BUNUH DIRI
Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Jiwa
Dosen Pengampu: Ibrahim N Bolla, S.Kp., M.M
Disusun Oleh:
Kelompok 2
Anisa Putri Rahmayanti 2250307015 Anisa Nur Fauziah 2250307022
Nita Anggraeni 2250307016 Derry Iskandar 2250307023
Dhino Restu Adji 2250307017 Annisa Shala 2250307024
Ahmad Jaelani 2250307018 Yosi Budi Permana 2250307025
Regita Cahya Pranestari 2250307019 Rinjani Cikal A 2250307026
Sheva Laila Chomisah 2250307020 Gustina Pegi L 2250307027
Yunisya Mustikaputri 2250307021 Diva Mauli Yusuf 2250307028
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
iii
1
2. Etiologi
Menurut Purbaningsih (2019) tindakan bunuh diri seseorang
disebabkan oleh dua faktor yaitu :
a. Faktor Internal
1) Faktor Biologi
Dalam hal riwayat keluarga, individu dengan riwayat bunuh
diri juga lebih mungkin memiliki penyakit mental dan pernah
mencoba bunuh diri atau pernah bunuh diri daripada individu
tanpa riwayat keluarga bunuh diri.
2) Gangguan Jiwa
Sekitar 90% kasus bunuh diri mengalami gangguan jiwa. Di
antara mereka, bunuh diri yang disebabkan oleh depresi atau
episode depresi dari gangguan bipolar dan skizofrenia
menyumbang setidaknya setengah dari total kejadian dan
merupakan gangguan mental paling umum yang menyebabkan
bunuh diri.
3) Karakteristik Kepribadian
Sebuah studi menunjukkan bahwa dengan mengontrol
kesehatan, keramahan, keterbukaan, tanggung jawab dan
ekstroversi menurunkan risiko bunuh diri diperkirakan menjadi
56,7%
4) Faktor Kognitif
Penelitian menyatakan bahwa individu yang mengalami
mencoba bunuh diri, memiliki tingkat kekakuan kognitif
(kecenderungan bertahan, ketidakmampuan mengubah
kebiasaan, konsep dan sikap setelah dikembangkan) yang lebih
tinggi daripada individu yang tidak pernah mencoba bunuh diri.
5) Faktor Perilaku
Sikap seseorang yang semakin tegas setuju dengan perilaku
bunuh diri, maka semakin kuat pula keinginan untuk bunuh diri
b. Faktor Eksternal
1) Pengalaman Hidup Yang Negatif
Model teori stres menunjukkan bahwa stres adalah salah satu
penyebab munculnya keinginan untuk bunuh diri
2) Faktor Keluarga
Faktor keluarga berdampak besar pada bunuh diri. Seperti,
pengalaman pelecehan masa kanak – kanak atau pengalaman
yang terabaikan, stabilitas keluarga dan gaya pengasuhan
keluarga juga dapat mempengaruhi ide bunuh diri.
3) Faktor Sosial dan Lingkungan
Media sosial dan forum memiliki potensi yang besar dalam
mempopulerkan dan intervensi pengetahuan tentang bunuh diri
4) Faktor Kebudayaan
Suasana budaya yang kuat dapat mempengaruhi ide bunuh
diri dengan mempengaruhi sikap individu terhadap bunuh diri
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada pasien degan risiko bunuh diri meliputi:
Melakukan ancaman untuk bunuh diri, sudah pernah mencoba
2
bunuh diri sebelumnya, mengalami depresi seperti perasat putus asa,
harga diri rendah, dan cenderung menyalahkan diri sendiri, terjadi
peristiwa kehilangan dalam kehidupannya seperti kehilangan
anggota keluarga, binatang peliharaan ataupun kekasih akibat
kematian, perceraian, diabaikan atau putusnya suatu hubungan,
mendapat tekanan dalam hidup dan kurang adanya afeksi dan
dukungan emosional dari orang di sekitarnya, gangguan tidur,
kebersihan diri dan kebiasaan makan, hilangnya minat secara tiba –
tiba terhadap aktivitas yang disukai atau aktivitas menjadi rutinitas,
terjadi pola perubahan tingkah laku yang dramatis yaitu seseorang
yang periang secara tiba – tiba menjadi pemurung dan penyendiri,
menarik diri dari lingkungan sekitar, merasa disingkirkan oleh orang
yang berarti (Tombokan, 2021).
Rentang Respon Protektif Diri
Keterangan :
1. Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai
pengharapan, yakin, dan kesadaran diri meningkat.
2. Pertumbuhan-peningkatan berisiko, yaitu merupakan posisi
pada rentang yang masih normal dialami individu yang
mengalami perkembangan perilaku.
3. Perilaku destruktif tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang
merusak kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah
kepada kematian, seperti perilaku merusak, merebut, berjudi,
tindakan kriminal, penyalahgunaan zat, perilaku yang
3
menyimpang secara sosial, dan perilaku yang menimbulkan
stres.
4. Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri
sendiri yang dilakukan dengan sengaja.
5. Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri
sendiri untuk mengakhiri kehidupan.
4. Penatalaksanaan
Pencegahan bunuh diri menurut Conwell terdiri atas
pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer adalah
suatu upaya pencegahan terjadinya perilaku bunuh diri atau keadaan
yang berkembang menjadi menjadi upaya bunuh diri. Pencegahan
sekunder adalah suatu upaya pencegahan dengan cara menemukan
sedini mungkin krisis bunuh diri dan melakukan tindakan agar tidak
berlanjut menjadi bunuh diri. Sedangkan pencegahan tersier adalah
tindakan yang ditujukan untuk menyelamatkan seseorang yang
melakukan bunuh diri, mengurangi gejala psikiatris dan penyakit
sosial pada kelompok risiko. Penanganan di ruang gawat darurat dan
di bangsal rawat inap psikiatri merupakan pelayanan tertier (WHO,
2010; Yoga, 2003 dalam Yulianti, 2019). Sedangkan menurut
Baradero, Dayrit, dan Maratning (2015) penanganan pada klien
risiko bunuh diri adalah sebagai berikut:
1. Memakai peranan seseorang yang berwenang.
Perawat perlu berperan sebagai seorang yang
berwenang atas klien karena klien belum mampu melihat
solusi lain atas masalahnya kecuali bunuh diri. Perawat perlu
menjelaskan pada klien bahwa keamanannya mendapat
prioritas utama kemudian kebutuhan atau keinginan yang
lain. Misalnya, klien ingin menyendiri di dalam kamarnya.
Keinginan ini tidak dikabulkan selama ada risiko untuk
bunuh diri.
4
2. Memberikan lingkungan yang aman.
Segala sesuatu yang dapat dipakai klien untuk bunuh
diri harus dijauhi darinya, seperti benda yang tajam, alat
cukur, gelas, kaca, botol dari kaca, tali dan seterusnya. Klien
yang mempunyai potensi bunuh diri yang tinggi, mendapat
supervisi one-to-one, artinya klien harus diawasi oleh satu
staf yang jaraknya dengan klien tidak boleh lebih dari 1,5
meter agar staf melihat klien dari dekat. Klien yang mau
memakai toilet atau kamar mandi perlu ditemani. Klien
mungkin merasa frustrasi dengan pengawasan ini maka
perawat perlu mengulang-ulang penjelasan.
3. Mencatat sistem pendukung klien.
Sering kali klien yang berpikir untuk bunuh diri tidak
mempunyai orang yang dapat memberi dukungan seperti
keluarga, rohaniwan, teman dekat, dan seterusnya. Tidak
adanya sistem pendukung akan membuat klien lebih
mengasingkan diri. Maka perawat mengkaji sistem
pendukung yang ada dan mencatat bantuan apa yang mereka
dapat berikan pada klien. Perawat perlu juga mengkaji
bantuan yang ada dalam komunitas seperti klinik kesehatan
mental. Kelompok rohani, kelompok mahasiswa yang
peduli, dan seterusnya.
4. Respons dari perawat.
Perawat harus mempunyai kepedulian dan tetap
menerima klien sekalipun dia tidak menyetujui keinginan
klien untuk bunuh diri. Perlu dimengerti perawat bahwa
klien merasa tidak ada pilihan lain kecuali bunuh diri. Maka
perawat perlu menyampaikan pada klien bahwa dia masih
dapat dibantu dan para staf bersedia untuk memberi bantuan
yang diperlukannya. Sama sekali tidak akan membantu klien
apabila dia dibuat merasa bersalah atau berdosa atas
5
keinginannya untuk bunuh diri. Klien ini sudah memikul
banyak beban termasuk perasaan bersalah.
6
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Identitas klien meliputi ruangan rawat pasien saat ini, inisial
nama pasien, umur, pekerjaan, pendidikan, tanggal rawat, tanggal
pengkajian, nomor RM, status dan informasi.
b. Alasan Masuk RSJ
Pasien yang mengalami risiko bunuh diri masuk RSJ dengan
berbagai alasan, lakukan pengkajian terhadap perasaan pasien,
yaitu: rasa putus asa, tidak berdaya, sedih dan isyarat non verbal dan
verbal ide bunuh diri
c. Faktor Predisposisi
Pasien dengan risiko bunuh diri biasanya memiliki riwayat
pengobatan yang cenderung tidak berhasil, pengalaman masa lalu
yang tidak menyenangkan, adanya riwayat keluarga yang
mengalami gangguan jiwa dan lain sebagainya.
d. Pengkajian Fisik
Melakukan pengkajian yang meliputi TTV pasien, keluhan
fisik yang mungkin terjadi seperti lemas, ada tidaknya selera makan,
tinggi badan dan berat badan pasien.
e. Psikososial
Gambarkan genogram keluarga klien, lakukan pengkajian
pada konsep diri pasien yang terdiri dari citra diri, identitas, peran,
ideal diri dan harga diri, hubungan sosial dengan orang terdekat/
masyarakat serta kehidupan spiritual. Pada pasien dengan risiko
bunuh diri dengan penyebabnya harga diri rendah, pasien akan
memperlihatkan konsep diri yang buruk misal perasaan malu
terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri,
merendahkan martabat dengan menyatakan saya tidak bisa/ saya
tidak mampu/ saya orang bodoh/ tidak tahu apa –apa, menarik diri,
percaya diri kurang, dan mencederai diri akibat harga diri yang
7
rendah disertai harapan suram dan akhirnya klien ingin mengakhiri
kehidupannya.
f. Status Mental
Kaji penampilan pasien, gaya bicara, aktivitas motorik, alam
perasa, afek, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi
pikir, tingkat kesadaran diri. Pada pasien dengan risiko bunuh diri
mungkin akan tampak penampilan tidak rapi, gaya bicara lambat,
aktivitas motorik lesu, alam perasaan sedih dan putus asa, interaksi
selama wawancara kurang dan lebih banyak membisu.
g. Kebutuhan persiapan pulang
Kaji penampilan pasien, gaya bicara, aktivitas motorik, alam
perasa, afek, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi
pikir, tingkat kesadaran diri. Pada pasien dengan resiko bunuh diri
mungkin akan tampak penampilan tidak rapi, gaya bicara lambat,
aktivitas motorik lesu, alam perasaan sedih dan putus asa, interaksi
selama wawancara kurang dan lebih banyak membisu.
h. Mekanisme koping
Koping maladaptif yang cenderung dimiliki pasien yaitu
dengan berusaha mencederai diri atau orang lain.
i. Masalah psikososial dan lingkungan
Pengkajian masalah pasien yang mencakup pelayanan
kesehatan, pendidikan, dukungan kelompok lingkungan, ekonomi
dan perumahan. Hal ini penting dilakukan karena pasien cenderung
tidak memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.
j. Kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa/ faktor presipitasi/
koping penyakit fisik/obat-obatan.
j. Aspek medik
Berisi diagnosa medik serta terapi medik yang didapatkan
oleh pasien.
8
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan resiko
bunuh diri adalah :
1) Risiko bunuh diri
DO: Pernyataan tidak ada gunanya hidup, ingin mati saja
DS: Ada ide bunuh diri, isyarat bunuh diri dan pernah
melakukan upaya-upaya bunuh diri.
2) Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
DS: Mengatakan ingin membuat orang lain cedera atau dirinya
sendiri cedera, mengatakan hal-hal yang mengancam
DO: Memperlihatkan tanda-tanda permusuhan, menyerang
orang-orang
3) Harga diri
DS: Mengatakan tidak bahagia, putus asa, tidak memiliki
harapan, merasa malu dan tidak berguna
DO: Pasien tampak gelisah, sedih, cemas, tidak dapat
mengontrol diri
k. Analisa Data
9
Gangguan konsep
diri: harga diri
rendah (HDR)
↓
Malu, merasa
bersalah, tidak
berguna
↓
Menarik diri
↓
Isolasi sosial
↓
Perilaku kekerasan
↓
Risiko
membahayakan diri
: risiko bunuh diri
l. Diagnosa Keperawatan
Risiko bunuh diri d.d. Gangguan perilaku (perilaku mencari senjata
berbahaya, membeli obat dalam jumlah banyak, membuat surat
warisan)/Demografi (lansia, status perceraian, janda/duda, ekonomi rendah,
pengangguran)/ Gangguan fisik, masalah sosial/gangguan psikologis
m. Intervensi Keperawatan
10
diharapkan kontrol diri • Identifikasi mood (mis:
meningkat dengan kriteria tanda, gejala, Riwayat
hasil : penyakit)
• Perilaku melukai diri • Identifikasi risiko
menurun keselamatan diri atau
• Perilaku agresif / amuk orang lain
menurun • Monitor fungsi kognitif
• Verbalisasi keinginan (mis: konsentrasi,
bunuh diri menurun memori, kemampuan
• Verbalisasi isyarat membuat keputusan)
bunuh diri menurun • Monitor aktivitas dan
• Verbalisasi rencana tingkat stimulasi
bunuh diri menurun lingkungan
• Perilaku merencanakan
bunuh diri menurun Terapeutik :
• Fasilitasi pengisian
kuesioner self-report
(mis: beck depression
inventory, skala status
fungsional), jika perlu
• Berikan kesempatan
untuk menyampaikan
perasaan dengan cara
yang tepat (mis:
sandsack, terapi seni,
aktivitas fisik)
Edukasi :
11
• Jelaskan tentang
gangguan mood dan
penanganannya
• Anjurkan berperan aktif
dalam pengobatan dan
rehabilitasi, jika perlu
• Anjurkan rawat inap
sesuai indikasi (mis:
risiko keselamatan,
defisit perawatan diri,
sosial)
• Ajarkan mengenali
pemicu gangguan mood
(mis: situasi stres,
masalah fisik)
• Ajarkan memonitor
mood secara mandiri
(mis: skala tingkat 1 –
10, membuat jurnal)
• Ajarkan keterampilan
koping dan penyelesaian
masalah baru
Kolaborasi :
• Kolaborasi pemberian
obat, jika perlu
• Rujuk untuk psikoterapi
(mis: perilaku,
hubungan interpersonal,
keluarga, kelompok),
jika perlu
12
n. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan tahap seorang perawat
mengaplikasikan intervensi keperawatan yang telah disusun untuk
mencapai luaran (outcome) yang telah ditetapkan. Tindakan implementasi
mencangkup observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi (Bulan, 2017).
Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan,
perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih
dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini. Hubungan saling
percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan.
13
dengan cara yang tepat
(mis: sandsack, terapi seni,
aktivitas fisik)
Edukasi :
• Jelaskan tentang gangguan
mood dan penanganannya
• Anjurkan berperan aktif
dalam pengobatan dan
rehabilitasi, jika perlu
Kolaborasi :
• Kolaborasi pemberian obat,
jika perlu
• Rujuk untuk psikoterapi
(mis: perilaku, hubungan
interpersonal, keluarga,
kelompok), jika perlu
14
o. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan sesuai rencana
keperawatan yang telah disusun, maka penulis melakukan evaluasi dari
tindakan keperawatan sesuai dengan SOAP (Subjektif, Objektif,
Assesment, Planing). Evaluasi dari implementasi yang telah dilakukan
dapat dilihat pada tabel berikut:
15
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK)
1. Orientasi
a. Salam terapeutik :
“Assalammualaikum wr wb bapak”
b. Perkenalan / validasi identitas perawat :
“selamat pagi bapak, perkenalkan nama saya perawat Y yang berjaga di
shift pagi dari pukul 08.00-14.00, apakah benar ini dengan bapak X? Saya
boleh panggil bapak dengan nama siapa pak? Iya baik pak”
c. Pembicaraan dengan topik netral :
“Bagaimana perasaan bapak hari ini ?”
d. Evaluasi / validasi :
“ Bagaimana tidurnya nyenyak ?”
e. Kontrak :
“Baiklah pak, bagaimana kalau sekarang kita bicara mengenai apa yang
bapa rasakan selama ini? Bagaimana kalau kita berbincang-bincang selama
10-15 menit? Kita berbincang-bincang dimana pak? Baiklah kita akan
berbincang-bincang diruang ini ya pak.”
16
sendiri. Saya akan memeriksa seluruh isi kamar Bapak ini untuk memastikan
tidak ada benda - benda yang membahayakan Bapak."
Bapak, apakah Bapak tahu benda-benda yang dapat membahayakan diri
bapak? Coba sebutkan apa saja benda-benda tersebut. Bagus sekali pak, Bapak
tahu benda-benda yang dapat membahayakan diri Bapak. Apakah salah satu
benda tersebut ada dikamar Bapak? Kalau ada benda tersebut jangan Bapak
dekati atau pegang ya Pak"
"Pak, apa yang Bapak lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau
keinginan itu muncul, maka untuk mengatasinya Bapak harus langsung minta
bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau teman yang
sedang besuk. Jadi Bapak jangan sendirian ya, katakan pada perawat, keluarga
atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri kehidupan. Paham Pak? Saya
percaya Bapak dapat mengatasi masalah Bapak".
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi Subjektif :
“bagaimana perasaan bapak setelah bercerita dan berbincang-bincang
mengenai cara mengatasi keinginan bunuh diri yang bapak alami?”
Evaluasi Objektif :
“coba bapak sebutkan ulang apa yang harus bapak lakukan ketika keinginan
itu muncul lagi? iya, bagus benar sekali ya pak”.
b. Rencana Tindak Lanjut :
“baiklah bapak, bagaimana kalau nanti kita bercerita kembali mengenai
pengalaman bapak yang menyenangkan dan kegiatan yang bapak sukai?”
c. Kontrak yang akan datang :
Topik : “baiklah bapak saya rasa cukup perbincangan kita untuk pertemuan
kali ini. saya senang sekali bisa berbincang dengan bapak, besok kita
lanjutkan berbincang mengenai aktivitas aktivitas bapak ya”.
17
Waktu : “menurut bapak enaknya di jam berapa besok kita bertemu lagi?
bagaimana kalau sore jam 16.00 saya temani bapak jalan-jalan sambil
berbincang-bincang ya?”.
Tempat : “untuk tempatnya bagaimana kalau di taman?”.
d. Salam Terapeutik
“terimakasih ya pak sudah mau berbagi cerita dengan saya, kalau begitu
saya permisi dulu, sampai jumpa lagi besok jam 16.00, di taman ya
pak. wassalamualaikum”.
18
DAFTAR PUSTAKA
(Afifah, I., & Sopiany, 2017)Afifah, I., & Sopiany, H. M. (2017). Resiko Bunuh
Diri. (Vol 87, Number 1,2).
Baradero, M., Dayrit, M. W., & Maratning, A. (2015). Kesehatan Mental Psikiatri:
Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tombokan, M., Angriani, S., & Laubo, N. (2021). Media Implementasi Riset
Kesehatan Pelatihan Deteksi Dini Terhadap Pencegahan Resiko Bunuh Diri
Diwilayah Kerja RSKD Dadi Kota Makassar ( Penerapan Hasil Penelitian Tahun
2019 ). Early Detection Training on Suicide Risk Prevention in the Work Area of
RSKD. 2(2), 52–59.
19