Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

PADA Ny R DENGAN OSTEOARTHRITIS DI DESA


TEGALSARI KARAWANG 2021

Disusun Oleh :
TIA ULFAYANTI
NPM 20.156.03.11.093

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MEDISTRA INDONESIA
BEKASI
2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat yang telah diberikan kepada penulis, baik berupa kesehatan fisik
dan mental sehinga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini, yang
merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Ners Program Studi
Profesi pada STIKes Medistra Indonesia, Bekasi. Penulis mengucapkan terima
kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
sehingga memungkinkan tugas akhir ini terwujud.
Serta semua pihak yang telah membantu penyelesaian tugas akhir ini.
Mohon maaf atas segala kesalahan dan ketidaksopanan yang mungkin telah saya
perbuat. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memudahkan setiap
langkah-langkah kita menuju kebaikan dan selalu menganugerahkan kasih
sayang-Nya untuk kita semua Amin.

Bekasi, Januari 2021

Tia Ulfayanati
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................5
PENDAHULUAN...................................................................................................5
A. Latar Belakang..............................................................................................5
B. Tujuan...........................................................................................................7
1. Tujuan umum............................................................................................7
2. Tujuan Khusus...........................................................................................7
BAB II......................................................................................................................8
TINJAUAN TEORI.................................................................................................8
A. Konsep Lanjut Usia.......................................................................................9
1. Definisi Lanjut Usia..................................................................................9
2. Batasan Lanjut Usia...................................................................................9
3. Ciri-ciri Lanjut Usia................................................................................10
4. Perkembangan Lanjut Usia.....................................................................11
5. Permasalahan Lansia Di Indonesia..........................................................11
6. Tujuan Pelayanan Kesehatan Pada Lansia..............................................15
7. Pendekatan Perawatan Lansia.................................................................15
B. Konsep Osteoarthritis..................................................................................17
1. Definisi Osteoarthritis.............................................................................17
2. Insiden Osteoarthritis..............................................................................17
3. Klasifikasi Osteoarthritis.........................................................................18
4. Faktor Risiko Osteoarthritis....................................................................20
5. Patofisiologi Osteoarthritis......................................................................20
6. Tanda dan Gejala Osteoarthritis..............................................................22
7. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................24
8. Penalaksanaan Osteoathritis....................................................................25
BAB III..................................................................................................................27
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN............................................................27
A. Pengkajian...................................................................................................27
ANALISA DATA..............................................................................................42
PRIORITAS DIAGNOSIS KEPERAWATAN.................................................43
NURSING CARE PLAN (NCP)........................................................................45
CATATAN PERKEMBANGAN.......................................................................49
BAB IV..................................................................................................................55
PENUTUP..............................................................................................................55
A. SIMPULAN................................................................................................55
B. SARAN.......................................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................57
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Osteoarthritis (OA) merupakan gangguan dari persendian diatrodial yang
dicirikan oleh fragmentasi dan terbelah-belahnya kertilago persendian. Lesi
permukaan itu disusul oleh proses pemusnahan kartilago secara progresif. Melalui
sela-sela yang timbul akibat proses degenerasi fibrilar pada kartilago, cairan
synovial dipenetrasikan ke dalam tulang dibawah lapisan kartilago, yang akan
menghasilkan kista-kista. Kartilago yang sudah hancur mengakibatkan sela
persendian menjadi sempit. Bereaksi terhadap lesi kartilago dengan pembentukan
tulang baru (osteofit) yang menonjol ke tepi persendian (Reeves, dkk, 2001).

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 hasil dari wawancara
pada usia ≥ 15 tahun rata-rata prevalensi penyakit sendi/rematik sebesar 24,7%.
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi dengan prevalensi OA
tertinggi yaitu sekitar 33,1% dan provinsi dangan prevalensi terendah adalah Riau
yaitu sekitar 9% sedangkan di Jawa Timur angka 2 prevalensinya cukup tinggi
yaitu sekitar 27% (Riskesdas, 2013). 56, 7% pasien di poliklinik Reumatologi
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta didiagnosis menderita osteoartritis
(Soenarto, 2010). Osteoarthritis paling banyak terjadi pada individu dengan usia
45 tahun ke atas (Anonim, 2011).

Tanda dan gejala yang dijumpai pada kondisi osteoarthritis berupa antara lain
nyeri, kaku sendi, krepitasi, sparme otot, keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS),
dan penurunan kekuatan otot. Osteoarthritis juga dapat menimbulkan gangguan
fungsional seperti kesulitan berjalan jarak jauh, sulit berdiri dari posisi jongkok,
naik turun tangga, dan juga menyebabkan participation restriction terganggu
(Kuntono, 2005). Dari keluhan yang di timbulkan kasus tersebut dapat di tangani
oleh fisioterapi.

Fisioterapi memiliki peran penting dalam proses penyembuhan serta


perbaikan gerak dan fungsi, antara lain membantu mengatasi permasalahan
kapasitas fisik pada pasien, mengembalikan kemampuan fungsional pasien serta
memberi motivasi dan edukasi pada pasien untuk menunjang keberhasilan terapi
pasien. Teknologi yang dapat diaplikasikan kepada pasien antara lain, pemanasan
dengan infra red, terapi latihan dan edukasi kepada pasien untuk melakukan
latihan. Aplikasi panas pada sendi yang mengalami osteoarthritis dapat
mengurang nyeri dan relaksasi otot sehingga modalitas yang di pakai adalah Infra
red karna gelombang eliktromagnetik yang di hasilkan adalah penetrasi yang
dalam sehingga akan berpengaruh terhadap peningkatan metabolisme, dilatasi
pembulu darah, mengurangi nyeri dan spasme (Sujatno, dkk, 2002).

Manfaat terapi latihan adalah meningkatkan stabilitas dengan melatih otot


tonik, meningkatkan kekuatan otot terutama otot fisik, melatih sensomotorik
dengan mendidik refleks stabilisator dan kontraksi eksplosif juga meningkatkan
peredaran darah pada persendian, nitrisi tulang rawan, meningkatkan fungsi
jaringan sekeliling persendian, yang rusak akibat adanya osteoarthritis (Kuntono,
2005). Permasalahan yang muncul pada pasien diantaranya yaitu gejala gejala
utama adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama waktu bergerak.

Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku, kemudian


timbul rasa nyeri yang berkurang saat istirahat. Terdapat hambatan pada
pergerakan sendi, kaku pagi , krepitasi, pembesaran sendi, dan perubahan gaya
berjalan. Peran perawat pada pasien dengan osteoartrithis mampu membuat
asuhan keperawatan secara teori (pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi ), tinjuan kasus dan pembahasan kasus.

B. Tujuan

1. Tujuan umum
Untuk mengetahui konsep dasar terkait penyakit osteoarthritis dan
pengaplikasian dalam asuhan keperawatan

2. Tujuan Khusus
a. Dapat memberikan gambaran hasil pengkajian keperawatan pada Ny R di
Desa Tegalsari
b. Dapat memberikan gambaran hasil diagnosa keperawatan pada Ny R di
Desa Tegalsari
c. Dapat memberikan gambaran hasil intervensi keperawatan pada Ny R di
Desa Tegalsari
d. Dapat melakukan implementasi keperawatan pada Ny R di Desa
Tegalsari
e. Dapat memberikan gambaran hasil evaluasi keperawatan pada Ny Rdi
Desa Tegalsari
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Lanjut Usia

1. Definisi Lanjut Usia


Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-
angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya
daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh,
seperti didalam Undang-Undang No 13 tahun 1998 yang isinya menyatakan
bahwa pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar
1945, telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang makin membaik dan
usia harapan hidup makin meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin
bertambah. Banyak diantara lanjut usia yang masih produktif dan mampu
berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia pada hakikatnya merupakan
pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa.
Kelompok yang dikategorikan Lansia ini akan terjadi suatu proses yang
disebut Aging Process atau proses penuaan. Proses menua merupakan proses
sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai
sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang
berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan
tua (Nugroho, 2008).

2. Batasan Lanjut Usia


a. Menurut WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut :
1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun.
2) Usia tua (old) : 75-90 tahun)
3) Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
b. Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga
katagori, yaitu:

1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun


2) Usia lanjut yaitu usia > 60 tahun
3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke
atas dengan masalah kesehatan.

3. Ciri-ciri Lanjut Usia


Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
a. Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada
lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam
melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran fisik,
akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka
kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya
lansia yang lebih senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di
masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai
tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi
positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat
sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia
sebagai ketua RW karena usianya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan
bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat
penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh : lansia yang tinggal
bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan
karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan
lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki
harga diri yang rendah.

4. Perkembangan Lanjut Usia


Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan
manusia di dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir kehidupan.
Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang akan
mengalami proses menjadi tua (tahap penuaan). Masa tua merupakan masa
hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami
kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat
melakukan tugasnya sehari-hari lagi (tahap penurunan).
Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk
tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada
manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit,
tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya.
Dengan kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap
berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa
lain. Untuk menjelaskan penurunan pada tahap ini, terdapat berbagai perbedaan
teori, namun para ahli pada umumnya sepakat bahwa proses ini lebih banyak
ditemukan pada faktor genetik.

5. Permasalahan Lansia Di Indonesia


Jumlah lansia di Indonesia tahun 2014 mencapai 18 juta jiwa dan
diperkirakan akan meningkat menjadi 41 juta jiwa di tahun 2035 serta lebih
dari 80 juta jiwa di tahun 2050. Tahun 2050, satu dari empat penduduk
Indonesia adalah penduduk lansia dan lebih mudah menemukan penduduk
lansia dibandingkan bayi atau balita.
Sedangkan sebaran penduduk lansia pada tahun 2010, Lansia yang tinggal
di perkotaan sebesar 12.380.321 (9,58%) dan yang tinggal di perdesaan sebesar
15.612.232 (9,97%). Terdapat perbedaan yang cukup besar antara lansia yang
tinggal di perkotaan dan di perdesaan. Perkiraan tahun 2020 jumlah lansia tetap
mengalami kenaikan yaitu sebesar 28.822.879 (11,34%), dengan sebaran lansia
yang tinggal di perkotaan lebih besar yaitu sebanyak 15.714.952 (11,20%)
dibandingkan dengan yang tinggal di perdesaan yaitu sebesar 13.107.927
(11,51%). Kecenderungan meningkatnya lansia yang tinggal di perkotaan ini
dapat disebabkan bahwa tidak banyak perbedaan antara rural dan urban.
Kebijakan pemerintah terhadap kesejahteraan lansia menurut UU
Kesejahteraan Lanjut Usia (UU No 13/1998) :
a. Pasal 1 ayat 1: Kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan
sosial baik material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan,
kesusilaan, dan ketenteraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap
warga negara untuk mengadakan pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani,
dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi manusia sesuai dengan
Pancasila.
b. Pada ayat 2 disebutkan, Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai
usia 60 (enam puluh) tahun keatas.
c. Dan mereka dibagi kepada dua kategori yaitu lanjut usia potential (ayat 3)
dan lanjut usia tidak potensial (ayat 4). Lanjut Usia Potensial adalah lanjut
usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat
menghasilkan barang dan/atau jasa. Sedangkan Lanjut Usia Tidak Potensial
adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain.
d. Bagi Lanjut Usia Tidak potensial (ayat 7) pemerintah dan masyarakat
mengupayakan perlindungan sosial sebagai kemudahan pelayanan agar
lansia dapat mewujudkan dan menikmati taraf hidup yang wajar.
Selanjutnya pada ayat 9 disebutkan bahwa pemeliharaan taraf kesejahteraan
sosial adalah upaya perlindungan dan pelayanan yang bersifat terus-
menerus agar lanjut usia dapat mewujudkan dan menikmati taraf hidup
yang wajar.
Lanjut usia mengalami masalah kesehatan. Masalah ini berawal dari
kemunduran selsel tubuh, sehingga fungsi dan daya tahan tubuh menurun serta
faktor resiko terhadap penyakit pun meningkat. Masalah kesehatan yang sering
dialami lanjut usia adalah malnutrisi, gangguan keseimbangan, kebingungan
mendadak, dan lain-lain. Selain itu, beberapa penyakit yang sering terjadi pada
lanjut usia antara lain hipertensi, gangguan pendengaran dan penglihatan,
demensia, osteoporosis, dsb. Data Susenas tahun 2012 menjelaskan bahwa
angka kesakitan pada lansia tahun 2012 di perkotaan adalah 24,77% artinya
dari setiap 100 orang lansia di daerah perkotaan 24 orang mengalami sakit. Di
pedesaan didapatkan 28,62% artinya setiap 100 orang lansia di pedesaan, 28
orang mengalami sakit.
Tabel 1.1. Sepuluh Penyakit Terbanya Pada Lansia Tahun 2013

No. Jenis Penyakit Prevalensi Menurut Umur


55-64 th 65-74 th >75th
1. Hipertensi 45,9 57 63,8
2. artritis 45 51 54,8
3. Stroke 33 46 67
4. PPOK 5,6 8,6 9,4
5. Diabetes Mellitus 5,5 4,8 3,5
6. Kanker 2,8 3,9 5
7. Jantung Koroner 2,8 3,6 3,2
8. Batu Ginjal 1,3 1,2 1,1
9. Gagal Jantung 0,7 0,9 1,1
10. Gagal Ginjal 0,5 0,5 0,6
Sumber : Kemenkes RI, Riskesdas, 2013

Berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, upaya


pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia harus ditujukan untuk menjaga agar
tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun ekonomis. Selain itu,
Pemerintah wajib menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan dan
memfasilitasi kelompok lansia untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif,
hal ini merupakan upaya peningkatan kesejahteraan lansia khususnya dalam
bidang kesehatan. Upaya promotif dan preventif merupakan faktor penting
yang harus dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan pada lansia. Untuk
mencapai tujuan tresebut, harus ada koordinasi yang efektif antara lintas
program terkait di lingkungan Kementerian Kesehatan dan organisasi profesi.

Kebijakan Kementerian Kesehatan dalam pelayanan kesehatan melalui


penyediaan sarana pelayanan kesehatan yang ramah bag lansia bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan lansia supaya lebih berkualitas dan berdaya
guna bagi keluarga dan masyarakat. Upaya yang dikembangkan untuk
mendukung kebijakan tersebut antara lain pada pelayanan kesehatan dasar
dengan pendekatan Pelayanan Santun Lansia, meningkatkan upaya rujukan
kesehatan melalui pengembangan Poliklinik Geriatri Terpadu di Rumah Sakit,
dan menyediakan sarana dan prasarana yang ramah bagi lansia.Kesadaran
setiap lansia untuk menjaga kesehatan dan menyiapkan hari tua dengan sebaik
dan sedini mungkin merupakan hal yang sangat penting. Semua pelayanan
kesehatan harus didasarkan pada konsep pendekatan siklus hidup dengan
tujuan jangka panjang, yaitu sehat sampai memasuki lanjut usia.

Pendapat lain menjelaskan bahwa lansia mengalami perubahan dalam


kehidupannya sehingga menimbulkan beberapa masalah. Permasalahan
tersebut diantaranya yaitu :

a. Masalah fisik
Masalah yang hadapi oleh lansia adalah fisik yang mulai melemah, sering
terjadi radang persendian ketika melakukan aktivitas yang cukup berat,
indra pengelihatan yang mulai kabur, indra pendengaran yang mulai
berkurang serta daya tahan tubuh yang menurun, sehingga seringsakit.
b. Masalah kognitif ( intelektual )
Masalah yang hadapi lansia terkait dengan perkembangan kognitif,
adalah melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal (pikun), dan sulit untuk
bersosialisasi dengan masyarakat di sekitar.
c. Masalah emosional
Masalah yang hadapi terkait dengan perkembangan emosional, adalah
rasa ingin berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga tingkat
perhatian lansia kepada keluarga menjadi sangat besar. Selain itu, lansia
sering marah apabila ada sesuatu yang kurang sesuai dengan kehendak
pribadi dan sering stres akibat masalah ekonomi yang kurang terpenuhi.
d. Masalah spiritual
Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual, adalah
kesulitan untuk menghafal kitab suci karena daya ingat yang mulai
menurun, merasa kurang tenang ketika mengetahui anggota keluarganya
belum mengerjakan ibadah, dan merasa gelisah ketika menemui
permasalahan hidup yang cukup serius.

6. Tujuan Pelayanan Kesehatan Pada Lansia


Pelayanan pada umumnya selalu memberikan arah dalam memudahkan
petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan sosial, kesehatan, perawatan
dan meningkatkan mutu pelayanan bagi lansia. Tujuan pelayanan kesehatan
pada lansia terdiri dari :
a. Mempertahankan derajat kesehatan para lansia pada taraf yang setinggi-
tingginya, sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.
b. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas-aktifitas fisik dan mental
c. Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lansia yang menderita suatu
penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kemandirian yang
optimal.
d. Mendampingi dan memberikan bantuan moril dan perhatian pada lansia
yang berada dalam fase terminal sehingga lansia dapat mengadapi kematian
dengan tenang dan bermartabat.

Fungsi pelayanan dapat dilaksanakan pada pusat pelayanan sosial lansia, pusat
informasi pelayanan sosial lansia, dan pusat pengembangan pelayanan sosial
lansia dan pusat pemberdayaan lansia.
7. Pendekatan Perawatan Lansia
a. Pendekatan Fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik
melalui perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadian yang dialami
klien lansia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat
kesehatan yang masih dapat dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang
dapat dicegah atau progresifitas penyakitnya. Pendekatan fisik secara umum
bagi klien lanjut usia dapat dibagi 2 bagian :
1) Klien lansia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih
mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam kebutuhannya
sehari-hari ia masih mampu melakukannya sendiri.
2) Klien lansia yang pasif, keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau
sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lansia ini,
terutama yang berkaitan dengan kebersihan perseorangan untuk
mempertahankan kesehatan
b. Pedekatan Fisiologis
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan
edukatif pada klien lansia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung
terhadap segala sesuatu yang asing, penampung rahasia pribadi dan sahabat
yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam
memberi kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima
berbagai bentuk keluhan agar lansia merasa puas. Perawat harus selalu
memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik dan service. Bila ingin
mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat
bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap.
c. Pendekatan Sosial
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu
upaya perawat dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan
untuk berkumpul bersama dengan sesama klien lansia berarti menciptakan
sosialisasi. Pendekatan sosial ini merupakan pegangan bagi perawat bahwa
lansia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Dalam
pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan hubungan sosial, baik antar
lania maupun lansia dengan perawat. Perawat memberi kesempatan seluas-
luasnya kepada lansia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan
rekreasi. Lansia perlu dimotivasi untuk membaca surat kabar dan majalah.

B. Konsep Osteoarthritis

1. Definisi Osteoarthritis
Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi yang paling sering dan
merupakan salah satu penyebab nyeri, disabilitas, dan kerugian ekonomi dalam
populasi (Donald,et al., 2010). Kata “osteoartritis” sendiri berasal dari Yunani
dimana “osteo” yang berarti tulang, “arthro” yang berarti sendi, dan “itis” yang
berarti inflamasi, walaupun sebenarnya inflamasi pada osteoartritis tidak begitu
mencolok seperti yang ada pada remathoid dan autoimun arthritis (Arya,et al.,
2013). OA juga dikenal sebagai artritis degeneratif atau penyakit sendi
degeneratif atau Osteoartrosis, hal ini ditandai dengan kerusakan tulang
rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari
tulang didekat persendian tersebut, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi,
meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan melemahnya otot–otot
yang menghubungkan sendi.

2. Insiden Osteoarthritis
Osteoarthritis penyakit sendi yang sering terjadi pada manusia. Diketahui
bahwa OA diderita oleh 151 juta jiwa di seluruh dunia. Di Amerika OA
diderita lebih dari 20 juta orang yang dilihat dari gejala dan atau gambaran
radiologi. Di kawasan Asia Tenggara penderita OA mencapai 24 juta jiwa
(WHO, 2004). Prevalensi OA juga terus meningkat secara dramatis mengikuti
pertambahan usia penderita. Berdasarkan temuan radiologis, didapati bahwa
80-90% dari pasien yang berumur lebih dari 65 tahun menderita OA. Gejala
biasanya baru muncul setelah umur 50 tahun. Hal ini nampaknya berhubungan
dengan perubahan kolagen dan proteoglikan berakibat pada berkurangnya
kekuatan elastisitas pada kartilago sendi dan berkurangnya nutrisi pada
kartilago.
OA hampir tidak pernah ada di anak-anak. Individu >55 tahun memiliki
prevalensi OA lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki. Laki-laki
paling sering menderita OA dipinggul sedangkan OA di sendi interphalangeal
(DIP joint), jempol distal, lutut paling sering terjadi di wanita. OA biasanya
mengeluh nyeri pada waktu aktivitas. Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat
dirasakan terus menerus hingga dapat menggaggu mobilitas penderita. 80%
penderita OA memiliki keterbatasan gerak dan 25% lainnya tidak bisa
melakukan kegiatan sehari-hari.
Prevalensi OA lebih sering pada Amerika native. OA pada panggul lebih
jarang terjadi pada orang Chin, akantetapi gejala OA lutut sangat sering di
China. Pada orang >65tahun, OA lebih sering pada orang berkulit putih
dibanding orang berkulit hitam. OA lutut lebih sering pada orang berkulit
hitam.

3. Klasifikasi Osteoarthritis
Berdasarkan patogenesisnya, osteoartritis dibedakan menjadi dua yaitu
osteoartritis primer dan osteoartritis sekunder.

a. Osteoartritis primer disebut juga dengan osteoartritis idiopatik dimana


kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit
sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi.

b. Osteoartritis sekunder adalah osteoartritis yang didasari oleh kelainan


endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas makro dan
mikro serta imobilisasi yang terlalu lama (Soeroso S et al., 2006).

Idiopatik Sekunder
A. OA Terlokalisasi A. Trauma
1. Tangan 1. Akut
- Heberden’s and Bouchard’s 2. Kronik (pekerjaan, olahraga)
nodes (nodal) B. Kongenital atau pertumbuhan
- Erosi interphalangeal arthritis 1. Penyakit lokalosasi: Legg-
(nonnodal) Calve ́-Perthes, dislokasi
- Sendi pertama pinggul kongenital, slipped
carpometacarpal joint epiphysis
2. Kaki 2. Faktor mekanis: ekstremitas
- Hallux valgus bawah tidak sama panjang,
- Hallux rigidus valgus/varus deformity,
- Contracted toes sindrom hipermobilitas
(hammer/cock-up toes) 3. Displasia tulang: displasia
- Talonavicular epifisis, spondyloepiphyseal
3. Lutut: dysplasia,
- Kompartemen medial osteonychondystrophy
- Kompartemen lateral C. Metabolik
- Kompartemen patellofemoral 1. Ochronosis (alkaptonuria)
4. Pinggul: 2. Hemochromatosis
- Eccentric (superior) 3. Wilson’s disease
- Concentric (axial, medial) 4. Gaucher’s disease
- Diffuse (coxae senilis) D. Endokrin
5. Spina: 1. Akromegali
- Sendi Apophyseal 2. Hiperparathyroidism
- Sendi Intervertebral (diskus) 3. Diabetes mellitus
- Spondylosis (osteophytes) 4. Obesitas
- Ligamentous (hyperostosis, 5. Hipothyroidism
Forestier’s disease, diffuse E. Penyakit penumpukan kalsium
idiopathic skeletal hyperstosis) 1. Penumpukan kalsium piroposfat
6. Other single sites, e.g., dihidrat
glenohumoral, acromioclavicular, 2. Apatite arthropathy
tibiotalar, sacroiliac, F. Penyakit tulang dan sendi lain
temporomandibular 1. Lokalisasi: frakture, avascular
B. Generalisasi necrosis, infeksi, gout
Meliputi lebih dari 1 area diatas 2. Diffuse: rheumatoid
(Kellgren-Moore (inflammatory) arthritis,
Paget’s disease, osteopetrosis,
osteochondritis
G. Neuropati (Charcot joints)
H. Endemik
1. Kashin-Beck
2. Mseleni
I. Miscellaneous
1. Frostbite
2. Caisson’s diseases
Menurut Kellgren dan Lawrence, secara radiologis Osteoartritis di klafikasikan
menjadi :

a. Grade 1 : Gambaran celah sendi seringnya normal dan jarang ada


penyempitan, terdapat osteofit minim (lipping).
b. Grade 2 : Minimal/mild, osteofit tervisualisasi dengan jelas dan permukaan
sendi menyempit asimetris.
c. Grade 3 : Moderate, adanya osteofit moderate pada beberapa tempat/tepi
tulang, permukaan sendi menyempit, tampak sklerosis subkondral, dan
mungkin akan terlihat adanya deformitas pada kontur tulang.
d. Grade 4 : Severe, adanya osteofit yang besar, permukaan sendi menyempit
(marked narrowing), sklerosis subkondral berat, dan kerusakan permukaan
sendi.

4. Faktor Risiko Osteoarthritis


Hal-hal yang dapat menjadi faktor risiko timbulnya OA antara lain :
 Usia. Semakin lanjut usia seseorang, pada umumnya semakin besar faktor
risiko terjadinya osteoarthritis.
 Trauma, yaitu patah tulang yang mengenai permukaan sendi.
 Pekerjaan yang menimbulkan beban berulang pada sendi.
 Obesitas (kegemukan), yang menyebabkan peningkatan beban pada sendi,
terutama sendi lutut.
 Riwayat OA pada keluarga.
 Densitas (kepadatan) tulang yang rendah

5. Patofisiologi Osteoarthritis
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan
tidak dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan
keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang
penyebabnya masih belum jelas diketahui (Soeroso, 2006). Kerusakan
tersebut diawali oleh kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta
diikuti oleh beberapa mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan
cedera (Felson, 2006).
Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu :
Kapsula dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di
dasarnya. Kapsula dan ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada
rentang gerak (Range of motion) sendi. Cairan sendi (sinovial) mengurangi
gesekan antar kartilago pada permukaan sendi sehingga mencegah terjadinya
keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang disebut dengan lubricin
merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai pelumas. Protein
ini akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan peradangan pada
sendi. Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu mekano
reseptor yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik
yang dikirimkannya memungkinkan otot dan tendon mampu untuk
memberikan tegangan yang cukup pada titik-titik tertentu ketika sendi
bergerak.
Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari
pelindung sendi. Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi
memberikan tenaga dan akselerasi yang cukup pada anggota gerak untuk
menyelesaikan tugasnya. Kontraksi otot tersebut turut meringankan stres yang
terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi sebelum terjadi tumbukan
(impact). Tumbukan yang diterima akan didistribusikan ke seluruh permukaa
sendi sehingga meringankan dampak yang diterima. Tulang di balik kartilago
memiliki fungsi untuk menyerap goncangan yang diterima.
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh
cairan sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang
yang terjadi ketika bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan
berfungsi sebagai penyerap tumbukan yang diterima sendi. Perubahan pada
sendi sebelum timbulnya OA dapat terlihat pada kartilago sehingga penting
untuk mengetahui lebih lanjut tentang kartilago. Terdapat dua jenis
makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen tipe dua dan Aggrekan.
Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul – molekul aggrekan
diantara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah molekul proteoglikan yang
berikatan dengan asam hialuronat dan memberikan kepadatan pada kartilago.
Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis seluruha elemen
yang terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim pemecah
matriks, sitokin {Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF)}, dan
faktor pertumbuhan. Umpan balik yang diberikan enzim tersebut akan
merangsang kondrosit untuk melakukan sintesis dan membentuk molekul-
molekul matriks yang baru. Pembentukan dan pemecahan ini dijaga
keseimbangannya oleh sitokin faktor pertumbuhan, dan faktor lingkungan.
Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk memecah
kolagen tipe dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di matriks yang
dikelilingi oleh kondrosit. Namun, pada fase awal OA, aktivitas serta efek dari
MPM menyebar hingga ke bagian permukaan (superficial) dari kartilago.
Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi pergantian
matriks, namun stimulasi IL-1 yang berlebih malah memicu proses degradasi
matriks. TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis prostaglandin (PG),
oksida nitrit (NO), dan protein lainnya yang memiliki efek terhadap sintesis
dan degradasi matriks. TNF yang berlebihan mempercepat proses
pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan menghambat sintesis
aggrekan dan meningkatkan proses pemecahan protein pada jaringan. Hal ini
berlangsung pada proses awal timbulnya OA. Kartilago memiliki metabolisme
yang lamban, dengan pergantian matriks yang lambat dan keseimbangan yang
teratur antara sintesis dengan degradasi Namun, pada fase awal perkembangan
OA kartilago sendi memiliki metabolisme yang sangat aktif.
Pada proses timbulnya OA, kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan
aggrekan dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan
sendi. Aggrekan pada kartilago akan sering habis serta jalinan-jalinan kolagen
akan mudah mengendur. Kegagalan dari mekanisme pertahanan oleh
komponen pertahanan sendi akan meningkatkan kemungkinan timbulnya OA
pada sendi.

6. Tanda dan Gejala Osteoarthritis


Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang
dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan atau
bersifat progresif. Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien
OA:
a. Nyeri Sendi.
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan
dan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan
lain. Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini (secara
radiologis). Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit
sampai sendi hanya bias digoyangkan dan menjadi kontraktur, hambatan
gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris (salah satu
arah gerakan saja). Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat
bahwa sumber dari nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi
(sinovitis), efusi sendi, dan edema sumsum tulang.
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit
tumbuh, inervasi neurovaskular menembus bagian dasar tulang hingga ke
kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang. Hal ini
menimbulkan nyeri. Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk
bursae di dekat sendi. Sumber nyeri yang umum dilutut adalah akibat dari
anserine bursitis dan sindrom iliotibial band (Felson, 2006).
b. Hambatan Gerakan Sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri, bahkan pada stadium/grade 4 bisa
menyebabkan pergerakan minimal.
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau
tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam
waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari <30
menit.
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemertak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala
ini umum dijumpai pada pasien OA genu. Pada awalnya hanya berupa
perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien
atau dokter yang memeriksa. Seiring dengan perkembangan
penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu.
e. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi
yang biasanya tidak banyak (< 100 cc) atau karena adanya osteofit,
sehingga bentuk permukaan sendi berubah.
f. Tanda-tanda peradangan
Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan
gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) dapat dijumpai pada
OA karena adanya synovitis. Biasanya tanda-tanda ini tidak menonjol dan
timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering
dijumpai pada OA Genu.
g. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan
ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien
lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi
tumpuan berat badan terutama pada OA Genu.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak digunakan sebagai penentu diagnosis
OA akan tetapi bisa membantu dalam menentukan penyebab dari OA
sekunder. Pada OA primer, laju endap darah, kimia darah, hitung darah, dan
urinanalisis akan normal karena tidak terjadi secara sistemik. Pada
pemeriksaan cairan sinovial (arthrocentesis), akan di dapatkan peningkatan
sedikit lekosit dengan dominansi sel mononuklear (<2000/uL).
b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologis untuk menentukan diagnosis OA cukup dengan
foto polos karena lebih cost-effective dibanding modalitas lain. Selain itu
juga lebih mudah dibaca dan prosesnya cepat. Selain foto polos dapat juga
dilakukan CT, MRI untuk masalah tertentu seperti deteksi awal fraktur
osteocartilaginous, edema tulang, atau nekrosis avaskular. Selain itu bisa
juga digunakan untuk menentukan tingkat keparahan dalam percobaan
klinis.
Pada pemeriksaan MRI yang bisa dilihat ialah penyempitan sendi,
perubahan tulang subchondral, dan osteofita. Keuntungan dari MRI ini ialah
bisa langsung memvisualisasi sendi kartilago dan jaringan sendi (meniscus,
tendon, otot, atau efusi). CT scan jarang sekali digunakan untuk diagnosis
OA primer. CT scan dapat digunakan untuk mendiagnosa sendi
patellofemoral atau sendi kaki dan pergelangan kaki. Bone scanning
membantu dalam diagnosis OA di tangan. Bone scan dapat membantu
membedakan dari osteomyelitis dan metastase tulang.
Diagnosis OA selain berdasarkan gejala klinis juga didasarkan pada
hasil radiologi. Namun pada awal penyakit, radiografi sendi seringkali
masih normal. Gambaran radiologis sendi yang merupakan tanda
kardinal OA adalah :
 Penyempitan celah sendi yang sering kali asimetris (lebih berat pada
bagian yang menanggung beban, seringnya pada Genu)
 Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral
 Kista tulang subchondral
 Osteofit pada pinggir sendi (marginal)
 Perubahan struktur anatomi sendi

8. Penalaksanaan Osteoathritis
Pengeloaan OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat ringannya
OA yang diderita ( Soeroso, 2006 ). Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal,
yaitu :
a. Terapi Non-farmakologis
1) Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat
mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya,
bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar
persendiaanya tetap terpakai ( Soeroso, 2006 ).
2) Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini
dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan
melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.
3) Penurunan berat badan
Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA.
Oleh karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan
diupayakan untuk melakukan penurunan berat badan apabila berat badan
berlebih.
b. Terapi Farmakologi
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang
timbul, mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi
manifestasi-manifestasi klinis dari ketidakstabilan sendi.
1) Obat Antiinflamasi Nonsteroid ( AINS ), Inhibitor Siklooksigenase-2
(COX-2), dan Asetaminofen.
Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan
obat AINS dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada
penggunaan asetaminofen. Namun karena risiko toksisitas obat AINS
lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi obat
pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain untuk
mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS adalah dengan cara
mengombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor COX-2.
2) Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obat – obatan yang dapat menjaga
atau merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat – obatan
yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam
hialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan
sebagainya.
c. Terapi Pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk
mengurangi rasa sakit.
dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang
mengganggu aktivitas sehari – hari.

BAB III
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama : Ny R
b. Tempat/tanggal Lahir : Karawang, 04 Agustus 1948
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Status Perkawinan : Menikah
e. Agama : Islam
f. Suku : Sunda
g. Tanggal Pengkajian : 08 Januari 2021

2. Riwayat Pekerjaan dan Status Ekonomi


a. Pekerjaan saat ini : Wiraswasta
b. Pekerjaan sebelumnya : Klien mengatakan dahulu pernah berjualan
dipasar untuk memenuhi kebutuhannya.
c. Sumber pendapatan : Saat ini pendapatan diperoleh dari toko yang
dikelolanya, dari hasil panen, dan gaji pensiunan PNS dari suaminya.
d. Kecukupan pendapatan : Klien mengatakan pendapatan perbulan cukup
untuk suami dan dirinya.

3. Lingkungan Tempat Tinggal


Status kepemilikan rumah adalah milik pribadi, tipe rumah permanen
berlantai keramik dinding, jumlah ruangan terdiri dari 4 kamar tidur, 1 ruang
tamu, 1 ruang dapur, 2 kamar mandi dan ruang tengah. Ventilasi dikamar
terlihat cukup, sehingga untuk pertukaran udara dan pencahayaan sangat baik,
perabot rumah tangga tertata dengan rapih dan tidak sumpek. Halaman
disekitar rumah terlihat rapih dengan tumbuhan yang terawat.

4. Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan saat ini
1) Keluhan utama dalam 1 tahun :
Saat dilakukan pengkajian tanggal 08 Januari 2021, klien
mengatakan bahwa kedua lututnya sering merasa nyeri dan menjalar ke
bagian betis dan telapak kaki. Klien mengatakan nyerinya sering terjadi
ketika bangun tidur, terutama ketika kaki dalam jangka waktu lama tidak
digerakkan dan mengalami kesulitan gerak sehingga butuh waktu untuk
bisa berdiri dan menggunakan tongkat saat berjalan. Klien mengatakan
sering memijat kakinya sendiri ketika nyeri dan kaku. Hal ini sudah
dirasakan sejak 6 bulan yang lalu, dan saat ini klien rutin kontrol ke RS
terdekat dan mengkonsumsi obat Etoricoxib 60 mg untuk mengurangi
gejala yang dirasakan.
2) Gejala yang dirasakan : Nyeri dibagian lutut
3) Faktor pencetus : Kurang istirahat dan banyak aktifitas
4) Timbulnya keluhan : ( ) Mendadak, ( √ ) Bertahap
5) Upaya mengatasi : Dipijat dan diolesi beras kencur
6) Pergi ke RS/Klinik Pengobatan/dokter praktik/bidan/perawat : Pergi
ke RS
7) Mengkonsumsi obat-obatan sendiri/obat tradisional/sebutkan : Klien
mengatakan setiap hari mengkonsumsi jamu tradisional yang dibuat
sendiri untuk mencegah kanker.
b. Riwayat Kesehatan Masa lalu
1) Penyakit yang pernah diderita : Kanker payudara dan kista
2) Riwayat alergi (obat, makanan, debu, binatang dll) : Tidak ada alergi
3) Riwayat kecelakaan : Klien mengatakan tangan kirinya pernah
cedera, dan membutuhkan waktu yang lama untuk pulih.
4) Riwayat pernah dirawat di RS : RS Persahabatan, RS Global, RS Mitra
Keluarga, RSUD Karawang, dan RS Lira Karawang.
5) Riwayat pemakaian obat : Klien mengatakan tidak ingat obat apa
saja yang pernah dikonsumsi.

5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Komposmentis
b. TTV :
TD : 110/76 mmHg
RR : 20x/ menit
Nadi : 91x/menit
Suhu : 36,20C
c. BB/TB : 65 kg/ 158cm
d. Kepala
1) Rambut : Dalam kondisi bersih, simetris, distribusi rambut merata, berwarna
putih uban, tidak ada benjolan, dan rontok.

2) Mata : Kedua mata simetris, konjungtiva tidak anemis, fungsi penglihatan


berkurang, sclera bening, kelopak mata dalam kondisi normal, tidak ada benjolan.

3) Telinga : Telinga simetris, bersih, eritema (-), tidak mengalami masalah


fungsi pendengaran.

4) Mulut dan tenggorokan : Mulut dalam kondisi bersih, mukosa kering, gigi
bagian depan masih lengkap, tenggorokan tidak ada benjolan, Tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid, JVP dalam batas normal.

e. Payudara : Payudara hanya ada bagian kiri, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
benjolan, adanya perubahan pada bentuk puting dan payudara.
f. Sistem pernafasan : Tidak ada suara nafas tambahan, RR: 20x/menit, tidak ada
benjolan, dada simetris tidak terlihat perubahan bentuk dada, tidak ada batuk dan
penyakit paru.

g. Sistem kardiovaskuler : Tidak mengalami nyeri dada, tidak ada sesak nafas,
tidak terdengar bunyi murmur, tidak terdapat edema.
h. Sistem gastrointestinal : Tidak ada benjolan maupun tanda gejala
pembesaran organ, tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat striae, bising usus
10 x/menit.
i. Sistem perkemihan : BAK 6-8x/hari, pernah mengalami inkontinensia
urine, saat malam Ny R menggunakan pispot untuk buang air kecil BAK,
tidak ada keluhan konstipasi dan BAB 2 hari sekali.
j. Sistem genitoreproduksi: Tidak ada luka pada genetalia, tidak terdapat nyeri
tekan dan infeksi
k. Sistem muskuloskeletal : Klien mengalami kekakuan pada kedua lutut yang
menyebabkan klien susah untuk berjalan, terkadang menggunakan alat
bantu untuk melakukan aktifitas sehari-hari (tongkat).
l. Sistem saraf pusat : Klien tidak memiliki masalah memori, saat dilakukan
pengkajian SPMSQ, dan MMSE, interprestasi hasil klien tidak mengalami
kerusakan intelektual dimana klien bisa menjawab pertanyaan dengan benar.
m. Sistem endokrin : Pada pemeriksaan endokrin tidak terjadi
perubahan pigmentasi kulit.

6. Pengkajian Psikososial dan Spiritual


a. Psikososial
Ny. R jarang berinteraksi dengan tetangga sekitar, sudah tidak aktif
mengikuti pengajian mingguan, dan lebih banyak menghabiskan waktu
dirumah. Hanya sesekali saja berinteraksi dengan tetangga.
b. Identifikasi Masalah Emosional.
PERTANYAAN TAHAP 1
a. Apakah klien mengalami sukar tidur? Ya
b. Apakah klien sering merasa gelisah? Ya
c. Apakah klien sering murung atau menangis sendiri? Tidak
d. Apakah klien sering merasa was-was atau kuatir? Tidak

Lanjutkan ke pertanyaan Tahap 2 jika lebih dari atau sama dengan 1


jawaban “YA”
PERTANYAAN TAHAP 2
a. Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 kali dalam 1 bulan? Ya
b. Ada masalah atau banyak pikiran? Ya
c. Ada gangguan/masalah dengan keluarga lain? Tidak
d. Menggunakan obat tidur/penenang atas anjuran dokter? Tidak
e. Apakah cenderung mengurung diri? Tidak
Bila lebih dari 1 atau sama dengan 1 jawabannya “YA”
EMOSIONAL POSITIF (+)
c. Spiritual
Kepercayaan yang dianut Ny R adalah Islam. Ny R selalu
melaksanakan sholat dan mengaji dirumah, tidak pernah meninggalkan
sholat 5 waktu karena menurutnya kematian adalah hal yang pasti dan bisa
terjadi kapan saja.

7. Pengkajian Fungsional Klien


KATZ Indeks

No Aktivitas Mandiri Tergantung


.
1. Mandi √
Mandiri :
Bantuan hanya pada satu bagian
mandi (seperti punggung atau
ekstermitas yang tidak mampu) atau
mandi sendiri sepenuhnya

Tergantung :
Bantuan mandi lebih dari satu bagian
tubuh, bantuan masuk dan keluar dari
bak mandi, serta tidak mandi sendiri
2. Berpakaian √
Mandiri :
Mengambil baju dari lemari, memakai
pakaian, melepaskan pakaian,
mengancingi/mengikat pakaian

Tergantung :
Tidak dapat memakai baju sendiri atau
sebagian
3. Kamar Mandi Kecil √
Mandiri :
Masuk dan keluar dari kamar kecil
kemudian membersihkan genitalia
sendiri

Tergantung :
Menerima bantuan untuk masuk ke
kamar kecil dan menggunakan pispot
4. Berpindah √
Mandiri :
Berpindah ke dan dari tempat tidur
untuk duduk, bangkit dari kursi sendiri

Bergantung :
Bantuan dalam naik atau turun dari
tempat tidur atau kursi, tidak
melakukan satu, atau lebih
perpindahan
5. Kontinen √
Mandiri :
BAB dan BAK seluruhnya terkontrol
sendiri

Bergantung :
Inkontinensia parsial atau total;
pengginaan kateter, pispot,
pembalut/pempers
6. Makan √
Mandiri :
Mengambil makanan dari piring dan
menyuapinya sendiri

Bergantung :
Bantuan dalam hal mengambil
makanan dari piring dan
menyuapinya, tidak makan sama
sekali, dan makan melalui parenteral
(NGT)

Interpretasi hasil : Ny R mandiri dalam mandi, berpakaian, kamar mandi, dan


makan, kecuali fungsi kontinensia (BAK dan BAB), dan berpindah.

8. Modifikasi dari Barthel Indeks

No. KRITERIA DENGAN MANDIRI KETERANGAN


BANTUAN
1. Makan 5 10√ Frekuensi : 2x
sehari
Jumlah : sedang
Jenis : nasi dan
lauk pauk
2. Minum 5 10√ Frekuensi : 8x
sehari
Jumlah : ≤ 2 liter
Jenis : Air putih
3. Berpindah dari kursi 5-10 15√ Mandiri
roda ke tempat tidur
dan sebaliknya
4. Personal toilet (cuci 0 5√ Frekuensi : 2x
muka, menyisir sehari
rambut, gosok gigi)
5. Keluar masuk toilet 5 10√ Mandiri
(membuka pakaian,
menyeka tubuh,
menyiram)
6. Mandi 5 15√ Frekuensi : 2x
sehari
7. Jalan dipermukaan 0√ 5 Mandiri
datar
8. Naik turun tangga 5√ 10 Menggunakan
tongkat
9. Mengenakan pakaian 5 10√ Mandiri
10. Kontrol bowel 5 10√ Frekuensi : 2 hari
(BAB) sekali
Konsistensi : lunak
11. Kontrol bladder 5√ 10 Frekuensi : 6-7x
(BAK) sehari
Warna : kuning
jernih
12. Olahraga/latihan 5√ 10 Jenis : jalan santai
Frekuensi :
seminggu sekali
dipagi hari
13. Rekreasi/ 5√ 10 Jenis : jalan-jalan
pemanfaatan waktu Frekuensi : 2
luang minggu sekali

Interpretasi hasil : Ny R menyebutkan 5 kegitan menggunakan bantuan,


dengan ketergantungan sebagian. Ny R menyebutkan kegiatan jalan
dipermukaan datar, naik turun tangga, kontrol bladder (BAK), olahraga dan
rekreasi menggunakan bantuan.

9. Pengkajian Status Mental Gerontik


Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan Short Portable Mental Status
Questioner (SPSMQ)

BENAR SALAH NO. PERTANYAAN


√ 01 Tanggal berapa hari ini?
√ 02 Hari apa sekarang?
√ 03 Apa nama tempat ini?
√ 04 Dimana alamat anda?
√ 05 Berapa umur anda?
√ 06 Kapan anda lahir?
(minimal tahun lahir)
√ 07 Siapa Presiden Indonesia
sekarang?
√ 08 Siapa Presiden Indonesia
sebelumnya?
√ 09 Siapa nama Ibu Anda?
√ 10 Kurangi 3 dari 20 dan
tetap pengurangan 3 dari
setiap angka baru, semua
secara menurun.

Interpretasi hasil : Ny R menyebutkan salah 1 dari pertanyaan tersebut


dengan fungsi intelektual utuh. Ny R hanya salah menyebutkan pengurangan
angka 3 dan 20 secara menurun.

10. Identifikasi aspek kognitif dan fungsi mental dengan menggunakan


MMSE (Mini Mental Status Exam)
 Orientasi
 Registrasi
 Perhatian
 Kalkulasi
 Mengingat kembali
 Bahasa
No. Aspek Kognitif Nilai Nilai Kriteria
Maks klien
1. Orientasi 5 4 Menyebutkan dengan
benar :
◘ Tahun
◘ Musim
◘ Tanggal
◘ Hari
◘ Bulan
Orientasi 5 5 Dimana kita sekarang
berada?
◘ Negara Indonesia
◘ Propinsi Jawa Barat ◘
Kota……
◘ PSTW……
◘ Wisma……
2. Registrasi 3 3 Sebutkan nama 3 obyek
(oleh pemeriksa) 1 detik
untuk mengatakan
masing-masing obyek.
Kemudian tanyakan
kepada klien ketiga obyek
tadi. (Untuk disebutkan)
◘ Kursi
◘ Meja
◘ Jemuran
3. Perhatian dan 5 5 Minta klien mengeja 5
kalkulasi kata dari belakang, misal
“BAPAK”
K
A
P
A
B
4. Mengingat 3 3 Minta klien untuk
mengulangi ketiga obyek
pada No.2 (registrasi) tadi.
Bila benar, 1 poin untuk
masing-masing obyek.
 Kursi
 Meja
 Jemuran
5. Bahasa 9 7 Tunjukkan pada klien
suatu benda dan tanyakan
namanya pada klien.
◘ Pulpen
◘ Cincin

Minta klien untuk


mengulang kata berikut :
“Tak ada jika, dan, atau,
tetapi.” Bila benar, nilai
satu poin.
◘ Pernyataan benar 3 buah
(tak ada, jika, tetapi)

Minta klien untuk


mengikuti perintah berikut
yang tediri dari 3
langkah : Ambil kertas di
tangan anda, lipat dua, dan
taruh di lantai.”
◘ Ambil kertas di tangan
anda
◘ Lipat dua
◘ Taruh di lantai
Perintahkan pada klien
untuk hal Berikut (bila
aktivitas sesuai perintah
nilai 1 point)
◘ “Tutup mata Anda”

Perintahkan pada klien


untuk menulis satu
kalimat dan menyalin
gambar.
◘ Tulis satu kalimat
◘ Menyalin gambar

TOTAL NILAI 30 27
Interpretasi hasil : Ny R menyebutkan salah dibagian Bahasa dengan aspek
kognitif dan fungsi mental baik. Ny R salah mengulang kata “Tak ada jika,
dan, atau, tetapi.” dan menyalin gambar.

11. Pengkajian Keseimbangan


Beri nilai 0 jika klien tidak menunjukkan kondisi di bawah ini, dan 1 bila
menunjukkan kondisi berikut ini.

Posisi Gerakan Keseimbangan Ya Tidak


1 Bangun dari kursi Tidak bangun dari √
. tempat tidur dengan
sekali gerakan, akan
tetapi lansia
mendorong tubuhnya
ke atas dengan tangan
atau bergerak ke bagian
depan kursi terlebih
dahulu, tidak stabil
pada saat berdiri
pertama kali
2 Duduk ke kursi Dengan mata tertutup √
. Menjatuhkan diri ke
kursi, tidak duduk ke
tengah kursi
3 Menahan dorongan pada Klien menggerakkan √
. sternum dengan mata terbuka kaki, memegang objek
untuk dukungan, kaki
tidak menyentuh sisi
sisinya.
4 Menahan dorongan pada Klien menggerakkan √
. sternum dengan mata tertutup kaki, memegang objek
untuk dukungan, kaki
tidak menyentuh sisi
sisinya.
5 Perputaran leher Menggerakkan kaki, √
. menggenggam objek
untuk dukungan kaki;
keluhan vertigo,
pusing, atau keadaan
tidak stabil
6 Gerakan menggapai sesuatu Tidak mampu untuk √
. menggapai sesuatu
dengan bahu fleksi
sepenuhnya sementara
berdiri pada ujung-
ujung jari kaki, tidak
stabil memegang
sesuatu untuk
dukungan
7 Membungkuk Tidak mampu √
. membungkuk untuk
mengambil objek-objek
kecil (misalnya pulpen)
dari lantai, memegang
objek untuk bias berdiri
lagi, dan memerlukan
usaha-usaha yang keras
untuk bangun
Komponen Gaya Berjalan Ya Tidak
1 Minta klien untuk berjalan ke Ragu-ragu,tersandung, √
. tempat yang ditentukan memegang objek untuk
pegangan
2 Ketinggian langkah kaki Kaki tidak naik dari √
. (mengangkat kaki saat lantai secara konsisten
melangkah) (menggeser atau
menyeret kaki),
mengangkat kaki
terlalu tinggi (> 5 cm)
3 Kontinuitas langkah kaki Setelah langkah- √
. (lebih baik di observasi dari langkah awal menjadi
samping klien) tidak konsisten,
memulai mengangkat
satu kaki sementara
kaki yang lain
menyentuh lantai
4 Kesimetrisan langkah (lebih Langkah tidak simetris, √
. baik di observasi dari samping terutama pada bagian
klien) yang sakit
5 Penyimpangan Jalur Berhenti sebelum √
. mulai berbalik, jalan
sempoyongan,
bergoyang, memegang
objek untuk dukungan.

Interpretasi hasil : Ny R menyebutkan 3 “Ya” dengan risiko jatuh rendah. Ny


R menyebutkan posisi gerakan keseimbangan dengan bangun dari kursi dan
menahan dorongan pada sternum dengan mata terbuka. Sedangkan komponen
gaya berjalan dengan Kesimetrisan langkah klien.
The timed up and go (tug) Test

No Langkah
.
1. Posisi klien duduk dikursi
2. Minta klien berdiri dari kursi, berjalan 10 langkah (3 meter), kembali ke
kursi, ukur waktu dalam detik

Interpretasi hasil : Ny R melakukan the timed up and go test selama 15 detik


dengan resiko jatuh sedang, berdiri dari kursi berjalan 10 langkah lalu kembali
ke kursi.

12. Penilaian Potensi Dekubitus (Skor NORTON)


Nama Penderita :
Kondisi Fisik Umum :
a. Baik 4
b. Lumayan 3
c. Buruk 2
d. Sangat buruk 1
Kesadaran :
a. Komposmentis 4
b. Apatis 3
c. Sopor 2
d. Koma 1
Aktifitas :
a. Ambulan 4
b. Ambulan dengan bantuan 3
c. Hanya bisa duduk 2
d. Tiduran 1
Inkontinen :
a. Tidak 4
b. Kadang-kadang 3
c. Sering Inkontinesia urin 2
d. Inkontinensia alvi & urin 1
Interpretasi hasil : Ny R dengan kondisi fisik baik dan komposmentis,
menyebutkan aktifitas (ambulan dengan bantuan) dan inkontinen (kadang-kadang)
dengan kemungkinan kecil terjadi.

13. APGAR KELUARGA

No Item penilaian Selalu (2) Kadang-kadang Tidak


. (1) Pernah (0)
1. A : Adaptasi 2
Saya puas bahwa saya
dapat kembali pada
keluarga karena mereka
akan membantu saya
pada waktu saya
membutuhkan
pertolongan
2. P : Partnership 1
Saya puas dengan cara
keluarga membicarakan
sesuatu dengan saya dan
mengungkapkan
masalah saya
3. G : Growth 1
Saya puas dengan
keluarga menerima dan
mendukung keinginan
saya dalam melakukan
aktifitas
4. A : Afek 1
Saya puas dengan cara
keluarga merespon saat
saya emosi, seperti
marah, sedih ataupun
jatuh cinta
5. R : Resolve 1
Saya puas dengan cara
keluarga menyediakan
waktu bersama-sama
untuk menyelesaikan
masalah
Jumlah 6
Interpretasi hasil : Ny R menyebutkan selalu 1 dan kadang-kadang 3 dengan
disfungsi keluarga sangat sedang. Ny R menyebutkan adaptasi “selalu”
sedangkan Partnership, afek dan resolve “kadang-kadang”.

14. Geriatric Depression Scale (GDS)

No Pertanyaan Ya Tidak
.
1. Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan √
anda
2. Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan √
dan minat/kesenangan anda
3. Apakah anda merasa kehidupan anda kosong √
4. Apakah anda sering merasa bosan √
5. Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap √
saat
6. Apakah anda merasa takut sesuatu yang buruk akan √
terjadi pada anda
7. Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar √
hidup anda
8. Apakah anda merasa sering tidak berdaya √
9. Apakah anda lebih sering dirumah dari pada pergi √
keluar dan mengerjakan sesuatu hal yang baru
10. Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah √
dengan daya ingat anda dibandingkan kebanyakan
orang
11. Apakah anda pikir bahwa kehidupan anda saat ini √
menyenangkan
12. Apakah anda merasa tidak berharga seperti perasaan √
anda saat ini
13. Apakah anda merasa penuh semangat √
14. Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada √
harapan
15. Apakah anda pikir bahwa orang lain, lebih baik √
keadaanya dari pada anda

Interpretasi hasil : Ny R menyebutkan “Ya” pada pertanyaan No.2 dengan skor


1 (normal) dan tidak mengalami depresi. Ny R menyebutkan telah meninggalkan
beberapa kegiatan dan minat kesenangannya.
ANALISA DATA

No Analisa Data Diagnosa Keperawatan


.
1. DS : Nyeri kronis b/d Kondisi
 Klien mengatakan kedua lututnya muskuloskeletal kronis
sering merasa nyeri dan menjalar ke (D.0078)
bagian betis dan telapak kaki.
 Klien mengatakan nyerinya sering
terjadi ketika bangun tidur
 Klien mengatakan jika lututnya
nyeri dioles dengan beras kencur
lalu dipijat.
 Klien mengatakan penyakitnya
sudah berlangsung selama 6 bulan
dan saat ini rutin kontrol ke RS.
 Pengkajian PQRST :
P : Osteoatritis
Q : seperti ditekan
R : Lutut
T : Hilang timbul bertahap
DO :
 Keadaan umum : Baik
 Kesadaran : Komposmentis
 TTV :
TD : 110/76 mmHg
RR : 20x/ menit
Nadi : 91x/menit
Suhu : 36,20C
 Klien terlihat memijat lututnya
 Skala nyeri 5
 Ny R menunjukkan obat Etoricoxib
60 mg untuk mengurangi nyeri pada
lutut
2. DS : Gangguan mobilitas fisik b/d
 Klien mengatakan kakinya sering kekakuan sendi (D.0054)
mengalami kesulitan gerak jika
dalam waktu lama tidak digerakkan
 Klien mengatakan untuk
beraktifitas terkadang
menggunakan tongkat.
DO :
 Keadaan umum : Baik
 Kesadaran : Komposmentis
 Pengkajian Status Fungsional
Barthel indeks menunjukkan
ketergantungan sebagian
 Klien menggunakan tongkat untuk
berjalan

PRIORITAS DIAGNOSIS KEPERAWATAN

No Keluhan Kode
.
1. Nyeri kronis b/d Kondisi muskuloskeletal kronis (D.0078)
Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan kedua lututnya
sering merasa nyeri dan menjalar ke bagian betis dan telapak (D.0078)
kaki. Klien mengatakan nyerinya sering terjadi ketika bangun
tidur, hal ini sudah dirasakan selama 6 bulan yang lalu dan
saat ini rutin kontrol ke RS
2. Gangguan mobilitas fisik b/d kekakuan sendi (D.0054)
Saat dilakukan pengkajian klien menggunakan alat bantu (D.0054)
(tongkat) untuk berjalan, klien mengatakan mengalami
kesulitan gerak ketika kakinya dalam waktu lama tidak
digerakkan.
NURSING CARE PLAN (NCP)

Kriteria Batasan Diagnosa Keperawatan NOC NIC


No Dx.Kep Kode Hasil Kode Intervensi Kode
Karakteristik
1. DS : Nyeri kronis b/d D.0078 Setelah dilakukan intervensi Manajemen nyeri : 1400
 Klien mengatakan Kondisi keperawatan, selama 3x24 1. Lakukan pengkajian nyeri
kedua lututnya muskuloskeletal jam diharapkan nyeri dapat komprehensif yang meliputi
sering merasa kronis berkurang dengan kriteria lokasi, karakteristik, durasi
nyeri dan hasil : dan faktor pencetus
menjalar ke 1. Pasien dapat mengenali 1605 2. Identifikasi faktor-faktor yang
bagian betis dan kapan nyeri terjadi dapat menurunkan atau
telapak kaki. 2. Skala nyeri dapat memperberat nyeri
 Klien berkurang 3. Kendalikan faktor lingkungan
mengatakan 3. Pasien mampu yang dapat mempengaruhi
nyerinya sering menggunakan tindakan respon pasien terhadap
terjadi ketika pengurangan (nyeri) non ketidaknyamanan
bangun tidur farmakologis 4. Ajarkan penggunaan teknik
 Klien 4. Menyatakan rasa nyaman non farmakologis ( seperti
mengatakan jika setelah nyeri berkurang terapi aktivitas, teknik
lututnya nyeri relaksasi, pijatan dan lainnya)
dioles dengan 5. Dukung isitirahat/tidur yang
beras kencur lalu adekuat untuk membantu
dipijat. penurunan nyeri
 Klien 6. Berikan informasi yang
mengatakan akurat untuk meningkatkan
penyakitnya pengetahuan terkait penyakit
sudah dan respon keluarga terhadap
berlangsung pengalaman nyeri.
selama 6 bulan
dan saat ini rutin
kontrol ke RS.
 Pengkajian
PQRST :
P : Osteoatritis
Q : seperti
ditekan
R : Lutut
T : Hilang timbul
bertahap

DO :
 Keadaan umum :
Baik
 Kesadaran :
Komposmentis
 TTV :
TD : 110/76
mmHg
RR : 20x/ menit
Nadi : 91x/menit
Suhu : 36,20C
 Klien terlihat
meringis saat
memijat lututnya
 Skala nyeri 5
 Ny R
menunjukkan
obat Etoricoxib
60 mg untuk
mengurangi nyeri

2. DS : Gangguan D.0054 Setelah dilakukan intervensi Terapi latihan : keseimbangan 0222


 Klien mobilitas fisik keperawatan, selama 3x24 1. Tentukan kemampuan pasien
mengatakan b/d kekakuan jam diharapkan tidak terjadi 0202 untuk berpartisipasi dalam
kakinya sering hambatan mobilitas fisik kegiatan yang membutuhkan
sendi
mengalami dengan kriteria hasil : keseimbangan
kesulitan gerak 1. Mempertahankan 2. Berikan lingkungan yang
jika dalam waktu kesimbangan ketika aman untuk latihan
lama tidak berjalan 3. Instruksikan pasien untuk
digerakkan 2. Pasien meningkat dalam melakukan latihan
 Klien aktifitas fisik keseimbangan, seperti berdiri
mengatakan dengan satu kaki,
untuk beraktifitas membungkuk ke depan,
terkadang peregangan dan resistensi
menggunakan yang sesuai.
tongkat. 4. Bantu dengan program
penguatan pergelangan kaki
DO : dan berjalan
5. Sediakan alat bantu (tongkat)
 Keadaan umum : untuk mendukung pasien
Baik dalam melakukan latihan
 Kesadaran : 6. Monitor respon pasien pada
Komposmentis latihan keseimbangan
 Pengkajian Status 7. Berikan edukasi untuk
Fungsional meningkatkan pengetahuan
Barthel indeks dan respon keluarga terhadap
menunjukkan pencegahan jatuh.
ketergantungan
sebagian
 Klien
menggunakan
tongkat untuk
berjalan
CATATAN PERKEMBANGAN

No Diagnosa Tanggal/Ja Tanda


Implementasi Evaluasi
. Keperawatan m Tangan
1. Nyeri kronis b/d 10-01-2021 Mengobsevasi tingkat nyeri : S:
Kondisi 1. Melakukan pengkajian nyeri  Pasien mengatakan nyeri
muskuloskeletal kronis komprehensif yang meliputi pada kedua lututnya, terasa
lokasi, karakteristik, durasi dan pegal-pegal, bisa
faktor pencetus beraktifitas dan jalan
2. Mengidentifikasi faktor-faktor menggunakan tongkat
yang dapat menurunkan atau  Pasien mengatakan
memperberat nyeri nyerinya sering terjadi
3. Mengendalikan faktor ketika bangun tidur
lingkungan yang dapat O:
mempengaruhi respon pasien  Wajah pasien meringis
terhadap ketidaknyamanan menahan nyeri
4. Mengajarkan penggunaan A:
teknik non farmakologis  Rasa sakit pada lutut belum
( seperti terapi aktivitas, teknik teratasi
relaksasi, pijatan dan lainnya) P:
5. Mendukung isitirahat/tidur  Lanjutkan intervensi
yang adekuat untuk membantu
penurunan nyeri
6. Memberikan informasi yang
akurat untuk meningkatkan
pengetahuan terkait penyakit
dan respon keluarga terhadap
pengalaman nyeri.
2. Gangguan mobilitas 1. Menentukan kemampuan S:
fisik b/d kekakuan sendi pasien untuk berpartisipasi  Pasien mengatakan kakinya
dalam kegiatan yang sering mengalami kesulitan
membutuhkan keseimbangan gerak jika dalam waktu
2. Memberikan lingkungan yang lama tidak digerakkan
aman untuk latihan  Pasien mengatakan untuk
3. Menginstruksikan pasien untuk beraktifitas terkadang
melakukan latihan menggunakan tongkat.
keseimbangan, seperti berdiri O:
dengan satu kaki, membungkuk  Pasien menggunakan
ke depan, peregangan dan tongkat untuk berjalan
resistensi yang sesuai. A:
4. Membantu dengan program  Pasien mengatakan kadang-
penguatan pergelangan kaki kadang bisa berjalan tanpa
dan berjalan menggunakan tongkat
5. Menyediakan alat bantu P:
(tongkat) untuk mendukung  Lanjutkan intervensi
pasien dalam melakukan
latihan
6. Memonitor respon pasien pada
latihan keseimbangan
7. Memberikan edukasi untuk
meningkatkan pengetahuan dan
respon keluarga terhadap
pencegahan jatuh.
No Diagnosa Tanggal/Ja Tanda
Implementasi Evaluasi
. Keperawatan m Tangan
1. Nyeri kronis b/d 11-01-2021 Mengobsevasi tingkat nyeri : S:
Kondisi 1. Melakukan pengkajian nyeri  Pasien mengatakan nyeri
muskuloskeletal kronis komprehensif yang meliputi lutut mulai berkurang, tetapi
lokasi, karakteristik, durasi dan saat beraktifitas
faktor pencetus menggunakan tongkat
2. Mengidentifikasi faktor-faktor  Pasien mengatakan
yang dapat menurunkan atau nyerinya sering terjadi
memperberat nyeri ketika bangun tidur
3. Mengendalikan faktor O:
lingkungan yang dapat
 Wajah pasien tampak rileks
mempengaruhi respon pasien
A:
terhadap ketidaknyamanan
 Rasa sakit pada lutut
4. Mengajarkan penggunaan
berkurang
teknik non farmakologis
( seperti terapi aktivitas, teknik P:
relaksasi, pijatan dan lainnya)  Lanjutkan intervensi
5. Mendukung isitirahat/tidur
yang adekuat untuk membantu
penurunan nyeri
6. Memberikan informasi yang
akurat untuk meningkatkan
pengetahuan terkait penyakit
dan respon keluarga terhadap
pengalaman nyeri.
2. Gangguan mobilitas 1. Menentukan kemampuan S:
fisik b/d kekakuan sendi pasien untuk berpartisipasi  Pasien mengatakan kakinya
dalam kegiatan yang sering mengalami kesulitan
membutuhkan keseimbangan gerak jika dalam waktu
2. Memberikan lingkungan yang lama tidak digerakkan
aman untuk latihan  Pasien mengatakan untuk
3. Menginstruksikan pasien untuk beraktifitas terkadang
melakukan latihan menggunakan tongkat.
keseimbangan, seperti berdiri O:
dengan satu kaki, membungkuk  Pasien menggunakan
ke depan, peregangan dan tongkat untuk berjalan
resistensi yang sesuai. A:
4. Membantu dengan program  Pasien mengatakan kadang-
penguatan pergelangan kaki kadang bisa berjalan tanpa
dan berjalan menggunakan tongkat
5. Menyediakan alat bantu P:
(tongkat) untuk mendukung  Lanjutkan intervensi
pasien dalam melakukan
latihan
6. Memonitor respon pasien pada
latihan keseimbangan
7. Memberikan edukasi untuk
meningkatkan pengetahuan dan
respon keluarga terhadap
pencegahan jatuh.
No Diagnosa Tanggal/Ja Tanda
Implementasi Evaluasi
. Keperawatan m Tangan
Mengobsevasi tingkat nyeri : S:
1. Nyeri kronis b/d 12-01-2021
1. Melakukan pengkajian nyeri  Pasien mengatakan nyeri
Kondisi
komprehensif yang meliputi lutut mulai berkurang
muskuloskeletal kronis
lokasi, karakteristik, durasi dan
 Pasien mengatakan
faktor pencetus
nyerinya sering terjadi
2. Mengidentifikasi faktor-faktor
ketika bangun tidur
yang dapat menurunkan atau
O:
memperberat nyeri
 Wajah pasien tampak rileks
3. Mengendalikan faktor
A:
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon pasien  Rasa sakit pada lutut
terhadap ketidaknyamanan berkurang
4. Mengajarkan penggunaan P:
teknik non farmakologis  Masalah teratasi sebagian
( seperti terapi aktivitas, teknik
relaksasi, pijatan dan lainnya)
5. Mendukung isitirahat/tidur
yang adekuat untuk membantu
penurunan nyeri
6. Memberikan informasi yang
akurat untuk meningkatkan
pengetahuan terkait penyakit
7. dan respon keluarga terhadap
pengalaman nyeri.
2. Gangguan mobilitas 1. Menentukan kemampuan S:
fisik b/d kekakuan sendi pasien untuk berpartisipasi  Pasien mengatakan kakinya
dalam kegiatan yang
membutuhkan keseimbangan
2. Memberikan lingkungan yang sering mengalami kesulitan
aman untuk latihan gerak jika dalam waktu
3. Menginstruksikan pasien untuk lama tidak digerakkan
melakukan latihan  Pasien mengatakan bisa
keseimbangan, seperti berdiri berjalan pelan-pelan tanpa
dengan satu kaki, membungkuk bantuan tongkat.
ke depan, peregangan dan O:
resistensi yang sesuai.  Pasien berjalan tanpa
4. Membantu dengan program menggunakan tongkat
penguatan pergelangan kaki A:
dan berjalan  Masalah teratasi
5. Menyediakan alat bantu P:
(tongkat) untuk mendukung  Hentikan intervensi
pasien dalam melakukan
latihan
6. Memonitor respon pasien pada
latihan keseimbangan
7. Memberikan edukasi untuk
meningkatkan pengetahuan dan
respon keluarga terhadap
pencegahan jatuh.
BAB IV
PENUTUP

A. SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, penulis dapat
menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Setelah melakukan pengkajian terhadap keluarga Ny R, penulis memperoleh


hasil atau data yang mengarah pada masalah Ny R yang menderita
Osteoartritis.
2. Diagnosa keperawatan keluarga yang ditemukan pada keluarga yang terjadi
pada Ny R yang menderita Osteoartritis adalah sebagai berikut:
a. Nyeri kronis berhubungan dengan kondisi muskuloskeletal kronis
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi
3. Dalam menyusun rencana keperawatan keluarga Ny R, yang menderita
Osteoartritis, penulis menggunakan format yaitu pengumpulan data, masalah
dimana intervensi yang di terapkan mencakup semua kriteria dalam penerapan
rencana keperawatan sesuai dengan teori.
4. Implementasi/ tindakan keperawatan tehadap keluarga Ny R yang menderita
Osteoartritis, penulis melakukan implementasi keperawatan keluarga yang
sesuai teori yaitu : memberikan penyuluhan tentang Osteoartritis dengan
kriteria telah mampu menjelaskan pengertian Osteoartritis, dan gejala serta
pencegahan Osteoartritis, menganjurkan pada klien untuk menggunakan obat
tradisional, menganjurkan klien untuk tidak terlalu banyak beraktivitas,
menganjurkan klien untuk selalu menggerakkan lutut agar tidak kaku,
menganjurkan keluarga untuk membersihkan rumah setiap hari, memberikan
motivasi pada klien untuk berobat ke pelayanan kesehatan.
5. Setelah menyelesaikan tahap evaluasi, maka penulis memilih bahwa masalah
yang dihadapi oleh keluarga yaitu teratasi yaitu, keluarga mampu mengenal
masalah dengan pencegahannya. Masalah kedua : keluarga mampu merawat
Ny R.
B. SARAN
1. Bagi Pasien dan Keluarga
Ny R dan keluarga diharapkan mampu menerapkan hasil promosi
kesehatan terkait penyakit Osteoarthritis dan dapat memelihara serta
mempertahankan kesehatannya saat ini.
2. Bagi Institusi Kesehatan
Hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi acuan sebagai literatur untuk
kelengkapan perkuliahan dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya pada mata kuliah keperawatan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Effendi Nasrul ( 1998 ) Dasar – Dasar Perawatan Kesehatan Masyarakat Edisi,


EGC : Jakarta Hertman.
Heather ( 2015 ), Diagnosa Keperawatan dan Klasifikasi ( NANDA ). Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran
;[Kurnia, Syamsudin, 2009. “Osteoarthritis Diagnosis, Penananganan dan
Perawatan di Rumah”. Yogyakarta : Fitramaya.
Moeleak, A. Faried ( 1990 ) Menuju Indonesia Sehat 2010, Depkes RI : Jakarta
Suprajitno ( 2004 ). Asuhan Keperawatan Keluarga, EGC : Jakarta
Willkison. M, Judith ( 2002 ), Buku Saku Diagnosa Keperawatan Dengan
Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC, Edisi 7. Jakarta
Watson Roger ( 2002 ), Anatomi dan Fisiologi Untuk Perawat. Edisi 10, Jakarta ;
EGC
Yatim, Faisal. 2006. “Penyakit Tulang dan Persendian”. Jakarta: Pustaka Populer
Obor.
DOKUMENTASI

Implementasi hari ke-1

Implementasi hari ke-2


Implementasi hari ke-3

Anda mungkin juga menyukai