Anda di halaman 1dari 11

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

S
DENGAN ADHF DI RUANG ICU
RUMAH SAKIT BALIMED
KARANGASEM

1. KAJIAN TERORI
A. Pengertian ADHF
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) atau yang disebut juga gagal
jantung dekompensasi adalah suatu kondisi perburukan dengan latar belakang gagal
jantung kronik, yang dapat terjadi secara akut, subakut maupun indolen dengan
gejala yang memburuk secara bertahap dalam beberapa hari atau minggu, fraksi
ejeksi bisa normal atau menurun, namum curah jantung umumnya normal atau
tekanan darah dalam batas normal. ( Yuniadi,Y, 2017)
Pasien gagal jantung mengeluhkan berbagai jenis gejala, salah satunya yang
tersering adalah sesak nafas (dyspnea) yang semakin berat dan biasanya tidak hanya
dikaitkan dengan peningkatan tekanan pengisian jantung, tetapi juga
mempresentasikan keterbatasan curah jantung (Yuniadi,Y, 2017). Pasien tidur
dengan kepala yang dielevasi untuk mengurangi dyspnea yang muncul secara
spesifik dalam keadaan terlentang, terlebih lagi dyspnea yang muncul dalam keadaan
telentang pada sisi kiri (trepopnea), paroxysmal nocturnal dyspnea adalah salah satu
indicator yang paling dapat dipercaya dari gagal jantung (Yuniadi,Y, 2017).Tanda
dan Gejala atau fase DBD pada anak

B. Tanda dan Gejala


Gejala dan tanda umum gagal jantung dekompensasi (Yuniadi,Y, 2017):
a. Dispnea ( saat aktivitas, paroxysmal nocturnal dyspnea, orthopnea, atau saat
istirahat) yang ditandai adanya ronci dan efusi paru.
b. Takipnea
c. Batuk
d. Berkurangnya kapasitas aktivitas fisik
e. Nokturia
f. Peningkatan /penurunan berat badan
g. Odema ( ektremitas, skrotum atau daerah lainnya)
h. Penurunan nafsu makan atau rasa kenyang yang cepat
i. Nafas Cheyne- stokes

C. Patofisiologi DHF
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraksi jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung
normal. Konsep curah jantung yaitu CO = HR X SV. Curah jantung atau cardiac
output adalah fungsi frekuensi jantung atau heart rate X volume sekuncup atau stroke
volume (Smeltzer, 2006).
Menurut Muttaqin (2009) bila cadangan jantung untuk berespons terhadap stress
tidak adekuat dalam memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung gagal
untuk melakukan tugasnya sebagai pompa, akibatnya terjadilah gagal jantung.

Kelainan fungsi otot jantung disebabkan oleh aterosklerosis koroner, hipertensi


arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner
mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran 10 darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
Miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik/
pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada
gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi
miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan
kontraktilitas jantung. Hipertrofi otot jantung menyebabkan jantung tidak dapat
berfungsi secara normal, dan akhirnya terjadi gagal jantung
Peradangan dan penyakit miokarium degeneratif berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara
terpisah. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah
ventrikel berpasangan/ sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat
mengakibatkan penurunan perfusi jaringan
Gagal jantung dapat dimulai dari sisi kiri atau kanan jantung. Sebagai contoh,
hipertensi sitemik yang kronis akan menyebabkan ventrikel kiri mengalami hipertrofi
dan melemah. Hipertensi paru yang berlangsung lama akan menyebabkan ventrikel
kanan mengalami hipertofi dan melemah. Letak suatu infark miokardium akan
menentukan sisi jantung yang pertama kali terkena setelah terjadi serangan jantung.
Ventrikel kiri yang melemah akan menyebabkan darah kembali ke atrium, lalu ke
sirkulasi paru, ventrikel kanan dan atrium kanan, maka jelaslah bahwa gagal jantung
kiri akhirnya akan menyebabkan gagal jantung kanan. Pada kenyataanya, penyebab
utama gagal jantung kanan adalah gagal jantung kiri. 11 Karena tidak dipompa
secara optimum keluar dari sisi kanan jantung, maka darah mulai terkumpul di sistem
vena perifer. Hasil akhirnya adalah semakin berkurangnya volume darah dalam
sirkulasi dan menurunnya tekanan darah serta perburukan siklus gagal jantung.
Menurut Muttaqin ( 2010) keluhan utama pada klien dengan gangguan system
kardiovaskular secara umum antara lain sesak nafas,nafas pendek, batuk, nyeri dada,
pingsan, berdebar-debar, cepat lelah, odema ekstremitas, dan sebagainya. Dispnea
kardiak terjadi secara khas pada pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan
tekanan akhir diastolic dari ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan vena
pulmonalis . Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan curah darah
ventrikel kiri pada waktu melakukan kegiatan fisik.

PATWAY
D. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus gagal
jantung kongestif di antaranya sebagai berikut :
a. Elektrokardiogram : Hiperatropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis,
iskemia, disaritmia, takikardia, fibrilasi atrial.
b. Uji stress : Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk
menentukan kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi sebelummnya.
c. Ekokardiografi
1) Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume balik dan
kelainan regional, model M paling sering dipakai dan ditanyakan bersama
EKG
2) Ekokardiografi dua dimensi (CT scan)
3) Ekokardiografi dopoler (memberikan pencitraan dan pendekatan
transesofageal terhadap jantung)
d. Katerisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis katup atau insufisiensi
e. Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh
darah abnormal
f. Elektrolit yang terkait (Natrium,Kalium) : Mungkin berubah karena perpindahan
cairan/penurunan fungsi ginjal terapi diuretik
g. Oksimetri : Saturasi oksigen (SaO2) mungkin rendah terutama jika gagal jantung
kongestif akut menjadi kronis.
h. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin : Peningkatan BUN menunjukkan
penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi
i. Pemeriksaan tiroid : Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas
tiroid sebagai pencetus gagal jantung
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terhadap pasien gagal jantung harus dilakukan agar tidak terjadi
perburukan kondisi. Tujuan penatalaksanaan adalah untuk menurunkan kerja otot
jantung, meningkatkan kemampuan pompa ventrikel, memberikan perfusi adekuat pada
organ penting, mencegah bertambah parahnya gagal jantung dan merubah gaya hidup
(Black & Hawks, 2014). Penatalaksanaan dasar pada pasien gagal jantung meliputi
dukungan istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung, pemberian terapi farmakologis
untuk meningkatkan kekuatan dan efisien kontraksi jantung, dan pemberian terapi
diuretik untuk menghilangkan penimbunan cairan tubuh yang berlebihan (Smeltzer,
2013).
a. Menurunkan Kerja Otot Jantung
Penurunan kerja otot jantung dilakukan dengan pemberian diuretik, vasodilator
dan beta-adrenergic antagonis (beta bloker). Diuretik merupakan pilihan
pertama untuk menurunkan kerja otot jantung. Terapi ini diberikan untuk
memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal (Smeltzer, 2013). Diuretik
yang biasanya dipakai adalah loop diuretic, seperti furosemid, yang akan
menghambat reabsorbsi natrium di ascending loop henle. Hal tersebut
diharapkan dapat menurunkan volume sirkulasi, menurunkan preload, dan
meminimalkan kongesti sistemik dan paru (Black & Hawks, 2014). Efek
samping pemberian diuretik jangka panjang dapat menyebabkan hiponatremi
dan pemberian dalam dosis besar dan berulang dapat mengakibatkan
hipokalemia (Smeltzer, 2013). Hipokalemia menjadi efek samping berbahaya
karena dapat memicu terjadinya aritmia (Black & Hawks, 2014). Pemberian
vasodilator atau obat-obat vasoaktif dapat menurunkan kerja miokardial
dengan menurunkan preload dan afterload sehingga meningkatkan cardiac
output (Black & Hawks, 2014). Sementara itu, beta bloker digunakan untuk
menghambat efek system saraf simpatis dan menurunkan kebutuhan oksigen
jantung (Black & Hawks, 2014). 15 Pemberian terapi diatas diharapkan dapat
menurunkan kerja otot jantung sekaligus.
b. Elevasi Kepala
Pemberian posisi fowler/semi fowler bertujuan untuk mengurangi kongesti
pulmonal dan mengurangi sesak napas. Kaki pasien sebisa mungkin tetap
diposisikan dependen atau tidak dielevasi, meski kaki pasien edema, karena
elevasi kaki dapat meningkatkan venous return yang akan memperberat beban
awal jantung (Black & Hawks, 2014)
c. Mengurangi Retensi Cairan
Mengurangi retensi cairan dapat dilakukan dengan mengontrol asupan natrium
dan pembatasan cairan. Pembatasan natrium digunakan digunakan dalam diet
sehari-hari untuk membantu mencegah, mengontrol, dan menghilangkan
edema. Restriksi natrium
d. Pemberian Oksigen dan Kontrol Gangguan Irama Jantung
Pemberian oksigen dengan nasal kanul bertujuan untuk mengurangi hipoksia,
sesak napas dan membantu pertukaran oksigen dan karbondioksida. Oksigenasi
yang baik dapat meminimalkan terjadinya gangguan irama jantung, salah
satunya aritmia. Aritmia yang paling sering terjadi pada pasien gagal jantung
adalah atrial fibrilasi (AF) dengan respon ventrikel cepat. Pengontrolan AF
dilakukan dengan dua cara, yakni mengontrol rate dan rhythm (Black &
Hawks, 2014).
e. Merubah Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup menjadi kunci utama untuk mempertahankan fungsi
jantung yang dimiliki dan mencegah kekambuhan. Ketaatan pasien berobat, 17
pemantauan berat badan mandiri, asupan cairan, pengurangan berat badan,
latihan fisik, aktvitas seksual (Dokter, dkk,2015)

F. Komplikasi
a. Edema paru akut dapat terjadi akibat gagal jantung kiri.
b. Syok kardiogemik merupakan akibat stadium dari gagal jantung kiri, kongestif
akibat dari penurunan curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat
ke organ dalam vital (jantung dan otak).
c. Episode trombolitik Trombus terbentuk karena imobilitas pasien serta
gangguan sirkulasi dengan aktivitas trombus sehingga dapat menyumbat
pembuluh darah.
d. Efusi perikardial dan tamponade jantung merupakan masuknya cairan ke
kantung perikardium, dalam hal ini cairan dapat meregangkan perikardium 11
sampai ukuran maksimal sehingga COP menurun dan aliran balik vena
kejantung menjadi tamponade jantung.
e. Efusi Pleura Efusi pleura dapat terjadi karena peningkatan tekanan dari
pembuluh kapiler pleura. Cairan transudate disebabkan oleh peningkatan
tekanan pada pembuluh kapiler pleura ketika berpindah ke dalam pleura.
Dalam hal ini efusi pleura menyebabkan paru-paru tidak mengembang secara
optimal sehingga tidak diperolehnya secara optimal oksigen yang didapat
(Wijaya, A, 2013)

b. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Keluhan utama:
Pasien mengeluh nyeri dada
2. Riwayat Penyakit:
Pasien datang dengan keluhan lemas, kesadaran CM, akral dingin,nafas terasa
berat, pasien merasakan nyeri dada dan dada berdebar, nyeri ulu hati. Didapatkan
ttv pasien TD: 70/50, N: 50x/mnt, RR: 20x/mnt, Spo2: 99% ,
Data Fokus
No Data Subjektif Data Objektif Masalah
Keperawatan
1 Pasien datang dengan Pasien datang dengan Resiko
keluhan lemas, keluhan lemas, penurunan curah
kesadaran CM, akral kesadaran CM, akral jantung
dingin,nafas terasa dingin, Didapatkan
berat, pasien merasakan ttv pasien TD: 70/50,
nyeri dada dan dada N: 91x/mnt, RR:
berdebar, nyeri ulu hati. 20x/mnt, Spo2: 99%
Didapatkan ttv pasien
TD: 70/50, N: 50x/mnt,
RR: 20x/mnt, Spo2:
99% ,

B. Diagnosa Keperawatan,
Resiko penurunan curah jantung b.d efek uremik pada otot jantung/oksigenasi

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan
Keperawatan

1 Resiko penurun Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tanda-tanda


an curah jantung keperawatan selama 1x 24 jam vital pasien
diharapkan curah jantung 2. Observasi ekg
membaik dengan criteria hasil: 3. Bunyi auskultasi
1. Vital sign dalam jantung
batas normal 4. Kaji warna kulit,
2. Oedem berkurang membrane mukosa dan
3. Intake dan output
dasar kuku
balance
5. Observasi adanya
4. Pasien tidak kram otot, kebas dan
tampak kelelahan kesemutan pada kaki
6. Perhatikan adanya
nadi lambat, hipotensi,
kemerahan mual
muntah, penurunan
tingkat kesadaran
7. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian terapi
-berikan obat sesuai
intruksi dokter
-awasi nilai lab
(elektrolit)

D. Implementasi
Hari/ No Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Tgl dx
sabtu 1 14.00 memantau tanda-tanda Ds : ibu pasien
03/06/202 vital pasien mengatakan anaknya
3 lemas
Do : ku: stabil, kes
CM, TD: 70/50, N:
91x/mnt, RR:
20x/mnt, Spo2:
99%

Ds : ibu pasien
15.00 meMonitoring CM CK mengatakan
anaknyan sudah
minum sekitar 50cc
air putih

Do : tampak urine
kuning pekat
200cc/3jam

E. Evaluasi Keperawatan
N Hari/ No Jam Evaluasi Paraf
o dx
Tgl
1 Senin 1 08.10 S : pasien mengatakan tidak
08/06/2023 ada keluhan
O : ku : stabil
Kes CM
Td : 120/70
N : 100x/mnt
Rr 20x/mnt
Spo2 00%
Mukosa bibir tampak
lembab
Turgor kulit elastis

A : masalah teratasi
P : pertahankan kondisi
pasien

Anda mungkin juga menyukai