Anda di halaman 1dari 33

PATOFISIOLOGI DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

ANAK DENGAN, MENINGITIS

DISUSUNOLEH:
FATIMAH NUR FADILLAH
EZZA ISFI TSANY
FIKA DWI APRILIA
HAMDI MU’ADZ MAHRUS

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2020

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulisan makalah “Patofisiologi dan Asuhan Keperawatan Pada
Anak Dengan Meningitis” dapat kami selesaikan.
Shalawat beriring salam semoga dilimpahkan kepada Baginda Rasulullah
SAW, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang istiqamah di jalan-Nya hingga
akhir zaman.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata ajar
Keperawatan Anak.Selain itu, agar pembaca dapat memperluas ilmu yang
berkaitan dengan judul makalah, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber dan hasil kegiatan yang telah dilakukan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak terkait, terutama
kepada dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran
dalam penyelesaian makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca.Dan kami menyadari masih banyak kekurangan yang mendasar dalam
makalah ini.Oleh karena itu, kami memohon keterbukaan dalam pemberian saran
dan kritik agar lebih baik lagi untuk ke depannya.

Samarinda, 15 September 2020

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

COVER.....................................................................................................................i

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................2
C. Tujuan............................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4

A. Definisi Meningitis.........................................................................................5
B. Anatomi Fisiologi...........................................................................................7
C. Klasifikasi Meningitis....................................................................................7
D. Etiologi Meningitis.........................................................................................8
E. Patofisiologi Meningitis.................................................................................10
F. Pathway..........................................................................................................10
G. Manifestasi Klinis..........................................................................................13
H. Komplikasi.....................................................................................................13
I. Penatalaksanaan.............................................................................................16
J. Asuhan Keperawatan.....................................................................................

BAB III PENUTUP..................................................................................................26

A. Kesimpulan....................................................................................................26
B. Saran...............................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Meningitis neonatal sering merupakan akibat dari sepsis neonatal.
Meningitis neonatal dapat terjadi pada hampir sepertiga kasus sepsis neona-
tal.berdasarkan data penelitian yang telah dilakukan oleh WHO Sebanyak
1,17-2,97 dari 3,5-8,9 kasus sepsis neonatal per 1000 kelahiran berkembang
menjadi meningitis di negara barat dan 2,4-12,7 dari 7,1-38 kasus sepsis
neonatal per 1000 kelahiran berkembang menjadi meningitis di negara
berkembang. Meningitis neonatal dapat juga terjadi pada bayi dengan klinis
sepsis dengan angka kejadian berkisar 38%-50%.Terdapat beberapa faktor
risiko yang mempengaruhi terjadinya meningitis neonatal, yaitu bayi kurang
bulan (usia kehamilan<37 minggu), bayi berat lahir rendah (<2500 g),
ketuban pecah dini, hipoksia, infeksi peripartum (korioamnionitis) (Rachman,
A ,Artana, WD&Sukmawati, M, 2017).
Manifestasi klinis awal antara meningitis neonatal, sepsis neonatal dan
klinis sepsis sangat tidak spesifik dan sulit dibedakan satu dengan yang
lainnya. Akibatnya terjadi ketidaktepatan dalam penatalaksanaan terutama
pada lama pemberian antibiotik empiris yang menyebabkan meningkatnya
morbiditas, mortalitas dan gejala sisa neurologis. Pemeriksaan cairan
serebrospinalis (CSS) melalui pungsi lumbal adalah satu-satunya pemer-
iksaan untuk membantu menegakkan diagnosis meningitis sehingga
pengobatan yang tepat dapat diberikan (Rachman, A ,Artana,
WD&Sukmawati, M, 2017).
Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang mengelilingi
otak dan medula spinalis (Muttaqin, 2008). Meningitis dapat menyerang
semua kelompok umur, kelompok umur yang paling rawan adalah anak- anak
usia balita dan orang tua (Andareto, 2015). Insidens 90 % dari semua kasus
meningitis bakterial terjadi pada anak yang berusia kurang dari 5 tahun,
insiden puncak terdapat pada rentang usia 6 sampai 12 bulan. Rentang usia

1
dengan angka morbiditas tertinggi adalah dari lahir sampai 4 tahun (Betz &
Sowden, 2009).
Meningitis dianggap sebagai darurat medis yang perlu di kenali dan di
obati secara dini untuk mencegah kerusakan neurologis. Disorientasi dan
gangguan memori juga sering terjadi saat penyakit berlanjut, pasien dapat
mengalami letargi, tidak responif dan koma. Selain itu kejang juga dapat
terjadi yang merupakan akibat dari area iritabilitas di otak. ICP (Intracranial
Pressure) meningkat akibat perluasan pembengkakan di otak atau
hidrosefalus. Tanda awal peningkatan ICP mencakup penurunan tingkat
kesadaran dan defisit motorik lokal.
Anak dengan meningitis bakteri akut mengalami hilang pendengaran
(0,5-6,9% tipe sensorineural permanen dan 10,5% reversibel) yang banyak
terjadi pada anak yang telah sakit selama 24 jam (Anurogo, 2014). Infeksi
fulminan akut terjadi pada sekitar 10 % pasien meningitis meningokokus
yang memunculkan tanda-tanda septikemia yang berlebihan. Awitan demam
tinggi, lesi purpurik ekstensif (di wajah dan ekstremitas), syok dan tanda
koagulasi intravaskular diseminata (DIC) terjadi secara mendadak, kematian
dapat terjadi dalam beberapa jam setelah awitan infeksi (Brunner & Suddart
2013).
Data World Health Organization (WHO) (2015), melaporkan bahwa
Pada tahun 2014 di Afrika ditemukan 14.317 dugaan kasus meningitis dengan
jumlah kematian sebanyak 1.304 jiwa. Setiap tahun, kasus meningitis bakteri
mempengaruhi lebih dari 400 juta orang yang tinggal di 26 negara (dari
Senegal ke Ethiopia). Lebih dari 900.000 kasus dilaporkan dalam 20 tahun
terakhir (1995-2014). kasus meningitis tersebut mengakibatkan kematian
sebanyak 10%. Sedangkan 10-20% meninggalkan gejala sisa neurologis.
Meningitis penyebab kematian bayi umur 29 hari - 11 bulan dengan urutan
ketiga yaitu (9,3%) setelah diare (31,4%), dan pneumoni (23,8%). Proporsi
meningitis penyebab kematian pada umur 1-4 tahun yaitu (8,8%) dan
merupakan urutan ke-4 setelah Necroticans Entero Colitis (NEC) yaitu
(10,7%) (Balitbangkes 2008).

2
Perawat sangat diperlukan perannya dalam memberikan asuhan kepada
pasien. Mortalitas bergantung pada daya tahan tubuh pasien, cepatnya
mendapat pengobatan, cara pengobatan dan perawatan yang diberikan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada makalah ini adalah bagaimana patofisiologi,


pemeriksaan fisik dan asuhan keperawatan pada anak meningitis?

C. Tujuan
Dengan tersusunnya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui
dan memahami tentang patofisiologi, pemeriksaan fisik dan asuhan
keperawatan pada anak dengan meningitis.
D. Manfaat
1. Bagi Pelayanan

a. Menambah pengetahuan perawat tentangasuhan keperawatan pada


anak dengan meningitis.
b. Sebagai bahan masukan perawat agar dapat memberikan edukasi
kepada pasien mengenai meningitis.
2. Bagi Pendidikan

Menambah khasanah keilmuan keperawatan tentang patofisiologi,


pemeriksaan fisik dan asuhan keperawatan pada anak dengan meningitis.

3
BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. DEFINISI

Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang


mengenai piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid
serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan
medula spinalis yang superfisial.
Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala
dan meningismus akibat inflamasi pada ruang subarachnoid yang
dibuktikan dengan pleositosis cairan serebrospinalis (CSS).
Meningitis adalah penyakit infeksi dari cairan mengeliling
otak dan spinal cord(Meningitis Fondation Of America). Classic
Triad adalah demam, leher kaku, sakit kepala dan perubahan di
status mental. Sistem saraf pusat manusia dilindungi oleh Blood
Brain Barrier dan oleh tengkorak sehingga apabila terjadi
gangguan pada pelindung tersebut, sistem saraf pusat dapat
diserang oleh benda-benda patogen (van dee Beek, 2010).

4
Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung
dengan penderita dan droplet infection yaitu terkena percikan
ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok
penderita. Saluran nafas merupakan port d’entree utama pada
penularan penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang
lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi
tenggorokan yang ma suk secara hematogen (melalui aliran
darah) ke dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri
didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada selaput
otak dan otak.

B. Anatomi Fisiologi
Otak manusia mempunyai berat 2% dari berat badan orang
dewasa (3 pon), menerima 20 % curah jantung dan memerlukan
20% pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400 kilokalori energi
setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang paling banyak
memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama
berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa (Prince,Wilson,
2006).

5
Gambar 2.1. Anatomi selaput otak (Prince, Wilson, 2006)

Otak dan sum-sum tulang belakang diselimuti meningea


yang melindungi struktur saraf yang halus, membawa pembuluh
darah dan sekresi cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga
lapis, yaitu:

a. Durameter
Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang
membungkus otak, sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal
dan pembuluh darah. Durameter terbagi lagi atas durameter
bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak (periosteum)
dan durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan
tengkorak untuk membentuk falks serebrum, tentorium serebelum
dan diafragma sella.

6
b. Arakhnoid

Arakhnoid merupakan selaput halus yang memisahkan


durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau
balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf
pusat. Ruangan diantara durameter dan arakhnoid disebut
ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai
getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri
dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan meningen
serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal.
c. Piameter
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan
pembuluh darah kecil yang mensuplai darah ke otak dalam
jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat erat dengan jaringan
otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara arakhnoid
dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang ruangan
ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari
otak ke sumsum tulang belakang (Prince,Wilson, 2006).

C. Klasifikasi

Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan

yang terjadi pada cairan otak yaitu :

a. Meningitis serosa

7
Ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi
disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang
paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus.
b. Meningitis purulenta
Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah
meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat
berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik
maupun virus. Meningitis Meningococcus merupakan
meningitis purulenta yang paling sering terjadi.

D. Etiologi

Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia,

jamur, cacing dan protozoa. Penyebab paling sering adalah virus

dan bakteri. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri berakibat

lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab lain karena

mekanisme kerusakan dan gangguan otak yang disebabkan oleh

bakteri maupun produk bakteri lebih berat.

Infectious Agent meningitis purulenta mempunyai

kecenderungan pada golongan umur tertentu, yaitu golongan

neonatus paling banyak disebabkan oleh E.Coli, S.beta

hemolitikus dan Listeria monositogenes. Golongan umur

dibawah 5 tahun (balita) disebabkan oleh H.influenzae,

Meningococcus dan Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahun

disebabkan oleh Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis

8
dan Streptococcus Pneumococcus, dan pada usia dewasa (>20

tahun) disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus,

Stafilocccus, Streptococcus dan Listeria.

Penyebab meningitis serosa yang paling banyak ditemukan

adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis yang

disebabkan oleh virus mempunyai prognosis yang lebih baik,

cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Penyebab meningitis

virus yang paling sering ditemukan yaitu Mumpsvirus,

Echovirus, dan Coxsackie virus , sedangkan Herpes simplex,

Herpes zooster, dan enterovirus jarang menjadi penyebab

meningitis aseptic (viral).

E. Patofisiologi

Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran

penyakit di organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri

menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya

pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia,

Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus

dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau

jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak,

Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan

Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma

9
kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi

kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi

radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan Serebrospinal) dan

sistem ventrikulus.

Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan

sedang mengalami hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat

terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam

ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam

beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan

dalam minggu kedua selsel plasma. Eksudat yang terbentuk

terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit

polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisaan dalam

terdapat makrofag.

Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena

di korteks dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema

otak dan degenerasi neuronneuron. Trombosis serta organisasi

eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan kelainan

kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan

serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang

disebabkan oleh bakteri.

10
F. Pathway

G. Manifestasi Klinis

Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti

panas mendadak, letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti

ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS)

melalui pungsi lumbal.

11
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan

serebrospinal yang jernih serta rasa sakit penderita tidak terlalu

berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh

Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise,

kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum

invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang

disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala,

muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan

timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah,

leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada

meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada

palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul

keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku leher, dan

nyeri punggung.

Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan

alat pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada

neonatus terjadi secara akut dengan gejala panas tinggi, mual,

muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang,

dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan

fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 %

anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh

Streptococcus pneumoniae, 21 % oleh Streptococcus, dan 10 %

oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan dewasa

12
biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian

atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi,

nyeri kepala hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri punggung.

Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen.

Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu

stadium I atau stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan

gejala ringan dan nampak seperti gejala infeksi biasa. Pada anak-

anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering tanpa demam,

muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan

turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur

terganggu dan gangguan kesadaran berupa apatis. Pada orang

dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala,

konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung,

halusinasi, dan sangat gelisah.

Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 – 3

minggu dengan gejala penyakit lebih berat dimana penderita

mengalami nyeri kepala yang hebat dan kadang disertai kejang

terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda rangsangan

meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku,

terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun

menonjol dan muntah lebih hebat. Stadium III atau stadium

terminal ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran

13
sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia

dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan

sebagaimana mestinya.

H. Komplikasi

Komplikasi dari Meningitis adalah sebagai berikut;


a. Retardasi mental
b. Iritabel
c. Ganguan motorik
d. Epilepsi
e. Emosi tidak stabil
f. Sulit tidur
g. Halusinasi
h. Enuresis
i. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain
(Kapita Selekta Kedokteran, 2000).
j. Selain itu meningitis juga menimbulkan komplikasi berupa
edema otak dan perdarahan serebral (Erny, Darto Saharso,
2006).

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan apabila anak mengalami
meningitis adalah:

a. Pemberian tindakan dan perawatan sesuai dengan kejang


demam

14
Intervensi keperawatan awal yang harus diberikan saat anak
datang dengan keluhan kejang

1) Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton


yang ingin tahu ( pasien yang mempunyai penanda ancaman
kejang memerlukan waktu untuk mencari tempat yang aman
dan pribadi)

2) Mengamankan pasien di lantai, jika memungkinkan.

3) Melindungi kepala dengan bantalan untuk mencegah cedera


( dari membentur permukaan keras).

4) Lepaskan pakaian yang ketat

5) Singkirkan semua prabot yang dapat mencederai pasien


selama kejang

6) Jika pasien di tempat tidur , singkirkan bantal dan tinggikan


pagar tempat tidur

7) Jika penanda ancaman kejang mendahului kejang , masukan


spatel lidah yang diberi bantalan diantara gigi-gigi, untuk
mengurangi lidah atau pipi tergigit.

8) Jangan berusaha untuk membuka rahang yang terkatup pada


keadaan spasme untuk memasukan sesuatu. Gigi patah dan
cedera pada bibir dan lidah dapat terjadi karena tindakan ini

9) Tidak ada upaya dibuat untuk merestrein pasien selama


kejang, karena kontraksi otot kuat dan restrein dapat
menimbulkan cedera

10) Jika mungkin tempatkan pasien miring pada salah satu sisi
dengan kepala fleksi ke depan , yang memungkinkan lidah

15
jatuh dan memudahkan pengeluaran saliva dan mucus. Jika
disediakan penghisap, gunakan jika perlu untuk
membersihkan secret. (Brunner and Suddarth, 2002:2203)

 Tindakan mengatasi kejang

Saat kejang diberi diazepam i.v atau per rektal dengan


dosis intravena 0,3-0,5 mg/kg bb/kali per rektal dengan
ketentuan dosis maksimum untuk anak kurang dari 10
tahun, 7,5 mg, dan di atas 10 tahun, 10 mg. saat tidak
kejang, dilakukan pemberian luminal 5 mg/kg.bb..hari, oral
dibagi menjadi 2-3 dosis

1) Tindakan perawatan perektal

Karena ditemukan pasien menderita Meningitis,


dilakukan pemberian Adenosine arabinose 15 mg/Kg
BB/hari selama 5 hari

2) Pemakaian obat-obatan

a) Dosis obat penurun panas dan anti kejang sesuai


dengan kejang demam

b) Antibiotika diberikan untuk mencegah infeksi


sekunder seperti ampisilindosis 50-100
mg/kg.bb./hari, dengan dibagi tiga dosis secara
intravena

c) Untuk menghilangkan edema otak diberikan obat-


obatan sebagai berikut :

- Dexamethason

16
Diberikan dosis 0,5 mg/kg.bb./hari intravena atau
intramuscular. Dosis diturunkan pelan-pelan bila
setelah beberapa hari pasien menunjukkan
perbaikan

- Manitol

Dosis 1,5-2,0 mg/kg intravena dalam 30-60 menit


dapat diulang setiap 8-12 jam dengan
menggunakan larutan 15-20 %

- Gliserol

Dosis 0,5-2,0 gram/kg dengan sonde hidung,


diencerkan 2 kali dan dapat diulang setiap 6 jam.

- Glukosa 20%

Glukosa 20% sebanyak 10ml intravena beberapa


kali sehari, dimasukkan ke dalam pipa

3) Pengobatan suportif

a) Pemberian cairan intravena (glukosa 10%),


pemberian cairan ini dimaksudkan untuk
mempertahankan keseimbangan air-
elektrolit,mencukupi kalori dan pemberian obat-
obatan
b) Pemberian vitamin
c) Pemberian O2 untuk mencegah kerusakan jaringan
otak akibat hipoksia

J. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian

17
Pengkajian yang dilakukan pada klien adalah :

1) Data diri

Merupakan identitas diri pasien meliputi nama, umur, jenis


kelamin, tanggal masuk rumah sakit dan dokumentasi
pengkajian.

2) Keluhan utama

Merupakan dorongan penyebab klien masuk rumah sakit.


Keluhan utama pada penderita encephalitis yaitu sakit kepala,
kaku kuduk, gangguan kesadaran, demam dan kejang.

3) Riwayat kehamilan dan kelahiran

Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan
post natal. Riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja
yang pernah diderita oleh ibu terutama penyakit infeksi.
Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahir dalam usia
kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi sistem
kekebalan terhadap penyakit pada anak. Trauma persalinan
juga mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya aspirasi
ketuban untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk
mengetahui keadaan anak setelah lahir contohnya BBLR.

4) Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
Umumnya terjadi penurunan kesadaran, nadi 100-140
x/mnt, suhu 37-39°C, pernafasan 20-40 x/mnt teratur.

 Kepala dan Leher

- Kepala berbentuk simetris, rambut bersih, hitam dan


penyebarannya merata, ubun-ubun besar masih belum

18
menutup, teraba lunak dan cembung, tidak tegang.
Lingkar kepala 36 cm.
- Reaksi cahaya +/+, mata nampak anemi, ikterus tidak
ada, tidak terdapat sub kunjungtival bleeding.
- Telinga tidak ada serumen.
- Hidung tidak terdapat pernafasan cuping hidung.
- Mulut bersih, tidak terdapat moniliasis.
- Leher tidak terdapat pembesaran kelenjar, tidak ada
kaku kuduk.

 Dada dan Thoraks

Pergerakan dada simetris, Wheezing -/-, Ronchi -/-, tidak


terdapat retraksi otot bantu pernafasan. Pemeriksaan
jantung, ictus cordis terletak di midclavicula sinistra ICS
4-5, S1S2 tunggal tidak ada bising/ murmur.

 Abdomen

Bentuk supel, hasil perkusi tympani, tidak terdapat


meteorismus, bising usus+ normal 5 x/ mnt, hepar dan
limpa tidak teraba. Kandung kemih teraba kosong.

 Ekstremitas

Tidak terdapat spina bifida pada ruas tulang belakang,


tidak ada kelainan dalam segi bentuk, uji kekuatan otot
tidak dilakukan. Klien mampu menggerakkan ekstrimitas
sesuai dengan arah gerak sendi. Ekstrimitas kanan sering
terjadi spastik setiap 10 menit selama 1 menit.

 Reflek

19
Pada saat dikaji refleks menghisap klien +, refleks
babinsky +

a) Tanda Rangsang Meningeal Kaku Kuduk

Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot


ekstensor tekuk. Bila hebat, terjadi opistotonus yaitu
tekuk kaku dalam sikap kepala tertengdah dan
pungguang dalam sikap hiperekstensi. (Mansjoer, Arif,
2000; 437-439)

Cara pemeriksaan : Pasien berbaring terlentang


singkirkan penyangga kepala lakukan gerakan
anterofleksi leher secara pasif sampai dagu menyentuh
dada. Bila terasa ada tekanan sehingga dagu tidak bisa
menyentuh dada bahkan badan atas ikut terangkat berarti
kaku kuduk positif.

Gambar opistotonus :

b) Tanda Rangsang Meningeal Brudzinski

Brudzinski sign, tanda leher

20
Cara pemeriksaan : Pasien berbaring terlentang
kemudian gerakan antreofleksi leher secara pasif. Positif
bila disusul secar reflektorik oleh gerakan fleksi pada
kedua tungkai sendi lutut dan panggul.

Brudzinski sign, tanda tungkai kontralateral

Cara pemeriksaan : pasien berbaring terlentang salah satu


tungkai diangkat dalam sikap lutut lurus di sendi lutut,
dan fleksi di sendi panggul. Positif bila tungkai
kontralateral timbul gerakan reflektorik fleksi di sendi
lutut dan panggul.

Brudzinski sign, tanda pipi

Cara pemeriksaan : dilakukan penekanan pada kedua pipi


tepat dibawah os zigomatikum. Positif bila disusul
gerakan reflektorik fleksi kedua sikudan gerakan
reflektorik keatas sejenak kedua lengan.

Brudzinski sign, tanda simfisis pubis

21
Cara pemeriksaan : dilakukan penekana pada simfisis
pubis. Positif bila disusul gerakan reflektorik fleksi pada
kedua tungkai di sendi lutut dan panggul.

c) Tanda rangsang meningeal Kernig

Cara pemeriksaan : pasien berbaring terlentang satu


tungkai difleksikan pada sendi lutut dan panggul hingga
900, kemudian ekstensikan tngkai bawah pada sendi lutut
sampai membentuk sudut > 1350 trehadap paha. Positif
bila pada tungkai kontralateral timbul gerakan reflektorik
fleksi di sendi lutut dan panggul.

5) Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

 Pemeriksaan Pungsi Lumbal

Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah


sel dan protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak
ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.

22
- Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi,
cairan jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan
protein normal, kultur (-).
- Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat,
cairan keruh, jumlah sel darah putih dan protein
meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis
bakteri.

 Pemeriksaan darah

Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit,


Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum,
elektrolit dan kultur.

- Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit


saja. Disamping itu, ada Meningitis Tuberkulosa
didapatkan juga peningkatan LED.
- Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan
leukosit.

 Pemeriksaan Radiologis

- Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala,


bila mungkin dilakukan CT Scan.
- Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa
mastoid, sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada.
- Radiologi : Ditemukan Pelebaran sutura, erosi tulang intra
cranial.
b. Diagnosa keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada selaput otak.


(D.0077)

23
2) Bersihan Jalan Napas tidak Efektif berhubungan dengan
penumpukan sekret pada jalan nafas. (D.0001)

3) Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan pada selaput


otak. (D.0130)

4) Resiko Perfusi Serebral tidak Efektif berhubungan dengan


peningkatan tekanan intrakranial. (D.0017)

5) Risiko gangguan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan


penurunan kesadaran. (D.00139)

c. Intervensi keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
(D.0077) keperawatan selama ….x24 1) Kaji karakteristik nyeri,
jam diharapkan nyeri dapat letak, durasi, kualitas dan
berkurang. kuantitas nyeri.
2) Berikan pengetahuan
Dengan kriteria hasil : mengenai nyeri pada
pasien.
1) Mengetahui faktor 3) Evaluasi pengalaman nyeri
penyebab pasien.
2) Mengetahui 4) Awasi faktor lingkungan
peningkatan nyeri yang dapat menyebabkan
3) Gunakan cara nyeri.
pencegahan Gunakan 5) Ajarkan teknik relaksasi
cara non analgetik pada pasien
Gunakan obat 6) Kompres dingin (es) pada
analgetik Kenali nyeri kepala dan kain dingin
untuk perawatan pada mata
professional Gunakan 7) Berikan obat analgesic
sumber yang tersedia
4) Catat control nyeri
5) Pasien dapat tidur
dengan tenang
6) Memverbalisasikan
penurunan rasa sakit.

Bersihan Jalan Setelah diberikan asuhan Respiratory monitoring


keperawatan selama 3 x 24
Napas tidak jam diharapkan : 1) Pantau rate, irama,

24
Efektif kedalaman, dan usaha
Respiratory status: airway respirasi
(D.0001) patency (status pernapasan: 2) Perhatikan gerakan dada,
kepatenan jalan napas) amati simetris, penggunaan
1) Frekuensi pernapasan otot aksesori, retraksi otot
dalam batas normal supraclavicular dan
(16-20x/mnt) interkostal
2) Irama pernapasn 3) Monitor suara napas
normal tambahan
3) Kedalaman 4) Monitor pola napas :
pernapasan normal bradypnea, tachypnea,
4) Klien mampu hyperventilasi, napas
mengeluarkan sputum kussmaul, napas cheyne-
secara efektif stokes, apnea, napas biot’s
5) Tidak ada akumulasi dan pola ataxic
sputum Airway suctioning
5) Putuskan kapan
dibutuhkan oral dan/atau
trakea suction
6) Auskultasi sura nafas
sebelum dan sesudah
suction
Informasikan kepada
keluarga mengenai
tindakan suction
7) Gunakan universal
precaution, sarung tangan,
goggle, masker sesuai
kebutuhan
8) Gunakan alat disposible
steril setiap melakukan
tindakan suction trakea
9) Pilihlah selang suction
dengan ukuran setengah
dari diameter endotrakeal,
trakheostomy, atau saluran
nafas pasien
10)Gunakan aliran rendah
untuk menghilangkan
sekret (80-100 mmHg pada
dewasa)
11)Monitor status oksigen
pasien (SaO2 dan SvO2)
dan status hemodinamik
(MAP dan irama jantung)
sebelum, saat, dan setelah
suction
12)Lakukan suction pada
oropharing setelah selesai
suction pada trakea

25
Hipertermi Setelah dilakukan tindakan Regulasi suhu
(D.0130) keperawatan selama ….x24
1) Monitor suhu tiap 2 jam
jam suhu dapat kembali
sekali.
normal.
2) Monitor tekanan darah.
3) Auskultasi bunyi paru.
Dengan kriteria hasil :
4) Monitor perubahan warna
kulit pada diri pasien.
5) Monitor adanya sianosis
1) Suhu tubuh dalam
pada pasien.
rentang normal
6) Monitor kelembaban kulit
2) Tidak menunjukkan pasien.
sakit kepala

3) Tidak menunjukkan
nyeri otot

4) Tidak terdapat iritasi

5) Tidak tampak ngantuk

6) Warna kulit tidak


berubah

7) Berkeringat ketika
panas

8) Nadi dalam rentang yg


diinginkan

9) Pernapasan normal

10) Hidrasi yang


adekuat

Resiko Perfusi Setelah diberikan asuhan Cerebral Perfusion


Serebral tidak keperawatan selama 1 x 24 Promotion
Efektif jam diharapkan tercapai
(D.0017) keefektifan perfusi jaringan 1) Pantau tingkat kerusakan
serebral, dengan kriteria perfusi jaringan serebral,
hasil: seperti status neurologi dan
adanya penurunan
Tissue perfusion : kesadaran.
Cerebral (Perfusi jaringan 2) Konsultasikan dengan
serebral) dokter untuk menentukan
posisi kepala yang tepat (0,
1) Tekanan darah sistolik 15, atau 30 derajat) dan

26
normal (120 mmHg) monitor respon klien
2) Tekanan darah terhadap posisi tersebut.
diastolik normal (80 3) Monitor status respirasi
mmHg) (pola, ritme, dan
3) Tidak ada sakit kepala kedalaman respirasi; PO2,
4) Tidak ada agitasi PCO2, PH, dan level
5) Tidak ada syncope bikarbonat)
6) Tidak ada muntah 4) Monitor nilai lab untuk
perubahan dalam
Seizure Control oksigenasi
7) Pasien tidak Oxygen Therapy
mengalami kejang 5) Pertahankan kepatenan
8) Lingkungan sekitar jalan nafas.
pasien dalam keadaan 6) Monitor aliran oksigen.
aman Vital Signs Monitoring
7) Monitor tanda-tanda vital
8) Ukur tekanan darah setelah
klien mendapatkan
medikasi/terapi.
Seizure management
9) Monitor secara langsung
mata dan kepala selama
kejang
10) Monitor status neurologik
11) Monitor TTV
12) Dokumentasikan informasi
tentang kejadian kejang
neurologi pasien
13) Berikan antikonvulsan
Phenytoin 3x100 mg/IV
dan neuroprotektor
Citicolin 3x250 mg/IV

Seizure Precaution
14) Hindarkan barang-barang
yang berbahaya dari
sekitar pasien
15) Jaga ikatan di samping
tempat tidur
16) Pasang tiang pengaman
17) Gunakan paddle pada sisi
tempat tidur

Risiko gangguan Setelah diberikan asuhan Pencegahan Ulkus


integritas kulit keperawatan selama 3 x 24 Dekubitus
jaringan jam diharapkan tidak 1) Gunakan alat pengkajian
(D.00139) terjadi kerusakan integritas untuk memonitor risiko
kulit, dengan kriteria hasil: ulkus dekubitus seperti
Braden scale/Norton scale
Integritas jaringan: kulit 2) Catat status kulit klien

27
dan membran mukosa setiap hari
1) Elastisitas kulit dapat 3) Hilangkan kelembaban
dipertahankan berlebih pada kulit, hasil
2) Integritas kulit utuh dari pengeluaran keringat,
compremised) drainase pada luka,
inkontinensia alvi dan
3) Tidak ada lesi kulit
inkontinensia urine
4) Tidak ada eritema 4) Berikan barier
eritema perlindungan seperti krim
atau bahan penyerap
seperi pad.
5) Inspeksi kulit di sekitar
tulang yang menonjol dan
tekanan lain ketika
reposisi dilakukan kurang
dalam sehari.
6) Jaga tempat tidur tetap
bersih, kering dan tidak
mengkerut.
7) Hindari penggunaan air
panas ketika mandi dan
gunakan sabun yang
lembut.
8) Pastikan klien
mendapatkan intidake
yang adekuat seperti
cairan, protein, vitamin B,
vitamin C, dan kalori.

BAB III
PENUTUP

28
A. Kesimpulan
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang
yang mengenai piameter (lapisan dalam selaput otak) dan
arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai
jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial.
Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia,
jamur, cacing dan protozoa. Penyebab paling sering adalah
virus dan bakteri. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri
berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab lain
karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yang
disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat.

B. Saran
1. Bagi Pelayanan
Petugas kesehatan diharapkan dapat memberikan asuhan
keperawatan yang prima serta edukasi yang sesuai dengan
ilmu terupdate meningitis.
2. Bagi Pendidikan
Pembaca dapat menambah ilmu dan melakukan studi
banding mengenai menignitis pada anak dengan jurnal
nasional maupun internasional.

Daftar Pustaka

29
Lestari, R., & Putra, A. E. (2017). Jurnal makah kedokteran Andalas. Sumatra:
Fakultas Kedokteran Andalas.

Muttaqin, A. (2011). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem


persyarafan.Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan keperawatan praktis. Jogjakarta:


Mediaction.

PPNI, T. P. (2017 ). standar Diagnosis Keperawatan Indonesia . Jakarta Selatan :


PPNI .

http://scholar.unand.ac.id/16970/2/bab%20I%20pendahuluan.pdf
http://repository.ump.ac.id/2411/3/PIPIT%20ERLIN%20KUSLECHA
%20BAB%20II.pdf

30

Anda mungkin juga menyukai