Anda di halaman 1dari 45

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

STIMULASI SENSORI MENDENGARKAN MUSIK DI RUANG SAWIT

RSKD DADI KOTA MAKASSAR

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK SAWIT

Amdar Pramana (14420212126) Lisdayanti (14420212141)


Faradillah Ramadhani. M (14420212106) Nur Aliah (14420212076)
Yulianti (14420212204) Hijra (14420212247)
Nurul Hasmi. T (14420212157) Nur Azza Al M. (14420212156)
Wa Ode Reka Wangse (14420212154) Ona Ariyani Umaternate (14420212152)
Windi Andriani Putri (14420212144) Marfia Umagapy (14420212203)
Rismanudin (14420212095) Winda Winarsi (14420212093)

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2022
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia sebagai mahkluk sosial yang hidup berkelompok dimana


satu dengan yang lainnya saling behubungan untuk memenuhi kebutuhan
sosial. Kebutuhan sosial yang dimaksud antara lain : rasa menjadi milik
orang lain atau keluarga, kebutuhan pengakuan orang lain, kebutuhan
penghargaan orang lain dan kebutuhan pernyataan diri.
Secara alamiah individu selalu berada dalam kelompok, sebagai
contoh individu berada dalam satu keluarga. Dengan demikian pada
dasarnya individu memerlukan hubungan timbal balik, hal ini bisa melalui
kelompok. Penggunaan kelompok dalam praktek keperawatan jiwa
memberikan dampak positif dalam upaya pencegahan, pengobatan atau
terapi serta pemulihan kesehatan seseorang. Meningkatnya penggunaan
kelompok terapeutik, modalitas merupakan bagian dan memberikan hasil
yang positif terhadap perubahan perilaku pasien atau klien, dan
meningkatkan perilaku
adaptif dan mengurangi perilaku maladaptif.
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh individu atau klien
melalui terapi aktifitas kelompok meliputi dukungan (support), pendidikan
meningkatkan pemecahan masalah, meningkatkan hubungan interpersonal
dan juga meningkatkan uji realitas (reality testing) pada klien dengan
gangguan orientasi realitas (Birckhead, 2019).
Terapi aktifitas kelompok sering digunakan dalam praktek kesehatan
jiwa, bahkan dewasa ini terapi aktifitas kelompok merupakan hal yang
penting dari ketrampilan terapeutik dalam keperawatan. Terapi kelompok
telah diterima profesi kesehatan.
Pimpinan kelompok dapat menggunakan keunikan individu untuk
mendorong anggota kelompok untuk mengungkapkan masalah dan
mendapatkan bantuan penyelesaian masalahnya dari kelompok, perawat
juga adaptif menilai respon klien selama berada dalam kelompok.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi tentang Halusinasi

2. Untuk mengetahui Faktor penyebab tentang Halusinasi

3. Untuk mengetahui tanda dan gejalan Halusinasi

4. Untuk mengetahui terapi modalitas keperawatn jiwa Halusinasi

5. Untuk mengetahui TAK Halusinasi

6. Untuk mengetahui strategi pelaksanaan Halusinasi


BAB II
TEORI HALUSINASI

A. Pengertian
Halusinasi adalah distorsi persepsi palsu yang terjadi pada
respon neurobiologis maladaptif tanpa stimulus eksternal atau internal
yang terjadi saat kesadaran penuh dan dapat terjadi pada semua
pancaindra (Nurlaili, Nurdin, & Putri, 2019)
Stuart & Laraia (2009) mendefinisikan halusinasi sebagai suatu
tanggapan dari pancaindera tanpa adanya rangsangan (stimulus)
eksternal Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.Ada lima jenis
halusinasi yaitu pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan dan
perabaan. Halusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi yang
paling banyak ditemukan terjadi pada 70% pasien,kemudian halusinasi
penglihatan20%, dan sisanya 10% adalah halusinasi penghidu,
pengecapan dan perabaan. Pasien halusinasi merasakan adanya
stimulus yang sebetulnya tidak ada. Perilaku yangteramati pada pasien
yang sedang mengalami halusinasi pendengaran adalah pasien merasa
mendengarkan suara padahal tidak ada stimulus suara. Sedangkan pada
halusinasi penglihatan pasein mengatakan melihat bayangan orang atau
sesuatu yang menakutkan padahal tidak ada bayangan tersebut. Pada
halusinasi penghidu pasien mengatakan membaui bau-bauan tertentu
padahal orang lain tidak merasakan sensasi serupa. Sedangkan pada
halusinasi pengecapan, pasien mengatakan makan atau minum sesuatu
yang menjijikkan. Pada halusinasi perabaan pasien mengatakan serasa
ada binatang atau sesuatu yang merayap ditubuhnya atau di permukaan
kulit (Nurhalimah, 2018).
Halusinasi dapat diartikan suatu persepsi yang salah dalam
keadaan sadar tanpa ada rangsangan pada semua pancaindra

B. Etiologi
Gangguan halusinasi dapat disebabkan oleh beberapa
faktor seperti (Biologis,psikososial dan spiritual):
1. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak dapat menimbulkan
gangguan seperti :
a. Hambatan perkembangan khususnya korteks frontal,temporal
dan citim limbic. Gejala yang mungkin timbul adalah hambatan
dalam belajar,daya ingat dan berbicara.
b. Pertumbuhan dan perkembangan individu pada
pranatal,perinatal neonatus dan kanak kanak.
2. Psikologis
Keluarga,pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon psikologis diri klien,sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi ganguan orientasi realitas adalah penolakan atau
kekerasan dalam hidup klien. Penolakan dapat dirasakan dari
keluarga,pengasuh atau teman yang bersikap dingin,cemas,tidak
peduli atau bahkan terlalu melindungi sedangkan kekerasan dapat
bisa berupa konflik dalam rumah tangga merupakan lingkungan
resiko gangguan orientasi realitas
3. Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan
orientasi realitas seperti kemiskinan,konflik
sosial,budaya,kehidupan yang terisolir disertai stres yang
menumpuk. (Yudi hartono;2019)
C. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap
pasien serta ungkapan pasien. Adapun tanda dan gejala pasien
halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Data Subyektif:

Pasien mengatakan :
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya.
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun,
melihat hantu atau monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-
kadang bau itu menyenangkan.
6) Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
7) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya
b. Data Obyektif
1) Bicara atau tertawa sendiri
2) Marah-marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu
4) Menutup telinga
5) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
6) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan
tertentu.
8) Menutup hidung.
9) Sering meludah
10) Muntah
11) Menggaruk-garuk permukaan kulit (Nurhalimah, 2018)
D. Proses Terjadinya Masalah
Untuk meningkatkan pemahaman Anda tentang halusinasi Marilah
kita belajar mengenai proses terjadinya halusinasi. Proses terjadinya
halusinasi dijelaskan dengan menggunakan konsep stress adaptasi
Stuart yang meliputi stressor dari faktor predisposisi dan presipitasi,
1. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari
a. Faktor Biologis : Adanya riwayat anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa (herediter), riwayat Penyakit atau
trauma kepala, dan riwayat penggunaan narkotika, psikotropika
dan zat adiktif lain (NAPZA).
b. Faktor Psikologis Memiliki riwayat kegagalan yang berulang.
Menjadi korban, pelaku maupun saksi dari perilaku kekerasan
serta kurangnya kasih sayang dari orang-orang disekitar atau
overprotektif.
c. Sosiobudaya dan lingkungan, Sebahagian besar pasien
halusinasi berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi rendah,
selain itu pasien memiliki riwayat penolakan dari lingkungan
pada usia perkembangan anak, pasien halusinasi seringkali
memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta
pernahmmengalami kegagalan dalam hubungan sosial
(perceraian, hidup sendiri), serta tidak bekerja.

2. Faktor Presipitasi Stressor presipitasi pasien gangguan persepsi


sensori halusinasi ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi,
penyakit kronis atau kelainan struktur otak, adanya riwayat
kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalankegagalan dalam
hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dikeluarga atau
masyarakat yang sering tidak sesuai dengan pasien serta konflik
antar masyarakat
(Nurhalimah, 2018)
E. Patofisiologi

Resiko Gangguan presepsi Sensori:


Halusinasi

Deficit perawatan diri


Isolasi Sosial

Mekanisme koping tidak


efektif

Gangguan konsep diri: harga diri rendah


F. Rentang Respon
Halusinasi Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Proses pikir kadang Gangguan proses pikir


Persepsi akurat terganggu Waham
Emosi konsisiten Ilusi Halusinasi
Perilaku sesuai Emosi berlebihan/kurang Kerusakan proses emosi
Hub sosial harmonis Perilaku tidak Perilaku tidak sesuai
terorganisir Isolasi sosial
Isolasi sosial

Keterangan Gambar:

1. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial


budayayang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut.

a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.


b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyatan.

c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul


dari pengalaman ahli
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.

2. Respon psikososial meliputi:

a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan


gangguan.
b. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapanyang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan
panca indera.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.

d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran.

e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan


orang lain.

3. Respon maladaptif Respon maladaptif adalah respon individu dalam


menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial
budaya dan lingkungan, adapun responmaladaptif meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankanwalaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataansosial.
b. Halusinasi merupakan definisian persepsi sensori yang salah atau
persepsi eksternalyang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati (Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, 2018)

G. Fase-Fase

Fase Halusinasi Karakteristik Perilaku Klien

Fase I: Comforting Klien mengalami- Tersenyum, tertawa


Ansietas sedan ansietas, kesepian, rasa yang tidak sesuai
g
Halusinasi- bersalah dan takut, - Menggerakkan bibir

Menyenangkan mencoba untuk berfokus tanpa suara - Pergerakan

“Menyenangkan” Pada pikiran yang mata yang cepat - Respon


menyenangkan untuk verbal yang lambat -

meredakan Ansietas. Diam, dipenuhi rasa yang

Individu mengenalimengasyikkan

Bahwa pikiran dan -


pengalaman sensori
dalam kendali kesadaran

jika ansietas dapat


ditangani (non psikotik)

Fase II: CondemningPengalaman sensori- Meningkatkan tanda-


Ansietas berat Halusinasi menjijikan dantanda sistem saraf
menjadi menakutkan klien lepasotonom akibat ansietas
menjijikkan. kendali dan mungkin(Nadi, RR, TD)
“Menyalahkan” mencoba untukmeningkat
mengambil jarak dirinya- penyempitan
dengan sumber yangkemampuan untuk
dipersepsikan. Klienkonsentrasi
mungkin mengalami- Asyik dengan
dipermalukan olehpengalaman sensori dan
pengalaman sensori dankehilangan kemampuan
menarik diri dari orang membedakan halusinasi
lain. Psikotik Ringan dan realita

Fase III: ControllingKlien berhenti atau- Lebih cenderung


Ansietas beratmenghentikan mengikuti petunjuk
Pengalaman sensoriperlawanan terhadaphalusinasinya
menjadi berkuasa halusinasi dan menyerah - Kesulitan berhubungan
“Mengendalikan pada halusinasi tersebut. dengan orang lain
Isi halusinasi menjadi- Rentang perhatian
menarik,klien mungkinhanya dalam beberapa
mengalami pengalaman menit atau detik
kesepian jika sensori- Gejala fisik Ansietas
halusinasi berhenti.berat, berkeringat,
Psikotik tremor, tidak mampu
mengikuti petunjuk

Fase IV: ConqueringPengalaman sensori- Perilaku teror akibat


panik umumnya menjadi menjadi mengancam jika panik - Potensial suicide
melebur dalamklien mengikuti perintah atau homocide - Aktivitas
halusinasinya. halusinasi. Halusinasi fisik merefleksikan isi
berahir dari beberapa jam halusinasi seperti
atau hari jika tidak ada kekerasan, agitasi,
intervensi terapiutik. - Tidak mampu merespon
Psikotik berat terhadap perintah yang
kompleks

- Tidak mampu merespon

> 1 orang
H. Jenis-Jenis Halusinasi

Penjelasan dibawah ini adalah mengenai jenis halusinasi:

Jenis Halusinasi Data Obyektif Data Subyektif

Halusinasi • Bicara atau • Mendengar suara-suara


Pendengaran tertawa sendiri atau kegaduhan.
• Marah-marah tanpa • Mendengar suara yang
sebab mengajak bercakap-cakap
• Menyedengkan • Mendengar suara
telinga ke menyuruh melakukan
arah
tertentu sesuatu yang berbahaya.
• Menutup telinga

Halusinasi • Menunjuk-nunjuk ke • Melihat bayangan, sinar,


Penglihatan arah bentuk geometris, bentuk
• Ketakutan kartoon, melihat hantu

pada
sesuatu yang atau monster
tidak jelas.

Halusinasi • Mengisap-isap seperti • Membaui bau-bauan


Penghidu sedang membaui bau- seperti bau darah, urin,
bauan tertentu. feses, kadang-kadang bau
• Menutup hidung. itu menyenangkan.

Halusinasi • Sering meludah • Merasakan rasa seperti


Pengecapan • Muntah darah, urin atau feses
Halusinasi • Menggaruk-garuk • Mengatakan ada seranggadi
Perabaan permukaan kulit permukaan kulit
• Merasa seperti
tersengat listrik

I. Akibat Halusinasi
Dampak negatif halusinasi pendengaran dapat melukai dirinya
sendiri atau orang lain (Nurlaili et al., 2019)
pasien sangat terganggu dan gelisah karena seringnya frekuensi,
banyaknya jumlah tekanan dan tingginya intensitas tekanan dari
halusinasi pendengaran yang membuat mereka sulit membedakan
khayalan dengan kenyataan yang membuat mereka depresi. 46% pasien
skizofrenia mengalami depresi. Depresi pada pasien skizofrenia dengan
halusinasi mengakibatkan 9%-13% bunuh diri dan 20%-
50% diantaranya mulai melakukan percobaan bunuh diri (Nurlaili et
al., 2019)
Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri
sendiri,orang lain dan lingkungan.ini diakibatkan karena klien berada di
bawah halusinasinya yang meminta dia untuk melakukan sesuatu hal
diluar kesadarannya. (Iskandar;2018)

J. Mekanisme Koping penderita gangguan halusinasi


Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor: pada halusinasi terdapat 3 mekanisme koping yaitu :
1. With Drawal : Menarik diri dan klien sudah asik dengan pelaman
internalnya
2. Proyeksi : Menggambarkan dan menjelaskan persepsi yang
membingungkan
3. Regresi : Terjadi dalam hubungan sehari hari untuk memproses
masalah dan mengeluarkan sejumlah energi dalam mengatasi cemas
(Iskandar;2018)

K. Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :


1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dna ketakutan
klien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan
dilakukan secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata,
kalau bisa pasien disentuh atau dipegang. Pasien jangan di isolasi
baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar
atau mendekati klien, bicaralah dengan klien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya klien diberitahu. Klien diberitahu
tindakan yang akan dilakukan. Di ruangan itu hendaknya
disediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong
pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding,
gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan
dengan rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan
sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati
agar obat yang diberikan betul ditelannya, serta reaksi obat yang
diberikan.

3. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah


yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah klien yang merupakan penyebab timbulnya
halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada.
Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga klien
atau orang lain yang dekat dengan klien.
4. Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan
ini dapat membantu mengarahkan klien ke kehidupan nyata dan
memupuk hubungan dengan orang lain. Klien diajak menyusun
jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu
tentang
data klien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam
proses keperawatan, misalnya dari percakapan dengan klien
diketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang
mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak
terdengar jelas. Perawat menyarankan agar klien jangan menyendiri
dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.
Percakapan ini hendaknya diberitahukan pada keluarga klien dan
petugas lain agar tidak membiarkan klien sendirian dan saran yang
diberikan tidak bertentangan. Farmako :
a. Anti Psikotik :
1) Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
2) Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
3) Stelazine
4) Clozapine (Clozaril)
5) Risperidone (Risperdal)

b. Anti Parkinson :
1) Trihexyphenidile

2) Arthan
BAB III
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

A. Pengertian
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan
satu dengan yang lain, saling bergantung dan memiliki norma yang
sama (Stuart & Laraia, 2019). Anggota kelompok mungkin datang dari
berbagai latar belakang yang harus ditangani sesuai dengan keadaan-
nya, seperti agresif, ketakutan, kebencian, berkompetitit, memiliki
kesamaan, memiliki ketidaksamaan, kesuka an, dan ketertarikan yang
sama.Semua kondisi ini akan meme- ngaruhi dinamika kelompok,
ketika anggota kelompok memberi dan menerima umpan balik yang
berarti dalam berbagai interaksi yang terjadi dalam kelompok.

B. Tujuan dan Fungsi Kelompok


Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya ber- hubungan
dengan orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan
maladaptif. Kekuatan kelompok ada pada kontribusi dari setiap anggota
dan pemimpin dalam mencapai tujuannya. Kelompok bertungsi sebagai
tempat berbagi peng- alaman dan saling membantu satu sama lain,
untuk menemukan cara menyelesaikan masalah. Kelompok merupakan
laboratorium tempat mencoba dan mene-mukan hubungan
interpersonal yang baik, serta me- ngembangkan perilaku yang adaptif.
Anggota kelom- pok merasa dimiliki, diakui, dan dihargai
eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain.
1. Komponen Keompok
a. Struktur Kelompok
Struktur kelompok menjelas kan batasan, komunikasi proses
pengambilan keputusan, dan hubungan otoritas dalam
kelompok. Struktur kelompok menjaga stabilitas dan membantu
pengaturan pola perilaku serta interaksi Struktur dalam
kelompok diatur
dengan adanya pe. mimpin dan anggota, arah komunikasi
dipandu ojeh pemimpin, sedangkan keputusan diambil secara
bersama.
b. Besar Kelompok
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah ke. lompok
kecil yang anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jumlah
anggota kelompok kecil menurut (Stuart & Laraia, 2019)
adalah 7-10 orang,Jika anggota kelompok terlalu besar, tidak
semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan
perasaan, pendapat, dan pengalamannya. Jika terlalu kecil,
kelompok tidak mengalami cukup variasi pertukaran informasi
dan interaksi yang terjadi.
c. Lamanya Sesi
Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi
kelompok yang baru (fungsi kelompok yang masih rendah) dan
60-120 menit bagi kelompok yang sudah kohesif (fungsi
kelompok yang tinggi) (Stuart & Laraia, 2019). Biasanya
dimulai dengan pemanasan berupa orientasi, kemudian tahap
kerja, dan finishing berupa terminasi. Banyaknya sesi
bergantung pada tujuan ke lompok, dapat satu/dua kali per
minggu; atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan.
d. Komunikasi
Salah satu tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah
nmengobservasi dan menganalisis pola komunikasi dalam
kelompok. Pemimpin menggunakan umpan balik untuk memberi
kesadaran kepada anggota kelom- pok terhadap dinamika yang
terjadi. Pemimpin kelompok dapat mengkaji hambatan da- lam
kelompok, konflik interpersonal, tingkat kompetisi, dan seberapa
jauh anggota kelompok mengerti serta melaksanakan kegiatan yang
dilaksanakan
e. Peran Kelompok
Pemimpin perlu mengobservasi peran yang terjadi dalam
kelompok. Ada tiga peran dan fungsi kelompok yang
ditampilkan anggota kelompok dalam kerja ke- lompok
.maintenance roles, task roles, dan individual roles.
Maintenance roles, yaitu peran serta aktif dalam
mempertahankan proses kelompok dan fungsi kelompok. Task
roles, yaitu fokus pada penyelesaian tugas Individual roles
adalah peran yang ditampilkan anggota kelompok secara khas
(self-centered) dan kemungkinan terjadinya distraksi pada
kelompok.
f. Kekuatan Kelompok
Kekuatan (power) adalah kemampuan anggota kelompok dalam
memengaruhi jalannya kegiatan kelompok. Untuk menetapkan
kekuatan anggota kelompok yang bervariasi, diperlukan kajian
siapa yang paling banyak mendengar dan siapa yang membuat
keputusan dalam kelompok.
g. Norma Kelompok
Norma adalah standar perilaku yang ada dalam kelom
pok. Pengharapan terhadap perilaku kelompok pada masa yang
akan datang dibuat berdasarkan pengalaman masa lalu dan saat
ini. Pemahaman tentang norma kelompok berguna untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap komunikasi dan interaksi
dalam kelompok. Kesesuaian perilaku anggota kelompok
dengan norma kelompok, penting dalam menerima anggota
kelompok. Anggota kelompok yang tidak mengikuti norma
dianggap pemberontak dan ditolak oleh anggota kelompok lain.
h. Kekohefisian
Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok be-
kerja sama dalam mencapai tujuan. Hal ini memengaruhi
anggota kelompok untuk tetap bertahan dalam kelompok. Apa
yang
membuat anggota kelompok ter- tarik dan puas terhadap
kelompok perlu diidentifikasi agar keberlangsungan (continuity)
kehidupan kelompok dapat dipertahankan. Pemimpin kelompok
(terapis) perlu melakukan upaya agar kekohesifan kelompok
dapat terwujud, seperti mendorong anggota kelompok bicara
satu sama lain, diskusi dengan kata-kata "kita", menyampaikan
kesamaan anggota kelompok, membantu anggota kelompok
untuk mendengarkan ketika yang lain bicara. Kekohesifan perlu
diukur melalui seberapa sering antar anggota memberi pujian
dan mengungkapkan kekaguman satusama lain.Elemen penting
observasi komunikasi verbal dan non verbal ,Kusumawati dan
Hartono (2010)
Komunikasi antara individu anggota kelompok
• Pengaturan posisi duduk dan jarak satu sama lain
• Tema umum pembicaraan dalam kelompok
• Seberapa sering & kepada siapa komunikasi ditujukan
• Bagaimana setiap anggota didengarkan dalam kelompok
• Proses penyesuaian masalah yang terjadi dalam
kelompok
2. Perkembangan Kelompok
Kelompok sama dengan individu, memiliki kapasitas untuk
bertumbuh dan berkembang. Pemimpin akan mengembangkan
kelompok melalui empat fase, yaitu
fase pra-kelompok; fase awal kelompok; fase kerja kelompok; fase
terminasi kelompok.

Peran Fungsi

Peran mempertahankan
Pendorong (encouragen) Memberi pengaruh positif pada kelompok

Menjaga tetap damai


Meminimalkan konflik dengan mencari
Penyelaras (harmonizen) Alternatif
Pemusyawarah (compromisen)
Menetapkan tingkat penerimaan kelompok
Penjaga (gatekeepen) terhadap
anggota secara individual
Pengikut (followen)
Berperan sebagai peserta yang tertarik
Pembuat Peraturan (rule
Membuat standar perilaku kelompok (misalnya,
maken) waktu
dan pakaian)
Penyelesai masalah

(problem Solven) Menyelesaikan masalah agar kelompok dapat


terus bekerja

Peran meneyelesaikan Tugas

Pemimpin (leaden) Memberi arahan


Penanya (questionen) Mengklarifikasi isu dan informasi
Fasilitator (acilitaton) Menjaga kelompok tetap fokus
Penyimpul (summarizen) Menyimpulkan posisi kelompok
Evaluator (evaluaton) Mengkaji kinerja kelompok
Pemberi insiatif (initiator) Memulai diskusi kelompok

Persan individu
Korban Dipandang negatif oleh kelompok
Monopoli Berperan aktif mengontrol kelompok
Seduser Menjaga jarak dan meminta diperhatikan
Diam Mengontrol secara pasif dengan diam
Tukang komplain Mengeluh dan marah pada kerja kelompok
Negatif Mengecilkan kerja kelompok
Moralis Berperan sebagai penilai benar dan salah

a. Fase Perkelompok

Fase prakelompok adalah saat sebelum individu klien


dipertemukan dalam kelompok. Hal penting yang ha- rus
diperhatikan ketika memulai kelompok adalah menetapkan
tujuan dari kelompok. Tujuan kelompok merupakan perubahan
perilaku masing-masing anggota kelompok yang ditetapkan
sebagai hasil terapi aktivitas kelompok. Ketercapaian tujuan
sangat dipengaruhi oleh perilaku pimpinan dan pelaksanaan
kegiatan kelompok untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk itu,
perlu disusun proposal atau panduan pelaksanaan kegiatan
kelompok. Garis besar isi proposal adalah: daftar tujuan umum
dan khusus; daftar pemimpin kelompok disertai keahliannya;
daftar kerangka teoretis yang akan digunakan pemimpin untuk
mencapai tujuan; daftar kriteria anggota kelompok; uraian
proses seleksi anggota kelompok; uraian struktur kelompok:
tempat sesi, waktu sesi, jumlah anggota, jumlah sesi, perilaku
anggota yang diharapkan, dan perilaku pemimpin yang
diharapkan; uraian tentang proses evaluasi anggota kelompok
dan kelompok; uraian alat dan sumber yang dibutuhkan jika
perlu, uraian dana yang dibutuhkan. Proposal dapat pula berupa
pedoman atau panduan menjalankan kegiatan kelompok.
b. Fase Awal kelompok
Fase ini ditandai dengan ansietas pada masing-masing
anggota karena masuk dalam kelompok baru, dan mendapat
peran yang baru. fase ini menjadi tiga fase, vaitu orientasi,
konflik, dan kohesif. Sementara itu membaginya dalam tiga
fase, yaitu forming, storming, dan norming.
• Tahap Orientasi
Tahap ini adalah tahap memulai pembentukan
kelompok, klien dipertemukan dalam satu kelompok,
disebut juga sebagai fase forming. Pada tahap ini pemimpin
kelompok lebih aktif dalam memberi pengarahan.
Pemimpin kelompok mengorientasikan anggota pada tugas
utama dan melakukan kontrak yang terdiri dari tujuan,
kerahasiaan, waktu pertemuan, struktur, kejujuran, aturan
komunikasi (misalnya hanya satu orang yang berbicara
pada satu waktu), norma perilaku, rasa memiliki, dan
kohesif antara anggota kelompok diupayakan terbentuk
pada fase orientasi.
• Tahap Konflik
Tahap konflik disebut juga fase storming yang
ditandai dengan munculnya kontlik antaranggota kelompok,
masing-masing memikirkan siapa yang lebih dominan dan
yang akan memimpin kelompok. Ciri khas masing-masing
anggota masih kental ditampilkan. Peran dependen dan
independen terjadi pada tahap ini, sebagian ingin pemimpin
yang memutuskan dan sebagian ingin pemimpin lebih
mengarahkan, atau sebaliknya anggota ingin berperan
sebagai pemimpin. Adapula anggota yang netral dan dapat
membantu menyelesaian konflik peran yang terjadi.
Perasaan bermusuhan yang ditampilkan, baik antar anggota
kelompok maupun anggota dengan pemimpin dapat terjadi
pada tahap ini. Pemimpin perlu memfasilitasi ungkapan
perasaan, baik positif maupun negatif dan membantu
kelompok mengenali penyebab konflik. Selain itu
pemimpin harus mencegah perilaku yang tidak produktif,
seperti menuduh anggota tertentu sebagai penyebab
konflik.
• Tahap Kohesif
Setelah tahap konflik, anggota kelompok merasakan
ikatan yang kuat satu sama lain. Tahap ini disebut juga fase
norming karena konflik berlalu dan anggota kelompok telah
merasa menyatu. Perasaan positif akansemakin sering
diungkapkan. Pada tahap ini, anggota kelompok merasa
bebas membuka diri tentang informasi dan lebih intim satu
sama lain. Pemimpin tetap berupaya memberdayakan
kemampuan anggota kelompok dalam melakukan
penyelesaian masalah. Pada tahap akhir fase ini, tiap
anggota kelompok belajar bahwa perbedaan tidak perlu
ditakutkan. Mereka belajar persamaan dan perbedaan,
anggota kelompok akan membantu pencapaian tujuan yang
menjadi suatu realitas.
c. Fase kerja Kelompok
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Walaupun
mereka bekerja keras, tetapi menyenangkan bagi anggota dan
pemimpin kelompok. Kelompok menjadi stabil dan realistis.
Kekuatan terapeutik dapat tampak seperti dijelaskan oleh
Yalom dan Vinogradov (1989) dalam Stuart dan Laraia (2001),
meliputi 11 (sebelas) faktor yaitu: memberi informasi, instalasi
harapan, kesamaan, altruisme, koreksi pengalaman,
pengembangan teknik interaksi sosial, peniruan perilaku, belajar
hubungan interper- sonal, faktor eksistensi, katarsis, dan
kekohesifan kelompok. Tugas utama pemimpin adalah
membantu kelompok mencapai tujuan dan tetap menjaga
kelompok ke arah pencapaian tujuan,
serta mengurangi dampak dari faktor yang dapat mengurangi
produktivitas kelompok. Selain itu, pemimpin juga bertindak
sebagai konsultan. Beberapa problem yang mungkin muncul
adalahsubgroup, conflict, self-desclosure, dan resistance.
Beberapa anggota kelompok menjadi sangat akrab, berlomba
mendapatkan perhatian pemimpin, tidak ada lagi kerahasiaan
karena keterbukaan yang tinggi, dan keengganan berubah perlu
diidentifikasi oleh pemimpin kelompok agar segera melakukan
strukturisasi. Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari
produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya
diri dan kemandirian. Kemudian kelompok segera masuk ke
fase berikut, yaitu perpisahan (fase terminasi).

d. Fase terminasi
Terminasi dapat sementara (temporal) atau akhir.
Terminasi sementara adalah terminasi yang dilakukan untuk
mengakhiri satu sesi TAK, yaitu ketika ada sesi
TAK berikutnya yang akan dilaksanakan. Terminasi
akhir adalah terminasi di sesi terakhir TAK ketika TAK tidak
dilanjutkan lagi karena tujuan terapi sudah tercapai atau karena
alasan lain, misalnya karena anggota kelompok atau pemimpin
kelompok keluar dari kelompok. Pada fase terminasi terapis
(leader) melakukan evaluasi. Evaluasi umumnya difokuskan
pada jumlah pencapaian (perubahan perilaku) baik kelompok
mau pun individu. Pada tiap sesi dapat pula dikembangkan.

Tanggal …. Sesi Ke….


Anggota kelompok:
Daftar anggota yang hadir (sebutkan jika baru))

Daftar anggota yang terlambat


Daftar anggota yang absen
Daftar individu yang menyimpan isu atau perilaku
Identifikasi proses kelompok yang penting
yang didiskusikan
Identifikasi
(pengembanganstrategi kritis yang
kelompok, digunakan
peran, pemimpin
dan norma)
Daftar tema kelompok
Daftar strategi pemimpin yang diusulkan
Prediksi respons anggota dan kelompok pada sesi berikutnya
Instrumen evaluasi kemampuan individual dari anggota
kelompok. Terminasi dapat dilakukan pada akhir tiap sesi atau
beberapa sesi yang merupakan paket dengan memperhatikan
pencapaian tertentu. 1lerminasi yang sukses ditandai oleh
perasaan puas yang dirasakan anggota kelompok dan
pengalaman kelompok (perubahan perilaku atau perilaku baru
yang dipelajari dalam TAK) akan digunakan secara individual
pada kehidupan sehari-hari. Pada akhir sesi, perawat perlu
mencatat atau mendokumentasikan proses yang terjadi berupa
notulen TAK. Perawat juga mendokumentasikan proses dan
hasil
TAK pada catatan implementasi tindakan keperawatan tentang
pencapaian dan perilaku yang perlu dilatih pada klien di luar
sesi.

3. Jenis Terapi kelompok

Beberapa ahli membedakan kegiatan kelompok sebagai


tindakan keperawatan pada kelompok dan terapi kelompok. Stuart
dan Laraia (2001) menguraikan beberapa kelompok yang dapat
dipimpin dan digunakan perawat sebagai tindakan keperawatan
bagi klien, misalnya, fask groups, supportive groups, brief therapy
groups, intensive problem-solving groups, medication groups,
activity therapy, dan peer support groups, Wilson dan Kneisl
(1992) me- nyampaikan beberapa terapi kelompok seperti, analytic
group psycho therapi, psycho drama, self-help groups, remotivation
reeducation, dan client government groups. Terkait dengan terapi
aktivitas kelompok, Rawlins, Williams, dan Beck (1993) membagi
kelompok menjadi tiga, yaitu terapi kelompok, kelompok
terapeutik, dan terapi aktivitas kelompok.
a. Terapi Kelompok
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien
ditemui dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang
memenuhi persyaratan tertentu. Fokus terapi kelompok adalah
meningkatkan kesadaran diri (selfawereness), meningkatkan
hubungan interpersonal, membuat perubahan, atau ketiga-
tiganya.
b. Kelompok teraupetik
Kelompok terapeutik membantu mengatasi stres emosi,
penyakit fisik kritis, memfasilitasi tumbuh-kembang atau
meningkatkan penyesuaian sosial, (misalnya, kelompok wanita
hamil yang akan menjadi ibu, individu yang kehilangan, dan
penyakit terminal). Banyak kelompok terapeutik yang
dikembangkan menjadi self help-group.
Tujuan dari kelompok ini adalah sebagai berikut:
1. Mencegah masalah kesehatan;
2. Mendidik dan mengembangkan potensi anggota kelompok
3. Meningkatkan kualitas kelompok. Antara anggota kelompok
saling membantu dalam menyelesaikan masalah.
c. Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi Aktivitas Kelompok dibagi sesuai dengan
kebutuhan yaitu, stimulasi persepsi, stimulasi sensori, orientasi
realita, dan sosialisasi. Terapi ini sering dipakai sebagai terapi
tambahan. Sejalan dengan hal tersebut, Lancaster
mengemukakan beberapa aktivitas yang digunakan pada TAK,
yaitu menggambar, membaca puisi, mendengarkan musik,
mempersiapkan meja makan, dan kegiatan sehari-hari yang lain.
Wilson dan Kneils (1992) menyatakan bahwa TAK adalah
manual, rekreasi, dan teknik kreatif untuk memfasilitasi
pengalaman seseorang serta meningkatkan respons sosial dan
harga diri. Aktivitas yang digunakan sebagai terapi di dalam
kelompok, yaitu membaca puisi, seni, musik, menari, dan
literatur. Dari uraian tentang terapi aktivitas kelompok yang
dikemukakan oleh Wilson, Kneils, dan Lancaster di temukan
kesamaan dengan terapi kelompok tambahan yang disampaikan
oleh Rawlins, Williams, dan Beck (1993). Oleh sebab itu, akan
diuraikan kombinasi keduanya menjadi terapi aktivitas
kelompok.
4. Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas
kelompok stimulasi kognitif/ persepsi, terapi aktivitas kelompok
stimulasi sensori, terapi aktivitas kelompok orientasi realita, dan
terapi aktivitas kelom- pok sosialisasi.
a. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi
TAK Stimulasi Persepsi dilaksanakan dengan melatih
klien mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus
yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan
ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses ini, diharapkan
respons klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan
menjadi adaptif. Aktivitas yang dilaksanakan berupa stimulus
dan persepsi. Stimulus yang disediakan antara lain: membaca
artikel/majalah/buku/puisi, menonton acara TV merupakan
stimulus yang disediakan); stimulus dari pengalaman masa lalu
yang menghasilkan proses persepsi klien yang maladaptif atau
destruktif, misalnya kemarahan, kebencian, putus hubungan,
pandangan negatif pada orang lain, dan halusinasi. Kemudian
dilatih persepsi klien terhadap stimulus.
b. Terapi Aktivitas kelompok Stimulus Sensori
TAK stimulasi sensori adalah TAK yang menggunakan
aktivitas sebagai stimulus pada sensoris klien. Tahap berikutnya
adalah mengobservasi reaksi sensoris klien terhadap stimulus
yang disediakan, berupa ekspresi perasaan secara nonverbal
(ekspresi wajah, gerakan tubuh). Biasanya klien yang tidak mau
mengungkapkan komunikasi verbal akan terstimulasi emosi dan
pera-saannya, serta menampilkan respons. Aktivitas yang
digunakan sebagai stimulus adalah: mendengar musik, melukis,
menyanyi, menari. Jika hobi klien diketahui sebelumnya, dapat
dipakai sebagai stimulus, misalnya mendengar atau menyanyi
lagu kesukaan klien, dapat digunakan sebagai stimulus.
c. Terapi Aktivitas Kelompok Orientasi realistis
Dalam TAK Orientasi Realitas klien diorientasikan pada
kenyataan yang ada di sekitar klien, yaitu diri sendiri, orang lain
yang ada di sekeliling klien atau yang dekat dengan klien, dan
lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan klien.
Demikian pula dengan orientasi waktu saat ini, waktu yang lals
dan rencana ke depan. Aktivitas dapat berupa: orientad orang,
waktu, tempat, benda yang ada di sekitar, dan semua kondisi
nyata.
d. Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
TAK sosialisasi dilaksanakan dengan membantu klien
melakukan sosialisasi dengan individu yang ada di sekitar klien.
Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari
interpersonal (satu dan satu), kelompok dan massa. Aktivitas
dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok.
5. Kualifikasi Terapis
tiga area yang perlu dipersiapkan untuk menjadi terapis atau
pemimpin terapi kelompok, yaitu persiapan teorentis melalui
pendidikan formal, literatur, bacaan, dan lokakarya; praktik yang
disupervisi pada saat berperan sebagai pemimpin kelompok;
pengalaman mengikuti terapi kelompok. Perawat diperkenankan
memimpin terapi kelompo jika telah dipersiapkan secara
profesional. American Nurses Association (ANA) menetapkan pada
praktik keperawatan psikiatri dan klinikal spesialis dapat ber fungsi
sebagai terapis kelompok. Sertifikat dari ANA sebagai spesialis
klinik dalam keperawatan psikiatri- kesehatan jiwa menjamin
perawat mahir dan kompeten sebagai terapis kelompok. The
American Group Psychotherapy Association (AGPA) sebagai
badan akreditasi terapis kelompok menetapkan anggotanya minimal
berpendidikan master. Perawat yang memimpin kelompok
terapeutik dan kelompok tambahan (TAK), persyaratannya harus
memiliki pengetahuan tentang masalah klien dan menge- tahui
metode yang dipakai untuk kelompok khusus serta terampil
berperan sebagai pemimpin.
BAB IV
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) STIMULASI SENSORI
MENDENGARKAN MUSIK

A. TUJUAN
1. Tujuan umum
Klien dapat merespon terhadap stimulus panca indra yang diberikan
2. Tujuan khusus

a. Klien mampu mengenali musik yang didengar

b. Klien mampu memberi respon terhadap musik

c. Klien mampu menceritakan perasaannya setelah mendengarkan

B. KRITERIA PESERTA TAK


Kriteria pasien yang diikutsetakan dalam TAK, adalah sebagai berikut:
a. Klien dengan gangguan stimulasi sensorik (halusinasi)

b. Klien yang kooperatif dengan riwayat halusinasi.

c. Klien yang sehat secara fisik

d. Klien yang telah diberitahu oleh terapis sebelumnya


e. Klien dapat berkomunikasi verbal dengan baik
C. WAKTU DAN TEMPAT

Hari/tanggal : Senin, 30 Mei 2022


Tempat : Sawit
Waktu : 09.00 – Selesai

D. METODE
1. Dinamika Kelompok
2. Diskusi dan sharing persepsi

E. MEDIA/ALAT
1. Pulpen
2. Bola tenis
3. Tape recorder/CD player
4. Kaset/CD berirama riang
F. SETTING TEMPAT

F P P F

P
P
CL

O
P
P
L

F P P F

D
Keterangan Gambar

L : Leader

CL : Co leader

F : Fasilitator

O : Observer

P : Pasien

D : Dokumentasi

G. PEMBAGIAN TUGAS

1. Peran Leader
a. Memimpin jalannya kegiatan
b. Menyampaikan tujuan dan waktu permainan
c. Menjelaskan cara dan peraturan kegiatan
d. Memberi respon yang sesuai dengan perilaku klien
e. Meminta tanggapan dari klien atas permainan yang telah dilakukan
f. Memberi reinforcement positif pada klien
g. Menyimpulkan kegiatan

2. Peran Co – Leader
a. Membantu tugas leader
b. Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader
c. Mengingatkan leader tentang kegiata
d. Bersama leader menjadi contoh kegiatan

3. Peran Observer
a. Mengobservasi jalannya acara
b. Mencatat jumlah klien yang hadir
c. Mencatat perilaku verbal dan non verbal selama kegiatan berlangsung
d. Mencatat tanggapan tanggapan yang dikemukakan klien
e. Mencatat penyimpangan acara terapi aktivitas bermain
f. Membuat laporan hasil kegiatan

4. Peran Fasilitator
a. Mamfasilitasi jalannya kegiatan
b. Memfasilitasi klien yang kurang aktif
c. Mampu memotivasi klien untuk kesuksesan acara
d. Dapat mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi dari dalam /luar
kelompok

H. PASIEN
1. Kriteria Pasien
a. Klien dengan gangguan stimulasi sensorik (halusinasi)

b. Klien yang kooperatif dengan riwayat halusinasi.

f. Klien yang sehat secara fisik

g. Klien yang telah diberitahu oleh terapis sebelumnya


h. Klien dapat berkomunikasi verbal dengan baik

2. Proses Seleksi
a. Identifikasi klien yang memenuhi kriteria
b. Membuat kontrak dengan klien
c. Menjelaskan tujuan kegiatan
d. Menjelaskan tempat dan waktu kegiatan
e. Membuat perjanjian mengikuti peraturan dalam terapi
aktivitas kelompok
f. Menjelaskan akan bergabung dengan klien lain dalam
kelompok.

J. SUSUNAN PELAKSANAAN
Susunan perawat pelaksana TAKS sebagai berikut :
a) Leader : Rismanudin
b) Co Leader : Amdar Pramana
c) Fasilitator : Nur Aliah, Ona Ariyani, Marfia Umagapy, Yulianti, Lisdayanti
d) Observer : Wa Ode Eka Wangse, Nur Azza Al M., Windi Andriani P.
e) Dokumentasi : Hijrah, Faradillah Ramadhani M, Nurul Hasmi T., Winda W.

K. Antisipasi Masalah
a. Penanganan pasien yang tidak aktif saat aktifitas kelompok
1. Memanggil pasien
2. Memberi kesempatan kepada pasien tersebut untuk
menjawab sapaan perawat atau pasien yang lain
b. Bila pasien meninggalkan permainan tanpa pamit :

1. Panggil nama pasien


2. Tanya alasan pasien meninggalkan permainan
3. Berikan penjelasan tentang tujuan permainan dan berikan
penjelasan pada pasien bahwa pasien dapat melaksanakan
keperluannya setelah itu pasien boleh kembali lagi Langkah
Kegiatan
L. TAK Stimulasi Sensori Mendengarkan Musik
Sesi 1: Pengenalan Orang
Tujuan
1. Klien mampu mengenal nama-nama klien lain
2. Klien mampu mengenal nama-nama perawat

Setting
1. Terapis dan klien duduk atau berdiri bersama dalam lingkaran.
2. Ruangan nyaman dan tenang
` Alat dan bahan

1. Pulpen

2. Bola tenis
3. Tape recorder/CD player
4. Kaset/CD berirama riang (sesuaikan dengan kondisi

klien)

Metode
1. Dinamika kelompok

2. diskusi dan sharing persepsi


Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Memilih klien sesuai dengan indikasi
b. Membuat kontrak dengan klien.
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien.
b. Evaluasi/validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini.
c. Kontrak
• Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal
orang

• Terapis menjelaskan aturan main berikut.

• Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok,


harus minta izin kepada terapis.
• Lama Kegiatan 45 menit
2. Tahap Kerja
a. Terapis meminta masing-masing klien menyebutkan nama
lengkap, nama panggilan, dan asal.
b. Terapis meminta masing-masing klien memper- kenalkan
diri secara beurutan, searah jarum jam dimulai dari terapis,
meliputi menyebutkan: nama lengkap, nama panggilan,
asal, dan hobi.
c. Terapis menjelaskan langkah berikutnya: tape recorder/CD
player akan dinyalakan, saat music terdengar bola tenis
dipindahkan dari satu klien ke klien lain. Saat musik
dihentikan, klien yang sedang memegang bola tenis
menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal, dan
hobi dari klien yang lain (minimal nama panggilan).
d. Ulangi langkah sampai semua klien mendapatkan giliran.
e. Terapis memberikan pujian untuk setiap keberhasilan klien
dengan mengajak klien lain bertepuk tangan.
3. Tahap terminasi
a. Evaluasi
Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti
TAK. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan
kelompok.
b. Tindak lanjut
Terapis menganjurkan klien menyapa orang lain sesuai
dengan nama panggilan.
c. Kontrak yang akan datang
Terapis membuat kontrak untuk TAK yang akan datang,
yaitu " “Mengenali Musik Yang Didengar ".Menyepakati
waktu dan tempat
4.Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung
khususnva pada tahap kerja. Aspek yang – dievaluasi adalah
kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK
Stimulasi Sensori Mendengarkan Musik, kemampuan klien yang
diharapkan adalah dapat menyebutkan nama, panggilan, asal, dan
hobi klien lain. Formulir evaluasi sebagai berikut.
Kemampuan mengenal orang lain:

No Aspek yang dinilai Nama Klien :

1. Menyebutkan nama klien

2. Menyebutkan nama panggilan klien

3. Menyebutkan asal klien lain.

Petunjuk:
1. Tulis nama pangilan klien yang ikut TAK pada kolom nama
klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan klien
mengetahui nama, pangilan, asal dan hobi klien lain. Beri
tanda (V) jika klien mampu dan tanda (X) jika klien tidak
mampu.
5.Dokumentasi:
Dokumentasikan pada catatan proses keperawatan tiap klien.
Contoh: klien mngikuti TAK orientasi realitas orang. Klien mampu
menyebutkan
nama, nama panggilan, asal dan hobi klien lain di sebelahnya. Anjurkan
klien mengenal klien lain di ruangan.
Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Sensori
Mendengarkan Musik Sesi 2: Mengenali Musik Yang
Didengar
A. Tujuan
1. Klien mampu mengenali musik yang didengar
2. Klien mampu memberi respon terhadap musik
3. Klien mampu menbceritakanb perasaannya setelah
mendengarkan musik
B. Setting
1. Terapis dan klien duduk atau berdiri bersama dalam lingkaran.
2. Ruangan tempat perawatan klien
C. Alat
1. Tape recorder
2. Kaset lagu “dangdut”.
D. Metode
Metode yang digunakan dalam sesi ke 2 adalah diskusi
dan sharing persepsi
E. Langkah kegiatan
1. Persiapan
a) Mengingatkan kontrak pada klien peserta Sesi 1 TAK
stimulasi Sensori mendengarkan music.
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a) Salam terapeutik salam dari terapis kepada klien
b) Evaluasi dan validasi
Terapis menanyakan perasaan klien saat ini.
Menanyakan apakah klien masih mengingat nama-nama
klien lain.
c) Kontrak
Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenali
musik yang didengar dan memberikan respon
perasaan terhadap musik yang didengar . Menjelaskan
aturan main yaitu :
 Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok,
harus minta ijin pada terapis.
 Lama kegiatan 45 menit

 Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai


selesai.
3) Tahap kerja
a. Terapis mengajak klien untuk saling
memperkenalkan diri (nama dan nama
panggilan) dimulai dari terapis secara berurutan
searah jarum jam.
b. Setiap kali seorang klien selesai memperkenalkan
diri, terapis mengajak semua klien untuk
bertepuk tangan.
c. Terapis menjelaskan bahwa akan diputar lagu,
klien boleh tepuk tangan atau berjoget sesuai
dengan irama lagu. Setelah lagu selesai klien
akan diminta menceritakan isi dari lagu tersebut
dan perasaan klien setelah mendengar lagu.
d. Terapis memutar lagu, klien mendengar (kira-
kira 15 menit). Musik yang diputar boleh diulang
beberapa kali Terapis mengobservasi respons
klien terhadap musik.
e. Secara bergiliran, klien diminta menceritakan isi
lagu dan perasaannya. Sampai semua klien
mendapat giliran.
f. Terapis memberikan pujian, setiap klien selesai
menceritakan perasaannya, dan mengajak klien
lain bertepuk tangan.
4) Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah
mengikuti TAK
2) Terapis memberikan pujian atas
keberhasilan kelompok
b. Tindak lanjut
1) Terapis menganjurkan klien untuk
mendengarkan musik yang disukai dan
bermakna dalam kehidupannya.
c. Kontrak yang akan datang
1) Menyepakati TAK yang akan datang
2) Menyepakati waktu dan tempat
F. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung,
khususnya pada tahap kerja.

Aspek yang di evaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan


tujuan TAK. Untuk Tak Stimulasi Sensori Mendengarkan Musik,
kemampuan klien yang diharapkan adalah memberi pendapat
tentang musik yang didengar, dan perasaan saat mendengar music

G. Kemampuan
No Aspek yang dinilai Nama Klien :

1 Memahami musik yang didengar.

2 Memberi respon terhadap musik yang didengar


Memberi pendapat tentang music
3 yang didengar

Mampu menceritakan perasaannya setelah


4 mendengar musik.

5 Mampu mengikuti peraturan kegiatan.

Petunjuk:

1. Tulis nama pangilan klien yang ikut TAK pada kolom


nama klien.

2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan klien


mengenal tempat-tempat di ruang rawat dan nama rumah
sakit. Beri tanda (V) jika klien mampu dan tanda (X) jika
klien tidak mampu.

H. Dokumentasi:
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK
pada catatan proses keperawatan tiap klien.
Lembar penilaian kemampuan pasien
(berilah tanda ˅ jika pasien mampu melakukan aktivitas kelompok sesuai dengan yang di perintahkan )
Nama Pasien Tn. Tn. Tn. Tn. Tn. Tn. Tn. Tn. Tn. Tn.
Kemampuan Menyebutkan nama klien
Menyebutkan nama panggilan klien
Menyebutkan asal klien lain.
Menyebutkan nama klien
Menyebutkan nama panggilan klien
Memahami musik yang didengar.
Memberi respon terhadap musik
yang didengar
Memberi pendapat tentang music
yang didengar
Mampu menceritakan perasaannya
setelah mendengar musik.
Mampu mengikuti peraturan
kegiatan.
DAFTAR PUSTAKA

Nurlaili et al (2019). Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi berhubungan


dengan kemampuan pasien dalam mengontrol perilaku kekerasan. Jurnal
Kebidanan dan Keperawatan Aisyiyah, 14(1), 83–90.
https://doi.org/10.31101/jkk.553

Azizah, L.A. Zainuri, I. Akbar, A. (2018). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa
- Teori dan Aplikasi Praktik Klinik (1st ed.). Yogyakarta: Indomedia
Pustaka. . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Kusumawati
dan Hartono . 2010 Medika
Birckhead (2019). Pengaruh terapi aktivitas kelompok terhadap penurunan tingkat
halusinasi pada pasien skizofrenia: literature review. Pengaruh Terapi
Aktivitas Kelompok Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi Pada Pasien
Skizofrenia: Literature Review, 9(1), 153–160.
https://doi.org/10.26714/jkj.9.1.2021.153160
Nurhalimah. (2018). KEPERAWATAN JIWA. In Pusdik SDM Kesehatan. jakarta
selatan: Pusdik SDM Kesehatan.

Nurlaili, Nurdin, A. E., & Putri, D. E. (2019). Pengaruh Tehnik Distraksi


Menghardik Dengan Spiritual Terhadap Halusinasi Pasien. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 11(3), 177–190.

Stuart dan Sundeen . 2018 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .

Yudi Hartono Dkk;2019;Buku ajar keperawatan jiwa; Jakarta;salemba medika

Sutinah, S., Harkomah, I., & Saswati, N. (2020). Terapi Aktivitas Kelompok

Stimulasi
Persepsi Sensori (Halusinasi) Pada Klien Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Jambi. Jurnal Pengabdian Masyarakat Dalam Kesehatan,
Iskandar. (2018). Psychiatric nursing (4th ed). California: Addison-Wesley

Anda mungkin juga menyukai