Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

Asuhan Keperawatan pada Ny. L


dengan Acute Decompensated Heart Failure (ADHF)
Di Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Rumah Sakit Daerah Gunung Jati Cirebon

Disusun Oleh:

Diyah Ayu Indriyani


JNR0220027

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

2022 / 2023
1. Definisi
ADHF (Acute Decompensated Heart Failure) yaitu penyakit gagal jantung
akut dimana serangan nya cepat dari gejala-gejala yang diakibat oleh abnormalnya
fungsi jantung. Disfungsi dapat berupa sistolik maupun diastolik abnormalitas irama
jantung. Gagal jantung bisa terjadi pada seseorang dengan serangan baru tanpa
kelainan jantung sebelumnya (Aaronson. P.I dan Ward. J, 2011).
Decompensasi cordis adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
penurunan atau kegagalan dalam memompa darah dimana terjadi penurunan
kemampuan kontraktilitas fungsi pompa jantung untuk mencukupi kebutuhan tubuh
akan nutrisi dan oksigen secara adekuat (Alkan et al., 2017).
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) atau yang disebut juga gagal
jantung dekompensasi adalah suatu kondisi perburukan dengan latar belakang gagal
jantung kronik, yang dapat terjadi secara akut, subakut maupun indolen dengan
gejala yang memburuk secara bertahap dalam beberapa hari atau minggu, fraksi
ejeksi bisa normal atau menurun, namum curah jantung umumnya normal atau
tekanan darah dalam batas normal. Pasien gagal jantung mengeluhkan berbagai
jenis gejala, salah satunya yang tersering adalah sesak nafas (dyspnea) yang
semakin berat dan biasanya tidak hanya dikaitkan dengan peningkatan tekanan
pengisian jantung, tetapi juga mempresentasikan keterbatasan curah jantung
(Yuniadi,Y, 2017).
Jadi ADHF adalah gagal jantung akut yang gagal memompa cukup darah
untuk mencukupi kebutuhan tubuh serta tidak dapat mempertahankan sirkulasi yang
adekuat dan serangannya dirasakan secara cepat.
2. Etiologi
Terjadinya gagal jantung menurut (Wijaya & Putri, 2013), dapat disebabkan
oleh beberapa hal berikut, diantaranya:
a. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial, kegagalan miokard berkontraksi
mengakibatkan isi sekuncup dan curah jantung (cardiac output) terjadi menurun.
b. Beban tekanan berlebihan pembebanan sistolik (systolic overload), beban
berlebihan pada kemampuan ventrikel menyebabkan pengosongan ventrikel
terhambat.
c. Beban volum berlebihan pembebanan diastolic (diastolic overload)
d. Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload)
akan menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel
meninggi.
e. Gangguan pengisian (hambatan input). Hambatan dalam pengisian ventrikel
dikarenakan gangguan pada aliran masuk ventrikel akan menyebabkan
pengeluaran ventrikel yang berkurang sehingga curah jantung terjadi penurunan.
f. Hipertensi Sistemik / Pulmonal Peningkatan beban kerja jantung mengakibatkan
pengecilan serabut otot jantung. Efeknya (hipertrofi miokard) sebagai
mekanisme kompensasi karena meningkatkan kontraktilitas jantung.
g. Penyakit jantung Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar,
temponade perikardium, perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.

Sedangkan faktor-faktor penyebab dekompensasi akut pada pasien gagal jantung


kronik menurut Yuniadi (2017) adalah:

a. Diet yang tidak teratur


b. Putus obat atau reduksi dosis yang tidak tepat untuk terapi gagal jantung
c. Iskemia miokard/infark.
d. Aritmia (takikardia atau bradikardia)
e. Infeksi
f. Inisiasi terapi yang akan memperburuk gejala-gejala dari gagal jantung
g. Konsumsi alkohol
h. Kehamilan
i. Hipertensi yang semakin parah
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala umum pada gagal jantung dekompensasi menurut (Yuniadi,Y,
2017), diantaranya yaitu sebagai berikut:
- Dispnea (saat aktivitas, paroxysmal nocturnal dyspnea, orthopnea, atau saat
istirahat) yang ditandai adanya ronci dan efusi paru
- Takipnea (nafas cepat)
- Batuk
- Berkurangnya kapasitas aktivitas fisik
- Nokturia (sering kencing di malam hari)
- Peningkatan/penurunan berat badan
- Edema (ektremitas, skrotum atau daerah lainnya)
- Penurunan nafsu makan atau rasa kenyang yang cepat
- Bunyi nafas Cheyne-stoke
- Gangguan pada abdomen (kembung, begah atau sulit makan) yang ditandai
dengan asites/lingkar perut bertambah, kuadran kanan atas nyeri/tidak nyaman,
hepatomegaly/splenomegaly, sklera icterus, berat badan bertambah, tekanan
vena jugularis meningkat, bunyi jantung S3 meningkat.
- Lelah yang ditandai dengan ekstremitas dingin.
- Perubahan status mental, mengantuk disiang hari, kebingungan, sulit
berkonsentrasi yang ditandai dengan pucat, kulit agak kelabu, perubahan warna
kulit, dan hipotensi
- Pusing, hampir pingsan, pingsan.
- Depresi.
- Gangguan tidur.(insomnia)
- Palpitasi.(jantung berdebar)
4. Pathway

Injury miokard

Infark miokard

Jantung mengalami kegagalan


dalam mekanisme

ADHF

Gagal jantung kiri Gagal jantung kanan

Darah dari atrium


Ventrikel tidak mampu Suplai darah ke Volume darah dari kanan tidak dapat
memompa darah jaringan menurun atrium ke ventrikel masuk ke ventrikel

Tekanan ventrikel kiri Penurunan nutrisi COP menurun Tekanan atrium kanan
meningkat dan O2 sel meningkat

Permeabilitas kapiler Penurunan curah Tekanan vena sistemik


paru meningkat Perfusi perifer jantung meningkat
tidak efektif

Tekanan ventrikel kiri Edema di ekstremitas


meningkat

Cairan masuk ke Hipervolemia


intravaskuler

Edema paru

Proses difusi terganggu


Gangguan pertukaran
Dyspnea, pH menurun, gas
CO2 menurun
Pola nafas tidak efektif
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurarif (2015), berikut merupakan pemeriksaan yang dapat
dilakukan pada pasien gagal jantung diantaranya yaitu:
a. Elektrokardiogram : Hiperatropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis,
iskemia, disaritmia, takikardia, fibrilasi atrial.
b. Uji stress : Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk
menentukan kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi sebelummnya.
c. Ekokardiografi : Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume
balik dan kelainan regional, model M paling sering dipakai dan ditanyakan
bersama EKG), ekokardiografi dua dimensi (CT scan), dan ekokardiografi
dopoler (memberikan pencitraan dan pendekatan transesofageal terhadap
jantung).
d. Katerisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis katup atau insufisiensi.
e. Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh
darah abnormal
f. Analisa gas darah : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratory
ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)
g. Pemeriksaan tiroid : Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas
tiroid sebagai pencetus gagal jantung.
6. Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan terhadap pasien gagal jantung harus dilakukan agar tidak
terjadi perburukan kondisi. Tujuan penatalaksanaan adalah untuk menurunkan kerja
otot jantung, meningkatkan kemampuan pompa ventrikel, memberikan perfusi
adekuat pada organ penting, mencegah bertambah parahnya gagal jantung dan
merubah gaya hidup (Wijaya & Putri, 2013).
Penatalaksanaan dasar pada pasien gagal jantung meliputi dukungan istirahat
untuk mengurangi beban kerja jantung, pemberian terapi farmakologis untuk
meningkatkan kekuatan dan efisien kontraksi jantung, dan pemberian terapi diuretik
untuk menghilangkan penimbunan cairan tubuh yang berlebihan (Smeltzer, 2013).
a. Menurunkan Kerja Otot Jantung
Penurunan kerja otot jantung dilakukan dengan pemberian diuretik,
vasodilator dan beta-adrenergic antagonis (beta bloker). Diuretik merupakan pilihan
pertama untuk menurunkan kerja otot jantung. Terapi ini diberikan untuk memacu
ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Diuretik yang biasanya dipakai adalah loop
diuretic, seperti furosemid, yang akan menghambat reabsorbsi natrium di ascending
loop henle. Hal tersebut diharapkan dapat menurunkan volume sirkulasi,
menurunkan preload, dan meminimalkan kongesti sistemik dan paru. Efek samping
pemberian diuretik jangka panjang dapat menyebabkan hiponatremi dan pemberian
dalam dosis besar dan berulang dapat mengakibatkan hypokalemia. Hipokalemia
menjadi efek samping berbahaya karena dapat memicu terjadinya aritmia.
Pemberian vasodilator atau obat-obat vasoaktif dapat menurunkan kerja miokardial
dengan menurunkan preload dan afterload sehingga meningkatkan cardiac output.
Sementara itu, beta bloker digunakan untuk menghambat efek system saraf simpatis
dan menurunkan kebutuhan oksigen jantung. Pemberian terapi diatas diharapkan
dapat menurunkan kerja otot jantung sekaligus.
b. Elevasi Kepala
Pemberian posisi fowler/semi fowler bertujuan untuk mengurangi kongesti
pulmonal dan mengurangi sesak napas. Kaki pasien sebisa mungkin tetap
diposisikan dependen atau tidak dielevasi, meski kaki pasien edema, karena elevasi
kaki dapat meningkatkan venous return yang akan memperberat beban awal
jantung.
c. Mengurangi Retensi Cairan
Mengurangi retensi cairan dapat dilakukan dengan mengontrol asupan
natrium dan pembatasan cairan. Pembatasan natrium digunakan digunakan dalam
diet sehari-hari untuk membantu mencegah, mengontrol, dan menghilangkan
edema. Retriksi natrium <2 gr/hari dapat membantu diuretic bekerja secara optimal.
Pembatasan cairan hingga 1000 ml/hari direkomendasikan pada gagal jantung yang
berat.
d. Meningkatkan Pompa Ventrikel Jantung
Penggunaan adrenergic agonist atau obat inotropik merupakan salah satu
cara yang paling efektif untuk meningkatkan kemampuan pompa ventrikel jantung.
Obat-obatan ini akan meningkatkan kontraktilitas miokard sehingga meningkatkan
volume sekuncup. Salah satu inotropik yang sering digunakan adalah dobutamin.
Pemberian kombinasi dobutamin dan dopamin dapat mengatasi sindroma low
cardiac output dan bendungan paru.
e. Pemberian Oksigen dan Kontrol Gangguan Irama Jantung
Pemberian oksigen dengan nasal kanul bertujuan untuk mengurangi
hipoksia, sesak napas dan membantu pertukaran oksigen dan karbondioksida.
Oksigenasi yang baik dapat meminimalkan terjadinya gangguan irama jantung,
salah satunya aritmia. Aritmia yang paling sering terjadi pada pasien gagal jantung
adalah atrial fibrilasi (AF) dengan respon ventrikel cepat. Pengontrolan AF
dilakukan dengan dua cara, yakni mengontrol rate dan rhythme.
f. Mencegah Miokardial Remodelling
Angiotensin Converting Enzyme inhibitor atau ACE inhibitor terbukti dapat
memperlambat proses remodeling pada gagal jantung. ACE inhibitor menurunkan
afterload dengan memblok produksi angiotensin, yang merupakan vasokonstriktor
kuat. Selain itu, ACE inhibitor juga meningkatkan aliran darah ke ginjal dan
menurunkan tahanan vaskular ginjal sehingga meningkatkan diuresis. Hal ini akan
berdampak pada peningkatan cardiac output sehingga mencegah remodeling jantung
yang biasanya disebabkan oleh bendungan di jantung dan tahanan vaskular. Efek
lain yang ditimbulkan ACE inhibitor adalah menurunkan kebutuhan oksigen dan
meningkatkan oksigen otot jantung.
g. Merubah Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup menjadi kunci utama untuk mempertahankan fungsi
jantung yang dimiliki dan mencegah kekambuhan. Ketaatan pasien berobat,
pemantauan berat badan mandiri, asupan cairan, pengurangan berat badan, latihan
fisik, aktvitas seksual.

7. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Biodata
Berisikan tentang identitas pasien dan penanggungjawab pasien
meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk RS, tanggal
pengkajian, diagnose medis, dan nomor rekam medis.
2) Pengkajian Primer
 Airway (kaji jalan nafas) : melakukan observasi padagerakan dada,
apakah ada gerakan dada atau tidak. Jika ada gerakan dada spontan
berarti jalan napas lancar atau paten,sedangkan jika tidak ada gerakan
dada walaupun diberikan bantuan napas artinya terjadi sumbatan jalan
napas.
 Breathing (kaji fungsi paru) : melakukan observasi kemampuan
mengembang paru, adakah perkembangan paru spontan atau tidak.
Apabila tidak mengembang spontan maka kemungkinan terjadi
gangguan fungsi paru sehingga akan dilakukan tindakan untuk bantuan
napas.
 Circulation (kaji sirkulasi) : melakukan pengkajian denyut nadi dengan
melakukan palpasi pada nadi radialis/brachialis/karotis. Apabila tidak
teraba adanya denyutan maka menunjukkan gangguan fungsi jantung.
 Disability : mengkaji tingkat kesadaran pasien dengan menggunakan
GCS (Glasgow Coma Scale).
 Eksposure : melakukan pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik seluruh
tubuh.
3) Pengkajian Sekunder
 Keluhan Utama : merupakan keluhan yang membuat seseorang datang
ke tempat pelayanan kesehatan untuk mencari pertolongan.
 Riwayat Kesehatan Sekarang : merupakan rincian atau penjelasan lebih
lengkap dari keluhan utama.
 Riwayat Kesehatan Masa Lalu : penyakit atau sakit apa yang
sebelumnya pernah diderita pasien atau riwayat pengobatan sebelumnya.
 Riwayat Kesehatan Keluarga : apakah di dalam keluarga pasien ada yang
menderita penyakit keturunan atau tidak.
 Pemeriksaan Head to Toe : melakukan pemeriksaan fisik secara
keseluruhan dari ujung kepala hingga ujung kaki.
 Pemeriksaan Penunjang : melakukan kolaborasi untuk pemeriksaan
laboratorium dan radiologi.
b. Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah


Berisi data subjektif Berisi tentang Masalah/keluhan
dan data objektif perjalanan yang dirasakan atau
pasien yang didapatkan munculnya suatu dialami pasien
pada saat pengkajian gangguan yang seperti pola napas
keperawatan. dibutuhkan oleh tidak efektif dan lain
pasien. sebagainya.

Masalah keperawatan yang mungkin muncul:

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan adanya hambatan upaya napas
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
3. Penurunan curah jantung berhubugan dengan perubahan irama jantung
4. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan suplai darah ke jaringan menurun
5. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
c. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No. Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI) Rasionalisasi
(SDKI)
1. Pola napas Setelah dilakukan
Observasi 1. Untuk mengetahui
tidak efektif tindakan 1. Monitor pola napas keadaan umum pasien
b.d keperawatan (frekuensi, kedalaman, 2. Dapat mendeteksi tanda
hambatan selama 1x24 jam, usaha napas) tanda bahaya atau
upaya napas diharapkan pola
2. Monitor bunyi napas komplikasi
napas efektif
tambahan 3. Sputum dapat
dengan kriteria
3. Monitor sputum mengganggu pola
hasil: (jumlah, warna, aroma) bernapas
1. Frekuensi napas
Terapeutik 4. Agar pasien dapat mudah
dalam rentang
1. Pertahankan kepatenan bernapas dengan mudah
normal jalan napas dengan dan maksimal
2. Tidak ada
head tilt dan chin lift 5. Posisi setengah duduk
penggunaan 2. Posisikan semi fowler dapat mengoptimalkan
otot bantu
ataiu fowler ekspansi paru
pernapasan 3. Berikan minum hangat 6. Air hangat dapat
3. Tidak 4. Lakukan fisioterapi mengencerkan sekret
menunjukkan dada 7. Menurunkan distress
tanda dispnea
5. Berikan oksigen pernapasan akibat
Edukasi hipoksia
1. Anjurkan asupan cairan 8. Untuk memaksimalkan
2000 ml/hari, jika tidak pernapasan
kontraindikasi 9. Hidrasi adekuat mampu
2. Ajarkan teknik batuk membantu mengeluarkan
efektif sekret
Kolaborasi 10. Merupakan cara
1. Kolaborasi dengan nonfarmakologik untuk
dokter dalam memaksimalkan
pemberian pengeluaran sekret
bronkoldilator, 11. Merupakan jenis obat
ekspektoran, mukolitik, untuk mengencerkan
jika perlu sekret
2. Gangguan Setelah dilakukan Observasi 1. Untuk mengetahui status
pertukaran tindakan 1. Monitor frekuensi, pernapasan pasien
gas b.d keperawatan irama, kedalaman dan 2. Untuk mengetahui adanya
ketidakseim selama 1x24 jam upaya napas komplikasi atau tidak
bangan diharapkan 2. Monitor pola napas pada saluran pernapasan
ventilasi- pertukaran gas (seperti: bradypnea, 3. Kental, tebal, dan
perfusi meningkat ,dengan takipnea, kussmaul, banyaknya sekresi
kriteria hasil: Cheyne-stokes,dll) merupakan sumber utama
1. Dyspnea 3. Monitor kemampuan gangguan pertukaran gas
menurun batuk efektif 4. Melihat apakah ada
2. Bunyi napas 4. Palpasi kesimetrisan obstruksi di kisaran
tambahan ekspansi paru normal paru salah satu
menurun 5. Monitor saturasi bronkus
3. Diaforesis oksigen 5. Mencegah terjadinya
menurun 6. Monitor nilai AGD hipoksia ataupun
4. Gelisah Terapeutik hipoksemia
menurun 1. Atur interval 6. Untuk mengevaluasi
5. Sianosis pemantauan respirasi status oksigen dan
membaik sesuai kondisi pasien karbondiokksida dalam
2. Dokumentasikan hasil darah dan mengukur pH-
pemantauan nya
Edukasi 7. Mengetahui
1. Jelaskan tujuan dan perkembangan status
prosedur pemantauan rspirasi pasien
2. Informasikan hasil 8. Mengetahui fokus
pemantauan, jika perlu keperawatan serta sebagai
tanggung gugat perawat
9. Memberikan informasi
kepada pasien dan
keluarga terkait tindakan
yang akan diberiikan
10. Meningkatkan
pengetahuan pasen dan
keluarga terkait kondisi
masalah kesehtan pasien
3. Penurunan Setelah dilakukan Observasi 1. Misal: dispnea,
curah tindakan 1. Identifkasi tanda dan kelelahan, edema,
jantung b.d keperawatan gejala primer ortopnea
perubahan selama 1x24 jam, penurunan curah 2. Misal: peningkatan BB,
irama diharapkan curah jantung hepatomegali, oliguria,
jantung jantung meningkat 2. Identifikasi tanda dan batuk, kulit pucat
dengan kriteria gejala sekunder 3. Memantau tekanan
hasil: penurunan curah darah pasien
1. Tanda tanda jantung 4. Untuk mengetahui tanda
vital dalam 3. Monitor tekanan darah tanda dehidrasi
rentang normal 4. Monitor intake dan 5. Memantau kebutuhan
2. Kekuatan nadi output cairan oksigen
perifer 5. Monitor saturasi 6. Mengetahui karakteristik
meningkat oksigen nyeri yang dirasakan
3. Takikardi 6. Monitor keluhan nyeri 7. Mengetahui adanya
menurun dada kelainan atau gangguan
4. Edema 7. Monitor aritmia irama dan frekuensi
menurun Terapeutik jantung
1. Berikan diet jantung 8. Agar pasien dapat
yang sesuai menerapkan pola hidup
2. Posisikan semi fowler yang sehat
atau fowler 9. Mencegah terjadinya
3. Berikan oksigen untuk retensi cairan dan edema
mempertahankan 10. Untuk memenuhi suplai
sirkulasi oksigen pasien
Edukasi 11. Melatih pasien
1. Anjurkan beraktivitas beraktivitas sesuai
fisik sesuai toleransi toleransi
2. Anjurkan beraktivitas 12. Melatih kekuatan otot
fisik secara bertahap dan motorik secara
Kolaborasi bertahap
1. Kolaborasi dengan 13. Untuk menstabilkan
dokter dalam gangguan irama jantung
pemberian antiaritmia 14. Agar mendapatkan
2. Rujuk ke program perawatan jantung yang
rehabilitasi jantung lebih komprehensif
4. Perfusi Setelah dilakukan Observasi 1. Memantau kelancaran
perifer tidak tindakan 1. Periksa sirkulasi perifer sirkulasi
efektif b.d keperawatan 2. Identifikasi faktor 2. Mengetahui faktor yang
suplai darah selama 1x24 jam, risiko gangguan menyebabkan gangguan
ke jaringan diharapkan perfusi sirkulasi sirkulasi
menurun perifer efektif 3. Monitor panas, nyeri, 3. Memantau tanda tanda
dengan kriteria kemerahan, dan infeksi
hasil: bengkak pada 4. Untuk mencegah
1. Denyut nadi ekstremitas kekurangan atau
perifer Terapeutik perubahan sirkulasi
meningkat 1. Hindari pemasangan 5. Agar tidak terjadi infeksi
2. Edema perifer infus atau pengambilan sehingga sirkulasi tidak
menurun darah di area terganggu
3. Warna kulit keterbatasan perfusi 6. Hidrasi yang adekuat bisa
tidak pucat 2. Lakukan pencegahan mempengaruhi sirkulasi
4. Akral teraba infeksi 7. Olahraga dapat
hangat 3. Lakukan hidrasi meningkatkan dan
5. Turgor kulit Edukasi memperlancar sirkulasi
membaik 1. Anjurkan berolahraga 8. Agar mendapat perawatan
rutin jantung yang lebih
2. Anjurkan program komprehensif
rehabilitasi 9. Pasien mampu
kardiovaskuler menerapkan pola hidup
3. Ajarkan program diet sehat
untuk memperbaiki
sirkulasi
5. Hioervolem Setelah dilakukan Observasi 1. Mengetahui adanya tanda
ia b.d tindakan 1. Periksa tanda dan gejala dan gejala hipervolemia
gangguan keperawatan hipervolemia (mis: pada pasien
mekanisme selama 1x24 jam, ortopnea, dispnea, 2. Mengetahui penyebab
regulasi diharapkan volume edema, suara napas hipervolemia pada pasien
cairan dalam tubuh tambahan) agar dapat menentukan
seimbang, dengan 2. Identifikasi penyebab tindakan yang tepat
kriteria hasil: hipervolemia 3. Untuk mengetahui status
1. Asupan cairan 3. Monitor status hemodinamik pada pasien
meningkat hemodinamik (mis: 4. Mengetahui
2. Haluaran urin frekuensi jantung, keseimbangan cairan di
meningkat tekanan darah) dalam tubuh pasien
3. Asupan 4. Monitor intake dan 5. Memastikan cairan infus
makanan output cairan yang masuk sudah sesuai
meningkat 5. Monitor kecepatan infus dengan kebutuhan pasien
4. Edema secara ketat 6. Mencatat perkembangan
menurun Terapeutik pasien
5. Tekanan darah 1. Timbang berat badan 7. Mengurangi asupan cairan
membaik setiap hari pada waktu dan garam agar
6. Membran yang sama keseimbangan cairan
mukosa 2. Batasi asupan cairan kembali normal
membaik dan garam 8. Mencegah retensi cairan
3. Tinggikan kepala 9. Agar haluaran urin pasien
tempat tidur 30-40° tetap terpantau
Edukasi 10. Agar pasien dapat
1. Ajarkan cara mengukur mengontrol intake dan
dan mencatat asupan output cairan sesuai
dan haluaran cairan dengan kebutuhan tubuh
2. Ajarkan cara membatasi 11. Membantu mengeluarkan
cairan kelebihan garam dan air
Kolaborasi dalam tubuh melalui urin
1. Kolaborasi pemberian 12. Mengembalikan
diuretik konsentrasi kalium dalam
2. Kolaborasi penggantian tubuh
kehilangan kalium
akibat diuretik
DAFTAR PUSTAKA

Aaronson, P. I. & Ward, J. P. (2011). At a Glance: Sistem Kardiovaskular. Jakarta:


Erlangga.
Alkan, H. Oz. (2017). Influence of Breathing Exercise Education Appliaed on Patients with
Heart Failure on Dyspnoea and Qquality of Sleep: A Randomized Controlled Study.
International Journal of Medixal Resarch & Heealth Sciences.
Nurarif, Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis: Berdasarkan Penerapan Diagnosa
Nanda NIC & NOC. Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Price, Sylvia A. Wilson, L.M., & Carol T.B. (2013). Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. (2013). Keperswatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 12. Jakarta:
EGC.
Wijaya, Andre. & Yesine, Putri. (2013). Buku Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan
Dewasa). Yogyakarta: Nuha Medika.
Yuniadi, Y., et al. (2017). Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai