Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap kehidupan yang dialami manusia selalu mengalami fluktuasi
dalam berbagai hal. Berbagai stressor baik fisik, psikologis maupun social
mampu mempengaruhi bagaimana persepsi seorang individu dalam
menyikapi kehidupan. Hanya individu dengan pola koping yang baik yang
mampu mengendalikan stressor-stressor tersebut sehingga seorang individu
dapat terhindar dari perilaku maladaptive. Selain faktor pola koping, faktor
support system individu sangat memegang peranan vital dalam menghadapi
stressor tersebut. Individu yang mengalami ketidakmampuan dalam
menghadapi stressor disebut individu yang berperilaku maladaptive, terdapat
berbagai macam jenis perilaku maladaptive yang mungkin dialami oleh
individu, dari yang tahap ringan hingga ke tahap yang paling berat yaitu
Tentamen suicide atau percobaan bunuh diri (Marliana, 2012). Pada tahun
2020 diperkirakan 1,53 juta orang akan mati karena bunuh diri di seluruh
dunia, artinya akan terjadi 1 kematian setiap 20 detik (Bertolote, 2002).
Bunuh diri merupakan masalah psikologis dunia yang sedang mengancam
saat ini.
Kematian yang disebabkan oleh bunuh diri meningkat di seluruh
dunia. Data yang ditemukan di Indonesia menyatakan bahwa bunuh diri
menjadi penyebab utama kedua kematian pada usia produktif 15-29 tahun,
dan rata-rata kematian karena bunuh diri di Indonesia adalah satu orang pada
setiap satu jam (Kompas, 8 September 2016). Di Indonesia, selama tahun
2003 ditemukan 112 kasus bunuh diri dan tahun 2004 mengalami
peningkatan, selama 6 bulan pertama saja sudah ditemukan 92 kasus. Jumlah
kasus bunuh diri di Indonesia jauh lebih sedikit dibandingkan Amerika
Serikat, namun angka kejadian bunuh diri di Indonesia meningkat dari tahun

1
ke tahun (Humsoma, 2004). Pada tahun 2005, sedikitnya 50.000 orang
Indonesia melakukan tindak bunuh diri tiap tahunnya. Terdapat beberapa
faktor penyebab nekadnya seseorang melakukan bunuh diri, diantaranya:
pengangguran, tingkat kemiskinan yang terus bertambah, mahalnya biaya
sekolah, kesehatan dan biaya hidup, penggusuran, kesenjangan kaya miskin) .
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) dalam laporannya pada
pertengahan tahun 2012 menyebutkan bahwa dari bulan Januari sampai
dengan Juli 2012, sudah terjadi 20 kasus bunuh diri pada anak. Menurut
Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait yang dikutip
oleh Rozaki (2012) dari 20 kasus tersebut, penyebab bunuh diri terbanyak
adalah urusan putus cinta remaja, frustasi akibat ekonomi, anak yang berasal
dari keluarga yang tidak harmonis, dan masalah sekolah. Kasus bunuh diri
pada anak termuda adalah berusia 13 tahun (Rozaki A, 2012). Percobaan
maupun keberhasilan bunuh diri juga dihubungkan dengan gangguan
psikologis lainnya, seperti alkoholisme dan ketergantungan obat, skizofrenia,
gangguan panik, gangguan kepribadian antisosial, gangguan stres pasca
trauma dangangguan kepribadian ambang (Nevid , 2005)
Menurut ahli, bunuh diri merupakan kematian yang diperbuat oleh
sang pelaku sendiri secara sengaja (Haroid I. Kaplan & Berjamin J. Sadock,
1998). Seorang individu yang mengalami tentamen suicide biasanya
mengalami beberapa tahap sebelum dia melakukan percobaan bunuh diri
secara nyata, Pertama kali biasanya klien memiliki mindset untuk bunuh diri
kemudian biasanya akan disampaikan kepada orang-orang terdekat. Ancaman
tersebut biasanya dianggap angin lalu, dan ini adalah sebuah kesalahan besar.
Selanjutnya klien akan mengalami bargaining dengan pikiran dan logikanya,
tahap akhir dari proses ini biasaya klien menunjukan tindakan percobaan
bunuh diri secara nyata.
Keperawatan kegawatdaruratan dalam kasus tentamen suicide
berfokus pada penanganan klien setelah terjadinya upaya nyata dari klien
yang melakukan percobaan bunuh diri sehingga tidak berfokus pada aspek
psikologi dan psikiatri dari klien dengan tentamen suicide.

2
B. Bahan Kajian
1. Pengertian tentamen suicide
2. Etiologi tentamin suicide
3. Manifestasi tentamen sucide
4. Patofisiologi tentamen suicide
5. Pathway tentamen suicide
6. Pengkajian Primer dan Sekunder Tentamen Suicide
7. Manajemen Kegawatdaruratan Tentament Suicide

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat tentang asuhan
keperawatan klien dengan tentamin suicide
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulis dalam menyusun makalah ini agar mahasiswa
mengetahui definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi,
pemeriksaan diagnostik , penatalaksanaan medis dan asuhan keperawatan
klien tentamen suicide

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis yaitu untuk meningkatkan pengetahuan dan menerapkan
askep terhadap pasien yang mengalami tentamen suicide
2. Sebagai bahan masukkan dan pengembangan pengetahuan bagi institusi
pendidikan
3. Menambah wawasan dan pedoman bagi tenaga kesehatan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami tentamen
suicide

3
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pengertian Tentamen Suicide


Secara umum, bunuh diri berasal dari bahasa Latin “suicidium”,
dengan “sui” yang berarti sendiri dan “cidium” yang berarti pembunuhan.
Schneidman mendefinisikan bunuh diri sebagai sebuah perilaku pemusnahan
secara sadar yang ditujukan pada diri sendiri oleh seorang individu yang
memandang bunuh diri sebagai solusi terbaik dari sebuah isu. Schneidman
mendeskripsikan bahwa keadaan mental individu yang cenderung melakukan
bunuh diri telah mengalami rasa sakit psikologis dan perasaan frustasi yang
bertahan lama sehingga individu melihat bunuh diri sebagai satu-satunya
penyelesaian untuk masalah yang dihadapi yang bisa menghentikan rasa sakit
yang dirasakan (dalam Maris dkk., 2000).
Tentamen suicidum (Percobaan Bunuh Diri) adalah upaya yang
dilakukan dengan tujuan menghabisi nyawa sendiri namun tidak berakhir
dengan kematian. Bunuh diri merupakan kematian yang diperbuat oleh sang
pelaku sendiri secara sengaja (Harold I, Kaplan & Berjamin J. Sadock, 1998).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Perilaku bunuh diri yang tampak pada seseorang
disebabkan karena stress yang tinggi dan kegagalan mekanisme koping yang
digunakan dalam mengatasi masalah (Keliat, 1998). Perlaku destruktif diri
yaitu setiap aktifitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah kepada kematian
(Gail Wiscara Stuart, dan Sandra, J. Sundeen, 1998).
Bunuh diri adalah tindakan menghilangkan nyawa sendiri dengan
menggunakan segala macam cara.Bunuh diri yakni suatu upaya yang disadari
dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan individu secara sadar berhasrat
dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku-perilaku bunuh
diri dapat berupa isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal yang
mengakibatkan kematian, luka atau menyakiti diri sendiri. Alasan atau motif

4
bunuh diri bermacam-macam namun biasanya didasari oleh rasa bersalah
yang sangat besar karena merasa gagal untuk mencapai suatu harapan. Stuart
(2007) mengemukakan bunuh diri adalah setiap aktifitas yang jika tidak
dicegah dapat mengarah pada kematian. Isaacs (2004), menyatakan bahwa
bunuh diri adalah pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri. Sedang
menurut Kaplan(1997), bunuh diri adalah ide, isyarat dan usaha bunuh diri
yang sering menyertai depresi dan sering terjadi pada remaja.
Terdapat beberapa istilah dalam bunuh diri seperti:
1. Suicide idea yaitu pikiran/ide untuk menghabisi nyawanya sendiri.
2. Tentamen suicidium yaitu upaya untuk menghabisi nyawa sendiri tetapi
tidak mengakibatkan kematian,
3. Suicidal behavioral yaitu perilaku yang membahayakan diri sendiri,
contoh mutilasi diri,
4. Masced suice yaitu bunuh diri tidak langsung/terselubung.

Durkheim (dalam Corr, Nabe, & Corr, 2003) membagi bunuh diri menjadi 4 tipe
yaitu:
1. Egoistic Suicide
Inidividu yang bunuh diri di sini adalah individu yang terisolasi dengan
masyarakatnya, dimana individu mengalami underinvolvement dan
underintegration. Individu menemukan bahwa sumber daya yang dimilikinya
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan, dia lebih beresiko melakukan perilaku
bunuh diri.
2. Altruistic Suicide
Individu di sini mengalami overinvolvement dan overintegration. Pada situasi
demikian, hubungan yang menciptakan kesatuan antara individu dengan
masyarakatnya begitu kuat sehingga mengakibatkan bunuh diri yang dilakukan
demi kelompok. Identitas personal didapatkan dari identifikasi dengan
kesejahteraan kelompok, dan individu menemukan makna hidupnya dari luar

5
dirinya. Pada masyarakat yang sangat terintegrasi, bunuh diri demi kelompok
dapat dipandang sebagai suatu tugas.
3. Anomic Suicide
Bunuh diri ini didasarkan pada bagaimana masyarakat mengatur anggotanya.
Masyarakat membantu individu mengatur hasratnya (misalnya hasrat terhadap
materi, aktivitas seksual, dll.). Ketika masyarakat gagal membantu mengatur
individu karena perubahan yang radikal, kondisi anomie (tanpa hukum atau
norma) akan terbentuk. Individu yang tiba-tiba masuk dalam situasi ini dan
mempersepsikannya sebagai kekacauan dan tidak dapat ditolerir cenderung
akan melakukan bunuh diri, misalnya remaja yang tidak mengharapkan akan
ditolak oleh teman sebayanya.
4. Fatalistic Suicide
Tipe bunuh diri ini merupakan kebalikan dari anomic suicide, dimana individu
mendapat pengaturan yang berlebihan dari masayarakat. Misalnya ketika
seseorang dipenjara atau menjadi budak.

Rentang respon protektif bunuh diri :


Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh
stres. Dalam hal ini, rentang respon perlindungan dirinya telah bergeser ke arah
yang berlawanan. Rentang respon perlindungan diri (self-protective) adalah
seperti bagan berikut ini:

Perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya:


1. Suicidal ideation, pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide,
atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/tindakan, bahkan

6
klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan.
Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini
memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati.
2. Suicidal intent, pada tahap ini klien mulai berfikir dan sudah melakukan
perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri.
3. Suicidal threat, pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan
hasrat yang dalam, bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya
4. Suicidal gesture, pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang
diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam
kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri.
5. Suicidal attempt, pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai
indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat
yang mematikan.
6. Suicide, tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri, hal ini telah
didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya.

7
B. Etiologi Tentamen Suicide
Secara universal penyebab utama dari bunuh diri adalah ketidakmampuan
individu untuk menyelesaikan masalah.
1. Penyebab bunuh diri pada anak
a. Pelarian dari penganiayaan atau pemerkosaan
b. Situasi keluarga yang kacau
c. Perasaan tidak disayang atau selalu dikritik
d. Gagal sekolah
e. Takut atau dihina di sekolah
f. Kehilangan orang yang dicintai
g. Dihukum orang lain
2. Penyebab bunuh diri pada remaja
a. Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
b. Sulit mempertahankan hubungan interpersonal
c. Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan
d. Perasaan tidak dimengerti orang lain
e. Kehilangan orang yang dicintai
f. Keadaan fisik
g. Masalah orang tua
h. Masalah seksual
i. Depresi
3. Penyebab bunuh diri pada mahasiswa
a. Self ideal terlalu tinggi
b. Cemas akan tugas akademik yang banyak
c. Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih
sayang orang tua.
d. Kompetisis untuk sukses
4. Penyebab bunuh diri pada usia lanjut

8
a. Perubahan status dari mandiri ke tergantung
b. Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi
c. Perasaan tidak berarti di masyarakat.
d. Kesepian dan isolasi sosial
e. Kehilangan ganda (seperti pekerjaan, kesehatan, pasangan)
f. Sumber hidup berkurang

Secara universal penyebab utama dari bunuh diri adalah ketidakmampuan


individu untuk menyelesaikan masalah. Etiologi dari bunuh diri meliputi:
1. Faktor genetik
Faktor genetik mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya.
Lebih sering terjadi pada kembar monozygot dari pada kembar dizygot.
Disamping itu ada penurunan serotonin yang dapat menyebabkan depresi yang
berkontribusi terjadinya resiko bunuh diri. Prevalensi bunuh diri berkisar antara
1,5-3 kali lebih besar terjadi pada individu yang menjadi kerabat tingkat
pertama dari orang yangmengalami gangguan mood atau depresi yang pernah
melakukan upaya bunuh diri,
2. Faktor biologis
Biasanya berhubungan dengan keadaan-keadaan tertentu seperti penyakit
kronis/kondisi medis tertentu, misalnya stroke, gangguan kerusakan kognitif
(dimensia), diabetes, penyakit arteri koronaria, kanker, HIV/AIDS, dan
lainlain,
3. Faktor psikososial dan lingkungan
a. Teori psikoanalitik/psikodinamika
Dalam teori Freud, Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa
bunuh diri merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri,
yaitu bahwa kehilangan objek berkaitan dengan agresi dan kemarahan,
perasaan negative terhadap diri sendiri dan terakhir depresi.
b. Teori perilaku kognitif

9
Beck menyatakan bahwa adanya pola kognitif negative yang berkembang,
memandang rendah diri sendiri.
4. Stressor lingkungan
Kehilangan anggota keluarga, penipuan, kuranganya system dukungan sosial:
Teori sosiologi: Emile Durkheim membagi suicide dalam tiga kategori yaitu:
egoistic (orang yang tidak terintegrasi pada kelompok sosial), altruistic
(melakukan suicide untuk kebaikan orang lain) dan anomic (suicide karena
kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan
stressor). Sedangkan menurut Hafen dan Frandsen (1985), dikutip dalam Keliat
(1991) menyatakan bahwa penyebab bunuh diri pada remaja adalah:
a. Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
b. Sulit mempertahankan hubungan interpersonal,
c. Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan
d. Perasaan tidak dimengerti orang lain
e. Kehilangan orang yang dicintai
f. Keadaan fisik
g. Masalah dengan orang tua
h. Masalah seksual
i. Depresi.

Berdasarkan Stuart dan Sundeen (1997), etiologi bunuh diri dapat digolongkan
dalam faktor predisposisi dan presipitasi:
1. Faktor predisposisi
Diagnostik lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri mempunyai hubungan dengan gangguan jiwa. Individu yang
berisiko untuk bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat dan
schizophrenia. Faktor predisposisi meliputi sifat kepribadian (impulsive,
bermusuhan dan depresi), lingkungan psikososial, riwayat keluarga dan factor
biokomia.
2. Faktor presipitasi

10
Beberapa faktor presipitasi yang berkaitan dengan buuh diri adalah perasaan
terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan
hubungan yang berarti, kegagalan beradaptasi, perasaan marah/bermusuhan,
dan cara mengakhiri keputusasaan.

Menurut Ledy Sitohang, 2013 penyebab Tentamen Suicide adalah :


1. Faktor genetik
Gen memainkan peranan dalam menentukan temperamen seseorang,
dan penelitian menyingkapkan bahwa dalam beberapa garis keluarga, terdapat
lebih banyak insiden bunuh diri ketimbang dalam garis keluarga lainya.
Kondisi kimiawi otak pun dapat menjadi faktor yang mendasar. Dalam otak.
miliaran neuron berkomunikasi secara elektrokimiawi. Di ujung-ujung cabang
serat syaraf, ada celah kecil yang disebut sinapsis yang diseberangi oleh
neurotransmiter yang membawa informasi secara kimiawi. Kadar sebuah
neurotransmiter, serotonin, mungkin terlibat dalam kerentanan biologis
seseorang terhadap bunuh diri. Buku Inside the Brain menjelaskan, “Kadar
serotonin yang rendah… dapat melenyapkan kebahagiaan hidup, mengurangi
minat seseorang pada keberadaanya serta meningkatkan resiko depresi dan
bunuh diri.”. Akan tetapi, faktor genetik tidak bisa dijadikan alasan yang
mengharuskan seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri

2. Faktor keperibadian
Salah satu faktor yang turut menentukan apakah seseorang itu punya
potensi untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah faktor kepribadian. Para
ahli mengenai soal bunuh diri telah menggolongkan orang yang cenderung
untuk bunuh diri sebagai orang yang tidak puas dan belum mandiri, yang
terus-menerus meminta, mengeluh, dan mengatur, yang tidak luwes dan
kurang mampu menyesuaikan diri. Mereka adalah orang yang memerlukan
kepastian mengenai harga dirinya, yang akhirnya menganggap dirinya selalu
akan menerima penolakan, dan yang berkepribadian kekanak-kanakan, yang

11
berharap orang lain membuat keputusan dan melaksanakannya untuknya
(Doman Lum).
Robert Firestone dalam buku Suicide and the Inner Voice menulis
bahwa mereka yang mempunyai kecenderungan kuat untuk bunuh diri, banyak
yang lingkungan terkecilnya tidak memberi rasa aman, lingkungan
keluarganya menolak dan tidak hangat, sehingga anak yang dibesarkan di
dalamnya merasakan kebingungan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
Pengaruh dari latar belakang kehidupan di masa lampau ini disebut faktor
predisposesi (faktor bawaan). Dengan memahami konteks yang demikian,
dapatlah kita katakan bahwa akar masalah dari perilaku bunuh diri sebenarnya
bukanlah seperti masalah-masalah yang telah disebutkan di atas (ekonomi,
putus cinta, penderitaan, dan sebagainya). Sebab masalah-masalah tersebut
hanyalah faktor pencetus/pemicu (faktor precipitasi).
Penyebab utamanya adalah faktor predisposisi. Menurut Widyarto
Adi Ps, seorang psikolog, seseorang akan jadi melakukan tindakan bunuh diri
kalau faktor kedua, pemicu (trigger)-nya, memungkinkan. Tidak mungkin ada
tindakan bunuh diri yang muncul tiba-tiba, tanpa ada faktor predisposisi sama
sekali. Akumulasi persoalan fase sebelumnya akan terpicu oleh suatu
peristiwa tertentu.

3. Faktor psikologis
Faktor psikologis yang mendorong bunuh diri adalah kurangnya
dukungan sosial dari masyarakat sekitar, kehilangan pekerjaan, kemiskinan,
huru-hara yang menyebabkan trauma psikologis, dan konflik berat yang
memaksa masyarakat mengungsi. Psikologis seseorang sangat menentukan
dalam persepsi akan bunuh diri sebagai jalan akhir/keluar. Dan psikologis
seseorang tersebut juga sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor tertentu juga.

4. Faktor ekonomi
Masalah ekonomi merupakan masalah utama yang bisa menjadi faktor
seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Ekonomi sangat berpengaruh

12
dalam pemikiran dan kelakuan seseorang. Menurut riset, sebagian besar alasan
seseorang ingin mengakhiri hidupnya/ bunuh diri adalah karena masalah
keuangan/ekonomi. Mereka berangggapan bahwa dengan mengakhiri hidup,
mereka tidak harus menghadapi kepahitan akan masalah ekonomi. Contohnya,
ada seorang ibu yang membakar dirinya beserta ananknya karena tidak
memiliki uang untuk makan. Berdasarkan contoh tersebut, para pelaku ini
biasanya lebih memikirkan menghindari permasalahan duniawi dan
mengakhir hidup.

5. Gangguan mental dan kecanduan


Gangguan mental merupakan penyakit jiwa yang bisa membuat
seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Mereka tidak memikirkan akan apa
yang terjadi jika menyakiti dan mengakhiri hidup mereka, karena sistem
mental sudah tidak bisa bekerja dengan baik. Selain itu ada juga gangguan
yang bersifat mencandu, seperti depresi, gangguan bipolar, scizoprenia dan
penyalahgunaan alkohol atau narkoba. Penelitian di Eropa dan Amerika
Serikat memperlihatkan bahwa lebih dari 90 persen bunuh diri yang dilakukan
berkaitan dengan gangguan-gangguan demikian. Bahkan, para peneliti asal
Swedia mendapati bahwa di antara pria-pria yang tidak didiagnosis menderita
gangguan apapun yang sejenis itu, angka bunuh diri mencapai 8,3 per 100.000
orang, tetapi di antara yang mengalami depresi, angkanya melonjak menjadi
650 per 100.000 orang! Dan, para pakar mengatakan bahwa faktor-faktor yang
mengarah ke bunuh diri ternyata serupa dengan yang di negeri-negeri timur.
Namun, sekalipun ada kombinasi antara depresi dan peristiwa -peristiwa
pemicu, itu bukan berarti bunuh diri tidak bisa dielakan.

C. Manifestasi Klinis Tentamen Suicide


1. Tak langsung
a. Merokok
b. Mengebut
c. Berjudi

13
d. Tindakan criminal
e. Terlibat dalam tindakan rekreasi beresiko tinggi
f. Penyalahgunaan zat
g. Perilaku yang menyimpang secara social
h. Perilaku yang menimbulkan stress
i. Gangguan makan
j. Ketidakpatuhan pada tindakan medik

2. Langsung
a. Keputusasaan
b. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berharga
c. Alam perasaan depresi
d. Agitasi dan gelisah
e. Insomnia yang menetap
f. Penurunan berat badan berbicara lamban,
g. keletihan, menarik diri dari lingkungan
h. Pernah melakukan percobaan bunuh diri
i. Memberikan pernyataan ingin mati
j. Perubahan perilaku secara mendadak, mudah marah, sifat tidak menentu.
k. Tidak memerdulikan penampilan.

Secara Umum, manifestasi klinis Tentamen Suicide :


Mood/efek depresi yang persisten, merasa hopelessness,
helplessness, isolation, sedih, merasa menjauh dari orang lain, efek datar,
sering mendengar atau melihat bunyi yang sedih dan unhappy, membenci
diri sendiri, merasa dihina, mengharapkan untuk dihukum.
Perilaku/behavior. Perubahan pada penampilan fisik, kehilangan fungsi, tak
berdaya seperti tidak intrest, kurang mendengarkan, gangguan tidur,
sensitive, mengeluh sakit perut, kepala sakit, perilaku anti sosial: menolak
untuk minum, menggunakan obat-obatan, berkelahi, lari dari rumah.
Sekolah, lingkungan kerja dan hubungan interpersonal. Menolak untuk ke

14
sekolah, bolos dari sekolah, withdraw sosial teman-temannya, kegiatan-
kegiatan sekolah. Begitu pula pada orang dewasa dalam lingkungan
kerjanya. Hanya interest pada hal-hal yang menyenangkan, kekurangan
sistem pendukung sosial yang efektif dan keterampilan koping.
Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri, tidak
menggunakan support sistem, melihat diri sebagai orang yang secara total
tidak berdaya. Selain itu, tanda dan gejala lainnya yaitu: kehilangan
harapan, amarah dan dendam yang tidak terkontrol, mengucilkan diri dari
keluarga, teman dan sosial, panik berlebihan, sifat berubah-ubah dengan
drastis, penggunaan alkohol dan narkoba yang kronis, melakukan hal atau
aktivitas yang beresiko tinggi dan tidak masuk akal secara spontan, merasa
terjebak dan pasrah, tidak memiliki tujuan hidup, upaya/khayal bunuh diri,
depresi/cemas dan kelelahan, tersedia alat bunuh diri, ketidakpedulian
anggota keluarga, adanya gagasan bunuh diri, membuat surat wasiat, kasus
depresi, krisis hidup, riwayat bunuh diri dalam keluarga,
Pesimisme/keputusan yang pervasif.

D. Patofisiologi Tentamen Suicide


Respon maladaptive seseorang membuat seseorang merasa putus
harapan dalam menghadapi masalah, menimbulkan rasa tidak percaya diri
dalam menghadapi masalah menyebabkan seseorang merasa rendah diri. Jika
seseorang tidak mampu mengatasi masalah kemungkinan besar seseorang
akan menjadi depresi, mengalami perasaan gagal, putus asa, dan merasa tidak
mampu dalam mengatasi masalah yang menimbulkan koping tidak efektif.
Putus harapan juga mengakibatkan seseorang merasa kehilangan, sehingga
menimbulkan perasaan rendah diri, depresi. Rendah diri dan depresi
merupakan salah satu indikasi terjadinya bunuh diri. Orang yang siap
membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak
kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk
melakukannya.

15
Klasifikasi perilaku bunuh diri :
1. Ancaman Bunuh Diri
Peringatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang tersebut mungkin
menunjukkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih
lama lagi atau mungkin juga mengkomunikasikan secara nonverbal
melalui pemberian hadiah, merevisi wasiatnya dan sebagainya. Pesan-
pesan ini harus dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan
terakhir. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian.
Kurangnya respon positif dapat ditafsirkan sebagai dukungan untuk
melakukan tindakan bunuh diri.
2. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu
yang dapat mengarah kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri
Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
diabaikan. Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak benar-
benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak
diketahui tepat pada waktunya.

Dalam kehidupan, individu selalu menghadapi masalah


atau stressor, respon individu terhadap stressor, tergantung pada
kemampuan menghadapi masalah serta tingkat stress yang dialami. Dalam
menghadapi masalah seseorang dapat menggunakan respon yang
adaptif maupun respon yang maladaptive, respon seseorang yang
adaptif membuat seseorang mempunyai harapan dalam menghadapi
masalah, dimana harapan tersebut menimbulkan rasa yakin, percaya,
ketetapan hati dalam menghadapi masalah dan dapat menimbulkan
ispirasi. Respon maladaptive seseorang membuat seseorang merasa
putus harapan dalam menghadapi masalah, menimbulkan rasa tidak
percaya diri dalam menghadapi masalah menyebabkan seseorang

16
merasa rendah diri. Jika seseorang tidak mampu mengatasi masalah
kemungkinan besar seseorang akan menjadi depresi, mengalami
perasaan gagal, putus asa, dan merasa tidak mampu dalam mengatasi
masalah yang menimbulkan koping tidak efektif. Putus harapan juga
mengakibatkan seseorang merasa kehilangan, sehingga menimbulkan
perasaan rendah diri, depresi. Rendah diri dan depresi merupakan salah
satu indikasi terjadinya bunuh diri, salah satu percobaan bunuh diri
dilakukan dengan penyalahgunaan obat, dimana obat -obatan yang
dosisnya besar dapat bersifat toksin bagi tubuh terutama lambung.
Intoksikasi dapat memacu atau meningkatkan sekresi asam lambung,
dimana asam lambung ini mengiritasi/ membuat trauma jaringan
mukosa lambung, merusak mukosa lambung, merangsang saraf.
Saraf pada lambung membuka gate kontrol menuju rangsang
saraf aferen ke cortex cerebri yang meningkatkan sensitifitas saraf nyeri,
kemudian kembali ke saraf eferen dan menimbulkan rasa nyeri, rasa
nyeri ini menstimulasi nervus vagus dan meningkatkan respon mual
dan gangguan rasa nyaman, gangguan saluran makanan pada lambung,
duodenum, usus halus, usus besar, hati, empedu dan salurannya sering
memberikan keluhan di perut atas atau di daerah epigastrium yang sering
disebut dengan istilah nyeri epigastrik.
Komplikasi yang mungkin muncul pada klien dengan tentamen
suicide sangat tergantung pada jenis dan cara yang dilakukan klien untuk
bunuh diri, namun resiko paling besar dari klien dengan tentamen suicide
adalah berhasilnya klien dalam melakukan tindakan bunuh diri, serta jika
gagal akan meningkatkan kemungkingan klien untuk mengulangi
perbuatan tentamen suicide.
Pada klien dengan percobaan bunuh diri dengan cara meminum
zat kimia atau intoksikasi zat komplikasi yang mungkin muncul adalah
diare, pupil pi- poin, reaksi cahaya negatif , sesak nafas, sianosis, edema
paru .inkontenesia urine dan feces, kovulsi, koma, blokade jantung
akhirnya meninggal. Pada klien dengan tentamen suicide yang

17
menyebabkan asfiksia akan menyebabkan syok yang diakibatkan karena
penurunan perfusi di jaringan terutama jaringan otak.
Pada klien dengan perdarahan akan mengalami syok hipovolemik yang
jika tidak dilakukan resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada
penyebab hemoragik syok, kardiak perfusi biasanya gagal dan terjadi
kegagalan multiple organ.

E. Pathway Tentament Suicide

18
Faktor genetik, kepribadian,
psikologis, ekonomi dan
gangguan mental

Kegagalan mekanisme koping

Percobaan bunuh diri

Konsumsi zat kimia/racun

Produksi saliva berlebih Masuknya zat berbahaya


kedalam tubuh

Bersihan jalan nafas tidak


efektif

Paru-paru Lambung Aliran darah

Keletihan otot Mual muntah Gangguan


pernafasan perfusi
jaringan

Pola nafas tidak


efektif Kekurangan
volume cairan
Gangguan
pertukaran gas

Resiko Hipovolemi

19
F. Pengkajian Primer dan Sekunder Tentamen Suicide
1. Pengkajian Primer
a. Airway : Menilai apakah jalan nafas pasien bebas. Apakah klien
dapat berbicara dan bernafas dengan mudah, nilai kemampuan klien
untuk bernafas secara normal. Pada klien dengan kasus percobaan
bunuh diri secara penenggelaman, mungkin akan ditemukan adanya
timbunan cairan di paru-paru yang ditandai dengan muntah dan sesak
nafas hebat.

b. Breathing : Kaji pernafasan klien, berupa pola nafas, ritme,


kedalaman, dan nilai berapa frekuensi pernafasan klien per menitnya.
Penurunan oksigen yang tajam ( 10 liter/menit ) harus dilakukan suatu
tindakan ventilasi. Analisa gas darah dan pulse oxymeter dapat
membantu untuk mengetahui kualitas ventilasi dari penderita. Tanda
hipoksia dan hiperkapnia bisa terjadi pada penderita dengan kegagalan
ventilasi seperti pada klien dengan kasus percobaan bunuh diri yang
dapat mengakibatkan asfiksia. Kegagalan oksigenasi harus dinilai
dengan dilakukan observasi dan auskultasi pada leher dan dada melalui
distensi vena.

c. Circulation : Nilai sirkulasi dan peredaran darah, kaji pengisian kapiler,


kaji kemampuan vena return klien, lebih lanjut kaji output dan intake
klien Penurunan kardiak out put dan tekanan darah, klien dengan syok
hipovolemik biasanya akan menunjukan beberapa gejala antara
lain,Urin out put menurun kurang dari 20cc/jam, Kulit terasa dingin,
Gangguan fungsi mental, Takikardi, Aritmia

d. Disability : Menilai kesadaran dengan cepat dan akurat. Hanya respon


terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Penurunan kesadaran dapat
disebabkan penurunan oksigenasi atau penurunan perfusi ke otak atau

20
disebabkan trauma langsung pada otak. Penurunan kesadaran menuntut
dilakukannya reevaluasi terhadap keadaan oksigenasi, ventilasi dan
perfusi.

e. Exposure : Lepaskan pakaian yang dikenakan dan penutup tubuh agar


dapat diketahui kelaianan atau cidera yang berhubungan dengan
keseimbangan cairan atau trauma yang mungkin dialami oleh klien
dengan tentamen suicide, beberapa klien dengan tentamen suicide akan
mengalami trauma pada lokasi tubuh percobaan bunuh diri tersebut,
misalnya di leher, pergelangan tangan dan dibagian-bagian tubuh yang
lain.

2. Pengkajian Sekunder
a. Data pasien
Data pasien merupakan identitas pasien yang meliputi
1) Nama
2) Usia, jenis kelamin
3) Kebangsaan/suku
4) Berat badan, tinggi badan
5) Tingkat pendidikan
6) Pekerjaan
7) Status perkawinan
8) Anggota keluarga
9) Agama
10) Kondisi medis, prosedur pembedahan
11) Masalah emosional
12) Dirawat di RS sebelumnya
13) Pengobatan sebelumnya
14) Alergi
15) Review sistem tubuh (pada sistem utama yang mengalami
gangguan)

21
Pengkajian dilanjutkan dengan mengkaji keluhan utama, keluhan
tambahan serta aspek psikologis dari klien dengan percobaan bunuh diri.

b. Pemeriksaan Fisik Head to Toe

Pengkajian Klien Tentament Suicide :

1. Pengkajian pasien destruktif diri


Pengkajian lingkungan upaya bunuh diri. Prestasi kehidupan yang
menghina/menyakitkan. Tindakan persiapan metode yang dibutuhkan,
mengatur rencana, membicarakan tentang bunuh diri, memberikan milik
berharga sebagai hadiah, catatan untuk bunuh diri. Penggunaan cara kekerasan
atau obat/racun yang lebih mematikan pemahaman letalitas dari metode yang
dipilih. Kewaspadaan yang dilakukan agar tidak diketahui.
a. Petunjuk gejala
1) Keputusasaan
2) Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berharga alam
perasaan depresi.
3) Agitasi dan gelisah
4) Insomnia yang menetap
5) Penurunan berat badan
6) Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial
b. Penyakit psikratrik
1) Upaya bunuh diri sebelumnya
2) Kelainan afektif
3) Alkoholisme dan/atau penyalahgunaan obat
4) Kelainan tindakan dan depresi pada remaja
5) Demensia diri dan status kekacauan mental pada lansia
6) Kombinasi dari kondisi diatas.

22
c. Riwayat Psikososial

1) Baru berpisah bercerai, atau kehilangan


2) Hidup sendiri
3) Tidak bekerja, perubahan atau kehilangan pekerjaan yang baru dialami
stress kehidupan multiple (pindah, kehilangan, putus hubungan yang berarti,
masalah sekolah, ancaman terhadap krisis disiplin).
4) Penyakit medik kronik
5) Minum yang berlebihan dan penyalahgunaan zat

d. Faktor-faktor kepribadian

1) Impulsif, agresif, rasa bermusuhan


2) Kekakuan kognitif dan negatif
3) Keputusasaan
4) Harga diri rendah
5) Batasan atau gangguan kepribadian antisocial
e. Riwayat keluarga
1) Riwayat keluarga berperilaku bunuh diri
2) Riwayat keluarga gangguan afektif, alkoholisme atau keduanya.

Terdapat pengkajian lain yang dapat dipakai pada kasus tentament


suicide :
Tinjau kembali riwayat klien untuk adanya stressor pencetus dan data yang
signifikan tentang:
1. Kerentanan genetikbiologik/ riwayat keluarga,
2. Peristiwa hidup yang menimbulkan stress dan kehilangan yang baru
dialami
3. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi,
4. Riwayat pengobatan
5. Riwayat pendidikan dan pekerjaan

23
6. Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan perilaku dari
individu dengan gangguan mood,
7. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas perillaku bunuh diri.

Tujuan utama asuhan keperawatan adalah melindungi ia sampai ia


dapat melindungi diri sendiri. Intervensi yang dibuat dan dilaksanakan terus
mengacu pada etiologi diagnose keperawatan serta sesuai dengan tujuan yang
akan tercapai. Menurut Stuart dan Sundeen (1997) dalam Kaliat (1991 : 13)
mengidentifikasi intervensi utama pada klien untuk perilaku bunuh diri yaitu:
1. Melindungi, merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah
klien melukai dirinya.
2. Tempatkan klien ditempat yang aman, bukan diisolasi dan perlu dilakukan
pangawasan
3. Meningkatkan harga diri klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri
yang rendah
4. Bantu klien mengeskpresikan perasaan positif/ negatif.
5. Berikan pujian pada hal yang positif
6. Menguatkan koping yang konstruktif/sehat,
7. Perawat perlu mengkaji koping yang sering dipakai klien. Berikan pujian
penguatan untuk koping yangkonstruktif. Untuk koping yang destruktif
perlu dimodifikasi/dipelajari koping baru,
8. Menggali perasaan (Express Feeling)
Perawat membantu klien untuk mengenal perasaannya. Bersama mencari
faktor-faktor predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi perilaku
klien. Perlu ada dukungan dari lingkungan seperti sharing atau curhat
sehingga membantu meringankan beban yang menerpa, selain mengontrol
emosi, lebih mendekatkan diri kepada yang maha kuasa
9. Menggerakkan dukungan social. Untuk itu perawat mempunyai peran
menggerakkan sistem sosial klien, yaitu keluarga, teman terdekat

24
G. Manajemen Kegawat Daruratan Tentamen Suicide
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau
dikamar pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian
bedah. Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan,
kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis.
Penentuan perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan
erat dengan kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri.
Bila keadaan keracunan atau terluka sudah dapat diatasi maka dapat
dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak adanya hubungan beratnya gangguan

25
badaniah dengan gangguan psikologik. Penting sekali dalam pengobatannya
untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan depresi
dapat diberikan terapi elektro konvulsi, obat obat terutama anti depresan dan
psikoterapi.
Penatalaksanaan :
1. Perbaiki keadaan umum
2. Terapi farmakologik tergantung diagnosa yang mendasari percobaan
bunuh diri
3. Gagasan bunuh diri pada pasien alkoholik biasanya akan membaik
dalam beberapa hari abstinensi
4. Gagasan bunuh diri pada pasien skizofrenia harus diperhatikan secara
serius
5. Rawat inap jangka panjang dianjurkan bagi pasien dengan kecendrungan
mutilasi diri

Penanganan di IRD/IGD :
1. Tergantung tingkat kesadarannya
2. Tingkat kesadaran pasien dengan percobaan bunuh diri yang dibawa ke
UGD dapat berupa :
a. Kesadaran berkabut sampai koma
1) Lakukan pemeriksaan fisik diagnostik, khususnya terhadap
tanda-tanda vital
2) Bila perlu lakukan resusitasi jantung-paru ( airway – breathing –
circulation)
3) Bila perlu rawat di ICU
4) Atasi kondisi fisik akibat tindakan bunuh dirinya, seperti
pendarahan,keracunan,luka terbuka, patah tulang, trauma capitis,
dsb.
5) Lakukan pemeriksaan penunjang yang perlu untuk membantu
penegakan diagnosis

26
6) Setelah kesadarannya compos mentis lakukan evaluasi psikiatrik
dengan sikap yang suportif, tidak menghakimi atau
menyalahkan, atau rujuk ke fasilitas psikiatrik.

b. Kesadaran compos mentis


1) Atasi gangguan fisik, bila ada lakukan “assessment”perilaku
bunuh diri pasien :
- bila serius rawat dengan pengawasan yang ketat atau rujuk ke fasilitas
psikiatrik
- bila bersifat dramatisisasi lakukan psikoterapi individual atau “realitionship
therapy”atau rujuk
- bila disertai depresi, beri terapi antidepresan dan/atau rujuk
- bila diduga berkaitan dengan gangguan kepribadian, rujuk ke fasilitas
psikiatrik untuk evaluasi kepribadian dan psikoterapi
- bila dilatar belakangi oleh skizofrenia dengan bunuh diri atau depresi pasca
skizofrenia perlu dirujuk ke fasilitas psikiatrik karena tentamen suicidum
dapat terjadi secara tak terduga

Penatalaksanaan Secara Umum :


1. Pasien yang masih ingin hidup dan minta tolong , harus ditanggapi
2. Keinginan bunuh diri yang ringan dan terasa lucu harus ditanggapi karena
banyak yang ternyata berhasil
3. Eksplorasi motivasinya, bunuh diri dapat berkaitan denagn berbagai macam
patologi
4. Atasi dulu keadaan kegawatan fisik
5. Lanjutkan dengan menggeledah pasien untuk mencegah peluang
berulangnya kejadian tersebut dan lakukan wawancara dengan pihak
keluarga
6. Setelah kegawatan fisik teratasi , perlu ditinjau:

27
a. Beratnya risiko bunuh diri dalam waktu dekat menggunakan kriteria dari
Tuckman dan Youngman yang di modofikasi (kriteria MAS SALAD):
1) (M) Mental status: gangguan afektif berat atau psikosis
2) (A) Attempt: niat percobaan bunuh diri (PBD)yang kuat PBD ini
bukan pertama kali
3) (S) Support system : tidak ada seseorang yang penting dan dekat
dengan pasien
4) (S) Sex : wanita di atas 25 tahun dan pria di atas 45 tahun
5) (A) Age: usia lanjut
6) (L) Loss: kehilangan (status atau pasangan ) dalam 6 bulan terakhir
7) (A) Alcoholism: peminum minuman keras
8) (D) Drug: penyalahgunaan dan ketergantungan zat

b. Kondisi klinis pasien keseluruhannya


c. Sumber-sumber intraspsikik/sosial untuk mengatasi masalah tersebut
7. Bila keadaan di atas kurang baik , dirawat psikiatri
8. Bila keadaan di atas menyokong , berobat jalan
9. Berobat jalan di lakukakan tiga kali untuk menggali dan mengatasi keadaan
pasien . Jangan membuat janji atau kontrak dengan pasien. Obat hanya diberikan
untuk 24-48 jam dan antidepresan tidak ada manfaat (efek 7-14 hari). Berikan
pesan pada pasien untuk kembali dalam 24-48 jam , bila perlu sebelumnya .
pencegahan dapat dilakukan di rumah dengan bekerja sama dengan keluarga.
Tindakan di IGD :
1. Resusitasi
Setelah jalan napas dibebaskan dan dibersihkan, periksa pernapasan dan nadi.
Infus dextrose 5 % kecepatan 15 – 20 tts/mnt, napas buatan + oksigen, hisap
lendir dalam saluran napas, hindari obat – obat depresan saluran napas, kalau
perlu respirator pada kegagalan napas berat. Hindari pemberian napas buatan
dari mulut ke mulut sebab racun organofosfat akan meracuni lewat mulut
penolong. Pernapasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau
menggunakan alat bag – valve – mask.

28
2. Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau
dengan pemberian sirup ipecac 15 –30 ml. Dapat diulan setelah 20 menit bila
tidak berhasil. Katarsis (intestinal lavage), dengan pemberian laksans bila
diduga racun telah sampai di usus halus dan tebal. Kumbah lambung (KL atau
gastric lavage), pada penderita yang kesadaran yang menurun, atau pada
mereka yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila KL dikerjakan dalam 4
jam setelah keracunan. Keramas rambut dan mandikan seluruh tubuh dengan
sabun. Emesis, katarsis dan KL sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan
terjadi kurang daari 4 – 6 jam. Pada koma derajat sedang hingga berat tindakan
KL sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal
berbalon, untuk mencegah aspirasi pneumonia.
3. Antidotum
Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi AKh pada
tempat penumpukan.
a. Mula –mula diberikan bolus iv 1 – 2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 – 10 – 15 menit sampai timbul
gejala – gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardi,
midriasis, febris, dan psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 – 60 menit, selanjutnya
setiap 2 – 4 – 6 – 8 dan 12 jam
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 X 24 jam. Penghentian yang
mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan
kegagalan pernapasan akut yang sering fatal.

Setelah kondisi pasien stabil lakukan pemerikasaan anamnesis dan


pemeriksaan fisik lanjutan dan bila perlu lakukan pemeriksaan
laboratorium.

29
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tentamin suicide merupakan perilaku menciderai diri yg dapat


menimbulkan kematian baik secara langsung maupun tidak langsung. Ada 3
(tiga) jenis tentamin suicide yang bisa diidentifikasi, yakni: Tentamin suicide

anomik, Tentamin suicide altrustik, Tentamin suicide egoistic. Tanda dan


gejalah tentamin suicide di bagi enjadi 2 (dua), yaitu : Tak langsung dan
langsung.Manajemen kegawatdaruratan tentament suicide terletak pada
penatalaksanaan ABCDE dan Pemeriksaan Kegawatan Psikiatri.

B. Saran
Kami sebagai penyusun menyadari akan keterbatasan kemampuan
yang menyebabkan kekurangsempurnaan dalam makalah ini, baik dari segi isi
maupun materi, bahasa dan lain sebagainya. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan-
perbaikan selanjutnya agar makalah selanjutnya dapat lebih baik.

30
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer Arief, dkk. (2001) Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid
Pertama. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Captain, C, ( 2008). Assessing suicide risk, Nursing made incredibly easy,


Volume 6(3), May/June 2008, p 46–53

Kaplan and Saddock (2005). Comprehensive textbook of Psychiatry, Mosby, St


Louis.

Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC.

Keliat, A. B., & Akemat (2006). Model praktik keperawatan profesional jiwa.
Jakarta: EGC.

Rainia. (2009). Laporan pendahuluan asuhan keperawatan pada klien dengan


perilaku percobaan bunuh diri.
Diakses pada tanggal 4 September 2019 dari: http://rastirainia.
wordpress.com/2009/11/25/laporanpendahuluan- asuhan-
keperawatanklien- dengan-perilaku-percobaanbunuh- diri.

https://indokeperawatan.wordpress.com/2011/02/13/konsep-dasar-tentamen-
suicide/

https://studylibid.com/doc/933579/asuhan-keperawatan-tentamen-suicide---
percobaan-bunuh-diri

https://id.wikipedia.org/wiki/Bunuh_diri

https://www.alodokter.com/percobaan-bunuh-diri

etheses.uin-malang.ac.id

31

Anda mungkin juga menyukai