordinasi dengan lintas sektoral yang bertujuan menggalang kerjasama dan
berbagi tugas sesuai dengan peran dari tiap sektor, pelayanan gawat darurat
sehari-hari yang mencakup penerapan prosedur tetap (protap) penanganan korban
gawat darurat dan rujukannya serta kesiapsiagaan sarana prasarana pelayanan
gawat darurat yang dimiliki, pemberdayaan masyarakat, latihan
kesiapsiagaan/gladi yang dilakukan melalui simulasi protap-protap yang telah
disusun oleh tim penanggulangan bencana dan melakukan pemantauan terhadap
lokasi-lokasi rawan bencana;
b. Saat Bencana
Pada saat terjadi bencana di suatu wilayah, Puskesmas harus segera
memberi informasi awal ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Sebelum Satlak
PBP datang ke Lokasi, Puskesmas dapat melakukan peran sesuai dengan
kemampuan sarana dan prasarana yang dimiliki serta kewenangan yang
dilimpahkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota seperti melakukan operasi
pertolongan korban berdasarkan triase, melakukan penilaian awal secara cepat
(Initial Rapid Health Assesment), bergabung dengan satgas kesehatan di pos
lapangan dan pemberdayaan masyarakat untuk membantu tim gabungan dalam
memberi bantuan darurat;

13
c. Pasca Bencana
Bencana selalu menimbulkan masalah kesehatan yang harus dapat
diminimalkan sehingga tidak menimbulkan bencana lain. Penanganan masalah
kesehatan yang terkait kegiatan pasca bencana Puskesmas merupakan bagian dari
satgas kesehatan yang kegiatannya meliputi surveilans penyakit potensial kejadian
luar biasa, pemantauan sanitasi lingkungan, pelayanan kesehatan (upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif) dan pemberdayaan masyarakat agar
masyarakat tahu apa yang harus dilakukan untuk mencegah timbulnya masalah
kesehatan.

E. Peran Perawat Puskesmas Dalam Manajemen Pra Bencana


1. Peran Perawat dalam Manajemen Penanggulangan Bencana
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
kedudukannya dalam sistem. Peran perawat adalah segenap kewenangan yang
dimiliki oleh perawat untuk menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan
kompetensi yang dimiliki (Fefendi, 2008).
Perawat memiliki tanggung jawab peran dalam membantu mengatasi ancaman
bencana baik selama tahap pre impact, impact atau emergency dan post impact. Peran
perawat bisa dikatakan multiple, sebagai bagian dari penyusunan rencana, pendidik,
pemberi asuhan keperawatan dan bagian dari tim pengkajian kejadian bencana.
Tujuan utama dari tindakan keperawatan bencana ini adalah untuk mencapai
kemungkinan tingkat kesehatan terbaik masyarakat yang terkena bencana tersebut.
Jika seorang perawat berada di pusat area bencana, maka akan dibutuhkan untuk ikut
mengevakuasi dan memberi pertolongan pertama pada korban. Sedangkan di lokasi-
lokasi penampungan seorang perawat bertanggung jawab pada evaluasi kondisi
korban, melakukan tindakan keperawatan berkelanjutan dan mengkondisikan
lingkungan terhadap perawatan korban-korban dengan penyakit menular
(www.thewhitepublisher.com, 2006).
2. Peran Perawat pada tahap mitigasi bencana
Mitigasi bencana merupakan kebijakan yang memiliki tingkat kesulitan yang
tinggi untuk diimplementasikan (Kartasasmita, 2006). Berbagai implementasi

14
kebijakan mitigasi tersebut belum membuahkan hasil terbukti masih adanya keraguan
dalam diri masyarakat ketika dianjurkan untuk mengungsi menghindari bahaya.
Masyarakat bersedia ketika diajak melakukan simulasi tetapi ketika bencana
sesungguhnya terjadi masyarakat enggan untuk mengungsi. Hal tersebut
menyebabkan upaya mitigasi sebagai pengurangan risiko bencana dapat gagal (Ramli,
2010). Diperlukan sebuah skema atau pendekatan yang mampu menyatu dengan
warga, sehingga upaya mitigasi dapat diterapkan secara optimal. Disisi lain, perawat
merupakan salah satu tenaga kesehatan, melalui unit kerja Puskesmas, mempunyai
fungsi melakukan pendekatan proses keperawatan masyarakat yang terdiri dari
pengkajian (assesment), perencanaan (planning), pelaksanaan (implementation), dan
evaluasi (evaluation). Perawat juga berfungsi sebagai pendidik dan penyuluh
kesehatan sehingga tercapai derajad kesehatan yang optimal dan dapat menjalankan
fungsi kehidupan sesuai dengan kapasitas (Mubarak, 2009).
Peranan perawat dalam mitigasi bencana menurut Depkes RI (2006),
Permendagri (2006) dan Depkes RI (2007) antara lain :
a. Pemetaan kesehatan
Langkah pertama dalam strategi mitigasi ialah melakukan pemetaan
kesehatan. Pemetaan kesehatan merupakan kegiatan pembuatan peta wilayah
kerja Puskesmas yang didalamnya terdapat :
1) Peta Rawan Bencana (Hazard Map) yaitu gambaran wilayah kerja yang
berisikan jenis bencana dan karakteristik ancaman bencana. Peta rawan
bencana berguna dalam antisipasi kejadian bencana.
2) Peta Sumber Daya Kesehatan yaitu gambaran distribusi jenis sumber daya
kesehatan (tenaga medis, perawat, sanitarian, gizi, alat kesehatan, ambulans
dll) dan lokasinya yang tersedia di wilayah kerja.
3) Peta Risiko Bencana yaitu peta rawan bencana yang dilengkapi risiko yang
mungkin terjadi termasuk kejadian penyakit menular di wilayah tersebut.
b. Analisis kerentanan
Analisis kerentanan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui
gambaran tentang elemen-elemen masyarakat yang memiliki kemungkinan
mengalami/menjadi korban akibat peristiwa. Kelompok rentan adalah anggota

15
masyarakat yang membutuhkan bantuan karena keadaan yang disandangnya.
Kelompok rentan antara lain bayi, balita, anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui dan
usia lanjut.
Perawat dapat bekerjasama dengan perangkat desa dan melakukan
pemantauan lokasi dalam melakukan analisis kerentanan. Pemantauan
(surveilans) meliputi pemantauan lokasi-lokasi rawan bencana, dampak
pembangunan yang mungkin dapat menimbulkan bencana melalui kegiatan
pemantauan secara rutin di wilayah kerja Puskesmas. Dengan mengetahui tingkat
kerentanan, maka dapat dilakukan antisipasi sehingga akan mengurangi risiko
bencana.
c. Inventarisasi sumber daya
Perawat melakukan inventarisasi sumber daya sesuai potensi bahaya yang
mungkin terjadi antara lain menyiapkan dan memperbaharui sarana seperti
sumber daya manusia (tenaga), fasilitas, logistik, komunikasi dan transportasi.
d. Penyuluhan, sosialisasi dan penyebaran informasi
Perawat melakukan penyuluhan dan sosialisasi tentang segala aspek
kebencanaan kepada masyarakat yang bertujuan meningkatkan kewaspadaan dan
kesiapan menghadapi bencana meliputi :
1) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS);
2) Pengenalan peta geomedik di wilayah kerjanya;
3) Pengenalan tim penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana;
4) Pengenalan jenis dan tanda-tanda bencana serta masalah kesehatannya;
5) Pengenalan upaya penanggulangan bencana di wilayah kerja Puskesmas; dan
6) Kelompok masyarakat rentan.
Penyebaran informasi dilakukan antara lain dengan cara memberikan
poster dan leaflet kepada masyarakat di wilayah kerja yang rawan bencana
tentang tata cara mengenali, mencegah dan penanganan bencana. Memberikan
informasi ke media cetak dan elektronik tentang kebencanaan di wilayah kerja
adalah salah satu cara penyebaran informasi dengan tujuan meningkatkan
kewaspadaan masyarakat.

16
e. Koordinasi dengan lintas sektoral
Koordinasi lintas sektor dari tingkat kecamatan bertujuan untuk menggalang
kerjasama dan berbagi tugas sesuai dengan peran dari tiap sektor khususnya
dalam mitigasi bencana. Koordinasi lintas sektor dapat dilakukan dengan banyak
cara diantaranya dalam mengadakan pelatihan gabungan dan penyebaran
informasi, mengingat wilayah kerja Puskesmas sangat luas. Selain itu kerjasama
dalam membentuk tim penanggulangan bencana di tingkat kecamatan yang
ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Camat.

17
A. Kerangka Teori

Manajemen Tahap Pra Bencana


Bencana Fase Mitigasi

Peran Perawat

Pemetaan Analisis Inventarisasi Penyuluhan dan Koordinasi lintas


Kesehatan Kerentanan sumber daya sosialisasi sektor

Peta Rawan Kerjasama Sumber Daya Perilaku Hidup Pelatihan


Bencana Perangkat Desa Manusia Bersih dan Sehat gabungan

Pemantauan Logistik Pengenalan peta Penyebaran


Peta Sumber
Daya Kesehatan (Surveilans) geomedik informasi

Alat komunikasi Pengenalan tim Pembentukan tim


Peta Risiko
Bencana PMK PB berdasarkan
SK Camat
Transportasi Pengenalan jenis
dan tanda
bencana
Fasilitas
Pengenalan
upaya PB

Kelompok rentan
masyarakat

Penyebaran info
(leaflet dan
poster)

Penyebaran info
(media cetak dan
elektronik)

Gambar 3. Kerangka Teori

18
LEMBAR OBSERVASI Nama : ...........................
POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA NIM : ...........................
Tandatangan : ...........................
KOMPETENSI : Melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien gawat
darurat
SUB KOMPETENSI : Melaksanakan Resusitasi Jantung Paru

JUDUL UNIT : RJP (Resusitasi Jantung Paru) 1 Penolong (AHA 2015)


DILAKUKAN KOMPETEN

No. ELEMEN KRITERIA PENCAPAIAN KOMPETENSI


YA TDK K BK

1. Melakukan Identifikasi Kebutuhan (Pengkajian


pengkajian kebutuhan pasien untuk dilakukan tindakan)
kebutuhan 1.1. Adanya klien yang mengalami cardiac
pelaksanaan arrest
RJP
( 1 penolong )
2. Melaksanakan 2.1. Alat alat disiapkan sesuai kebutuhan
persiapan alat a. Ambubag lengkap dengan oksigen
yang akan b. Bengkok
digunakan untuk c. Tissue dan alkohol
2.2. Alat-alat ditempatkan pada tempat
RJP
yang bersih dan ditata rapi
(1 penolong)
3. Melaksanakan Persiapan Pasien:
persiapan 3.1. Posisi klien diatur supinasi*
pasien yang 3.2. Pasien ditempatkan pada area yang
akan dilakukan keras dan rata*
RJP
4. Melaksanakan Pelaksanaan :
tindakan RJP 4.1. Yakinkan kemananan bagi penolong,
pasien dan lingkungan*
4.2. Klien dipanggil dan digoyangkan
bahunya dengan keras untuk
memastikan klien tidak sadar*
4.3. Minta tolong ke orang lain atau
aktifkan EMS 119 / 118 dilakukan
dengan tepat*
4.4. Nadi karotis diraba dengan 3 jari
tangan kanan, maksimal 5- 10 detik
sambil memeriksa pernafasan*
4.5. Titik kompresi ditentukan dengan
meletakan 2 jari di atas prosesus
xipoideus atau pertengahan tulang
mid sternum sejajar garis antar
puting*

19
4.6. Tumit tangan kanan atau kiri
diletakkan pada titik kompresi*
4.7. Lengan diposisikan tegak lurus
dengan klien, tumpukan beban*

4.8. Bahu diturunkan sesuai arah gravitasi


kedalam 5-6 cm*
4.9. Kompresi 30 kali diberikan, dengan
irama teratur 100 – 120 kali/menit*
4.10. Ventilasi buatan diberikan sebanyak 2
kali bila klien tidak bernafas melalui
mulut atau hidung (lihat gerakan
dada)*
4.11. Lanjutkan siklus ke 2 diulang seperti
4.9 dan 4.10 sampai dengan 5 siklus
4.12. Nadi karotis diraba (seperti no. 4.4)
setelah 5 kali siklus*
4.13. Jalan nafas dibuka dengan teknik
heat tilt-chin lift- jaw thrust*
4.14. Mulut klien dilihat dan dibersihkan
dengan teknik finger swap bila ada
kotoran atau sekret.
4.15. Pernafasan klien diperiksa dengan
mendekatkan pipi ke depan hidung
klien, mempertahankan jalan nafas
tetap terbuka*
4.16. Gerakan dada dilihat, suara nafas
didengarkan, dan merasakan
hembusan nafas klien dalam waktu
maksimal 5 detik*
4.17. Jalan nafas dipertahankan tetap
terbuka bila nafas spontan, nadi
karotis teraba*
4.18. Pernafasan tambahan diberikan 10 –
12 kali/menit dengan tepat*
4.19. Posisi recovery atau miring mantap
dilakukan dengan tepat*
5. Melakukan Evaluasi :
evaluasi dan 5.1. Denyut jantung kembali spontan
tindak lanjut 5.2. Pernafasan kembali spontan
5.3. Hipoksia cerebal tercegah
6. Melakukan Dokumentasi :
pencatatan 6.1. Tindakan dan respons pasien saat dan
dalam setelah dicatat dengan jelas dan
dokumentasi ringkas sesuai prinsip dokumentasi
6.2. Waktu, paraf dan nama jelas
keperawatan
dicantumkan pada catatan pasien
Yogyakarta, ..........................................
Penguji,

20
Nilai akhir =
 YA  100  ...........
__________________________
 29
Keterangan:
 Tanda (*) merupakan critical point
harus kompeten
 K = Kompeten ; BK = Belum Kompeten
 Nilai Batas Lulus (NBL) ≥ 75

21

Anda mungkin juga menyukai