Anda di halaman 1dari 52

MAKALAH PERCOBAAN BUNUH DIRI PADA

KEDARURATAN PSIKIATRI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Stase Keperawatan Jiwa

Kelompok:
1. Anindya Wuri Oktaviana : P1337420920132
2. Diva Septi Uki Karisidiana : P1337420920133
3. Emi Yulina : P1337420920179
4. Rizkiana Dwi Saputri : P1337420920136
5. Prima Alfianita : P1337420920128
6. Wahyu Widyastuti : P1337420920126

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kedaruratan psikiatrik merupakan sebuah gangguan akut dari perilaku,
pikiran atau mood dari seorang pasien yang jika tidak ditangani dapat menyebabkan
bahaya, baik untuk dirinya ataupun kepada oranglain di lingkungannya.
Kedaruratan psikiatri merupakan sebuah keadaan yang sering diabaikan tetapi
keadaan ini meningkatkan masalah bagian kedaruratan di dunia. Dijumpai hingga
12 % dari bagian kedaruratan pasien datang dengan keluhan psikiatrik. Dari
kedaruratan tingkahlaku ini, gangguan psikotik akut, episode manik, depresi mayor,
gangguan bipolar, dan penyalahgunaan obat mencapai 6 % dari keseluruhan kasus
di bagian kedaruratan. Bunuh diri merupakan salah satu kegawatan psikiatiri yang
sering terjadi di masa covid 19 ini, dimana tekanan sering muncul akibat terdampak
baik dalam sisi ekonomi maupun kehidupan sosial.
Pasien psikiatri yang termasuk kelompok dengan risiko tinggi melakukan
bunuh diri adalah depresi (dalam segala bentuk), gangguan kepribadian (antisosial
dan borderline disertai sifat impulsif, agresif dan perubahan mood yang frekuen,
alkoholik (dengan / atau penyalahgunaan zat pada remaja), skizofrenia, gangguan
mental organik, gangguan mental lain (Donald, 2016). Bunuh diri merupakan salah
satu kedaruratan psikiatri. Pada pasien gangguan mental perlu dilakukan evaluasi
psikiatrik darurat. Evaluasi psikiatrik darurat adalah menilai secara tepat saat pasien
mengalami krisis untuk dilakukan penatalaksanaan lebih lanjut (Roan, 2008).
Bunuh diri adalah kematian yang ditimbulkan oleh diri sendiri dan disengaja
(Sadock, 2013). Bunuh diri dipandang sebagai malaise multidimensional pada
kebutuhan individu. Tindakan tersebut dirasakan sebagai pemecahan yang terbaik.
Sedangkan percobaan bunuh diri didefenisikan sebagai tindakan mencelakai diri
sendiri yang cukup serius sehingga membutuhkan pemeriksaan medis dan dilakukan
dengan tujuan untuk mengakhiri hidup.
Wenzel, Brown, dan Beck (2009) menjelaskan bahwa tindakan bunuh diri
adalah perilaku yang berpotensi melukai yang diakibatkan oleh perbuatan sendiri
dengan keinginan untuk mati. Tindakan bunuh diri dapat atau tidak dapat
menghasilkan kematian. Ide-ide bunuh diri adalah semua pikiran, gambaran,
keyakinan-keyakinan, suara-suara atau pemikiranpemikiran tentang keinginan
mengakhiri hidupnya. Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat dipahami bahwa
perilaku bunuh diri bukan hanya tindakan mengakhiri hidup, namun juga termasuk
pikiran dan percakapan tentang bunuh diri, dan juga tindakan menyakiti diri sendiri
dengan keinginan untuk mati.
Kematian yang disebabkan oleh bunuh diri meningkat di seluruh dunia. Data
yang ditemukan di Indonesia menyatakan bahwa bunuh diri menjadi penyebab
utama kedua kematian pada usia produktif 15-29 tahun, dan rata-rata kematian
karena bunuh diri di Indonesia adalah satu orang pada setiap satu jam (Kompas, 8
September 2016). Meski demikian, perilaku bunuh diri tidak hanya muncul pada
kelompok remaja ataupun orang muda, namun dapat terjadi pada semua kelompok
usia. Hal ini tentunya mendorong penelitian tentang bunuh diri dalam perspektif
Psikologi semakin berkembang.
Percobaan bunuh diri dilakukan karena adanya emosi negatif karena emosi-
emosi negatif yang dirasakannya. Penelitian Kwok dan Shek (2010) memperoleh
hasil bahwa ide-ide bunuh diri pada remaja memiliki hubungan dengan
ketidakberdayaan, dan kuatnya hubungan antara ide-ide bunuh diri dengan
ketidakberdayaan tersebut terjadi dalam kondisi lemahnya komunikasi orangtua-
remaja. Hal ini terjadi karena ego yang lemah, gagal membelokkan agresi pada
objek diluar dirinya. Ego ini dibentuk oleh keluarga dan lingkungan sosialnya,
percobaan bunuh diri merupakan jalan keluar dari masalah yang dihadapi,
percobaan bunuh diri juga dianggap sebagai suatu cara untuk mengubah realitas
yang terjadi, Pengambilan keputusan dalam bunuh diri cenderung menggunakan
pendekatan heuristis, yang bersifat tidak sistematis dan cepat, hal ini juga
dipengaruhi oleh depresi yang dialami. Untuk itu, kegawatan psikiatri dalam bentuk
bunuh diri perlu diperhatikan dengan saksama untuk meminimalkan resiko kejadian
bunuh diri.
B. Tujuan

a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran umum percobaan bunuh diri dalam kedaruratan
psikiatri

b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian percobaan bunuh diri dalam kedaruratan
psikiatri
2. Untuk mengetahui klasifikasi, penyebab dan manifestasi klinik percobaan
bunuh diri
3. Untuk mengetahui cara penilaian darurat dan penatalaksanaan kedaruratan
psikiatri
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Kegawatdaruratan Psikiatri

Menurut American Psychiatric Association (APA) menyebutkan bahwa kedaruratan


psikiatri adalah gangguan yang bersifat akut, baik pada pikiran, perilaku, atau hubungan
sosial yang membutuhkan intervensi segera yang didefinisikan oleh pasien, keluarga
pasien, atau masyarakat. (Trent, 2013). Kegawatdaruratan psikiatri merupakan keadaan
yang tak terduga dengan potensi katastrophic, dengan demikian diharapkan praktisi
kesehatan mental harus siap untuk mengatasi krisis seperti keinginan bunuh diri, agitasi
dan agresi, serta keadaan confusional state. Berdasarkan data yang dikumpulkan pada
tahun 2001, didapatkan 30% pasien dengan depresi unipolar, 26% psikosis, 20%
dengan penyalahgunaan zat, 14% bipolar, 4% gangguan penyesuaian, 3% gangguan
cemas, dan 2% dengan demensia. Sekitar 40 persen dari semua pasien terlihat di ruang
gawat darurat psikiatri memerlukan rawat inap. Sebagian besar kunjungan terjadi
selama jam malam, dan tidak ada perbedaan antara hari, minggu, bulan, atau tahun.
(Sadock and Sadock, 2010).

Tujuan pelayanan kedaruratan psikiatri yaitu:

a. Memberikan perawatan tepat waktu atas kedaruratan psikiatri,


b. Adanya akses perawatan yang bersifat lokal dan berbasis masyarakat
c. Menyingkirkan etiologi perilaku pasien yang mungkin mengancam nyawa atau
meningkatkan morbiditas medis
d. Berjalannya kesinambungan perawatan.
(Sadock and Kaplan, 2009)
B. Percobaan Bunuh Diri
1. Pengertian
Bunuh diri adalah kematian yang ditimbulkan oleh diri sendiri dan disengaja
(Sadock, 2013). Bunuh diri dipandang sebagai malaise multidimensional pada
kebutuhan individu. Tindakan tersebut dirasakan sebagai pemecahan yang terbaik.
Sedangkan percobaan bunuh diri didefenisikan sebagai tindakan mencelakai diri
sendiri yang cukup serius sehingga membutuhkan pemeriksaan medis dan dilakukan
dengan tujuan untuk mengakhiri hidup. Bunuh diri bukan suatu diagnosis atau
penyakit, melainkan suatu perilaku atau satu bentuk atau cara menuju kematian.
Bunuh diri biasanya merupakan “jeritan minta tolong” (cry for help) untuk
melepaskan diri dari situasi yang tidak menyenangkan. Tindakan ini dilakukan oleh
diri sendiri dan disengaja (Surilena, 2014). Apabila tindakan percobaan bunuh diri
dilakukan terus-menerus tanpa intervensi dari orang lain sangat mungkin dapat
menyebabkan kematian (Roy A, 2010).
Percobaan bunuh diri dilakukan karena adanya emosi negatif karena emosi-
emosi negatif yang dirasakannya. Hal ini terjadi karena ego yang lemah, gagal
membelokkan agresi pada objek diluar dirinya. Ego ini dibentuk oleh keluarga dan
lingkungan sosialnya, percobaan bunuh diri merupakan jalan keluar dari masalah
yang dihadapi, percobaan bunuh diri juga dianggap sebagai suatu cara untuk
mengubah realitas yang terjadi, Pengambilan keputusan dalam bunuh diri cenderung
menggunakan pendekatan heuristis, yang bersifat tidak sistematis dan cepat, hal ini
juga dipengaruhi oleh depresi yang dialami. Depresi ditandai oleh tiga hal yang
kemudian membentuk skema kognitif yang bersifat negatif. Tiga hal ini meliputi
pandangan negatif pada diri dan masa depan, adanya pengulangan ide bunuh diri
dan pikiran ambivalen, dan distorsi kognitif yang membuatseseorang tidak bisa
berpikir mengenai solusi lain yang lebih baik.
Pasien psikiatri yang termasuk kelompok dengan risiko tinggi melakukan bunuh
diri adalah depresi (dalam segala bentuk), gangguan kepribadian (antisosial dan
borderline disertai sifat impulsif, agresif dan perubahan mood yang frekuen,
alkoholik (dengan / atau penyalahgunaan zat pada remaja), skizofrenia, gangguan
mental organik, gangguan mental lain (Donald, 2016). Bunuh diri merupakan salah
satu kedaruratan psikiatri. Pada pasien gangguan mental perlu dilakukan evaluasi
psikiatrik darurat. Evaluasi psikiatrik darurat adalah menilai secara tepat saat pasien
mengalami krisis untuk dilakukan penatalaksanaan lebih lanjut (Roan, 2008). Pada
pasien gangguan mental dengan risiko bunuh diri perlu kiranya memperhatikan
deliberating self harm. Deliberating self harm atau cedera yang diakibatkan diri
sendiri. Tindakan mencederai diri sendiri dan percobaan bunuh diri tidak selalu
melibatkan keinginan untuk mati, meskipun terdapat hubungan yang erat antara
percobaan bunuh diri, mencederai diri sendiri dan percobaan bunuh diri yang
berhasil. Self injury pada pasien psikiatri diperkirakan 50 kali lebih besar
dibandingkan dengan populasi umum (Roan, 2008).
Menurut Shives (2008) mengemukakan rentang harapan putus harapan
merupakan rentang adaptif maladaptif. Respon adaptif merupakan respon yang
dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang secara umum
berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu
dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial
dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain:
1. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis.
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan
masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang bermanfaat
sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta
yakin tidak ada yang membantu.
2. Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan merasa
gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya :
Kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan
merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semuanya dapat berakhir dengan
bunuh diri.
a) Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan
kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu
ke luar dari keadaan depresi berat.
b) Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Laraia, 2005).
2. Klasifikasi
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori (Stuart, 2006):
a. Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa
seseorang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin
bunuh diri mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan
berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mengomunikasikan secara non
verbal.
b. Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan
oleh individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
c. Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri
akan terjadi jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri,
meliputi:
a. Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh
faktor lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong
seseorang untuk bunuh diri.
b. Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
c. Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor
dalam diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
3. Penyebab
a. Faktor Mood dan Biokimiawi otak
Ghansyam pandey menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam manusia
bisa mempengaruhi mood yang memicu keinginan mengakhiri nyawa
sendiri. Pandey mengetahui faktor tersebut setelah melakukan eksperimen
terhadap otak 34 remaja yang 17 diantaranya meninggal akibat bunuh diri.
Ditemukan bahwa tingkat aktivitas protein kinase C (PKC) pada otak pelaku
bunuh diri lebih rendah dibanding mereka yang meninggal bukan karena
bunuh diri.
Hj. Rooswita mengatakan, “depresi berat menjadi penyebab utama. Depresi
timbul karena pelaku tidak kuat menanggung beban permasalahan yang
menimpa. Karena terus menerus mendapat tekanan, permasalahan kian
menumpuk dan pada puncaknya memicu keinginan bunuh diri.”
b. Faktor riwayat gangguan mental
Dalam otak kita gterdapat berbagai jaringan, termasuk pembuluh darah. Di
dalamnya juga terdapat serotonin, adrenalin, dan dopamin. Ketiga cairan
dalam otak itu bisa menjadi petunjuk dalam
neurotransmiter(gelombang/gerakan dalam otak) kejiwaan manusia. Karena
itu, kita harus waspadai bila terjadi peningkatan kadar ketiga cairan itu di
dalam otak. Biasanya, bila kita lihat dari hasil otopsi para korban kasus
bunuh diri, cairan otak ini tinggi, terutama serotonin.
Apa penyebab umum yang meningkatkan kadar cairan otak itu? Sebagai
contoh adanya masalah yang membebani seseorang sehingga terjadi stress
atau depresi. Itulah yang sering membuat kadar cairan otak meningkat.
c. Faktor meniru, imitasi, dan pembelajaran
Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada Proses Pembelajaran. Para korban
memiliki pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah melakukan
percobaan bunuh diri atau meninggal karena bunuh diri. Tidak hanya itu,
bisa juga terjadi pembelajaran dari pengetahuan lainnya. Proses pembelajran
di sini merupakan asupan yang masuk ke dalam memori seseorang. Memori
itu bisa menyebabkan perubahan kimia lewat pembentukan protein-protein
yang erat kaitannya dengan memori. Sering kali banyak yang idak
menyadari Proses Pembelajaran ini sebagai keadaan yang perlu diwaspadai.
Bahkan, kita baru paham kalau pasien sudah diperiksa psikiater/dokter. Kita
perlu memperhatikan bahwa orang yang pernah mencoba bunuh diri
denngan cra yang halus, seperti minum racun bisa melakukan cara lain yang
lebih keras dari yang pertama bila yang sebelumnya tidak berhasil.
d. Faktor isolasi sosial dan Human Relations
Secara umum, stress muncul karena kegagalan beradaptasi. Ini dapat terjadi
di lingkungan pekerjaan, keluarga, sekolah, pergaulan dalam masyarakat,
dan sebagainya. Demikian pula bila seseorang merasa terisolasi, kehilangan
hubungan atau terputusnya hubungan dengan orang lain yang disayangi.
Padahal hubungan interpersonal merupakan sifat alami manusia. Bahkan
keputusan bunuh diri juga bisa dilakukan karena perasaan bersalah. Suami
membunuh istri, kemudian dilanjutkan membunuh dirinya sendiri, bisa
dijadikan contoh kasus.
e. Faktor hilangnya perasaan aman dan ancaman kebutuhan dasar
Penyebab bunuh diri yang lain adalah rasa tidak aman. Rasa tidak aman
merupakan penyebab terjadinyabanyak kasus bunuh diri di Jakarta dan
sekitarnya akhir-akhir ini. tidak adanya rasa aman untuk menjalankan usaha
bagi warga serta ancaman terhadap tempat tinggal mereka berpotensi kuat
memunculkan gangguan kejiwaan seseorang hingga tahap bunuh diri.

Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang perilaku


resiko bunuh diri meliputi:

 Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien berisiko untuk bunuh diri yaitu
gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
 Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko bunuh
diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
 Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang
dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang
berhubungan dengan bunuh diri.
 Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko
untuk perilaku resiko bunuh diri
 Faktor biokimia
Proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan dopamine dapat menimbulkan perilaku
resiko bunuh diri.
4. Manifestasi Klinik
Pasien dengan risiko dan tindakan bunuh diri mungkin datang dengan :
• Ancaman untuk melukai atau bunuh diri
• Mencari jalan untuk bunuh diri misalnya mencari akses ke obat-obatan, senjata,
atau cara lainnya
• Bicara atau menulis sesuatu tentang kematian, sekarat, atau bunuh diri

Tanda fisik Tanda pikiran Tanda perasaan Tanda perilaku


- Tidak - ”saya tdk - Putus asa - Menarik diri
peduli membutuhkan - Marah - Tidak tertarik
penampilan apa-apa lagi” - Rasa bersalah dg hal2 yg dulu
- Hilamg hasrat - ”saya tidak bisa - Tidak berarti disukai
seksual berbuat apapun - Kesepian - Perilaku tidak
- Gangguan tidur yang baik” - Sedih menentu
- Hilang nafsu - “saya tidak bisa - Tidak ada - Perubahan
makan, BB berpikir benar” harapan perilaku drastis
- Keluhan - “saya berharap - Tidak tertolong - Impulsif
kesehatan saya mati” - Mutilasi diri
fisik - “segalanya akan - Mengembalikan
lebih baik tanpa barang2,
saya” mengubah
- “Semua masalah wasiat,
akan berakhir menitipkan hal2
secepatnya” yg dicintai
C. Penilaian Darurat dan Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Psikiatri
A. Penilaian Darurat
1. Wawancara untuk mengkaji kemungkinan penyebab :
a. Penyakit fisik : epilepsi, tumor, penyakit Alzheimer, multiple sklerosis,
trauma, keganasan dan lain-lain.
b. Ringkasan gangguan jiwa & komorbiditas gangguan jiwa
2. Wawancara untuk mengkaji faktor risiko dan faktor protektif

Faktor Resiko Faktor Protektif


- Ide, rencana, & akses ke alat-alat saat ini - Dukungan sosial yang
- Riwayat percobaan bunuh diri/melukai positif
diri sendiri - Spiritualitas
- Riwayat keluarga dengan bunuh diri - Tanggungjawab pada
- Penyalahgunaan alkohol/zat psikoaktif keluarga, aset ekonomi
- Riwayat gangguan jiwa saat - Memiliki anak atau hamil
ini/sebelumnya - Kepuasan hidup
- Baru pulang dr perawatan di rawatan - Memiliki kemampuan
psikiatri membedakan mana yg nyata
- Impulsivitas & kontrol diri rendah dan tidak nyata
- Keputusasaan - Memiliki ketrampilan
- Kehilangan menyelesaikan masalah
- Masalah yg berkepanjangan - Hubungan terapeutik yang
- Riwayat perilaku salah & kekerasan positif
- Kondisi akut : dipermalukan, rs putus - Memiliki hobi, aktivitas
asa rekreasional
- Masalah komorbiditas kesehatan
- Usia, jenis kelamin, tidak menikah,
homoseksual
3. Lakukan pemeriksaan fisik utk mencari kemungkinan tanda-tanda :
• Sayatan pd pergelangan tangan
• Luka tusuk di dada/abdomen,
• luka tembak
• Jejas bekas gantung diri
• Luka memar akibat jatuh atau membentur benda keras
• Bau muntah racun serangga
• Tanda intoksikasi obat2an tertentu

B. Penatalaksanaan

1. Yang harus dilakukan :


• Waspada
• Bertindak
• Terbuka
• Menyediakan diri
• Meu mendengarkan
• Harapan
• Jejaring bantuan
2. Yang harus dihindari :
• Menantang untuk melakukan tindakan bunuh diri
• Terlihat terpukul /terkejut
• Bertanya “kenapa”
• Menghakimi
• Menjanjikan untuk menjadikan hal ini rahasia
• Pemberian antidepresan hati2  memperbesar risiko percobaan bunuh diri

3. Tindakan Khusus

Mereka yang telah merencanakan - Perlu dirawat


bunuh diri saat ini - Menyingkirkan alat
- Membina hubungan terus
dengan pasien & kontak sumber
dukungan terdekat
Mereka yang tampak gelisah & sulit Lakukan manajemen gaduh gelisah
mengendalikan diri

Mereka yang memiliki rasa nyeri & Bantu untuk mengurangi rasa nyeri &
sesak sesak

Mereka yang dengan perilaku bunuh Lindungi dari bahaya seperti yang dulu
diri sebelumnya pernah dilakukan

Mereka yang memiliki gangguan jiwa Hubungkan ke layanan kesehatan jiwa


4. Manajemen untuk mencegah percobaan bunuh diri berikutnya

Bila kondisi pasien sudah stabil :

1. Awasi, jangan biarkan pasien sendirian

2. Simpan benda benda yang dapat digunakan untuk bunuh diri : benda tajam,
tali, ikat pinggang, racun serangga

3. Apabila pasien minum obat  pastikan obat benar-benar diminum dalam


dosis yang sesuai

4. Buat kontrak : tidak akan melakukan tindakan bunuh diri pada periode waktu
tertentu

5. Tegakkan hubungan saling percaya dengan pasien

6. Jangan menghakimi perilaku pasien

7. Tingkatkan harga diri pasien : memberikan aspek positif diri, menyusun


rencana jangka pendek

8. Kerahkan dukungan keluarga/orang terdekat. Edukasi supaya memberikan


dukunga kepada pasien

9. Ajak pasien untuk mengenali potensi penyelesaian masalah yang selama ini
efektif
BAB III

PEMBAHASAN

A. RINGKASAN KASUS KEDARURATAN

Dilansir dari sumber berita suarajawatengah.id, diberitakan telah terjadi


percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh seorang bapak (EG) berusia 48 tahun dan
anaknya (IM) berusia 12 tahun. Kejadian ini terjadi di Desa Ngembal Kulon,
Kecamatan Ngembal, Kudus, Jawa Tengah. Kasus ini terjadi pada tanggal 8
Oktober 2020 pukul 17.00 WIB. IM ditemukan tidak sadarkan diri dengan posisi
duduk dikursi dan terikat sarung sedangkan sang bapak EG tergeletak di tanah
dengan tangan kiri tampak terluka dan berdarah. Diduga IM dicekik oleh EG
menggunakan sarung. Pada saat kejadian ini sang istri sedang tidak ada dirumah.
Ketika sang istri pulang, dia langsung kaget karena suami dan anaknya sudah tidak
sadarkan diri dan langsung meminta bantuan. Ketika dilakukan evakuasi EG dan IM
masih hidup dan langsung dibawa ke rumah sakit Loekmono Hadi Kudus. Namun
ketika diperjalanan nyawa IM sudah tidak dapat diselamatkan dan akhirnya
meninggal dunia. Motif dari percobaan bunuh diri ini yaitu karena selama beberapa
hari yang lalu EG merasa tidak enak badan dan berfikir bahwa dirinya positif covid
19 hingga akhirnya depresi. Sebelumnya EG melakukan tes rapid di Puskesmas
Ngembal Kulon namun hasilnya reaktif. Karena merasa belum puas dengan
hasilnya akhirnya EG melakukan tes swab secara mandiri di salah satu klinik di
daerah Kudus. Namun sebelum hasil tes swab keluar, EG sudah merasa depresi dan
frustasi akan kondisi kesehatannya hingga akhirnya melakukan percobaan bunuh
diri. Awalnya EG ingin melalukan percobaan bunuh diri sendirian namun ia teringat
beberapa hari terakhir anaknya juga sering sesak nafas karena asma namun ia
mengira bahwa anaknya positif covid 19 dan akhirnya ia mengajak anaknya untuk
bunuh diri. Setelah dilakukan pemeriksaan, EG mengakui perbuatannya dan ia yang
telah membuat anaknya meninggal. Berdasarkan hasil tes kejiwaan yang telah
dilakukan, kondisi kejiwaan EG normal sehingga secara psikologis dinyatakan
benar - benar sehat dan tidak ada gangguan kejiwaan.

B. PEMBAHASAN

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Valentina dan Helmi (2016) dengan
judul "Ketidakberdayaan dan Perilaku Bunuh Diri" menjelaskan bahwa percobaan
bunuh diri adalah suatu tindakan yang tidak fatal, menyakiti diri sendiri dengan
maksut eksplisit untuk kematian. Dalam jurnal ini juga menjelaskan bahwa faktor
yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan percobaan bunuh diri selain ingin
menyakiti diri sendiri dengan sengaja yaitu karena merasa bersalah atau merasa
kurang mampu, suasana hati depresi, ide - ide bunuh diri dan riwayat keluarga
dengan bunuh diri serta perasaan ketidakberdayaan (Large, Smith, Sharma,
Nielssen, & Singh, 2011). Berdasarkan kasus yang terjadi pada EG di daerah Kudus
tersebut, faktor yang mempengaruhi EG melakukan percobaan bunuh diri yaitu
keadaan suasana hati yang sedang depresi karena merasa terpapar positif covid 19
dan berfikir jika ia terpapar covid 19 ia akan mati sehingga membuat EG merasa
tidak berdaya.

Menurut Silverman, et al (2007) menyatakan bahwa percobaan bunuh diri


adalah perbuatan yang ditimbulkan oleh diri sendiri, suatu perilaku yang berpotensi
melukai diri sendiri dengan hasil yang tidak fatal dan ada bukti baik itu eksplisit
ataupun implisit dari keinginan untuk mati. Untuk menggambarkan tingkat luka,
maka dibedakan dengan percobaan bunuh diri tipe I untuk yang tanpa luka dan
percobaan bunuh diri tipe II untuk percobaan bunuh diri yang menimbulkan luka.
Berdasarkam kasus percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh EG, ia melakukan
percobaan bunuh diri tipe II karena ketila dilakulan evakuasi tampak tangan EG
terluka dan berdarah.

Sebelum EG melakukan percobaan bunuh diri dengan anaknya IM, diduga


EG merasa cemas, depresi akan kondisi kesehatannya yang ia rasa beberapa hari
terakhir merasa tidak enak badan dan langsung mengira bahwa ia terpapar covid 19
padahal hasil pemeriksaan tes swab belum keluar sehingga memunculkan ide untuk
melakukan bunuh diri. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dijelaskan dalam
penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi dan Undarwati (2014) yang berjudul
"Suicide Ideation Pada Remaja Di Kota Semarang" menyatakan bahwa tindakan
bunuh diri selalu didahului dengan adanya suicide ideation. Istilah suicide ideation
mengacu pada pemikiran bahwa hidup ini tidak layak dijalani, mulai dari intensitas
pikiran yang hanya sekilas sampai yang secara nyata dipikirkan dengan baik
mengenai rencana untuk membunuh diri sendiri atau obsesi yang lengkap dengan
merusak diri sendiri (Scanlan & Purcell, 2007)

Berdasarkan pernyataan yang dijelaskan pada penelitian yang dilakukan oleh


Pratiwi dan Undarwati (2014) menjelaskan suicide ideation muncul karena adanya
faktor ketidakmampuan suatu individu dalam menghadapi masalah. Timbulnya
masalah dan respon dalam menghadapi masalah ini berkaitan dengan kemampuan
memecahkan masalah. Penelitian Burton et.al, (2011) menyatakan rendahnya
kemampuan memecahkan masalah berkaitan dengan tingginya suicide ideation.
Individu yang memiliki kemampuan baik dalam memecahkan masalah cenderung
merespon masalah dengan lebih baik. Mereka akan lebih logis dalam mencari jalan
keluar. Berbeda dengan yang tidak memiliki kemampuan cukup baik dalam
memecahkan masalah, mereka akan cenderung emosional dan terlalu cepat untuk
putus asa dan menyerah.

Selain itu, faktor kurangnya memperoleh perhatian juga berpengaruh


terhadap munculnya suicide ideation. Kurangnya perhatian berkaitan dengan
dukungan sosial yang diperoleh. Sebagaimana hasil penelitian Almeida, et.al,
(2012) menyebutkan bahwa dukungan sosial yang buruk dapat memicu timbulnya
suicide ideation. Perhatian atau dukungan sosial menjadi penting terutama ketika
seseorang sedang mengalami masalah atau keterpurukan. Individu akan cenderung
lebih kuat ketika ada seseorang menemaninya untuk mendengarkan keluh kesahnya.
Hal ini berbeda dengan individu yang hanya sendiri dalam menghadapi
permasalahan dikarenakan beban, rasa sakit bahkan kemarahan yang dirasakan
seolah - olah hanya dipikulnya sendiri sehingga menyerah pada hidup mungkin
akan terlintas pada pikiran. Hal ini diduga terjadi seperti apa yang dialami oleh EG.
Ia kurang mendapatkan dukungan sosial atau perhatian dari sang istri dan
kurangnya komunikasi dari dua belah pihak sehingga EG hanya memendam
masalahnya sendiri dan menimbulkan pikiran untuk mengakhiri hidupnya dengan
cara bunuh diri.

Dalam kasus ini, EG sudah merasa putus asa dengan kondisi kesehatannya.
Meskipun hasil pemeriksaan tes swab, ia sudah beranggapan bahwa ia pasti positif
covid 19 dan hal itu yang membuat EG merasa ketakutan dan depresi hingga
akhirnya melakukan bunuh diri. Kesehatan yang buruk merupakan salah satu faktor
utama dalam meningkatkan suicide ideation (Almeida, et.al, 2012). Sementara
dalam temuan Yip, et.al, (2004) menerangkan bahwa kesehatan yang buruk menjadi
faktor risiko dalam percobaan bunuh diri. Pengaruh kesehatan yang buruk terhadap
suicide ideation dapat dikarenakan bahwa kesehatan yang buruk akan membatasi
kehidupan individu seperti dalam berhubungan dengan orang lain maupun untuk
melakukan aktivitas - aktivitas tertentu. Terkadang individu yang menderita sakit
juga harus mematuhi aturan - aturan, dimana hal - hal tersebut dapat menyebabkan
timbulnya kebosanan dan mengurangi tingkat kebahagiaan. Selain itu, sakit yang
dirasakan dapat menguatkan keinginan individu untuk menghentikan rasa sakit yang
dialami sehingga terlintas suicide ideation . Seperti yang terjadi pada EG, ia
mengira bahwa dirinya positif covid 19 dan biasanya orang yang terpapar covid 19
harus melakukan isolasi mandiri selama 14 hari sehingga tidak dapat melakukan
aktivitas apapun. Jika selama isolasi kondisi kesehatan orang dengan positif covid
19 memburuk maka akan berujung dengan kematian. Hal itulah yang diduga
menjadi motif percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh EG. Karena EG berfikir
bunuh diri adalah jalan keluar satu - satunya jalan keluar untuk menyelesaikan
masalahnya.

Kasus percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh EG ini relevan dengan
pernyataan pada penelitian yang dilakukan oleh Mukarromah dan Nuqul
(2014)yang berjudul "Dinamika Psikologis Pada Pelaku Percobaan Bunuh Diri"
menyatakan bahwa percobaan bunuh diri dilakukan karena adanya emosi negatif
karena emosi - emosi negatif yang dirasakannya. Hal ini terjadi karena ego yang
lemah, gagal dalam membelokkan agresi pada objek diluar dirinya. Ego ini dibentuk
oleh keluarga dan lingkungan sosialnya. Percobaan bunuh diri merupakan jalan
keluar dari masalah yang dihadapi, percobaan bunuh diri juga dianggap sebagai
suatu cara untuk mengubah realitas yang terjadi. Pengambilan keputusan dalam
bunuh diri cenderung menggunakan pendekatan heuristis yang bersifat tidak
sistematis dan cepat. Hal ini juga dipengaruhi oleh depresi yang dialami. Depresi
disini ditandai oleh 3 hal yang kemudian membentuk skema kognitif yang bersifat
negatif. Tiga hal ini meliputi pandangan negatif pada diri dan masa depan, adanya
pengulangan ide bunuh diri dan pikiran ambivalen serta distorsi kognitif yang
membuat seseorang tidak bisa berpikir mengenai solusi lain yang lebih baik.
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan

Kedaruratan psikiatri merupakan keadaan yang tak terduga dengan potensim


katastrophic Berdasarkan konsensus yang di kembangkan oleh American Psychiatric
Association menyebutkan bahwa kedaruratan pskiatri adalah gangguan yang bersifat
akut baik pada pikiran , perilaku atau hubungan sosial yang membutuhkan intervensi
segera.Pada pembahasan ini kedaruratan psikiatri dengan percobaan bunuh diri , yaitu
perbuatan yang di timbulkan oleh diri sendiri , perilaku yang berpotensi melukai diri
sendiri .Percobaan bunuh diri muncl karena adanya faktor ketidakmampuan suatu
individu dalam menghadapi masalah selain itu faktor kurangnya memperoleh perhatian
berkaitan dengan dukungn sosial yang di peroleh.Oleh karena perlu di lakukan fase atau
komponen dari intervensi psikososial yaitu membangun hubungan (Building an
alliance), menghadapi krisis melalui proses stabilisasi dan intervensi ( dealing with the
crisis driving the presentation through some form of stabilization or intervension) dan
juga melakukan psikotherapi.

1.2 Saran
Perilaku bunuh diri dapat di cegah atau dihindarkan dengan beberapa cara ,sebagai
perawat kita bisa memberikan intervensi dukungan sosial maupun therapi Work.

1. Selalu berfikir positif akan segala hal


2. Selalu mendekatkan diri kepada Tuhan yang Maha Esa
3. Menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan yang positif
4. Jangan mencoba-coba sesuatu yang tidak baik
DAFTAR PUSTAKA

Almeida, O.P., B. Draper, J. Snowdon, N.T. Lautenschlager, J. Pirkis, G. Byrne, M. Sim, N.


Stocks, L. Flicker, dan J.J. Pfaff. 2012. Factors Associated with Suicidal Thoughts in
A Large Community Study of Older Adults. The British Journal of
Psychiatry.201:466-472
Burton, C.Z., L. Vella, J.A. Weller, dan E.W. Twamley. 2011. Differential Effects of
Executive Functioning on Suicide Attempts.
Journal Neuropsychiatry Clin Neurosci.23/2:173-179 Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan
Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan (LP & SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program
S1 Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Jacobs D and Brewer M, 2004, APA Practice Guideline Provides Recommendations for
Assesing and Treating Patients With Suicidal Behaviours, Psychiatric Annals 34:5
halaman 373-380.
Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC.

Large, M., Smith, G., Sharma, S., Nielssen, O., & Singh, S. P. (2011). Systematic review
and meta-analysis of the clinical factors associated with the suicide of psychiatric in-
patients. Acta Psychiatrica Scandinavica, 124, 18–29.
Mukarromah, L., & Nuqul, F. L. (2014). Dinamika psikologis pada pelaku percobaan
bunuh diri. 11.
Pratiwi, J., & Undarwati, A. (2014). Developmental and Clinical Psychology.
Developmental and Clinical Psychology, 3(1), 24–34.
Riba M.B, Ravindranath D., 2010, Clinical Manual of Emergency Psychiatry 1st ed.
American Psychiatric Publishing Inc., Washington DC.
Sadock BJ, Kaplan HI, Sadock VA, 2009, Kaplan and Sadock’s Comprehensive Textbook
of Psychiatry: Other Psychiatric Emergencies. 9th ed., Lippincott Williams & Wilkins,
Philadelphia
Sadock B.J & Sadock V.A, 2010, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Science / Clinical Psychiatry, 10 th Edition, Lippincott Williams & Wilkins, New
York
Scanlan, F., & Purcell, R. (2007). Myth Buster: Suicidal Ideation. National Youth Mental
Health Foundation.
Silverman, M. M., Berman, A. L., Sanddal, N. D., O’Carroll, P. W., & Joiner, T. E. (2007).
Rebuilding the tower of Babel: A revised nomenclature for the study of suicide and
suicidal behaviors part 2: Suicide-related ideations, communications, and behaviors.
Suicide & LifeThreatening Behavior, 37(3), 264–277.
Stuart, G. W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Trent James, 2013, „A Review of Psychiatric Emergencies‟, CME Resource, Sacramento,
California

Valentina, T. D., & Helmi, A. F. (2016). Ketidakberdayaan dan Perilaku Bunuh Diri :
24(2), 123–135. https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.18175
Yip, P.S.F., K.Y. Liu, T.H. Lam, S.M. Stewart, E. Chen, dan S. Fan. 2004. Suicidality
Among High School Student in Hong Kong, SAR. Suicide and Life-Threatening
Behaviour.34/3: 284-297
Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama
LAMPIRAN
DCP 3 (1) (2014)

Developmental and Clinical Psychology


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/dcp

SUICIDE IDEATION PADA REMAJA DI KOTA SEMARANG

Jeli Pratiwi  , Anna Undarwati

Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


_______________ ________________________________________________________________
_ ___
Sejarah Artikel: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keparahan dan intensitas suicide ideation yang terjadi
Diterima Agustus 2014pada remaja serta faktor-faktor yang mempengaruhi suicide ideation pada remaja khususnya di kota
Disetujui September 2014
Semarang. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja di Kota Semarang yang berusia 12 sampai 22 tahun
Dipublikasikan Oktober
dan masih menempuh pendidikan baik di tingkat SMP dan SMA sederajat serta di Perguruan Tinggi. Teknik
2014 sampling yang digunakan diantaranya: teknik sampel random, sampel proporsional,dan accidental sampling.
_______________ Metode pengumpulan data dengan memodifikasi pada Columbia-Suicide Severity Rating Scale (C-SSRS)
disertai sebuah pertanyaan terbuka untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi suicide ideation.
_ Hasil penelitian menunjukkan sekitar satu per tiga remaja dari 442 responden memiliki atau pernah
Keywords: mengalami suicide ideation. Secara umum keparahan suicide ideation yang dialami responden belum
suicide ideation,
termasuk dalam kategori serius dengan intensitas rendah. Berbagai faktor yang mempengaruhi suicide
adolescent.
ideation pada remaja, seperti: masalah keluarga, percintaan, tekanan psikologis, permasalahan yang
____________________
dihadapi, kurang memperoleh perhatian, masalah di sekolah, pertemanan, harga diri rendah, tekanan sosial
dan ekonomi, bosan hidup, putus asa, kesehatan, kematian seseorang, takut masa depan, dan kegagalan.
Diketahui pula metode dalam suicide ideation seperti dengan overdosis obat, melompat dari ketinggian,
menggunakan senjata tajam, bunuh diri di jalan, gantung diri, menenggelamkan diri, tidak makan, dan
menghentikan pengobatan.

Abstract
________________________________________________________________
___
The purpose of this research is to know the severity and intensity of suicide ideation happens to adolescent as
well as the factors that influence suicide ideation in adolescent particularly in Semarang city. The population
in this research were adolescents in Semarang aged 12 to 22 years old and still studying at both the junior
and senior high school or equivalent and at college. The sampling techniques used include: random sampling
technique, the sample proportionate, and accidental sampling. Method of collecting data by modifying the
Columbia Suicide Severity Rating Scale (C-SSRS) accompanied by an open question to find out the factors
that influence suicide ideation. The results showed about one-third of the 442 respondents have or had
experienced suicide ideation. In general, the severity of suicide ideation experienced by respondents are not
included in the serious category of low intensity. Various factors influencing suicide ideation in adolescent,
such as: family issues, romance, psychological distress, problems encountered, less gained the attention,
problems at school, friendship, low self esteem, social and economic pressures, bored, hopeless, health,
death of a person, fear of the future, and failure. Also known as a method in suicide ideation with a drug
overdose, jumping from a height, using a sharp weapon, commits suicide in the street, hanging himself,
drown himself, not eating, and stopping treatment.

© 2014 Universitas Negeri Semarang

24
Jeli Pratiwi / Developmental and Clinical Psychology 3 (1) (2014)


Alamat korespondensi: ISSN 2252-6358
Gedung A1 Lantai 2 FIP Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: jeli_qshineseta@yahoo.com

PENDAHULUAN

Berdasarkan laporan World Health rendah, sedangkan selama masa remaja risiko
Organization (WHO) yang dirilis pada 7 ini meningkat.
September 2012, menjelang peringatan hari
Santrock (2007:22) menyatakan bahwa remaja
pencegahan bunuh diri internasional pada
perempuan lebih sering melakukan percobaan
tanggal 10 September, sekitar satu juta orang
bunuh diri sementara remaja laki-laki lebih
bunuh diri setiap tahun. Laporan tersebut
berhasil dalam bunuh diri tersebut. Penelitian
menunjukkan bahwa terjadi satu kasus bunuh
Nock dan Kessler (2006) dengan hasil bahwa
diri setiap 40 detik (Priscillia, 2012). Secara
perempuan lebih banyak melakukan self injury
global, kasus bunuh diri menjadi penyebab
daripada laki-laki. Namun, laki-laki yang
kematian kedua seluruh dunia di kalangan
melakukan self injury lebih mungkin melakukan
remaja berusia 15-19 tahun, dengan
usaha bunuh diri daripada gerak isyarat bunuh
sekurangnya 100.000 remaja bunuh diri setiap
diri.
tahun (Priscillia, 2012).
Bunuh diri merupakan suatu perbuatan yang
Januari sampai Juni 2011, 17 dari 23 anak
dilakukan dengan sengaja untuk mengambil
yang mencoba bunuh diri ditemukan meninggal
jiwa sendiri (Kartono, 2000:142). Berkaitan
dunia dengan kondisi tidak wajar dengan itu, Hadriami (2006:207) menyatakan
(Manumoyoso, 2012). Ketua Komisi Nasional bahwa tindakan bunuh diri selalu didahului
Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, Senin dengan adanya suicide ideation.
23 Juli 2012 di Jakarta mengungkapkan pada
kurun Januari sampai Juni 2012, tercatat 20 Istilah suicide ideation mengacu pada pemikiran
kasus percobaan bunuh diri oleh anak berusia bahwa hidup ini tidak layak dijalani, mulai dari
13 sampai 17 tahun, dimana tujuh diantaranya intensitas pikiran yang hanya sekilas sampai
dapat diselamatkan. Menurut Komnas yang secara nyata dipikirkan dengan baik
mengenai rencana untuk membunuh diri
Perlindungan Anak, dari 37 kasus bunuh diri di sendiri, atau obsesi yang lengkap dengan
tahun 2012, hampir 50 % akibat putus cinta (Nn, merusak diri sendiri. Pikiran ini tidak jarang
2012). terjadi pada anak muda (Scanlan dan Purcell,
n.d).
Bunuh diri semakin meningkat pada remaja.
Pendapat ini didukung oleh hasil penelitian Beberapa hasil penelitian berikut menunjukkan
Carlson dan Cantwell (1982) yaitu bahwa faktor-faktor yang berkaitan dengan fenomena
suicide ideation yang parah meningkat sekitar bunuh diri (percobaan bunuh diri, menyakiti
pubertas dan berkorelasi dengan depresi yang diri, rencana, ancaman, dan suicide ideation)
semakin parah pula. Senada dengan hal khususnya pada remaja. Faktorfaktor tersebut
tersebut, penelitian Vinas, et al (2002) antara lain: depresi, dimana sebagian besar
menunjukkan bahwa selama masa kanak-kanak anak muda dan anak-anak yang memiliki
risiko bunuh diri dan usaha bunuh diri sangat suicide ideation merasa tertekan dan
25
Jeli Pratiwi / Developmental and Clinical Psychology 3 (1) (2014)

memenuhi kriteria diagnosis depresi (Carlson Hampir semua remaja yang mengalami suicide
dan Cantwell, 1982; Vinas, et al, 2002; Nock dan ideation pada studi pendahuluan ini dihadapkan
Kazdin, 2002; Yip, et al, 2004; Evans, Hawton, pada lebih dari satu permasalahan. Adanya
dan Rodham, 2004; Maras, et al, 2011), depresi, putus asa, perasaan sendiri dan tidak
keputusasaan (Carlson dan Cantwell, 1982; ada yang memahami serta tidak adanya
Vinas, et al, 2002; Nock dan Kazdin, 2002; Lai dukungan dari pihak lain juga turut menguatkan
Kwok dan Shek, 2008), pikiran negatif dan timbulnya suicide ideation.
anhedonia (Nock dan Kazdin, 2002), serta harga
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
diri rendah dapat menambah risiko untuk
mengetahui keparahan dan intensitas suicide
suicide ideation (Vinas, et al, 2002; Maras, et al,
ideation pada remaja serta faktor-faktor yang
2011). Selain itu, masalah dalam keluarga
mempengaruhi suicide ideation pada remaja di
seperti: riwayat psikopatologi keluarga, adanya
kota Semarang.
riwayat bunuh diri keluarga, disfungsi keluarga,
disharmonis keluarga, kontrol yang berlebihan
juga berkaitan dengan suicide ideation remaja METODE PENELITIAN
(Carlson dan Cantwell, 1982; Vinas, et al, 2002;
Yip, et al, 2004; Evans, Hawton, dan Rodham, Populasi dan sampel
2004; Herba, et al, 2008; Maras, et al, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
Faktor lain yang turut mempengaruhi suicide remaja di Kota Semarang yang berusia 12
ideation pada remaja adalah: bullying dimana sampai 22 tahun dan masih menempuh
menjadi faktor risiko potensial terhadap pendidikan baik di tingkat SMP/ sederajat,
depresi, suicide ideation, dan percobaan bunuh SMA/ sederajat, maupun di Perguruan Tinggi.
diri pada remaja baik yang menjadi korban, Responden dalam penelitian ini diwakili oleh
pelaku, serta yang paling bermasalah adalah siswa di SMP Barunawati, MTs N 02, SMP Ibu
yang menjadi korban maupun pelaku bullying Kartini, SMP N 30, SMP N 37, SMK N 10, SMK
(Klomek, et al, 2007; Herba, et al, 2008). Swadaya, SMA Mataram, SMA N 06, SMA N 11,
Pelecehan fisik dan seksual (Evans, Hawton, dan serta mahasiswa di Universitas Negeri
Rodham, 2004), adanya masalah di sekolah Semarang. Jumlah data valid sebanyak 442 dari
seperti: prestasi akademik buruk, kehadiran 456 responden. Teknik sampling yang
sekolah yang kurang, dan sikap negatif terhadap digunakan diantaranya: teknik sampel random
sekolah (Evans, Hawton, dan Rodham, 2004), untuk menentukan sekolah yang akan dilakukan
meminum alkohol (Yip, et al, 2004), serta penelitian, teknik sampel proporsional untuk
perfeksionisme (Flamenbaum dan Holden, n.d) menentukan jumlah responden pada setiap
juga menjadi faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan, serta teknik accidental
suicide ideation. sampling untuk menentukan sampel di tingkat
Perguruan Tinggi.
Studi pendahuluan pada penelitian ini dilakukan
melalui wawancara sederhana yang dilakukan Teknik pengumpulan data
secara bertahap.Studi pendahuluan dilakukan Instrumen yang digunakan untuk
terhadap 10 orang remaja putri berusia 19 mengumpulkan data pada penelitian ini adalah
sampai 22 tahun di Kota Semarang.Hasil dari skala suicide ideation yang memodifikasi pada
studi pendahuluan diketahui enam dari 10 Columbia-Suicide Severity Rating Scale (C-SSRS)
remaja putri tersebut menyatakan pernah oleh Posner, et al (2011) disertai sebuah
memiliki keinginan untuk mati bahkan ada pula pertanyaan terbuka untuk mengetahui
yang telah memiliki pikiran untuk bunuh diri faktorfaktor yang mempengaruhi suicide
(suicide ideation). ideation.

26
Jeli Pratiwi / Developmental and Clinical Psychology 3 (1) (2014)

HASIL DAN PEMBAHASAN sampai pada rencana mendalam mengenai


perilaku bunuh diri yang sebenarnya, serta
Berdasarkan data dari 442 responden, sebanyak merupakan tingkat terendah dari rangkaian
133 responden pernah memiliki suicide perilaku bunuh diri.
ideation. Suicide ideation yang dimiliki
Sesuai dengan apa yang dikatakan Freud dalam
responden tergolong dalam tiga jenis yaitu:
Hall dan Lindzey (2003:73) bahwa manusia
hanya keinginan untuk mati oleh 78 responden
memiliki hasrat untuk mati yang tidak
atau 17,65 %, keinginan untuk mati disertai
disadarinya. Oleh karena itu, ketika manusia
pikiran bunuh diri oleh 44 responden atau 9,95
khususnya remaja dihadapkan pada persoalan
%, serta hanya pikiran untuk bunuh diri oleh 11
tertentu secara tidak sadar akan terlintas di
responden atau 2,49 %. Sisanya sebanyak 309
pikiran mereka mengenai keinginan untuk mati
responden atau sebesar 69,91 % responden
guna mengakhiri rasa sakit atau penderitaan
tidak memiliki suicide ideation.
yang mereka alami. Setelah keinginan untuk
Pembagian jenis suicide ideation yang dialami mati tersebut muncul dan semakin menguat,
responden tersebut sesuai dengan pengertian baru kemudian terlintas di pikiran mereka
suicide ideation dalam penelitian ini, yaitu yang mengenai bagaimana mereka dapat mengakhiri
diartikan sebagai keinginan untuk mati maupun penderitaan dengan cara mengakhiri kehidupan
pikiran untuk melukai atau membunuh diri yaitu dengan jalan bunuh diri.
sendiri dengan tujuan untuk mengakhiri
Gambaran Suicide Ideation Ditinjau dari
penderitaan atas permasalahan hidup yang
Jenis Kelamin Responden
dihadapi.Intensitas dari keinginan atau pikiran
Gambaran suicide ideation ditinjau dari jenis
tersebut dapat hanya sekilas saja maupun telah
kelamin responden disajikan pada tabel 1.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Gambaran Suicide Ideation Ditinjau dari
sucide ideation lebih banyak terjadi pada Usia dan Tingkat Pendidikan Responden
remaja perempuan daripada remaja laki-laki,
yaitu sebanyak 100 responden perempuan atau
75,19 % dari total 133 responden yang memiliki
atau pernah mengalami suicide ideation. Hasil
yang menunjukkan suicide ideation lebih
banyak terjadi pada perempuan sesuai dengan
pendapat Maramis (2009:430) yang
mengatakan bahwa angka bunuh diri pada
wanita lebih besar daripada pria di semua
negara dan di sepanjang masa. Pendapat ini
sejalan pula dengan hasil penelitian yang
dilakukan Vinas, et al (2002). Selain itu, hasil
penelitian menyebutkan bahwa risiko
percobaan bunuh diri pada perempuan lebih
tinggi daripada laki-laki (Nock dan Kazdin, 2002;
Klomek, et al, 2007; Burton, et al, 2011).

Tabel 1. Gambaran Suicide Ideation Ditinjau dari Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase (%) Suicide Ideation


Frekuensi %
27
Laki-laki 175 39,59 % 33 24,81 %
Perempuan 267 60,41 % 100 75,19 %
Total 442 100,00 % 133 100,00 %
Jeli Pratiwi / Developmental and Clinical Psychology 3 (1) (2014)

Gambaran suicide ideation ditinjau dari usia pada tabel 2 dan tabel 3.
dan tingkat pendidikan responden disajikan

Tabel 2. Gambaran Suicide Ideation Ditinjau dari Usia Responden

Usia Frekuensi Prosentase Suicide Ideation


(%) Frekuensi %

12-15 141 31,90 % 22 16,54 %


15-18 155 35,07 % 56 42,11 %
18-22 146 33,03 % 55 41,35 %
Total 442 100,00 % 133 100,00 %
Berdasarkan hasil penelitian diketahui
responden yang memiliki atau pernah
mengalami suicide ideation lebih banyak terjadi
pada mereka yang termasuk remaja
pertengahan yaitu 56 responden atau 42,11 %
dan remaja akhir sebanyak 55 responden atau
41,35 %.

28
Jeli Pratiwi / Developmental and Clinical Psychology 3 (1) (2014)

Dilihat dari segi usia, menurut Yusuf (2009:197)


perkembangan emosi pada usia remaja awal
bersifat negatif dan temperamental (mudah
tersinggung atau marah serta mudah sedih atau
murung), sedangkan pada remaja akhir telah
lebih mampu dalam mengendalikan emosinya.
Bertentangan dengan pendapat Yusuf
(2009:197) yang menyebutkan emosi remaja
awal bersifat negatif dan temperamental, hasil
penelitian ini menunjukkan suicide ideation

berkaitan dengan tingkat pendidikan responden, bangku SMA serta remaja akhir umumnya
telah dimana pada remaja awal umumnya masih duduk di bangku Perguruan Tinggi.
duduk di bangku SMP, remaja menengah di

Tabel 3. Gambaran Suicide Ideation Ditinjau dari Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat Frekuensi Prosentase Suicide Ideation


Pendidikan (%) Frekuensi %
SMP/ sederajat 150 33,94 % 22 16,54 %
SMA/ sederajat 142 32,12 % 54 40,60 %
Perguruan Tinggi 150 33,94 % 57 42,86 %
Total 442 100,00 % 133 100,00 %

Hasil menunjukkan suicide ideation yang menunjukkan bahwa suicide ideation


lebih banyak terjadi pada remaja yang tengah lebih banyak terjadi pada remaja yang lebih
duduk di bangku SMA/ sederajat yaitu tua sejalan dengan pendapat Maramis
sebanyak 54 responden atau 40,60 % dan di (2009:430) mengenai faktor yang
Perguruan Tinggi sebanyak 57 responden atau mempengaruhi bunuh diri dimana disebutkan
42,86 %. Suicide ideation lebih banyak terjadi bahwa angka bunuh diri meningkat dengan
pada remaja SMA/ sederajat dan Perguruan bertambahnya usia. Selain itu penelitian
Tinggi diduga dikarenakan beban masalah Carlson dan Cantwell (1982) serta Vinas, et al
yang dialami remaja yang lebih tua jauh lebih (2002) juga menyatakan hal yang senada.
besar dibanding mereka yang lebih muda
(remaja awal). Hasil
Gambaran Keparahan dan Intensitas mengalami suicide ideation dalam kategori
Suicide Ideation serius apabila memperoleh skor empat atau
Mengenai keparahan dari suicide ideation lima dari skala pengukuran mengenai
yang dialami responden, seseorang dikatakan keparahan suicide ideation yang mengacu
pada C-SSRS ini.

Tabel 4. Gambaran Keparahan Suicide Ideation

Kategori keparahan Skor Frekuensi Prosentase


Belum serius 1–3 114 85,71 %
Serius 4–5 19 14,29 %
Total 133 100,00 %

29
Jeli Pratiwi / Developmental and Clinical Psychology 3 (1) (2014)

justru lebih banyak terjadi pada remaja Hasil penelitian menunjukkan bahwa
menengah dan remaja akhir. Bahasan mengenai tingkatan keparahan suicide ideation yang
usia ini juga Aspek keparahan meliputi: dialami sebagian besar responden tidak atau
keinginan untuk mati, pikiran bunuh diri aktif
belum termasuk dalam kategori serius yakni
yang tidak spesifik, pikiran bunuh diri dengan
metode tertentu tanpa niat melakukan, pikiran sebanyak 114 responden atau 85,71 %.
bunuh diri tanpa rencana tertentu namun Meskipun seperti itu, kebutuhan untuk
dengan niat untuk melakukan, serta pikiran intervensi kesehatan mental sesungguhnya
bunuh diri dengan rencana dan niat tetap diperlukan.
melakukannya. Sementara itu gambaran intensitas suicide
ideation dapat dilihat pada tabel
5.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Intensitas Suicide Ideation

Kelas
Kriteria Frekuensi Prosentase (%)
Interval
Sangat rendah < 5 20 15,04 %
Rendah 6 – 10 87 65,41 %
Sedang 11 – 15 19 14,29 %
Tinggi 16 – 20 7 05,26 %
Sangat tinggi 21 – 25 0 00,00 %
Total 133 100,00 %

30
Jeli Pratiwi / Developmental and Clinical Psychology 3 (1) (2014)

Intensitas suicide ideation meliputi lima hal, yaitu: frekuensi, jangka waktu, pengendalian, alat
untuk mengatasi, serta alasan yang mendasari. Secara umum intensitas suicide ideation yang
dialami para remaja tersebut termasuk dalam kategori rendah yaitu 87 responden atau 65,41 %.

Berdasarkan penjabaran di atas dapat diketahui bahwa keparahan maupun intensitas suicide
ideation setiap individu dapat berbedabeda. Perbedaan ini dapat dikarenakan beberapa hal salah
satunya adalah karakteristik kepribadian individu, dimana dalam penelitian ini tidak dilakukan
penelitian mendalam mengenai pengaruh karakteristik kepribadian terhadap suicide ideation.
Berkaitan dengan hubungan antara suicide ideation dengan karakteristik kepribadian, penelitian
Adi (2007) menunjukkan bahwa kecenderungan bunuh diri tinggi pada remaja dengan
kepribadian neurotisme, sementara penelitian Desianty (2010) menunjukkan suicide ideation
siswa dengan tipe kepribadian introvert lebih tinggi dibanding yang berkepribadian extrovert.
Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Suicide Ideation
Faktor-faktor yang mempengaruhi suicide ideation pada remaja yang ditemukan dalam penelitian
ini antara lain: masalah keluarga, percintaan, tekanan psikologis, masalahan yang dihadapi,
kurang memperoleh perhatian, masalah di sekolah, pertemanan, harga diri rendah, tekanan
sosial dan ekonomi, bosan hidup, putus asa, kesehatan, kematian seseorang, takut masa depan,
dan kegagalan.

Banyak penelitian yang mengungkap pentingnya faktor keluarga


dalam mempengaruhi munculnya suicide ideation khususnya yang terjadi pada remaja. Sebagai
contoh adalah penelitian Carlson dan Cantwell (1982), Vinas, et al (2002), Yip, et al (2004), Evans,
Hawton, dan Rodham (2004), Herba, et al, (2008), Jorgensen, et al (2010), Maras, et al (2011),
serta penelitian Almeida, et al (2012) mengenai masalah dalam keluarga dalam mempengaruhi
suicide ideation. Faktor keluarga menjadi penting dikarenakan keluarga merupakan tempat
dimana individu khususnya remaja menghabiskan sebagian besar waktunya. Selain itu keluarga
juga menjadi tempat utama dan pertama individu dalam memperoleh pengalaman maupun dalam
hal pembentukan diri.
Faktor kedua mengenai percintaan. Menurut Hurlock (n.d:213) masalah yang berkaitan dengan
percintaan merupakan masalah yang pelik pada periode ini. Terkait dengan faktor kedua tersebut
dapat terjadi dikarenakan pada masa ini remaja cenderung memuja hubungan cinta mereka secara
“agak berlebihan” sehingga ketika terjadi suatu masalah di dalam hubungan tersebut mereka
cenderung meresponnya secara emosional. Sebagaimana disebut oleh Zulkifli (2005:66) bahwa
salah satu karakteristik remaja adalah memiliki emosi meluap-luap dan masih begitu labil.

Faktor ketiga adalah tekanan psikologis. Menurut Hurlock (n.d:208) remaja cenderung
memandang dirinya dan orang lain seperti yang ia inginkan, bukan seperti apa yang sesungguhya
terjadi sehingga menyebabkan meningginya emosi. Tekanan psikologis berkaitan dengan faktor
lain yang mempengaruhi suicide ideation, yakni kegagalan dalam meraih keinginan. Hal ini

31
Jeli Pratiwi / Developmental and Clinical Psychology 3 (1) (2014)

berkaitan pula dengan perfeksionisme. Penelitian Flamenbaum dan Holden (n.d) menyebutkan
bahwa secara umum perfeksionisme mempengaruhi suicide ideation dan perilaku bunuh diri.

Faktor keempat berkaitan dengan masalah yang dihadapi. Timbulnya masalah dan respon dalam
menghadapi masalah ini berkaitan dengan kemampuan memecahkan masalah. Penelitian Burton,
et al (2011) menyatakan rendahnya kemampuan memecahkan masalah berkaitan dengan
tingginya suicide ideation. Individu yang memiliki kemampuan baik dalam memecahkan masalah
cenderung merespon masalah dengan lebih baik. Mereka akan lebih logis dalam mencari jalan
keluar. Berbeda dengan yang tidak memiliki kemampuan cukup baik dalam memecahkan masalah,
mereka akan cenderung emosional dan terlalu cepat untuk putus asa dan menyerah.

Faktor kelima adalah kurangnya memperoleh perhatian. Kurangnya perhatian berkaitan dengan
dukungan sosial yang diperoleh. Sebagaimana hasil penelitian Almeida, et al (2012) yang
menyebutkan bahwa dukungan sosial yang buruk merupakan faktor terbesar dalam meningkatkan
suicide ideation. Perhatian atau dukungan sosial menjadi penting terutama ketika seseorang
sedang mengalami keterpurukan atau masalah. Individu akan cenderung lebih kuat ketika ada
seseorang menemaninya maupun untuk mendengarkan keluh kesahnya. Hal ini berbeda dengan
individu yang hanya sendiri dalam menghadapi permasalahan dikarenakan beban, rasa sakit
bahkan kemarahan yang dirasakan seolah-olah hanya dipikulnya sendiri sehingga menyerah pada
hidup mungkin terlintas pada pikiran.

Faktor berikutnya yang mempengaruhi munculnya suicide ideation adalah masalah di sekolah dan
masalah pertemanan. Sebagaimana penelitian Evans, Hawton, dan Rodham (2004) yang
menyebutkan masalah di sekolah merupakan salah satu faktor yang terkait dengan fenomena
bunuh diri termasuk di dalamnya suicide ideation.

Sementara untuk masalah pertemanan menurut Zulkifli (2005:67) bahwa remaja dalam kehidupan
sosial sangat tertarik pada kelompok sebayanya. Hal ini berarti remaja menganggap penting
hubungannya dengan teman-temannya, disamping keluarga dan hubungan percintaannya.

Harga diri rendah sebagai faktor ke delapan yang mempengaruhi suicide ideation. Harga diri
rendah yang terungkap seperti: merasa tidak berguna, merasa malu, merasa bodoh, merasa serba
kurang, iri atas kebahagiaan orang, serta merasa hanya menyusahkan orang lain. Penelitian Vinas,
et al (2002), Bhar, et al (2008), dan Maras, et al (2011) menyebutkan harga diri rendah dapat
menambah risiko untuk suicide ideation.

Faktor lain yang mempengaruhi suicide ideation serta diduga turut mempengaruhi munculnya
sikap rendah diri adalah masalah sosial dan ekonomi. Hasil mengenai masalah sosial dalam
mempengaruhi munculnya suicide ideation senada dengan hasil penelitian Lai Fong, Shah, dan
Maniam (2012) dan Linker, et al, (2012). Sementara itu, untuk masalah ekonomi dalam
mempengaruhi suicide ideation senada dengan penelitian Almeida, et al (2012). Tanpa uang yang
cukup individu terbatas dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Tak hanya itu, hinaan dan
perasaan diremehkan juga sering dialami oleh mereka dengan perekonomian rendah.

32
Jeli Pratiwi / Developmental and Clinical Psychology 3 (1) (2014)

Faktor kesebelas adalah keputusasaan. Banyak penelitian menunjukkan tingginya tingkat putus asa
yang berulang mencerminkan usaha bunuh diri yang fatal (Carlson dan Cantwell, 1982; Beck, 1985;
Vinas, et al, 2002;

Nock dan Kazdin, 2002; Lai Kwok dan Shek, 2008).

Hal lain yang menjadi faktor yang mempengaruhi munculnya suicide ideation pada responden
adalah mengenai kesehatan. Kesehatan yang buruk merupakan salah satu faktor utama dalam
meningkatkan suicide ideation (Almeida, et al, 2012). Sementara dalam temuan Yip, et al (2004)
kesehatan yang buruk menjadi faktor risiko dalam percobaan bunuh diri. Pengaruh kesehatan yang
buruk terhadap suicide ideation dapat dikarenakan bahwa kesehatan yang buruk akan dapat
membatasi kehidupan individu seperti dalam berhubungan dengan orang lain maupun untuk
melakukan aktivas-aktivitas tertentu.Terkadang individu yang menderita sakit juga harus
mematuhi aturan-aturan, dimana hal-hal tersebut dapat menyebabkan timbulnya kebosanan dan
mengurangi tingkat kebahagiaan. Selain itu, sakit yang dirasakan dapat menguatkan keinginan
individu untuk menghentikan rasa sakit yang dialami sehingga terlintas suicide ideation.

Faktor lain yang mempengaruhi munculnya suicide ideation responden adalah karena bosan hidup,
dimana responden menyatakan hal-hal seperti: tidak ada alasan untuk hidup dan tidak ada
semangat untuk hidup. Kematian seseorang yang disayang baik orang tua, keluarga, maupun
kekasih, ketakutan akan masa depan, serta kegagalan dalam meraih keinginan juga menjadi faktor-
faktor munculnya suicide ideation.

Suicide ideation muncul biasanya tidak hanya dikarenakan oleh satu permasalahan yang dihadapi,
namun juga didukung oleh beberapa faktor lain. Seperti hasil pada penelitian ini dimana keluarga
menjadi faktor utama yang mempengaruhi suicide ideation, kemungkinannya adalah bahwa
individu yang bersangkutan tidak hanya memiliki masalah di dalam keluarganya namun juga dapat
dipengaruhi oleh faktor lain seperti ada konflik dengan teman, kekasih, gagal meraih apa yang
diinginkan, masalah di sekolah maupun di lingkungan sosialnya. Selain itu, berbagai faktor seperti
kondisi ekonomi, kesehatan, dan tidak adanya dukungan atau kurangnya perhatian yang diperoleh
juga turut mendorong munculnya suicide ideation.

Penelitian terdahulu Hasil penelitian

33
Jeli Pratiwi / Developmental and Clinical Psychology 3 (1) (2014)

Gangguan kejiwaa Depresi


Usia&jenis kelamin
Karakteristik kepribadian Keluarga Masalah percintaan
Masalah yg dihadapi Tekanan psikologis
Gen & keturunan Kurang perhatian Masalah pertemanan
Masalah sekolah Bosan hidup
Perfeksionism Perilaku Harga diri rendah Kematian seseorang
Sosial Takut pd masa depan
agresif Riwayat percobaan Ekonomi Kegagalan
Putus asa
bunuh diri Bullying Kesehatan

Pelecehan seksual/ fisikPraktik

keagamaan Penyalahgunaan obat &alkoholPikiran


negatif & anhedoniaRuminasi

Gambar 1. Perbandingan hasil penelitian dengan penelitian terdahulu


Faktor-faktor yang mempengaruhi suicide ideation pada remaja pada penelitian ini apabila
dibandingkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi suicide ideation pada penelitian terdahulu
secara ringkas dapat dilihat pada gambar berikut:

34
Jeli Pratiwi / Developmental and Clinical Psychology 3 (1) (2014)

Berdasarkan gambar 1 diketahui faktorfaktor yang mempengaruhi suicide ideation pada remaja
yang merupakan temuan baru atau yang berbeda dengan hasil penelitian terdahulu antara lain:
masalah percintaan, tekanan psikologis, masalah pertemanan, bosan hidup, kematian seseorang,
takut akan masa depan, serta gagal mencapai keinginan.Faktor-faktor ini dapat diperdalam melalui
penelitian lanjutan dalam pengaruhnya terhadap suicide ideation yang terjadi pada remaja.

Gambaran Metode yang Digunakan dalam Suicide Ideation


Hasil lain yang diketahui dalam penelitian ini adalah mengenai cara-cara yang dipikirkan remaja
mengenai bunuh diri. Penelitian Sudhita (n.d) dengan judul Perilaku Bunuh Diri di Kalangan Pelajar
(Analisis Deskriptif Pemberitaan Bali Post Tahun 2006-2009), menyebutkan cara bunuh diri yang
digunakan para pelajar tersebut adalah dengan gantung diri dan minum air sepuh. Sementara pada
penelitian ini cara-cara yang diungkap responden antara lain: dengan mengkonsumsi obat-obatan
dalam dosis tinggi baik untuk obat penenang maupun pil ekstasi. Terkait dengan penyalahgunaan
obat-obatan, remaja nekat mengkonsumsi pil ekstasi sebagai cara atau upaya untuk melupakan
masalah. Sebagaimana dikatakan oleh Djiwandono (2009:113-114) bahwa penyebab lain dari
penyalahgunaan obat dan alkohol adalah keinginan remaja untuk lari dari konflik-konflik batin
serta permasalahan hidup yang dihadapi.

Cara lain yang terungkap adalah dengan melompat dari ketinggian seperti dari gedung, tebing, dan
jembatan, mengiris pergelangan tangan atau urat nadi, pikiran untuk melakukan bunuh diri di jalan
seperti dengan menutup mata ketika sedang mengendarai motor maupun untuk menabrakkan diri
ke mobil, gantung diri, menghanyutkan diri ke sungai atau laut, tidak makan, maupun dengan
menghentikan pengobatan.

Pikiran mengenai cara-cara yang ingin digunakan untuk bunuh diri ini dapat dipengaruhi oleh
media massa yang menayangkan berita-berita terkait kasus bunuh diri. Melalui berita-berita di
media massa, remaja dapat terinspirasi manakala suicide ideation muncul dipikiran mereka dan
menganggap cara-cara tersebut tepat dan mungkin akan menimbulkan sensasi tersendiri.

SIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan sekitar satu per tiga remaja dari 442 responden memiliki atau
pernah mengalami suicide ideation baik hanya berupa keinginan untuk mati, pikiran untuk bunuh
diri, maupun keinginan untuk mati sekaligus pikiran bunuh diri. Secara umum keparahan suicide
ideation yang dialami responden belum termasuk dalam kategori serius serta intensitas berada
dalam kategori rendah. Suicide ideation banyak terjadi pada remaja perempuan dan terjadi lebih
banyak pada remaja pertengahan dan remaja akhir di tingkat pendidikan SMA/ sederajat dan
Perguruan

Tinggi.

Berbagai faktor yang mempengaruhi suicide ideation pada remaja, seperti: masalah keluarga,
percintaan, tekanan psikologis, masalahan yang dihadapi, kurang perhatian, masalah di sekolah,

35
Jeli Pratiwi / Developmental and Clinical Psychology 3 (1) (2014)

pertemanan, harga diri rendah, tekanan sosial dan ekonomi, bosan hidup, putus asa, kesehatan,
kematian seseorang, takut masa depan, dan kegagalan. Diketahui pula metode dalam suicide
ideation seperti dengan over dosis obat, melompat dari ketinggian, menggunakan senjata tajam,
bunuh diri di jalan, gantung diri, menenggelamkan diri, tidak makan, dan menghentikan
pengobatan.

Saran dari penelitian ini antara lain: kepada remaja diharapkan lebih mampu berpikir kritis
terutama ketika menghadapi permasalahan, melakukan aktivitas yang bernilai positif, dan
mengembangkan hubungan sosial positif. Bagi Pihak sekolah terutama melalui peran guru BK
dapat melakukan pendekatan seperti dengan membuka bahasan terkait masalah-masalah yang
dialami remaja dan melakukan diskusi bersama, serta memberikan jalan kepada siswa untuk
melakukan konsultasi atau konseling kepada guru BK ketika menghadapi masalah. Bagi peneliti
selanjutnya dapat mengkombinasikan variabel suicide ideation dengan variabel lain seperti faktor-
faktor yang mempengaruhi suicide ideation seperti dalam temuan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adi, G.E.S. 2007. Sikap Bunuh Diri pada Remaja Ditinjau dari Karakteristik Kepribadian.
Skripsi Universitas Katolik Soegijapranata
Almeida, O.P., B. Draper, J. Snowdon, N.T. Lautenschlager, J. Pirkis, G. Byrne, M. Sim, N. Stocks, L. Flicker, dan J.J. Pfaff.
2012. Factors Associated with Suicidal Thoughts in A Large Community Study of Older Adults. The British Journal
of Psychiatry.201:466-472
Beck, A.T., R.A. Steer, M. Kovacs, dan B. Garrison. 1985. Hopelessness and Eventual Suicide:A 10-Year Prospective Study
of Patients Hospitalized With Suicidal Ideation. American Journal of Psychiatry.142: 559-563
Bhar, S., M.G. Holloway, G. Brown, dan A.T. Beck. 2008. Self Esteem and Suicide Ideation in
Psychiatric Outpatients. Suicide and Life-
Threatening Behaviour.38/5
Burton, C.Z., L. Vella, J.A. Weller, dan E.W. Twamley. 2011. Differential Effects of Executive Functioning on Suicide
Attempts.
Journal Neuropsychiatry Clin Neurosci.23/2:173-
179
Carlson, G.A. dan D.P Cantwell. 1982. Suicidal Behavior and Depression in Children and Adolescents. Journal of the
American Academy of Child Psychiatry, 21/4: 361-368
Desianty, S. 2010. Perbedaan Suicide Ideation pada Siswa yang Akan Menghadapi UN Ditinjau dari Tipe Kepribadian
Introvert dan Ekstravert. Skripsi Universitas Katolik
Soegijapranata
Djiwandono, S.E.W. 2009.Psikologi Pendidikan (edisi revisi). Jakarta: Grasindo
Evans, E., K. Hawton, dan K. Rodham. 2004. Factors Associated with Suicidal Phenomena in Adolescents: A Systematic
Review of Population- Based Studies. Clinical Psychology Review.24: 957-979
Flamenbaum, R. dan R.R. Holden. 2007. Psychache as a Mediator in the Relationship Between Perfectionism and
Suicidality. Journal of
Counseling Psychology.54/1: 51-61

Hadriami, E. 2006.Keputusasaan dan Bunuh


Diri.Psikodimensi, 5/2: 207-214

36
Jeli Pratiwi / Developmental and Clinical Psychology 3 (1) (2014)

Hall, C.S. dan G. Lindzey. 2003. Psikologi Kepribadian


1: Teori-teori Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta: Kanisius
Herba, C.M., R.F. Ferdinand, T. Stijnen, R. Veenstra, A.J. Oldehinkel, J. Ormel, dan F.C. Verhulst. 2008. Victimisation and
Suicide Ideation in the Trails Study: Specific Vulnerabilities of Victims. Journal of Child Psychology and
Psychiatry. 49/8:867-876
Hurlock, E.B. (n.d) Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (edisi kelima). Jakarta:
Erlangga
Jorgensen, E.L., S.L. Jorgensen, M.P. Heard, dan L.B. Withbeck. 2010.Suicidal Ideation among Homeless Youth: The
Impact of Family Dysfunction, Morbidity and Deliberate Selfharm. Journal of Adolescent
Kartono, K. 2000. Hygiene Mental.Bandung: Mandar Maju
Klomek, A.B., F. Marrocco, M. Kleinman, I.S. Schonfeld, dan M.S. Gould. 2007. Bullying, Depression, and Suicidality in
adolescents. Journal American Academy of Child and
Adolescent Psychiatry.46/1
Lai Fong, C., S.A. Shah, dan T. Maniam. 2012. Predictors of Suicidal Ideation Among Depressed Inpatients in Malaysian
Sample. Suicidology Online.3:33-41
Lai Kwok, S.Y.C. dan D.T.L. Shek. 2008. Hopelessness, Family Functioning and Suicidal Ideation Among Chinese
Adolescents in Hong Kong. The Open Family Studies
Journal.1: 49-55
Linker, J., N.A. Gillespie, H. Maes, L. Eaves, dan J.L. Silberg. 2012. Suicidal Ideation, Depression, and Conduct Disorder in a
Sample of Adolescent and Young Adult Twins. Suicide Life Threatening
Behavior.42/4:426-436
Manumoyoso, A.H. 2012. Jagalah Anak dari Keinginan Bunuh Diri.Kompas.com. 23 Juli. Online (diunduh 04/11/13)
Maramis, W.F. 2009.Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa (edisi kedua, cetakan pertama). Surabaya: Airlangga University Press
Maras, J.S., O. Dukic, J. Markovic, dan M. Biro. Family and Individual Factors of Suicidal
Ideation in
Adolescents.PSIHOLOGIJA.44/3:245-260

Nn. 2012.Menyedihkan.50 Persen Remaja Bunuh Diri Karena Cinta.Kabar Siang. TV One. 22 November
Nock, M.K. dan A.E. Kazdin. 2002. Examination of Affective, Cognitive, and Behavioral Factors and Suicide Related
Outcomes in Children and Young Adolescents. Journal of Clinical Child and Adolescents Psychology. 31/1:48-58
Nock, M.K. dan R.C. Kessler. 2006. Prevalence of and Risk Factors for Suicide Attempts Versus Suicide Gestures: Analysis
of the National Comorbidity Survey. Journal of Abnormal Psychology.115/3:616-623
Posner, K., G.K Brown, B. Stanley, D.A. Brent, K.V. Yershova, M.A. Oquendo, G.W. Currier, G.A. Melvin, L. Greenhill, S.
Shen, dan J.J. Mann. 2011. The Columbia–Suicide Severity Rating Scale: Initial Validity and Internal Consistency
Findings From Three Multisite Studies With Adolescents and Adults.
Amerycan Journal of Psychiatry. 168/2:1266-
1277
Priscillia, E. 2012.1 Orang Tewas Bunuh Diri Setiap 40 Detik.Jaringnews.com. 10 September. Online
(diunduh 30/10/13)

Santrock, J.W. 2007a. Perkembangan Anak (edisi ketujuh jilid dua). Jakarta: Erlangga
Scanlan, F. dan R. Purcell.n.d Myth Buster: Suicidal Ideation. National Youth Mental Health
Foundation.Online (diunduh 02/11/13)

37
Jeli Pratiwi / Developmental and Clinical Psychology 3 (1) (2014)

Sudhita, I.W.R. (n.d) Perilaku Bunuh Diri di Kalangan Pelajar (Analisis Deskriptif Pemberitaan Bali PostTahun 2006-2009).
ISSN 1829-5282, 25-40
Vinas, F., J. Canals, M.E. Gras, C. Ros, dan E.D. Llaberia. 2002. Psychological and Family Factors Associated with Suicidal
Ideation in Pre-Adolescents. The Spanish Journa of Psychology.5/1:20-28
Yip, P.S.F., K.Y. Liu, T.H. Lam, S.M. Stewart, E. Chen, dan S. Fan. 2004. Suicidality Among High School Student in Hong
Kong, SAR. Suicide and Life-Threatening Behaviour.34/3: 284-297
Yusuf, Syamsu LN.2009. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya
Zulkifli. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung:
Remaja Rosdakarya

38
Buletin Psikologi ISSN 0854-7106 (Print) 2016, Vol. 24, No. 2, 123
– 135 ISSN 2528-5858 (Online)
DOI: 10.22146/buletinpsikologi.18175 https://jurnal.ugm.ac.id/buletinpsikologi

Ketidakberdayaan dan Perilaku Bunuh Diri: Meta-Analisis


Tience Debora Valentina1; Avin Fadilla Helmi2
1
PS Psikologi FK Universitas Udayana; Fak. Psikologi Universitas Gadjah Mada 2Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada

Abstract
The incidence of suicide increases in Indonesia and around the world that encourage the growing of
research on suicidal behavior. Hopelessness recognized as a strongly predictor of suicidal behavior,
including suicidal ideas and suicide attempts (Beck, Brown, Berchick, Stewart, & Steer, 1990;
Reinecke and Franklin-Scott, 2005). However, the empirical results show the correlation between
hopelessness and suicidal behavior seem to be less consistent. The purpose of this study is to
determine the relationship of hopelessness and suicidal behavior through the study of meta-analysis.
There are 27 studies are including in this metaanalysis study. Two artifacts allow for correction in
these study are sampling error and measurement error. The result shows that the correlation of
hopelessness and suicidal behavior is 0.360, with the confidence level is 95%. Keywords:
hopelessness, meta-analysis, suicidal behavior

Brent (2006) merangkum beberapa


terminologi yang sering digunakan dalam
Pengantar memahami definisi bunuh diri. Ide bunuh diri
Kematian1 yang disebabkan oleh bunuh diri mengacu pada pikiran-pikiran tentang
meningkat di seluruh dunia. Data yang menyakiti atau membunuh diri sendiri.
ditemukan di Indonesia menyatakan bahwa Percobaan bunuh diri adalah suatu tindakan
bunuh diri menjadi penyebab utama kedua yang tidak fatal, menyakiti diri sendiri dengan
kematian pada usia produktif 15-29 tahun, maksud eksplisit untuk kematian. Tindakan
dan rata-rata kematian karena bunuh diri di bunuh diri adalah tindakan menyakiti diri
Indonesia adalah satu orang pada setiap satu sendiri yang bersifat fatal dengan maksud
jam (Kompas, 8 September 2016). Meski eksplisit untuk mati.
demikian, perilaku bunuh diri tidak hanya Kajian sistematis dan meta-analisis yang
muncul pada kelompok remaja ataupun orang dilakukan Large, Smith, Sharma, Nielssen, &
muda, namun dapat terjadi pada semua Singh (2011) menemukan bahwa disamping
kelompok usia. Hal ini tentunya mendorong faktor riwayat menyakiti diri sendiri dengan
penelitian tentang bunuh diri dalam sengaja, merasa bersalah atau merasa kurang
perspektif Psikologi semakin berkembang. mampu, suasana hati depresi, ide-ide bunuh diri
Pembahasan tentang bunuh diri tidak dan riwayat keluarga dengan bunuh diri,
dapat dilakukan dalam satu konsep tunggal. ketidakberdayaan adalah faktor yang
O’Connor dan Nock (2014) mengatakan memengaruhi perilaku bunuh diri pada pasien
bahwa perilaku bunuh diri mengacu pada psikiatri rawat inap. Links et al. (2012) juga
pikiran-pikiran dan perilaku yang terkait menemukan bahwa percobaan bunuh diri
dengan intensi individual untuk mengakhiri sebelumnya, tingkat depresi, ketidakberdayaan,
hidup mereka sendiri. Bridge, Goldstein, dan dan impulsivitas merupakan faktor risiko yang

1 Korespondensi mengenai artikel ini dapat dilakukan melalui: tience_debora@yahoo.com

Buletin Psikologi 123


KETIDAKBERDAYAAN DAN PERILAKU BUNUH DIRI

memprediksi meningkatnya ide-ide bunuh diri keinginan untuk mati. Untuk menggambarkan
atau perilaku bunuh diri pada pasien psikiatri tingkat luka, maka dibedakan dengan percobaan
yang telah menjalani pengobatan rawat inap. bunuh diri tipe I untuk yang tanpa luka dan
Klonsky, Kotov, Bakst, Rabinowitz, & Bromet percobaan bunuh diri tipe II untuk percobaan
(2012) juga menemukan bahwa bunuh diri yang menimbulkan luka.
ketidakberdayaan memprediksi percobaan
Wenzel, Brown, dan Beck (2009)
bunuh diri pada pasien dengan gangguan
sebelumnya juga sudah menjelaskan pendapat
psikosis. Namun penelitian tersebut belum
Crosby yang mengatakan bahwa tindakan bunuh
mewakili semua fenomena karena
diri adalah perilaku yang berpotensi melukai
mengkhususkan pada pasien psikiatri rawat inap
yang diakibatkan oleh perbuatan sendiri dengan
dan juga pasien psikosis. Kajian empiris lainnya
keinginan untuk mati. Tindakan bunuh diri dapat
kemudian banyak dilakukan tentang perilaku
atau tidak dapat menghasilkan kematian. Ide-ide
bunuh diri dan menemukan kaitannya dengan
bunuh diri adalah semua pikiran, gambaran,
ketidakberdayaan dengan variasi responden,
keyakinan-keyakinan, suara-suara atau
meskipun ketidakberdayaan bukan satu-satunya
pemikiranpemikiran tentang keinginan
faktor yang memengaruhi perilaku bunuh diri.
mengakhiri hidupnya. Berdasarkan pemaparan
Pemarapan tersebut menunjukkan bahwa suatu
tersebut, dapat dipahami bahwa perilaku bunuh
studi dianggap penting guna melakukan sintesa
diri bukan hanya tindakan mengakhiri hidup,
terhadap hasil-hasil penelitian yang ada serta
namun juga termasuk pikiran dan percakapan
melihat keterkaitan ketidakberdayaan dan
tentang bunuh diri, dan juga tindakan menyakiti
perilaku bunuh diri.
diri sendiri dengan keinginan untuk mati.
Berangkat dari penjelasan di atas, maka
Berbagai penelitian tentang bunuh diri
perlu dilakukan suatu sintesa untuk
kemudian berkembang, dan seringkali kajian
mendapatkan pola umum keterhubungan dari
empiris yang dilakukan menggali berbagai faktor
variabel ketidakberdayaan dan perilaku bunuh
protektif maupun faktor risiko. Selain
diri. Studi-studi korelasi antara
menemukan faktor dukungan sosial (Kleiman
ketidakberdayaan dan perilaku bunuh diri
dan Liu, 2013), meningkatkan hubungan
terdahulu menunjukkan hasil yang bervariasi.
Oleh sebab itu, meta-analisis merupakan bentuk interpersonal (Choi et al., 2013),
studi yang dianggap dapat memberikan mengembangkan strategi koping (Marty, Segal
simpulan hasil umum keterhubungan variabel dan Coolidge, 2010) sebagai faktor protektif atas
ketidakberdayaan dan perilaku bunuh diri dari ide bunuh diri maupun perilaku bunuh diri,
berbagai literatur yang ada dengan penelitian tentang faktor risiko bunuh diri juga
mendasarkannya pada perhitungan statistika. banyak diteliti.

Perilaku bunuh diri merupakan spektrum Kajian literatur yang dilakukan oleh Brezo,
yang luas. Crosby, Ortega, Melanson (2011) Paris dan Turecki (2005) menemukan bahwa
menyatakan bahwa percobaan bunuh diri adalah disamping kecenderungan ekstroversi dan
perilaku yang tidak fatal, diarahkan pada diri kecemasan, ketidakberdayaan termasuk faktor
sendiri dan berpotensi melukai diri sendiri yang paling berisiko terhadap ketiga bentuk
dengan keinginan untuk mati, dan suatu perilaku bunuh diri yaitu ide bunuh diri,
percobaan bunuh diri dapat atau tidak dapat percobaan bunuh dan tindakan bunuh diri.
Rutter dan Behrendt (2004) juga menjelaskan
menghasilkan luka. Silverman et al. (2007)
bahwa ada empat faktor psikososial yang
menyatakan bahwa percobaan bunuh diri adalah
penting sebagai faktor risiko bunuh diri pada
perbuatan yang ditimbulkan oleh diri sendiri,
remaja yaitu ketidakberdayaan, permusuhan,
suatu perilaku yang berpotensi melukai diri
konsep diri yang negatif, dan terisolasi. Selain
sendiri dengan hasil yang tidak fatal dan ada
itu, penelitian Kwok dan Shek (2010)
bukti baik itu eksplisit ataupun implisit dari
memperoleh hasil bahwa ide-ide bunuh diri

Buletin Psikologi 124


KETIDAKBERDAYAAN DAN PERILAKU BUNUH DIRI

pada remaja memiliki hubungan dengan ideide bunuh diri dan percobaan bunuh diri.
ketidakberdayaan, dan kuatnya hubungan Berbagai kajian empiris tersebut menjelaskan
antara ide-ide bunuh diri dengan bahwa ketidakberdayaan memiliki hubungan
ketidakberdayaan tersebut terjadi dalam kondisi dengan perilaku bunuh diri.
lemahnya komunikasi orangtua-remaja.
Merujuk pada paparan tersebut, maka
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat dilihat
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
bahwa salah satu faktor yang kuat yang dikenali
adalah bahwa ada hubungan antara
sebagai faktor yang menyebabkan bunuh diri
ketidakberdayaan dengan perilaku bunuh diri.
adalah ketidakberdayaan.
Untuk menguji hipotesis tersebut, studi ini
Ketidakberdayaan sejak lama telah menjadi menerapkan meta-analisis sebagai metode
terminologi yang menyatu dengan depresi untuk mengintegrasikan penelitian yang sudah
sehingga postulasi awal yang berkembang pernah dilakukan sebelumnya untuk
adalah teori ketidakberdayaan dari depresi. memunculkan pola-pola hubungan yang lebih
Namun seiring dengan perkembangan kajiannya, kokoh dari penelitian terdahulu (Hunter dan
ketidakberdayaan tidak lagi dimasukkan sebagai Schmidt,2004). Card (2012) menjelaskan bahwa
salah satu dari simptom-simptom depresi. meta-analisis melibatkan analisis statistika hasil-
Menurut teori ketidakberdayaan yang diajukan hasil penelitian lebih dari satu studi. Lebih jauh
oleh Abramson, Metalsky, dan Alloy (1989) lagi dijelaskan bahwa hal tersebut mengandung
simptom-simptom ketidakberdayaan dari dua pertimbangan; pertama, bahwa
depresi muncul disebabkan oleh sesuatu yang metaanalisis melibatkan hasil-hasil dari
benar-benar diharapkan ternyata tidak beberapa studi sebagai unit analisis, khususnya
terwujud, dan hal yang tidak menyenangkan dalam bentuk effect size; kedua, bahwa
justru muncul bersamaan dengan tidak adanya metaanalisis adalah analisis terhadap hasil-hasil
respon dari siapapun yang akan mengubah dari beragam studi yang mana studi individual
situasi tersebut. merupakan unit analisisnya. Hunter dan Schmidt
(2004) menyatakan bahwa meta-analisis dapat
Selanjutnya, disimpulkan bahwa
mengkoreksi efek-efek yang mengganggu dari
ketidakberdayaan adalah suatu harapan, dan
terminologi ketidakberdayaan tersebut kesalahan sampling, kesalahan pengukuran, dan
seringkali berimplikasi perasaan negatif dan juga artefak-artefak lain yang menghasilkan pendapat
hasil yang negatif (Abramson, Metalsky, dan yang keliru dari temuan-temuan yang
Alloy, 1989). Ketidakberdayaan akan meningkat bertentangan.
selama masamasa mengalami tekanan
Pembahasan
emosional dan berkurang seiring dengan
berkurangnya tekanan (Reinecke dan Franklin- Pencarian Literatur
Scott, 2005). Sementara itu, ketidakberdayaan
Artikel-artikel yang relevan untuk studi meta-
menurut Wenzel, Brown dan Beck (2009) adalah
analisis ini dicari melalui database online dan
suatu keyakinan bahwa masa depan itu
jurnal-jurnal di perpustakaan, terbitan antara
menakutkan dan persoalan-persoalan yang
tahun 1986 hingga 2016, dengan mengakses
dihadapi tidak memiliki jalan keluar.
www.lib.ugm.ac.id. Kata kunci yang digunakan
Westefeld Range, Rogers, Maples, Bromley, adalah suicidal behavior, suicide ideation,
& Alcorn (2000) mengatakan ketidakberdayaan suicide attempt, hopelessness. Semua temuan
adalah prediktor yang baik bagi bunuh diri. artikel yang diperoleh kemudian
Sementara itu, Beck et al. (1990) telah lama dipertimbangkan menurut kriteria inklusi
memaparkan sebagaimana yang disampaikan sebagai syarat untuk dapat dilakukan meta
oleh Reinecke dan Franklin-Scott (2005) bahwa analisis.
ketidakberdayaan merupakan prediktor yang
kuat terhadap perilaku bunuh diri, termasuk

Buletin Psikologi 125


KETIDAKBERDAYAAN DAN PERILAKU BUNUH DIRI

Kriteria Inklusi efek multiplikasi pada korelasi secara sistematis.


Kriteria inklusi sebagaimana halnya kriteria Koreksi pada artefak yang dimaksud adalah:
eksklusi adalah seperangkat pernyataan yang pertama, kesalahan sampling dianalisis dengan
eksplisit terkait hal-hal penting yang akan cara: menghitung estimasi r populasi, varians
maupun tidak akan dimuat dalam studi meta dari koefisien r populasi ter-bobot, varians r
analisis ini (Card, 2012). Kriteria bagi suatu populasi kesalahan pengambilan sampel, dan
artikel untuk dapat memenuhi syarat dilakukan estimasi varians r populasi. Kedua, kesalahan
meta-analisis pada studi ini adalah: pertama, pengukuran dianalisis dengan cara: koreksi
studi primer yang mengikutsertakan variabel kesalahan pengukuran variabel independen,
ketidakberdayaan. Kedua, penelitian tersebut koreksi kesalahan pengukuran variabel
menempatkan ketidakberdayaan sebagai dependen, koreksi kesalahan pengukuran, rerata
variabel independen yang dikaitkan dengan kesalahan pengukuran pada variabel X dan Y
perilaku bunuh diri dalam berbagai bentuk yang diperoleh dari rerata A, estimasi r populasi
sebagai variabel dependen. Ketiga, studi ini tidak yang ditunjukkan dengan simbol rp yang
mengikutsertakan sampel anak-anak. Keempat,
diperoleh dari rerata/rerata A.
laporan penelitian dalam studi primer memiliki
informasi statistik yang diperlukan seperti nilai Tabel 1
rerata, standar deviasi, nilai korelasi r atau nilai
F, koefisien reabilitas, dan jumlah subjek N.

Berdasarkan 64 artikel yang diperoleh,


terpilih 19 artikel untuk ketidakberdayaan dan
perilaku bunuh diri dan di dalamnya memuat 27
studi korelasional. Perilaku bunuh diri yang ada
dalam studi tersebut terbagi menjadi ide-ide
bunuh diri, percobaan bunuh diri, dan tindakan
bunuh diri. Secara rinci, 18 studi
menggambarkan ketidakberdayaan dan ide-ide
bunuh diri, 7 studi menggambarkan
ketidakberdayaan dan percobaan bunuh diri,
dan 2 studi menggambarkan ketidakberdayaan
dan tindakan bunuh diri.

Analisa Data
Meta-analisis dilakukan sebagai upaya
mensintesa beberapa penelitian yang diawali
dengan mengkoreksi artefak dan
ketidaksempurnaan penelitian. Hunter dan
Schmidt (2004) menegaskan bahwa ada banyak
bentuk error pada hasil-hasil penelitian dan
setiap bentuk error memiliki dampak pada hasil
meta-analisis. Dalam penelitian ini akan
dilakukan dua artefak yang dianalisis, yaitu
kesalahan sampling dan kesalahan pengukuran.
Hal ini didasari oleh Hunter dan Schmidt (2004)
yang menyatakan bahwa kesalahan sampling
akan memengaruhi koefisien korelasi secara
sistematis dan kesalahan pengukuran memiliki

Buletin Psikologi 126


KETIDAKBERDAYAAN DAN PERILAKU BUNUH DIRI

Karakteristik Sampel Penelitian


Tahun
No Peneliti N Karakteristik Sampel
Studi
1 1999 Eshun, S. 103 Mahasiswa Ghana
2 1999 Eshun, S. 103 Mahasiswa Amerika
3 2005 Chapman, A.L., Specht, M.W., Cellucci, T., 105 Tahanan perempuan
4 2013 Bryan, C.J., Ray-Sannerud, N.R., Morrow, C.E., Etienne, N 97 Staf angkatan udara
5 2013 Bryan, C.J., Ray-Sannerud, N.R., Morrow, C.E., Etienne, N 97 Staf angkatan udara
6 2014 Hewitt, P.L., Caelian, C.F., Chen, C., Flett, G.L. 55 Remaja
7 2016 Jaiswal, S.V., Faye, A.D., Gore, S.P., Shah, H.R., Kamath, R.M 50 Pasien Consecutive
8 2010 Troister, T., Holden, R.R. 1475 Mahasiswa
9 2015 Izci, F., Zincir, S., Zincir, S.B., Bilici, R., Gica, S., Koc, M.S.I., Goncu, T., 99 Pasien gangguan depresi
Terzi, A., Semiz, U.B.
10 2015 Izci, F., Zincir, S., Zincir, S.B., Bilici, R., Gica, S., Koc, M.S.I., Goncu, T., 99 Pasien gangguan depresi
Terzi, A., Semiz, U.B.
11 1989 Chiles, J.A., Strosahl, K.D., Ping, Z. Y., Michael, M.C., Hall, K., Jemelka, R., 37 Pasien psikiatri di China
Senn, B., Reto, C.
12 1989 Chiles, J.A., Strosahl, K.D., Ping, Z. Y., Michael, M.C., Hall, K., Jemelka, R., 46 Pasien psikiatri Amerika
Senn, B., Reto, C.
13 2008 O’Connor, R.C., Fraser, L., Whyte, M-C., MacHale, S., Masterton, G. 144 Pasien rumah sakit umum

14 2010 Wilson, C.J., Deane, F.P. 302 Mahasiswa


15 1998 Uncapher, H., Gallagher-Thompson, D., Osgood, N.J., Bongar, B. 60 Pasien laki-laki
16 2016 Walker, K.L., Chang, E.C., Hirsch, J.K. 223 Pasien puskesmas
17 2006 Smith, J.M., Alloy, L.B., Abramson, L.Y. 127 Mahasiswa
18 2010 Johnson, J., Gooding, P.A., Wood, A.M., Taylor, P.J., Pratt, D., Tarrier, N. 77 Pasien gangguan spectrum
schizophrenia
19 2016 Li, D., Li, X., Wang, Y., Bao, Z. 1529 Siswa sekolah menengah
20 2016 Li, D., Li, X., Wang, Y., Bao, Z. 1529 Siswa sekolah menengah
21 2006 Hirsch, J.K., Conner, D.R. 284 Mahasiswa Psikologi
22 2015 Gooding, P., Tarrier, N., Dunn, G., Shaw, J., Awenat, Y., Ulph, F., Pratt, 65 Tahanan laki-laki
D.
23 2013 Miranda, R., Valderrama, J., Tsypes, A., Gadol, E., Gallagher, M. 56 Mahasiswa
24 1998 Mazza, J.J., Reynolds, W.M. 166 Siswa laki-laki sekolah
menengah atas
25 1998 Mazza, J.J., Reynolds, W.M. 196 Siswa perempuan sekolah
menengah atas
26 1998 Mazza, J.J., Reynolds, W.M. 166 Siswa laki-laki sekolah
menengah atas
27 1998 Mazza, J.J., Reynolds, W.M. 196 Siswa perempuan sekolah
menengah atas

Karakteristik Sampel Penelitian


Sampel penelitian yang dikaji dalam studi meta-
analisis ini memiliki karakteristik seperti termuat
dalam Tabel 1.

Buletin Psikologi 127


KETIDAKBERDAYAAN DAN PERILAKU BUNUH DIRI

Rerata Korelasi Populasi

Koreksi Kesalahan Pengambilan Sampel Estimasi terbaik untuk korelasi populasi


mengikuti persamaan berikut:
Apabila korelasi populasi diasumsikan dalam
kondisi konstan pada penelitianpenelitian yang
ΣNiri =
ada, estimasi korelasi yang paling baik adalah 2696.39
= 0.360
rerata terbobot dimana setiap korelasi dibobot r=
berdasar jumlah subjek pada studi tersebut, ΣNi 7490
dengan jumlah keseluruhan subjek adalah 7490.
Berikut ini akan disajikan perhitungan koreksi Rerata korelasi populasi setelah dikoreksi
kesalahan pengambilan sampel hingga dengan jumlah sampel (ř) adalah 0.360.
mendapatkan rerata korelasi populasi, seperti
pada tabel 2 berikut. Varians rxy (σ2r)

Pada tabel 3 berikut ini disajikan varians rxy.


Tabel 2
Koreksi Kesalahan Sampel
Tabel 3
No Varians rxy
N ri N×ri
studi
No
1 103 0.318 32.75 N ri (ri-r) (ri-r)2 N(ri-r)2
studi
2 107 0.379 40.55
3 105 0.470 49.35 1 103 0.318 -0.04 0.00 0.18
4 97 0.310 30.07 2 107 0.379 0.02 0.00 0.04
5 97 0.330 32.01 3 105 0.470 0.11 0.01 1.27
6 55 0.680 37.40 4 97 0.310 -0.05 0.00 0.24
7 50 0.540 27.00 5 97 0.330 -0.03 0.00 0.09
8 1475 0.440 649.00 6 55 0.680 0.32 0.10 5.63
9 99 -0.200 -19.80 7 50 0.540 0.18 0.03 1.62
10 99 0.660 65.34 8 1475 0.440 0.08 0.01 9.44
11 37 -0.270 -9.99 9 99 -0.200 -0.56 0.31 31.05
12 46 0.490 22.54 10 99 0.660 0.30 0.09 8.91
13 144 0.463 66.67 11 37 -0.270 -0.63 0.40 14.69
14 302 0.550 166.10 12 46 0.490 0.13 0.02 0.78
15 60 0.530 31.80 13 144 0.463 0.10 0.01 1.53
16 223 0.560 124.88 14 302 0.550 0.19 0.04 10.90
17 127 0.392 49.78 15 60 0.530 0.17 0.03 1.73
18 77 0.540 41.58 16 223 0.560 0.20 0.04 8.92
19 1529 0.300 458.70 17 127 0.392 0.03 0.00 0.13
20 1529 0.240 366.96 18 77 0.540 0.18 0.03 2.49
21 284 0.460 130.64 19 1529 0.300 -0.06 0.00 5.50
22 65 0.670 43.55 20 1529 0.240 -0.12 0.01 22.02
23 56 0.570 31.92 21 284 0.460 0.10 0.01 2.84
24 166 0.250 41.50 22 65 0.670 0.31 0.10 6.25
25 196 0.350 68.60 23 56 0.570 0.21 0.04 2.47
26 166 0.200 33.20 24 166 0.250 -0.11 0.01 2.01
27 196 0.430 84.28 25 196 0.350 -0.01 0.00 0.02
26 166 0.200 -0.16 0.03 4.25
JML 7490 10.652 2696.39
27 196 0.430 0.07 0.00 0.96
R 0.3600
Jml 7490 10.652 0.93 1.34 145.96
Varians r 0.0195
2
Varians rxy atau (σ r) dihitung dengan

Buletin Psikologi 128


KETIDAKBERDAYAAN DAN PERILAKU BUNUH DIRI

menggunakan persamaan: dapat diketahui bahwa dampak kesalahan


pengambilan sampel adalah sebesar
14.065%.
Sr2  Σ N (r r) = 145.96= 0.0195
i i 2
Kesalahan Pengukuran
ΣN 7490
Setiap pengukuran mengandung error yang
Varians korelasi rxy sebesar 0.0195 adalah dapat melemahkan koefisien korelasi.
perpaduan variansi dalam korelasi populasi dan Penghitungan kesalahan pengukuran akan dapat
variansi dalam korelasi sample yang dihasilkan dilihat berdasarkan tabel 4.
dari kesalahan sampling. Rerata gabungan dihitung dengan rumus:
A= Ave(a)Ave(b)=(0.954)(0.950)= 0.907
Varians kesalahan pengambilan sampel
Estimasi variansi dalam korelasi populasi yang
Korelasi populasi yang dikoreksi oleh
sesungguhnya dapat diperoleh dengan
kesalahan pengukuran dihitung dengan: r
melakukan koreksi berdasar kesalahan 0.360
sampling. ρ= = = 0.3968
A 0.907

e2  (1r2)2 = 0.758


Jumlah koefisien kuadrat variasi dihitung
= 0.003
dengan:
N1 276.407 SD2(a) SD2(b)
Variasi kesalahan pengambilan sampel sebesar V = Ave2(a) + Ave2(b) = ((0.000470.9544))22 +
0.003. ((0.001380.9505))22

Estimasi Varians Korelasi Populasi = 0.00047+0.00139= 0.00186


Untuk mendapatkan variansi korelasi populasi
yang sesungguhnya, maka variansi korelasi harus Varians yang disebabkan pada artifak kesalahan
dikurangi variansi kesalahan sampling: pengukuran dihitung dengan:

s22 =ρ2A2V =(0.3968)2(0.9072)2(0.0018)


ρo 2r
2 σ2e = 0.01950.003= 0.0165 σ =σ
= 0.000241
Interval Kepercayaan
Jika korelasi populasi setelah dikoreksi Variansi korelasi yang sesungguhnya dihitung
dengan jumlah sampel (r), maka interval dengan:
kepercayaan dapat diperoleh dengan rumus:

r1.96SD r1.96(0.129) r±1.96σρo =


σ2ρ σ2ρoA2s22 = 0.017(0.90720.000241)2= 0.020054
=r±1.96(0.129)= 0.36±0.253
Interval kepercayaan dengan penerimaan
Sehingga diperoleh interval kepercayaan 95% dihitung dengan: ρ±1.96SD=
0.106 < r < 0.614 0.3968±1.96(0.1416)

Dampak Kesalahan Pengambilan Sampel = 0.3968±0.2775


Dampak kesalahan pengambilan sampel dapat Sehingga diperoleh interval kepercayaan 0.1193
diperoleh dengan mengikuti persamaan berikut: < ρ < 0.6743

σ2e 0.003 Dampak variansi reliabilitas


dihitung dengan:

dampak σ2r 100= 0.019100= 14.065
dampak= s22 100= 0.000241100=1.2357 σ2r
Berdasarkan perhitungan tersebut 0.019

Buletin Psikologi 129


KETIDAKBERDAYAAN DAN PERILAKU BUNUH DIRI

Tabel 4
Estimasi Kesalahan Pengukuran
No N Ri N x ri rxx (a) ryy (b)
1 103 0.318 32.75 0.92 0.959 0.93 0.964
2 107 0.379 40.55 0.92 0.959 0.97 0.985
3 105 0.470 49.35 0.93 0.964

4 97 0.310 30.07 0.93 0.964 0.89 0.943


5 97 0.330 32.01 0.93 0.964 0.89 0.943
6 55 0.680 37.40 0.97 0.985 0.95 0.975
7 50 0.540 27.00 0.93 0.964 0.95 0.975
8 1475 0.440 649.00 0.93 0.964 0.93 0.964
9 99 -0.200 -19.80

10 99 0.660 65.34

11 37 -0.270 -9.99

12 46 0.490 22.54

13 144 0.463 66.67 0.87 0.933 0.82 0.906


14 302 0.550 166.10 0.81 0.900 0.96 0.980
15 60 0.530 31.80

16 223 0.560 124.88 0.94 0.970 0.85 0.922


17 127 0.392 49.78 0.93 0.964 0.74 0.860
18 77 0.540 41.58 0.93 0.964 0.96 0.980
19 1529 0.300 458.70 0.85 0.922

20 1529 0.240 366.96 0.85 0.922

21 284 0.460 130.64 0.85 0.922 0.88 0.938


22 65 0.670 43.55 0.93 0.964 0.87 0.933
23 56 0.570 31.92 0.91 0.954 0.98 0.990
24 166 0.250 41.50 0.93 0.964 0.97 0.985
25 196 0.350 68.60 0.93 0.964 0.97 0.985
26 166 0.200 33.20 0.93 0.964 0.97 0.985
27 196 0.430 84.28 0.93 0.964 0.97 0.985
JML 7490 10.652 2696.39 20.998 14.258

22.000 15.000

R 0.3600 0.000 0.001

0.021 0.035

Ave 0.954 0.950

Hasil meta-analisis menunjukkan bahwa


Dampak variasi reliabilitas tersebut korelasi populasi yang sesungguhnya setelah
menunjukkan bahwa korelasi yang berbeda dikoreksi oleh kesalahan pengukuran sebesar
antara rerata populasi dan rerata studi dalam 0.360, dan variasi kesalahan pengambilan
penelitian, yang disebabkan adanya kesalahan sampel sebesar 0.003, dengan SD sebesar 0.129
pengukuran adalah sebesar 1.2357%. dan masuk dalam rentang interval kepercayaan
95%, dalam batas penerimaan 0.106<r<0.614.

Buletin Psikologi 130


KETIDAKBERDAYAAN DAN PERILAKU BUNUH DIRI

Menurut Cohen, hasil analisis data pada studi depresi sebagai tanda yang menunjukkan
meta-analisis tentang hubungan antara keseriusan dari keinginan bunuh diri. Riset
ketidakberdayaan dan perilaku bunuh diri kualitatif yang dilakukan oleh Keyvanara &
tergolong kategori medium atau sedang (dalam Hagshenas (2011) juga menemukan bahwa
Ellis, 2010) dengan r sebesar 0.360. Hasil ini ketidakberdayaan ditemukan pada remaja yang
menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan melakukan percobaan bunuh diri. Lebih lanjut
bahwa ada hubungan antara ketidakberdayaan dikatakan oleh Wenzel dan Beck (2008)
dan perilaku bunuh diri dapat diterima. menegaskan bahwa ide bunuh diri muncul dari
kombinasi kondisi ketidakberdayaan saat ini
Koefisien korelasi populasi setelah dengan bias dalam memproses tanda-tanda
dilakukan koreksi kesalahan pengukuran sebesar yang mengacu pada bunuh diri, dan tindakan
0.3968, dengan batas penerimaan 0.1193 < r < bunuh diri muncul ketika seseorang tidak
0.6743. Hasil korelasi tersebut tergolong lebih mampu lagi mentoleransi ketidakberdayaan
tinggi dari korelasi populasi setelah dikoreksi yang muncul dari kondisi kognitif emosional.
terhadap sampling. Persentase variansi yang
disebabkan oleh artefak kesalahan sampling Studi meta-analisis ini sesungguhnya
adalah sebesar 14.065%. Persentase ini lebih meneguhkan temuan penelitian terdahulu,
besar dibandingkan dengan persentase variansi ketidakberdayaan sesungguhnya menjadi
yang disebabkan oleh artefak kesalahan prediktor terhadap perilaku bunuh diri. Studi ini
pengukuran, yaitu sebesar 1.235%. Kedua juga telah melihat hubungan ketidakberdayaan
artefak tersebut secara keseluruhan dengan perilaku bunuh diri dengan variasi subjek
menyumbang 15.3%. klinis maupun non-klinis, dengan melibatkan
sampel dari studi di Negara-negara Barat dan di
Berdasarkan data empiris terlihat bahwa Negara-negara Timur. Meskipun korelasi yang
nilai r bergerak antara 0,2-0,67. Selain itu diperoleh tergolong medium, namun sulit untuk
terdapat dua data yang menunjukkan korelasi mengabaikan variabel ketidakberdayaan ketika
negatif. Namun demikian, secara umum membahas tentang perilaku bunuh diri.
terdapat lebih dari 80% data yang menunjukkan
korelasi 0.3 dan di atasnya. Kondisi ini
Penutup
mendukung hasil analisis yang menunjukkan
Studi meta-analisis ini memberikan informasi
korelasi pada tingkat medium atau sedang,
bahwa ketidakberdayaan memberikan
artinya menurut Cohen (dalam Ellis, 2010)
kontribusi terhadap perilaku bunuh diri dengan
bahwa efek ketidakberdayaan terhadap perilaku
nilai korelasi yang diperoleh tergolong kategori
bunuh diri tidak terlalu kuat. Meski demikian,
medium. Keterbatasan penelitian ini dapat
variabel ketidakberdayaan dapat berperan
dilihat dari variasi sampelnya yaitu dari
sebagai variabel mediator pada penelitian
kelompok pasien klinis dan non-klinis sehingga
selanjutnya ketika mengukur tentang perilaku
disarankan untuk melakukan pengelompokan
bunuh diri.
berdasarkan karakteristik sampel yang setara
Penelitian mengenai korelasi antara untuk mengetahui lebih mendalam karakteristik
ketidakberdayaan dan bunuh diri telah dilakukan kelompok yang memberikan kontribusi paling
oleh Beck, Kovacs dan Weissman (1975) dan kuat terhadap korelasi ketidakberdayaan dan
hasilnya juga sejalan dengan temuan dari perilaku bunuh diri. Selain itu juga, dengan
Minkoff, Bergman, Beck dan Beck (1973) bahwa keluasan spektrum perilaku bunuh diri,
ketidakberdayaan erat kaitannya dengan disarankan untuk dapat dibuat pengelompokan
keinginan bunuh diri. Meskipun dijelaskan dengan melihat korelasi antara
bahwa ketidakberdayaan bukanlah sebagai ketidakberdayaan dengan ide-ide bunuh diri,
penyebab bunuh diri, namun ditegaskan bahwa ketidakberdayaan dengan percobaan bunuh diri,
ketidakberdayaan adalah indikasi yang dan ketidakberdayaan dengan tindakan bunuh
berbahaya bahkan lebih sensitif daripada diri. Pengelompokan ini akan semakin

Buletin Psikologi 131


KETIDAKBERDAYAAN DAN PERILAKU BUNUH DIRI

memperjelas kontribusi ketidakberdayaan Y., Oh, Y., Lee, H. K., Kweon, Y. S., Lee, C. T.,
terhadap masing-masing konstruk perilaku & Lee, K. U. (2013). Risks and protective
bunuh diri. factors predicting multiple suicide attempts.
Psychiatry Research,
Daftar Pustaka 210, 957-961. doi: 10.1016/
Abramson, L. Y., Metalsky, G. I., & Alloy, L. B. j.psychres.2013.09.026.
(1989). Hopelessness depression: A Theory-
Crosby, A. E., Ortega, L., & Melanson, C. (2011).
based subtype of depression. Psychological Self-directed violance surveillance: uniform
Review, 96(2), 358-272. definitions and recommended data elements,
version 1.0. Georgia: Centers for
Bridge, J. A., Goldstein, T. R., & Brent, D. A.
Disease Control and Prevention National
(2006). Adolescent suicide and suicidal
Center for Injury Prevention and Control
behavior. Journal of Child Psychology and Division of Violence
Psychiatry, 47(3/4), pp 372–394. Prevention.
Beck, A. T., Brown, G., Berchick, R. J., Stewart, B. Ellis, P. D. (2010). The essential guide to effect
L., & Steer, R. A. (1990). Relationship size. Statistical power, meta-analysis, and
between hopelessness and ultimate suicide: the interpretation of research results. United
A replication with psychiatric outpatients. Kingdom: Cambridge University Press.
The American Journal of Psychiatry, 147(2),
*Eshun, S. (1999). Cultural variation in
190-195.
hopelessness, optimism, and suicidal
Beck, A. T., Kovacs, M., & Weissman, A. (1975). ideation: A study of Ghana and U.S. college
Hopelessness and suicidal behavior. An samples. Cross-Cultural
overview. Special Communications, 234(11), Research, 33(3), 227-238.
1146-1149.
*Gooding, P., Tarrier, N., Dunn, G., Shaw, J.,
Brezo, J., Paris, J., & Turecki, G. (2006). Awenat, Y., Ulph, F., & Pratt, D. (2015).
Personality traits as correlates of suicidal Effect of hopelessness on the links between
ideation, suicide attempts, and suicide psychiatric symptoms and suicidality in a
completions: A systematic review. Acta vulnerable population at risk of suicide.
Psychiatrica Scandinavica, 113, 180-206. Psychiatry Research, 230, 464-471. doi:
10.1016/j.psychres. 2015. 09.037.
Card, N. A. (2012). Applied meta-analysis for
*Hewitt, P. L., Caelian, C. F., Chen, C., & Flett, G.
social science research. New York: The
L. (2014). Perfectionism, stress, daily
Guildford Press.
hassles, hopelessness, and suicide potential
*Chapman, A. L., Specht, M. W., & Cellucci, T. in depressed psychiatric adolescents.
(2005). Factors associated with suicide Journal of Psychopathology Behavior
attempts in female inmates: The hegemony Assessment, 36, 663-674. doi:
of hopelessness. Suicide & 10.1007/s10862-014-9427-0.
Life-Threatening Behavior, 35(5), 558-569. *Hirsch, J. K., & Conner, K. R. (2006).
*Chiles, J. A., Strosahl, K. D., Ping, Z. Y., Dispositional and explanatory style
Michael, M. C., Hall, K., Jemelka, R., Senn, B., optimism as potential moderators of
& Reto, C. (1989). Deppression, hopelessness, relationship between hopelessness and
and suicidal behavior in Chinese and American
suicidal ideation. Suicide & Life-
Psychiatric patients. The American Journal of
Threatening Behavior, 36(6), 661-669.
Psychiatry, 146(3), 339-344.
Hunter, J. E., & Schmidt, F. L. (2004). Methods
Choi, K. H., Wang, S. M., Yeon, B., Suh, S.
of meta-analysis. Correcting error and bias

Buletin Psikologi 132


KETIDAKBERDAYAAN DAN PERILAKU BUNUH DIRI

in research finding. Second edition. USA: Kwok, S. Y. C. L., & Shek, D. T. L. (2010).
Sage Publications, Inc. Hopelessness, parent-adolescent
*Izci, F., Zincir, S., Zincir, S. B., Bilici, R., communication, and suicidal ideation
Gica, S., Koc, M. S. I., Goncu, T., Terzi, A., & among Chinese adolescents in Hong Kong.
Semiz, U. B. (2015). Suicide attempt, Suicide and Life-Threatening
suicidal ideation and hopelessness level in Behavior, 40(3), 224-233.
major depressive patients with and
Large, M., Smith, G., Sharma, S., Nielssen, O., &
without alexithymia. The Journal of
Singh, S. P. (2011). Systematic review and
Psychiatry and Neurological Sciences, 28, meta-analysis of the clinical factors
27-33. doi: 10.5350/ DAJPN2015280103 associated with the suicide of psychiatric in-
*Jaiswal, S. V., Faye, A. D., Gore, S. P., Shah, H. patients. Acta Psychiatrica Scandinavica,
R., & Kamath, R. M. (2016). Stressful life 124, 18-29.
events, hopelessness, and suicidal intent in
*Li, D., Li, X., Wang, Y., & Bao, Z. (2016).
patients admitted with attempted suicide
Parenting and Chinese adolescent suicidal
in a tertiary care general hospital. Journal
ideation and suicide attempts: The
of Postgraduate Medicine, 62, 102-104.
mediating role of hopelessness. Journal of
*Johnson, J., Gooding, P. A., Wood, A. M., Child and Family Study, 25, 1397-1407.
Taylor, P. J., Pratt, D., & Tarrier, N. (2010).
Links, P., Nisenbaum, R., Ambreen, M.,
Resilience to suicidal ideation in psychosis:
Balderson, K., Bergmans, Y., Eynan, R.,
Positive self-appraisals buffer the impact of
Harder, H., & Cutcliffe, J. (2012). Prospective
hopelessness. Behaviour Research and
study of risk factors for increased suicide
Therapy. 48(9), 883-889. doi: ideation and behavior following recent
10.1016/j.brat.2010.05.013. discharge. General Hospital Psychiatry, 34,
Keyvanara, M., & Hagshenas, A. (2011). 88-97. doi:
Sociocultural contexts of attempting 10.1016/j.genhosppsych.2011.08.016
suicide among Iranian youth: A qualitative
*Mazza, J. J., Reynolds, W. M. (1998). A
study. Eastern Mediterranean Health
longitudinal investigation of deppression,
Journal, 17, 6, 529-535. hopelessness, social support, and major and
Kleiman, E. M., & Liu, R. T. (2013). Social support minor life events and their relation to
as a protective factor in suicide: suicidal ideation in adolescents. Suicide and
Finding from two nationally Life-Threatening Behavior, 28(4), 358- 374.
representative samples. Journal of Affective
Marty, M. A., Segal, D. L., & Coolidge, F. L.
Dissorders, 150, 540-545. doi:
(2010). Relationships among dispositional
10.1016/j.jad.2013.01.033
coping strategy, suicidal ideation, and
Klonsky, E. D., Kotov, R., Bakst, S., Rabinowitz, J., protective factors against suicide in older
& Bromet, E. J. (2012). Hopelessness as a adults. Aging & Mental Health, 14(8),
predictor of attempted suicide among first
1015-1023. doi: 10.1080/ 13607863.
admission patients with Psychosis: A 10-
2010.501068.
year cohort study. Suicide LifeThreatening
Behavior, 42(1), 1-10. doi: 10.1111/j.1943- Minkoff, K., Bergman, E., Beck, A. T., & Beck, R.
278X.2011.00066.x. (1973). Hopelessness, depression, and
attempted suicide. American Journal of
Kompas. (2016). Setiap jam, satu orang bunuh Psychiatry, 130(4), 455-459.
diri. 8 September 2016.

Buletin Psikologi 133


KETIDAKBERDAYAAN DAN PERILAKU BUNUH DIRI

*Miranda, R., Valderrama, J., Tsypes, A., Gadol, thinking. Suicide and Life-Threatening
E., Gallagher, M. (2013). Cognitive Behavior, 36(4), 443-454.
inflexibility and suicidal ideation: Mediating
role of brooding and hopelessness. *Troister, T., & Holden, R. R. (2010). Comparing
Psychiatry Research, 210, 174-181. doi: psychache, depression, and hopelessness in
10.1016/ j.psychres. 2013.02.033 their associations with suicidality: A test of
shneidman’s theory of suicide. Personality
O’Connor, R. C., & Knock, M. K. (2014). Suicide 2. and Individual Differences, 49, 689-693.
The psychology of suicidal behavior. Lancet
Psychiatry, 1, 73-85. *Uncapher, H., Gallagher-Thompson, D.,
Osgood, N. J., & Bongar, B. (1998).
*O’Connor, R. C., Fraser, L., Whyte, M. C., Hopelessness and suicidal ideation in older
MacHale, S., & Masterton, G. (2008). A adults. The Gerontologist, 38(1), 6270.
comparison of specific positive future
expectancies and global hopelessness as *Walker, K. L., Chang, E. C., & Hirsch, J. K. (2016).
predictors of suicidal ideation in a Neuroticism and suicidal behavior:
prospective study of repeat selfharmers. Conditional indirect effects of social
Journal of Affective Dissorders, 110, 207- problem solving and hopelessness.
214. doi: 10.1016/ j.jad. 2008. 01. 008 International Journal of Mental Health
Addiction, doi: 10.1007/s11469016-9648-4.
Reinecke, M. A., & Franklin-Scott, R. L. (2005).
Assessment of suicide: Beck’s scale for Wenzel, A., & Beck, A. T. (2008). A cognitive
assessing mood and suicidality. Dalam Yufit, model of suicidal behavior: theory and
R. I., & Lester, D. (2005). Assessment, treatment. Applied and Preventive
treatment, and prevention of suicidal Psychology, 12, 189-201. doi:
behavior. USA: John Wiley & Sons, Inc. 10.1016/j.appsy.2008.05.001.

Rutter, P. A. & Behrendt, A. E. (2004). Wenzel, A., Brown, G. K., & Beck, A. T. (2009).
Adolescent suicide risk: Four psychosocial Cognitive therapy for suicidal patients.
factors. Adolescence, 39, 154, pp 295-302. scientific and clinical applications.
Washington DC: American
Silverman, M. M., Berman, A. L., Sanddal, N. D., Psychological Association.
O’Carroll, P. W., & Joiner, T. E. (2007).
Rebuilding the tower of Babel: A revised Westefeld, J. S., Range, L. M., Rogers, J. R.,
nomenclature for the study of suicide and Maples, M. R., Bromley, J. L., & Alcorn, J.
suicidal behaviors part 2: Suicide-related (2000). Suicide: an overview. The
ideations, communications, and behaviors. Counseling Psychologist, 28(4), 445-510.
Suicide & LifeThreatening Behavior, 37(3), doi: 10.1177/0011000000284002.
264-277. *Wilson, C. J., & Deane, F. P. (2010).
*Smith, J. M., Alloy, L. B., Abramson, L. Y. (2006). Helpnegation and suicidal ideation: The role
Cognitive vulnerability to deppression, of deppression, anxiety, and hopelessness.
rumination, hopelessness, and suicidal Journal Youth Adolescence, 39, 291-305.
ideation: multiple pathways to self-injurious doi: 10.1007/s10964-009-

9487-8.

Buletin Psikologi 134

Anda mungkin juga menyukai