Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gangguan jiwa merupakan kumpulan dari keadaan yang tidak

normal baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental.

Keabnormalan tersebut dibagi dalam dua golongan yaitu : Gangguan jiwa

(Neurosa) dan sakit jiwa (psikosa), gangguan jiwa merupakan gangguan

fikiran, perasaan atau tingkah laku sehingga menimbulkan penderitaan dan

terganggunya fungsi atau kegiatan sehari-hari, sedangkan sakit jiwa

merupakan gangguan jiwa berat yang memerlukan pengobatan dan

perawatan khusus. Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam gejala

yang terpenting diantaranya adalah: ketegangan (tension), rasa putus asa

dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa

(convulsive), histeria, rasa lemah, dan tidak mampu mencapai tujuan,

takut, pikiran-pikiran buruk dan sebagainya (Yosep, 2009).

Masyarakat umum terdapat 0,2 sampai 0,8 % penderita perilaku

kekerasan, dan dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia terdapat kira-

kira 2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa. Menurut data

WHO 2006 mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk Indonesia atau kira-

kira 12-16 % mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data Depertemen

Kesehatan, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5 juta

orang(Depkes, 2009).

1
Menurut data rekam medik Rumah Sakit Jiwa Prov. Dr. V. L.

Ratumbuysang Manado tahun 2013-2014. Presentase penderita gangguan

jiwa selama tahun 2013 yaitu, klien rawat inap laki-laki sebanyak (65,3%)

dan (34,7%) perempuan. Sedangkan pada tahun 2014 sebanyak 2294

orang, diantaranya halusinasi 1162 orang (50,65%), menarik diri 462

orang (20,13%), harga diri rendah 374 orang (16,30 %), waham 130 orang

(5,66 %), perilaku kekerasan 143 orang (5,58%), defisit perawatan diri 21

orang (0,91 %), kerusakan komunikasi verbal 16 orang (0,70%),

percobaan bunuh diri 1 orang (0,04%). Selama tahun 2013-2014 prilaku

kekerasan menempati urutan ke lima. Tahun 2013 perilaku kekerasan 143

pasien, pasien baru (39,7%) dan pasien lama (88,3%). Tahun 2014

perilaku kekerasan 143 pasien, pasien baru (49,3%) dan pasien lama

(93,7). Dari masalah keperawatan yang muncul dan rata-rata dari mereka

berkisar antara usia 20-40 tahun (Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa

Ratumbuysang Manado ).

Masalah-masalah yang sering muncul pada klien jiwa khususnya

dengan kasus perilaku kekerasan salah satunya adalah marah. Kemarahan

merupakan suatu perasaan atau emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap

kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman.

Pengungkapan marah yang konstruktif dapat membuat perasaan lega.

Perilaku atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan

untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Kelliat, 2004).

2
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses

keperawatan jiwa. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan

perumusan kebutuhan atau masalah pasien. Data yang dikumpulkan

meliputi data biologis, psikologis, social dan spiritual. Data pada

pengkajian keperawatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor

predisposisi, factor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping

dan kemampuan koping yang dimiliki pasien (Stuart dan Laria,2001).

Cara pengkajian lain berfokus pada 5 dimensi yaitu fisik,

emosional, intelektual, social, dan spiritual kemampuan perawat yang

diharapkan dalam melakukan pengkijian adalah mempunyai

kesadaran/tilik diri (self awareness), kemampuan mengobservasi dengan

akurat, kemampuan komunikasi terapeutik dan senantiasa mampu

berespon secara efektif (Stuart dan laria,2001)

Berdasarkan dengan studi pendahuluan yang penulis lakukan pada

tanggal 13 Maret 2015 di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang

Manado melihat banyaknya pasien gangguan jiwa perilaku kekerasan 143

orang maka penulis tertarik untuk mengangkat kasus dengan judul

“Gambaran Ungkapan Marah Terhadap Kemampuan Mengontrol Perilaku

Kekerasan Pada Klien Skizofrenia di Ruang Waraney Rumah Sakit Jiwa

Prof. Dr. V.L. Ratumbuysang Manado”.

3
B. Perumusan Masalah

Perilaku kekerasan merupakan diagnosa keperawatan utama selain

gangguan persepsi sensori halusinasi baik pendengaran maupun

penglihatan yang ditemukan pada klien dengan skizofrenia. Oleh karena

isi halusinasilah terkadang klien sering mengalami berupa perintah untuk

melakukan tindakan kekerasan baik terhadap diri sendiri, orang lain

maupun lingkungan sekitar merupakan ancaman yang membahayakan

keamanan. Ungkapan marah yang konstruktif dapat membuat perasaan

lega, sehingga mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif

dengan menggunakan kata-kata yang mudah di mengerti dan diterima

tanpa menyakiti hati orang lain akan memberikan perasaan puas yang

berdampak pada penurunan gejala perilaku kekerasan.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahui gambaran tentang ungkapan marah terhadap kemampuan

mengontrol perilaku kekerasan pada klien skizofrenia di Rumah Sakit

Jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado.

2. Tujuan Khusus

a. Teridentifikasinya karakteristik pasien perilaku kekerasan di

Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado.

4
b. Teridentifikasinya ungkapan marah pada pasien dengan perilaku

kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang

Manado.

c. Teridentifikasinya kemampuan mengontrol perilaku kekerasan

pada klien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L.

Ratumbuysang Manado.

D. Manfaat/Kegunaan

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi semua pihak yaitu :

1. Bagi peneliti

Meningkatkan kualitas asuhan keperawatan jiwa oleh perawat klinik di

ruang akut dan intermediate dalam upaya mengungkapkan kemarahan

bagi pasien sebagi suatu bentuk terapi dalam mengontrol perilaku

kekerasan pada klien skizofrenia.

2. Bagi Klien dan Keluarga

Menambah kemampuan klien perilaku kekerasan dalam mengontrol

perilaku maladaptifnya sedangkan bagi keluarga akan menambah

kemampuan dan pengetahuan baru dalam merawat anggota keluarga

yang mengalami perilaku kekerasan.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini sebagai evidence based atau data dasar dalam

mengembangkan pengetahuan peneliti tentang pasien dengan perilaku

kekerasan.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Skizofrenia

1. Pengertian skizofrenia

Beberapa ahli menjelaskan tentang skizofrenia antara lain

oleh Stuart Laraia (2005), yang mengatakan bahwa skizofrenia

adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai

area fungsi inividu, termaksud fungsi berpikir dan berkomunikasih,

menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan

menunjukan emosi dan berperilaku yang dapat diterima secara

rasional. Sedangkan Videbeck (2008), menyatakan bahwa

skizofrenia suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan

menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan

perilaku yang aneh dan terganggu. Didasarkan pernyataan yang

dinyatakan oleh para ahli tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa

skizofrenia sebagai reaksi psikotik yang mempengaruhi pikiran,

perasaan, persepsi, perilaku dan hubungan social individu kearah

mal adaptif.

2. Tipe dan Gambaran Klinis Skizofreia

Skizofrenia dapat dibedakan menjadi beberapa tipe.

Menurut DSM IV-TR diantaranya : tipe paranoid, katatonik,

6
disorganisasi, terdiferensiasi, dan residual. Skizofrenia paranoid

merupakan tipe skizofrenia yang paling banyak ditemukan diantara

tipe lainnya. Gambaran klinis skizofrenia paranoid didominasi oleh

waham yang secara relative stabil berupa waham kejaran, rujukan,

merasa dirinya tinggi, misi khusus, perubahan tubuh atau

kecemburuan. Gejala halusinasi yang menyertai terutama

halusinasi pendengaran, biasanya berupa suara-suara yang

mengancam atau member perintah atau halusinasi autitorik tanpa

bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung atau bunyi tawa.

3. Gejala skizofrenia

Gejala skizofrenia menurut PPDGJ III (dalam Maslim,

2001) terdiri dari gejala posiitif diantaranya delusi, halusinasi,

kekacauan kognitif, dissorganisasi bicara, dan perilaku katatonik

seperti keadaan gaduh gelisah sedangkan gejala samar berupa afek

datar, tidak memiliki kemauan, merasa tidak nyaman, dan menarik

diri dari masyarakat (Videbeck, 2008).

4. Terapi Psikofarmaka Pada Skizofrenia

Terapi psikofarmaka yang umum digunakan untuk klien

skizofrenia adalah antipsikotik. Obat antipsikotik ini dibedakan

menjadi dua golongan yaitu antipsikotik jenis tipikal (tradisional)

dan atipikal. Antipsikotik tipikal efektif digunakan untuk

7
mengatasi gejala positif skizofrenia seperti waham, halusinasi,

gangguan berpikir, namun tidak memberikan efek yang baik untuk

perubahan gejala negatif. Klien yang mendapatkan obat ini

halusinasinya sering tidak muncul lagi namun perilaku menarik diri

atau keengganan untuk melaksanakan aktifitas tidak ada perbaikan.

Antipsikotik atipikal merupakan generasi baru dimana

kelebihannya tidak hanya mengatasi gejala positif terapi efektif

menurunkan gejala negatif skizofrenia seperti menarik diri,

hilangnya motivasi dan kemauan, dan anhedonia. Obat yang

termaksud golongan atipikal antipsikosis yaitu clozapine,

risperidone, olanzapine dan quetiapine. Golongan tipikal

antipsikotik diantaranya : haloperidol, trifloupheraazine,

chlorpromazine (CPZ) dan loxapine (Littrel & littrel, 1998 dalam

videbeck, 2008).

Obat antipsikotik tersebut kadang perluh dikombinasikan

dengan pemberian obat lainnya tergantung gejala yang akut

perilaku kekerasan dapat dierikan tambahan obat berupa antimanik

seperti lithium (Varcarolis, Carson & Shoemaker, 2006). Obat ini

berfungsi untuk membantu menekan episode kekerasan yang

dialami oleh klien.

8
B. Tinjauan Tentang Perilaku Kekerasan

1. Pengertian Perilaku Kekerasan

Ada beberapa pengertian mengenai perilaku kekerasan, yaitu :

a. Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan, di

tujukan pada diri sendiri / orang lain secara verbal maupun

non verbal dan pada lingkungan (Depkes RI,2006)

b. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk

prilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik

maupun psikologis (Budi Ana Keliat, 1999).

c. Perilaku kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan

yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Individu dapat

merusak diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Stuart dan

Sundeen, 1995).

d. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik

baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan

(Townsend, 1998).

e. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik

baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal

tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau

marah yang tidak konstruktif ( Stuart dan sundean, 1995).

9
f. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk

perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik

maupun psikologis (Berkowitz, 1993).

Jadi dapat di simpulkan perilaku kekerasan adalah perilaku

destruktif dan tidak terkontrol yang dapat membahayakan diri

sendiri, orang lain, dan lingkungan sebagai akibat perasaan jengkel

atau marah terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak

terpenuhi.

2. Rentang respon marah

Respon adaptif Respon mal adaptif

Asertif Frustasi pasif Agresif Perilaku Kekerasan

Gambar 1. Rentang Respon Marah

Asertif : Kemarahan yang di ungkapkan tanpa menyakiti

orang lain

Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realistis

atau terhambat.

Pasif : Respon lanjutan, di mana pasien tidak mampu

mengungkapkan perasaan

Agresif : Perilaku destruktif tetapi masih terkontrol

Amuk : Perilaku destruktif dan tidak terkon

10
3. Penyebab Perilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan atau amuk dapat di sebabkan oleh

frustasi, takut, manipulasi atau intimidasi. Perilaku kekerasan

merupakan hasil konflik emosional yang belum dapat diselesaikan.

Perilaku kekerasan juga mengambarkan rasa tidak aman,

kebutuhan akan perhatian dan ketergantungan pada orang lain.

Pada pasien gangguan jiwa. Perilaku kekerasan bisa

disebabkan adanya perubahan sensorik persepsi berupa halusinasi,

baik dengar, visual maupun lainnya. Pasien merasa di perintah oleh

suara-suara atau bayngan yang dilihatnya. Untuk melakukan

kekerasan atau pasien merasa marah terhadap suara-suara atau

banyangan yang mengejeknya.

4. Gelaja-Gejala Perilaku Kekerasan

Data perilaku kekerasan dapat di peroleh melalui observasi

atau wawancara tentang perilaku berikut ini :

1. Muka merah dan tegang

2. Pandangan tajam

3. Mengatupkan rahang dengan kuat

4. Mengepalkan tangan

5. Bicara kasar

6. Suara tunggi, menjerit atau berteriak

7. Mengancam secara verbal dan fisik

11
8. Melempar atau memukul benda/orang lain

9. Merusak barang atau benda

10. Tidak mempunyai kemampuan mencagah / mengontrol

perilaku kekerasan

Data ini sesuai dengan format pengkajian untuk masalah

perilaku kekerasan.

5. Faktor predisposisi

Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah prilaku

kekerasan adalah faktor biologis, psikologis, dan sosiokultural.

1. Faktor biologis

1) Instinctual Drive Theory (Teori Dorongan Naluri)

Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan

oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang sangat kuat.

2) Psychosomatic Theory (Teory Psikosomatik)

Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis

terhadap stimulus eksternal, internal maupun lingkungan.

Dalam hal ini system limbic berperan sebagai pusat untuk

mengekspresikan maupun menghambat rasa marah

12
2. Faktor Psikologis

1) Frustation Aggresion Theory (Theory Agresif Frustasi)

Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai

hasil dari akumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila

keinginan individu berperilaku agresif karena perasaan

frustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan.

2) Behavior Theory (Teori perilaku)

Kemarahan adalah proses belajar, hal dapat dicapai

apabila tersedia fasilitas/situasi yang mendukung

3) Eksistensia Theory (Theory Eksistensi)

Bertingkah laku adalah kebutuhan dasar manusia,

apabila kebutuhan tersebut tidak dapat terpenuhi melalui

berperilaku konstruktif, maka individu akan memenuhinya

melalui berperilaku destruktif.

3. Faktor sosiokultural

1) Social Enviroment Theory (Theory Lingkungan Sosial)

Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap

individu dalam mengekspresikan marah. Norma budaya

dapat mendukung individu untuk merespon asertif atau

agresif

13
2) Social Learning Theory (Theory Belajar Sosial)

Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung

maupun melalui proses sosialisasi

6. Faktor Presipitasi

Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap

individu bersifat unik. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar

(serangan fisik, kehilangan, kematian dan lain-lain) maupun dalam

(Putus hubungan dengan orang yang berarti, kehilangan rasa cinta,

takut terhadap penyakit fisik dan lain-lain). Selain itu lingkungan

yang terlalu ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan,

tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan.

7. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan

Tanda dan gejala marah dilihat dari aspek :

1. Fisik : Muka marah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara

tinggi, napas pendek, keringat, sakit fisik, penyalagunaan zat

dan tekanan darah meningkat.

2. Emosi : Tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah,

dendam, dan jengkel.

3. Kognitif : Mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, dan

merendahkan.

4. Sosial : Menarik diri, pengasingan, dan penolakan

14
5. Spiritual : Keraguan, tidak bermoral, kebejatan, dan kreatifitas

terlambat.

8. Akibat Perilaku Kekerasan

Pasien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan

tindakan berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun

lingkungannya, seperti menyerang orang lain, memecahkan

perabotan, membakar rumah dan lain-lain. Sehingga pasien dengan

perilaku kekerasan beresiko untuk mencedrai diri sendiri, orang

lain dan lingkungan.

9. Respon marah yang mal adaptif

1. Pengelakan (Fasion)

Mengingkari bahwa kita marah atau tidak dapat mengenali

bahwa kita marah.

2. Pemendahan (Conteimend)

Memendam marah meskipun kita tau bahwa kita sedang

marah. Ini bukan mengurung amarah, hanya menunda

ekspresinya. Akhirnya, marah mengarah kepada stress atau

penyakit yang berhubungan dengan stres atau ledakan amarah.

3. Pengalihan(Displacement)

Ketika kita menumpahkan kemarahan pada suatu yang

tidak ada hubungannya dengan sasaran amarah kita. Misalnya,

15
istri memberikan tongkat love suami kepada orang lain antara

kesal pada ucapan sang suami. Atau seoarang bawahan yang

malas bekerja karena fasilitas kerja yang tidak sesuai dengan

tuntutannya.

4. Pengekspresian tidak langsung (indirect expression)

Jika kita marah karena alasan tertentu, tetapi menumpakan

kemarahan kepada kita sesuatu yang lain. Sebagai contohnya

kita mungkin marah pada anak kita karena perilaku belajarnya

yang kurang baik, tetapi dari pada menyelematkan sumber

kemarahan kita pada kemampuan belajarnya, kita memarahi dia

karena ia berlama-lama menggunakan telepon.

10. Penatalaksanaan proses keperawatan

a. Farmakoterapi

Pasien dengan ekspresi marah perluh perawatan dan

pengobatan yang tepat. Adapun pengobatan dengan

neuroleptika yang mempunyai dosis neuroleptika yang

mempunyai dosis efektif tinggi contohnya : Clorpromazine

HCL yang berguna untuk mengembalikan psokomotornya.

Bila tidak ada yang dapat digunakan dosis efektif rendah,

contohnya Tryfluoperasine estelasine, bila tidak ada juga

maka dapat digunakan Transquillizer bukan obat anti psokotik

16
seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya

mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi.

b. Terapi Okupasi

Tetapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, tetapi

ini bukan pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media

untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan

berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus

diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti

membaca Koran, main catur dapat pula dijadikan media yang

penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak

berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti

kegiatan itu diajak uityu bagi dirinya. Terapi ini merupakan

langkah awal yang harus dilkukan oleh petugas terhadap

rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan di tentukan

program kegiatannya.

c. Peran serta keluarga

Keluarga merupakan system pendukung utama yang

memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-

sakit) pasien. Perawat membantu keluarga agar dapat

melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah

kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi

17
perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan

keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada

masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan

mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku mal adaptif

(pencegahan primer), menggulangi perilaku mal adaptif

(pencegahan sekunder) dan memulihkan perilaku mal adaptif

ke perilaku adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat

kesehatan pasien dan keluarga dapat di tingkatkan secara

optimal. (Budi Anna Keliat,1992).

d. Terapi somatic

Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi

somatic terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan

jiwa dengan mengubah perilaku yang mal adaptif menjadi

perilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukkan

pada kondisi fisik pasien, tetapi target terapi adalah perilaku

pasien.

e. Terapi kejang listrik

Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy

(ECT) adalah bentuk terapiada pasien dengan menimbulkan

kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui

elektroda yang di tempatkan pada pelipis pasien. Terapi ini

18
awalnya untuk menanngani skizofrenia membutuhkan 20-30

kali terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali

(seminggu 2 kali).

19
C. Kerangkah Teori

Skema 2.1

Kerangkah Teori Penelitian

Faktor Faktor Definisi


Predisposisi presipitasi

Rentang
Respon
Marah
PERILAKU KEKERASAN

Penyebab

Penatalaksanaan Gejala

Tanda dan
Akibat gejala
Respon
marah yang
mal adaptif

20
D. Kerangkah Konsep Penelitian

Skema 2.2

Kerangkah Konsep Penelitian

Tanda dan Gejala :

Ungkapan Marah 1. Perilaku kekerasan


2. Kemampuan Mengontrol
Perilaku kekerasan ( Kognitif,
Afektif, Perilaku

21
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey

Deskriptif. Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan ungkapan

marah terhadap kemampuan mengontrol perilaku kekerasan pada

klien. Penelitian ini dilakukan pada klien dengan perilaku kekerasan

yang sedang di rawat di ruang waraney Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V.

L. Ratumbuysang Manado. Desain Penelitian dapat dijelaskan skema

pelaksanaan di bawah ini.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian adalah sejumlah besar subjek

yang mempunyai karakteristik tertentu. Subyek dapat berupah

manusia, hewan coba, data laboratorium dan lain-lain, sedangkan

karakteristik subyek ditentukan sesuai dengan ranah dan tujuan

penelitian (Sashoasmoro & Ismael, 2008). Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh klien skizofrenia yang mengalami

perilaku kekerasan yang berada di ruangan waraney Rumah Sakit

Jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado sebanyak 30 orang.

22
2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan

cara tertentu sehingga dapat di anggap mewakili populasinya

(Sastroasmoro & Ismael, 2008). Teknik sampel ini menggunakan

teknik Purposive Sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang

sesuai dengan kehendak peneliti. Sampel dalam penelitian ini

adalah klien skizofrenia yang mengalami perilaku kekerasan

sebanyak 30 orang dan kriteria inklusi :

a. Usia 18-55 tahun

b. Alasan masuk rumah sakit karena perilaku kekerasan

c. Klien memiliki riwayat mencedrai diri sendiri, orang lain dan

lingkungan

d. Klien bersedia menjadi responden

C. Variabel Penelitian

Variabel adalah perilaku atau karateristik yang memberikan nilai

beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Nursalam,

2013).

1. Variabel Independen (bebas)

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau

nilai menentukan variabel lain. Suatu kegiatan stimulus yang di

manipulasi oleh peneliti menciptakan suatu dampak pada variabel

23
dependen (Nursalam, 2013). Yang menjadi variabel independen

adalah ungkapan marah.

2. Variabel Dependen (terikat)

Variabel dependen adalah variabel yang mempengaruhi

nilainya di tentukan oleh variabel lain. Variabel respons akan

muncul sebagai dari manipulasi variabel-variabel lain (Nursalam,

2013). Yang menjadi variabel dependen adalah kemampuan

mengontrol perilaku kekerasan

3. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mengdefinisikan variable secara

operasional dan berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau

pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena

(Hidayat, 2007). Definisi operasional berfungsi untuk membatasi

ruang lingkup atau pengertian variable - variabel yang diamati atau

diteliti (Notoatmodjo, 2010). Definisi operasional dalam penelitiian

ini ditentukan dengan menggunakan parameter yang dijadikan

ukuran dalam penelitian yang dapat diuraikan sesuai table 3.1

24
Tabel 3.1 Definisi Operasional Karakteristik Klien Perilaku Kekerasan

NO Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
1. Usia Umur responden Satu item Dinyatakan Interval
sejak lahir pertanyaan dalam dalam tahun
sampai dengan kuesioner (A)
ulang tahun tentang usia
terakhir responden.
2. Jenis Merupakan Satu item 1. Laki-laki Nominal
kelamin Pembedahan dari pertanyaan dalam 2. Perempuan
Gorder reponden kuesioner (A)
tentang jenis
kelamin
Responden.
3. Pendidikan Tingkat Satu item 1. Rendah Ordinal
pendidikan pertanyaan dalam (SD-SMP)
Formal yang kuesioner (A) 2. Tinggi
Ditempuh tentang pendidikan (SMA /
berdasarkan terakhir responden SMK - PT)
ijasah terakhir
4. Pekerjaan Usaha yang Satu item 1. Bekerja Nominal
dilakukan pertanyaan dalam 2. Tidak
responden untuk kuesioner (A) bekerja
mendapatkan tentang pekerjaan
responden
5. Status Ikatan yang sah Satu item 1. Kawin Nominal
perkawinan antara pria dan pertanyaan dalam 2. Tidak
wanita dalam kuesioner (A) Kawin
menjalani tentang
kehidupan perkawinan
berumah tangga responden
6. Riwayat Pengalaman Satu item 1. Ada Nominal
Gangguan gangguan jiwaa pertanyaan dalam 2. Tidak ada
Jiwa yang dialami kuesioner (A)
sebelum tentang gangguan
gangguan jiwa jiwa yang dialami
saat ini sebelumnya
7. Frekuensi Jumlah berapah Satu item 1. 1 Tahun Nominal
Dirawat kali klien pertanyaan dalam 2. > 2 tahun
dirawat dengan kuesioner tentang
masalah berapa kali klien
gangguan jiwa dirawat dirumah
sakit jiwa

25
Tabel 3.2 Definisi Operasional Gejala Perilaku Kekerasan
(Variabel Dependen)
No. Variabel Definisi cara ukur Hasil ukur skala
Operasional
1. Ungkapan Ungkapan yang Menggunakan Jika skor 25 Interval
Marah ditampilkan oleh lembar maka
klien dengan observasi menunjukan
perilaku terhadap ungkapan
berdasarkan ungkapan marah
pengungkapan marah pada secara tidak
kemarahan yang klien asertif skor
menyebabkan < 25 maka
perilaku ungkapan
kekerasan marah
secara
asertif

Tabel 3.3 Definisi Operasional Perilaku kekerasan


No. Variabel Definis Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
1. Kemampuan Kemampuan Menggunakan Jika skor > Ordinal
mengontrol kognitif, afektif lembar 16 maka
perilaku dan perilaku observasi : kurang
kekerasan yang Dengan Jika skor <
ditampilkan Penilaian 16 maka
klien perilaku terhadap fisik, baik
kekerasan kognitif,
terhadap latihan perilaku,
cara fisik yang emosi dan
diberikan sosial

26
D. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa Prof.

Dr. V. L. Ratumbuysang Manado

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2015, yang dimulai dari

kegiatan penyusunan proposal - skripsi, pengumpulan data,

pengolahan hasil dan penulisn laporan penelitian.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengukur kemampuan

mengontrol perilaku kekerasan dengan penilaian pada gejala

perilaku kekerasan dengan rumus perhitungan menggunakan rumus

Cut Of Point = (Max+Min)/2 skoring jika skor > 16 = kurang, jika

skor < 16 = baik

b. Kuesioner

Kuesioner digunakan untuk menilai pengungkapan kemarahan

dengan menggunakan skala Likert dengan penilaian 4 jika selalu, 3

jika sering, 2 jika jarang, 1 jika tidak pernah. Dengan rumus

perhitungan menggunakan rumus Cut Of Point = (Max + Min)/2.

27
Dengan scoring jika skor > 25 maka ungkapan marah secara asertif,

jika skor < 25 maka ungkapan marah secara tidak asertif.

F. Tahap Pengumpulan Data

1. Mendapatkan surat izin penelitian dari Program Studi S1

Keperawatan Stikes Graha Medika Kotamobagu

2. Melapor dan meminta izin kepada direktur Rumah Sakit Jiwa Prof.

Dr. V. L. Ratumbuysang Manado

3. Melapor kepada kepala ruangan waraney, dan perawat ruangan.

4. Mencari data pasien lewat buku laporan dan berkas pasien,

kemudian memilih pasien sesuai dengan kriteria yang telah

ditetapkan

5. Menemui pasien sebelum melakukan penelitian maka peneliti


menjelaskan terlebih dahulu maksud dan tujuan kepada calon
responden.

G. Pengolaan Data
1. Pengolahan data

Adapun langkah-langkah dari pengolahan data meliputi :

a. Editing

Proses editing dilakukan setelah data terkumpul dan

dilakukan dengan pemeriksaan kelengkapan datamemeriksa

kesinambungan data dan keseragaman data.

28
b. Coding

Dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data semua

jawaban atau data perlu untuk disederhanakan yaitu dengan

memberikan symbol-simbol untuk setiap jawaban.

c. Entri

Kegiatan entri adalah melakukan pemasukan data yang sudah

dikode terlebih dahulu di computer

d. Tabulasi data

Dilakukan untuk memudahkan pengolahan data ke dalam suatu

tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan

penelitian, tabel lebih muda untuk dimengerti.

H. Etika Penelitian

Penelitian dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri, tetapi

saling berkaitan dan saling mendukung. Beberapa faktor pendukung

tersebut agar penelitian dapat terlaksana antara lain seperti dana dan

adanya objek penelitian. Terlebih bila mengingat bahwa manusia

menjadi salah satu objek penelitian keperawatan, maka penelitian yang

melibatkan manusia sebagai objek penelitian harus memperhatikan

hak-hak azazi manusia.

29
Etika penelitian meliputi :

1. Informed consent (informasi untuk responden)

Melakukan persetujuan dengan responden dengan

mengajukan surat persetujuan.

2. Anomity (tanpa nama)

Merahasiakan ke public data atau apapun yang

bersangkutan dengan responden.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh respon dijamin

oleh peneliti

30
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Tempat Penelitian

Dalam perda No 6 Tahun 2011 di tetapkan bahwa Rumah Sakit

Jiwa Prof Dr. V. L. Ratumbuysang Propinsi Sulawesi Utara merupakan

lembaga Teknis Daerah sebagai unsur penunjang Pemerintah Propinsi

yang mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan jiwa dan korban

penyalagunaan Napza.

Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado memiliki

luas areal 4,3 Ha, Dengan Luas bangunan 8.283 m2 berlokasi dijalan

Bethesda Nomor 77, masuk dalam wilayah Kelurahan Sario Kecamatan

Malalayang, Kota Manado.

1. Fasilitas Pelayanan

Fasilitas pelayanan yang tersedia di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L.

Ratumbuysang Manado adalah sebagai berikut :

a. Pelayanan Rawat Jalan

1) Poliklinik psikiatri dan ketergantungan Napza

2) Poliklinik gigi

3) Poliklinik umum dan spesialistik

4) Poliklinik spikologi

5) Poliklinik fisioterapi

6) Gawat darurat psikiatri

31
7) Gawat darurat umum

b. Pelayanan Rawat Inap

1) Kesehatan jiwa dewasa dan usia lanjut

2) Kesehatan jiwa anak dan remaja

3) Kesehatan jiwa gangguan mental organic

4) Rawat darurat psikiatrik

5) Rawat darurat umum

6) Kebidanan dan kamar bersalin

c. Kegiatan Penunjang

1) Penunjang diagnostic dan radiologi

2) Apotik/farmasi

3) Dapur gizi

4) Kegiatan pendidikan dan latihan bidang kesehatan jiwa

5) Pelatihan teknis kesehatan jiwa untuk tenaga kesehatan

6) Pelatihan untuk pendidikan tenaga kesehatan

2. Struktur Organisasi

Susunan organisasi Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang

Manado terdir dari :

a. Direktur

b. Wakil Direktur I

c. Wakil Direktur II

d. Bidang - bidang

32
e. Seksi – seksi

f. Sub bagian dan sub bidang

g. Kelompok Jabatan Fungsional

h. Instalasi – instalasi

i. Komite Medik dan Komite Perawatan

3. Ketenagaan Organisasi

Untuk mendukung terselenggaranya seluruh kegiatan, Rumah Sakit

Jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado didukung oleh tenaga –

tenaga sebagai berikut :

a. Spesialis Kesehatan Jiwa : 2 Orang

b. Spesialis Penyakit Dalam : 2 Orang

c. Spesialis Anak : 6 Orang

d. Spesialis Kebidanan/Kandungan : 3 Orang

e. Spesialis Mata : 3 Orang

f. Spesialis Saraf : 2 Orang

g. Spesialis Kulit Kelamin : 1 Orang

h. Spesialis Radiologi : 1 Orang

i. Spesialis Ked Fisik Dan Rehabilitas Medik : 1 Orang

j. Dokter Umum : 27 Orang

k. Dokter Gigi : 3 Orang

l. Apoteker : 5 Orang

m. Psikologi : 4 Orang

33
n. Sarjana Kesehatan Masyarakat : 4 Orang

o. Sarjana Keperawatan : 10 0rang

p. Nurse : 15 Orang

q. D3 Perawat Psikiatri & Umum : 95 Orang

r. D3 Gigi : 6 Orang

s. D3 Kesehatan Lingkungan : 2 Orang

t. D3 Kebidanan : 9 Orang

u. Asisten Apoteker : 9 Orang

v. Tenaga Administrasi, dll : 112 Orang

B. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini dalam bentuk analisa univariat mencangkup

karakteristik reponden (Usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan status

perkawinan, dan frekuensi dirawat) serta gejala perilaku kekerasan dan

kemampuan mengontrol perilaku kekerasan.

1) Analisis Univariat

Hasil analisi univariat mencangkup karakteristik responden akan

disajikan dalam bentuk table dan narasi.

a. Karakteristik responden

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, umur,

pendidiikan, pekerjaan, status perkawinan, riwayat gangguan

jiwa, dan frekuensi dirawat dapat dilihat pada table 4.1 di bawah

ini :

34
1) Jenis kelamin

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat

dilihat dalam bentuk tabel 4.1 berikut ini

Tabel 4.1
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis
kelamin diruangan Waraney Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V.
L. Ratumbuysang Manado

Variabel n %
Jenis Kelamin
a. Laki – laki 26 86,7
b. Perempuan 4 13,3
Sumber: Data Primer, 2015

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukan distribusi

responden berdasarkan jenis kelamin. Dari data di atas

menunjukan bahwa dari total 30 responden terdapat 26 orang

(86,7%) laki-laki, dan perempuan sebanyak 4 orang (13,3%)

2) Umur

Karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat

dalam bentuk tabel 4.2 berikut ini

Tabel 4.2
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan
umur diruangan Waraney Rumah Sakit Jiwa
Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado

Variabel n %
Umur
a. Umur 23-31 12 40,0
b. Umur 32-40 16 53,3
c. Umur > 40 2 6,7
Sumber : Data Primer 2015

35
Berdasarkan 4.2 menunjukan distribusi responden

berdasarkan umur yang dibagi dalam 3 kategori yaitu 23-31

tahun, 32-40 tahun, dan umur diatas 40 tahun. Dari data

diatas menunjukan bahwa dari total 30 responden terdapat

16 orang (53,3%) dengan umur 32-40 tahun,12 orang

(40,0%) dengan umur 23-31 tahun, dan sisanya adalah 2

orang (6,7%) berumur diatas 40 tahun.

3) Pendidikan

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan dapat dilihat

dalam bentuk tabel 4.3 berikut ini

Tabel 4.3
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan
pendidikan diruangan Waraney Rumah Sakit Jiwa
Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado

Variabel n %
Pendidikan
1. SD 12 40,0
2. SMP 16 53,3
3. SMA/SMK 2 6,7
Sumber : Data Primer 2015

Berdasarkan 4.3 menunjukan disribusi responden

berdasarkan umur yang terdiri dari 3 kategori yaitu tingkat

pendidikan sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama

(SMP), dan sekolah menengah atas (SMA/SMK). Dari data

di atas menunjukan bahwa total 30 responden terdapat 16

orang (53,3%) dengan tingkat pendidikan SMP, 12 orang

36
(40,0%) dengan tingkat pendidikan SMA/SMK, dan sisanya

adalah 2 orang (6,7%) tingkat pendidikan SD.

4) Pekerjaan

Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat

dalam bentuk tabel 4.4 berikut ini

Tabel 4.4
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan
pekerjaan diruangan Waraney Rumah Sakit Jiwa
Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado

Variabel n %
Pekerjaan
1. Tidak bekerja 17 56,7
2. Buruh/Tani/Tukang 11 36,7
3. Swasta 17 6,7
Sumber: Data Primer 2015

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukan distribusi

responden berdasarkan pekerjaan yang dikategorikan dalam 3

kategori yaitu tidak berkerja, buruh/Tani/Tukang, dan swasta.

Dari atas diatas menunjukan bahwa total 30 responden

terdapat 30 responden 17 orang (56,7%) yang tidak bekerja,

11 orang (36,7%) termaksud dalam kategori pekerjaan sebagi

buruh, tani dan tukang, dan sisanya adalah 2 orang (6,7%)

dengan pekerjaan sebagai karyawan swasta.

37
5) Status Perkawinan

Karakteristik responden berdasarkan status perkawinan dapat

dilihat dalam bentuk tabel 4.5 berikut ini

Tabel 4.5
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan
status perkawinan diruangan Waraney Rumah Sakit
Jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado

Variabel n %
Status perkawinan
1. Kawin 6 80,0
2. Tidak Kawin 24 20,0
Sumber : Data Primer 2015
Berdasarkan tabel 4.5 menunjukan distribusi

responden berdasarkan status perkawinan yang dikategorikan

dalam 2 kategori yaitu kawin, dan tidak kawin. Dari data di

atas menunjukan bahwa dari total 30 responden terdapat 24

orang (80,0%) dengan status perkawinan tidak kawin,

sedangkan 6 orang (20,0%) dengan status perkawinan kawin.

6) Frekuensi dirawat

Karakteristik responden berdasarkan frekuensi dirawat dapat

dilihat dalam bentuk tabel 4.6 berikut ini

38
Tabel 4.6
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan
frekuensi dirawat diruangan Waraney Rumah Sakit
Jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado

Variabel n %
Frekuensi dirawat
1. 1 Tahun 27 90,0
2. > 2 Tahun 3 10,0
Sumber : Data Primer 2015

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukan distribusi

responden frekuensi dirawat yang dikategorikan dalam 2

kategori yaitu 1 tahun, lebih dari 2 tahun. Dari data diatas

menunjukan bahwa dari total 30 responden terdapat 30

responden terdapat 27 orang (90,0%) dengan frekuensi

dirawat selama 1 tahun, 3 orang lainnya (10,0%)

7) Ungkapan marah

Karakteristik responden berdasarkan ungkapan marah dapat

dilihat dalam bentuk tabel 4.7 berikut ini

Tabel 4.7
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan
ungkapan marah diruangan Waraney Rumah Sakit Jiwa
Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado

Variabel n %
Ungkapan marah
1. Tidak Asertif 12 40,0
2. Asertif 18 60,0
Sumber: Data Primer 2015

39
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukan distribusi

responden ungkapan marah yang dikategorikan dalam 2

kategori yaitu asertif dan tidak asertif. Dari data diatas

menunjukan bahwa dari total 30 responden terdapat 18 orang

menunjukan ungkapan marah asertif, ungkapan marah secara

tidak asertif 12 orang (40,0%)

8) Kemampuan Mengontrol Perilaku kekerasan

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang

bertujuan melukai atau mencedrai diri sendiri, orang lain, dan

lingkungan secara verbal atau fisik (Stuart & laraia, 2005).

Karakteristik responden berdasarkan perilaku kekerasan

dapat dilihat dalam bentuk tabel 4.8 sebagai berikut ini

Tabel 4.8
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan
kemampuan mengontrol perilaku kekerasan diruangan
Waraney RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado

Variabel n %
Kemampuan
Mengontrol
Perilaku Kekerasan
1. Adaptif 23 76,7
2. Mal adaptif 7 23,3
Sumber : Data Primer 2015

Berdasarkan tabel 4.8 menunjukan distribusi

reponden berdasarkan kemampuan responden dalam

mengontrol perilaku kekerasan yang dilihat berdasarkan ada

tidaknya tanda dan gejala pada responden yang di

40
kategorikan dalam 2 kategori yaitu adaptif dan mal adaptif.

Dari data diatas menunjukan bahwa total 30 responden

terdapat 23 orang (76,7%) termaksud kategori mal adaptif

dan 7 orang (23,3%) dengan kemampuan mengontrol

perilaku kekerasan yang termaksud dalam kategori adaptif.

C. Pembahasan

Hasil penelitian dan implikasi hasil penelitian terhadap pelayanan

keperawatan jiwa, keilmuan dan penelitian berikutnya. Dari hasil

penelitian yang dilakukan terhadap 30 sampel klien skizofrenia di ruangan

waraney, didapati bahwa ada Gambaran ungkapan marah terhadap

kemampuan mengontrol perilaku kekerasan pada klien skizofrenia.

A. Karakteristik responden

1. Jenis Kelamin

Skizofrenia adalah suatu gangguan mental spikotik,

etiologinya tidak diketahui, ditandai gangguan pada pikiran,

perasaan dan perilaku. Gangguan pikiran manifestasinya adalah

distori realita, waham, halusinasi, dan asosiasi longgar yang dapat

diketahui dalam pembicaraan yang terganggu. Berdasarkan hasil

penelitian responden Laki-laki (76,7%) dan responden Perempuan

(23,3%) dari total 30 reponden skizofrenia.

41
2. Umur

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa umur

pasien yang paling banyak adalah rentang umur 32-40 tahun. Hal

ini sesuai dengan penelitian WHO (2009) bahwa diperkirakan 450

juta orang diseluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar

10% orang dewasa dan 25% penduduk diperkirakan akan

mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya.

3. Pendidikan

Tingkat pendidikan adalah suatu proses jangka panjang

yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisasi, dimana

manusia mempejari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk

tujuan-tujuan umum (Mangkunegara, 2003). Berdasarkan hasil

penelitian menunjukan bahwa tingkat pendidikan yang paling

banyak adalah sekolah Menengah pertama yaitu 16 orang (53,3%)

dari total 30 responden tingkat pendidiikan. Hal ini didukung oleh

teori Notoatmojdo bahwa semakin tinggi pendidikan maka

semakin mudah menerima informasi, sehingga diharapkan amapu

untuk beradaptasi terhadap kemarahan.

4. Pekerjaan

Pekerjaan berhubungan dengan tingkat social ekonomi

keluarga. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian

42
besar responden tidak bekerja yaitu 17 orang (56,7%). Hal ini

sesuai dengan hasil penelitian WHO (2009) epidemiologi terhadap

kejadian skizofrenia, bahwa kejadian skizofrenia pada umumnya

pada tingkat ekonomi rendah lebih banyak di banding pada social

ekonomi tinggi.

5. Status perkawinan

Status perkawinan berdasarkan hasil penelitian menunjukan

bahwa, pada sebagian besar responden dengan status perkawinan,

kawin yaitu 24 orang (80,0%). Menurut asumsi peneliti bahwa

terjadinya perilaku kekerasan pada orang (95,0%) kegagalan

hubungan dan rusaknya disebabkan karena salah satu alas an

hubungan pernikahan gagal adala satu atau kedua pasangan tidak

memiliki hobby mereka sendiri, mereka mengejar dan menikmati

hubungan luar. Hasil penelitian ini adalah, secara sadar atau tidak

sadar pasangan tanpa hobby mereka sendiri atau kepentingan diluar

hubungan telah menjadi suatu harapan bahwa, semua kebutuhan

mereka akan atau harus dipenuhi oleh pasangan mereka. Ini

merupakan harapan yang tidak realities dan tidak ada mitra di

dunia dalam suatu hubungan atau perkawinan yang mungkin dapat

memenuhi kebutuhan ini.

43
6. Frekuensi dirawat

Frekuensi dirawat pada pasien skizofrenia perilaku

kekerasan berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa

sebagaian besar responden dengan frekuensi dirawat kurang lebih 2

tahun yaitu 27 orang (90,0%). Hal ini menggambarkan tingkat

kekambuhan klien terhadap skizofrenia, sehingga keterlibatan

perawat dan keluarga dalam menangani kekambuhan klien dengan

skizofrenia dapat di atasi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

oleh witoyo (2008), bahwa peran perawat dan dukungan keluarga

berdampat pada penurunan kekambuhan pada pasien skizofrenia.

7. Ungkapan Marah

Videbeck (2008) mengatakan bahwa kemarahan memang

merupakan suatu respon yang normal, namun apabila diungkapkan

secara tidak asertif dapat menimbulkan permusuhan dan agresi

yang tidak mampu diungkapkan secara asertif dapat memanjang

sehinga ungkapan yang paling mal adaptif yaitu perilaku

kekerasan.

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar

responden menunjukan kemarahan asertif yaitu 18 orang (60,0%),

sedakan 12 orang (40,0%) mengungkapkan kemarahan secara tidak

asertif.

44
Menurut asumsi peneliti bahwa kemampuan pengungkapan

marah dipengaruhi oleh kurangnya percaya diri pasien terhadap

pengungkapan marah yang dialami, ungkapan marah yang mampu

diungkapan asertif mampu menurunkan perilaku frustasi yang

merupakan respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan.

Asumsi penelitian ini sesuai dengan teori oleh Riyadi & Purwanto

(2009), bahwa biasanya individu kurang percaya diri. Harga

dirinya ditingkatkan dengan cara menguasai orang lain untuk

membuktikan kemampuan yang dimilikinya. Violent (amuk)

adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat dan disertai

kehilangan control, yang dapat merusak diri dan lingkungan.

8. Kemampuan Mengontrol Perilaku kekerasan

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang

bertujuan melukai atau mencedrai diri sendiri, orang lain,

lingkungan secara verbal atau fisik (Stuart & laraia, 2005).

Kemarahan merupakan perilaku awal terhadap perilaku kekerasan.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan perilaku kekerasan yang

termaksud dalam kriteria baik yaitu 23 responden (76,7%)

45
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Faktor jenis kelamin, umur, pendidikan, status perkawinan dan

frekuensi di rawat klien dalam mengontrol perilaku kekerasan di

Ruang Waraney Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang

Manado.

2. Ungkapan marah pada klien skizofrenia di Ruangan Waraney Rumah

Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado pada sebagian

besar responden menunjukan ungkapan marah yang diungkapkan

secara asertif.

3. Kemampuan mengontrol Perilaku kekerasan ditentukan oleh

bagaimana kemampuan klien dalam mengungkapkan kemarahan

tersebut. Pengungkapan marah dipengaruhi oleh kurangnya percaya

diri klien terhadap pengungkapan marah yang mampu diungkapkan

secara asertif mampu menurunkan perilaku frustasi yang merupakan

respons yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan dan berdampak

pada perilaku kekerasan yang ditunjukan.

4. Ungkapan marah yang diungkapkan secara asertif berdampak pada

kemampuan mengontrol perilaku kekerasan pada klien skizofrenia di

Ruangan Waraney Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang

46
B. Saran

Perluh adanya penelitian lebih lanjut tentang latihan pengungkapan

marah secara asertif pada klien skizofrenia misalnya dengan latihan

memukul bantal, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan kegiatan

fisik dan lain sebagainya terutama pada klien dengan skizofrenia, sebab

setiap keadaan marah yang dialami jika tidak diungkapkan secara asertif,

dapat menimbulkan perilaku kekerasan pada klien tersebut. Selain itu

juga perluh adanya dukungan keluarga dalam, perawatan lanjutan baik

diruang perawatan maupun perawatan di rumah sehingga klien mampu

lebih terbuka dalam mengungkapkan kemarahan yang dialaminya ini

dapat ditingkatkan pada klien dengan perilaku kekerasan.

47
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, 2013. Keperawatan Jiwa Yogyakarta : Gosyen Publishing

Hasnita, 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan Jakarta : Badouse Media

Jalil, M (2006),faktor mempengaruhi kekambuhan penderita skizofrenia


RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang. Skripsi Tidak dipublikasikan

Jaya, 2015. Keperawatan jiwa Pamulang-Tangerang Selatan : Binarupa


Aksara Publisher

Kaplan dan sadock (2007), synopsis psikiatri : ilmu pengetahuan spikiatri


klinis (jilid 1) Bina pustaka : Jakarta

Keliat, 2012. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas Jakarta : EGC

Keliat B.A (2003). Pemberdayaan klien dan keluarga dalam perawatan


klien skizofrenia dengan perilaku kekerasan di RSJP Bogor. Disertai
FKM UL : Jakarta

Keliat B.A (2006). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Modul


FKUL : Jakarta

Keliat B.A, Akemat (2010).Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.


EGC : Jakarta

Notoatmodjo S (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatann. Rineka cipta


: Jakarta

Notoatmodjo S (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka cipta :


Jakarta

Novita Martha (2012). Peran perawat dalam meningkatkan kemampuan


bersosialisasi pada penderita skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa daerah
Propinsi Sumatera Utara. Skripsi : Universitas Sumatera Utara

Nursalam, 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan


Praktis.

Prabowo, 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa


Yogyakarta : Nuha Medika

48
Purwanto, 2013. Asuhan Keperawatan Jiwa Yogyakarta : Graha Ilmu
Edisi 3. Jakarta : Salemba Merdeka

Rusdy, 2013. Konsep dan Kerangkah Kerja Asuhan Keperawatn Jiwa


Yogyakarta : Gosyen Publishing

Suyanto, 2011. Metodologi dan Aplikasi Penelitian Keperawatan.


Yogjakarta : Nuhu medika

Townsend, C-M (2005). Essentials of psychiatric mental heath nursing.


(3thEd.) Philadelphia : F.A. Davis Company.

Videbeck, S.L.(2008). Buku ajar keperawatan jiwa EGC :Jakarta

Yulianti, 2010. Skizofrenia (Online),


(http : // www.stiksayani.acid/publikasi/ejournal/files/2011/201108-
008.pdf) diaskes pada 19 maret 2015

49

Anda mungkin juga menyukai