Anda di halaman 1dari 12

I.

Jenis Kasus (Diagnosa Medik)


CHF (Congestive Heart Failure)
1.1 Definisi
a) CHF (Congestive Heart Failure)
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-
sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan
peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk
dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan
menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan
dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat.
Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal
ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti
tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak
(congestive) (Udjianti, 2010).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/ kemampuannya hanya ada
kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal (Mansjoer dan
Triyanti, 2007).

1.2 Klasifikasi CHF


New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam
4 kelas: (Mansjoer dan Triyanti, 2007)
NYHA I : Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan
NYHA II : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktivitas
sehari-hari tanpa keluhan.
NYHA III : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
NYHA IV : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan
harus tirah baring.

1.3 Etiologi
a) CHF (Congestive Heart Failure)

1
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu :
 Faktor eksterna (dari luar jantung)
hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia kronis/ berat.
 Faktor interna (dari dalam jantung)
1. Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect
(ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
2. Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
3. Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
4. Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut

1.4 Patofisiologi CHF


Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal.
Dapat dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO:
Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume
Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung
berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah
yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang
tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling
pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung
berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan
serabut jantung); (2) Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi
yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut
jantung dan kadar kalsium); (3) Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel
yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik
pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang

2
akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume
dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal
ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan
menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama,
maka akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa
berfungsi dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama
(kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik.
Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan
dan timbul edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan
arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan
humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi
miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume
darah sentral yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi
ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat
mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas
miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri
koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti
pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi
ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika
aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan.
Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah
ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi
sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi,
menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler perifer selanjutnya dan penigkatan
afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam
sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada
gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan
tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek
natriuretik dan vasodilator.

3
1.5 Manifestasi Klinis CHF
a) Peningkatan volume intravaskular.
b) Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat turunnya
curah jantung.
c) Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang menyebabkan
cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli; dimanifestasikan dengan batuk dan
nafas pendek.
d) Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat peningkatan tekanan
vena sistemik.
e) Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung terhadap
latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat perfusi darah dari
jantung ke jaringan dan organ yang rendah.
f) Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume
intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun (pelepasan renin ginjal).
Sumber : Niken Jayanthi (2010)

1.6 Komplikasi
1. Kerusakan atau kegagalan ginjal
Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya dapat
menyebabkan gagal ginjal jika tidak ditangani. Kerusakan ginjal dari gagal
jantung dapat membutuhkan dialysis untuk pengobatan.
2. Masalah katup jantung
Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat terjadi kerusakan
pada katup jantung.
3. Kerusakan hati
Gagal jantung dapat menyebabkan penumpukan cairan yang menempatkan terlalu
banyak tekanan pada hati. Cairan ini dapat menyebabkan jaringan parut yang
mengakibatkan hati tidak dapat berfungsi dengan baik.
4. Serangan jantung dan stroke
Karena aliran darah melalui jantung lebih lambat pada gagal jantung daripada di
jantung yang normal, maka semakin besar kemungkinan akan mengembangkan
pembekuan darah, yang dapat meningkatkan risiko terkena serangan jantung atau
stroke.

4
1.7 Pemeriksaan Penunjang CHF
a. Foto torax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema atau
efusi pleura yang menegaskan diagnosa CHF.
b. EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan
iskemi (jika disebabkan AMI), pergeseran Axis jantung
c. Pemeriksaan Lab meliputi : Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar
natrium yang rendah akibat dari hemodelusi darah dari adanya kelebihan
retensi air, K, Na, Cl, Ureum, gula darah (Padila, 2013).

1.8 Penatalaksanaan CHF


a) Memperbaiki kontraksi miokard/perfusi sistemik
 Istirahat total/tirah baring dalam posisi semi fowler
 Memberikan terapi oksigen sesuai dengan kebutuhan
 Memberikan terapi medik : digitalis untuk memperkuat kontraksi otot jantung
b) Menurunkan volume cairan yang berlebihan
 Memberikan terapi medik : diuretik untuk mengurangi cairan di jaringan
 Mencatat intake dan output
 Menimbang berat badan
 Restriksi garam/diet rendah garam
c) Mencegah terjadinya komplikasi
 Mengatur jadwal mobilisasi secara bertahap sesuai keadaan klien
 Mencegah terjadinya immobilisasi akibat tirah baring
 Merubah posisi tidur
 Memperhatikan efek samping pemberian medika mentosa; keracunan
digitalis
 Memeriksa atau memonitor EKG
d) Pengobatan pembedahan Komisurotomi
Hanya pada regurgitasi aorta akibat infeksi aorta, reparasi katup aorta dapat
dipertimbangkan. Sedangkan pada regurgitasi aorta akibat penyakit lainnya
umumnya harus diganti dengan katup artifisial. Indikasi pada keluhan sesak
napas yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan symptomatik. Bila
ekhokardiografi menunjukkan sistole ventrikel kiri 55 mm, atau fractional

5
shortning 25% dipertimbangkan untuk tindakan operasi sebelum timbul gagal
jantung.
e) Pendidikan kesehatan, menyangkut penyakit, prognosis, pemakaian obat-obatan
serta mencegah kekambuhan
 Menjelaskan tentang perjalanan penyakit dan prognosisnya
 Menjelaskan tentang kegunaan obat-obat yang digunakan, serta memberikan
jadwal pemberian obat
 Merubah gaya hidup/ kebiasaan yang salah : merokok, stress, kerja berat,
minum alkohol, makanan tinggi lemak dan kolesterol
 Menjelaskan tentang tanda-tanda serta gejala yang menyokong terjadinya
gagal jantung, terutama yang berhubungan dengan kelelahan, lekas capai,
berdebar-debar, sesak napas, anoreksia, keringat dingin
 Menganjurkan untuk kontrol semua secara teratur walaupun tanpa gejala
 Memberikan dukungan mental, klien dapat menerima keadaan dirinya secara
nyata/realitas akan dirinya baik
Terapi Lain:
1. Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara lain: lesi katup
jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi alkohol, pirau
intrakrdial, dan keadaan output tinggi.
2. Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
3. Posisi setengah duduk.
4. Oksigenasi (2-3 liter/menit).
5. Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan untuk
mencegah, mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada hipertensi dan gagal
jantung. Rendah garam 2 gr disarankan pada gagal jantung ringan dan 1 gr pada
gagal jantung berat. Jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter
pada gagal jantung ringan.
6. Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas, tetapi bila
pasien stabil dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur. Latihan jasmani
dapat berupa jalan kaki 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5
kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal
pada gagal jantung ringan atau sedang.
7. Hentikan rokok dan alkohol

6
8. Revaskularisasi koroner
9. Transplantasi jantung
10. Kardoimioplasti

7
II. Fokus Assesment (Pathway)

Disfungsi Beban tekanan Beban sistole Beban volume


miocardium berlebihan berlebihan berlebihan
III.

Kontraktilitas
IV. Beban sistole Preload Gagal jantung kanan
berkurang meningkat
meningkat
Hambatan pengosongan
ventrikel

Beban jantung meningkat

Gagal jantung kiri Gagal jantung kongestif Kurang


pengetahuan
Gagal pompa ventrikel kiri
Cemas

Forward failure Backward failure

COP LVED naik

Renal flow Tekanan kapiler paru naik Tekanan vena


Suplai darah
Suplai O2 turun pulmo naik
jaringan turun
otak menurun
GFR Oedema paru
Nutrisi Metabolisme an aerob

Retensi Na + H2O Cairan masuk dalam alveoli Penyempitan


Metabolisme
selTimbunan asam laktat meningkat saluran paru

Kelebihan volume
Lemah cairan
Fatique Gangguan pertukaran gas Sesak napas

Intoleransi aktivitas
Gangguan perfusi
Gangguan pola
jaringan
napas

8
III. Diagnosa Keperawatan

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium sekunder penurunan


GFR (Gromerulus Filtration Rate).
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler
alveolar.
3. Gangguan pola napas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai
oksigen dan ebutuhan oksigen
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan tubuh.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan sirkulasi

IV. Intervensi dan Rasionalisasi

Diagnosa Intervensi Rasional


Kelebihan volume a. Pantau haluaran urin, a. Keluaran urine mungkin
cairan berhubungan jumlah dan warna saat sedikit dan pekat karena
dengan retensi terjadi dieresis penurunan perfusi ginjal
natrium sekunder b. Hitung masukan dan b. Menentukan kehilangan
penurunan GFR. keluaran cairan selama 24 cairan tiba tiba
jam /berlebihan
c. Ukur lingkar abdomen c. Pada gagal jantung kanan
sesuai indikasi cairan dapat berpindah
d. Kolaborasi pemberian kedalam area peritoneal,
diuretic menyebabkan asites
e. Auskultasi bunyi nafas d. Meningkatkan laju urine
dan menghambat
reabsorbsi natrium pada
tubulus ginjal
e. Menyatakan adanya
kongesti paru.
Gangguan a. Kaji tingkat pernapasan, a. Pola pernafasan yang
pertukaran gas kedalaman, dan usaha, cepat dan dangkal serta
berhubungan termasuk penggunaan obat hipoventilasi
dengan perubahan aksesori, sengatan hidung, mempengaruhi pertukaran
membran kapiler dan pola pernapasan gas. Peningkatan laju

9
alveolar abnormal pernapasan, penggunaan
b. Kaji paru-paru untuk area oto aksesori, sengatan
ventilasi yang menurun hidung pernapsan perut.
dan auskultasi adanya b. Adanya kerutan dan desis
suara adventif mungkin mengingtakan
c. Pantau tanda dan gejala perawat tersebut pada
atelektasis: suara napas obstruksi jalan nafas,
bronkial atau tubular, yang dapat menybabkan
retak, tamasya dada yang atau memperparah
berkurag, tamasya hipoksia yang ada.
diafragma terbatas, dan c. Keruntuhan alveoli
pergeseran trakea ke sisi meningkatkan shunting
yang terkena (perfusi tanpa ventilasi),
d. Kolaborasi dengan team mengakibatkan
medis untuk terapi oksigen hipoksemia
yang benar dan pemberian
terapi obat yang sesuai.
Gangguan pola a. Posisikan pasien semi a. Untuk memaksimalkan
napas berhubungan fowler potensi ventilasi
dengan ketidak b. Auskultasi suara nafas, b. Memonitor kepatenan
seimbangan antara catat hasil penurunan jalan napas
suplai oksigen dan daerah ventilasi atau tidak c. Memonitor respirasi dan
kebutuhan oksigen adanya suara adventif keadekuatan oksigen.
c. Monitor pernapasan dan
status oksigen yan sesuai.
Intoleransi aktivitas a. Periksa tanda vital sebelum a. Hipotensi ortostatik dapat
berhubungan dan sesudah aktivitas terjadi dengan
dengan kelemahan b. Observasi peningkatan aktivitas
tubuh kehilangan/gangguan b. Dapat menunjukan
keseimbangan gaya jalan dan peningkatan
kelemahan otot dekompensasi jantung
c. Anjurkan klien istirahat dari pada kelebihan
bila terjadi kelelahan dan aktivitas.
kelemahan, menganjurkan

10
klien melakukan aktivitas
semampunya.
d. Evaluasi peningkatan
intoleran aktivitas
Gangguan perfusi a. Observasi warna kulit a. Warna kulit khas terjadi
jaringan bagian yang sakit pada saat sianosis,kulit
berhubungan b. Catat penurunan nadi : dingin. Selama perubahan
dengan gangguan perubahan trafik kulit warna,bagian yang sakit
sirkulasi c. Lihat dan kaji kulit untuk menjadi dingin kemudian
ulserasi,lesi,area gangrene berdenyut dan sensasi
d. Dorong nutrisi dan vitamin kesemutan
yang tepat b. Perubahan menunjukan
e. Pantau tanda-tanda kemajuan atau proses
kecukupan perfusi jaringan kronis
f. Dorong pasien melakukan c. Lesi dapat terjadi dari
latihan jalan atau latihan ukuran jarum sampai
ekstermitas bertahap. melibatkan seluruh ujung
jari dan dapat
mengakibatkan infeksi
d. Keseimbangan diet yang
baik meliputi protein dan
hidrasi adekuat, perlu
untuk penyembuhan
e. Untuk mengetahui tanda-
tanda dari gangguan
perfusi
f. Untuk melancarkan
sirkulasi

11
IV. Buku Sumber
Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia
Lanjut dengan Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember
2006. Semarang: UNDIP.
Bararah,dkk. 2013. Asuhan Keperawatan : Panduan Lengkap Menjadi Perawat
Profesional Jilid 1. Prestasi Pustakaraya, Jakarta.
Jayanti, N. 2010. Gagal Jantung Kongestif. Dimuat dalam
http://rentalhikari.wordpress.com/2010/03/22/lp-gagal-jantung-kongestif/
Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., Iet all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika

12

Anda mungkin juga menyukai