KEPERAWATAN JIWA
FIK UNISSULA
NIM : 30901900096
Kelompok D (18)
PRODI SI KEPERAWATAN
2021
Gangguan Jiwa Halusinasi
DEFINISI
Halusinasi adalah gangguan persepsi panca indra tanpa adanya rangsangandari luar yang terjadi
pada sistem penginderaan dimana pada saat kesadaranindividu itu penuh dan baik. (Nasution,
2003).Halusinasi adalah individu menginterprestasikan stressor yang tidak adastimulus dari
lingkungan. (Depkes RI, 2000).Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan
pancaindera (Isaacs, 2002).Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang
salah(Stuart, 2007).
Halusinasi penglihatan
Penderita halusinasi penglihatan akan melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Objek yang
dilihat bisa manusia, benda, atau cahaya.
Halusinasi pendengaran
Penderita halusinasi pendengaran akan mendengar suara, perintah, atau ancaman yang
sebenarnya tidak ada.
Halusinasi penciuman
Penderita halusinasi penciuman akan mencium bau harum atau bau yang tidak sedap, padahal
bau tersebut sebenarnya tidak ada.
Halusinasi pengecapan
Penderita halusinasi jenis ini akan mengecap rasa yang aneh, misalnya rasa logam, pada
makanan atau minuman yang ia konsumsi, padahal rasa tersebut sebenarnya tidak ada.
Halusinasi sentuhan
Penderita merasa seakan-akan ada seseorang yang meraba atau menyentuhnya, atau merasa
seperti ada hewan yang merayap di kulitnya, padahal sebenarnya tidak ada.
ETIOLOGI :
Penyebab Halusinasi
Penyebab halusinasi sangat bervariasi, mulai dari gangguan mental sampai penyakit fisik. Selain
itu, halusinasi juga bisa terjadi akibat efek samping obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi
depresi, epilepsi, dan penyakit Parkinson.
Gangguan mental
Skizofrenia
Psikosis
Gangguan bipolar
Penyakit fisik
Penyakit Parkinson
Penyakit Alzheimer
Tumor otak
Migrain
Epilepsi
Stroke
Kondisi lainnya
Gangguan tidur
Cedera kepala
MANIFESTASI KLINIS
a. bicara dan tertawa sendiri,
b. sikap mendengarkan (mencondongkan kepala ke satu arah, seperti sedang mendengarkan)
c. berhenti bicara di tengah kalimat untuk mendengarkan,
d. Disorientasi,
e. konsentrasi rendah,
f. pikiran cepat berubah,
g. kekacauan alur pikir,
h. respon yang tidak sesuai
PATOFISIOLOGI:
Menurut Stuart dan Laraia dalam Prabowo, 2014 menunjukkan tahapan terjadinya halusinasi
terdiri dari 4 fase dan setiap fase mempunyai karakteristik yang berbeda yaitu:
Fase I
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian dan takut serta mencoba untuk
berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Disini pasien tersenyum
atau tertawa yang tidak sesuai, Gerakan mata cepat dan asyik sendiri.
Fase II
Pengalam sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas kendali dan mencoba jaga
jarak dengan sumber yang dipersepsikan sehingga timbul peningkatan tanda-tanda vital.
Fase III
Pasien menghentikan perlawanan halusinasi dan menyerah pada halusinasi. Disini pasien sukar
berhubungan dengan orang lain, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan kondisi
sangat menegangkan terutama berhubungan dengan orang lain.
Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah halusinasi. Disini terjadi
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri dan tidak mampu berespon terhadap perintah yang
kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
PENATALAKSANAAN :
KOMPLIKASI :
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan halusinasi adalah Resiko mencederai diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan.
PENGKAJIAN : Keluhan atau masalah utama, Status kesehatan fisik, mental, dan emosional ,
Riwayat pribadi dan keluarga, kelompok sosial, atau komunitas, Kegiatan sehari-hari,
Kebiasaan dan keyakinan kesehatan, Pemakaian obat yang diresepkan, Pola koping, Keyakinan
dan nilai spiritual.
DIAGNOSA KEPERAWATAN :
Merupakan keputusan klinis tentang respons seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat
dari masalah kesehatan potensial, North American Nursing Diagnostik Association.
4. Membuat Kontak
EVALUASI :
4) Klien mampu mengontrol halusinasinya dengan melakukan aktivitas terjadwal dengan baik
5) Klien mampu menerapkan aktivitas terjadwal yang sudah disusun dengan baik
PATHWAY:
REFERENSI :
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/1022/5/BAB%20II.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/109/jtptunimus-gdl-nailirahma-5408-2-
babii.pdf
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/1022/5/BAB%20II.pdf
https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/1030/KIAN.pdf?sequence=1&isAllowed=y
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2581/4/Chapter%202.pdf
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/1021/5/BAB%20II.pdf
http://repository.pkr.ac.id/464/7/BAB%202%20Tinjauan%20Pustaka.pdf
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2581/4/Chapter%202.pdf
DEFINISI :
Perilaku Kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik mau pun psikologis.
Perilaku kekerasaan adalah tingkah laku individu yang ditunjukkan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikolog. (Keliat, 2005). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana
seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik kepada diri sendiri
maupun orang lain, sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah
berespon terhadap sesuatu stresor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol. (Yosep, 2007)
Perilaku kekerasan merupakan respons terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang, yang
ditunjukkan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan, secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai orang lain secara
fisik maupun psikologis. (Berkowitz, 2000)
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat
membahayakan diri sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang-barang. (Maramis,
2004)
ETIOLOGI :
2. Stimulus lingkungan
3. Konflikinterpersonal
4. Perubahan status mental
5. Putus asa
6. Penyalahgunaan zat/alkohol.
1) Data subjektif
2) Data objektif
b) Pandangan tajam
d) Mengepalkan tangan
e) Bicara kasar
f) Bicara mengancam
PATOFISIOLOGI :
Stress, cemas, harga diri rendah, dan bermasalah dapat menimbulkan marah.
PENATALAKSANAAN :
Penatalaksanaan pada pasien perilaku kekerasan bukan hanya meliputi pengobatan dengan
farmakoterapi, tetapi juga pemberian psikoterapi, serta terapi modalitas yang sesuai dengan
gejala pada perilaku kekerasan. Pada terapi ini juga perlu dukungan keluarga dan sosial akan
memberikan peningkatan kesembuhan klien. Penatalaksanaan pada pasien perilaku kekerasan
terbagi dua yaitu :
Penatalaksanaan Keperawatan
1) Strategi pelaksanaan pasien perilaku kekerasan Startegi pelaksanaan dapat dilakukan berupa
komunikasi terapeutik kepada pasien perilaku kekerasan maupun pada keluarga. Tindakan
keperawatan terhadap pasien dapat dilakukan minimal empat kali pertemuan dan dilanjutkan
sampai pasien dan keluarga dapat mengontrol dan mengendalikan perilaku kekerasan. Pada
masing-masing pertemuan dilakukan tindakan keperawatan berdasarkan strategi pelaksanaan
(SP) sebagai berikut (Pusdiklatnakes, 2012) :
a) Latihan strategi pelaksanaan 1 untuk pasien : latihan nafas dalam dan memukul kasur atau
bantal.
b) Latihan strategi pelaksanaan 2 untuk pasien : latihan minum obat
c) Latihan strategi pelaksanaam 3 untuk pasien : Latihan cara sosial atau verbal
d) Latihan strategi pelaksanaan 4 untuk pasien : Latihan cara spiritual
Tindakan keperawatan berdasarkan strategi pelaksanaan (SP) sebagai berikut :
a) Latihan strategi pelaksanaan 1 untuk keluarga : Cara merawat pasien dan melatih latihan fisik
c) Latihan strategi pelaksanaan 3 untuk keluarga : Melatih keluarga cara mengontrol marah
dengan cara sosial atau verbal.
d) Latihan strategi pelaksanaan 4 untuk keluarga : cara mengontrol rasa marah dengan cara
spiritual, latih cara spiritual, jelaskan follow up ke puskesmas, tanda kambuh.
2) Terapi modalitas
Terapi modalitas keperawatan jiwa dilakukan untuk memperbaiki dan mempertahankan sikap
klien agar mampu bertahan dan bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat sekitar dengan
harapan klien dapat terus bekerja dan tetap berhubungan dengan keluarga, teman, dan sistem
pendukung yang ada ketika menjalani terapi (Nasir & Muhits dalam Direja, 2011). Jenis-jenis
terapi modalitas adalah :
a) Psikoterapi
Merupakan suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional terhadap pasien yang dilakukan
oleh seseorang yang terlatih dan sukarela. Psikoterapi dilakukan agar klien mengalami tingkah
lakunya dan mengganti tingkah laku yang lebih konstruktif melalui pamhaman- pemahaman
selama ini kurang baik dan cenderung merugikan baik diri sendiri , orang lain maupun
lingkungan sekitar.
b) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terapi Aktivitas Kelompok sering digunakan dalam praktik kesehatan jiwa, bahkan merupakan
hal yang terpenting dari keterampilan terapeutik dalam ilmu keperawatan. Pemimpin atau leader
kelompok dapat menggunakan keunikan individu untuk mendorong anggota kelompok untuk
mengungkapkan masalah dan mendapatkan bantuan penyelesaian masalahnya dari kelompok,
perawat juga adapatif menilai respon klien selama berada dalam kelompok.
3) Terapi Keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien dengan
memberikan perhatian :
a) Bina hubungan saling percaya (BHSP)
b) Jangan memancing emosi klien
c) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
DIAGNOSA KEPERAWATAN :
1. Risiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
Pengumpulan data yang didapat dalam pengkajian pada faktor predisposisi didapat klien pernah
mengalami gangguan jiwa 1 tahun yang lalu dan melakukan perawatan diRumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta dengan hasil sembuh. Ini sesuai dengan teori
Perilaku kekerasan
EVALUASI :
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada
klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respons klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan.
PATHWAY:
REFERENSI :
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/162/jtptunimus-gdl-hanindiasa-8081-2-babiib-r.pdf
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/2351/3/BAB%20II_1.pdf
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/386/3/6.BAB%202.pdfhttp://eprints.umpo.ac.id/6176/3/
BAB%202%20RISTYANA%20NURUL%20SAPUTRI%2017613115.pdf
http://eprints.umpo.ac.id/6176/3/BAB%202%20RISTYANA%20NURUL%20SAPUTRI
%2017613115.pdf
http://eprints.ums.ac.id/25963/18/NASKAH_PUBLIKASI_.pdf
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/402/1/SELESAI.pdf
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/402/1/SELESAI.pdf
DEFINISI :
Isolasi social adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan
kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak
mampu untuk membuat kontak (Carpenito, 2008). Isolasi social adalah suatu sikap individu
menghindari diri dari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilanngan
hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi,
atau kegagalan (Yosep, 2009, hlm.229). Isolasi social adalah keadaan ketika seorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. (Keliat dan Kemat, 2009, hlm. 93).
ETIOLOGI :
1. Faktor Predisposisi a. Faktor Perkembangan Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan
kehangatan dari ibu / pengasuh kepada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya. b. Faktor komunikasi dalam keluarga Masalah
komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan gangguan tingkah
laku. Sikap bermusuhan / hostilitas. Sikap mengancam dan menjelek jelekkan anak. Ekspresi
emosi yang tinggi. Orang tua atau anggota keluarga sering berteriak, marah untuk persoalan kecil
/ spele, sering menggunakan kekerasan fisik untuk mengatasi masalah, selalu mengkritik,
mengkhayalkan, anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya tidak
memberi pujian atas keberhasilan anak. c. Faktor sosial budaya Isolasi sosial atau mengasingkan
diri lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Contoh :
Individu yang berpenyakit kronis, terminal, menyandang cacat atau lanjut usia. Demikianlah
kebudayaan yang mengizinkan seseorang untuk tidak keluar ruman (pingit) dapat menyebabkan
isolasi sosial. LP Isolasi Sosial Page 1
d. Faktor biologi Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa, insiden
tertinggi skizofrenia di temukan pada keluarganya yang anggota keluarga menderita skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi Stresor presipitas terjadi isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor Internal
maupun eksternal meliputi. 1. Stressor sosial budaya Stressor sosial budaya dapat memicu
kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti : perceraian,
berpisah dengan orang yang dicintai kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena
ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. 2. Stressor Giokimic Kelebihan dopamin
pada mesokortikal dan mesolimbik serta traktus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia. 3. Stressor biologic dan lingkungan sosial Beberapa penelitian membuktikan bahwa
kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan, maupun biologis. 4.
Stressor psikologis Kecemasan yang tertinggi akan menyebabkan menurunya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan
terbatas untuk mengatasi stres.
PATOFISIOLOGI :
Gangguan berhubungan sosial dengan diantaranya menarik diri atau isolasi sosial yang
disebabkan oleh perasaan tidak berharga,dengan latar belakang yang penuh dengan
permasalahan, ketegangan, kekecewaan, dan kecemasan.
Data objektif
a) Menarik diri
1) Data subyektif
Data objektif
a) Afek datar
b) Afek sedih
c) Riwayat ditolak
d) Menunjukkan permusuhan
PENATALAKSANAAN :
1. Farmakoterapi Terapi ini akan diberikan pada gangguan fungsi neurotrasmiter sehingga
gejalagejala klinis dapat dihilangkan atau di obati. Obat antipsikiotik untuk skizofrenia terbagi
dalam dua golongan yaitu : antipsikotiktipikal (klorpromazin, Trifluferazin, Haloperidol).
2. Terapi fisik ECT (Elektro Compution Teraphy) Digunakan untuk pasien yang mengalami
depresi. Pengobatan dengan ECT dilaukan 2-3 kali/minggu dengan total 6-12 kali pengobatan.
3. Terapi psikologi.
4. Terapi Psikososial Dengan terapi psikososial ini dimaksud agar penderita ini mampu
kembaliberadaptasi dengan lingkungan sosial disekitarnya dan mampu merawat diri, mampu
mandiri dan tidak bergantung dengan orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan
masyarakat.
DIAGNOSA KEPERAWATAN :
Menurut Sutejo (2017) diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala isolasi
sosial yang ditemukan. Jika hasil pengkajian menunjukkan tanda dan gejala isolasi sosial, maka
diagnosis keperawatan yang ditegakkan adalah:
a. Isolasi sosial
Perencanaan merupakan pola fikir yang dapat menentukan keberhasilan suatu kegiatan
selanjutnya dan perencanaan keperawatan mencakup perumusan diagnosis, tujuan umum, tujuan
khusus serta rencana tindakan
Isolasi Sosial
EVALUASI :
Evaluasi dilakukan dengan berfokus pada perubahan perilaku Klien setelah diberikan tindakan
keperawatan. Keluarga juga perlu dievaluasi karena merupakan sistem pendukung yang penting.
REFERENSI :
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/354/3/BAB%20II.pdf
http://eprints.ums.ac.id/34432/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf
http://eprints.ums.ac.id/21134/15/NASKAH_PUBLIKASI.pdf
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/2369/3/Bab%202_1.pdf
http://eprints.ums.ac.id/21134/15/NASKAH_PUBLIKASI.pdf
http://repository.pkr.ac.id/474/7/BAB%202.pdf
http://repository.pkr.ac.id/474/7/BAB%202.pdf
https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/1087/DITA%20ROSWINDA%20KTI.pdf?
seque
DEFINISI :
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan
kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti
mandi (hygiene), berpakaian/berhias, makan, dan BAB/BAK (toileting).
Herdman (2012) mendefinisi defisit perawatan diri sebagai suatu gangguan didalam melakukan
aktifitas perawatan diri (kebersihan diri, berhias, makan, toileting). Sedangkan perawatan diri
merupakan salah satu kemampuan dasar manusia untuk memenuhi kebutuhannya guna
mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya.
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan seseorang untuk melakukan aktifitas
perawatan diri seperti mandi, berhias/berdandan, makan dan toileting. Defisit perwatan diri
adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi
secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas dan penampilan tidak
rapi. Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah yang timbul pada pasien gangguan
jiwa. Pasien gangguan jiwa kronis sering mengalami ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini
merupakan gejala perilaku negatif dan menyebabkan pasien dikucilkan baik dalam keluarga
maupun masyarakat.
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang
untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang
tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya.
ETIOLOGI :
1.Gangguan musculoskeletal
2.Gangguan neuromuskuler
3.Kelemahan
1. Body image : gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
2. Praktik sosial : pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi peruabahan personal hygiene.
3. Status sosial ekonomi : personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
4. Pengetahuan : pengetahuan personal hygiene sangat penting akrena pengetahuan yang
baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya, pada pasien penderita diabetes mellitus ia
harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya : disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6. Kebiasaan orang : ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampoo dan lain – lain.
Fisik
Psikologis
b) Menarik diri
Sosial
a) Interaksi kurang
b) Kegiatan kurang
PATOFISIOLOGI :
Sebanyak 80% sampai 85% stroke non hemoragik yang terjadi akibat trombus dan embolus yang
terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau terbawa dari pembuluh organ lain menuju ke otak.
PENATALAKSANAAN :
DIAGNOSA KEPERAWATAN :
Suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan
yang dialaminya, baik yang aktual maupun potensial.
1. Menyediakan alat mandi dan berdandan untuk pasien (mis: sabun, sikat gigi, odol, sampo dan
bedak). Universitas Sumatera Utara
2. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri untuk melatih pasien dalam menjaga
kebersihan diri dapat dilakukan tahapan tindakan
EVALUASI :
Evaluasi kemampuan pasien Defisit perawatan diri berhasil apabila pasien dapat
1) Mandi, memcuci rambut, menggosok gigi dan menggunting kuku dengan benar.
REFERENSI :
http://repository.unimus.ac.id/744/3/BAB%20II%20TINJAUAN%20TEORI.pdf
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/4991/3/Bab%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/316/3/BAB%20II.pdf
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/4795/2/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf
file:///C:/Users/ASUS/Downloads/Askep%20DPD%20Putra%20FIX.pdf
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/4795/2/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf
http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/2588/142500019.pdf?
sequence=1&isAllowed=y
http://eprints.ums.ac.id/34155/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/316/3/BAB%20II.pdf
GANGGUAN WAHAM
DEFINISI :
Waham adalah keyakinan keliru yang dianut penderita gangguan kejiwaan. Meski banyak bukti
nyata yang menunjukkan adanya kesalahan, pengidap waham tetap bersikukuh bahwa apa yang
dianut atau dipercayai itu benar.
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang tidak sesuai dengan kenyataan, yang tetap
dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logistik oleh orang lain. keyakinan ini berasal dari
pemikiran yang tidak terkontrol.
Gangguan isi pikir adalah ketidakmampuan individu memproses stimulus internal dan eksternal
secara akurat. Gangguannya adalah berupa waham yaitu keyakinan individu yang tidak dapat
divalidasi atau dibuktikan dengan realitas. Keyakinan individu tersebut tidak sesuai dengan
tingkat intelektual dan latar belakang budayanya, serta tidak dapat diubah dengan alasan yang
logis. Selain itu keyakinan tersebut diucapkan berulang kali.
Gangguan orientasi realitas adalah ketidakmampuan menilai dan berespons pada realitas. Klien
tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan sehingga muncul perilaku yang sukar untuk
dimengerti dan menakutkan. Gangguan ini biasanya ditemukan pada pasien skizofrenia dan
psikotik lain. Waham merupakan bagian dari gangguan orientasi realita pada 10 isi pikir dan
pasien skizofrenia menggunakan waham untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya yang tidak
terpenuhi oleh kenyataan dalam hidupnya. Misalnya : harga diri, rasa aman, hukuman yang
terkait dengan perasaan bersalah atau perasaan takut mereka tidak dapat mengoreksi dengan
alasan atau logika.
ETIOLOGI
Gangguan waham menetap / persistent delusional disorder juga belum diketahui secara pasti.
1. Gangguan fungsi kognitif dan persepsi menyebabkan kemampuan menilai dan menilik
terganggu.
2. Gangguan fungsi emosi, motorik, dan sosial mengakibatkan kemampuan berespons
terganggu, tampak dari perilaku nonverbal (ekspresi dan gerakan tubuh) dan perilaku
verbal (penampilan hubungan sosial).
3. Gangguan realitas umumnya ditemukan pada skizofrenia.
4. Gejala primer skizofrenia (bluer) : 4a + 2a yaitu gangguan asosiasi, efek, ambivalen,
autistik, serta gangguan atensi dan aktivitas.
5. Gejala sekunder: halusinasi, waham, dan gangguan daya ingat
PATOFISIOLOGI :
PENATALAKSANAAN :
DIAGNOSA KEPERAWATAN :
1. Perilaku kekerasan
2. Waham
3. Menarik Diri
Intervensi
Intervensi
Intervensi
Perilaku kekerasan
Waham
Menarik diri
EVALUASI :
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan klien
ASUHAN KEPERAWATAN
Data subjektif
Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan kesal pada seseorang, klien suka
membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal, ataumarah,
melukai/merusak barang-barang dan tidak mampu mengendalikan diri
Data objektif
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dank eras, bicara menguasai, ekspresi marah,
pandangan tajam, merusak dan melempar barang-barang
Kerusakankomunikasi : verbal
Data subjektif
Data objektif
Kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata kurang
Data subjektif
Data objektif
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain,
lingkungan), takut, kadang panic, sangatwaspada, tidak tepat menilai lingkungan/realitas
ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung
Data subjektif
Klien mengatakan saya mampu, tidakbisa, tidaktahuapa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri
Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternative tindakan, ingin
mencederai diri/ingin mengakhiri hidup
TindakanKeperawatanuntukPasien
Tindakan
Diskusikan kebutuhan psikologis atau emosional yang tidak terpenuhi sehingga menimbulkan,
kecemasan, rasa takut, dan marah
Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pasien
Berdiskusi tentang kemampuan positif yang dimiliki
Bantu melakukan kemampuan yang dimiliki
Berdiskusi tentang obat yang di minum
Melatih minum obat yang benar
REFERENSI :
https://www.sehatq.com/artikel/waham-adalah-gejala-skizofrenia
https://www.alomedika.com/penyakit/psikiatri/gangguan-waham-menetap/etiologi
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-aidatuzzuy-6728-2-babii.pdf
https://www.alomedika.com/penyakit/psikiatri/gangguan-waham-menetap/
patofisiologi#:~:text=Patofisiologi%20gangguan%20waham%20menetap%2C
%20disebut,kortikal%20relatif%20tidak%20mengalami%20gangguan.
https://www.alomedika.com/penyakit/psikiatri/gangguan-waham-menetap/penatalaksanaan
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-aidatuzzuy-6728-2-babii.pdf
file:///C:/Users/ASUS/Downloads/ASKEPJ%20WAHAM%20(ENDANG%20PAKPAHAN)
%20FIX.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-aidatuzzuy-6728-2-babii.pdf
DEFINISI :
Harga diri rendah adalah kondisi seseorang yang menilai keberadaan dirinya lebih rendah
dibandingkan orang lain yang berpikir adalah hal negative diri sendiri sebagai individu yang
gagal, tidak mampu dan tidak berprestasi.
Harga diri rendah adalah semua pemikiran, kepercayaan dan keyakinan yang merupakan
pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Harga
diri terbentuk waktu lahir tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam
dirinya sendiri, dengan orang terdekat dan dengan realitas dunia.
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri
yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan.
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri. Adanya
perasaan 10 hilang percaya diri, merasa gagal karena karena tidak mampu mencapai
keinginansesuai ideal diri.
ETIOLOGI :
a) Pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya.
b) Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan
dan tidak diterima.
d) Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari
kemampuannya.
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri, merendahkan martabat
3. Gangguan hubungan sosial
4. Seperti menarik diri
5. Tidak ingin bertemu dengan orang lain
6. Lebih suka sendiri
7. Percaya diri kurang
8. Sukar mengambil keputusan
9. Mencederai diri akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram
10. Ingin mengakhiri kehidupan
11. Tidak ada kontak mata
12. Sering menunduk
13. Tidak atau jarang melakuakan kegiatan sehari-hari
14. Kurang memperhatikan perawatan diri
15. Berpakaian tidak rapi
16. Berkurang selera makan
17. Bicara lambat dengan nada lemah
PATOFISIOLOGI :
Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga diri rendah situasional
yang tidak diselesaikan.
PENATALAKSANAAN :
Strategi pelaksanaan tindakan dan komunikasi (SP/SK) merupakan suatu metoda bimbingan
dalam melaksanakan tindakan keperawatan yang berdasarkan kebutuhan pasien dan mengacu
pada standar dengan mengimplementasikan komunikasi yang efektif.
DIAGNOSA KEPERAWATAN :
3. Isolasi sosial
(1) Identifikasi pandangan/penilaian pasien tentang diri sendiri dan pengaruhnya terhadap
hubungan dengan orang lain, harapan yang telah dan belum tercapai, upaya yang dilakukan
untuk mencapai harapan yang belum terpenuhi
(2) Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif pasien (buat daftar kegiatan)
EVALUASI :
REFERENSI :
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/4989/3/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/167/jtptunimus-gdl-eliniasury-8333-2-babii.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/167/jtptunimus-gdl-eliniasury-8333-2-babii.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/167/jtptunimus-gdl-eliniasury-8333-2-babii.pdf
http://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/repository/perpus-ilovepdf-compressed.pdf
http://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/repository/perpus-ilovepdf-compressed.pdf
http://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/repository/perpus-ilovepdf-compressed.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/167/jtptunimus-gdl-eliniasury-8333-2-babii.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/167/jtptunimus-gdl-eliniasury-8333-2-babii.pdf
DEFINISI :
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan.
Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi.
Menciderai diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan
masalah yang dihadapi.
Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang tidak dicegah dapat mengarah pada kematian.
Perilaku desttruktif diri langsung mencakup aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan
individu menyadari hal ini sebagai hasil yang diinginkan. Perilaku destruktif diri tak langsung
termasuk tiap aktivitas kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian. Orang
tersebut tidak menyadari tentang potensial terjadi pada kematian akibat perilakunya dan biasanya
menyangkal apabila dikonfrontasi.
ETIOLOGI :
a. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
b. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
c. Interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti.
d. Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
e. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
TANDA DAN GEJALA :
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
d. Inpulsif
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
f. agitasi dan gelisah
g. insomnia yang menetap
PATOFISIOLOGI :
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap membunuh diri
adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana
spesifik dan mempunyai niat untuk melakukannya.
PENATALAKSANAAN :
Tindakan keperawatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan rencana keperawatan yang telah
disusun.
DIAGNOSA KEPERAWATAN :
a. Resiko bunuh diri.
b. Harga diri rendah
c. Koping yang tak efektif.
INTERVENSI KEPERAWATAN :
Tujuan umum: Klien tidak melakukan tindakan bunuh diri dan mengungkapkan kepada
seseorang yang dipercaya apabila ada masalah.
Tujuan khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan menerapakan prinsip komunikasi
terapetik.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab bunuh diri
3. Klien dapat mengidentifikasi resiko bunuh diri yang biasa dilakukan.
4. Klien dapat mengidentifikasi akibat resiko bunuh diri.
5. Klien dapat mengidentifikasi cara berespon resiko bunuh diri.
6. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol tindakan resiko bunuh diri.
7. Klien dapat mengontrol tindakan bunuh diri dengan cara spiritual.
8. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol tindakan bunuh diri.
9. Klien mendapat perlindungan lingkungan untuk tidak melakukan tindakan bunuh diri.
POHON MASALAH KEPERAWATAN :
Bunuh Diri
Risiko Bunuh Diri (Mencederai Diri Sendiri)
Harga Diri Rendah Kronis
EVALUASI :
1. Ancaman terhadap integritas fisik atau sistem dari klien telah berkurang dalam sifat, jumlah
asal atau waktu
2. Klien menggunakan koping yang adaptif.
3. Klien terlibat dalam aktivitas peningkatan diri
REFERENSI :
https://rsjmenur.jatimprov.go.id/post/2020-07-28/mengenal-perilaku-resiko-bunuh-diri
https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/807/MUHAJIR.pdf?
sequence=1&isAllowed=y
https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/807/MUHAJIR.pdf?
sequence=1&isAllowed=y
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-nininghaia-6277-2-babii.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-nininghaia-6277-2-babii.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-nininghaia-6277-2-babii.pdf
file:///C:/Users/ASUS/Downloads/51103c7e568a43f47dd846bbed9a46e8%20(1).pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-nininghaia-6277-2-babii.pdf
DEFINISI:
Citra tubuh adalah pandangan atau persepsi tentang diri kita sendiri, bukan penilaian orang lain
terhadap dirinya. Sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar.
Gangguan citra tubuh adalah perasaan tidak puas seseorang terhadap tubuhnya yang diakibatkan
oleh perubahan struktur, ukuran, bentuk, dan fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan yang
diinginkan (Keliat et.al, 2011).
ETIOLOGI :
gangguan citra tubuh merupakan perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh
perubahan ukur, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan makna dan obyek yang sering kontak
dengan tubuh, klien biasanya tidak dapat menerima kondisinya merasa kurang sempurna
kemudian akan timbul harga diri rendah.
1. Perubahan struktur/bentuk tubuh (mis. amputasi, trauma, luka bakar, obesitas, jerawat)
2. Perubahan fungsi tubuh (mis. proses penyaakit, kehamilan, kelumpuhan)
3. Perubahan fungsi kognitif
4. Ketidaksesuain budaya, keyakinan atau sistem nilai
5. Transisi perkembangan
6. Gangguan psikososial
7. Efek tindakan/pengobatan (mis. pembedahan, kemoterapi, terapi radiasi)
PATOFISIOLOGI :
2. Isolasi Sosial
IMPLEMENTASI :
DIAGNOSA KEPERAWATAN :
Diagnosa keperawatan gangguan citra tubuh dapat ditegakkan karena terjadinya penurunan atau
perubahan bentuk, fungsi, penampilan tubuh serta kehilangan struktur tubuh tertentu pada pasien.
REFERENSI :
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/840/4/BAB%202.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-pipitdians-6286-2-babii.pdf
http://perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id/assets/file/kti/1401100057/7._BAB_2_.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-pipitdians-6286-2-babii.pdf
http://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/repository/KTI.compressed.pdf
http://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/repository/KTI.compressed.pdf
http://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/repository/KTI.compressed.pdf
http://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/repository/KTI.compressed.pdf
A. DEFINISI
Sehat jiwa pada perkembangan psikososial individu dewasa awal adalah tahapan
perkembangan individu mampu melakukan interaksi yang akrab dengan orang lain,
terutama lawan jenis, dan mempunyai pekerjaan. Jadi, orang dewasa adalah individu
yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam
masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya. Masa dewasa awal dimulai pada usia
18 tahun sampai 40 tahun, saat perubahan- perubahan fisik dan psikologis yang
menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif (Hurlock, 2009).
B. ETIOLOGI
Ciri khas dewasa awal adalah masa untuk memperluas jaringan relasi, membangun karir,
dan bagi sebagian orang masa untuk membina rumah tangga, anak, remaja, dan keluarga
Hal-hal tersebut biasanya menjadi pemicu munculnya gangguan kesehatan mental.
Sebab,Setiap tiap ciri khas tersebut memiliki tantangan masing-masing. "Jika stres tidak
di atasi dan terus menumpuk (kumulatif) maka akan menjadi pemicu stres berat yang bisa
saja berakhir pada depresi,"
C. TANDA DAN GEJALA
memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik.
Kesehatan emosi dan social baik.
Berfikir positif .
D. PATOFISIOLOGI
Perkembangan fisik Kebanyakan orang dewasa awal berada di puncak kesehatan,
kekuatan, energi dan daya tahan, serta di puncak fungsi sensori dan motorik.
Perkembangan Kognitif (berdasarkan teori Turner, Helms, dan Jean Peaget) Menurut
teori Peaget umur 21 – 40 tahun termasuk pada tahap operasional formal Sedangkan
menurut Turner dan Helms dewasa awal berada pada tahap post formal reasoning.
Perkembangan Emosi Pada tahap dewasa awal ini, seseorang akan mengalami masa
ketegangan emosional berupa : - Kondisi emosionalnya tidak terkendali Cenderung labil
Mudah Resah Mudah memberontak Emosi sangat bergelora Mudah tegang Sering
khawatir dengan status dalam pekerjaan yang belum tinggi dan,
Perkembangan Sosial (Psikososial) menurut Eric Ericson Dewasa awal masuk pada
Psikososial tahap yaitu : Keintiman vs isolasi Dalam tahap ini keintiman dan isolasi harus
seimbang untuk memunculkan nilai positif yaitu cinta. Cinta yang dimaksud tidak hanya
dengan kekasih melainkan cinta secara luas dan universal (misal pada keluarga, teman,
saudara, binatang, dll).
E. IMPLEMENTASI
1. Jelaskan kepada keluarga tentang perkembangan psikososial dewasamuda yang
normal dan menyimpang
2. Diskusikan dengan keluarga mengenai cara memfasilitasi perkembangan
psikososial dewasa muda yang normal
3. Latih keluarga untuk memfasilitasi perkembangan psikososial dewasa
muda yang normal
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Normal : Kesiapan Peningkatan Perkembangan Usia Dewasa (Produktif)
b. Penyimpangan : Resiko Ketidaksiapan Peningkatan Perkembangan Usia Dewasa
(Produktif)
G. POHON MASALAH KEPERAWATAN
Pikiran Logis
Prinsip Akurat
Emosi Konsisten