OLEH;
Nama Kelompok :
1. Hasina
2. Hilda Riza Febriana
3. Hirwan Jayadi
DOSEN PENGAMPU:
PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES HAMZAR LOMBOK TIMUR
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya
sehingga makalah yang berjudul ”Askep Pasien Dengan Resiko Bunuh Diri” ini
dapat tersusun hingga selesai. Pembuatan makalah ini bertujuan guna memenuhi
tugas Mata kuliah Keperawatan Jiwa
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
sebagai refrensi tambahan dalam mempelajari mata kuliah Keperawatan Martenitas.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................
DAFTAR ISI………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................
2.6 Patofisiologi…………………………………………………………….
2.8 Komplikasi…………………………………………………………….
2.10 Penatalaksanaan…………………………………………………………….
3.1 Pengkajian……………………………………………………………
BAB IV
PENUTUP………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
Pada tahun 2005, tingkat bunuh diri di Indonesia dinilai masih cukup
tinggi. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2005,
sedikitnya 50.000 orang Indonesia melakukan tindak bunuh diri tiap
tahunnya. Dengan demikian, diperkirakan 1.500 orang Indonesia melakukan
bunuh diri per harinya. Namun laporan di Jakarta menyebutkan sekitar 1,2 per
100.000 penduduk dan kejadian bunuh diri tertinggi di Indonesia adalah
Gunung Kidul, Yogyakarta mencapai 9 kasus per 100.000 penduduk.
3. Bagi Masyarakat
TINJAUAN PUSTAKA
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
Menciderai diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir
dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang tidak dicegah dapat
mengarah pada kematian. Perilaku desttruktif diri langsung mencakup aktivitas
bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan individu menyadari hal ini sebagai
hasil yang diinginkan. Perilaku destruktif diri tak langsung termasuk tiap
aktivitas kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian.
Orang tersebut tidak menyadari tentang potensial terjadi pada kematian akibat
perilakunya dan biasanya menyangkal apabila dikonfrontasi (Stuart & Sundeen,
2006).
2. Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan
merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya :
kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan
merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semuanya dapat berakhir
dengan bunuh diri.
a. Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang
ditandaidengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri
terjadi padasaat individu ke luar dari keadaan depresi berat.
b. Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri
untukmengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Laraia, 2005).
Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan
faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.
Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan
depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan
prilaku destrukif diri.
2. Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku
destruktif-diri tak langsung adalah :
a. Denial, mekanisme koping yang paling menonjol
b. Rasionalisme
c. Intelektualisasi
d. Regresi
Mekanisme pertahanan diri tidak seharusnya ditantang tanpa
memberikan cara koping alternatif. Mekanisme pertahanan ini mungkin
berada diantara individu dan bunuh diri. Perilaku bunuh diri menunjukkan
mendesaknya kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin
menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat
mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping
dan mekanisme adaptif.
2.6 Patopsikologi
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang
siapmembunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak
kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk melakukannya.
Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori:
1. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang
tersebutmempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan
ambevalensi seseorang tentang kematian kurangnya respon positif dapat
ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan
bunuh diri.
2. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh
individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri
Bunuh Diri
2.7 Komplikasi
1. Penatalaksanaan Medis
pada semua kasus, keinginan bunuh diri harus diperiksa. Apakah orang
mengisolasi dirinya sendiri waktu kejadian sehingga ia tidak ditemukan atau
melakukan tindakan agar tidak ditemukan. Pada kasus bunuh diri membutuhkan
obat penenang saat mereka bertindak kekerasan pada diri mereka atau orang
lain, dan pasien juga lebih membutuhkan terapi kejiwaan melalui komunikasi
terapeutik.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Tindakan keperawatan
a. Tindakan keperawatan untuk pasien
1) Tujuan :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2.10 Pencegahan
Mereka yang akan melakukan bunuh diri biasanya memberikan peringatan pada
keluarganya dan sebelumnya sering mencari nasehat medis. Sehingga ada
kemungkinan untuk dicegah dengan diagnosis dan terapi yang lebih baik.
Pencegahan berskala besar harus diarahkan untuk mengatasi isolasi sosial,
rendahnya harga diri, dan pengurangan kosumsi dan penyalahgunaan alkohol
dan obat.
Saat ini, orang yang mengalami gangguan jiwa seringkali dianggap karena
kemasukan roh atau gara-gara menuntut ilmu khusus sehingga pengobatan
cenderung mencari pengobatan supranatural dibandingkan medis. Penjelasan
dari Prof. dr. Sasanto Wibisono, SpKJ(K), salah satu psikiater yang menjadi
pengajar di Universitas Indonesia ini : Masih ada beberapa kerancuan pada
makna istilah, yang dapat menghambat usaha memasyarakatkan psikiatri.
Istilah psikiatri (inggris: psychiatry) diangkat dari bahasa Yunani, yaitu psyche
(soul, mind kehidupan mental, baik yang sadar maupun bawah sadar dalam
bahasa Indonesia: roh, jiwa, mental) dan iatreia (healing-penyembuhan). Sesuai
dengan kedudukannya sebagai bidang ilmu, maka di dalam bidang psikiatri,
psyche berarti mind atau mental dan bukan berarti soul atau roh.
3. Pengidap Gangguan Jiwa Cuman Sedikit di Indonesia
Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, menunjukkan angka
nasional gangguan jiwa dan mental emosional (kecemasan dan depresi) pada
penduduk usia sekitar 15 tahun, adalah 11,6%, atau sekitar 19 juta penduduk.
Sedangkan dengan gangguan jiwa berat rata-rata sebesar 0,64% (1 juta)
penduduk. Dengan provinsi pemegang angka gangguan mental dan emosional
tertinggi di Indonesia adalah Jawa Barat yang mencapai angka 20%. 20%
mah masih dikit gaaaan, cuman 1 dari 5.
4. Gangguan Jiwa Berobatnya di Dukun atau Paranormal
Banyak sebagian orang masih saja pegi ke dukun untuk berobat, kurangnya
pengetahuan serta kepercayaan terhadap tenaga kesehatan membuat mereka.
5. Semua Obat dari Dokter Ketergantungan pergi ke dokter
3.1 Pengkajian
A. Identitas Pasien:
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan
alamat klien.
B. Keluhan Utama:
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang
ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yang dicapai.
C. Faktor Predisposis
D. Faktor Predispitasi
Klien mengatakan hidupnya tak berguna lagi dan lebih baik mati saja Masalah
Keperawatan:
Resiko bunuh diri
Risiko perilaku kekerasan
Harga diri rendah
E. Aspek Fisik/Biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
F. Konsep Diri
Gambaran Diri: Klien biasanya merasa tidak ada yang ia sukai lagi dari
dirinya.
Identitas: Tanyakan pada klien apakah dia sudah, menikah atau belom,
kalau sudah menikah apakah sudah memiliki anakn
Peran Diri: Tanyakan pada klien apakah klien seorang kepala keluarga,
ibu/ ibu rumah tangga atau sebagai anak dari berapa bersaudara
Ideal Diri: Klien menyatakan bahwa kalau nanti suda pulang/sembuh klien
akan melakukan apa untuk hidupnya selanjutnya, apakah lebih bersemangat
atau membuat lembaran baru.
Harga Diri: Tanyakan apakah Klien Agresif, bermusuhan, implisif, depresi
dan jarang berinteraksi dengan orang lain.
G. Hubungan Sosial
Tanyakan Menurut klien orang yang paling dekat dengannya siapa, ataukah
teman sekamar yg satu agama. Apakah Klien adalah orang yang kurang perduli
dengan lingkungannya atau sangat peduli dengan lingkugannya, apakah klien
sering diam, menyendiri, murung dan tak bergairah ,apakah klien merupakan
orang yg jarang berkomunikasi dan slalu bermusuhan dengan teman yang lain,
ataukah sangat sensitive.
H. Spiritual
Nilai dan keyakinan: Tanyakan apakah pasien percayaakan adanya Tuhan atau
dia sering mempersalahkan Tuhan atas hal yang menimpanya.
Kegiatan ibadah: Tanyakan apakah Klien sering,selalu atau jarang beribadah
dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
I. Status Mental
Penampilan:
pada penampilan fisik: Tidak rapi, mandi dan berpakaian harus di suruh,
rambut tidak pernah tersisir rapi dan sedikit bau, Perubahan kehilangan
fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest, kurang mendengarkan.
Pembicaraan:
Klien hanya mau bicara bila ditanya oleh perawat, jawaban yang diberikan
pendek, afek datar, lambat dengan suara yang pelan, tanpa kontak mata
dengan lawan bicara kadang tajam, terkadang terjadi blocking.
Aktivitas Motorik:
Klien lebih banyak murung dan tak bergairah, serta malas melakukan
aktivitas.
L. Penilaian Stressor
Upaya bunuh diri tidak mungkin diprediksikan pada setiap tindakan. Oleh karena
itu, perawat harus mengkaji faktor resiko bunuh diri pada pasien
M. Sumber Koping
Perlu dikaji adakah dukungan masyarakat terhadap klien dalam mengatasi
masalah individu dalam memecahkan masalah seringkali membutuhkan bantuan
orang lain.
N. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang berhubungan dengan perilaku merusak diri tak
langsung adalah denial, rasionalisasi, intelektualisasi dan regresi. Seseorang
yang melakukan tindakan bunuh diri adalah
BAB III
PENUTUP
4.1 Simpulan
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991: 4).
Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena klien berada dalam
keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif.
4.2 Saran
Dengan adanya pembuatan makalah ini diharapkan rekan-rekan dapat
mengerti dan dapat memahami mengenai resiko bunuh diri beserta dengan
asuhan keperawatannya. Dengan tujuan agar dapat bermanfaat untuk
menjalankan tugas sebagai perawat kejiwaan kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. cetakan kedua (edisi revisi). Bandung: PT
Refrika Aditama