Anda di halaman 1dari 63

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN GANGGUAN MOOD DAN BUNUH DIRI

OLEH

KELOMPOK I

IMANUEL RATO NONO (2120001)


HESTILIA DUA HALE (2120003)
VINGKY ALVIONITA PAKAYA (2120008)
AYUDIA NAHU (2120010)
YOHANES V. JIMMY (2120014)

PROGRAM STUDY S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan pada klien dengan GANGGUAN MOOD DAN BUNUH DIRI ” dengan
sebaik-baiknya.
Dalam penyusunan makalah ini,penulis telah mengalami berbagai hal baik
suka maupun duka. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak
akan selesai dengan lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan,
serta bimbingan dari berbagai pihak. Sebagai rasa syukur atas terselesainya
makalah ini, maka dengan tulus penulis sampaikan terima kasih kepada pihak-
pihak yang turut membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak
kekurangan baik pada teknik penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan dapat diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan
yang berhubungan dengan judul makalah ini.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beban yang ditimbulkan oleh gangguan jiwa sangat besar. Hasil


studi Bank Dunia menunjukkan, Global Burden Of Disease akibat
masalah kesehatan jiwa mencapai 8,7%, lebih tinggi dari Tubercolosis
(7,2%), Kanker (5,8%), Penyakit Jantung (4,4%) atau malaria (26%).
Mengingat hal tersebut diamankan juga resiko tinggi bunuh diri yang
biasanya muncul pada individu yang mengalami gangguan mood
terutama depresi. Orang kulit putih memiliki resiko bunuh diri paling tinggi
diantara semua kelompok budaya sebesar 72%, yang diikuti oleh penduduk
Amerika asli, orang Amerika-Afrika, Amerika-Hispanik dan Amerika-Asia
pada urutan selanjutnya. Individu yang berusia lebih dari 65 Tahun
memiliki angka bunuh diri paling tinggi. Angka bunuh diri pada remaja
meningkat mencapai angka yang mengkhawatirkan : bunuh diri saat ini
merupakan penyebab kematian yang kedua dikalangan remaja. Waktu
puncak bunuh diri yang lain adalah antara usia 30 sampai 40 Tahun.
Insiden bunuh diri lebih tinggi pada kelompok orang yang sangat
kaya atau yang sangat miskin dari pada kelas menengah. Semakin besar
tingkat keputusasaan tentang masa depan, semakin besar resiko bunuh
diri. Individu yang masih sendiri memiliki resiko bunuh diri dua kali
lebih besar daripada mereka yang menikah. Merek yang bercerai,
menjada/dua, atau baru berpisah memiliki resiko lebih dari empat kali
lipat daripada mereka mereka yang menikah. Wanita yang bercerai
angka bunuh diri yang lebih rendah daripada pria yang bercerai. Wanita
memiliki angka upaya bunuh diri yang lebih tinggi tetapi pria lebih berhasil
dalam melaksanakan tindakan bunuh diri karena mereka menggunakan
metode-metode yang lebih letal (mematikan). Wanita cenderung
menggunakan pil tidur atau pisau cukur, sedangkan pria menembak atau
menggantung diri mereka atau melompat dari tempat yang tinggi (Roy, 200)
dalam.
Alam perasaan adalah keadaan emosional yang berkepanjangan yang
mempengaruhi seluruh keperibadiaan dan fungsi kehidupan seseorang. Gangguan
alam perasaan ditandai oleh syndrom depresif sebagian atau penuh. Gangguan alam
perasaan bisa mempengaruhi kesehatan jiwa karena tak mampu menghadapi
stressor dengan intensitas berat dan dalam jangka waktu yang lama.
Berdasarkan penelitian Dinas Kesehatan Kota Kediri, saat ini terdapat 3.400
lebih warga Kota Kediri yang menderita gangguan jiwa. Mulai gangguan ringan
hingga berat. Sebagian besar penderita akibat depresi, karena tekanan masalah
ekonomi dan lingkungan. Angka te5ebut terbilang tinggi, dan diperkirakan tiap
tahun akan meningkat.
Gangguan alam perasaan khususnya depresi merupakan salah satu jenis
gangguan jiwa yang popular dikalangan masyarakat. Hal ini bisa disebabkan karena
minimnya pengetahuan masyarakat tentang proses gangguan alam perasaan:
depresi sehingga semakin banyak korban yang berjatuhan.
Angka kejadian akibat gangguan alam perasaan: depresi diperkirakan akan
semakin meningkat. Hal tersebut bisa dikurangi dengan cara meningkatkan
pemahaman tenaga medis, khususnya perawat yang nantinya diharapkan bisa
langsung terjun ke masyarakat untuk memberikan tindakan preventif dengan cara
memberikan health education pada masyarakat.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah konsep menyenai bunuh diri?

2. Bagaimana askep pada pasien bunuh diri?

3. Apakah konsep mengenai gangguan alam perasaan?

4. Bagaimana askep pada pasien gangguan alam perasaan?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum

a. Menjelaskan konsep bunuh diri


b. Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan bunuh diri
c. Menjelaskan konsep gangguan alam perasaan
d. Mendiskusikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan alam perasaan
2. Tujuan Khusus

a. Dapat melakukan pengkajian secara langsung pada klien dengan bunuh diri.
b. Dapat merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan pada klien bunuh
diri.
c. Dapat membuat perencanaan pada klien bunuh diri.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan dan mampu mengevaluasi tindakan
yang telah dilakukan pada klien bunuh diri.
e. Menjelaskan konsep dasar depresi
f. Menjelaskan konsep dasar mania
g. Menjelaskan asuhan keperawatan gangguan alam perasaan
BAB II

PEMBAHASAN

A. PERILAKU BUNUH DIRI

1. PENGERTIAN
Bunuh diri merupakan kematian yang diperbuat oleh sang pelaku
sendiri secara sengaja. Pikiran bunuh diri dan usaha percobaan bunuh diri
merupakan kasus yang sering menampilkan diri di UGD. Tema umum yang
menyebabkan bunuh diri termasuk krisis yang membuat penderitaan yang amat
sangat dan rasa putus-asa dan tak berdaya, konflik antara hidup dan stres yang
tak tertahankan, penyempitan dari pilihan jalan keluar yang dilihat pasien serta
keinginan untuk melarikan diri dari hal itu. Pikiran bunuh diri terjadi pada
orang yang rentan dalam reaksi terhadap beraneka stresor pada tiap umur dan
terus merupakan gagasan untuk jangka waktu lama tanpa suatu usaha
percobaan bunuh diri.
Semua perilaku bunuh diri adalah serius, apapun tujuannya. Dalam
pengkajian perilaku bunuh diri, lebih di tekankan padametode latalitas yang
dilakukan atau digunakan. Walaupun semua ancaman dan percobaan bunuh
diri harus ditanggapi secara serius, perhatian yang lebih waspada dan seksama
menjadi indikasi jika seseorang mencoba bunuh diri dengan cara yang paling
mematikan seperti dengan pistol, menggangtung diri, atau loncat. Cara yang
kurang mematikan seperti karbon monoksida dan minum obat dalam jumlah
berlebihan, yang memberikan waktu untuk mendapatkan bantuan saat tindakan
bunuh diri telah dilakukan.
Pengkajian orang yang ingin bunuh diri juga mencakup apakah orang
tersebut telah membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk
melakukan rencana bunuh diri tersebut. Orang yang siap membunuh diri adalah
orang yang merencanakan kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai
rencana spesifik, dan mempunyai alat untuk melakukannya.

Beberapa ahli psikiatri mengemukakan pengertian tentang bunuh diri antara lain :

a. Bunuh diri adalah segala sesuatu perbuatan dengan tujuan untuk


membinasakan dirinya sendiri dan dengan sengaja dilakukan oleh
seseorang yang tau akan akibatnya yang mungkin pada waktu yang singkat
(W.F. Maramis, 1992)

b. Clinton dalam Mental Health Nursing Practice (1995:262) menyebutkan:


Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk
mengakhiri kehidupannya, individu secara sadar berhasrat dan berupaya
melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh diri meliputi isyarat-
isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan
kematian, luka atau menyakiti diri sendiri.

c. Bunuh diri adalah tindakan agresif terhadap diri sendiri untuk mengakhiri
kehidupan (Budi Anna Keliat, 1993)

d. Bunuh diri adalah suatu tindakan agresif yang langsung terhadap diri
sendiri untuk mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping
terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.(Jenny.,
dkk. (2010).

Menurut David A. Tomb(2003, hal. 85) mengemukakan pasien yang


berpotensi bunuh diri yaitu:
1. Pasien pernah mencoba bunuh diri
2. Keinginan bunuh diri dinyatakan secara terang-terangan maupun tidak, atau
berupa ancaman. Misalkan pasien berkata “ saya tidak akan bertemu lagi dengan
kalian”.
3. Secara objektif terlihat mood depresif atau kecemasan
4. Baru mengalami kehilangan yang bermakna (misalnya pekerjaan, harga diri,
pasangan hidup)
5. Perubahan sikap yang mendadak : mudah marah, sedih atau menarik diiri
6. Perubahan perilaku yang tidak terduga, menyampaikan pesan-pesan, membagikan
barang- barang miliknya.

Menurut WHO membagi bunuh diri menjadi 4 kategori sosial, yaitu :

a. Bunuh diri egoistik terjadi pada orang yang kurang kuat integrasinya dalam
suatu kelompok sosial. Misalnya orang yang hidup sendiri lebih rentan
untuk bunuh diri daripada yang hidup ditengah keluarga, dan pasangan
yang mempunyai anak merupakan proteksi yang kuat dibandingkan yang
tidak memiliki anak. Masyarakat di pedesaan lebih mempunyai
integritas sosial daripada di perkotaan.

b. Bunuh diri altruistik terjadi pada orang orang yang mempunyai


integritas berlebih terhadap kelompoknya, contoh : tentara korea dalam
peperangan dan pelaku bom bunuh diri

c. Bunuh diri anomik terjadi pada orang orang yang tinggal di masyarakat
yang tidak mempunyai aturan dan norma dalam kehidupan sosial.

d. Bunuh diri fatalistik terjadi pada individu yang hidup di masyarakat yang
terlalu ketat peraturannya. Dalam hal ini individu dipandang sebagai
bagoan dimasyarakat dari sudut integritasi atau disintegrasi yang akan
membentuk dasar dari sistem kekuatan, nilai nilai, keyakinan, dan moral
dari budaya tersebut.

2. JENIS BUNUH DIRI


Ada tiga jenis bunuh diri yang bisa diidentifikasi, yakni bunuh diri
anomik,altruistik dan egoistik. Bunuh diri yang diakibatkan faktor stress dan
juga akibat tekanan ekonomi, termasuk dalam jenis anomik. Faktor lingkungan
yang penuh tekanan(stress-ful) seperti saat ini, tampaknya berperan dalam
mendorong orang untuk bunuh diri. Kemungkinan terjadinya bunuh diri anomik
ini tidak bisa diprediksikan (unpredict-able).
a. Bunuh diri altruistik berkaitan dengan kehormatan seseorang. “Harakiri”
yang sudah membudaya di jepang merupakan bentuk bunuh diri altruistik.
Misalnya akan memilih bunuh diri ketika gagal melaksanakan tugasnya.
altruistik. Misalnya akan
memilih bunuh diri ketika gagal melaksanakan tugasnya.
b. Bunuh diri tipe egoistik biasanya diakibatkan faktor dalam diri seseorang.
Putus
cinta atau putus harapan kerap membuat seseorang memutuskan untuk
mengakhiri hidupnya.
c. Jenis egoistik ini kecenderungannya semakin meningkat, walaupun termasuk
jenis

yang mudah diprediksi (predictable). bisa dikenali dari ciri kepribadian


serta respon seseorang terhadap kegagalan. Orang ini umumnya suka
meminta perhatian untuk eksistensi dirinya dan sangat tergantung pada
orang lain.

3. ETIOLOGI

Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri :

a. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.


b. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal
atau gagal melakukan hubungan yang berarti.
c. Perasaan marah atau bermusuhan, bunuh diri dapat melakukan hubungan
pada diri sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusan.
4. PATOFISIOLOGI

Semua perilaku bunuh diri adalah serius, apapun tujuannya. Dalam


pengkajian perilaku bunuh diri, lebih ditekankan pada metoda lebalitas yang
dilakukan atau digunakan. Walaupun semua ancaman dan percobaan bunuh diri
harus ditanggapisecara serius, perhatian yang lebih waspada dan seksama
menjadi indikasi jika seseorang mencoba bunuh diri dengan cara yang paling
mematikan seperti dengan pistol, mengantungkan diri atau loncat.
Perilaku bunuh diri biasanya dibagi kedalam tiga kategori yaitu:

a. Ancaman bunuh diri.


Peringatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan
untuk bunuh diri. Orang tersebut mungkin menunjukkan secara verbal
bahwa ia tidak akan berada disekitar kita lebih lama lagi atau mungkin juga
mengkomunikasikan secara nonverbal melalui pemberia hadiah, merevisi
wasiatnya, dan sebagainya. Pesan-pesan ini harus dipertimbangkan dalam
konteks peristiwa kehidupan terakhir. Ancaman menunjukkan ambivalensi
seseorang tentang kematian. Kurangnya respons positif dapat ditafsirkan
sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
b. Upaya bunuh diri.
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang di lakukan oleh individu yang dapat
mengarah pada kematian jika tidak di cegah.
c. Bunuh diri.
Mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau di abaikan. Orang
yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak benar-benar ingin mati
mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada
waktunya. Individu putus harapan menunjukkan perilaku yang tidak berdaya,
putus asa, apatis, kehilangan, ragu-ragu, sedih, depresi serta yang paling
berat adalah bunuh diri.
5. GEJALA KLINIS
a. Petunjuk dan Gejala
1) Keputusasaan
2) Celaan terhadap diri sendiri perasaan gagal dan tidak berguna
3) Alam perasaan depresi
4) Agitrasi dan kegelisahan
5) Insomnia yang menetap
6) Penurunan BB
7) Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
b. Petunjuk Psikiatrik
1) Upaya bunuh diri sebelumnya
2) Kelainan afektif
3) Alkoholisme dan penyalahgunaan obat
4) Kelainan tindakan dan depresi mental pada remaja
5) Demensia dini/status kekacauan mental pada lansia
c. Riwayat Psikososial
1) Baru berpisah/bercerai, kehilangan
2) Hidup sendiri

3) Tidak bekerja, perubahan/kehilangan pekerjaan yang baru dialami


d. Faktor Kepribadian
1) Implisit, agresif, rasa bermusuhan
2) Kegiatan kognitif dan negatif
3) Keputusasaan
4) Harga diri rendah
5) Batasan/gangguan kepribadian antisosial

6. KOMPLIKASI

Komplikasi yang mungkin muncul pada klien dengan tentamen suicide


sangat tergantung pada jenis dan cara yang dilakukan klien untuk bunuh diri,
namun resiko paling besar dari klien dengan tentamen suicide adalah
berhasilnya klien dalam melakukan tindakan bunuh diri, serta jika gagal akan
meningkatkan kemungkingan klien untuk mengulangi perbuatan tentamen
suicide.

Pada klien dengan percobaan bunuh diri dengan cara meminum zat kimia
atau intoksikasi zat komplikasi yang mungkin muncul adalah diare, pupil pi-
poin, reaksi cahaya negatif , sesak nafas, sianosis, edema paru .inkontenesia
urine dan feces, kovulsi, koma, blokade jantung akhirnya meninggal.

Pada klien dengan tentamen suicide yang menyebabkan asfiksia akan


menyebabkan syok yang diakibatkan karena penurunan perfusi di jaringan
terutama jaringan otak.

Pada klien dengan perdarahan akan mengalami syok hipovolemik yang jika
tidak dilakukan resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada penyebab
hemoragik syok, kardiak perfusi biasanya gagal dan terjadi kegagalan multiple
organ.
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Koreksi penunjang dari kejadian tentamen suicide akan menentukan


terapi resisitasi dan terapi lanjutan yang akan dilakukan pada klien dengan
tentamen suicide.

Pemeriksaan darah lengkap dengan elektrolit akan menunjukan seberapa


berat syok yang dialami klien, pemeriksaan EKG dan CT scan bila perlu bia
dilakukan jika dicurigai adanya perubahan jantung dan perdarahan cerebral.
8. PENATALAKSANAAN

Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar


pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah.
Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan, kesadaran
penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis. Penentuan
perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat dengan
kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan
keracunan atau terluka sudah dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi
psikiatri. Tidak adanya hubungan beratnyagangguan badaniah dengan gangguan
psikologik. Penting sekali dalam pengobatannya untuk menangani juga gangguan
mentalnya. Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan terapi elektro konvulsi,
obat obat terutama anti depresan dan psikoterapi.

B. GANGGUAN MOOD
1. Definisi

Menurut Sheila L. Videbeck. 2008 menyatakan bahwa : perubahan pervasive


emosi individu, yang ditandai dengan depresi atau mania.

Menurut Stuart Laraia dalam Psikiatric Nursing. 1998 menyatakan bahwa:


keadaan emosional yang memanjang yang mempengaruhi seluruh kepribadian
individu dan fungsi kehidupannya. Hal ini berhubungan dengan emosi dan memiliki
pengertian yang sama dengan keadaaan perasaan atau emosi. Ada 4 fungsi adaptasi
dari emosi, yaitu sebagai bentuk dari komunikasi sosial, merangsang fungsi fisiologis,
kesadaran secara subjektif dan mekanisme pertahanan psikodinamis.

Menurut Jhon W. Santrock dalam Psikologi the Scince of Mind and Behaviour:
kelainan psikologis yang ditandai meluasnya irama emosional seseorang, mulai dari
rentang depresi sampai gembira yang berlebihan (euforia), gerak yang berlebihan
(agitation). Depresi dapat terjadi secara tunggal dalam bentuk mayor depresi atau
dalam bentuk gangguan tipe bipolar.
Kategori Gangguan Mood

Gangguan mood dibagi menjadi dua kategori utama (Sheila, 2008) :

a. Gangguan unipolar, yang mencakup depresi mayor dan gangguan


distimia, yang selama gangguan tersebut individu memperlihatkan
kesedihan, agitasi, dn kemarahan karena satu perubahan mood yang
ekstrem akibat depresi.
b. Gangguan bipolar (sebelumnya dikenal sebagai gangguan manik-
depresif), ketika siklus mood individu antara mania dan depresi yang
ekstrem, yakni antara depresi dan keadaan normal, atau mania dan
keadaan normal.

2. Macam-Macam Gangguan Mood dan Ciri-Cirinya

Ada beberapa jenis dalam gangguan mood yang terjadi pada manusia ini
umumnya digolongkan sesuai dengan tingkat seberapa lamanya gangguan ini terjadi,
yaitu :
a. Episode manic
Periode ini biasanya muncul secara tiba-tiba, mengumpulkan kekuatan dalam
beberapa hari. Selama satu episode manic ornag tersebut mengalami elevasi atau
ekspansi mood yang tiba-tiba dan merasakan kegembiraan, euphoria, atau optimism
yang tidak biasa. Orang yang mengalami episode manic ini akan memperolok orang
lain dengan memberikan lelucon yang keterlaluan atau bahkan cenderung
memperlihatkan penilaian yang buruk dan menjadi argumentative, dan terkadang
bertindak afektif. Tak hanya itu orang yang mengalami episode manic ini umumnya
mengalami self-esteem yang meningkat, mulai berkisar dari self-confidance yang
ekstreem hingga delusi total akan kebesaran diri sendiri (Nevid, 2003: 237-238).
Dalam episode manic terdapat kesamaan karakteristik dalam afek yang
meningkat disertai dengan peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik
dan mental dalam berbagai derajat keparahan. Dalam episode manic terdapat tipe
hipomania dimana pada gangguan ini derajat gangguan yang lebih ringan dari mania.
Tipe hipomania ini dapat ditandai dengan adanya afek yang meninggi atau berubah
disertai

dengan aktivitas, menetap selama sekurang-kurangnya beberapa hari berturut-


turut,dan tidak disertai halusinasi atau waham.
b. Gangguan Depresi (gangguan Unipolar)
Depresi merupakan suatu perasaan yang bias muncul dalam berbagai cara dan
mempunyai sejumlah penyebab,tidak memedulikan jenis kelamin dan pekerjaan, dan
bias menyerang kapanpun dari remaja sampai paruh baya. Dimana usia paruh baya
ini merupakan usia puncak dari depresi. Pada setiap orang depresi ini berbeda-beda
bentuknya. Kondisi ini bisa disertai dengan kecemasan, gelisah, dan berbicara gugup
atau bias beralih menjadi periode mania (mood yang meningkat), berbicara terputus-
putus, serta aktivitas kompulsif yang dinamakan pasien “manic depresif”. Namun,
ada juga yang bersikap apatis dan cenderung menutupi kekhawatirannya. Penderita
sering mengeluh tidak mampu berfikir dengan jelas, sulit berkonsentrasi, atau
membuat keputusan (Jacoby, 2009:34). Dalam proses berjalannya gangguan depresi,
depresi ini merupakan gangguan yang dapat dibagi menjadi tiga tahap yang dimulai
dari gejala yang ringan, sedang hingga berat.
Gejala atau ciri-ciri utama seseorang dengan depresi adalah afek depresif,
kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energy yang menuju
meningkatnya keadaan yang mudah lelah dan menurunnya aktivitas.
Gejala atau cirri lainnya :

a) Konsentrasi dan perhatian berkurang,

b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang,

c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna,

d) Pandangan tentang masa depan yang suram dan pesimistis,

e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri,

f) Tidur terganggu,

g) Nafsu makan berkurang (Maslim, 2003:64) Depresi ringan


Depresi ringan ini di identikkan dengan depresi minor yang merupakan
perasaan melankolis yang berlangsung sebentar dan disebabkan oleh sebuah kejadian
yang tragis atau mengandung ancaman, atau kehilangan sesuatu yang penting dalam
kehidupan si penderita (Meier, 2000: 20-21). Orang dengan depresi ringan ini
setidaknya memiliki 2 dari gejala lainnya dan 2-3 dari gejala utama. (Maslim,
2003,64).

Depresi sedang
Depresi sedang ini di alami oleh penderita selama kurang 2 minggu, dan orang
dengan depresi sedang ini mengalami kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan
social, pekerjaan dan urusan rumah tangga. Orang dengan depresi sedang ini
setidaknyamemiliki 2-3 dari gejala utama dan 3-4 dari gejala lainnya (Maslim, 2003:
64) Depresi mayor
Depresi mayor merupakan salah satu gangguan yang prevalensinya paling tinggi
di antara berbagai gangguan (Davidson, 2006: 374). Depresi mayor adalah
kemurungan yang dalam dan menyebar luas. Perasaan murung ini mampu menyedot
semangat dan energy serta menyelubungi kehidupan si penderita seperti asap yang
tebak dan menyesakkan dada. Depresi mayor ini dapat berlangsung cukup lama
mulai dari empat belas hari sampai beberapa tahun. Hal ini menyebabkan penderita
akan sangat sulit utnuk berfungsi dengan baik di lingkungannya. Orang dengan
depresi mayor ini juga terkadang disertai dengan keinginan untuk bunuh diri atau
bahkan keinginan untuk mati. Orang yang sangat tertekan, mereka akan
mengalami dampak hal-hal yang mengganggukejiwaan mereka seperti gila,
paranoia atau halusinasi pendengaran (Meier, 2000: 25-26).
Gangguan distimik atau distimia

Gangguan distimik ini merupakan gangguan mood yang berpola depresi ringan
(tetapi nungkin saja menjadi mood yang menyulitkan pada anak-anak atau remaja)
yang terjadi dalam suatu rentang waktu—pada orang dewasa, biasanya dalam
beberapa tahun (Nevid, 2003: 229). Gangguan distimik pada anak-anak dan remaja
terdiri dari mood yang terdepresi atau mudah tersinggung untuk sebagaian besar
hari, lebih banyak hari dibandingkan tidak, selama periode sekurangnya satu tahun.
Pada anak-anak dan remaja, mood yang mudah tersinggung dapat menggantikan
criteria mood terdepresi untuk orang dewasa dan bahwa criteria durasi adalah bukan
dua tahun tetapi satu tahun utnuk anak- anak dan remaja (Kaplan, dkk, 1997: 813).
Ada beberapa gejala atau cirri yang dapat ditandai saat gejala ini muncul, yaitu :

• Kehilangan nafsu makan atau justru makan berlebihan,


• Sulit tidur atau kebanyakan tidur (sulit bangun),
• Tingkat energy rendah atau mudah lelah,
• Citra diri yang rendah,
• Daya konsentrasi yang rendah atau sulit mengambil keputusan,
• Perasaan putus asa.
Penderita gangguan ini setidaknya mengalami gejala-gejala diatas paling lama 2
bulan sekali. Pada gangguan ini tidak terjadi depresi mayor selama dua tahun terakhir,
tidak pernah menderita akibat perubahan naik turun antara periode kegairahan yang
membumbung tinggi dan depresi yang melankolis. Gangguan distimia ini tidak
disebabkan oleh penyalahgunaaan obat atau bahan kimiawi. Namun, gejala ini
mengakibatkan kerusakan klinis yang signifikan dalam fungsi social, pekerjaan atau
area- area penting lain dalam kehidupan si penderita (Meier, 2000: 22).
c. Gangguan perubahan mood (bipolar)

Gangguan bipolar adalah gangguan mental berat, tanpa memandang apakah ada
perubahan mental antara mania dan depresi secara full brown. Gangguan bipolar
merupakan suatu psikosis afektif, ada gangguan emosi, baik akibat kebiasaan
maupun menyembunyikan kecemasan dan perasaan malu. Pada fase depresi,
pendiam, mendendam perasaan, emosional sensitive. Pada fase mania perilakunya
sangat berlawanan, sangat ekstrover. Pada beberapa kasus keadaaan ini mengandung
unsure fanatic dan religious (Jacoby, 2009: 27).

Gangguan bipolar ini sendiri dibagi menjadi dua, yaitu gangguan bipolar 1 dan
gangguan bipolar 2. Gangguan bipolar 1 ini terjadi pada seseorang yang mengalami
setidaknya satu episode manic secara penuh. Di mana seseorang mengalami
perubahan mood antara rasa girang dan depresi dnegan diselingi periode antara
berupa mood yang normal. Sedangkan, gangguan bipolar 2 ini diasosiasikan dengan
suatu bentuk maniak yang lebih ringan. Pada gangguan bipolar 2 ini sesorang
mengalami satu atau lebih episode-episode depresi mayor dan paling tidak satu
episode hipomanik (Nevid, 2003: 237).
d. Gangguan Siklotimik

Gangguan siklotimik ini berasal dari kata Yunani kyklos “lingkaran” dan thymos
“spirit”. Jadi dapat diartikan bahwa siklotimik ini merupakan spirit yang bergerak
secara berputar di mana dapat diartikan sebagai suatu deskripsi yang tepat dari
siklotimik karena gangguan ini melibtatkan suatu pola melingkar yang kronis dari
gangguan mood yang ditandai oleh perubahan mood ringan paling tidak selama 2
tahun (1 tahun untuk anak- anak dan remaja)(Nevid, 2003: 239). Pada gangguan
siklotimik anak dan remaja diperlukan periode satu tahun adanya sejumlah
pergeseran mood. Dan pada beberapa remaja siklotimik dapat memungkinkan untuk
menjadi gangguan bipolar 1(Kaplan, dkk, 1997: 814).

Pada penderita gangguan siklotimik, penderita mengalami pergantian suasana


perasaan senang dan depresi yang bersifat kronis yang tidak sampai pada tingkat
keparahan seperti episode manic atau depresi berat. Pada para gangguan siklomatik
cenderung berada di salah satu keadaan suasana perasaan selama bertahun-tahun
dengan relative sedikit periode suasana netral (eutimia). Penderita gangguan
siklomatik ini secara berganti-ganti akan mengalami gejala-gejala keadaan depresi
ringan dan umumnya disebut sebagai moody(Durand, 2006: 282).
e. Kehilangan

Kehilangan adalah keadaan duka cita yang berhubungan dengan kematian


seseorang yang dicintai yang dapat ditemukan dengan gejala yang karakteristik dari
episode depresif berat. Orang dengan kehilangan ini umumnya dapat dikenali dari
gejala-gejala berikut :
• Perasaan sedih,
• Insomnia,
• Menghilangnya nafsu makan,
• Dan di beberapa kasus terjadi penurunan berat badan.

Dan jika pada anak-anak umumnya mereka lebih menarik diri dan terlihat sedih;
dan mereka tidak mudah ditarik meskipun aktivitas itu merupakan aktivitas yang
mereka sukai (Kaplan, dkk, 1997: 815).

f. Bunuh Diri

Perilaku bunuh diri bukanlah suatu gangguan psikologis, tetapi sering merupakan
cirri atau symptom dari gangguan psikologis yang mendasarinya, dan biasanya adalah
gangguan mood yang menjadi alasan dibalik perilaku percobaan bunuh diri. Orang yang
mempertimbangkan untuk bunuh diri pada saat stress kemungkinan kurang memiliki
keterampilan memecahkan masalah dan kurang dapat menemukan cara-cara alternative
untuk copping dengan stressor yang mereka hadapi. Dalam kaitannya, bunuh diri ini
terkait dengan suatu jaringan yang kompleks dari beberapa factor. Namun, jelas bahwa
kebanyakan kasus bunuh diri ini dapat dicegah bila orang dengan perasaan ingin bunuh
diri menerima penanganan untuk gangguan yang mendasari perilaku bunuh diri,
termasuk

didalamnya adalah depresi, skizofrenia, serta penyalahgunaan alcohol dan zat (Nevid,
2003: 262-266)

3. Etiologi

Gangguan mood diyakini menggambarkan disfungsi sistem limbik,


hipotalamus, dan ganglia basalis, yang membentuk kesatuan pada emosi manusia.
Sebelum intrumen riset noninvasif yang menakjubkan ditemukan, yang saat ini
tersedia untuk mengobservasi area fisiologi tubuh yang paling kecil, teori tentang
gangguan mood difokuskan pada pengalaman hidup dan bagaimana individu memilih
untuk meresponnya. Apakah individu belajar dan tumbuh dari pengalaman hidup
yang negatif dan positif, atau apakah pengalaman tersebut mendorong terjadinya
depresi atau mania? Beberapa teori ini memiliki fokus “menyalahkan korban”,

sedangkan riset saat ini berfokus pada keyakinan bahwa gangguan mood
merupakan ketidak seimbangan kimiawi yang bersifat biologis (hormonal, neurologis,
atau genetik). Fakta bahwa tubuh manusia merupakan suatu alat luar biasa yang
mampu mengatur dan memulihkan diri sendiri, yang dapat diperkuat oleh keinginan
individu untuk berubah adalah alasan mengapa kombinasi psikoterapi dan obat-
obatan psikotropik lebih efektif untuk membantu individu yang mengalami gangguan
mood.

a. Faktor Predisposisi

1) Faktor Genetik

Faktor genetik mengemukakan, transmisi gangguan alam perasaan


diteruskan melalui garis keturunan. Frekuensi gangguan alam perasaan
meningkat pada kembar monozigote.
2) Teori Agresi Berbalik pada Diri Sendiri

Mengemukakan bahwa depresi diakibatkan oleh perasaan marah yang


dialihkan pada diri sendiri. Freud mengatakan bahwa kehilangan objek/orang,
ambivalen antara perasaan benci dan cinta dapat berbalik menjadi perasaan
menyalahkan diri sendiri dan dimunculkan dengan perilaku mania (sebagai
suatu mekanisme kompensasi)
3) Teori Kehilangan

Berhubungan dengan faktor perkembangan, misalnya kehilangan


orangtua yang sangat dicintai. Individu tidak berdaya mengatasi kehilangan.
4) Teori Kepribadian

Mengemukakan bahwa tipe kepribadian tertentu menyebabkan seseorang


mengalami mania.
5) Teori Kognitif

Mengemukakan bahwa mania merupakan msalah kognitif yang


dipengaruhi oleh penilaian terhadap diri sendiri, lingkungan dan masa depan.
6) Model Belajar Ketidakberdayaan

Mengemukakan bahwa mania dimulai dari kehilangan kendali diri lalu


menjadi aktif dan tidak mampu menghadapi masalah. Kemudian individu
timbul keyakinan akan ketidakmampuannya mengendalikan kehidupan
sehingga ia tidak berupaya mengembangkan respons yang adaptif.
7) Model Perilaku

Mengemukakan bahwa depresi terjadi karena kurangnya reinforcemant


positif selama berinteraksi dengan lingkungan.
8) Model Biologis
Mengemukakan bahwa dalam keadaan depresi/mania terjadi perubahan
kimiawi, yaitu defisiensi katekolamin, tidak berfungsinya endokrin dan
hipersekresi kortisol.

b. Faktor Presipitasi

Stressor yang dapat menyebabkan gangguan alam perasaan meliputi faktor


biologis, psikologis dan sosial budaya.

1). Faktor Biologis

Meliputi perubahan fisiologis yang disebakan oleh obat-obatan atau


berbagai penyakit fisik seperti infeksi, neoplasma, dan ketidakseimbangan
metabolisme.
2). Faktor Psikologis

Meliputi kehilangan kasih sayang, termasuk kehilangan cinta,


seseorang dan kehilangan harga diri.

3). Faktor Sosial Budaya

Meliputi kehilangan peran, perceraian, kehilangan pekerjaan.

4. patofisiologi
Patofisiologi gangguan mood melibatkan interaksi dari banyak komponen. Gangguan
mood dapat terjadi pada pasien dengan predisposisi genetik, namun tidak menjadi etiologi
tunggal. Paparan terhadap stress, terutama yang bersifat kronis dan tidak dapat dikontrol,
merupakan salah satu faktor yang berperan.

5. Manifestasi klinis
Menurut Hawari (2001) secara lengkap gejala klinis depresi adalah sebagai berikut :
a) Afek disforik, yaitu perasaan murung, sedih, gairah hidup menurun, tidak
semangat, merasa tidak berdaya;
b) Perasaan bersalah, berdosa, penyesalan;
c) Nafsu makan menurun;
d) Berat badan menurun;
e) Konsentrasi dan daya ingat menurun
f) Gangguan tidur: insomnia (sukar/tidak dapat tidur) atau sebaliknya hipersomnia
(terlalu banyak tidur). Gangguan ini sering kali disertai dengan mimpi – mimpi
yang tidak menyenangkan, misalnya mimpi orang yang telah meninggal;
g) Agitasi atau retardasi psikomotor (gaduh gelisah atau lemah tak berdaya);
h) Hilangnya rasa senang, semangat dan minat, tidak suka lagi melakukan hobi,
kreativitas menurun, produktivitas juga menurun;
i) Gangguan seksual (libido menurun);
j) Pikiran – pikiran tentang kematian, bunuh diri.

6. Penatalaksanaan

Menurut (Tomb, 2003, hal.61)

Semua pasien depresi harus mendapatkan psikoterapi, dan beberapa memerlukan


tambahan terapi fisik. Kebutuhan terapi khusus bergantung pada diagnosis, berat
penyakit, umur pasien, respon terhadap terapi sebelumnya.

a. Terapi Psikologik
Psikoterapi suportif selalu diindikasikan. Berikan kehangatan, empati,
pengertian dan optimistic. Bantu pasien mengidentifikasi dan mengekspresikan hal –
hal yang membuatnya prihatin dan melontarkannya. Identifikasi factor pencetus dan
bantulah untuk mengoreksinya. Bantulah memecahkan problem eksternal (misal,
pekerjaan, menyewa rumah), arahkan pasien terutama selama periode akut dan bila
pasien tidak aktif bergerak. Latih pasien untuk mengenal tanda – tanda dekompensasi
yang akan dating. Temui pasien sesering mungkin (mula – mula 1 – 3 kali per minggu)
dan secara teratur, tetapi jangan sampai tidak berakhir atau untuk selamanya.
Kenalilah bahwa beberapa pasien depresi dapat memprovokasi kemarahan anda
(melalui kemarahan, hostilitas, dan tuntutan yang tak masuk akal, dll.). psikoterapi
berorientasi tilikan jangka panjang, dapat berguna pada pasien depresi minor kronis
tertentu dan beberapa pasien dengan depresi mayor yang mengalami remisi tetapi
mempunyai konflik.

Terapi Kognitif – Perilaku dapat sangat bermanfaat pada pasien depresi sedang
dan ringan. Diyakini oleh sebagian orang sebagai “ketidakberdayaan yang dipelajari”,
depresi diterapi dengan memberikan pasien latihan keterampilan dan
memberikanpengalaman – pengalaman sukses. Dari perspektif kognitif, pasien dilatih
untuk mengenal dan menghilangkan pikiran – pikiran negative dan harapan – harapan
negative. Terapi ini mencegah kekambuhan.

Deprivasi tidur parsial (bangun mulai di pertengahan malam dan tetap terjaga
sampai malam berikutnya), dapat membantu mengurangi gejala – gejala depresi mayor
buat sementara. Latihan fisik (berlari, berenang) dapat memperbaiki depresi, dengan
mekanisme biologis yang belum dimengerti dengan baik.

b. Terapi Fisik
Semua depresi mayor dan depresi kronis atau depresi minor yang tidak membaik
membutuhkan antidepresan (70 – 80 % pasien berespon terhadap antidepresan),
meskipun yang mencetuskan jelas terlihat atau dapat diidentifikasi. Mulailah dengan
SSRI atau salah satu antidepresan terbaru. Apabila tidak berhasil, pertimbangkan
antidepresan trisiklik, atau MAOI (terutama pada depresi “atipikal”) atau kombinasi
beberapa obat yang efektif bila obat pertama tidak berhasil. Waspadalah terhadap efek
samping dan bahwa antidepresan “dapat” mencetuskan episode manik pada beberapa
pasien bipolar (10 % dengan TCA, dengan SSRI lebih rendah, tetapi semua koonsep
tentang “presipitasi manic” masih diperdebatkan). Setelah semuh dari episode depresi
pertama, obat dipertahankan untuk beberapa bulan, kemudian diturunkan, meskipun
demikian pada beberapa pasien setelah satu atau lebih kekambuhan, membutuhkan
obat rumatan untuk periode panjang. Antidepresan saja (tunggal) tidak dapat
mengobati depresi psikosis unipolar.

Litium efektif dalam membuat remisi gangguan bipolar, mania dan mungkin
bermanfaat dalam pengobatan depresi bipolar akut dan beberapa depresi unipolar.
Obat ini cukup efektif pada bipolar serta untuk mempertahankan remisi dan begitu
pula pada pasien unipolar. Antikonvulsan tampaknya juga sama baik dengan litium
untuk mengobati kondisi akut, meskipun kurang efektif untuk rumatan. Antidepresan
dan litium dapat dimulai secara bersama – sama dan litium diteruskan setelah remisi.
Psikotik, paranoid atau pasien sangat agitasi membutuhkan antipsikotik, tunggal
atau bersama –

sama dengan antidepresan, litium atau ECT – antidepresan antipikal yang baru
saja terlihat efektif.

ECT mungkin merupakan terapi terpilih :


a) Bila obat tidak berhasil setelah satu atau lebih dari 6 minggu pengobatan,
b) Bila kondisi pasien menuntut remisi segera (misal, bunuh diri yang akut),
c) Pada beberapa depresi psikotik,Pada pasien yang tidak dapat mentoleransi
obat (misal pasien tua yang berpenyakit jantung). Lebih dari 90 % pasien
memberikan respons.
BAB IV
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BUNUH DIRI

1. Pengkajian

Pengkajian bunuh diri termasuk aplikasi observasi melekat dan


keterampilan mendengar untuk mendeteksi tanda spesifik dan rencana yang
spesifik. Pengkajian juga mencakup apakah individu telah membuat rencana
bunuh diri tersebut. Orang yang siap bunuh diri adalah orang yang telah
mempunyai rencana spesifik dan mempunyai alat untuk melakukan bunuh diri.
Langkah awal, membina hubungan selama wawancara yang sifatnya tidak
menghakimi pasien. Apabila pasien tidak menceritakan sendiri keinginannya,
selidiki adanya ide-ide bunuh diri melalui pertanyaan-pertanyaan yang lebih
spesifik, misal, “Apakah Masmerasakan sedih?”. “Apakah Mas pernah
memikirkan untuk mengakhiri hidup?”. “Bagaimana caranya?”. Mengajukan
pertanyaan mengenai bunuh diri tidak akan mencetuskan terjadinya peristiwa
itu.

Hal utama yang perlu dikaji adalah tanda atau gejala yang dapat
menentukan tingkat resiko dari tingkah laku bunuh diri. Ditekankan pada
perilaku, faktor prediposisi, stressor presipitasi, penilaian stressor dan
mekanisme koping.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa perilaku destruktif diri memerlukan pengkajian yang cermat.
Penyangkalan dari pasien terhadap sikap merusak diri tidak boleh
mempengaruhi perawat dala melakukan intervensi keperawatan. Diagnosa
keperawatan didasarkan pada hasil pengamatan perawat, data-data yang
dikumpulkan oleh pemberi pelayanan kesehatan lain dan informasi yang
diberikan oleh pasien dan keluarga.
3. Rencana Keperawatan
Tujuan yang diharapkan pasien tidak akan membahayakan diri sendiri
secara fisik. Rencana asuhan keperawatan untuk individu dengan perilaku
bunuh diri difokuskan pada melindungi pasien dari perilakunya yang dapat
membahayakan diri dan mengganti klien mengganti koping yang destruktif
dengan koping yang konstruktif. Rencana keperawatan juga mencakup
penyuluhan tentang penyakit.
4. Pelaksanaan
a. Tindakan keperawatan untuk pasien
1) Tujuan: Pasien tetap aman dan selamat
2) Tindakan: Melindungi pasien Untuk melindungi pasien yang mengancam atau
mencoba bunuh diri, maka dapat kita lakukan :
a) Menemani pasien terus- menerus sampai dia dapat dipindahkan
ketewmpat yangaman
b) Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet,
gelas tali pinggang)
c) Mendapatkan orang yang dapat segera membawa pasien ke rumah
sakit untuk pengkajian lebih lanjut dan kemungkinan dirawat
d) Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika
pasien mendapatkan obat
e) Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan
melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.

b. Tindakan keperawatan untuk keluarga


1) Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang
mengancamatau mencoba bunun diri
2) Tindakan:
a) Menganjurkan keluarga untuknikut mengawasi pasien serta jangan
pernameniggalkan pasien sendirian
b) Menganjurka keluarga untuk membantu pasien menjauhi barang-barang
berbahaya disekitar pasien
c) Mendiskusikan dengan keluarga orang yang dapat membawa pasien ke rumah
sakit sesegera mungkin
d) Menjelaskan kepada keluarga pengertian pasien minum obat
secara teratur Isyarat Bunuh Diri
a. Tindakan keperawatan untuk pasien isyarat bunuh diri
1) Tujuan:
a) Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
b) Pasien dapat mengungkapkan perasannya
c) Pasien dapat miningkatkan harga dirinya
d) Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
2) Tindakan Keperawatan
a) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan
meminta

bantuan dari keluarga atau tema.


b) Memingkatkan harga diri pasien, dengan cara :
- Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasannya.
- Memberikan pujian bila pasien dapay mengatakan perasan yang positif
- Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting

- Merencanakan aktivitas yang dapat dilakukan pasien


c) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
- Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
- Mendiskusikan dengan pasien efektivitas masing- masing cara
menyelesaikan

masalah
- Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik
b. Tindakan Keperawatan untuk keluarga
1) Tujuan: keluarga mampu merawat pasien dengan resiko bunuh diri.
2) Tindakan keperawatan:
a) Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh dir
- Menayakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang pernah
muncul

pada pasien
- Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada
pasien

beresiko bunuh diri.


b) Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri
- Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien
memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.

- Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasian, antara lain :


 Memberikan tempat yang aman.Menenmpatkan pasien ditempat yang diawasi
,
jangan biarkan pasien mengunci diri di kamarnya atau jangan
meninggalkan pasien dirumah
 Menjauhkan barang-barang yang bisa digunakan unyuk bunuh diri. Seperti:
tsli,

bahan bakar minyak, api, pisau atau benda tajam lainnya.


 Selalu mengadakan pengawasan dan peningkatan pengawasan apabila tanda
dan
gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan
pengawasan, walaupun pasien tidak menunjukan tanda dan gejala
untuk bunuh diri
c) Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila
pasien

melakukan percobaan bunuh diri, antara lain:


- Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat
untuk

menghentikan upaya bunuh diri tersebut


- Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas mendapatkan
bantuan

medis.
d) Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien
- Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan
- Menganjurkan keluarga untuk mengantar pasien berobat/ kontrol secara
teratur

untuk mengatasi masalah bunuh diri


- Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai
prinsip lima benar yaitu benar obat, benar orangnya, benar dosisnya, benar
cara penggunakannya, dan benar waktu pengguaannya.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN MOOD

1. Data demografi

a. Perawat mengkaji identitas klien dan melakukan perkenalan dan kontrak


dengan klien tentang nama perawat, nama klien, panggilan perawatn,
panggilan klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan
dibicarakan.
b. Usia dan nomor rekam medik

c. Mahasiswa menuliskan sumber data yang didapat

2. Alasan masuk

Tanyakan pada klien atau keluarga:

a. Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang ke rumah sakit?

b. Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah ini?

c. Bagaimana hasilnya?

3. Tinjau kembali riwayat klien untuk adanya stressor pencetus dan data
signifikan tentang:
a. Kerentanan genetika-biologik (misal, riwayat keluarga)

b. Peristiwa hidup yang menimbulkan stress dan kehilangan yang baru dialami

c. Hasil dari alat pengkajian yang terstandardisasi untuk depresi (misal,


Beck Depression Inventory, Hamilton Rating Scale of Depression,
Geriatric Depression Scale, dan Self-Rating Depression Scale)
d. Episode-episode gangguan mood atau perilaku bunuh diri di masa lalu

e. Riwayat pengobatan

f. Penyalahgunaan obat dan alkohol

g. Riwayat pendidikan dan pekerjaan

4. Catat ciri-ciri respon fisiologik, kognitif, emosional dan perilaku dari


individu dengan gangguan mood
5. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan lelalitas perilaku bunuh diri klien

a. Tujuan klien (misal, agar terlepas dari stress solusi masalah yang sulit)

b. Rencana bunuh diri, termasuk apakah klien memiliki rencana tersebut


c. Keadaan jiwa klien (misal, adanya gangguan pikiran, tingkat
kegelisahan, keparahan gangguan mood)
d. Sistem pendukung yang ada

e. Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik
psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami, dan riwayat
penyalahgunaan zat.
6. Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar klien atau
keluarga tentang gejala, medikasi, dan rekomendasi pengobatan, gangguan
mood, tanda-tanda kekambuhan serta tindakan perawatan sendiri.
Analisis Data

Dat Etiologi Masalah Keperawatan


a
DS: klien merasa Merasa tidak berguna Gangguan konsep
tidak berguna, diri: harga
🡓
merasa kosong diri rendah
Sedih yang berlebihan
DO: kehilangan
minat melakukan 🡓
aktivitas Gangguan konsep diri: harga
diri rendah
DS: klien merasa minder Sedih yang berlebihan Isolasi sosial:
kepada kedua adiknya, menarik diri
🡓
sedih yang berlebihan
minder
DO: klien menghindar
dan mengurung diri 🡓

Mengurung diri, menghindar

Isolasi sosial: menarik diri


DS: klien malas mandi Isolasi sosial: menarik diri Defisit perawatan
dan mandi jika perlu saja diri: mandi
🡓
DO: kuku panjang dan dan berhias
Defisit perawatan diri:
hitam, kulit banyak daki
mandi dan berhias
dan kering, rambut
berantakan,
gigi kuning
DS: ibu merasa frustasi Murung Ketidakefektifan

DO: keluarga tidak peduli 🡓


koping keluarga:
pada klien, keluarga
Berdiam diri (tak peduli
ketidakmampuan
membawa klien ke rumah
orang lain: keluarga)
keluarga merawat
sakit jiwa, dan dirawat
🡓
pasien di rumah
untuk
Keluarga frsutasi
ketiga kalinya
DS: tidak mau Tidak mau makan Resiko perilaku
makan DO: berat kekerasan terhadap
🡓
badan turun
diri sendiri
Berat badan turun

🡓
Resiko perilaku kekerasan
terhadap diri sendiri
WOC

Resiko perilaku kekerasan


terhadap diri-sendiri

Defisit Perawatan diri :


Isolasi sosial : menarik diri
mandi dan berhias
Gangguan alam perasaan:
depresi

Ketidakefektifan koping
Gangguan Konsep diri : keluarga : ketidakmampuan
Harga diri rendah keluarga merawat klien di
rumah

Rencana dan Intervensi Keperawatan

Diagnosis Perencanaa
NO Keperawata n Interven
n Tujua Kriteria Hasil si
n
1 Risiko TUM:
perilaku
Klien tidak
menceder
mencederai diri
ai diri b.d
sendiri
perilaku
TUK:
kekerasan
Klien mau membalas Beri salam atau
1. Klien dapat
salam anggil nama
membina
KLien mau menjabat Sebutkan nama
hubungan
tangan perawat sambil
saling percaya
Klien mau menyebutkan jabat tangan
nama Jelaskan
Klien mau tersenyum maksud
hubungan
Klien mau kontak mata
interaksi
Klien mau mengetahui
Jelaskan tentang
nama perawat
kontrak yang
akan dibuat
Beri rasa aman dan

sikap empati
1.1.6 Lakukan kontak
singkat

tapi sering
2. Klien dapat Klien Beri kesempatan
mengidentifika mengungkapkan untuk
si penyebab perasaannya mengungkapkan
perilaku Klien dapat perasaannya
kekerasan mengungkap Bantu klien
kan perasaan
mengungkapkan
jengkel
penyebab perasaan
ataupun
jengkel atau kesal
kesal
3. Klien dapat Klien dapat Anjurkan klien
mengidentifika mengungkapkan mengungkapkan
si tanda dan perasaan saat apa yang dialami
gejala perilaku marah atau dan dirasakannya
kekerasan jengkel saat jengkel atau
Klien dapat marah
menyimpulkan Observasi tanda
tanda dan gejala dan gejala
jengkel atau kesal perilaku
yang dialaminya kekerasan pada
klien
3.2.1 Simpulkan bersama
klien yanda dan gejala
jengkel atau kesal yang
dialami klien
4. Klien dapat Klien dapat
4.1.1 Anjurkan klien untuk
mengidentifika mengungkapkan mengungkapkan
si perilaku perilaku kekerasan perilaku kekeraan yang
kekerasan yang biasa biasa dilakukan klien
yang biasa dilakukan 4.2.1 Bantu klien bermain
dilakukan Klien peran sesuai perilaku
dapatbermain kekerasan yang biasa
peran sesuai dilakukan
perilaku 4.3.1 Bicarakan dengan klien
kekerasan yang apakah dengan cara
biasa dilakukan klien lakukan
Klien dapat masalahnya selesai
menngetahui cara
yang biasa
dilakukan untuk
menyelesaikan
masalah
5. Klien dapat 5.1 Klien dapat Bicarakan akibat
mengidentifika menjelaskan akibat atau kerugian dari
si akibat dari cara yang cara yang dilakukan
perilaku digunakan klien: klien
kekerasan akibat pada klien bersama klien
sendiri, akibat pada menyimpulkan
orang lain, dan akibat dari cara yang
akibat pada dilakukan klien
lingkungan Tanyakan pada
klien apakah dia
ingin mempelajari
cara baru
yang sehat
6. Klien dapat klien dapat diskusikan kegiatan
mendemonstr menyebutkan contoh fisik yang biasa
asi kan cara pencegahan perilaku dilakukan klien
fisik untuk kekerasan secara fisik: beri pujian atas kegiatan
mencegah tarik napas dalam, pukul fisik yang biasa
perilaku kasur, dan bantal dilakukan klien
kekerasan klien dapat diskusikan dua cara fisik
mendemonstrasikan yang paling mudah untuk
cara fisik untuk mencegah perilaku
mencegah perilaku kekerasan
kekerasan Diskusikan cara
Klien mempunyai melakukan tarik napas
jadwak untuk melatih dalam dengan klien
cara pencegahan fisik Beri contoh klien cara
yang telah dipelajari menarik napas dalam
sebelumnya Minta klien untuk
Klien mengevaluasi mengikuti contoh yang
kemampuannya dalam diberikan sebanyak 5
melakukan cara fisik kali
sesuai jadwal yang Beri pujian positif atas
disusun kemampuan klien
mendemonstrasikan cara
menarik napas dalam
6.2.5 Tanyakan perasaan
klien setelah selesai
diskusikan dengan
klien mengenai
frekuensi latihan
yang akan dilakukan
sendiri oleh klien
susun jadwal
kegiatan untuk
melatih cara yang
dipelajari
klien mengevaluasi
peaksanaan latihan
validasi kemampuan
klien dalam
melaksanakan latihan
beikan pujian atas
keberhasilan klien
Tanyakan pada klien
apakah kegiatan cara
pencegahan perilaku
kekerasan dapat
mengurangi perasaan
marah

7. Klien dapat K d
mendemonstrasik
an cara social  Meminta B
untuk mencegah dengan baik
perilaku  Menolak  Meminta
kekerasan dengan baik dengan baik

 Mengungkapk  Menolak dengan


an perasaan baik
baik
 Mengungkapkan
perasaan dengan
baik
7.2.1. Minta klien
mengikuti

contoh cara bicara baik


Klien  Meminta dengan
dapat baik
mend
: “Saya minta
emons
uang untuk beli
trasik
makanan”
an
 Menolak dengan
cara
baik
verbal
yang : “ Maaf, saya
baik tidak dapat
Klien melakukannya
mum karena ada
punya kegiatan lain.
i  Mengungkapkan
jadwal perasaan dengan
untuk baik
melati : “Saya kesal
h cara karena permintaan
bicara saya tidak
yang dikabulkan”
baik disertai nada suara
Klien yang rendah.
melaku Minta klien mengulang
kan sendiri
evaluasi Beri pujian atas
terhada keberhasilan
p klien
kemamp Dis
uan ku
cara si
bicara ka
yang n
sesuai de
dengan ng
jadwal an
yang kli
telah en
disusun
te
nt
an
g
wa
kt
u
da
n
ko
nd
isi
ca
ra
bi
ca
ra
ya
ng
da
pa
t
dil
ati
h
di
ru
an
ga
n,
mi
sa
ln
ya
:
m
e
mi
nt
a
ob
at,
ba
ju,
dll
,
m
en
ol
ak
aj
ak
an
m
er
ok
ok
,
tid
ur
tid
ak
pa
da
wa
kt
un
ya
;
m
en
ce
rit
ak
an
ke
ke
sa
la
n
pa
da
pe
ra
wa
t
Sus
u
n
ja
d
w
aj
ke
gi
at
an
u
nt
u
k
m
el
ati
h
ca
ra
ya
ng
tel
ah
di
pe
laj
ar
i.
7.4.1. Klien mengevaluasi

pelaksanaa latihan cara


bicara yang baik dengan
mengisi dengan kegiatan
jadwal kegiatan ( self-
evaluation )
7.4.2. Validasi kemampuan
klien dalam
melaksanakan latihan
Berikan pujian
atas
keberhasilan
klien
Tanyakan kepada
klien : “ Bagaimana
perasaan Budi
setelah latihan bicara
yang baik?
Apakah keinginan
marah berkurang?”

8. Klien dapat Klien 8.1.1. Diskusikan dengan


mendemonstra dapat klien kegiatan ibadah
si kan cara menye yang pernah dilakukan
spiritual untuk butka Bantu klien menilai
mencegah n kegiatan ibadah
perilaku kegiat yang dapat
kekerasan an dilakukan di ruang
yang rawat
biasa Bantu klien memilih
dilaku kegiatan ibadah
kan yang akan
Klien dapat dilakukan
mende Minta klien
monstra
mendemonstrasikan
sikan
kegiatan ibadah yang
cara
dipilih
ibadah
Beri pujian atas
yang
keberhasilan
dipilih
klien
Klien
mem
puny
ai
jadwa
l
untu
k
melat
ih
kegia
tan
ibada
h
Klien
melaku
kan
evaluasi
terhada
p
kemam
puan
melaku
kan
kegiata
n
ibadah
8.3.1 Diskusikan dengan klien
tentang waktu
pelaksanaan kegiatan
ibadah
8.3.2. Susun jadwal kegiatan
untuk melatih kegiatan
ibadah
Klien
men
geva
luas
i
pela
ksa
naa
n
kegi
atan
ibad
ah
den
gan
men
gisi
jad
wal
kegi
atan
hari
an
(self
-
eval
uati
on)
Validas
i
ke
ma
mp
ua
n
kli
en
dal
am
me
lak
sa
na
ka
n
lati
ha
n
Berik
a
n
p
u
ji
a
n
a
t
a
s
k
e
b
e
r
h
a
si
l
a
n
k
li
e
n
8.4.4 Tanyakan kepada klien :
“Bagaimana perasaan
Budi setelah teratur
melakukan ibadah?
Apakah keinginan
marah berkurang
9. Klien dapat Klien dapat Diskusikan dengan
mendemonstr menyebutkan klien tentang jenis
asi kan jenis, dosis, dan obat yang
kepatuhan waktu minum diminumnya (nama,
minum obat obat serta warna, besarnya);
untuk manfaat dari waktu minum obat
mencegah obat itu (prinsip (jika 3x : pukul
perilaku 5 benar: benar 07.00, 13.00, 19.00);
kekerasan orang, obat, cara minum obat.
dosis, waktu Diskusikan dengan
dan cara klien tentang manfaat
pemberian) minum
Klien obat secara teratur :
mendemonstrasika
n kepatuhan
minum obat
sesuai jadwal  Beda perasaan
yang ditetapkan sebelum minum
9.3 Klien mengevaluasi obat dan sesudah
kemampuannya minum obat
dalam mematuhi  Jelaskan bahwa
minum obat dosis hanya boleh
diubah oleh dokter
 Jelaskan
mengenai akibat
minum obat
yang tidak
teratur,
misalnya,
penyakit
kambuh
Diskusikan
tentang proses
minum obat :
 Klien meminat
obat kepada
perawat ( jika di
rumah sakit),
kepada keluarga
(jika di rumah)
 Klien memeriksa
obat susuai dosis
 Klien meminum
obat pada waktu
yang tepat.
9.2.2. Susun jadwal minum
obat bersama klien
Klien mengevaluasi
pelaksanaan
minum obat
dengan mengisi
jadwal kegiatan
harian (self-
evaluation)
Validasi
pelaksanaan
minum obat klien
Beri pujian atas

keberhasilan klien
9.3.4 Tanyakan kepada klien :
“Bagaiman perasaan Budi
setelah minum obat
secara teratur? Apakah
keinginan untuk
marah berkurang?”

10. Klien dapat Klien A


mengikuti TAK m
: stimulasi e K
persepsi n
pencegahan gi D
perilaku k
kekerasan ut F
i
T Disku
A s
K i
: k
st a
i n
m
ul d
a e
si n
p g
er a
se n
p
si k
p l
e i
n e
ce n
g
a t
h e
a n
n t
p a
er n
il g
a
k j
u a
k d
e w
k a
er l
a T
s A
a K
n Masuk
Klien k
m a
e n
m ja
p d
u w
n a
y k
ai T
ja A
d K
w k
al e
T d
A al
K a
: m
st ja
i d
m w
ul al
a k
si eg
p ia
er ta
se n
p h
si ar
p ia
e n
n (s
ce el
g f-
a ev
h al
a u
n at
p io
er n)
il .
a10.3.2 Validasi kemampuan
k klien dalam mengikuti
u TAK
k
e
k
er
a
s
a
n
Kl
Beri pujian atas
kemampuan
mengikuti TAK
Tanyakan pada klien:
“Bagaimana
perasaan Ibu
setelah mengikuti
TAK?”

11. Klien 11.1 Keluarga dapat Ide


mendemonstrasik
mendapatkan
an cara merawat
dukungan kemampuan keluarga
klien
keluarga dalam merawat klien
dalam sesuai dengan yang telah
melakukan dilakukan keluarga
cara terhadap klien selama ini
pencegahan J
perilaku
kekerasan J

 Terkait dengan
cara mengontrol
perilaku
marah secara
konstruktif

 Sikap dan cara


bicara

 Membantu klien
mengenal
penyebab marah
dan pelaksanaan
cara pencegahan
perilaku
kekerasan
Bantu keluarga
mendemonstrasikan
cara merawat klien
Bantu keluarga
mengngkapkan
perasaannya setelah
melakukan
demonstrasi
Anjurkan keluarga
mempraktikannya
pada klien selama di
rumah sakit dan
melanjutkannya
setelah
pulang ke rumah.

Mania

Pengkajian

a. Data subyektif :
Banyak bicara, kadang waham besar, pembicaraan mudah beralih topik
(flight of ideas), menghasut, tak punya rasa malu / bersalah.
b. Data obyektif:

Ekspresi wajah tegang, riang berlebihan, kurang memperhatikan makan


dan minum, kurang istirahat / tidur, tidak bertanggungjawab, mudah
tersinggung / terangsang, tidak tahan kritik, aktivitas motorik meningkat,
berdandan aneh dan berlebihan, menantang bahaya, kacau, kebersihan
diri kurang.
Diagnosa Keperawatan

1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan


mania.

2. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari


kebutuhan berhubungan dengan mania.
3. Gangguan komunikasi: verbal berhubungan dengan mania.

4. Gangguan pola tidur dan istirahat: kurang tidur berhubungan dengan


mania.

5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan mania.

6. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping


maladaptif. Intervensi Keperawatan
Intervensi

a. Tujuan umum :

Sesuai masalah (problem).

b. Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling


percaya. Tindakan :
 Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik,
memperkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan
lingkungan yang tenang, buat kesepakatan / janji dengan jelas
tentang topik, tempat, waktu.
 Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.

 Bicara dengan tegas, jelas, singkat dan bersahabat.

2. Klien dapat mengungkapkan


perasaannya. Tindakan :
 Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.

 Beri kesempatan klien mengutarakan keinginan dan


pikirannya dengan teknik focusing.
 Bicarakan hal-hal yang nyata dengan klien.

3. Klien dapat menggunakan koping


adaptif. Tindakan :
 Tanyakan kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi
perasaan kesal, marah, dan tak menyenangkan.
 Bicarakan kerugian cara yang telah digunakan.

 Jelaskan tentang batas tingkah laku yang wajar.

 Bantu klien menemukan cara lain yang lebih posistif.

 Beri dorongan kepada pasien untuk memilih koping yang


paling tepat dan dapat diterima.
 Beri dorongan kepada pasien untuk mencoba koping yang telah
dipilih

 Anjurkan pasien untuk mencoba alternatif lain dalam


menyelesaikan masalah.
4. Klien terlindung dari perilaku mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. Tindakan :
 Tempatkan klien di ruang yang tenang, tidak banyak
rangsangan, tidak banyak peralatan.
 Jauhkan dan simpan alat alat yang dapat digunakan oleh pasien
untuk mencederai dirinya,orang lain dan lingkungan, ditempat
yang aman dan terkunci.
 Temani klien jika nampak tanda-tanda marah / agresif.

 Lakukan pengekangan fisik jika klien tidak dapat mengontrol


perilakunya.
5. Klien dapat melakukan kegiatan
terarah. Tindakan :
 Anjurkan klien untuk melakukan kegiatan motorik yang
terarah, misal: menyapu, joging dll.
 Beri kegiatan individual sederhana yang dapat dilaksanakan
dengan baik oleh klien.
 Berikan kegiatan yang tidak memerlukan kompetisi.

 Bantu klien dalam melaksanakan kegiatan.

 Beri reinforcement positif atas keberhasilan pasien.

6. Klien terpenuhi kebutuhan


nutrisinya. Tindakan :
 Diskusikan tentang manfaat makan dan minum bagi kesehatan.

 Ajak klien makan makanan yang telah disediakan, temani selama


makan.

 Ingatkan klien untuk minum ½ jam sekali sebanyak 100 cc.

 Sediakan makanan TKTP, mudah dicerna.

7. Klien terpenuhi kebutuhan tidur dan


istirahatnya. Tindakan :
 Diskusikan pentingnya istirahat bagi kesehatan.

 Anjurkan klien untuk tidur pada jam-jam istirahat.


 Sediakan lingkungan yang mendukung: tenang, lampu redup dll.

8. Klien terpenuhi kebersihan


dirinya. Tindakan :
 Diskusikan manfaat kebersihan diri bagi kesehatan.

 Bimbing dalam kebersihan diri (mandi, keramas, gosok gigi).

 Bimbing pasien berhias.

 Beri pujian bila klien berhias secara wajar.

9. Klien dapat menggunakan obat dengan


benar dan tepat. Tindakan :
 Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping minum obat).
 Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
(benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).
 Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang
dirasakan.

 Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan


benar.

10. Klien dapat memanfaatkan sistem


pendukung yang ada. Tindakan :
 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien.

 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.

 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

Evaluasi

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.

2. Klien dapat mengungkapkan perasaannya.

3. Klien dapat menggunakan koping adaptif.

4. Klien terlindung dari perilaku mencederai diri, orang lain dan


lingkungan.

5. Klien dapat melakukan kegiatan terarah

6. Klien terpenuhi kebutuhan nutrisinya.

7. Klien terpenuhi kebutuhan tidur dan istirahatnya.

8. Klien terpenuhi kebersihan dirinya.


9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat.

10. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.


BAB V

PENUTUP

A. Ksimpulan

Alam perasaan adalah keadaan emosional yang berkepanjangan yang


mempengaruhi seluruh kepribadiaan dan fungsi kehidupan seseorang ( Stuart
2006).
Gangguan alam perasaan adalah kelainan psikologis yang ditandai
meluasnya irama emosional seseorang, mulai dari rentang depresi sampai gembira
yang berlebihan (euphoria) dan gerak yang berlebihan (agitation). Depresi dapat
terjadi secara tunggal dalam bentuk mayor depresi atau dalam bentuk lain seperti
mania sebagai gangguan tipe bipolar. Depresi terdapat klasifikasi dan tingkatan
nya. Tanda dan gejala yang timbul pada depresi bisa bermacam-macam karena
tiap individu itu unik.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya depresi. Bisa karena faktor
prepitasi maupun faktor prediposisi. Asuhan keperawatan yang dibeikan pada
pasien berbeda-beda. Hal ini dikarenakan pasien dengan gangguan alam
perasaan menunjukkan pribadi yang unik.
Gangguan alam perasaan adalah kelainan psikologis yang ditandai
meluasnya irama emosional seseorang, mulai dari rentang depresi sampai gembira
yang berlebihan (euphoria) dan gerak yang berlebihan (agitation). Depresi dapat
terjadi secara tunggal dalam bentuk mayor depresi atau dalam bentuk lain seperti
mania sebagai gangguan tipe bipolar. Depresi terdapat klasifikasi dan tingkatan
nya. Tanda dan gejala yang timbul pada depresi bisa bermacam-macam karena
tiap individu itu unik.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya depresi. Bisa karena faktor
prepitasi maupun faktor prediposisi. Asuhan keperawatan yang dibeikan pada
pasien berbeda-beda. Hal ini dikarenakan pasien dengan gangguan alam perasaan
menunjukkan pribadi yang unik.

B. Saran

Kesehatan jiwa dapat didapatkan dengan jalan ada kesinkronan antara pasien,
keluarga dan tenaga medis dalam upaya proses penyembuhan. Jika salah satu
dari komponen tersebut, maka akan menghambat proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Wahyu. P. 2010. “Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Keperawatan Jiwa”. Jakarta :


FIK-UI Keliat B.A. 2005. “Proses Keperawatan Jiwa”. Jakarta : EGC
Marilynn E Doenges. 2006. “Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri”. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran: EGC
Gibbson Towsend , M C, 1995. “Kumpulan Keperawatan Jiwa”. Jakarta : Buku Kedokteran
Purwaningsih w. Dkk, 2010. “Asuhan Keperawatan Jiwa”. Bantul Yogyakarta”: Nuha
Medika.
Harold I. Kaplan,MD dan Benjamin J. Sadock,MD.1998.ILMU KEDOKTERAN JIWA
DARURAT.jakarta: Widya Medika
Gail Wiscarz Stuart dan Sandra J. Sundeen.1998.Buku Saku KEPERAWATAN JIWA
ed.3.Jakarta:EGC
http://asuhankeperawatankesehatan.blogspot.com/2013/03/askep-pada- pasien-
dengan-bunuh-diri.html
http://meliawatifajrin.blogspot.com/2012/11/askep-bunuh-diri_4658.html

Anda mungkin juga menyukai