NAAFI WIJAYANTI
I4B020079
PURWOKERTO
2021
A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk tindakan yang bertujuan untuk melukai dirinya dan seseorang
secara fisik, verbal, maupun psikologis (Malfasari et al. 2020). Perilaku kekerasan ini dapat dilakukan secara
verbal untuk mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah
yang tidak terkontrol (Dermawan 2018). Pada pasien dengan perilaku kekerasan mengungkapkan rasa
kemarahan secara fluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif. Marah merupakan emosi yang
memiliki ciri-ciri aktivitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat
kuat. Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan
biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal ini disalurkan maka akan terjadi perilaku agresif (Siauta,
Tuasikal & Embuai 2020). Perilaku kekerasan berfluktuasi dari tingkat rendah (memperlihatkan permusuhan)
sampai tinggi dan membahayakan (melukai) (Stuart & Laraia 2009).
Keterangan:
Asertif : Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan
ketenangan
Frustasi : Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan
alternative
Pasif : Individu tidak dapat mengungkapkan perasaanya
Agresif : Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut tetapi masih
terkontrol
Kekerasan : Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol
E. Manifestasi Klinis
Menurut Muhith (2015), tanda dan gejala perilaku kekerasan seperti:
1. Secara fisik : Mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang menutup, wajah
memerah dan tegang serta postur tubuh kaku.
2. Verbal : Mengecap, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar dan
ketus.
3. Perilaku : Menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau merusak lingkungan amuk atau agresif.
4. Emosi : Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya,
bermusuhan mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan, menuntut.
5. Intelektual : Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak
jarang mengeluarkan kata - kata bernada sarkasme.
6. Spiritual : Merasa diri berkuasa, merasa diri paling benar, keraguraguan, tidak bermoral dan
kreatifitas terhambat
7. Sosial : Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan.
8. Perhatian : Bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.
F. Penanganan
Penatalaksanaannya meliputi terapi farmakologi, ECT dan non farmakologi.
a. Terapi farmakologi lebih mengarah pada pengobatan antipsikotik
b. Terapi non farmakologi lebih pada pendekatan terapi modalitas
a) Psikoterapi: Cara pengobatan masalah emosional pasien yang dilakukan oleh seorang terlatih
dalam hubungan professional dengan maksud menghilangkan, mengubah atau menghambat
gejala yang ada dengan mengembangkan pertumbuhan kepribadian secara positif
b) Psikoanalisis psikoterapi : terapi yang dikembangkan dengan menciptakan kondisi yang
memungkinkan klien menceritakan tentang masalah pribadinya
c) Psikoterapi individu terapi yang menekankan pada perubahan individu dengan mengkaji
perasaan, sikap, cara berfikir dan perilakunya
d) Terapi modifikasi perilaku
e) Terapi okupasi: Terapi dengan seni pengarahan partisipasi dalam melaksanakan tugas tertentu
f) Terapi lingkungan,
g) Terapi somatic : Terapi yang diberikan dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptive
menjadi perilaku yang adaptif dengan melakukan tindakan dalam bentuk perlakukan fisik seperti
ECT dan Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) (Susilowati & Widodo 2015).
G. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami gangguaan jiwa dimasa lalu, tanyakan
klien/keluarga bagaimana pengobatanya sebelumnya, tanyakan pada klien apakah pernah
melakukan, mengalami, dan menyaksikan penganiyaan fisik, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.
b. Status mental
a) Aktifitas motorik
- Lesu, tegang, gelisa yamg tampak jelas
- Agitasi yaitu gerakan motorik yang menunjukan kegelisahan
- Tik yaitu gerak-gerakan kecil yang tidak terkontrol pada otot muka.
- Grimasen yaitu gerakan otot yang berubah-ubah dan tidak dapat terkontrol oleh klien.
b) Interaksi selama wawancara
- Bemusuhan , tidak kooperatif dan mudah tersingung tampak jelas.
- Kontak mata kurang, tidak mau menatap lawan bicara.
- Defensive yaitu selalu berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran dirinya.
- Curiga yaitu menunjukan sikap/perasaan tidak percaya kepada orang lain.
c) Pembicaraan
Amati pembicaraan klien cepat, keras, gagap, membisu, apatis, lambat, atau inkohoren:
berpindah-pindah dari satu kalimat lain yang tidak ada kaitanya
d) Alam perasaan
Observasi keadaan penampilan klien apakah sedih, khawatir, ketakutan, gembira
berlebihan/putus asa.
c. Konsep diri
a) Gambaran diri
Tanyakan presepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai.
b) Identitas
Tanyakan status dan posisi sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap setatus dan posisinya
sebagai laki-laki atau peempuan, kepuasan klien terhadap setatus dan posisinya disekolahan,
tempat kerja dan masyarakat.
c) Peran
Tanyakan tugas atau peran yang diemban dalam keluarga, kelompok, atau masyarakat,
kemampuan klien dalam melaksanakan tugas atau peran tersebut.
d) Ideal diri
Tanyakan harapan klien terhadap tubuh, posisi, setatus, tugas atau peran, harapan klien
terhadap penyakitnya.
e) Harga diri
Tanyakan tentang penelin terhadap diri sendiri dan penghargaan orang lain terhadap diri dan
kehidupanya.
SP 5: Sp 5 :
a. Membantu pasien latihan - Pasien mengetahui jadwal sehari- hari seperti
mengendalikan perilaku kekerasan minum obat dan mencegah pasien salah
dengan obat dan bantu pasien meminum obat
minum obat secara teratur dengan - Pasien memahami ketika berhenti minum obat
prinsip lima benar akan mengakibatkan kekambuhan yang
b. Pemberian obat disertai penjelasan berulang
guna obat dan akibat berhenti minum - Memberikan kesempatan pada pasien untuk
obat memilih kapan pasien bersedia diberikan terapi
c. Susun jadwal minum obat secara sebab saat pasien bersedia dan siap diberikan
teratur terapi dapat memaksimalkan efektivitas
pemberian terapi
DAFTAR PUSTAKA
Aprini & Prasetya, A.S. 2018, ‘Penerapan Terapi Musik Pada Pasien Yang Mengalami Resiko
Perilaku Kekerasan Di Ruang Melati Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung’, Jurnal
Kesehatan Panca Bhakti, vol. VI, no. 1, pp. 84–90.
Damaiyanti, M. & Iskandar 2012, Asuhan Keperawatan Jiwa, Refika Aditama, Bandung.
Dermawan 2018, Modul laboraturium keperawatan jiwa, Gosyeng Publising, Yogyakarta.
Malfasari, E., Febtrina, R., Maulinda, D. & Amimi, R. 2020, ‘Analisis Tanda dan Gejala Resiko
Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia’, Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, vol. 3, no. 1,
p. 65.
Muhith, A. 2015, Pendidikan Keperawatan Jiwa: Teori Dan Aplikasi, Andi, Yogyakarta.
PPNI 2016, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi
1, DPP PPNI, Jakarta.
Siauta, M., Tuasikal, H. & Embuai, S. 2020, ‘Upaya Mengontrol Perilaku Agresif pada Perilaku
Kekerasan dengan Pemberian Rational Emotive Behavior Therapy’, Jurnal Keperawatan
Jiwa, vol. 8, no. 1, p. 27.
Stuart & Laraia 2009, Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan), EGC, Jakarta.
Stuart & Laraia 2015, Principles & practice of psychiatric nursing 7th edition, Mosby Elseiver,
St. louise.
Susilowati, K. & Widodo, A. 2015, ‘Pengaruh Terapi Aktifitas Kelompok Sosialiasasi Terhadap
Tingka Depresi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta’, Jurnal Berita Ilmu Keperawatan
Jiwa, vol. 2, no. 12.
Yosep, I. 2011, Keperawatan Jiwa, Edisi 4, Refika Aditama, Jakarta.