Anda di halaman 1dari 19

KEPERAWATAN JIWA

ASUHAN KEPERAWATAN PENYALAHGUNAAN

RESIKO BUNUH DIRI

DENGAN SKIZOFRENIA PARANOID

OLEH:

AJENG DINI (1033222005)

AYU CENTYA (1033222012)

DEWI PUJIANTI (1033222017)

EVIEKE PUSPITASARI (1033222022)

INTAN LENNY (1033222025)

INDAH PERMATASARI (1033222028)


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gangguan jiwa adalah sindrom pola perilaku seseorang yang secara khas
berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment) di
dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia, yaitu fungsi psikologik,
perilaku, biologik, dan gangguan itu tidak hanya terletak di dalam hubungan antara
orang itu tetapi juga dengan masyarakat (Maslim & Maramis dalam Yusuf, 2015).

Bunuh diri merupakan tindakan sadar yang dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya (Keliat, 2011). Tipe skizofrenia yang terancam resiko
bunuh diri yaitu skizofrenia paranoid sebesar 40,5% (Fahrul, 2014). Data WHO
tahun 2010, angka bunuh diri di indonesia mencapai 1,6 hingga 1,8 per 100.000
jiwa. Jika tidak ada upaya pencegahan bunuh diri, angka tersebut bisa tumbuh dari
tahun ke tahun. WHO meramalkan pada pada 2020 angka bunuh diri di indonesia
meningkat secara global menjadi 2,4 per 100.000 jiwa (Depkes, 2010).

Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kegawatdaruratan psikiatri.


Meskipun bunuh diri adalah perilaku yang membutuhkan pengkajian yang
kompeherensif pada depresi, penyalahgunaan NAPZA, skizofresnia, gangguan
kepribadian (paranoid, borderline, antisocial), bunuh diri tidak bisa disamakan
dengan penyakit mental. Beberapa hambatan dalam melakukan manajemen klien
dengan bunuh diri adalah pasien yang dirawat dalam waktu yang cukup singkat
sehingga membuat klien kurang mampu mengungkapkan perasaannya tentang
bunuh diri. Kurang detailnya tentang resiko bunuh diri pada saat masuk dan banyak
perawat kurang melakukan skrening akan resiko bunuh diri. Disamping itu 2 dari 3
orang yang melakukan bunuh diri diketahui oleh perawat dalam beberapa bulan
sebelumnya. Hal ini mengidentifikasi bahwa tenaga kesehatan kurang memberikan
intervensi yang adekuat (Sukamto, 2014).
B. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan Umum

Tujuan umum yang ingin dicapai pada penulisan adalah memperoleh gambaran
secara nyata tentang pelaksanaan dan pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Resiko Bunuh Diri dengan Skizofrenia.

2. Tujuan Khusus

a. Menggambarkan pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, dan


tindakan yang dilakukan dengan masalah asuhan keperawatan resiko bunuh
diri dengan skizofrenia paranoid serta evaluasi masalah setelah dilakukan
tindakan pemecahan masalah.

b. Menganalisis atau membahas hasil pengkajian, masalah keperawatan,


perencanaan, tindakan yang ditekankan pada prosedur-prosedur keperawatan
sampai SOP, dan evaluasi dari tindakan yang dilakukan untuk mengatasi
resiko bunuh diri pada pasien skizofrenia paranoid.

C. MANFAAT PENULISAN

1. Bagi Penulis

Hasil laporan kasus ini di gunakan untuk memperluas wawasan dan keilmuan
terutama perawatan pasien risiko bunuh diri dan merupakan implementasi dari
kuliah yang telah diajarkan selama proses pembelajaran.

2. Bagi Institusi

Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai pada penulisan ini untuk :
1. Melaksanakan proses asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan
evaluasi pasien Resiko Bunuh Diri.
2. Menguraikan adanya kesenjangan antara teori dan penerapan Asuhan
Keperawatan pasien Resiko Bunuh Diri.
3. Mengidentifikasi faktor penghambat dan pendukung dalam melaksanakan proses
keperawatan pasien Resiko Bunuh Diri.

4. Melaksanakan pemecahan masalah utama pada pasien Resiko Bunuh Diri.


D. METODE PENULISAN

Metode penulisan yang digunakan dalam Laporan Makalah adalah metode deskriptif
yaitu memberi gambaran keadaan yang sedang berlangsung dan aktual pada kasus tertentu
dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi langkah-langkah
pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi,
adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penulis sebagai berikut:
1. Wawancara, penulis melakukan wawancara dengan keluarga klien serta pihak lain yang
dapat memberikan keterangan seperti perawat dan dokter yang merawat klien.

2. Observasi, penulis mengadakan pengamatan dan pengawasan serta perawatan langsung


pada pasien dengan Diagnosa Resiko Bunuh Diri untuk mengetahui perjalanan
penyakit, perkembangan dan penatalaksanaan. Teknik ini dilakukan dengan cara
mengamati keadaan umum, perilaku, serta melakukan pemeriksaan fisik secara
komprehensif.
3. Pemeriksaan fisik, dalam pemeriksaan fisik penulis menggunakan teknik dan proses
meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
4. Dokumentasi, dengan mengkaji catatan medis yang ada dan mendokumentasikan
tindakan keperawatan serta waktu penulisan tindakan.
5. Keperpustakaan, dalam keperpustakaan ini penulis mendapat informasi dari buku-buku
sumber yang berkaitan dengan teori.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR RISIKO BUNUH DIRI

1.Pengertian Bunuh Diri

Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri
disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal
dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah.

Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk


beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat
terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang
berarti, perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada
diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusan (Stuart, 2006) dalam Prabowo (2014).

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4).

Risiko bunuh diri dapat diartikan sebagai resiko individu untuk menyakiti diri
sendiri, mencederai diri, serta mengancam jiwa. (Nanda, 2012).

Beresiko melakukan upaya menyakiti diri sendiri untuk mengakhiri


kehidupan (SDKI, 2017).

2. Klasifikasi Bunuh Diri

Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap
membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak
kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk melakukannya.
Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori (stuart, 2006 dalam
Prabowo, 2014)

1. Ancaman bunuh diri Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan ambevalensi
seseorang tentang kematian kurangnya respon positif dapat ditafsirkan seseorang
sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.

2. Upaya bunuh diri Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh
individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.

3. Bunuh diri Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau


terabaikan. Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak
langsung ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui
tepat pada waktunya. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu tersebut
mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah yang menjatuhkan harga
dirinya.
Sementara itu Yosep (2010) dalam Prabowo (2014) mengklasifikasikan terdapat
tiga jenis bunuh diri meliput:

a. Bunuh diri anomik

Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan sehingga mendorong seseorang untuk bunuh
diri.

b. Bunuh diri altruistic

Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.

c. Bunuh diri egoistik

Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang di libatkan dalam faktor diri
seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.

3. Proses Terjadinya Bunuh Diri


Menurut tim (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) faktor risiko , yaitu sebagai
berikut:

1. Gangguan perilaku (mis. euforia mendadak setelah depresi, perilaku mencari


senjata berbahaya, membeli obat dalam jumlah banyak, membuat surat
warisan).

2. Demografi (mis. lansia, status perceraian, janda/duda, ekonomi rendah,


pengangguran).

3. Gangguan fisik (mis. nyeri kronis, penyakit terminal).

4. Masalah sosial (mis. berduka, tidak berdaya, putus asa, kesepian, kehilangan
hubungan yang penting, isolasi sosial)

5. Gangguan psikologis (mis. penganiayaan masa kanak kanak, riwayat bunuh


diri sebelumnya, remaja homoseksual, gangguan psikiatrik, penyakit
psikiatrik, penyalahgunaan zat).

Faktor penyebab tambahan terjadinya bunuh diri antara lain sebagai berikut (Cook
dan Fontaine, 1987) dalam (Yusuf, A.H dan ,R & Nihayati, 2015).

a. Penyebab bunuh diri pada anak

1. Pelarian dari penganiayaan dan pemerkosaan.

2. Situasi keluarga yang kacau.

3. Perasaan tidak disayangi atau selalu dikritik

4. Gagal sekolah.

5. Takut atau dihina di sekolah.

6. Kehilangan orang yang dicintai.

7. Dihukum orang lain.

b. Penyebab bunuh diri pada remaja.

1. Hubungan interpersonal yang tidak bermakna.


2. Sulit mempertahankan hubungan interpersonal.

3. Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan.

4. Perasaan tidak dimengerti orang lain.

5. Kehilangan orang yang dicintai.

6. Keadaan fisik.

7. Masalah dengan orang tua.

8. Masalah seksual.

9. Depresi.

c. Penyebab bunuh diri pada mahasiswa.

1. Self ideal terlalu tinggi.

2. Cemas akan tugas akademik yang terlalu banyak.

3. Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang orang


tua.

4. Kompetisi untuk sukses.

d. Penyebab bunuh diri pada usia lanjut.

1. Perubahan status dari mandiri ke ketergantungan.

2. Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi.

3. Perasaan tidak berarti di masyarakat.

4. Kesepian dan isolasi sosial.

5. Kehilangan ganda, seperti pekerjaan, kesehatan, pasangan.

6. Sumber hidup bergantung.

4.Tanda dan Gejala Bunuh Diri

Tanda dan gejala menurut Fitria (2009) dalam Prabowo (2014):

1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.


2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.

3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.

4. Impulsif.

5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).

6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.

7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis


mematikan).

8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan


mengasingkan diri).

9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis danmenyalahgunakan alcohol).

10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).

11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan


dalam karier).

12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.

13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan)

14. Pekerjaan.

15. Konflik interpersonal.

16. Latar belakang keluarga.

17. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

5. Rentan Respon Bunuh Diri

Skema 2.1 rentang respon resiko bunuh diri

adatif maladatif

Peningkatan Pertumbuhan Perilaku Deskruktif pencederaan diri Bunuh


Diri Peningkatan Beresiko tak langsung Diri

Keterangan:

1.Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai pengharapan, yakin, dan
kesadaran diri meningkat.

2.Pertumbuhan-peningkatan berisiko, yaitu merupakan posisi pada rentang yang masih


normal dialami individu yang mengalami perkembangan perilaku.

3.Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang merusak
kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian, seperti perilaku
merusak, mengebut, berjudi, tindakan kriminal, terlibat dalam rekreasi yang berisiko
tinggi, penyalahgunaan zat, perilaku yang menyimpang secara sosial, dan perilaku
yang menimbulkan stres.

4.Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri sendir yang
dilakukan dengan sengaja. Pencederaan dilakukan terhadap diri sendiri, tanpa
bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup parah untuk melukai tubuh. Bentuk
umum perilaku pencederaan diri termasuk melukai dan membakar kulit,
membenturkan kepala atau anggota tubuh, melukai tubuhnya sedikit demi sedikit,
dan menggigit jari.

5.Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan

6. Penatalaksanaan Bunuh Diri


Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar
pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah.

Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan, kesadaran


penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis. Penentuan
perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat dengan
kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri.

Bila keadaan keracunan atau terluka sudah dapat diatasi maka dapat dilakukan
evaluasi psikiatri. Tidak adany hubungan berat nya gangguan badaniah dengan
gangguan psikologik. Penting sekali dalam pengobatannya untuk menangani juga
gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan terapi elektro
konvulsi, obat obat terutama anti depresan dan psikoterapi.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN RESIKO BUNUH DIRI

A. Pengkajian

Menurut Stuart (2013), faktor predisposisi yang melatarbelakangi terjadinya


resiko bunuh diri meliputi diagnosa psikiatri, sifat kepribadian, lingkungan
psikososial, riwayat keluarga, faktor biokimia. Sedangkan faktor presipitasinya
meliputi perilaku desdruktif diri seperti stress berlebihan, kejadian yang
memalukan, masalah interpersonal, kehilangan pekerjaan atau ancaman
pengangguran, melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang
melakukan bunuh diri.

Menurut Fitria (2009), data yang perlu dikaji dalam masalah risiko bunuh diri
meliputi:

a. Subjektif :

1) Mengungkapkan keinginan bunuh diri.

2) Mengungkapkan keinginan untuk mati.

3) Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.

4) Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga.

5) Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang


mematikan.

b. Objektif:

1) Implusif

2) Menunjukan perilaku mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh

3) Ada riwayat penyakit mental (depresi, psikosis, dan penyalahgunaan


alkohol)

4) Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal)

5) Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan dalam


karier)

6) Status perkawinan yang tidak harmonmis.

Dalam pengkajian risiko bunuh diri terdapat kriteria ntuk menilai tingkat risiko bunuh
diri yang terjadi, yaitu SIRS (Suicidal Intention Rating Scale). ( Yusuf, 2015).

Tabel 1.1 Tabel Intensitas Bunuh Diri

Skor Intensitas
0 Tidak ada ide bunuh diri yang lalu dan sekarang.
1 Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam bunuh diri.
2 Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri.
3 Mengancam bunuh diri, misalnya, “Tinggalkan saya sendirian atau saya bunun diri”.
4 Aktif mencoba bunuh diri.

Keterangan skor:

Skor 0 : Resiko Rendah

Skor 1-2 : Resiko Sedang

Skor 3-4 : Resiko Tinggi


B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa perilaku desdruktif perlu pengkajian yang cermat. Penyangkalan
dari pasien terhadap sifat merusak diri tidak boleh mempengaruhi perawat dalam
melakukan intervensi keperawatan. Diagnosa keperawatan didasarkan pada hasil
pengamatan perawat, data-data yang dikumpulkan oleh pemberi pelayanan
kesehatan lain dan informasi yang diberikan oleh pasien dan keluarga
(Riyadi&Teguh, 2009).

Menurut Dermawan dan Rusdi (2013) diagnosa perilaku desdruktif diri


memerlukan pengkajian yang cermat. Masalah yang 11 mungkin muncul di
diagnosa NANDA yang berhubungan dengan respon proteksi diri maladptif adalah
resiko bunuh diri.

C. Perencanaan

Menurut Fitria (2009) perencanaan keperawatan untuk resiko bunuh diri


adalah dengan menggunakan Strategi Pelaksanaan (SP) pasien dan keluarga.

a. Bantu klien mengenal masalah yang sedang dialami

b. Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif.

c. Berikan lingkungan yang aman ( safety ) berdasarkan ringkat resiko.

d. Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang positif.


PEDOMAN PROSES KEPERAWATAN UNTUK DIAGNOSA KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN RISIKO BUNUH DIRI
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Klien :
Ruang :
No. CM :
Dx Medis :

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan
1 Perilaku Risiko Tujuan Umum: Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan Bila sudah terbina hubungan saling
Bunuh Diri Klien tidak akan membahayakan dirinya prinsip komunikasi terapeutik : percaya diharapkan klien dapat
sendiri secara fisik.  Sapa klien dg ramah baik verbal dan non kooperatif , sehingga pelaksanaan asuhan
Tujuan Khusus: verbal keperawatan dapat berjalan dengan baik.
1. Setelah dilakukan ..... X pertemuan klien  Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan
dapat membina hubungan saling percaya. perawat berkenalan
 Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan
Kriteria hasil: yang disukai klien
 Klien menjawab salam dari  Ciptakan lingkungan yang tenang
perawat.  Buat kontrak yg jelas [topik, waktu, tempat]
 Klien menjawab pertanyaan dari  Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap
perawat. kali interaksi
 Klien dapat mempertahankan  Tunjukkan sikap empati dan menerima apa
kontak mata terhadap perawat. adanya
 Klien dapat menyebutkan nama  Beri perhatian pada klien dan perhatikan
perawat kebutuhan dasar klien
 Klien dapat mengungkapkan  Tanyakan perasaan klien dan masalah yang
perasaan tentang masalah yang dihadapi klien
dihadapi  Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi
perasaan klien
2  Observasi dengan ketat  Prioritas tertinggi yang diberikan
2. Setelah ....x pertemuan, klien tidak akan
melakukan aktivitas yang mencederai  Pindahkan benda yang berbahaya pada aktivitas penyelamatan
 Siapkan lingkungan yang aman hidup pasien
dirinya.
 Berikan kebutuhan fisiologik dasar  Perilaku pasien harus diawasi
Dengan kriteria:  Kontrak untuk keamanan jika tepat sampai kendali diri memadai
Klien dapat mengurangi ancaman  Pantau pengobatan untuk keamanan.
terhadap integritas fisik atau sistem diri
klien dalam sifat, jumlah, asal,atau
waktu.

3  Identifikasi kekuatan klien Perilaku bunuh diri mencerminkan


3. Setelah ... X pertemuan, klien akan
 Ajak klien untuk berperan serta dalam aktifitas depresi yang mendasar dan terkait dengan
mengidentifikasikan aspek-aspek positif
yg disukai dan dapat dilakukannya harga diri rendah serta kemarahan
yang ada pada dirinya.
 Dukung kebersihan diri dan keinginan untuk terhadap diri sendiri.
berhias
Dengan kriteria:  Tingkatkan hubungan interpersonal yang sehat

Klien dpt menyebutkan aspek positif


yang dimiliki klien, keluarga

4  Permudah kesadaran, penamaan dan ekspresi Mekanisme koping maladaptif harus


4. Setelah .....X pertemuan, klien akan
perasaan dirubah dengan yang sehat untuk
mengimplementasikan dua respons
 Bantu pasien mengenal mekanisme koping mengatasi stress dan ansietas.
protektif diri yang adaptif.
yang tidak sesuai
Dengan kriteria :  Identifikasi alternatif cara koping
Klien dapat menyebutkan ,  Beri pujian untuk perilaku koping yang sehat
mengimplementasikan dan mekanisme
koping adaptif yang efektif bagi diri
sendiri guna mencegah perilaku
mencederai diri sendiri secara fisik.
5 5. Setelah ... X pertemuan, klien akan  Bantu orang terdekat untuk berkomunikasi Harga diri rendah menyebabkan isolasi
mengidenti dua sumber dukungan sosial secara konstruktif dengan klien sosial dan depresi, mencetuskan perilaku
yang bermanfaat.  Tingkatkan hubungan keluarga yang sehat destruktif terhadap diri sendiri.
Dengan Kriteria:  Identifikasi sumber komunitas yang relevan
 Prakarsai rujukan untuk menggunakan sumber
Klien dpt menyebutkan dua sember komunitas
dukungan sosial yang bermanfaat guna
mencegah perilakumencederai diri
sendiri.

6  Libatkan klien dan orang terdekat dalam Pemahaman dan peran serta dalam
6. Setelah ....X pertemuan, klien akan
perencanaan asuhan perencanaan pelayanan kesehatan
mampu menguraikan rencana
 Jelaskan karakteristik dari kebutuhan meningkatkan kepatuhan.
pengobatan dan rasionalnya.
pelayanan yang telah diidentifikasi, diagnosa
Dengan kriteria: medik, dan rekomendasi tindakan dan
Klien dapat menggunakan obat dengan medikasi
benar baik jumlah, jenis, waktu dan  Dapatkan respons terhadap rencana asuhan
dosis keperawatan
 Modifikasi rencana berdasarkan umpan balik
pasien
D. Implementasi

Pada proses keperawatan, implementasi adalah fase ketika perawat


mengimplementasikan intervensi keperawatan. Implementasi terdiri atas
melakukan tindakan dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan
tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi
atau program keperawatan (Kozier, 2010).

E. Evaluasi

a. Untuk pasien yang memeberikan ancaman atau melakukan percobaan bunuh


diri, keberhasilanasuhan keperawatan ditandai dengan keadaan klien yang
tetap aman dan selamat.

b. Untuk keluarga pasien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan


bunuh diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan kemampuan
keluarga berperan serta dalam melindungi anggota keluarga yang mengancam
atau mencoba bunuh diri.

c. Untuk pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan asuhan


keperawatan ditandai dengan klien mampu mengungkapkan perasaanya, klien
mampu meningkatkan harga dirinya, dan klien mampu menggunakan cara
penyelesaian masalah yang baik.

d. Untuk keluarga pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan


asuhan keperawatan ditandai dengan kemampuan keluarga dalam merawat
pasien dengan resiko bunuh diri. (Yusuf, 2015).
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan
individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati.
Perilaku bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan dan ancaman verbal yang akan
mengakibatkan kematian, atau luka yang menyakiti diri sendiri. Tejadinya bunuh diri
dapat diakibatkan oleh depresi maupun gangguan sensori seperti halusinasi.

Penatalaksanaan dilakukan dari segi medis dan keprawatan. Penatalaksanaan medis


yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan terapo farmakologi, sedangkan
penatalaksanaan keperawatan yang dilakukan berfokus pada klien dan keluarga klien.
Selain penatalaksanaan, resiko bunuh diri dapat dicegah melalui upaya pencegahan,
baik upya pencegahan dari diri sendiri tetapi juga upaya pencegahan yang berasal dari
lingkungan klien.

B. Saran

Dengan disusunya makalah ini, diharapkan para pembaca mengetahui bagaimana cara
mengenali dan merawat orang-orang dengan resiko bunuh diri dengan baik. Karena
adanya manajemen yang baik, maka kejadian bunuh diri dapat ditekan dan hidup
masyarakat akan menjadi lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai