Anda di halaman 1dari 25

MINI RISET

PENGARUH TERAPI MUSIK PADA PASIEN DENGAN


RESIKO PERILAKU KEKERASAN (RPK)
DI RUANG PERKUTUT
RUMAH SAKIT JIWA PROVISI JAWA BARAT

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh :

Mahasiswa STIKes Kuningan

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
TAHUN 2022/2023
1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................
1.2 Tujuan Terapi..............................................................................................................
1.3 Manfaat Terapi............................................................................................................
BAB II TELAAH JURNAL.......................................................................................................
2.1 Telaah Jurnal...............................................................................................................
BAB III PENERAPAN DAN HASIL TERAPI.........................................................................
3.1 Penerapan Terapi.........................................................................................................
3.2 Hasil Terapi.......................................................................8BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Hasil Sebelum Terapi....................................................................................................


4.2 Hasil Setelah Terapi......................................................................................................
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................
LAMPIRAN.............................................................................................................................

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Untuk menjadi individu yang produktif dan mampu berinteraksi
dengan lingkungan sekitar, kita harus memiliki jiwa yang sehat. World
Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan jiwa adalah suatu
kondisi sejahtera secara fisik, sosial, dan mental yang lengkap dan tidak
hanya terbebas dari penyakit atau kecacatan atau dapat dikatakan bahwa
individu dikatakan sehat jiwa apabila berada dalam kondisi fisik, mental dan
sosial yang terbebas dari gangguan (penyakit) atau tidak dalam kondisi
tertekan sehingga dapat mengendalikan stress yang timbul, sehingga
memungkinkan individu untuk hidup produktif, dan mampu melakukan
hubungan sosial yang memuaskan (Muhith, 2015).
Saat ini jumlah penderita skizofrenia mencapai 21.000.000 orang di
seluruh dunia. Gangguan jiwa terdiri dari beberapa masalah, gejala yang
berbeda dengan ciri ciri kombinasi pemikiran abnormal, emosi, perilaku, dan
hubungan orang lain. Seperti skizofrenia, depresi, cacat intelektual, dan
gangguan penyalagunaan narkoba (WHO, 2020).
Permasalahan kesehatan jiwa di seluruh dunia memanglah telah
menjadi permasalahan yang sangat serius. Terdapat kurang lebih 450 juta
orang di dunia menderita penyakit mental. Hasil data WHO, (2020) kurang
lebih 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta
orang terkena skizofrenia, dan 47,5 juta orang terkena demensia. Data
Riskesda, (2018) menunjukkan bahwa dibandingkan dengan Riskesdas tahun
2013, proporsi gangguan jiwa sangat besar, naik dari 1,7% menjadi 7%.
Halusinasi terjadi pada 7 dari setiap 1.000 orang dewasa, dan kebanyakan dari
mereka berusia antara 15-35 tahun. Rumah sakit jiwa di Indonesia
menyebutkan bahwa kurang lebih 70% halusinasi yang dialami pasien
gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran. 20% halusinasi penglihatan,
serta 10% halusinasi penciuman. rasa dan perabaan. Dari prevalensi

1
ditemukan gangguan jiwa halusinasi paling banyak penderitanya adalah
halusinasi pendengaran.
Data Riskesda, (2018) melaporkan bahwa Provinsi Jawa Barat
mempunyai tingkat prevalensi gangguan jiwa berat lima permil, yang berarti
terdapat 5 kasus dalam 1000 mil penduduk menderita gangguan jiwa berat
atau sebanyak 22:489 jiwa dan terbanyak pada penduduk yang tinggal di
pedesaan 5,92 % jiwa. Relefansi gangguan jiwa psikologis Kabupaten
Bandung yaitu sebanyak 2.882 jiwa (0,59%).
Menurut Prasetya, 2018 pada tahun 2018 resiko perilaku kekerasan
sesungguhnya merupakan respon maladaptif dari marah. Perasaan marah
biasa dialami oleh setiap individu dan merupakan respon yang normal ketika
mendapatkan stresor atau ada kebutuhan yang tidak terpenuhi. Perasaan
marah yang tidak mampu diungkapkan secara asertif dapat memanjang
hingga respon yang paling maladaptif yaitu perilaku kekerasan. Resiko
perilaku kekerasan merupakan adanya kemungkinan seseorang
melakukan tindakan dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol serta
dapat melukai atau mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan
secara verbal atau fisik.
Klien dengan resiko perilaku kekerasan dapat dikenali dari tanda dan
gejala yang ditunjukkan seperti mondar -mandir, gelisah, ekspresi muka
dan bahasa tubuh tegang, memberikan ancaman melakukan pembunuhan
atau ancaman bunuh diri, agitasi meningkat, reaksi yang berlebihan
terhadap stimulus yang datang dari lingkungan, cemas hingga panik,
kesulitan menginterpretasikan lingkungan, mudah curiga, kerusakan
proses pikir, perasaan marah, dan tidak mampu menanggapi situasi
secara proporsional (Muhith, 2015).
Gejala agresif dan hostile ditandai dengan: adanya penyerangan
secara fisik / verbal terhadap orang lain dan lingkungan sekitarnya,
mencelakakan diri sendiri, merusak barang orang lain, atau seksual acting
out. Respon resiko perilaku kekerasan dapat sangat mengancam dan

2
membahayakan bagi dirinya, keluarga dan masyarakat sehingga
mereka memerlukan pengobatan dan perawatan di rumah sakit.

B. Tujuan Terapi
1. Mendeskripsikan kemampuan dalam melakukan tindakan terapi music
klasik sebelum diberikan terapi
2. Mendeskripsikan kemampuan dalam melakukan tindakan terapi music
klasik sebelum diberikan terapi

C. Manfaat Terapi
1. Untuk pasien
Untuk membantu pasien melatih mengendalikan perilaku kekerasan
dengan terapi music
2. Untuk perawat
Untuk menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang
keperawatan jiwa dalam mengontrol perasaan marah pada pasien resiko
perilaku kekerasan melalui terapi music.
3. Untuk Institusi
Untuk menambah referensi dan bahan pustaka mengenai cara mengontrol
perasaan marah pada pasien resiko perilaku kekerasan melalui terapi
music.
4. Untuk peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi atau rujukan bagi peneliti
selanjutnya yang akan melakukan penelitian mengenai cara mengontrol
perasaan marah pada pasien resiko perilaku kekerasan melalui terapi
music.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Resiko Perilaku Kekerasan
2.1.1 Pengertian Resiko Perilaku Kekerasan
Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang
yang menunjukan bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri,
orang lain atau lingkungan, baik secara fisik, emosional,
seksual, dan verbal (Nursalam, 2015).
Berbeda dengan risiko perilaku keekrasan, perilaku
kekerasan memiliki definisi sendiri. Perilaku kekerasan
didefinisikan sebagai suatu keadaan hilang kendali perilaku
seseorang yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau
lingkungan (Nursalam, 2015).
2.1.2 Faktor Resiko Perilaku Kekerasan
Menurut Nursalam (2015), menyatakan factor - faktor
risiko dari risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri
dan risiko perilaku kekerasan terhardap orang lain.
1) Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (risk for
self – directed violence)
a) Usia 45> tahun
b) Usia 15 - 19 tahun
c) Isyarat tingkah laku (menulis catatan cinta
yang sedih, menyatakan pesan bernada
kemarahan kepada orang tertentu yang
telah menolak individu tersebut, dll).
d) Konflik mengenai orientasi sosial
e) Konflik dalam hubungan interpersonal
f) Pengangguran atau kehilangan pekerjaan
(masalah pekerjaan)
g) Terlibat dalam tindakan seksual autoerotik
h) Sumber daya personal yang tidak memadai
i) Status perkawinan (sendiri,menjanda,bercerai)
j) Isu kesehatan mental (depresi, psikosis,
gangguan kepdibadian, penyalahgunaan zat)
k) Pekerjaan (profesional, eksekutif, administrator
atau pemilik bisnis)
2.1.3 Tanda dan Gejala Resiko Perilaku Kekerasan
Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat dinilai dari
ungkapan dan didukung dengan hasil obsevasi (SDKI, 2017)
1) Data subjektif
a) Ungkapan berupa ancaman
b) Ungkapan kata - kata kasar
c) Ungkapan ingin memukul/melukai
2) Data objektif
4
a) Wajah memerah dan tegang
b) Pandangan tajam
c) Mengatupkan rahang dengan kuat
d) Mengepalkan tangan
e) Bicara kasar
f) Bicara mengancam
g) Suara tinggi
h) Mondar mandir
i) Melemparkan atau memukul benda/orang lain.

2.1.4 Perilaku Resiko Perilaku Kekerasan


Menurut Nursalam (2015), pasien dengan gangguan
perilaku kekerasan memiliki beberapa perilaku yang perlu
diperhatikan, perilaku pasien dengan gangguan perilaku
kekerasan dapat membahayakan bagi dirinya sendiri, orang
lain, maupun lingkungan sekitar. Adapun perilaku yang harus
dikenali dari pasien gangguan resiko perilaku kekerasan, antara
lain :
1. Menyerang atau menghindar
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena
kegiatannya system syaraf otonom bereaksi terhadap
sereaksi terhadap sekresi ephineprin yang menyebabkan
tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah,pupil
melebar, mual, sekresi HCL meningkat, peristaltic gaster
menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat,
konstipasi, kewaspadaan meningkat, diserta ketegangan otot
seperti: rahang terkatup, tangan mengepal, tubuh menjadi
kaku dan disertai reflek yang cepat.
2. Menyatakan secara asertif
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam
mengekspresikan kemarahannya, yaitu perilaku pasif, agresif,
dan asertif. Perilaku asertif merupakan cara terbaik
individu untuk mengekspresikan rasa marahnya tanpa
menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis.
Dengan perilaku tersebut, individu juga dapat mengambangkan
diri.
3. Memberontak
Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan
akibat konflik perilaku untuk menarik perhatian orang lain.
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditunjukkan
kepada diri sendiri orang lain, maupun lingkungan
2.2 Terapi Musik Klasik
2.2.1 Pengertian Terapi Musik Klasik
Terapi musik terdiri dari dua kata, yaitu “terapi” dan
“musik”. Kata “terapi” berkaitan dengan serangkaian upaya yang
5
dirancang untuk membantu atau menolong orang lain.
Biasanya kata tersebut digunakan dalam konteks masalah fisik
atau mental. Kata “musik” dalam terapi musik digunakan untuk
menjelaskan media yang digunakan secara khusus dalam
rangkaian terapi. Musik adalah terapi yang bersifat nonverbal.
Dengan bantuan musik pikiran klien dibiarkan mengembara,
baik untuk mengenang hal - hal yang membahagiakan,
membayangkan ketakutan - ketakutan yang dirasakan,
mengangankan hal - hal yang diimpikan dan dicita - citakan,
atau langsung mencoba menguraikan permasalahan yang
dihadapi. Seorang terapis musik akan menggunakan musik dan
aktivitas musik untuk memfasilitasi proses terapi dalam membantu
kliennya (Damaianty).
Menurut Prasetya (2018) mengatakan bahwa jenis
musik yang digunakan untuk terapi adalah musik instrumental
dan musik klasik. Musik instrumental menjadikan badan,
pikiran dan mental menjadi sehat. Sedangkan musik klasik
bermanfaat membuat seseorang menjadi rileks, menimbulkan
rasa aman dan sejahtera, melepas rasa gembira dan sedih,
menurunkan tingkat kecemasan pra operasi, melepaskan rasa sakit
dan menurunkan tingkat stres. Terapi musik klasik adalah
sebuah musik yang dibuat dan ditampilkan oleh orang
yang profesional melalui pendidikan musik . Terapi musik
klasik mozart adalah musik yang muncul sejak 250 tahun yang
lalu, diciptakan oleh Wolgang Amadeus Mozart. Musik klasik
mozart memberikan ketenangan, memperbaiki persepsi
sosial, dan memungkinkan pasien untuk berkomunikasi baik
dengan hati maupun pikiran. Musik klasik Mozart memiliki
kekuatan yang membebaskan, mengobati dan dan
menyembuhkan (Candra, 2013)
2.2.2. Sejarah Musik Klasik
Di abad pertengahan, sejumlah asumsi teoritis seputar
hubungan antara musik dan pengobatan mulai berkembang.
Beberapa di antaranya adalah:
a. Teori bahwa tubuh manusia terdiri dari empat cairan
tubuh.
Maka kesehatan terjadi ketika ada
keseimbangan di anatara ke empatnya, dan
ketidakseimbangan dapat menyebabkan gangguan
mental. Keseimbangan keempat cairan tubuh ini
diyakini dapat dipengaruhi oleh vibrasi musik.
b. Musik memiliki potensi dan khasiat mempengaruhi
pikiran manusia.
c. Kesadaran (pikiran) dapat meningkatkan atau
mengganggu kesehatan, dan musik melalui
pikiran dengan mudah menembus dan

6
mempengaruhi seseorang untuk mengikuti prinsip
tertentu.
2.2.3. Tujuan Diberikan Terapi Musik Klasik
Terapi musik akan memberi makna yang berbeda bagi
setiap orang namun semua terapi mempunyai tujuan yang sama
yaitu:
a. Membantu mengekspresikan perasaan
b. Membantu rehabilitasi fisik
c. Memberikan pengaruh positif terhadap kondisi
suasana hati dan emosi
d. Meningkatkan memori, serta
e. Menyediakan kesempatan unik untuk
berinteraksi dan membangun kedekatan emosional.
f. Membantu mengurangi stres, mencegah
penyakit dan meringankan rasa sakit
2.2.4 Efek Terapi Musik Klasik Terhadap Tanda Gejala Fisik RPK
Terapi musik klasik adalah terapi musik bersifat
nonverbal. Dimana dengan bantuan musik, pikiran dibiarkan
mengembara, baik untuk mengenang hal - hal yang
bahagia, membayangkan ketakutan yang dirasakan,
mengangankan hal - hal yang dicita - citakan dan sesuatu yang
diimpikan.
Terapi musik klasik di rancang untuk pengenalan yang
mendalam terhadap keadaan dan permasalahan klien sehingga
setiap orang akan memberi makna yang berbeda terhadap
terapi musik yang diberikan. Candra wayan, 2013
mengemukakan, kesesuaian terapi musik klasik akan sangat
ditentukan oleh nilai - nilai individual, falsafah yang dianut,
pendidikan, tatanan klinis, dan latar belakang budaya. Musik
klasik dapat mempengaruhi denyut jantung sehingga
menimbulkan efek tenang, disamping itu dengan irama lembut
yang ditimbulkan oleh musik yang didengarkan melalui telinga
akan langsung masuk ke otak dan langsung diolah sehingga
menghasilkan efek yang sangat baik terhadap kesehatan
seseorang.
Semua jenis musik klasik dapat digunakan sebagai lagu -
lagu relaksasi. Musik klasik memiliki tempo sekitar 60
ketukan/menit. Apabila lagu terlalu cepat, maka secara tidak sadar
stimulus yang masuk akan membuat kita mengikuti irama
tersebut, sehingga keadaan istirahat yang optimal tidak tecapai.
Pasien resiko perilaku kekerasan jika mendengarkan
musikklasik akan merasa rileks karena music klasik yang masuk
melewati panca indra pendengaran mampu masuk ke canalis
auditorius di hantar sampai ke thalamus sehingga memori di
sistem limbic aktif secara otomatis mempengaruhi saraf
otonom yang disampaikan ke thalamus dan kelenjar hipofisis

7
dan muncul respon terhadap emosional melalui 18 feedback
ke kelenjar adrenal untuk menekan pengeluaran hormon
stres sehingga seseorang menjadi rileks. Musik klasik juga
dipercaya meningkatkan pengeluaran hormon endorfin. Hormon
endorfin memiliki efek relaksasi pada tubuh. Endorfin juga
sebagai ejektor dari rasa rileks dan ketenangan yang timbul,
midbrain mengeluarkan Gama Amino Butyric Acid (GABA)
yang berfungsi menghambat hantaran impuls listrik dari satu
neuron ke neuron lainnya oleh neurotransmitter di dalam sinaps.
Midbrain juga mengeluarkan enkepalin dan beta endorfin. Zat
tersebut dapat menimbulkan efek analgesia yang akhirnya
mengeliminasi neurotransmitterrasa tertekan, memberikan
efek rileks, tenang, mengurangi agresif, dapat menurunkan
tekanan darah, menurunkan tanda - tanda vital pasien serta
mengurangi tanda dan gejala fisik pasien dengan gangguan
jiwa skizofrenia (Muhith, 2015).
Selain itu alunan musik dapat menstimulasi tubuh untuk
memproduksi molekul yang disebut nitric oxide (NO). Molekul
ini akan bekerja pada tonus pembuluh darah sehingga dapat
mengurangi tekanan darah yang terjadi pada pasien resiko perilaku
kekersan (Pangestika, 2018) serta akan memberikan efek rileks
dan mencegah kekambuhuhan yang meliputi tanda gejala fisikk
klien resiko perilaku kekerasan.

8
BAB III
RENCANA KEGIATAN DAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
(SOP)

A. Analisis Masalah

1. Ruangan : Perkutut RSJ Provinsi Jawa Barat

2. Masalah yang ditemukan : sebagian besar pasien yang dirawat di Ruang

Perkutut dengan diagnosa RPK sehingga kelompok mencari literatur

intervensi non farmakologis kepada 3 responden yang di diagnosis RPK

berdasarkan evidence based sehingga diputuskan untuk memberikan terapi

music klasik pada pasien yang mengalami RPK untuk mengetahui penurunan

tanda dan gejala RPK. Tanggal pengkajian : 21-22 Juni 2023.

a. Rencana Kegiatan
Waktu
No. Masalah Kegiatan Sasaran Media
Pelaksanaan

1. Tanda dan A. Terapi music Pasien dengan SOP terapi 21-22 Juni
gejala klasik diagnosa RPK
music klasik 2023
resiko dengan
perilaku pengambilan dan lembar
kekerasan sampel
observasi
menggunakan
teknik random
sampling

9
b. Standar Operasional Prosedur (SOP)
STIMULASI KELOMPOK
Terapi Menggambar
Pengertian Terapi music klasik untuk menurunkan tanda dan gejala
resiko perilaku kekerasan (RPK)
Tujuan 1. Menurunkan tanda dan gejala resiko perilaku
kekerasan (RPK)
Petugas Mahasiswa
Alat 1. Handphone
2. Lembar Observasi
Metode Mendengarkan music
Langkah Tahap Prainterkasi
Kerja 1. Mencuci tangan
2. Menyiapkan alat
Tahap Orientasi
1) Salam dari terapis kepada pasien.
2) Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
3) Memberitahu pasien tentang tindakan yang
akan dilakukan
Tahap Kerja
1. Mengobservasi tanda dan gejala RPK sebelum
diberikan terapi musik klasik
2. Menyiapkan alat pemutar music yang akan
digunakan untuk terapi music klasik
3. Memberikan posisi senyaman mungkin kepada
pasien
4. Menjelaskan aturan ketika mendengarkan music
klasik
5. Menanykan kesiapan pasien untuk dimulai
pemberian terapi

10
6. Meminta pasien memejamkan mata memutar music
yang sudah disiapkan selama 5 menit.
7. Mengobservasi kemampuan dalam mengikuti
tindakan terapi music klasik dan mencatatnya
kedalam lembar observasi kemmampuan
melakukan terapi music klasik
8. Setelah 5 menit, mematikan music yang diputar
dan merapikan pasien
Tahap Terminasi
1. Menanyakan perasaan klien setelah diberikan
terapi
2. Mengobservasi perilaku sesudah diberikan
tindakan terapi music klasik untuk menurunkan
tanda dan gejala RPK dan menulisnya kedalam
lembar observasi tanda dan gejala RPK
3. Mengucapkan terima kasih dan berpamitan.

11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut ini data sajian hasil dan pembahasan dari intervensi terapi musik yang
telah diberikan kepada 3 orang pasien di Ruang Perkutut, adapun hasilnya :
A. Data Pasien
1. Nama : Tn.A
No RM : 072087
Usia : 21 tahun
Alamat : Sumedang
Keluhan utama : gelisah, mengamuk, memukul, marah-marah dan
bicara sendiri
Factor predisposisi : putus obat
2. Nama : Tn.A
No RM : 098982
Usia : 20 tahun
Alamat : Kampung Pasir Jati
Keluhan utama : gelisah
Factor predisposisi : keluar dari pekerjaan
3. Nama : Tn.A
No RM : 087115
Usia : 20 tahun
Alamat : Bandung
Keluhan utama : Marah-marah
Factor predisposisi : putus obat, orang tua meninggal

12
B. Hasil Terapi

Pada bab ini akan menjelaskan penerapan terapi musik pada pasien resiko
perilaku kekerasan yang dilaksanakan pada Rabu, 21 Juni 2023 di Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat pada ruang perawatan Perkutut . Pasien yang
akan diberikan terapi merupakan pasien dengan gangguan resiko perilaku
kekerasan. Data yang diperoleh merupakan data langsung dari responden
dengan jumlah 3 responden yang diberikan sebanyak 3 kali implementasi
terapi musik selama 5 menit yang dinilai menggunakan pre dan post test
dengan menggunakan lembar observasi.
Tabel 1 Gambaran Sebelum Terapi Musik Pada Pasien Gangguan
Resiko Perilaku Kekerasan Pasien 1
Kemampuan Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3
Bersikap tenang 1 0 1
Rileks 0 1 1
Memejamkan mata 1 1 1
Tidak berbicara 0 0 0
Mengikuti terapi dari 1 1 1
awal sampai akhir
Total 3 3 4
Persentase 60% 60% 80%
Sumber : Hasil mini riset tahun 2023
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa kemampuan pasien sebelum
dilakukan tindakan terapi music klasik pada pertemuan 1 dengan persentase
60%, pertemuan 2 dengan persentase 60%, dan pertemuan 3 dengan
persentase 80%.

13
Tabel 2 Gambaran Sebelum Terapi Musik Pada Pasien Gangguan
Resiko Perilaku Kekerasan Pasien 2
Kemampuan Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3
Bersikap tenang 0 0 1
Rileks 0 0 1
Memejamkan mata 1 1 0
Tidak berbicara 0 0 0
Mengikuti terapi dari 1 1 1
awal sampai akhir
Total 2 2 3
Persentase 40% 40% 60%
Sumber : Hasil mini riset tahun 2023
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa kemampuan pasien sebelum
dilakukan tindakan terapi music klasik pada pertemuan 1 dengan persentase
40%, pertemuan 2 dengan persentase 40%, dan pertemuan 3 dengan
persentase 60%.

Tabel 3 Gambaran Sebelum Terapi Musik Pada Pasien Gangguan


Resiko Perilaku Kekerasan Pasien 3
Kemampuan Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3
Bersikap tenang 0 1 1
Rileks 0 0 1
Memejamkan mata 1 1 0
Tidak berbicara 0 0 0
Mengikuti terapi dari 1 1 1
awal sampai akhir
Total 2 3 3
Persentase 40% 60% 60%
Sumber : Hasil mini riset tahun 2023
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa kemampuan pasien sebelum
dilakukan tindakan terapi music klasik pada pertemuan 1 dengan persentase

14
40%, pertemuan 2 dengan persentase 60%, dan pertemuan 3 dengan
persentase 60%.

Tabel 4 Gambaran Setelah Terapi Musik Pada Pasien Gangguan Resiko


Perilaku Kekerasan Pasien 1
Pertemuan ke 3
Kemampuan Pertemuan ke 1 Pertemuan ke 2

Bersikap tenang 1 1 1
Rileks 0 0 1
Memejamkan mata 1 1 1
Tidak berbicara 1 1 1
Mengikuti terapi dari 1 1 1
awal sampai akhir
Total 4 4 5
Persentase 80% 80% 100%

Sumber : Hasil mini riset tahun 2023


Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa kemampuan pasien setelah
dilakukan tindakan terapi music klasik pada pertemuan 1 dengan persentase
80%, pertemuan 2 dengan persentase 80%, dan pertemuan 3 dengan
persentase 100%.

Tabel 5 Gambaran Setelah Terapi Musik Pada Pasien Gangguan Resiko


Perilaku Kekerasan Pasien 2

Kemampuan Pertemuan
Pertemuan Pertemuan

15
ke 1 ke 2 ke 3
Bersikap tenang 1 1 1
Rileks 0 1 1
Memejamkan 1 1 1
mata
Tidak berbicara 1 1 1
Mengikuti terapi 1 1 1
dari awal sampai
akhir
Total 4 5 5
Persentase 80% 100% 100%

Sumber : Hasil mini riset tahun 2023


Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa kemampuan pasien setelah
dilakukan tindakan terapi music klasik pada pertemuan 1 dengan persentase 80%,
pertemuan 2 dengan persentase 100%, dan pertemuan 3 dengan persentase 100%.

16
Tabel 6 Gambaran Setelah Terapi Musik Pada Pasien Gangguan Resiko
Perilaku Kekerasan Pasien 3
Pertemuan Pertemuan Pertemuan
Kemampuan
ke 1 ke 2 ke 3
Bersikap tenang 1 1 0
Rileks 0 1 1
Memejamkan 1 1 1
mata
Tidak berbicara 1 1 1
Mengikuti terapi 1 1 1
dari awal sampai
akhir
Total 4 5 4
Persentase 80% 100% 80%

Sumber : Hasil mini riset tahun 2023


Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa kemampuan pasien setelah
dilakukan tindakan terapi music klasik pada pertemuan 1 dengan persentase 80%,
pertemuan 2 dengan persentase 100%, dan pertemuan 3 dengan persentase 80%.

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil implementasi yang telah dilakukan selama 3 kali


pertemuan, diperoleh perbedaan data hasil observasi pada pasien 1 pasien dan
pasien 3 . Menunjukan bahwa ketiga pasien mengalami perubahan penurunan
tanda dan gejala RPK setelah diberikan tindakan terapi music klasik selama tiga
kali pertemuan.

Terapi musik merupakan metode pengobatan komplementer dan alternatif


yang dapat diterapkan pada semua kelompok umur khususnya pada pasien dengan
resiko perilaku kekerasan. Terapi musik semakin banyak digunakan dalam asuhan
keperwatan sebagai pelengkap untuk meningkatkan relaksasi, memberikan
kenyamanan emosional dan spiritual serta mampu menghilangkan rasa cemas
pada pasien resiko perilaku kekerasan. Soheila Karbandi, et al (2020).

17
Hasil implementasi ini menunjukan bahwa terapi music klasik efektif untuk
menurunkan resiko prilaku kekerasan pada pasien skizofrenia dengan resiko
perilaku kekerasan di ruangan perkutut RSJ Provinsi Jawa Barat 2023. Hasil
implementasi ini dapat digunakan sebagai suatu alternative dalam penurunan
gejala perilaku kekerasan pada pasien di berbagai tatanan pelayanan kesehanan
jiwa yang ada khususnya di RSJ Provinsi Jawa Barat.

Pengaruh penyembuhan terapi musik pada tubuh adalah pada kemampuan


saraf dalam menangkap efek akustik. Kemudian dilanjutkan dengan respon tubuh
terhadap gelombang musik yaitu dengan meneruskan gelombang tersebut ke
seluruh sistem kerja tubuh. Efek terapi musik pada sistem limbik dan saraf
otonom adalah menciptakan suasana rileks, aman dan menyenangkan sehingga
merangsang pelepasan zat kimia Gamma Amino Butyc Acid (GABA), enkefallin
dan beta endorphin yang dapat mengeliminasi neurotransmiter rasa tertekan,
cemas dan stress sehingga menciptakan ketenangan dan memperbaiki suasana hati
pasien. Korteks prefrontal juga berperan penting dalam menghambat perilaku
agresuf. Area spesifik pada korteks prefrontal adalah region orbitofrontal.
Stimulus pada area ini dapat mencegah amarah dan agresif (Satrio,K,2023)

18
BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil kesimpulan diatas dapat disimpulkan :

1. Ketiga pasien mengalami perubahan penurunan tanda dan gejala RPK

2. Sebelum dan setelah dilakukan implementasi terdapat perubahan pada


pasien RPK dengan terapi musik selama 3kali pertemuan

3. Implementasi terapi musik klasik efektiv untuk menurunkan resiko


perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia

4. Implementasi terapi musik dapat digunakan sebagai alternativ dalam


penurunan gejala perilaku kekerasan

5.2 Saran

1. Bagi Pasien

Dapat mengetahui cara mengatasi tanda dan gejala resiko perilaku


kekerasan menggunakan terapi musik klasik sehingga pasien dapat
mengatasi apabila muncul tanda dan gejala

2. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan dengan dilaksanakannya implementasi ini dapat menambah


pengetahuan mengenai intervensi non farmakologi

3. Bagi Mahasiswa

Menambah ilmu pengetahuan dalam implementasi pe,berian terapi non


farmakologi untuk menurunkan tanda gejala risiko perilaku kekerasan
pada pasien skizofrenia

19
DAFTAR PUSTAKA
Aprini, K T & Prasetya, A S. 2018. Penerapan Terapi Musik Klasik pada Pasien
yang Mengalami Resiko Perilaku Kekerasan di ruang Melati Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Lampung. Jurnal keperawatan Panca Bhakti Volume VI
Candra Wayan,2013, Terapi Musik Klasik Terhadap Perubahan Gejala Perilaku
Agresif Pasien Skizofrenia. Keperawatan politeknik kesehatan.
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan keperawatan jiwa. Yogyakarta: Andi offset.
Mukhripah Damaiyanti. 2017. Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: Refka
Aditama.
Notoatmodjo, S. 2016. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam. 2015. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Jakarta: Salemba Medika
Pangestika, A.T, Rochmawati, D.H & Purnomo. 2018. Pengaruh Relaksasi Otot

Progresif Terhadap Kemampuan Mengontrol Marah Pada Pasien Resiko Perilaku

Kekerasan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah. Jurnal

keperawatan, Volume 3-Nomor 3,

20
LAMPIRAN

Lampiran 1
Prosedur Penerapan Terapi
STIMULASI KELOMPOK
Terapi Menggambar
Pengertian Terapi music klasik untuk menurunkan tanda dan gejala
resiko perilaku kekerasan (RPK)
Tujuan 2. Menurunkan tanda dan gejala resiko perilaku
kekerasan (RPK)
Petugas Mahasiswa
Alat 3. Handphone
4. Lembar Observasi
Metode Mendengarkan music
Langkah Tahap Prainterkasi
Kerja 3. Mencuci tangan
4. Menyiapkan alat
Tahap Orientasi
4) Salam dari terapis kepada pasien.
5) Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
6) Memberitahu pasien tentang tindakan yang
akan dilakukan
Tahap Kerja
9. Mengobservasi tanda dan gejala RPK sebelum
diberikan terapi musik klasik
10. Menyiapkan alat pemutar music yang akan
digunakan untuk terapi music klasik
11. Memberikan posisi senyaman mungkin kepada
pasien
12. Menjelaskan aturan ketika mendengarkan music
klasik

21
13. Menanykan kesiapan pasien untuk dimulai
pemberian terapi
14. Meminta pasien memejamkan mata memutar music
yang sudah disiapkan selama 5 menit.
15. Mengobservasi kemampuan dalam mengikuti
tindakan terapi music klasik dan mencatatnya
kedalam lembar observasi kemmampuan
melakukan terapi music klasik
16. Setelah 5 menit, mematikan music yang diputar
dan merapikan pasien
Tahap Terminasi
4. Menanyakan perasaan klien setelah diberikan
terapi
5. Mengobservasi perilaku sesudah diberikan
tindakan terapi music klasik untuk menurunkan
tanda dan gejala RPK dan menulisnya kedalam
lembar observasi tanda dan gejala RPK
6. Mengucapkan terima kasih dan berpamitan.

22
Lampiran 2
Lembar observasi
Kemampuan melakukan terapi music klasik
Pasien :
Perawat :
Ruang/tempat :
Petunjuk pengisian :
1. Berilah tanda (V) jika pasien menunjukan kemampuan dalam
mengikuti tindakan terapi music klasik
2. Tulis tanggal disetiap penelitian
Pertemuan Pertemuan
Kemampuan Pertemuan ke 2
ke 1 ke 3
Bersikap tenang
Rileks
Memejamkan mata
Tidak berbicara
Mengikuti terapi dari
awal sampai akhir
Total
persentase

23

Anda mungkin juga menyukai