Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Untuk Memenuhi Tugas Profesi


Departemen Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh:
KINANTI PRIMANDINI
NIM. 140070300011105

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN
1. Masalah Utama
RESIKO Perilaku Kekerasan
2. Proses Terjadinya Masalah
A. Pengertian
Marah adalah perasaan jengkel dan tidak nyaman sebagai suatu respon karena
tidak terpenuhinya/ancaman kebutuhan: fisik, psikologik dan sosial.
Perilaku kekerasan adalah respon terhadap perasaan marah yang dapat
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan intervensi, agar pasien dapat
mengontrol perilakunya.
Asuhan keperawatan risiko perilaku kekerasan diberikan, agar pasien dapat
mengontrol perilakunya dan keluarga mampu melakukan perawatan risiko
perilaku kekerasan.
Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku yang memperlihatkan individu
tersebut dapat mengancam secara fisik, emosional dan atau seksual kepada
orang lain (Herdman, 2012).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis.
Perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, dan atau fisik yang diarahkan
pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan (Fitria, 2009). Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif.
Pengungkapkan kemarahan secara tidak langsung dan konstrukstif pada
waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk
mengerti perasaan yang sebenarnya. Kemarahan yang ditekan atau purapura tidak marah akan mempersulit diri sendiri dan mengganggu hubungan
interpersonal.
Sedangkan menurut Carpenito 2000, Perilaku kekerasan adalah keadaan
dimana individu-individu beresiko menimbulkan bahaya langsung pada dirinya
sendiri ataupun orang lain. Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi
mengakibatkan seseorang stres berat, membuat orang marah bahkan
kehilangan kontrol kesadaran diri (Yosep, 2007).

Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan


tidak menyenangkan dan terancam, dimana kecemasan itu sendiri dapat
menimbulkan kemarahan. Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui
tiga cara yaitu mengungkapkan secara verbal, menantang dan menekan. Dari
ketiga cara ini dengan mengungkapkan secara verbal adalah konstruktif sedang
dua cara lain adalah destruktif. Apabila perasaan marah diekspresikan dengan
menantang, biasanya dilakukan individu karena ia merasa kuat. Individu
melakukan kekerasan akibat adanya frustasi yang dirasakan sebagai pemicu dan
individu tidak mampu berpikir serta mengungkapkan secara verbal sehingga
mendemostrasikan pemecahan masalah dengan cara yang tidak adekuat
(Rawlins and Heacoco, 1998). Sedangkan menurut Keliat (2009), perilaku
kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai dengan
hilangnya kontrol diri atau kendali diri.

B. Rentang Respon Marah


Respon kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif maladaptif.
Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut (Keliat,2009).
Respon adaptif-----------------------------------------------Respon maladaptif
Asertif

Frutasi

Pasif

Agresif

Amuk

Keterangan:
a. Asertif ; individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain
dan memberikan ketenangan
b. Frustasi ; individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak
dapat menemukan alternative
c. Pasif ; individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya
d. Agresif ; perilaku yang menyertai marah
e. Kekerasan ; perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya
control.

Adapun lima fase siklus agresi


Fase

Definisi

Tanda, gejala dan perilaku

pemicu

Peristiwa terjadi atau keadaan di Gelisah, ansietas, iritabilitas, mondarlingkungan memnunculkan respon klien mandir, otot tegang RR cepat,
yg seringkali dalam bentuk kemarahan berkeringat, suara keras, marah
atau permusuhan

eskalasi

Respon
klien
memperlihatkan Wajah pucat/kemerahan, berteriak,
peningkatan perilaku yg mengindikasikan bersumpah, agitasi, mengancam,
pergerakan menuju kehilangan kendali
menuntut,
mengepalkan
tangan,
gestur mengancam, menunjukkan
sikap
bermusuhan,
kehilangan
kemampuan untuk menyelesaikan
masalah atau berpikir jenuh

krisis

Periode krisis emosional dan fisik ketika


klien kehilangan kendali

pemulihan

Klien memperoleh kembali kendali fisik


dan emosional

Kehilangan
kendali fisik dan
emosiona,
melemparkan
benda,
menendang
memuku,
meludah,
menggigit, mencakar, tidak mampu
berkomunikasi dengan jelas

Merendahkan suara, ketegangan otot


berkurang, komunikasi lebih jelas dan
rasional, relaksasi fisik
Klien berusaha memperbaiki hubungan menyesal., meminta maaf, menangis,
dengan orang lain dan kembali ke tingkat perilaku menarik diri
sebelum insiden agresi dan kembali
seperti semula

pascakrisis

C. Tanda dan gejala


a. Fisik
-

Muka merah dan tegang

Pandangan tajam

Mengatupkan rahang dengan kuat

Mengepalkan tangan

Jalan mondar-mandir

b. Verbal
-

Bicara kasar

Suara tinggi, menjerit atau berteriak

Mengancam secara verbal atau fisik

Mengumpat dengan kata-kata kotor

c. Perilaku
-

Melempar atau memukul benda atua orang lain

Merusak barang atau benda

Tidak memiliki kemampuan mencegah atau mengendalikan perilaku


kekerasan

Melukai diri sendiri atau orang lain.

d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel,

tidak

berdaya,

bermusuhan,

mengamuk,

ingin

berkelahi,

menyalahkan dan menuntut.


e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f.

Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.

g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
Apabila dibedakan menjadi data subyektif dan obyektif, sebagai berikut:
Data Subjektif:
Ungkapan perasaan kesal, kecewa
Ungkapan ingin memukul
Data Objektif:
Wajah memerah dan tegang
Pandangan tajam
Mengatupkan rahang dengan kuat
Mengepalkan tangan
Bicara kasar
Suara tinggi, menjerit atau berteriak
Mondar-mandir
Melempar atau memukul benda/orang lain

D. Faktor predisposisi
Menurut Townsend (2009) terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan
tentang factor predisposisi perilakuk kekerasan, antara lain:
a. Teori biologik

Menurut teori ini, terdapat beberapa hal yang mempengaruhi seserorang


melakukan PK yaitu sebagai berikut:
Pengaruh neurofisiologik, beragam

komponen

sistem

neurologis

mempunyai implikasi dalam memfasilitasi da menghambat impuls agresif.


Sistem limbic sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku

bermusuhan dan respon agresif.


Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dan Townsend (2009) menyatakan
bahwa berbagai neurotransmitter (epinefrin, norepinefrin, dopamine,
asetilkolin dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi dan
menghambat impalas agresif. Peningkatan hormone androgen dan
norepinefrin serta penurunan serotonin dan GABA (6 dan & 7) pada
cairan serebrospinal merupakan factor predisposisi penting yang

menyebabkan timbulnya perilaku agresif pada seseorang.


Pengaruh genetic, menurut penelitian, perilaku agresif sangat erat
kaintannya dengan genetk tipe kariotipe XYY yang umumnya dimiliki oleh

pelaku tindak criminal.


Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan berbagai
gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbic dan lobus
temporal), trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsy (epilepsy lobus
temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak
kekerasan.

b. Teori psikologik
Teori psikoanalitik menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya kepuasan dan
rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan dapat
memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri
derta memberikan arti dalam kehidupannya. Teroi lainnya merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya dan
rendahnya harga diri perilaku tindak kekerasan.

Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang


dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologic terhadap perilaku
kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh peran

eksternal dibandingkan anak-anak tanpa factor predisposisi biologic.


c. Teori sosikultural
Control masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku
kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan
factor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan.

E. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat dibedakan menjadi factor internal dan eksternal
a. Internal : semua factor yang dapat menimbulkan kelemahan, menurunnya
rasa percaya diri, rasa takut sakit, hilang control, dan lain-lain.
b. Eksternal : penganiayaan fisik, kehilangan orang yang dicintai, krisis,dll
3. Pohon Masalah

Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan


Perilaku kekerasan

Respon Maladaptif: Marah


Gangguan Konsep Diri: Harga Diri
Rendah
Stress ,Frustasi
Takut, Cemas
atau Perlu
intimidasi
4. Masalah Keperawatan Manipulasi
dan Data yang
Dikaji
Rasa bersalah
a. Masalah keperawatan:

1) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan


2) Perilaku kekerasan / amuk
b. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
1) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Data Subyektif :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak&menyerang orang yang mengusiknya jika marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul
diri sendiri/orang lain.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang-barang.
2) Perilaku kekerasan / amuk

Data Subyektif :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.

- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.


Data Obyektif ;
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang-barang.
5. Diagnosa Keperawatan
a. Perilaku kekerasan
b. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
6. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa 1 : Perilaku Kekerasan
Tujuan Umum : Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus :
a.

Klien dapat membina hubungan saling percaya.


Tindakan:

1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama


perawat dan jelaskan tujuan interaksi.

2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.


3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
b.

Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.


Tindakan:
1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan
sikap tenang.

c.

Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.


1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami&dirasakan saat jengkel/kesal.
2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
3. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami klien.

d.

Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa


dilakukan.
1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.

3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"


e.

Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.


1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

f.

Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon


terhadap kemarahan.
1. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
2. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang
kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
3. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung
4. Secara spiritual : berdoa, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.

g.

Klien

dapat

mengidentifikasi

cara

mengontrol

perilaku

kekerasan.
1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
h.

Klien mendapat dukungan dari keluarga.


1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan
keluarga.
2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

i.

Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai


program).
1.

Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi,


efek dan efek samping).

2.

Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama


klien, obat, dosis, cara dan waktu).

3.

Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang


dirasakan.

Diagnosa 2 : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan


Tujuan umum :
Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :
1.

Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya

2.

Pasien mampu mengungkapkan perasaannya

3.

Pasien mampu meningkatkan harga dirinya

4.

Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang


baik

Tindakan :
1.

Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri, orang lain &
lingkungan

2.

3.

Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :


o

Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya

Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang positif

Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting

Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien

Merencanakan yang dapat pasien lakukan

Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :


o

Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya

Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara penyelesian


masalah

Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik


Daftar Pustaka

Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (Lp Dan Sp) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa
Berat bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Keliat, Budi Anna, dan Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC
Stuart, Gail W. 2006. Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Townsend, M.C. 2009. Buku saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri, edisi
10. Jakarta: EGC.
Yosep,Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai