Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN

DENGAN RESIKO BUNUH DIRI

Disusun Guna Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Jiwa

Preseptor Klinik : Titik Suerni, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp. Kep. J

Pembimbing Akademik : Rahajeng Win Martani, S.Kep.,Ns.,MNS

Disusun Oleh :

IMAM GHOZALI S.Kep


NPM. 1422002851

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEKALONGAN

2023

i
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
RESIKO BUNUH DIRI

Disusun Guna Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Jiwa

Telah dilakukan laporan pendahuluan

Tanggal 30 Januari 2023

Oleh

IMAM GHOZALI S.Kep


NPM. 1422002851

Diperiksa dan disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Perseptor Klinik

Rahajeng Win Martani, S.Kep.,Ns.,MNS Titik Suerni, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp. Kep.


J NPP. 111012296 NIP : 19760822 200003 2 003
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Gangguan jiwa adalah sindrom pola perilaku seseorang yang secara khas
berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment)
di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia, yaitu fungsi
psikologik, perilaku, biologik, dan gangguan itu tidak hanya terletak di dalam
hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat (Maslim & Maramis
dalam Yusuf, 2015). Pada masalah kesehatan fisik yang memperlihatkan
berbagai macam gejala dan disebabkan berbagai hal kejadian masa lalu yang
sama dengan kejadian saat ini. Gejala yang berbeda mungkin banyak muncul
pada klien dengan masalah kesehatan jiwa tidak dapat menceritakan
masalahnya bahkan mungkin menceritakan hal yang berbeda dan kontradiksi.
Kemampuan mereka untuk berperan dan menyelesaikan masalah juga
bervariasi (Keliat, 2011).
Prevalensi gangguan jiwa di Indonesia mencapai 245 jiwa per 1000
penduduk hal ini merupakan kondisi yang sangat serius karena lebih tinggi 2,6
kali dari ketentuan World Health Organization (WHO, 2011). Prevalensi
penderita menciderai diri di Indonesia adalah 0,3-1% dan bisa timbul pada usia
sekitar 18-45 tahun, namun ada juga yang baru berusia 11-12 tahun sudah
menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa maka
diperkirakan sekitar 2 juta skizofrenia, dimana sekitar 99% pasien di Rumah
Sakit Jiwa adalah: penderita yang menciderai dirinya (WHO, 2011).
Salah satu gejala umum menciderai diri adalah halusinasi, Halusinasi
adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam jumlah
dan pola dari stimulasi yang mendekat yang disebabkan secara internal atau
eksternal disertai dengan sesuatu pengurangan berlebihan-lebihan. Distorsi atau
kelainan berespon terhadap setiap stimulus. Menciderai diri adalah tindakan

1
agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri
mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan
masalah yang dihadapi (Townsend, 2013).
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri
disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu
gagal dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi
masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan
untuk beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi,
dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal atau gagal melakukan
hubungan yang berarti, perasaan marah atau bermusuhan, bunu diri merupakan
hukuman pada diri sendiri, dan cara mengakhiri keputusan (Stuart, 2013).
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuan laporan pendahuluan ini adalah mampu memahami dan
menerapkan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan
pada pasien dengan resiko bunuh diri.
b. Tujuan Khusus
1. Mampu mengetahui pengertian dari resiko bunuh diri
2. Mampu mengetahui etiologi dari resiko bunuh diri
3. Mampu mengetahui faktor predisposisi dari resiko bunuh diri
4. Mampu mengetahui patofisiologi dan pathway dari resiko bunuh diri
5. Mampu mengetahui tanda dan gejala dari resiko bunuh diri
6. Mampu mengetahui pemeriksaan penunjang dari resiko bunuh diri
7. Mampu mengetahui pengkajian dari resiko bunuh diri
8. Mampu mengetahui diagnosa yang mungkin muncul dari resiko bunuh
diri
9. Mampu mengetahui rencana asuhan keperawatan dari resiko bunuh diri
10. Mampu mengetahui implementasi dari resiko bunuh diri
11. Mampu mengetahui evaluasi dari resiko bunuh diri

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Pengertian
Bunuh diri adalah kematian yang ditimbulkan oleh diri sendiri dan
disengaja (Sadock, 2013). Bunuh diri didefesinikan sebagai tindakan
mencelakai diri sendiri yang cukup serius sehingga membutuhkan pemeriksaan
medis dan dilakukan dengan tujuan untuk mengakhiri hidup (Krakowski, 2014)
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien
untuk mengakhiri kehidupannya. Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana
individu mengalami resiko untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan
tindakan yang dapat mengancam nyawa (Fitria, 2014).
2. Etiologi
Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri :
a. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
b. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
c. interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti.
d. Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri
sendiri.
e. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi bunuh diri antara lain :
a. Diagnostik Psikiatrik
Lebih > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri,
mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang
dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
1) Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
2) Lingkungan psikososial

3
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan
faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
3) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
resiko penting untuk prilaku destruktif.
4) Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan
depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku
destrukif diri.
(Stuart, 2013)
4. Patofisiologi dan Pathway
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap
membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak
kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk
melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori:
1. Ancaman bunuh diri Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang
tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan
ambevalensi seseorang tentang kematian kurangnya respon positif dapat
ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh
diri.
2. Upaya bunuh diri Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan
oleh individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau
terabaikan. Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak
langsung ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak
diketahui tepat pada waktunya. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu
individu tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah yang
menjatuhkan harga dirinya ( Stuart, 2013).

4
Peningkatan verbal/ non verbal

Pertimbangan untuk melakukan bunuh diri

Ancaman bunuh diri

Ambivelensi tentang kematian kurangnya respon positif

Upaya bunuh diri

Bunuh diri

(Stuart, 2013).

5. Tanda dan gejala


a. Mempunyai ide untuk bunuh diri
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati
c. Mengungkapkan rasa bersaah dan keputusasaan
d. Impulsif
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan ( menjasi sangat patuh)
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
g. Verbal terselubung ( berbicara tentang kematian)
h. Menanyakan tentang obat dosis mematikan
i. Status emosional ( harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah,
mengasibngkan diri)
j. Kesehatan mental ( secara klinis klien terlihat sangat depresi, psikosis, dam
menyalahginakan alkohol)

5
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan psikologi
1) psikiatri
2) Pemeriksaan psikometri
7. Pengkajian
Untuk menyaring data di perlukan format pengkajian yang didalamnya
berisi: identitas pasien, alasan masuk rumah sakit, faktor predisposisi,
pemeriksaan fisik, psikososial, status mental, kebutuhan persiapan pulang,
mekanisme koping, masalah psikososial, lingkungan pengetahuan, maupun
aspek medic
a. Identitas Klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS (Masuk Rumah Sakit), informan, tangggal pengkajian, No
Rumah klien dan alamat klien
b. Keluhan Utama
Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah dan perkembangan yang dicapai.
c. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami,
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan kriminal.
8. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Diagnosa 1 : Resiko bunuh diri
Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling
percaya Tindakan:
a) Perkenalkan diri dengan klien
b) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.

6
c) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
d) Bersifat hangat dan bersahabat.
e) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
2) Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh
diri Tindakan :
a) Jauhkan klien dari benda benda yang dapat
b) membahayakan (pisau, silet,
c) gunting, tali, kaca, dan lain lain).
d) Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh
perawat.
e) Awasi klien secara ketat setiap saat.
3) Klien dapat mengekspresikan
perasaannya Tindakan:
a) Dengarkan keluhan yang dirasakan.
b) Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan
dan keputusasaan.
c) Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan
bagaimana harapannya.
d) Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti
penderitaan, kematian, dan lain lain.
e) Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang
menunjukkan keinginan untuk hidup.
4) Klien dapat meningkatkan harga
diri Tindakan:
a) Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
b) Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
c) Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal:
hubungan antar sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
5) Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:

7
a) Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman
yang menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca
buku favorit, menulis surat dll.)
b) Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia
sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain,
mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.
c) Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain
yang mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama
dan telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi
masalah tersebut dengan koping yang efektif.
b. Diagnosa 2 : Gangguan konsep diri: harga diri
rendah Tujuan umum : Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling
percaya. Tindakan:
a) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
Tindakan :
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b) Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
c) Utamakan pemberian pujian yang realitas
3) Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk
diri sendiri dan keluarga
Tindakan:
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
ke rumah

8
4) Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari sesuai kemampuan.
b) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
c) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a) Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b) Beri pujian atas keberhasilan klien
c) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien
b) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
c. Diagnosa 3 : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan umum : Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan
Tujuan khusus :
1) Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
2) Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
3) Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
4) Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang
baik Tindakan :
a) Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan

9
b) Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
(1) Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
(2) Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan
yang positif
(3) Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
(4) Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh
pasien
(5) Merencanakan yang dapat pasien lakukan
c) Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
(1) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
(2) Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara
penyelesian masalah
(3) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah
yang lebih baik
9. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Ancaman atau percobaan bunuh diri
1) Intervensi pada pasien
a) Tujuan keperawatan
Pasien tetap aman dan selamat.
b) Tindakan keperawatan
Melindubgi pasien dengan
cara:
(1) Temani pasien terus-menerus sampai pasein dapat
dipindahkan ke tempat yang aman
(2) Jauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya: pisau, silet,
gelas, dan tali pinggang)
(3) Periksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya
jika pasien mendapatkan obatnya.
(4) Dengan lembut, jelaskan pada pasien bahwa anda akan
melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.

10
10. Implementasi
Tindakan yang dilakukan perawat saat melindungi pasien dengan risiko
bunuh diri meliputi :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
f. Perawat harus menemani pasien terus-menerus sampai pasien dapat
dipindahkan ke tempat yang lebih aman.
g. Perawat menjauhkan semua benda berbahaya (misalnya gnting, garpu,
pisau, silet, tali pinggang, dan gelas)
h. Perawat memastikan pasien telah meminum obatnya.
i. Perawat menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien
sampai tidak ada keinginan untuk bunuh diri.
11. Evaluasi
Pada evaluasi perawat mengevaluasi respon berdasarkan kemampuan
yang sudah diajarkan pada, berupa evaluasi yang dapat dilakukan untuk
menilai respon verbal dan non verbal yang dapat diobservasi oleh perawat
berdasarkan respon yang ditunjukkan oleh. Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekataan SOAP :
1) S : Respon subyektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
2) O : Respon Obyektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
3) A : Analisa terhadap data subjektif dan obyektif untuk menyimpulkan
apakah masalah manis ada atau telah teratasi atau muncul masalah baru
4) P : Perencanaan tindakah lanjut berdasarkan hasil analisis respon pasien
(Yusuf, 2015).

11
12. Discharge Planning
a. Obat
1) Pasien dan keluarga perlu diberi tahu jenis obatnya dan manfaat
masing-masing obat, dosis, waktu pemberian serta efek samping yang
mungkin timbul serta upaya penanganannya.
2) Pasien dan keluarga harus menjaga keteraturan minum obat
3) Pasien harus minum obat sesuai aturan
b. Lingkungan hidup (Environment)
1) Pasien kembali ke lingkungan aman
2) Lingkungan harus dikondisikan agar mampu menerima pasien apa
adanya
3) Lingkungan tidak mengucilkan
4) Lingkungan harus mendukung pemulihan orang dengan gangguan
jiwa (memberi aktivitas fisik)
c. Pengobatan (Treatment)
1) Pasien perlu kontrol ecara teratur dalam waktu yang cukup lama
2) Perlu didiskusikan bagaimana pengelolaan obat dirumah
d. Edukasi kesehatan
1) Keluarga diberitahu apa yang terjadi pada pasien, tanda dan gejala ,
faktor predisposisi dan presipitasi
2) Keluarga harus diajarkan bagaimana cara merawat kelarga yang
mengalami gangguan jiwa dirumah
3) Pasien dan keluarga diberitahu bagaimana cara mempertahankan
kesehatannya
4) Pasien dan keluarga perlu dijelaskan tanda-tanda munculnya gejala,
dan tindakan apa yang harus dilakukan

12
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, M., Mary, W.D., & Anastasia, M. (2015). Kesehatan Mental Psikiatri :
Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Fitria, N. 2014. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan. Jakarta: Salemba Medika.

Isaacs, Ann. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Keliat, B.A. 2011. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC.

Stuart, G.W. 2013. Principle and of Practice of Psychiatric Nursing. Edisi 7.


Mosby: Philadhepia.

Townsend. 2013. Psychiatric Mental Health Nursing. (6th). Philadelphia: F.A


Davis Company.

WHO. 2011. The word helth report; 2006: mental helth: new Understending, new
hope, www.who.int/whr/2001/en/ diperoleh tanggal 26 April 2014.

WHO. 2011. Imploving health system and service for mental health (Mental
health policy and service guidance package). Geneva 27, Switzerland:
WHO press.

Yusuf, Ahmad Dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.

13

Anda mungkin juga menyukai