Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA

PASIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Definisi
Resiko perilaku kekerasan adalah kondisi seorang individu pernah atau
memiliki riwayat mencederai dirinya sendiri dan orang lain dan lingkungan disekitrnya
dengan cara fisik, emosionalnya, seksual maupun lisan, dikarenakan individu tidak
mampu mengendalikan dan mengontrol amarahnya secara konstruktif. Perilaku
kekerasan sendiri merupakan sesuatu ungkapan amarah , emosi dapat yang di luapkan
atau dimanisfestasikan dalam bentuk penganiayaan fisik, terhadap dirinya sendiri dan
orang lain, biasanya di sertai dengan amarah, membuat gaduh, gelisah tidak dapat
terkendalikan . Seseorang yang mengalami amarah bisa jadi sebenarnya ingin
menyampaikan pesan bahwa dirinya tidak menyetujui dan merasa terganggu, merasa
tidak dianggap, merasa dituntut dan merasa diremehkan (Kartika et al., 2018).
Resiko perilaku kekerasan timbul akibat rasa tidak nyaman dan panik yang
terjadi akibat stressor dari dalam dan luar lingkungan. Perilaku kekerasan yang timbul
pada klien skizofrenia diawali dengan adanya perasaan tidak berharga dari orang lain,
takut dan juga takut ditolak oleh lingkungan sekitar sehingga individu akan menyingkir
dari hubungan interpersonal dengan orang lain (Winranto A, 2021).
Pada penderita gangguan jiwa terutama dengan masalah keperawatan resiko
perilaku kekerasan terdapat perilaku yang susah untuk dikontrol yang jika tidak segera
diberi penanganan maka akan berlanjut kepada perilaku menciderai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan (Ns. Frediana Pegia Hartanti, 2023).

B. Rentang Respon Marah

Keterangan :
1. Adaptif
a. Asertif : Amarah dapat diekspresikan tanpa menyakiti orang lainnya
b. Frustasi : ketidak berhasilan dalam menggapi keinginan.
2. Maladatif
a. Pasif : Tanggapan konstan mengenai ketidak mampuan untuk
mengungkapkan dan meluapkan perasaannya.
b. Agresif : prilaku yang merusak tetapi masih dapat terkendalikan.
c. Amok : Vandalisme yang tidak terkendali. (Yusuf et al., 2015)

C. Etiologi
Proses terjadinya masalah menurut Stuart dalam Halimah (2019) :
1. Faktor predisposisi
a. Faktor biologis
Dari beberapa faktor biologis terdapat faktor yang heredieter yaitu
dimana anggota keluarga salah satu dari mereka sering melakukan
prilaku kekerasan, ataupun adanya keluarga yangmengalami gangguan
jiwa, terdapat riwayat trauma kepala, dan adanya riwayat penggunaan
obat-obatan terlarang seperti NAPZA Stuart dalam Halimah (2019).
b. Faktor psikologis
Faktor psikologis yang dapat menimbulkan resiko perilaku kekerasan
yaitu dari respon stimulus eksternal maupun internal dan dari
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi akibat dari ekpektasi
individu untuk mewujudkan sesuatu yang mengalami kelambatan
maupun sebuah kegagalan.
c. Faktor sosiokultural
Faktor sosiokultural di timbulkan dari lingkungan sosial yang sangat
mempengaruhi perilaku individu dalam menggambarkan maupun
meluapkan kemarahannya.
2. Faktor presipitasi
a. Faktor Lingkungan
Faktor dari dalam individu yang meliputi khilangan relasi atau
hubungan dengan orang lain (putus cinta, perceraian , kematian)
kehilangan kasih sayang, kekawatiran terhadap pengakit fisiklainnya.
Sedangkan faktor luar lingkungan meliputi serangan fisik, dalam
lingkungannya yang kurang kondusif, dalam kritikan, tindakan
kekerasan.
D. Proses Terjadinya Masalah
Menurut pemaparan C.P Chaplin, Anger 2019 (amarah, murka, berang, gusar,
amarah, kemurkaan, kebrangasan) adalah sebuah reaksi yang emosiaonal akut yang
timbul dari sebuah keadaan yang dapat merangsang, termasuk dalam ancaman, agresi
lahirlah, pengekangan diri , serangan lisan, rasa kecewa atau frustasi dan digambarkan
dengan aksi kuat pada sistem syaraf otonomiknya, kususnya oleh reaksi darurat pada
bagian simpatetik dan secara implisit disebabkan oleh reaksi dengan serangan lahiriah,
baik yang bersifat somatis atau jasmani maupun yang verbal atau dengaan lisannya.
Perilaku kekerasan atau keadaan seseorang yang tidak bisa mengontol emosi
atau perilaku kekerasan banyak sekali faktor dan penyebabnya di antaranya yaitu
munculnya rasa amarah yang bisa muncul dari stress, cemas, merasa rendah dan
bermasalah atau berada di bawah tekanan, frustasi, ketakutan yang berlebih, dan sifat
ancaman atau manipulasi. Resiko perilaku kekerasan dapat timbul dari pertukaran
emosi yang belum bisa dapat terselesaikan.
Seseorang atau klien yang dapat mengalami resiko perilaku kekerasan beresiko
dapat membahayakannya dirinya sendirinya ataupun orang lain ataupun
lingkungannya, baik fisiknya, emosional , seksualnya dan verbal (NANDA, 2016).
Jadi, resiko perilaku kekerasan melalui proses atau terdapat banyak faktor
penyebab yang dapat memicu perilaku kekerasan di mana seseorang tidak dapat
mengendalikan emosi atau kemarahannya. Dari ketidak mampuan untuk mengontrol
emosi dan kemarahannya tersebut timbulnya perilaku kekerasan yang dapat di luapkan
secara fisik maupun lisan, hal tersebut dapat mencederai individunya sendiri maupun
lingkungannya dan orang di sekitarnya.

E. Manifestasi Klinis
Dari Buku Ajar Keperawatan Jiwa, (2019) tanda atau gejala pada resiko perilaku
kekerasan adalah :
1. Subjektif :
a. Perasaan seseorang yang mengungkapkan kemarahan dan kekesalan.
b. Keinginan seseorang untk melukai orang lain, diri sendiri dan
lingkungan.
c. Seseorang yang suka menyerang atau membentak orang -orang lain.
2. Objektif :
a. Matanya melotot
b. Tangannya menggenggam
c. Wajahnya merah
d. Postur tubuhnya kaku
e. Melakukan ancaman
f. Nada suara atau bicara tinggi
g. Mengamuk
Tanda dan gejala yang lain di ataranya seorang yang menderita prilaku
kekerasan dapat menunjukan prubahan prilaku seperti melakukan ancaman, mondar
mandir, cemas, nada suara keras, menunjukan mimik tegang, agresif, nada suara tinggi,
bergembira secara berlebih. Pada seseorang yang mengalami resiko prilaku kekerasan
menimbulkan perubahan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah, orientasi
terhadap waktu tempat, seseorang, gelisah (PPNI, 2016).

F. Penatalaksanaan
1. Terapi Medis
Psikofarmaka adalah terapi menggunakan obat dengan tujuan untuk
mengurangi atau menghilangkan gelaja gangguan jiwa. Jenis obat psikofarmaka
adalah :
a. Chlorpromazine (CPZ, Largactile)
Indikasi untuk mensupresi gejala-gejala psikosa dengan mengatasi
ansietas, ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan
gejala-gejala lain yang biasanya terdapat pada penderita skizofrenia,
mania depresif, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa
kecil.
b. Haloperidol (Haldol, Serenace)
Indikasinya yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilles de
la toureette pada anak-anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku
berat pada anak-anak. Dosis oral untuk dewasa 1-6 mg sehari yang
terbagi 6-15 mg untuk keadaan berat. Kontraindikasinya depresi sistem
saraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson, hipersensitif
terhadap haloperidol. Efek samping nya sering mengantuk, kaku, tremor
lesu, letih, gelisah.
c. Trihexyphenidyl (TXP, Artane, Tremin)
Indikasi untuk penatalaksanan manifestasi psikosa khususnya gejala
skizofrenia.
d. ECT (Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara
artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang
dipasang satu atau dua temples. Therapi kejang listrik diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau
injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
2. Tindakan Keperawatan
a. Terapi Modalitas
1) Terapi lingkungan
Begitu pentingnya bagi perawat untuk
mempertimbangkan lingkungan bagi semua pasien ketika
mencoba mengurangi atau menghilangkan agresif.Aktivitas atau
kelompok yang direncanakan seperti permainan kartu, menonton
dan mendiskusikan sebuah film, atau diskusi informal
memberikan pasien kesempatan untuk membicarakan peristiwa
atau isu ketika pasien tenang. Aktivitas juga melibatkan pasien
dalam proses terapeutik dan meminimalkan kebosanan.
Penjadwalan interaksi satu-satu dengan pasien
menunjukkan perhatian perawat yang tulus terhadap pasien dan
kesiapan untuk mendengarkan masalah pikiran serta perasaan
pasien. Mengetahui apa yang diharapkan dapat meningkatkan
rasa aman pasien.
2) Terapi Kelompok/ TAK
Pada terapi kelompok, pasien berpartisipasi dalam sesi
bersama dalam kelompok individu. Para anggota kelompok
bertujuan sama dan diharapkan memberi kontribusi kepada
kelompok untuk membantu yang lain dan juga mendapat
bantuan dari yang lain. Peraturan kelompok ditetapkan dan harus
dipatuhi oleh semua anggota kelompok. Dengan menjadi
anggota kelompok, pasien dapat mempelajari cara baru
memandang masalah atau cara koping atau menyelesaikan
masalah dan juga membantunya mempelajari keterampilan
interpersonal yang penting.
3) Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang
mengikutsertakan pasien dan anggota keluarganya. Tujuannya
ialah memahami bagaimana dinamika keluarga memengaruhi
psikopatologi pasien, memobilisasi kekuatan dan sumber
fungsional keluarga, merestrukturisasi gaya perilaku keluarga
yang maladaptive, dan menguatkan perilaku penyelesaian
masalah keluarga.
4) Terapi Individual
Psikoterapi individu adalah metode yang menimbulkan
perubahan pada individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap,
cara pikir, dan perilakunya. Terapi ini memiliki hubungan
personal antara ahli terapi danpasien Tujuan dari terapi individu
yaitu memahami diri dan perilaku mereka sendiri, membuat
hubungan personal, memperbaiki hubungan interpersonal, atau
berusaha lepas dari sakit hati atau ketidakbahagiaan.
Hubungan antara pasien dan ahli terapi terbina melalui
tahap yang sama dengan tahap hubungan perawat-pasien yaitu
introduksi, kerja, dan terminasi. Upaya pengendalian biaya yang
ditetapkan oleh organisasi pemeliharaan kesehatan dan lembaga
asuransi lain mendorong upaya mempercepat pasien ke fase
kerja sehingga memperoleh manfaat maksimal yang mungkin
dari terapi.

G. Strategi Pelaksanaan
1. Strategi pelaksanaan pasien RPK/PK :
a. SP 1 :
1) Identifikasi penyebab tanda dan gejala serta akibat perilaku
kekerasan.
2) Latih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
fisik 1 yaitu tarik nafas dalam.
b. SP 2 : Evaluasi kemampuan pasien, latih cara fisik II yaitu latih pasin
cara mengontol perilaku kekerasan dengan cara memukul bantal.
c. SP 3 : Evaluasi kemampuan klien, latih klien cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara verbal.
d. SP 4 : Evaluasi kemamuan pasien, latih pasien cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara spiritual.
2. Strategi pelaksanaan untuk keluarga :
a. SP 1 keluarga : Mendiskusikan permasalahan yang dihadapi oleh klien
dan keluarga dan memberikan penjelasan dengancara merawat klien
dengann perilaku kekerasan.
b. SP 2 keluarga : melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien
dengan perilaku kekerasan.
c. SP 3 keluarga : melatih secar langsung ke pasien cara keluarga
mempraktekkan cara merawat pasien.
d. Sp 4 keluarga : memfasilitasi keluarga untuk menyusun jadwal kegiatan
dirumah untuk pasien dan obat (discharge planning).
DAFTAR PUSTAKA

1. Kartika, A., Fathra, A. N., & Yesi, H. (2018). Hubungan Persepsi Perawat Tentang Pasien
Perilaku Kekerasan Dengan Tingkat Kecemasan Perawat Dalam Merawat Pasien
Perilaku Kekerasan. JOM FKp, 5(2), 777–786.
2. Winranto A. Studi Kasus Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Resiko Perilaku
Kekerasa Pada Pasien Skizofrenia. 2021
3. Ns. Frediana Pegia Hartanti, S. K. 2023. Gambaran Tanda dan Gejala Resiko Perilaku
Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia. Kementrian Kesehatan Direktorat Jendral
Pelayanan Kesehatan.
4. Yusuf, A., PK, R. F., & Nihayati, H. E. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Penerbit
Salemba Medika.
5. Hasannah, S. U., & Solikhah, M. M. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan
Resiko Perilaku Kekerasan. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 2(3), 149.
6. Ismaya, & Asti. (2019). Penerapan Terapi Musik Klasik Untuk Menurunan Tanda dan Gejala
Pasien Perilaku Kekerasan di Rumah Singgah Dosaraso Kebumen.
7. NANDA. (2016). Buku Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. EGC.
8. Wulansari, E. M. (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan Risiko Perilaku
Kekerasan Di Rumah Sakit Daerah Dr. Arif Zainuddin Surakarta. Doctoral
Dissertation, Universitas Kusuma Husada Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai