Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH TENTANG

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH


DIRI

OLEH;

Nama Kelompok :

1. Hasina
2. Hilda Riza Febriana
3. Hirwan Jayadi

DOSEN PENGAMPU:

Ns. Sasteri Yuliyanti, M.Kep

PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES HAMZAR LOMBOK TIMUR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya
sehingga makalah yang berjudul ”Askep Pasien Dengan Resiko Bunuh Diri” ini
dapat tersusun hingga selesai. Pembuatan makalah ini bertujuan guna memenuhi
tugas Mata kuliah Keperawatan Jiwa
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
sebagai refrensi tambahan dalam mempelajari mata kuliah Keperawatan Martenitas.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Lotim, 27 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................

DAFTAR ISI………………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………..

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………

1.3 Tujuan Masalah..................................................................................................

1.3.1 Tujuan Umum………………………………………………………..

1.3.2 Tujuan Khusus………………………………………………………...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................

2.1 Definisi Bunuh Diri...........................................................................................

2.2 Etiologi Bunuh Diri……………………………………………………….

2.3 Faktor Terjadinya Masalah……………………………………………….

2.4 Jenis-jenis Bunuh Diri…………………………………………………..

2.5 Sumber Dan Mekanisme Koping………………………………………..

2.6 Patofisiologi…………………………………………………………….

2.7 Tanda Dan Gejala………………………………………………………

2.8 Komplikasi…………………………………………………………….

2.9 Pemeriksaan Diagnostik…………………………………………………

2.10 Penatalaksanaan…………………………………………………………….

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN........................................................................................

3.1 Pengkajian……………………………………………………………
BAB IV
PENUTUP………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Posisi Indonesia hampir mendekati negara-negara bunuh diri, seperti


Jepang, dengan tingkat bunuh diri mencapai lebih dari 30.000 orang per tahun
dan China yang mencapai 250.000 per tahun.

Pada tahun 2005, tingkat bunuh diri di Indonesia dinilai masih cukup
tinggi. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2005,
sedikitnya 50.000 orang Indonesia melakukan tindak bunuh diri tiap
tahunnya. Dengan demikian, diperkirakan 1.500 orang Indonesia melakukan
bunuh diri per harinya. Namun laporan di Jakarta menyebutkan sekitar 1,2 per
100.000 penduduk dan kejadian bunuh diri tertinggi di Indonesia adalah
Gunung Kidul, Yogyakarta mencapai 9 kasus per 100.000 penduduk.

Adapun kejadian bunuh diri tertinggi berada pada kelompok usia


remaja dan dewasa muda (15 – 24 tahun), untuk jenis kelamin, perempuan
melakukan percobaan bunuh diri (attemp suicide) empat kali lebih banyak
dari laki laki. Cara yang populer untuk mencoba bunuh diri pada kalangan
perempuan adalah menelan pil, biasanya obat tidur, sedangkan kaum lelaki
lebih letal atau mematikan seperti menggantung diri.

Kelompok yang beresiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh


diri adalah mahasiswa, penderita depresi, para lansia, pecandu alcohol, orang-
orang yang berpisah atau becerai dengan pasangan hidupnya, orang-orang
yang hidup sebatang kara, kaum pendatang, para penghuni daerah kumu dan
miskin, kelompok professional tetentu, seperti dokter, pengacara, dan
psikolog.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaiman Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan resiko binuh diri ?


1.3 Tujuan Masalah

1.3.1 Tujuan Umum

Agar mahasiswa dan tenaga kerja kesehatan dapat menangani pasien


dengan resiko bunuh diri dengan benar dan tepat.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Bagi Mahasiswa Keperawatan

Agar mahasiswa keperawatan dapat menangani pasien dengan


resiko bunuh diri secara tepat dan mudah apabilah menemuinya

disekitarnya atau pada saat prektek.

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Agar mempermudah kinerja perawat apabilah menemui pasien

dengan resiko bnuh diri

3. Bagi Masyarakat

Agar masyarakat umum bisa menegetahui bahaya dan dapat


mencegah bunuh diri dikalangan masyarakat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bunuh Diri

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).

Menciderai diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir
dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).

Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang tidak dicegah dapat
mengarah pada kematian. Perilaku desttruktif diri langsung mencakup aktivitas
bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan individu menyadari hal ini sebagai
hasil yang diinginkan. Perilaku destruktif diri tak langsung termasuk tiap
aktivitas kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian.
Orang tersebut tidak menyadari tentang potensial terjadi pada kematian akibat
perilakunya dan biasanya menyangkal apabila dikonfrontasi (Stuart & Sundeen,
2006).

Menurut Shives (2008) mengemukakan rentang harapan putus harapan


merupakan rentang adaptif maladaptif.
Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif
merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang
kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon
maladaptif antara lain :

1. Ketidak berdayaan, keputusasaan, apatis.

Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan


masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang
bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan
koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.

2. Kehilangan, ragu-ragu

Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan
merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya :
kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan
merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semuanya dapat berakhir
dengan bunuh diri.

a. Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang
ditandaidengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri
terjadi padasaat individu ke luar dari keadaan depresi berat.
b. Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri
untukmengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Laraia, 2005).

2.2 Etiologi Bunuh Diri

Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri :


1. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
2. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
3. Interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti.
4. Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan
hukumanpada diri sendiri.
5. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.

Berdasarkan teori terdapat 3 penyebab terjadinya bunuh diri adalah sebagai


berikut:
 Genetic dan teori biologi
Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada
keturunannya. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat
menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko buuh diri
 Teori sosiologi
Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik (orang
yang tidak terintegrasi pada kelompok social) , atruistik (Melakukan
suicide untuk kebaikan masyarakat) dan anomic (suicide karena kesulitan
dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan stressor).
 Teori psikologi
Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri
merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.

2.3 Faktor Terjadinya Masalah

2.3.1 Faktor Predisposisi


Menurut Stuart Gw & Laraia (2005), faktor predisposisi bunuh diri antara
lain:
Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh
diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang
dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.

 Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.

 Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan
faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.

 Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.

 Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan
depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan
prilaku destrukif diri.

2.3.2 Faktor Presipitasi


Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah :
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.

3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman


pada diri sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusan.

2.4 Jenis-Jenis Bunuh Diri


Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh
kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu
seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat
menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan
percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah.
2. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk
bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia
merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya.

3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)


Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu
dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma
kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat
atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena tidak ada
pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya.

2.5 Sumber dan Mekanisme Koping


Menurut Stuart dan Sundeen (1998) terdapat sumber dan mekanisme
koping pada perilaku bunuh diri yaitu:
1. Sumber Koping

Pasien dengan penyakit kronik, nyeri, atau penyakit yang mengancam


kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali orang ini
secara sadar memilih untuk bunuh diri. Kulaitas hidup menjadi isu yang
mengesampingkan kuantitas hidup. Dilema etik mungkin timbul bagi
perawat yang menyadari pilihan pasien untuk berperilaku merusak diri.
Tidak ada jawaban yang mudah mengenai bagaimana mengatasi
konflik ini. Perawat harus melakukannya sesuai dengan sistem keyakinannya
sendiri.

2. Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku
destruktif-diri tak langsung adalah :
a. Denial, mekanisme koping yang paling menonjol
b. Rasionalisme
c. Intelektualisasi
d. Regresi
Mekanisme pertahanan diri tidak seharusnya ditantang tanpa
memberikan cara koping alternatif. Mekanisme pertahanan ini mungkin
berada diantara individu dan bunuh diri. Perilaku bunuh diri menunjukkan
mendesaknya kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin
menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat
mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping
dan mekanisme adaptif.

2.6 Patopsikologi

Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang
siapmembunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak
kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk melakukannya.
Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori:
1. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang
tersebutmempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan
ambevalensi seseorang tentang kematian kurangnya respon positif dapat
ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan
bunuh diri.
2. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh
individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri

Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau


terabaikan. Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak
langsung ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak
diketahui tepat pada waktunya. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu
individu tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah
yang menjatuhkan harga dirinya ( Stuart & Sundeen, 2006).
Peningkatan verbal/ non

Verbal Pertimbangan untuk melakukan bunuh diri

Ancaman bunuh diri

Ambivelensi tentang kematian Kurangnya respon positif

Upaya Bunuh Diri

Bunuh Diri

2.1 Tanda dan Gejala


Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut
tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan
rencana bunuh diri tersebut adalah: keputusasaan, celaan terhadap diri sendiri,
perasaan gagal dan tidak berguna, alam perasaan depresi, agitasi dan gelisah,
insomnia yang menetap, penurunan BB, berbicara lamban, keletihan, menarik diri
dari lingkungan sosial.
Adapun petunjuk psikiatrik anatara lain: upaya bunuh diri sebelumnya,
kelainanafektif, alkoholisme dan penyalahgunaan obat, kelaianan tindakan dan
depresi mental pada remaja, dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia.
Sedangkan riwayat psikososial adalah: baru berpisah, bercerai/ kehilangan, hidup
sendiri, tidak bekerja, perubahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami, faktor-faktor
kepribadian: implisit, agresif, rasa bermusuhan, kegiatan kognitif dan negatif,
keputusasaan, harga diri rendah, batasan/ gangguan kepribadian antisosial.

2.7 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin muncul pada klien dengan tentamen suicide


sangat tergantung pada jenis dan cara yang dilakukan klien untuk bunuh diri,
namun resiko paling besar dari klien dengan tentamen suicide adalah berhasilnya
klien dalam melakukan tindakan bunuh diri, serta jika gagal akan meningkatkan
kemungkingan klien untuk mengulangi perbuatan tentamen suicide.
Pada klien dengan percobaan bunuh diri dengan cara meminum zat kimia
atau intoksikasi zat komplikasi yang mungkin muncul adalah diare, pupil pi- poin,
reaksi cahaya negatif , sesak nafas, sianosis, edema paru
.inkontenesia urine dan feces, kovulsi, koma, blokade jantung akhirnya meninggal.
Pada klien dengan tentamen suicide yang menyebabkan asfiksia akan
menyebabkan syok yang diakibatkan karena penurunan perfusi di jaringan terutama
jaringan otak. Pada klien dengan perdarahan akan mengalami syok hipovolemik
yang jika tidak dilakukan resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada penyebab
hemoragik syok, kardiak perfusi biasanya gagal dan terjadi kegagalan multiple
organ.

2.8 Pemeriksaan Diagnostik


Koreksi penunjang dari kejadian tentamen suicide akan menentukan terapi
resisitasi dan terapi lanjutan yang akan dilakukan pada klien dengan tentamen
suicide.Pemeriksaan darah lengkap dengan elektrolit akan menunjukan seberapa
berat syok yang dialami klien, pemeriksaan EKG dan CT scan bila perlu dia
dilakukan jika dicurigai adanya perubahan jantung dan perdarahan cerebral.
2.9 Penatalaksanaan
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar
pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah.
Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan, kesadaran
penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis. Penentuan
perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat dengan
kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan
keracunan atau terluka sudah dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi psikiatri.
Tidak adanya hubungan beratnyagangguan badaniah dengan gangguan psikologik.
Penting sekali dalam pengobatannya untuk menangani juga gangguan mentalnya.
Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan terapi elektro konvulsi, obat obat
terutama anti depresan dan psikoterapi.

1. Penatalaksanaan Medis
pada semua kasus, keinginan bunuh diri harus diperiksa. Apakah orang
mengisolasi dirinya sendiri waktu kejadian sehingga ia tidak ditemukan atau
melakukan tindakan agar tidak ditemukan. Pada kasus bunuh diri membutuhkan
obat penenang saat mereka bertindak kekerasan pada diri mereka atau orang
lain, dan pasien juga lebih membutuhkan terapi kejiwaan melalui komunikasi
terapeutik.

2. Penatalaksanaan Keperawatan
Tindakan keperawatan
a. Tindakan keperawatan untuk pasien
1) Tujuan :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya

b) Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri

c) Klien dapat mengekspresikan perasaannya

d) Klien dapat meningkatkan harga diri


e) Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
2) Tindakan keperawatan
a) Membina Hubungan Saling percaya kepada pasien
1. Perkenalkan diri dengan klien

2. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak


menyangkal.
3. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.

4. Bersifat hangat dan bersahabat.

5. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.

b) Melindungi pasien dari perilaku bunuh diri

1. Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat


membahayakan (pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain
lain).
2. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu
terlihat oleh perawat.
3. Awasi klien secara ketat setiap saat.

c) Membantu pasien untuk mengekspresikan perasaannya

1. Dengarkan keluhan yang dirasakan.

2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan


keraguan ,ketakutan dan keputusasaan.
3. Beridorongan untuk mengungkapkan mengapa dan
bagaimana harapannya.
4. Beriwaktu dan kesempatan untuk menceritakan arti
penderitaan, kematian, dan lain lain.
d) Membantu pasien untuk meningkatkan harga dirinya

1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi


keputusasaannya.
2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal:
hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk
diselesaikan).
e) Membantu pasien untuk menggunakan koping
individu yang adaptif
1. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman
yang menyenangkan setiap hari (misal :berjalan-jalan,
membaca buku favorit, menulis surat dll.)

2. Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia


sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain,
mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.
3. Beridorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain
yang mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang
sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam
mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif

b. Tindakan keperawatan untuk keluarga


1) Tujuan :
 Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang
mengalami masalah rasa ingin bunuh diri
2) Tindakan keperawatan
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang ingin bunuh diri
adalah :
a) Membina hubungan saling percaya
1. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
2. Bicara dengansikaptenang, rileks dan tidak menantang.
b) Membantu pasien untuk mengidentifikasi kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
2. Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
3. Utamakan pemberian pujian yang realitas
c) Membantu pasien dalam menilai kemampuan yang dapat
digunakan untuk diri sendiri dan keluarga
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat
dilanjutkan setelah pulang ke rumah
d) Melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan

1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat


dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.

2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien


lakukan.
3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi
kondisi klien
e) Memanfaatkan sistem pendukung yang ada
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien
dirawat
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

2.10 Pencegahan

Mereka yang akan melakukan bunuh diri biasanya memberikan peringatan pada
keluarganya dan sebelumnya sering mencari nasehat medis. Sehingga ada
kemungkinan untuk dicegah dengan diagnosis dan terapi yang lebih baik.
Pencegahan berskala besar harus diarahkan untuk mengatasi isolasi sosial,
rendahnya harga diri, dan pengurangan kosumsi dan penyalahgunaan alkohol
dan obat.

2.11 Mitos Resiko Gangguan Jiwa


1.
Gangguan Jiwa: Gila
Masyarakat banyak menganggap bahwa orang yang mengidap gangguan jiwa
atau gangguan mental emosional hanyalah orang gila. Faktanya, tidak semua
orang yang mengalami gangguan jiwa dapat disebut “gila” secara medis.
Secara medis mungkin yang disebut “gila” oleh masyarakat adalah orang-orang
yang mengalami gangguan psikotik. Gangguan psikotik adalah keadaan
dimana seseorang tidak dapat membedakan dunia nyata dan dunia khayalnya,
contoh gejalanya : ada yang merasa dirinya adalah nabi atau artis terkenal, atau
merasa bahwa keluarga terdekatnya ingin mencelakakannya selain itu tidak
jarang yang dapat mendengar atau melihat hal-hal yang tidak dapat didengar
atau dilihat oleh orang lain.
2. Gangguan Jiwa Disebabkan oleh Kutukan dan Guna-Guna

Saat ini, orang yang mengalami gangguan jiwa seringkali dianggap karena
kemasukan roh atau gara-gara menuntut ilmu khusus sehingga pengobatan
cenderung mencari pengobatan supranatural dibandingkan medis. Penjelasan
dari Prof. dr. Sasanto Wibisono, SpKJ(K), salah satu psikiater yang menjadi
pengajar di Universitas Indonesia ini : Masih ada beberapa kerancuan pada
makna istilah, yang dapat menghambat usaha memasyarakatkan psikiatri.
Istilah psikiatri (inggris: psychiatry) diangkat dari bahasa Yunani, yaitu psyche
(soul, mind kehidupan mental, baik yang sadar maupun bawah sadar dalam
bahasa Indonesia: roh, jiwa, mental) dan iatreia (healing-penyembuhan). Sesuai
dengan kedudukannya sebagai bidang ilmu, maka di dalam bidang psikiatri,
psyche berarti mind atau mental dan bukan berarti soul atau roh.
3. Pengidap Gangguan Jiwa Cuman Sedikit di Indonesia
Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, menunjukkan angka
nasional gangguan jiwa dan mental emosional (kecemasan dan depresi) pada
penduduk usia sekitar 15 tahun, adalah 11,6%, atau sekitar 19 juta penduduk.
Sedangkan dengan gangguan jiwa berat rata-rata sebesar 0,64% (1 juta)
penduduk. Dengan provinsi pemegang angka gangguan mental dan emosional
tertinggi di Indonesia adalah Jawa Barat yang mencapai angka 20%. 20%
mah masih dikit gaaaan, cuman 1 dari 5.
4. Gangguan Jiwa Berobatnya di Dukun atau Paranormal
Banyak sebagian orang masih saja pegi ke dukun untuk berobat, kurangnya
pengetahuan serta kepercayaan terhadap tenaga kesehatan membuat mereka.
5. Semua Obat dari Dokter Ketergantungan pergi ke dokter

Obat yang dapat menyebabkan ketergantungan hanyalah obat-obatan yang


berasal dari golongan benzodiazepine, contohnya alprazolam (xanax). Dan
ketergantungan tidak terjadi begitu saja, kalua penggunaannya asal-
asalan dan tidak mematuhi aturan dari dokter yang terlatih, baru akan
menyebabkan ketergantungan. Obat-obatan dari golongan lain tidak
menyebabkan ketergantungan.

2.12 Tingkatan Bunuh Diri


Berdasarkan besar kemungkinan individu melakukan bunuh diri, maka bunuh
diri di bagi 3 yaitu :
1. Ancaman bunuh diri (suicide threats)
Merupakan peringatan verbal atau non verbal bahwa seseorang tersebut
mempertimbangkan bunuh diri. Individu akan mengatakan bahwa hidupnya
tidak akan lama lagi atau mungkin menunjukkan respon non verbal dengan
memberikan barang-barang yang dimilikinya. Misalkan dengan mengatakan
“tolong jaga anakku karena saya akan pergi jauh” atau “segala sesuatu akan
lebih baik tanpa saya”. Perilaku ini harus dipertimbangkan dalam konteks
peristiwa kehidupan saat ini. Ancaman menunjukkan ambivalensi tentang
kematian.
2. Percobaan bunuh diri (suicide attempts)
Klien sudah melakukan percobaan bunuh diri. Semua tindakan yang dilakukan
terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh individu dan dapat menyebabkan
kematian, jika tidak dilakukan pertolongan segera. Pada kondisi ini klien aktif
mencoba bunuh diri dengan berbagai cara seperti gantung diri, minum racun,
memotong urat nadi atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.
3. Completed suicide
Terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau terabaikan. Orang yang
melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar mati mungkin akan mati,
jika tidak ditemukan pada waktunya.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
A. Identitas Pasien:

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan
alamat klien.
B. Keluhan Utama:
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang
ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yang dicapai.
C. Faktor Predisposis

Beberapa faktor prediposisi perilaku bunuh diri meliputi :


 Diagnosa Medis Gangguan Jiwa: Diagnosa medis gangguan jiwa yang
beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan afektif, penyalahgunaan zat dan
schizophrenia. Lebih dari 90% orang dewasa mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri mengalami gangguan jiwa.

 Sifat Kepribadian: Sifat kepribadian yang meningkatkan resiko bunuh diri


yaitu suka bermusuhan, impulsif, kepribadian anti sosial dan depresif.
 Lingkungan Psikososial: Individu yang mengalami kehilangan dengan
proses berduka yang berkepanjangan akibat perpisahan dan bercerai,
kehilangan barang dan kehilangan dukungan sosial merupakan faktor penting
yang mempengaruhi individu untuk melakukan tindakan bunuh diri.
 Riwayat Keluarga: Keluarga yang pernah melakukan bunuh diri dan konflik
yang terjadi dalam keluarga merupakan faktor penting untuk melakukan
bunuh diri. Menurunnya neurotransmitter serotonin, opiate dan dopamine
dapt menimbulkan perilaku destruktif-diri.

D. Faktor Predispitasi
Klien mengatakan hidupnya tak berguna lagi dan lebih baik mati saja Masalah
Keperawatan:
 Resiko bunuh diri
 Risiko perilaku kekerasan
 Harga diri rendah

E. Aspek Fisik/Biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.

F. Konsep Diri
 Gambaran Diri: Klien biasanya merasa tidak ada yang ia sukai lagi dari
dirinya.
 Identitas: Tanyakan pada klien apakah dia sudah, menikah atau belom,
kalau sudah menikah apakah sudah memiliki anakn
 Peran Diri: Tanyakan pada klien apakah klien seorang kepala keluarga,
ibu/ ibu rumah tangga atau sebagai anak dari berapa bersaudara
 Ideal Diri: Klien menyatakan bahwa kalau nanti suda pulang/sembuh klien
akan melakukan apa untuk hidupnya selanjutnya, apakah lebih bersemangat
atau membuat lembaran baru.
 Harga Diri: Tanyakan apakah Klien Agresif, bermusuhan, implisif, depresi
dan jarang berinteraksi dengan orang lain.
G. Hubungan Sosial
Tanyakan Menurut klien orang yang paling dekat dengannya siapa, ataukah
teman sekamar yg satu agama. Apakah Klien adalah orang yang kurang perduli
dengan lingkungannya atau sangat peduli dengan lingkugannya, apakah klien
sering diam, menyendiri, murung dan tak bergairah ,apakah klien merupakan
orang yg jarang berkomunikasi dan slalu bermusuhan dengan teman yang lain,
ataukah sangat sensitive.
H. Spiritual

 Nilai dan keyakinan: Tanyakan apakah pasien percayaakan adanya Tuhan atau
dia sering mempersalahkan Tuhan atas hal yang menimpanya.
 Kegiatan ibadah: Tanyakan apakah Klien sering,selalu atau jarang beribadah
dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

I. Status Mental
 Penampilan:
pada penampilan fisik: Tidak rapi, mandi dan berpakaian harus di suruh,
rambut tidak pernah tersisir rapi dan sedikit bau, Perubahan kehilangan
fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest, kurang mendengarkan.
 Pembicaraan:
Klien hanya mau bicara bila ditanya oleh perawat, jawaban yang diberikan
pendek, afek datar, lambat dengan suara yang pelan, tanpa kontak mata
dengan lawan bicara kadang tajam, terkadang terjadi blocking.
 Aktivitas Motorik:
Klien lebih banyak murung dan tak bergairah, serta malas melakukan
aktivitas.

 Interaksi selama wawancara:


Kontak mata kurang, afek datar, klien jarang memandang lawan bicara
saat berkomunikasi.
 Memori
Klien kesulitan dalam berfikir rasional, penurunan kognitif.
J. Kebutuhan Persiapan Pulang
 Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
 Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
 Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
 Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
 Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum
K. Stressor Pencetus
Bunuh diri dapat terjadi karena stres yang berlebihan yang dialami individu.
Faktor pencetus seringkali berupa peristiwa kehidupan yang memalukan seperti
masalah hubungan interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan
pekerjaan, ancaman penahanan dan dapat juga pengaruh media yang
menampilkan peristiwa bunuh diri.

L. Penilaian Stressor
Upaya bunuh diri tidak mungkin diprediksikan pada setiap tindakan. Oleh karena
itu, perawat harus mengkaji faktor resiko bunuh diri pada pasien

M. Sumber Koping
Perlu dikaji adakah dukungan masyarakat terhadap klien dalam mengatasi
masalah individu dalam memecahkan masalah seringkali membutuhkan bantuan
orang lain.

N. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang berhubungan dengan perilaku merusak diri tak
langsung adalah denial, rasionalisasi, intelektualisasi dan regresi. Seseorang
yang melakukan tindakan bunuh diri adalah
BAB III

PENUTUP

4.1 Simpulan
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991: 4).
Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena klien berada dalam
keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif.

4.2 Saran
Dengan adanya pembuatan makalah ini diharapkan rekan-rekan dapat
mengerti dan dapat memahami mengenai resiko bunuh diri beserta dengan
asuhan keperawatannya. Dengan tujuan agar dapat bermanfaat untuk
menjalankan tugas sebagai perawat kejiwaan kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta

Mustofa, Ali. 2010. Asuhan Keperawatan Psikiatri Berbasis Klinik. Mataram

M. Wilkson Judith.2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi


(NIC) dan Kriteria Hasil (NOC). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. cetakan kedua (edisi revisi). Bandung: PT
Refrika Aditama

Anda mungkin juga menyukai