PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap kehidupan yang dialami manusia selalu mengalami fluktuasi
dalam berbagai hal. Berbagai stressor baik fisik, psikologis maupun social
mampu mempengaruhi bagaimana persepsi seorang individu dalam
menyikapi kehidupan. Hanya individu dengan pola koping yang baik yang
mampu mengendalikan stressor-stressor tersebut sehingga seorang individu
dapat terhindar dari perilaku maladaptive. Selain faktor pola koping, faktor
support system individu sangat memegang peranan vital dalam menghadapi
stressor tersebut. Individu yang mengalami ketidakmampuan dalam
menghadapi stressor disebut individu yang berperilaku maladaptive, terdapat
berbagai macam jenis perilaku maladaptive yang mungkin dialami oleh
individu, dari yang tahap ringan hingga ke tahap yang paling berat yaitu
Tentamen suicide atau percobaan bunuh diri (Marliana, 2012). Pada tahun
2020 diperkirakan 1,53 juta orang akan mati karena bunuh diri di seluruh
dunia, artinya akan terjadi 1 kematian setiap 20 detik (Bertolote, 2002).
Bunuh diri merupakan masalah psikologis dunia yang sedang mengancam
saat ini.
Kematian yang disebabkan oleh bunuh diri meningkat di seluruh
dunia. Data yang ditemukan di Indonesia menyatakan bahwa bunuh diri
menjadi penyebab utama kedua kematian pada usia produktif 15-29 tahun,
dan rata-rata kematian karena bunuh diri di Indonesia adalah satu orang pada
setiap satu jam (Kompas, 8 September 2016). Di Indonesia, selama tahun
2003 ditemukan 112 kasus bunuh diri dan tahun 2004 mengalami
peningkatan, selama 6 bulan pertama saja sudah ditemukan 92 kasus. Jumlah
kasus bunuh diri di Indonesia jauh lebih sedikit dibandingkan Amerika
Serikat, namun angka kejadian bunuh diri di Indonesia meningkat dari tahun
1
ke tahun (Humsoma, 2004). Pada tahun 2005, sedikitnya 50.000 orang
Indonesia melakukan tindak bunuh diri tiap tahunnya. Terdapat beberapa
faktor penyebab nekadnya seseorang melakukan bunuh diri, diantaranya:
pengangguran, tingkat kemiskinan yang terus bertambah, mahalnya biaya
sekolah, kesehatan dan biaya hidup, penggusuran, kesenjangan kaya miskin) .
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) dalam laporannya pada
pertengahan tahun 2012 menyebutkan bahwa dari bulan Januari sampai
dengan Juli 2012, sudah terjadi 20 kasus bunuh diri pada anak. Menurut
Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait yang dikutip
oleh Rozaki (2012) dari 20 kasus tersebut, penyebab bunuh diri terbanyak
adalah urusan putus cinta remaja, frustasi akibat ekonomi, anak yang berasal
dari keluarga yang tidak harmonis, dan masalah sekolah. Kasus bunuh diri
pada anak termuda adalah berusia 13 tahun (Rozaki A, 2012). Percobaan
maupun keberhasilan bunuh diri juga dihubungkan dengan gangguan
psikologis lainnya, seperti alkoholisme dan ketergantungan obat, skizofrenia,
gangguan panik, gangguan kepribadian antisosial, gangguan stres pasca
trauma dangangguan kepribadian ambang (Nevid , 2005)
Menurut ahli, bunuh diri merupakan kematian yang diperbuat oleh
sang pelaku sendiri secara sengaja (Haroid I. Kaplan & Berjamin J. Sadock,
1998). Seorang individu yang mengalami tentamen suicide biasanya
mengalami beberapa tahap sebelum dia melakukan percobaan bunuh diri
secara nyata, Pertama kali biasanya klien memiliki mindset untuk bunuh diri
kemudian biasanya akan disampaikan kepada orang-orang terdekat. Ancaman
tersebut biasanya dianggap angin lalu, dan ini adalah sebuah kesalahan besar.
Selanjutnya klien akan mengalami bargaining dengan pikiran dan logikanya,
tahap akhir dari proses ini biasaya klien menunjukan tindakan percobaan
bunuh diri secara nyata.
Keperawatan kegawatdaruratan dalam kasus tentamen suicide
berfokus pada penanganan klien setelah terjadinya upaya nyata dari klien
yang melakukan percobaan bunuh diri sehingga tidak berfokus pada aspek
psikologi dan psikiatri dari klien dengan tentamen suicide.
2
B. Bahan Kajian
1. Pengertian tentamen suicide
2. Etiologi tentamin suicide
3. Manifestasi tentamen sucide
4. Patofisiologi tentamen suicide
5. Pathway tentamen suicide
6. Pengkajian Primer dan Sekunder Tentamen Suicide
7. Manajemen Kegawatdaruratan Tentament Suicide
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat tentang asuhan
keperawatan klien dengan tentamin suicide
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulis dalam menyusun makalah ini agar mahasiswa
mengetahui definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi,
pemeriksaan diagnostik , penatalaksanaan medis dan asuhan keperawatan
klien tentamen suicide
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis yaitu untuk meningkatkan pengetahuan dan menerapkan
askep terhadap pasien yang mengalami tentamen suicide
2. Sebagai bahan masukkan dan pengembangan pengetahuan bagi institusi
pendidikan
3. Menambah wawasan dan pedoman bagi tenaga kesehatan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami tentamen
suicide
3
BAB II
KAJIAN TEORI
4
bunuh diri bermacam-macam namun biasanya didasari oleh rasa bersalah
yang sangat besar karena merasa gagal untuk mencapai suatu harapan. Stuart
(2007) mengemukakan bunuh diri adalah setiap aktifitas yang jika tidak
dicegah dapat mengarah pada kematian. Isaacs (2004), menyatakan bahwa
bunuh diri adalah pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri. Sedang
menurut Kaplan(1997), bunuh diri adalah ide, isyarat dan usaha bunuh diri
yang sering menyertai depresi dan sering terjadi pada remaja.
Terdapat beberapa istilah dalam bunuh diri seperti:
1. Suicide idea yaitu pikiran/ide untuk menghabisi nyawanya sendiri.
2. Tentamen suicidium yaitu upaya untuk menghabisi nyawa sendiri tetapi
tidak mengakibatkan kematian,
3. Suicidal behavioral yaitu perilaku yang membahayakan diri sendiri,
contoh mutilasi diri,
4. Masced suice yaitu bunuh diri tidak langsung/terselubung.
Durkheim (dalam Corr, Nabe, & Corr, 2003) membagi bunuh diri menjadi 4 tipe
yaitu:
1. Egoistic Suicide
Inidividu yang bunuh diri di sini adalah individu yang terisolasi dengan
masyarakatnya, dimana individu mengalami underinvolvement dan
underintegration. Individu menemukan bahwa sumber daya yang dimilikinya
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan, dia lebih beresiko melakukan perilaku
bunuh diri.
2. Altruistic Suicide
Individu di sini mengalami overinvolvement dan overintegration. Pada situasi
demikian, hubungan yang menciptakan kesatuan antara individu dengan
masyarakatnya begitu kuat sehingga mengakibatkan bunuh diri yang dilakukan
demi kelompok. Identitas personal didapatkan dari identifikasi dengan
kesejahteraan kelompok, dan individu menemukan makna hidupnya dari luar
5
dirinya. Pada masyarakat yang sangat terintegrasi, bunuh diri demi kelompok
dapat dipandang sebagai suatu tugas.
3. Anomic Suicide
Bunuh diri ini didasarkan pada bagaimana masyarakat mengatur anggotanya.
Masyarakat membantu individu mengatur hasratnya (misalnya hasrat terhadap
materi, aktivitas seksual, dll.). Ketika masyarakat gagal membantu mengatur
individu karena perubahan yang radikal, kondisi anomie (tanpa hukum atau
norma) akan terbentuk. Individu yang tiba-tiba masuk dalam situasi ini dan
mempersepsikannya sebagai kekacauan dan tidak dapat ditolerir cenderung
akan melakukan bunuh diri, misalnya remaja yang tidak mengharapkan akan
ditolak oleh teman sebayanya.
4. Fatalistic Suicide
Tipe bunuh diri ini merupakan kebalikan dari anomic suicide, dimana individu
mendapat pengaturan yang berlebihan dari masayarakat. Misalnya ketika
seseorang dipenjara atau menjadi budak.
6
klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan.
Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini
memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati.
2. Suicidal intent, pada tahap ini klien mulai berfikir dan sudah melakukan
perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri.
3. Suicidal threat, pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan
hasrat yang dalam, bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya
4. Suicidal gesture, pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang
diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam
kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri.
5. Suicidal attempt, pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai
indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat
yang mematikan.
6. Suicide, tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri, hal ini telah
didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya.
7
B. Etiologi Tentamen Suicide
Secara universal penyebab utama dari bunuh diri adalah ketidakmampuan
individu untuk menyelesaikan masalah.
1. Penyebab bunuh diri pada anak
a. Pelarian dari penganiayaan atau pemerkosaan
b. Situasi keluarga yang kacau
c. Perasaan tidak disayang atau selalu dikritik
d. Gagal sekolah
e. Takut atau dihina di sekolah
f. Kehilangan orang yang dicintai
g. Dihukum orang lain
2. Penyebab bunuh diri pada remaja
a. Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
b. Sulit mempertahankan hubungan interpersonal
c. Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan
d. Perasaan tidak dimengerti orang lain
e. Kehilangan orang yang dicintai
f. Keadaan fisik
g. Masalah orang tua
h. Masalah seksual
i. Depresi
3. Penyebab bunuh diri pada mahasiswa
a. Self ideal terlalu tinggi
b. Cemas akan tugas akademik yang banyak
c. Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih
sayang orang tua.
d. Kompetisis untuk sukses
4. Penyebab bunuh diri pada usia lanjut
8
a. Perubahan status dari mandiri ke tergantung
b. Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi
c. Perasaan tidak berarti di masyarakat.
d. Kesepian dan isolasi sosial
e. Kehilangan ganda (seperti pekerjaan, kesehatan, pasangan)
f. Sumber hidup berkurang
9
Beck menyatakan bahwa adanya pola kognitif negative yang berkembang,
memandang rendah diri sendiri.
4. Stressor lingkungan
Kehilangan anggota keluarga, penipuan, kuranganya system dukungan sosial:
Teori sosiologi: Emile Durkheim membagi suicide dalam tiga kategori yaitu:
egoistic (orang yang tidak terintegrasi pada kelompok sosial), altruistic
(melakukan suicide untuk kebaikan orang lain) dan anomic (suicide karena
kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan
stressor). Sedangkan menurut Hafen dan Frandsen (1985), dikutip dalam Keliat
(1991) menyatakan bahwa penyebab bunuh diri pada remaja adalah:
a. Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
b. Sulit mempertahankan hubungan interpersonal,
c. Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan
d. Perasaan tidak dimengerti orang lain
e. Kehilangan orang yang dicintai
f. Keadaan fisik
g. Masalah dengan orang tua
h. Masalah seksual
i. Depresi.
Berdasarkan Stuart dan Sundeen (1997), etiologi bunuh diri dapat digolongkan
dalam faktor predisposisi dan presipitasi:
1. Faktor predisposisi
Diagnostik lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri mempunyai hubungan dengan gangguan jiwa. Individu yang
berisiko untuk bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat dan
schizophrenia. Faktor predisposisi meliputi sifat kepribadian (impulsive,
bermusuhan dan depresi), lingkungan psikososial, riwayat keluarga dan factor
biokomia.
2. Faktor presipitasi
10
Beberapa faktor presipitasi yang berkaitan dengan buuh diri adalah perasaan
terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan
hubungan yang berarti, kegagalan beradaptasi, perasaan marah/bermusuhan,
dan cara mengakhiri keputusasaan.
2. Faktor keperibadian
Salah satu faktor yang turut menentukan apakah seseorang itu punya
potensi untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah faktor kepribadian. Para
ahli mengenai soal bunuh diri telah menggolongkan orang yang cenderung
untuk bunuh diri sebagai orang yang tidak puas dan belum mandiri, yang
terus-menerus meminta, mengeluh, dan mengatur, yang tidak luwes dan
kurang mampu menyesuaikan diri. Mereka adalah orang yang memerlukan
kepastian mengenai harga dirinya, yang akhirnya menganggap dirinya selalu
akan menerima penolakan, dan yang berkepribadian kekanak-kanakan, yang
11
berharap orang lain membuat keputusan dan melaksanakannya untuknya
(Doman Lum).
Robert Firestone dalam buku Suicide and the Inner Voice menulis
bahwa mereka yang mempunyai kecenderungan kuat untuk bunuh diri, banyak
yang lingkungan terkecilnya tidak memberi rasa aman, lingkungan
keluarganya menolak dan tidak hangat, sehingga anak yang dibesarkan di
dalamnya merasakan kebingungan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
Pengaruh dari latar belakang kehidupan di masa lampau ini disebut faktor
predisposesi (faktor bawaan). Dengan memahami konteks yang demikian,
dapatlah kita katakan bahwa akar masalah dari perilaku bunuh diri sebenarnya
bukanlah seperti masalah-masalah yang telah disebutkan di atas (ekonomi,
putus cinta, penderitaan, dan sebagainya). Sebab masalah-masalah tersebut
hanyalah faktor pencetus/pemicu (faktor precipitasi).
Penyebab utamanya adalah faktor predisposisi. Menurut Widyarto
Adi Ps, seorang psikolog, seseorang akan jadi melakukan tindakan bunuh diri
kalau faktor kedua, pemicu (trigger)-nya, memungkinkan. Tidak mungkin ada
tindakan bunuh diri yang muncul tiba-tiba, tanpa ada faktor predisposisi sama
sekali. Akumulasi persoalan fase sebelumnya akan terpicu oleh suatu
peristiwa tertentu.
3. Faktor psikologis
Faktor psikologis yang mendorong bunuh diri adalah kurangnya
dukungan sosial dari masyarakat sekitar, kehilangan pekerjaan, kemiskinan,
huru-hara yang menyebabkan trauma psikologis, dan konflik berat yang
memaksa masyarakat mengungsi. Psikologis seseorang sangat menentukan
dalam persepsi akan bunuh diri sebagai jalan akhir/keluar. Dan psikologis
seseorang tersebut juga sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor tertentu juga.
4. Faktor ekonomi
Masalah ekonomi merupakan masalah utama yang bisa menjadi faktor
seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Ekonomi sangat berpengaruh
12
dalam pemikiran dan kelakuan seseorang. Menurut riset, sebagian besar alasan
seseorang ingin mengakhiri hidupnya/ bunuh diri adalah karena masalah
keuangan/ekonomi. Mereka berangggapan bahwa dengan mengakhiri hidup,
mereka tidak harus menghadapi kepahitan akan masalah ekonomi. Contohnya,
ada seorang ibu yang membakar dirinya beserta ananknya karena tidak
memiliki uang untuk makan. Berdasarkan contoh tersebut, para pelaku ini
biasanya lebih memikirkan menghindari permasalahan duniawi dan
mengakhir hidup.
13
d. Tindakan criminal
e. Terlibat dalam tindakan rekreasi beresiko tinggi
f. Penyalahgunaan zat
g. Perilaku yang menyimpang secara social
h. Perilaku yang menimbulkan stress
i. Gangguan makan
j. Ketidakpatuhan pada tindakan medik
2. Langsung
a. Keputusasaan
b. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berharga
c. Alam perasaan depresi
d. Agitasi dan gelisah
e. Insomnia yang menetap
f. Penurunan berat badan berbicara lamban,
g. keletihan, menarik diri dari lingkungan
h. Pernah melakukan percobaan bunuh diri
i. Memberikan pernyataan ingin mati
j. Perubahan perilaku secara mendadak, mudah marah, sifat tidak menentu.
k. Tidak memerdulikan penampilan.
14
sekolah, bolos dari sekolah, withdraw sosial teman-temannya, kegiatan-
kegiatan sekolah. Begitu pula pada orang dewasa dalam lingkungan
kerjanya. Hanya interest pada hal-hal yang menyenangkan, kekurangan
sistem pendukung sosial yang efektif dan keterampilan koping.
Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri, tidak
menggunakan support sistem, melihat diri sebagai orang yang secara total
tidak berdaya. Selain itu, tanda dan gejala lainnya yaitu: kehilangan
harapan, amarah dan dendam yang tidak terkontrol, mengucilkan diri dari
keluarga, teman dan sosial, panik berlebihan, sifat berubah-ubah dengan
drastis, penggunaan alkohol dan narkoba yang kronis, melakukan hal atau
aktivitas yang beresiko tinggi dan tidak masuk akal secara spontan, merasa
terjebak dan pasrah, tidak memiliki tujuan hidup, upaya/khayal bunuh diri,
depresi/cemas dan kelelahan, tersedia alat bunuh diri, ketidakpedulian
anggota keluarga, adanya gagasan bunuh diri, membuat surat wasiat, kasus
depresi, krisis hidup, riwayat bunuh diri dalam keluarga,
Pesimisme/keputusan yang pervasif.
15
Klasifikasi perilaku bunuh diri :
1. Ancaman Bunuh Diri
Peringatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang tersebut mungkin
menunjukkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih
lama lagi atau mungkin juga mengkomunikasikan secara nonverbal
melalui pemberian hadiah, merevisi wasiatnya dan sebagainya. Pesan-
pesan ini harus dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan
terakhir. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian.
Kurangnya respon positif dapat ditafsirkan sebagai dukungan untuk
melakukan tindakan bunuh diri.
2. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu
yang dapat mengarah kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri
Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
diabaikan. Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak benar-
benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak
diketahui tepat pada waktunya.
16
merasa rendah diri. Jika seseorang tidak mampu mengatasi masalah
kemungkinan besar seseorang akan menjadi depresi, mengalami
perasaan gagal, putus asa, dan merasa tidak mampu dalam mengatasi
masalah yang menimbulkan koping tidak efektif. Putus harapan juga
mengakibatkan seseorang merasa kehilangan, sehingga menimbulkan
perasaan rendah diri, depresi. Rendah diri dan depresi merupakan salah
satu indikasi terjadinya bunuh diri, salah satu percobaan bunuh diri
dilakukan dengan penyalahgunaan obat, dimana obat -obatan yang
dosisnya besar dapat bersifat toksin bagi tubuh terutama lambung.
Intoksikasi dapat memacu atau meningkatkan sekresi asam lambung,
dimana asam lambung ini mengiritasi/ membuat trauma jaringan
mukosa lambung, merusak mukosa lambung, merangsang saraf.
Saraf pada lambung membuka gate kontrol menuju rangsang
saraf aferen ke cortex cerebri yang meningkatkan sensitifitas saraf nyeri,
kemudian kembali ke saraf eferen dan menimbulkan rasa nyeri, rasa
nyeri ini menstimulasi nervus vagus dan meningkatkan respon mual
dan gangguan rasa nyaman, gangguan saluran makanan pada lambung,
duodenum, usus halus, usus besar, hati, empedu dan salurannya sering
memberikan keluhan di perut atas atau di daerah epigastrium yang sering
disebut dengan istilah nyeri epigastrik.
Komplikasi yang mungkin muncul pada klien dengan tentamen
suicide sangat tergantung pada jenis dan cara yang dilakukan klien untuk
bunuh diri, namun resiko paling besar dari klien dengan tentamen suicide
adalah berhasilnya klien dalam melakukan tindakan bunuh diri, serta jika
gagal akan meningkatkan kemungkingan klien untuk mengulangi
perbuatan tentamen suicide.
Pada klien dengan percobaan bunuh diri dengan cara meminum
zat kimia atau intoksikasi zat komplikasi yang mungkin muncul adalah
diare, pupil pi- poin, reaksi cahaya negatif , sesak nafas, sianosis, edema
paru .inkontenesia urine dan feces, kovulsi, koma, blokade jantung
akhirnya meninggal. Pada klien dengan tentamen suicide yang
17
menyebabkan asfiksia akan menyebabkan syok yang diakibatkan karena
penurunan perfusi di jaringan terutama jaringan otak.
Pada klien dengan perdarahan akan mengalami syok hipovolemik yang
jika tidak dilakukan resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada
penyebab hemoragik syok, kardiak perfusi biasanya gagal dan terjadi
kegagalan multiple organ.
18
Faktor genetik, kepribadian,
psikologis, ekonomi dan
gangguan mental
Resiko Hipovolemi
19
F. Pengkajian Primer dan Sekunder Tentamen Suicide
1. Pengkajian Primer
a. Airway : Menilai apakah jalan nafas pasien bebas. Apakah klien
dapat berbicara dan bernafas dengan mudah, nilai kemampuan klien
untuk bernafas secara normal. Pada klien dengan kasus percobaan
bunuh diri secara penenggelaman, mungkin akan ditemukan adanya
timbunan cairan di paru-paru yang ditandai dengan muntah dan sesak
nafas hebat.
20
disebabkan trauma langsung pada otak. Penurunan kesadaran menuntut
dilakukannya reevaluasi terhadap keadaan oksigenasi, ventilasi dan
perfusi.
2. Pengkajian Sekunder
a. Data pasien
Data pasien merupakan identitas pasien yang meliputi
1) Nama
2) Usia, jenis kelamin
3) Kebangsaan/suku
4) Berat badan, tinggi badan
5) Tingkat pendidikan
6) Pekerjaan
7) Status perkawinan
8) Anggota keluarga
9) Agama
10) Kondisi medis, prosedur pembedahan
11) Masalah emosional
12) Dirawat di RS sebelumnya
13) Pengobatan sebelumnya
14) Alergi
15) Review sistem tubuh (pada sistem utama yang mengalami
gangguan)
21
Pengkajian dilanjutkan dengan mengkaji keluhan utama, keluhan
tambahan serta aspek psikologis dari klien dengan percobaan bunuh diri.
22
c. Riwayat Psikososial
d. Faktor-faktor kepribadian
23
6. Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan perilaku dari
individu dengan gangguan mood,
7. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas perillaku bunuh diri.
24
G. Manajemen Kegawat Daruratan Tentamen Suicide
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau
dikamar pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian
bedah. Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan,
kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis.
Penentuan perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan
erat dengan kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri.
Bila keadaan keracunan atau terluka sudah dapat diatasi maka dapat
dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak adanya hubungan beratnya gangguan
25
badaniah dengan gangguan psikologik. Penting sekali dalam pengobatannya
untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan depresi
dapat diberikan terapi elektro konvulsi, obat obat terutama anti depresan dan
psikoterapi.
Penatalaksanaan :
1. Perbaiki keadaan umum
2. Terapi farmakologik tergantung diagnosa yang mendasari percobaan
bunuh diri
3. Gagasan bunuh diri pada pasien alkoholik biasanya akan membaik
dalam beberapa hari abstinensi
4. Gagasan bunuh diri pada pasien skizofrenia harus diperhatikan secara
serius
5. Rawat inap jangka panjang dianjurkan bagi pasien dengan kecendrungan
mutilasi diri
Penanganan di IRD/IGD :
1. Tergantung tingkat kesadarannya
2. Tingkat kesadaran pasien dengan percobaan bunuh diri yang dibawa ke
UGD dapat berupa :
a. Kesadaran berkabut sampai koma
1) Lakukan pemeriksaan fisik diagnostik, khususnya terhadap
tanda-tanda vital
2) Bila perlu lakukan resusitasi jantung-paru ( airway – breathing –
circulation)
3) Bila perlu rawat di ICU
4) Atasi kondisi fisik akibat tindakan bunuh dirinya, seperti
pendarahan,keracunan,luka terbuka, patah tulang, trauma capitis,
dsb.
5) Lakukan pemeriksaan penunjang yang perlu untuk membantu
penegakan diagnosis
26
6) Setelah kesadarannya compos mentis lakukan evaluasi psikiatrik
dengan sikap yang suportif, tidak menghakimi atau
menyalahkan, atau rujuk ke fasilitas psikiatrik.
27
a. Beratnya risiko bunuh diri dalam waktu dekat menggunakan kriteria dari
Tuckman dan Youngman yang di modofikasi (kriteria MAS SALAD):
1) (M) Mental status: gangguan afektif berat atau psikosis
2) (A) Attempt: niat percobaan bunuh diri (PBD)yang kuat PBD ini
bukan pertama kali
3) (S) Support system : tidak ada seseorang yang penting dan dekat
dengan pasien
4) (S) Sex : wanita di atas 25 tahun dan pria di atas 45 tahun
5) (A) Age: usia lanjut
6) (L) Loss: kehilangan (status atau pasangan ) dalam 6 bulan terakhir
7) (A) Alcoholism: peminum minuman keras
8) (D) Drug: penyalahgunaan dan ketergantungan zat
28
2. Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau
dengan pemberian sirup ipecac 15 –30 ml. Dapat diulan setelah 20 menit bila
tidak berhasil. Katarsis (intestinal lavage), dengan pemberian laksans bila
diduga racun telah sampai di usus halus dan tebal. Kumbah lambung (KL atau
gastric lavage), pada penderita yang kesadaran yang menurun, atau pada
mereka yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila KL dikerjakan dalam 4
jam setelah keracunan. Keramas rambut dan mandikan seluruh tubuh dengan
sabun. Emesis, katarsis dan KL sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan
terjadi kurang daari 4 – 6 jam. Pada koma derajat sedang hingga berat tindakan
KL sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal
berbalon, untuk mencegah aspirasi pneumonia.
3. Antidotum
Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi AKh pada
tempat penumpukan.
a. Mula –mula diberikan bolus iv 1 – 2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 – 10 – 15 menit sampai timbul
gejala – gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardi,
midriasis, febris, dan psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 – 60 menit, selanjutnya
setiap 2 – 4 – 6 – 8 dan 12 jam
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 X 24 jam. Penghentian yang
mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan
kegagalan pernapasan akut yang sering fatal.
29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Kami sebagai penyusun menyadari akan keterbatasan kemampuan
yang menyebabkan kekurangsempurnaan dalam makalah ini, baik dari segi isi
maupun materi, bahasa dan lain sebagainya. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan-
perbaikan selanjutnya agar makalah selanjutnya dapat lebih baik.
30
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer Arief, dkk. (2001) Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid
Pertama. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC.
Keliat, A. B., & Akemat (2006). Model praktik keperawatan profesional jiwa.
Jakarta: EGC.
https://indokeperawatan.wordpress.com/2011/02/13/konsep-dasar-tentamen-
suicide/
https://studylibid.com/doc/933579/asuhan-keperawatan-tentamen-suicide---
percobaan-bunuh-diri
https://id.wikipedia.org/wiki/Bunuh_diri
https://www.alodokter.com/percobaan-bunuh-diri
etheses.uin-malang.ac.id
31