HALUSINASI PENDENGARAN
Dosen pembimbing:
Ns. Ernauli Meliyana S.Kep.,M.Kep
Disusun Oleh:
Rossa Lia Novita Sari.,S. Kep
201560311084
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan
jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal
yang di butuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan
bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain
sebagai mana adanya. Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan
orang lain.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan yang
terjadi setiap daerah, banyak menyebabkan perubahan dalam segi kehidupan
manusia baik fisik, mental dan sosial yang dapat membuat kemampuan manusia
mengalami keterbatasan diri dalam mencapai kepuasan dan kesejahteraan hidup,
sehingga sering menimbulkan tekanan atau kesulitan dalam menghadapi masalah
kehidupan. Hal ini sering menimbulkan tekanan dan akan mengarah pada
dampak negatif seperti timbulnya stress atau kecemasan, bila kecemasan tidak
segera diatasi atau ditangani akan menyebabkan menurunnya kemampuan
individu untuk berkonsentrasi dan berorientasi pada realita.
Gangguan orientasi realita adalah ketidakmampuan klien menilai dan berespon
pada realita. Klien tidak dapat membedakan rangsang internal dan eksternal, tidak
memberi respon secara akurat, sehingga tampak perilaku yang sukar dimengerti
dan mungkin menakutkan. Gangguan pada fungsi kognitif dan persepsi
mengakibatkan kemampuan menilai dan menilik terganggu. Gangguan fungsi
emosi, motorik dan sosial mengakibatkan kemampuan berespon terganggu yang
tampak dari perilaku non verbal (ekspresi muka, gerakan tubuh dan perilaku
verbal) penampilan hubungan sosial karena gangguan atau respon yang timbul
disebut pula respon neurobiologik.
Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang di seluruh dunia terkena dampak
permasalahan jiwa, syaraf maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat.
Pada studi terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara-
negara berkembang, sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa tergolong parah dan
tidak dapat pengobatan apapun. Dari 150 juta populasi orang dewasa Indonesia,
berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami
gangguan mental emosional. Sedangkan 4 % dari jumlah tersebut terlambat
berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakit kejiwaan
ini. Krisis ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita
gangguan jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya kian meningkat, diperkirakan
sekitar 50 juta atau 25% dari juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa.
Gangguan kejiwaan merupakan masalah klinis dan sosial yang harus diatasi
karena sangat meresahkan masyarakat baik dalam bentuk dampak penyimpangan
perilaku maupun semakin tingginya jumlah penderita gangguan jiwa. Penyakit
mental ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita dan keluarganya.
Semakin tingginya persaingan dan tuntutan dalam memenuhi kebutuhan dapat
menyebabkan seseorang mengalami stress atau merasa tertekan. Jika seseorang
mengalami stress maka ia akan cenderung mengalami atau menunjukkan gejala
gangguan kejiwaan sehingga ia menjadi maladaptif terhadap lingkungan.
Gangguan atau masalah kesehatan jiwa yang berupa proses pikir maupun
gangguan sensori persepsi yang sering adalah halusinasi. Halusinasi merupakan
persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera seseorang yang
terjadi pada keadaan sadar. Halusinasi merupakan satu gejala skizofrenia.
Skizofrenia merupakan kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan kehilangan
kontak pada kenyataan (psikosis). Data keterangan yang didapat di Rumah Sakit
Duren Sawit Jakarta khususnya di Ruang Berry dari 12 Desember sampai 16 Mei
2013 terdapat 238 kasus, terbagi: gangguan sensori persepsi: halusinasi berjumlah
222 kasus atau 93,2%, isolasi sosial: menarik diri sebanyak 171 kasus atau 71,8%,
defisit perawatan diri berjumlah 186 kasus atau 78,1%, perilaku kekerasan
berjumlah 118 kasus atau 49.57%, gangguan konsep diri: harga diri rendah 30
kasus atau 12,60%
Berdasarkan data di atas gangguan sensori persepsi: halusinasi berada pada
urutan pertama yaitu berjumlah 222 kasus (93,2%), apabila tidak segera
mendapatkan perawatan dapat menyebabkan terjadi perilaku kekerasan yang
diakibatkan dari sensori persepsi tanpa adanya stimulus dari luar. Oleh karena itu,
perawat sangat berperan dalam proses penyembuhan penderita gangguan jiwa
melalui promosi kesehatan tentang pendidikan kesehatan jiwa dengan
memberikan penyuluhan kepada masyarakat cara meningkatkan kesehatan jiwa,
preventif tentang bagaimana cara mencegah terjadinya gangguan jiwa, seperti
dengan mengajarkan sikap asertif, kuratif tentang pengobatan pada klien
gangguan jiwa yang dilakukan perawat berkolaborasi dengan dokter dan
rehabilitatif meliputi dukungan keluarga serta lingkungan pada klien dengan
gangguan jiwa agar kembali bisa berinteraksi dengan orang lain.
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana
terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik. Halusinasi adalah hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan
rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang
lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien
mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang berbicara.
Kelompok adalah suatu sistem sosial yang khas yang dapat didefinisikan dan
dipelajari. Sebuah kelompok terdiri dari individu yang saling berinteraksi,
inteleransi, interdependensi dan saling membagikan norma sosial yang sama.
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang
lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama. Terapi aktivitas
kelompok adalah aktivitas membantu anggotanya untuk identitas hubungan yang
kurang efektif dan mengubah tingkah laku yang maladaptive. Pada pasien
gangguan jiwa dengan kasus Schizoprenia selalu diikuti dengan gangguan
persepsi sensori; halusinasi. Terjadinya halusinasi dapat menyebabkan klien
menjadi menarik diri terhadap lingkungan sosialnya, hanyut dengan kesendirian
dan halusinasinya sehingga semakin jauh dari sosialisasi dengan lingkungan
disekitarnya.
Atas dasar tersebut, maka kami menganggap dengan Therapy Aktivitas
Kelompok (TAK) klien dengan gangguan persepsi sensori dapat tertolong dalam
hal sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya, tentu saja klien yang mengikuti
therapy ini adalah klien yang sudah mampu mengontrol dirinya dari halusinasi
sehingga pada saat TAK klien dapat bekerjasama dan tidak mengganggu anggota
kelompok yang lain.
B. HALUSINASI (pendengaran)
1. SP 1 : Menghardik suara
2. SP 2 : Bercakap-cakap
3. SP 3 : Beraktivitas sehari-hari
4. SP 4 : Meinum obat
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Klien mampu meningkatkan kemampuan diri mengontrol halusinasi
2. Tujuan Khusus
a. Klien mampu menghardik halusinasi
b. Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok
c. Klien mampu beraktivitas sehari-hari dengan anggota kelompok
d. Klien mampu meminum obat secara teratur.
D. LANDASAN TEORI
Perubahan persepsi sensori : halusinasi
I. Proses terjadinya masalah
a. Pengertian
Halusinasi adalah suatu gejala pada gangguan jiwa dimana seseorang mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, parabaan atau penghiduan. (Damaiyanti, 2012: Annas 2015).
Halusinasi adalah konsisi dimana hilangnya kemampuan seseorang dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).
Serta memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Seperti klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada
orang yang berbicara (Direja, 2011: Annas 2015).
Halusinasi adalah sebuah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca
indera seseorang, yang terjadi dalam keadaan sadar/bangun, dasarnya mungkin
organik, fungsional, psikotik ataupun histerik (Trimelia, 2011: Annas 2015).
Menurut Varcarolis, halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi
sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Halusinasi yang paling sering
adalah halusinasi pendengaran (auditory hearingvoices or sounds) penglihatan (visual
seeing persons or things), penciuman (olfactory meling odors), pengecapan (gustatory
experiencing tastes) (Yosep, 2013:Endrianto 2019).
b. Rentang Respon
d. Etiologi
Faktor-faktor penyebab halusinasi dibagi dua (Yosep, 2010 : Muna 2019) yaitu :
a. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan
Berfungsi untuk perkembangan seseorang yang terganggu contohnya
rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan seseorang tidak
mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya kepercayaan diri dan
lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor sosiokultural
Faktor ini Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak
bayi akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada
lingkungannya.
3) Faktor biokimia
Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti
Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan terakitvasinya neurotrasmitter otak. Misalnya tejadi
ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin.
4) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan
seseorang dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya.
Seseorang lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju
alam hayal.
5) Faktor genetik dan pola asuh
Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami gangguan jiwa
cenderung mangalami gangguan jiwa dan faktor keluarga menunjukan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor presipitasi
1) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan
yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alkohol dan kesulitan dalam waktu lama.
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari halusinai dapat
berupa perintah memaksa dan menakutkan.
3) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego seseorang yang pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian seseorang dan tak
jarang akan mengontrol semua perilaku seseorang
4) Dimensi sosial
Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi sosial
dan menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan.
5) Dimensi Secara spiritual
Seseorang dengan halusinasi dimulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan untuk beribadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Klien sering memaki takdir
tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan
orang lain yang menyebabkan memburuk spiritual.
Ya √ Tidak
2. Pengobatan sebelumnya
Aniaya fisik √ 36
Aniaya seksual -
Penolakan √ 36
Kekerasan kriminal -
Ya √ Tidak
IV. FISIK
1. Tanda vital : TD :140/80 mmHg N : 85x/mnt S : 36,5 C P:20x/mnt
2. Ukur : TB :160 cm BB : 50 kg
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Keterangan:
Perempuan Menikah
Laki-laki Pasien
Hubungan
2. Konsep diri
a. Gambaran diri : klien malu dengan dirinya dan merasa dirinya tidak baik
b. Identitas diri : klien mengatakan bahwa sebelumnya ia adalah seorang ayah
yang tekun bekerja walaupun sebagai wiraswasta, sebagai seorang laki-laki yang
menyayangi keluarganya.
c. Peran diri : klien mengatakan ia adalah seorang ayah dari satu putri,ia
sebagai pencarinafkah utama. Klien bekerja keras setiap hari untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya.
d. Ideal diri : klien berharap dia bisa di hargai dalam keluarga besar
terutama pada keluarga istrinya, klien berharap cepat sembuh dari sakitnya agar
bisa berkumpul kembal dengan keluarganya.
e. Harga diri : klien mengatakan tidak berguna untuk keluarga, pangkatnya
lebih rendah dari keluarga istrinya, keluarga istrinya selalu menyebutnya tidak
berguna.
3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti : istri dan anaknya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat : sebagai kepala keluarga,
dan selalu membantu kegiatan yang diadakan di kampungnya.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : dideskriminasi
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : klien mengatakan beragama islam
Masalah keperawatan :-
2. Pembicaraan
3. Aktivitas motorik
Jelaskan :-
4. Alam perasaan
Jelaskan :-
5. Afek
Jelaskan :-
7. Persepsi
Pengecapan Penghiduan
8. Proses pikir
√ Sirkumtansial Tangensial Kehilangan
Asosiasi
9. Isi piker
Disorientasi
Jelaskan :-
11. Memori
Jelaskan :-
Jelaskan :-
√
Gangguan ringan Gangguan bermakna
Jelaskan :-
Jelaskan :-
1. Makan
2. BAB/BAK
3. Mandi
4. Berpakaian / berhias
6. Penggunaan obat
Bantuan minimal √ Bantuan total
7. Pemeliharaan kesehatan
Belanja Ya Tidak
Transportasi Ya Tidak
Lain-lain √ Ya Tidak
Adaptif Maladaptif
√ Koping √ Obat-obatan
ANALISA DATA
DATA MASALAH
DS;
- Klien mengatakan mendengar suara- Gangguan persepsi sensori: Halusinasi
Pendengaran
suara yang menyuruhnya untuk
bunuh diri dan membenturkan
kepalanya di tembok.
DO:
- Klien tampak bingung, tertawa
sendiri, fikiran klien magis
Pohon masalah
Isolasi Sosial
INTERVENSI KEPERAWATAN
SP 3:
- Evaluasi kegiatan sebelumnya dan berikan
pujian.
- Latih cara melakukan aktivitas harian klien
seperti mandi, merias diri, berbincang
dengan orang lain, dan melakukan kegiatan
yang positif lainnya.
- Masukan kegiatan dalam jadwal harian klien
SP 4:
- Evaluasi kegiatan sebelumnya dan berikan
pujian.
- Latiha klien dengan cara minum obat teratur
dan berikan 6 benar pada klien.
- Masukan kegiatan pada jadwal harian klien.
SP 3:
- Evaluasi kegiatan sebelumnya dan berikan
pujian.
- Latih klien untuk beribadah sesuai agamanya
untuk menolak prilaku kekerasan
- Masukan pada jadwal kegiatan harian.
SP 4:
- Evaluasi kegiatan sebelumnya dan berikan
pujian.
- Latih cara mengontrol resiko prilaku
kekerasan dengan cara meminumobat secara
teratur.
- Masukan pada jadwal kegiatan sehari-hari
SP 2:
- Evaluasi kegiatan sebelumnya dan berikan
pujian.
- Jelaskan cara dan alat untuk berdandan
setelah membersihkan diri, sisiran, merias
diri.
- Masukan kedalam jadwal kegiatan haran.
SP 3:
- Evaluasi kegiatan sebelumnya dan berikan
pujian
- Jelaskan cara dan alat makan minum yang
baik.
- Masukan kedalam jadwal kegiatan harian.
SP 4:
- Evaluasi kegiatan sebelumnya dan berikan
pujian.
- Jelaskan cara BAK dan BAB yang benar
- Masukan dalam jadwal kegiatan harian.
IMPLEMENTASI
P: Optimal SP 1, Lanjut SP 2
3 Maret SP 2: S;
2021 - Mengevaluasi kegiatan yang sudah - Pasien mengatakan sudah mulai
dilakukan klien berkurang mendengar suara-suara,
- Melatih cara bercakap-cakap dengan dan mengerti tentang cara
orang lain bercakap-cakap dengan orang lain.
- Memasukan pada jadwal kegiatan
sehari-hari O;
- Klien tampak berbicara ngawur,
klien tampakketakutan, klien
tampak mengerti tentang cara
bercakap-cakap dan mampu
melakukannya.
A: klien mampu melakukannya secara
mandiri, masalah teratasi sebagian
P: optimal SP 2, Lanjutkan SP 3
4 Maret SP 3: S:
2021 - Mengevaluasi kegiatan sebelumnya dan - Klien mengatakan sudah mulai
berikan pujian. berkurang mendengar suara-suara
- Melatih cara melakukan aktivitas harian halusinasidan mengerti cara
klien seperti mandi, merias diri, melakukan kegiatan sehari-hari
berbincang dengan orang lain, dan O:
melakukan kegiatan yang positif - Klien tampak gelisah, klien tampak
lainnya. mengerti tentang caralatihan
- Memasukan kegiatan dalam jadwal melakukan kegiatan sehari-hari.
harian klien
A: klien mampu melakukan secara
mandiri, masalah teratasi sebagian