Anda di halaman 1dari 52

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NN.

K DENGAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN GANGGUAN SENSORI
PERSEPSI: HALUSINASI PENDENGARAN DAN
PENGLIHATAN DI RUANG CENDRAWASIH RUMAH
SAKIT JIWA PROVINSI JAWA BARAT

Makalah

Diajukan untuk memenuhi tugas akhir praktik keperawatan jiwa II

Disusun oleh:
Mahasiswa Program Studi D3 Keperawatan STIKEP PPNI JAWA BARAT
Angkatan 32

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN TINGKAT 3


STIKEP PPNI JAWA BARAT
BANDUNG
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Nn. K dengan diagnosa
keperawatan gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran dan penglihatan.
sesuai waktu yang telah ditetapkan. Makalah ini membahas konsep dan asuhan
keperawatan dengan diagnosa gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
dan penglihatan.
Dalam makalah ini tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan
baik moril maupun materil. Maka dari itu, penyusun ingin menyampaikan terima
kasih kepada pihak-pihak di STIKEP PPNI Jawa Barat selaku institusi yang telah
memberikan fasilitas sehingga dapat praktik di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa
Barat, terutama pembimbing mata kuliah keperawatan jiwa yaitu Masdum
Ibrahim, S. Kep., Ners, Lia Juniarni, Ners., M.Kep., Sp.Kep.J, Wini Hadiani,
S.Kp., M. Kep, dan Heni Purnama, S. Kep., Ners., MNS serta pihak-pihak di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat yang telah memberikan kesempatan untuk
dapat praktik dan melakukan seminar akhir sebagai syarat untuk menyelesaikan
praktik keperawatan jiwa II.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
dan masih banyak kekurangan yang mendasar. Oleh karena itu, penyusun
meminta agar pembaca dapat memeberikan kritik dan saran supaya menjadi lebih
baik dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, institusi,
maupun penyusun sendiri sehingga pelayanan keperawatan yang diberikan
diharapkan dapat meningkat.
Bandung, September 2017

Penyusun

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................1
DAFTAR ISI.....................................................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
A. Latar Belakang.......................................................................................................3
B. Rumusan Masalah..................................................................................................5
C. Tujuan....................................................................................................................5
D. Manfaat..................................................................................................................5
BAB II
LANDASAN TEORITIS.................................................................................................6
A. HALUSINASI.......................................................................................................6
1. Pengertian.........................................................................................................6
2. Rentang Respon Neurobiologi............................................................................6
3. Jenis-Jenis Halusinasi.........................................................................................8
4. Etiologi.............................................................................................................10
5. Tanda dan Gejala..............................................................................................14
6. Batasan Karakteristik Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran dan
Penglihatan...............................................................................................................15
7. Diagnosa Keperawatan.....................................................................................15
B. PERILAKU KEKERASAN...............................................................................29
1. Definisi Perilaku Kekerasan.............................................................................29
2. Etiologi.............................................................................................................30
3. Rentang Respon Marah....................................................................................33
4. Manifestasi Klinis............................................................................................35
5. Mekanisme Koping..........................................................................................36
C. DEFISIT PERAWATAN DIRI...........................................................................37
1. Pengertian.......................................................................................................38
2. Proses terjadinya defisit perawatan diri pada klien gangguan jiwa...........38
3. Pengkajian Keperawatan...............................................................................38
BAB III
TINJAUAN KASUS (PEMBAHASAN).......................................................................40
A. Pengkajian Keperawatan......................................................................................40
B. Daftar masalah keperawatan.................................................................................50
C. Intervensi keperawatan.........................................................................................51
D. Implementasi dan Evaluasi...................................................................................54
BAB IV
PENUTUP.......................................................................................................................55
A. Simpulan..............................................................................................................55
B. Saran....................................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................56

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2014) menyatakan bahwa
masalah kesehatan jiwa di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang sangat penting dan harus mendapat perhatian sungguh-sungguh dari
seluruh jajaran lintas sektor pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah
serta perhatian dari seluruh masyarakat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Yusuf, P.K, & Nihayati, 2015)
sehat adalah dalam keadaan bugar dan nyaman seluruh tubuh dan bagian-
bagiannya. Michael Kirk Patrick mendefinisikan orang yang sehat jiwa adalah
orang yang bebas dari gejala gangguan psikis, serta dapat berfungsi optimal
sesuai apa yang ada padanya. Selain itu, Clausen mengatakan bahwa orang
yang sehat jiwa adalah orang yang dapat mencegah gangguan mental akibat
berbagai stresor, serta dipengaruhi oleh besar kecilnya stresor, intensitas,
makna, budaya, kepercayaan, agama, dan sebagainya.
Data Riskesdas 2007 menunjukkan angka nasional gangguan jiwa nasional
gangguan mental emosional (kecemasan, depresi) pada penduduk pada usia
kurang lebih 15 tahun adalah 11,6% atau sekitar 19 juta penduduk. Sedangkan
dengan gangguan jiwa berat rata-rata sebesar 0,64% sekitar 1 juta penduduk.
Kerugian negara akibat gangguan jiwa ini sedikitnya mencapai Rp. 20 T.
Jumlah yang sangat besar dibandingkan dengan dana jamkesmas Rp. 5,1 T
dengan kerugian Rp. 6,2 T (Kemenkes, 2007 dalam Pratiwi, 2016).
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang
signifikan di dunia, termasuk Indonesia. Menurut WHO (2016), terdapat
sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta
terkena skizofrenia; serta 47,5 juta terkena demensia. Di Indonesia, dengan
berbagai faktor biologis, psikologis, dan sosial dengan keanekaragaman
penduduk maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah dan berdampak
pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk
jangka panjang (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional mempunyai
kesempatan paling besar untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya

3
pelayanan/asuhan keperawatan yang komprehensif dengan membantu klien
memenuhi kebutuhan dasar yang holistik (Hamid, 2009:1). Keperawatan
sebagai bagian intergral dari sistem kesehatan di Indonesia turut menentukan
dalam menanggulangi masalah kesehatan jiwa anak dan remaja (Hamid,
2009:96).
Klasifikasi diagnosis keperawatan pada pasien gangguan jiwa dapat
ditegakkan berdasarkan kriteria NANDA (North American Nursing Diagnosis
Association) ataupun NIC (Nursing Intervention Classification) NOC (Nursing
Outcome Classification). Untuk di Indonesia menggunakan hasil penelitian
terhadap berbagai masalah keperawatan yang paling sering terjadi di rumah
sakit jiwa. Hasil penelitian terakhir yaitu tahun 2005, didapatkan sepuluh
diagnosis keperawatan terbanyak yang paling sering ditemukan di rumah sakit
jiwa di Indonesia yaitu perilaku kekerasan, risiko perilaku kekerasan, gangguan
persepsi sensori: halusinasi, gangguan proses pikir, kerusakan komunikasi
verbal, risiko bunuh diri, isolasi sosial, kerusakan interaksi sosial, defisit
perawatan diri, dan harga diri rendah kronis. (Yusuf, P.K, & Nihayati, 2015:
10-11).
Halusinasi merupakan gangguan persepsi sensori dari suatu objek tanpa
adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh
panca indera (Yusuf, P.K, & Nihayati, 2015: 120) sedangkan perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain.
sering juga disebut gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang marah
berespon terhadap suatu stresor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol
(Yosep, 2010 dalam Damaiyanti & Iskandar, 2012).
Berdasarkan diagnosa yang paling sering terjadi di rumah sakit jiwa di
Indonesia serta peran keperawatan sebagai bagian intergral dari sistem
kesehatan di Indonesia yang turut menentukan dalam menanggulangi masalah
kesehatan jiwa anak dan remaja maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih
rinci tentang asuhan keperawatan jiwa di ruang Cendrawasih Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Jawa Barat dengan diagnosa gangguan sensori persepsi: halusinasi
pendengaran dan penglihatan.

4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut:
Bagaimana gambaran asuhan keperawatan pada Nn. K dengan diagnosa
gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran dan penglihatan.

C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu menggambarkan asuhan
keperawatan pada Nn. K dengan diagnosa gangguan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran dan penglihatan.

D. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat:
1. Bagi penyusun: dapat memperdalam pengetahuan tentang asuhan
keperawatan terkait gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran dan
penglihatan.
2. Bagi penderita: dapat meningkatkan kemampuannya untuk dapat
mengendalikan jiwanya sehingga dapat sembuh dari gangguan jiwanya.
3. Bagi rumah sakit: dapat dijadikan sebagai salah satu bahan acuan dalam
menentukan kebijakan operasional rumah sakit jiwa agar mutu pelayanan
keperawatan dapat ditingkatkan.
4. Bagi pembaca: dapat dijadikan sebagai pengetahuan dan masukan dalam
mengembangkan ilmu keperawatan di masa yang akan datang.

5
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. HALUSINASI
1. Pengertian
Menurut Damaiyanti & Iskandar, (2012) menyatakan halusinasi
adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan
sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghidupan. Klien merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada.
Sedangkan menurut Yosep, (2010) menyatakan bahwa halusinasi
adalah keadaan dimana pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak
ada. Pasien merasa ada suara padahal tidak ada stimulus suara. Melihat
bayangan orang atau sesuatu yang menakutkan padahal tidak ada
bayangan tersebut. Membaui bau-bauan tertentu padahal oranglain tidak
merasakan sensasi serupa. Merasakan pengecap sesuatu padahal tidak
sedang makan apapun. Merasakan sensasi rabaan padahal tidak ada
apapun dalam permukaan kulit.
Nihayati, Fitryasari, & Yusuf (2015), menyatakan bahwa halusinasi
adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh
pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang
pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau penciuman.
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah
gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya suatu
rangsangan. Halusinasi ini dimana suatu keadaan pasien merasakan
stimulus yang sebenarnya tidak ada.
2. Rentang Respon Neurobiologi

Respon Adaptif Respon Maladaftif


Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan pikir/ delusi
Persepsi akut Halusinasi
(pikiran kotor)
Emosi konsisten Prilaku disorganisasi
Ilusi
Dengan pengalaman Isolasi sosial
Reaksi emosi
Perilaku Sesuai

6
Hubungan sosial berlebihan atau
kurang
Perilaku aneh dan
tidak biasa
Menarik diri
a. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam
batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut, respon adaptif:
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2) Persepsi akut adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli.
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan.
b. Respon psikososial
Respon psikososial meliputi:
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indera.
3) Emosi berlebihan atau berkurang.
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran.
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi
dengan oranglain
c. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptif meliputi:
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial.

7
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati.
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.

3. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Damaiyanti & Iskandar (2012) halusinasi terdiri dari
delapan jenis. Penjelasan secara detail mengenai karakteristik dari setiap
jenis halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Halusinasi pendengaran (Auditif, Akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendengung atau suara
bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar
sebagau sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara
tersebut ditunjukan pada penderita sehingga tidak jarang penderita
bertengkar dan berdebat dengan suara-suara tersebut.
b. Halusinasi penglihatan (Visual, Optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik).
Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,
menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerkan.
c. Halusinasi penciuman (Olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan
dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau
dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai
suatu kombinasi moral.
d. Halusinasi pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastorik
lebih jarang dari halusinasi gustatorik.
e. Halusinasi perabaan (Taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak
dibawah kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis dan skizofrenia.
f. Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba.

8
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizoprenia dengan
waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.
g. Halusinasi kinistetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau
anggota badannya bergerak-gerak.
h. Halusinasi viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
1) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa
pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai
dengan kenyataannya yang ada. Sering pada skizofrenia dan
sindrome lobus parietalis. Misalnya sering merasa dirinya terpecah
dua.
2) Derealisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya
yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala
sesuatu yang dialami seperti dalam impian.
4. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Menurut Damaiyanti & Iskandar (2012) dalam Yosep (2010) faktor
predisposisi klien dengan halusinasi adalah:
1) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya: rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri
sejak kecil, mudah frustasi, tidak percaya diri, dan lebih rentan
terhadap stress.
2) Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya.
3) Faktor biologis
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan
dihasilkan sesuatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivasinya neurotransmitter otak.
4) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh

9
pada ketidak mampuan klien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya. Klien lebih memmilih kesenangan
sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
5) Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang
tua schizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.

b. Faktor Presipitasi
1) Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku
menarik diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan
serta tidak dapat membedakan keaadan nyata dan tidak nyata.
Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan
masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang
individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur
bio-psiko-sosio-spiritual. Sehingga halusinasi dapat dilihat dari
lima dimensi.
a) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,
demam hingga delirium (gangguan mental serius yang
menyebabkan penderita mengalami kebingungan parah dan
berkurangnya kesadaran terhadap lingkungan sekitar),
intoksikasi alkohol dan kesulitan tidur dalam waktu yang lama.
b) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang
tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi,
isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah
tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebut.
c) Dimensi intelektual

10
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan
fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan suatu hal yang
menmbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku
klien.
d) Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal
dan comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi
di alam nyata sangat membahayakan. Klien asik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan
harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi dijadikan kontrol oleh individu tersebut, sehingga
jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau oranglain
individu cenderung keperawatan klien dengan mengupayakan
suatu proses interaksi yang menmbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak
menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
e) Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan
jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri, ritme
sirkardiannya (jam tubuh yang mengatur untuk waktuya tidur
dan bangun) terganggu, karena ia sering tidak tidur malam dan
bangun sangat siang. saat terbangun mereka hampa dan tidak
jelas tujuan hidupnya. ia sering memaki takdir tetapi lemah
dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan
orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.

2) Tahapan halusinasi

11
Menurut Yosep (2010) menyatakan bahwa tahapan halusinasi
terdiri dari 5 tahap diantaranya:
a) Stage I: Sleep Disorder (Fase awal seseorang sebelum muncul
halusinasi), dimana klien merasa banyak masalah, ingin
menghindar dari lingkungan, takut diketahui oranglain bahwa
dirinya banyak masalah. Masalah semakin terasa sulit karena
berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat
narkoba, di khianati kekasih, masalah di kampus, PHK di
tempat kerja, penyakit, utang, nilai dikampus, drop out dsb.
Masalah terasa menekan karena terakumulasi sedangkan
support system kurang dan persepsi terhadap masalah sangat
buruk. Sulit tidur berlangsung terus-menerus sehingga terbiasa
mengkhayal. Klien menganggap lamunan-lamunan awal
tersebut sebagai pemecahan masalah.
b) Stage II: Comforting Moderate Level of Anxiety (Halusinasi
secara umum ia terima sebagai sesuatu yang alami), pasien
mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan
cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba
memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia
beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya dapat
ia kontrrol bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada
kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya.
c) Stage III: Condemning Severe Level of Anxiety (Secara umum
halusinasi sering mendatangi klien), pengalaman sensori klien
menjadi sering datang dan mengalami bias. Klien mulai merasa
tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga
jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien
mulai menarik diri dari oranglain dengan intensitas waktu yang
lama.
d) Stage IV:Controlling Severe Level of Anxiety (Fungsi sensori
menjadi tidak relevan dengan kenyataan), klien mencoba
melawan suara-suara atau sensory abnormal yang datang. klien

12
dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sini
lah dimulai fase gangguan psychotic.
e) Stage V: conguering panic level of anxiety (klien mengalami
gangguan dalam menilai lingkungannya), pengalaman
sensorinya terganggu, klien mulai merasa terancam dengan
datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat menuruti
ancaman atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya.
halusinasi dapat berlangsung selama minimal 4 jam atau
seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik.
terjadi gangguan psikotik berat.
5. Tanda dan Gejala
Menurut Damaiyanti & Iskandar (2012) dalam Hamid (2000), perilaku
klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Bicara sendiri
b. Senyum sendiri
c. Ketawa sendiri
d. Menggerakkan bibir tanpa suara
e. Pergerakan mata yang cepat
f. Respon verbal yang lambat
g. Berusaha untuk menghindari orang lain
h. Menarik diri dari orang lain
i. Berusaha untuk menghindari orang lain
j. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata
k. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik
l. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori
m. Sulit berhubungan dengan orang lain
n. Ekspresi muka tegang
o. Mudah tersinggung, jengkel dan marah
p. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
q. Tampak tremor dan berkeringat
r. Perilaku panik
s. Agitasi dan kataton
t. Curiga dan berusaha
u. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan
v. Ketakutan
w. Tidak dapat mengurus diri
x. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

6. Batasan Karakteristik Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran


dan Penglihatan

13
Batasan karakteristik klien dengan gangguan persepsi sensori:
Halusinasi pendengaran dan penglihatan:
a. Perubahan dalam pola perilaku
b. Perubahan dalam kemampuan menyelesaikan masalah
c. Perubahan dalam ketajaman sensori
d. Perubahan dalam respon yang biasa terhadap stimulus
e. Disorientasi
f. Halusinasi
g. Hambatan komunikasi
h. Iritabilitas
i. Konsentrasi buruk
j. Gelisah
k. Distorsi sensori.
7. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi Pendengaran dan Penglihatan
8. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama mahasiswa : Imanulhak

Nama pasien : Nn. K

No medrek : 067127

Hari : Jumat, 08 September 2017

Hari ke/ Pertemuan ke : 1/1

Fase : Orientasi

I. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
a. Do :
DS :
b. Diagnosa Keperawatan
-
c. Tujuan Keperawatan
-Untuk membina hubungan saling percaya antara klien dengan
perawat
d. Tindakan
-membina hubungan saling percaya antara klien dengan
perawat
2. Strategi Komunikasi Terapeutik
a. Orientasi

14
1) Salam terapeutik
assalamualaiku .wr. wb
2) Memperkenalkenalkan diri
de perkenalkan nama saya perawat L,sering di panggil ....
kalau nama Nn siapa dan sering dipanggil apa?
nah saya yang berdinas untuk 2 miggu kedepan dari tanggal
06-19 September 2017, jadi selama saya bertugas disini ade
jangan bosen yah buat ketemu dengan saya terus saya akan
mencoba untuk membantu masalah yang ada pada diri Nn. K
apa Nn.K keberatan?
Baiklah klo begitu besok kita akan berbincang bincang lagi
mengenai masalah yang dialami Nn.K , untuk waktunya Nn. K
mau jam berapa? Bagaimana kalau ketemu jam 9 kita
berbincang-bincang selama 10 menit, dan tempatnya mau
dimna? Oke kalau begitu kita besok ketemu jam 9 tempatnya
disini ya.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Imanulhak

Nama Pasien/Ruang : Nn. K/ Cendrawasih

No Medrek :067127

Hari/Tanggal : Sabtu, 09 September 2017

Hari ke/ Pertemuan ke: 2/2

Fase : Kerja (sp1)

I. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
DS :
a. klien mengatakan semalam mendengar suara yang mengajak Nn. K ayo
kita pulang
b. Klien mengatkan ibu mana?
DO :
a. klien tampak senang
b. klien tampak tersenyum-senyum

15
2. Diagnosa keperawatan
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi
3. Tujuan keperawatan
- Klien mengenali halusinasi yang dialaminya
- Klien dapat mengontrol halusinasinya
- Klien mengikuti program pengobatan secara optimal
4. Tindakan keperawatan
- Membantu klien mengenal halusinasi
- Membantu klien mengontrol halusinasi
II. Strategi komunikasi teurapeutik
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
Assalamualaikum, Selamat pagi
b. Memperkenalkan diri
perkenalkan saya Lelah Nursiah, panggil saya Lelah, mahasiswa dari
STIKep PPNI JABAR, saya bertugas di ruang cendrawasih hari ini dari
jam 07:00-14-00 siang,
Nama Nn.K siapa? Dan senang dipanggil apa?
c. Membuka pembicaraan dengan topik umum
Bagaimana perasaan Nn.K hari ini? Bagaimana semalam tidurnya
nyenyak? Tadi pagi kegiatan apa saja yang sudah dilakukan?
d. Evaluasi/validasi kontrak
Sesuai dengan perjanjian kemarin, kita akan berbincang-bincang tentang
perasaan yang sekarang dirasakan oleh Nn.K? Bagaimana kalau kita
berbincang-bincang selama 10 menit? Nn.K mau berbincang-bincang di
mana? Kalau disini bagaimana? Ok kalau mau disini.
2. Kerja
Apakah Nn.K suka mendengar suara-suara tanpa wujudnya? Lalu suara
itu mengatakan apa Nn.K?apakah terus menerus terdengar atau sewaktu-
waktu? Paling Nn.K mendengar suara itu kapan, apakah pagi, siang atau
malam? Terdengarnya berapa kali sehari? Kalau Nn.K mendengarkan
suara itu saat sedang melakukan apa? Kalau suara itu datang apa yang
Nn.K rasakan? Setelah itu apa yang akan dilakukan setelah mendengar
suara itu? apakah dengan melakukan itu suara masih terdengar?
Pasti suara itu mengganggu Nn.K ya? bagaimana kalau kita belajar untuk
menghilangkan suara-suara itu, agar tidak menggaggu Nn.K?
Ada empat cara Nn.K untuk menghilangkan suara-suara yang Nn.K
dengar, kita belajar cara yang pertama ya? Yang pertama dengan cara
menghardik suara tersebut Nn.K, menghardik itu adalah tindakan untuk

16
melawan dan mengusir suara-suara yang Nn.K dengar dan bayangan yang
Nn.K lihat. Caranya, saat suara itu muncul Nn.K langsung tutup mata,
telinga dan yakinkan dalam hati bahwa itu tidak nyata, dan katakan saya
tidak mau dengar. Suara itu bohong tidak nyata, sampai suara dan
bayangan itu tidak terdengar dan tidak terlihat.coba sekarang Nn.K
lakukan, kalau suara dan bayangan itu masih terdengar Nn.K lakukan
kembali cara yang telah tadi dilakukan. Nah begitu bagus Nn.K.

3. Terminasi
Bagaimana perasaan Nn.K setelah tadi latihan cara menghardik? Kalau
suara itu muncul kembali Nn.K bisa melakukan cara menghardik,
bagaimana kalau kita buat jadwal untuk latihan menghardik suara dan
bayangan yang Nn.K lihat? Nn.K mau kapan saja latihannya? Bagaimana
kalau dilakukannya sehari dua kali, seperti pagi dan malam? Baiklah,
untuk besok kita akan bertemu kembali untuk mengulang latihan pertama.
jam 10 pagi bagaimana? Baiklah, sampai jumpa besok.
Wassalamualaikum.

17
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama mahasiswa : Imanulhak

Nama Pasien /Ruang : Nn. K/cendrawasih

No Medrek : 067127

Hari atau Tanggal : Senin, 11 September 2017

Hari ke /Pertemuan ke: 4/4

Fase : kerja (Sp1)

I. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
DS:
a. Klien mengatakan melihat bayangan dan suara orang tuanya, mantan
pacarnya dan temannya diluar ruangan
b. Klien mengatakan bahwa klien melihat teman dekat, matan pacar dan
orang tuanya pada siang hari. Pada malam hari klien mendengar suara
orang tua
c. Klien mengatakan suara-sura itu mengatakan pergi-pergi, kenapa kamu
nyuruh aku pergi, kamu saja yang pergi

DO:
a. Klien terlihat sedih, senang, melihat pada satu arah dan berbicara sendiri.
b. Klien kadang-kadang mengalami bloking pada saat sedang membicarakan
topik, tiba-tiba berhenti dan melanjutkan kembali dengan topik yang
berbeda.
2. Diagnosa keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi penglihatan dan pendengaran
3. Tujuan keperawatan
- Klien mengenali halusinasi yang dialaminya
- Klien dapat mengontrol halusinasinya
- Klien mengikuti program pengobatan secara optimal

4. Tindakan keperawata
- Membantu klien mengenal halusinasi
- Membantu klien mengontrol halusinasi

18
II. Strategi komunikasi terapeutik
1. Orientasi
Assalamualaikum Nn.K, masih kenal dengan saya? Bagaimana
perasaannya hari ini? Nn. K sudah mandi hari ini? Apakah bisikan-
bisikannya masih sering terdengar? Bagaimana dengan bayangannya?
Apakah masih sering muncul? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita
latih? Berkurangkah suara-suara dan bayangannya? Jika belum, ayo kita
latih cara yang kemarin saya ajarkan ya, dengan cara menghardik.
2. Kerja
Bagaimana Nn.K masih mendengar suara-suara dan melihat bayangan-
bayangan yang suka muncul? Ayo Nn.K kita praktikan kembali latihannya
tutup mata, tutup telinga dan yakinkan dalam hati bahwa itu tidak nyata,
dan katakan saya tidak mau dengar. Suara itu bohong tidak nyata,sampai
suara dan bayangan itu tidak terdengar dan tidak terlihat. Coba sekarang
Nn.K lakukan, kalau suara dan bayangan itu masih terdengar Nn.K
lakukan kembali cara yang telah tadi kita latih.. Nah bagus Nn.K.
3. Terminasi
Bagaimana perasaan Nn.K setelah tadi latihan cara menghardik? Kalau
suara itu muncul kembali, Nn.K bisa melakukan cara menghardik.
Bagaimana kalau besok kita jadwalkan kembali untuk mengulang latihan
menghardik suara dan bayangan yang Nn.K lihat? dilakukannya sehari tiga
kali, seperti pagi, siang dan malam ya? Nah, untuk besok kita akan
melanjutkan latihan ke latihan kedua ya, yaitu bercakap-cakap. Bagaimana
kalau besok kita latihannya disini saja? Mau berapa lama kita latihan cara
yang kedua? Bagaimana kalau kita berlatih selama sepuluh menit dimulai
pada jam 1 siang? Baiklah, sampai jumpa besok. Wassalamualaikum.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

19
Nama mahasiswa : Imanulhak

Nama Pasien /Ruang : Nn.K/ R. Cendrawasi

No Medrek : 067127

Hari atau Tanggal : Selasa, 12 September 2017

Hari ke /Pertemuan ke: 5/5

Fase : kerja (Sp2)

I. Proses keperawatan

1. Kondisi klien

DS:
Klien mengatakan pernah melakukan aniaya fisik dengan memukul ibunya
DO:
Klien terlihat mundar-mandir, tatapan mata klien tajam
2. Diagnosa keperawatan
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi

3. Tujuan keperawatan

- Klien mengenali halusinasi yang dialaminya


- Klien dapat mengontrol halusinasinya
- Klien mengikuti program pengobatan secara optimal

4. Tindakan keperawata

- Membantu klien mengenal halusinasi


- Membantu klien mengontrol halusinasi

II. Strategi komunikasi terapeutik


1. Orientasi

20
Assalamualaikum Nn.K, masih kenal kan sama saya? Iya benar Nn.K
saya Lelah. Bagaimana perasaannya hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?
Berkurangkah suara-suaranya? Jika sudah, maka sesuai dengan perjanjian
kemarin hari ini kita akan melakukan latihan yang kedua yaitu bercakap-
cakap.
2. Kerja
Bagaimana Nn.K masih mendengar suara-suara dan melihat bayangan-
bayangan yang suka muncul? Nn. K masih ingat latihan yang kemarin kita
lakukan? Coba peragakan, saya ingin tahu. Wah.. bagus Nn. K masih ingat
dengan latihan cara menghardik. Bagaimana kalau kita lanjutkan ke cara
kedua dengan berbincang dengan orang lain? Caranya apabila nanti Nn.K
mendengar suara-suara atau bayangan yang muncul, Nn. K bisa mencoba
mengajak teman atau orang disekitar untuk mengobrol dengan Nn. K
supaya bisa teralihkan dari bisikan-bisikan dan bayangan-bayangan yang
muncul. Nanti Nn.K bisa bilang tolong ngobrol dengan saya, saya
sekarang mendengar bisikan-bisikan atau melihat bayangan-bayangan.
Coba sekarang Nn. K praktikkan kepada saya. Iya begitu, bagus.
3. Terminasi
Bagaimana perasaan Nn.K setelah kita latihan cara kedua dengan
berbincang dengan orang lain? Kalau suara atau bayangan itu muncul lagi,
Nn.K bisa melakukan yang tadi sudah kita latih dan jangan lupa juga
dengan cara pertama yang kemarin. Bagaimana kalau kita masukkan 2
latihan yang sudah kita pelajari ke kegiatan harian Nn.K? Bagaimana
kalau 2 kali dalam sehari saja? Nn. K mau pukul berapa saja? Bagaimana
kalau jam 9 pagi dan jam 4 sore? Nah, untuk besok kita akan bertemu
kembali untuk mengulang latihan kedua. Bagaimana kalau kita berbincang
lagi besok di tempat ini lagi? Setuju? Untuk jamnya jam 10 pagi saja
gimana? Baik kalau bergitu sampai jumpa besok. Wassalamualaikum.

21
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama mahasiswa : Imanulhak

Nama Pasien /Ruang :Nn.K/Cendrawasih

No Medrek : 067127

Hari atau Tanggal : Rabu, 13 September 2017

Hari ke /Pertemuan ke: 5/5

Fase : kerja (Sp2)

I. Proses keperawatan

1. Kondisi klien

DS:
a. Klien mengatakan kepalanya gatal
b. Klien mengatakan bahwa rambutnya banyak ketombe

DO:
a. Klien terlihat menggaruk-garuk kepala
b. Rambut klien terlihat berantakan
2. Diagnosa keperawatan
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi

3. Tujuan keperawatan

- Klien mengenali halusinasi yang dialaminya


- Klien dapat mengontrol halusinasinya
- Klien mengikuti program pengobatan secara optimal

4. Tindakan keperawata

- Membantu klien mengenal halusinasi


- Membantu klien mengontrol halusinasi

II. Strategi komunikasi terapeutik

22
1. Orientasi
Assalamualaikum Nn.K, masih kenal kan sama saya? Iya benar Nn.K
saya Iman. Bagaimana perasaannya hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih? Berkurangkah
suara-suaranya? Jika belum, maka sesuai dengan perjanjian kemarin, hari
ini kita akan berlatih lagi latihan yang kedua yaitu bercakap-cakap.
2. Kerja
Nn.K masih mendengar suara-suara dan melihat bayangan-bayangan
yang suka muncul? Nn. K masih ingat latihan yang kemarin kita lakukan?
Jika belum, mari kita pelajari lagi. Caranya apabila nanti Nn.K mendengar
suara-suara atau bayangan yang muncul, Nn. K bisa mencoba mengajak
teman atau orang disekitar untuk mengobrol dengan Nn. K supaya bisa
teralihkan dari bisikan-bisikan dan bayangan-bayangan yang muncul.
Nanti Nn.K bisa bilang tolong ngobrol dengan saya, saya sekarang
mendengar bisikan-bisikan atau melihat bayangan-bayangan. Coba
sekarang Nn. K praktikkan kepada saya. Nah, bagus. Sekarang Nn. K
sudah bisa.
4. Terminasi
Bagaimana perasaan Nn.K setelah kita latihan cara kedua dengan
berbincang dengan orang lain? Kalau suara atau bayangan itu muncul lagi,
Nn.K bisa melakukan yang tadi sudah kita latih dan jangan lupa juga
dengan cara pertama yang kemarin. Apakah jadwal latihan yang kita buat
selalu dilakukan oleh Nn.K? Jika iya, pertahankan hingga bisikan-bisikan
dan bayangan-bayanagan yang muncul bisa hilang. Oh ya, untuk besok
kita akan bertemu kembali untuk membahas cara ketiga yaitu melakukan
aktivitas terjadwal untuk mengontrol halusinasi. Tempatnya mau dimana?
bagaimana kalau disini lagi? Untuk jamnya bagaimana kalau jam 2 siang?
Oke, besok kita ketemu lagi disini ya. Sampai jumpa. Wassalamualaikum.

23
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama mahasiswa : Imanulhak

Nama Pasien /Ruang : Nn. K

No Medrek :067127

Hari atau Tanggal : Kamis, 14 September 2017

Hari ke /Pertemuan ke: 6/6

Fase : kerja (Sp2)

I. Proses keperawatan

1. Kondisi klien

DO:
a. Klien tampak melamun
b. Klien tampak murung
DS:
a. klien mengatakan kalau ada mamah kasih tau Nn.K
b. klien mengatakan ingin pulang
2. Diagnosa keperawatan
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi
3. Tujuan keperawatan
- Klien mengenali halusinasi yang dialaminya
- Klien dapat mengontrol halusinasinya
- Klien mengikuti program pengobatan secara optimal

4. Tindakan keperawatan

- Membantu klien mengenal halusinasi


- Membantu klien mengontrol halusinasi

II. Strategi komunikasi terapeutik


1. Orientasi

24
Assalamualaikum Nn.K, masih kenal kan sama saya? Iya benar Nn.K
saya Lelah. Bagaimana perasaannya hari ini? Apakah suara-suaranya
masih ada? Coba sebutkan latihan apa saja yang sudah dipelajari? Apakah
sudah dipakai cara yang telah kita latih? Mari kita latihan kembali cara
yang ke dua yaitu, bercakap-cakap.

2. Kerja
Nn. K masih ingat latihan yang kemarin kita lakukan? Jika belum, mari
kita pelajari lagi. Caranya apabila nanti Nn.K mendengar suara-suara atau
bayangan yang muncul, Nn. K bisa mencoba mengajak teman atau orang
disekitar untuk mengobrol dengan Nn. K supaya bisa teralihkan dari
bisikan-bisikan dan bayangan-bayangan yang muncul. Nanti Nn.K bisa
bilang maaf ajak saya ngobrol, saya sekarang mendengar bisikan-bisikan
atau melihat bayangan-bayangan. Coba sekarang Nn. K praktikkan
kepada saya. Nah, bagus. Sekarang Nn. K sudah bisa.

3. Terminasi
Bagaimana perasaan Nn.K setelah kita latihan cara kedua dengan
berbincang dengan orang lain? Kalau suara atau bayangan itu muncul lagi,
Nn.K bisa melakukan latihan yang kita ajarkan dan jangan lupa juga
dengan cara pertama yang kemarin. Apakah jadwal latihan yang kita buat
selalu dilakukan oleh Nn.K? Jika iya, pertahankan hingga bisikan-bisikan
dan bayangan-bayanagan yang muncul bisa hilang. Oh ya, untuk besok
kita akan bertemu kembali untuk membahas cara ketiga yaitu melakukan
aktivitas terjadwal untuk mengontrol halusinasi. Tempatnya mau dimana?
bagaimana kalau disini lagi? Untuk jamnya bagaimana kalau jam 2 siang?
Bagaimana kalau kita berbincang-bincang selama sepuluh menit? Oke,
besok kita ketemu lagi disini ya. Sampai jumpa. Wassalamualaikum.

B. PERILAKU KEKERASAN
1. Definisi Perilaku Kekerasan
Menurut Damaiyanti & Iskandar (2012:95), Perilaku kekerasan
adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi tersebut maka

25
perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam
dua bentuk, yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau
perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
Perilaku kekerasan merupakan respons terhadap stressor yang
dihadapi oleh seseorang, yang ditunjukkan dengan perilaku aktual
melakukan kekerasan baik pada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan, secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai
orang lain secara fisik maupun psikologis (berkowitz, 2000 dalam Yosep,
2010:245).
Sedangka menurut Yosep (2010) dalam Damaiyanti & Iskandar
(2012:95), Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun oranglain. Sering juga disebut gaduh gelisah atau
amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkenal.
Maka dapat disimpulkan, bahwa perilaku kekerasan merupakan
suatu bentuk perilaku berupa tindakan yang bertujuan melukai diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan yang bisa dilakukan secara verbal maupun
secara fisik.
2. Etiologi
a) Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2010:245), faktor predisposisi klien dengan perilaku
kekerasan adalah:
1) Teori biologik
(a) Neurologic factor, beragam komponen dari sistem syaraf
seperti synap, neurotransmitter, dendrit, axon terminalis
mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan
dan pesan-pesan yang akan mempengaruhi sifat agresif. Sistem
limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timblnya perilaku
bermusuhan dan respon agresif.
(b) Genetic factor, adanya faktor gen yang diturunkan melalui
orang tua, menjadi potensi perilaku agresif. Menurut riset
Kuzao Murakami (2007) dalam gen manusia terdapat

26
dormant (potensi) agresif yang sedang tidur dan akan bangun
jika terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut penelitian
genetik tipe karyo type XYY, pada umumnya dimiliki oleh
penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang
tersangkut hukum akibat perilaku agresif.
(c) Cycardian Rhytm (irama sikardian tubuh), memegang peranan
pada individu. Menurut penelitian pada jam-jam tertentu
manusia mengalami peningkatan cortisol terutama pada jam-
jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan menjelang
berakhirnya pekerjaan sekitar jam 9 dan jam 13. Pada jam
tertentu orang lebih mudah terstimulasi untuk bersikap agresif.
(d) Biochemistry factor (faktor biokimia tubuh) seperti
neurotransmiter di otak (epinephrin, norepinephrin, dopamin,
asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam penyampaian
informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh, adanya
stimulus dari luar tubuh yang dianggap mengancam atau
membahayakan akan dihantarkan melalui impuls
neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui serabut
efferent. Peningkatan hormon androgen dan norepinephrin
serta penurunan serotonin dan GABA pada cairan cerebrospinal
vertebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku
agresif.
(e) Brain area disoreder, gangguan pada sistem limbik dan lobus
temporal, sindrom otak organik, tumor otak, penyakit
ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.

2) Teori Psikologik
(a) Teori psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat
tumbuh kembang seseorang (life span history). Teori ini
menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara usia
0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan

27
pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung
mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa
sebagai kompensasi adanya ketidakpercayaan pada
lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman
dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri yang rendah. Perilaku agresif dan tindak kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri perilaku tindak
kekerasan.
(b) Imitation, modeling, and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang
dalam lingkungan yang menolelir kekerasan. Adanya contoh,
model dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan
sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut.
Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk
menonton tayangan pemukulan pada boneka dengan reward
positif (makin keras pukulannya akan diberi coklat), anak lain
menonton tayangan cara mengasihi dan mencium boneka
tersebut dengan reward positif pula (makin baik belaiannya
mendapat hadiah coklat). Setelah anak-anak keluar dan diberi
boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai dengan
tontonan yang pernah dialaminya.
(c) Learning theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu
terhadap lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana
respon ayah saat menerima kekecewaan dan mengamati
bagaimana respons ibu saat marah. Ia juga belajar bahwa
dengan agresivitas lingkungan sekitar menjadi peduli, bertanya,
menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya eksis dan patut
untuk di perhitungkan.
3) Teori Sosikultural
Dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang
receh, sesaji atau kotoran kerbau dikeraton, serta ritual-ritual yang

28
cenderung mengarah pada kemusyrikan secara tidak langsung turut
memupuk sikap agresif dan ingin menang sendiri. Kontrol
masyarakat yang rendah dan kecederungan menerima perilaku
kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat
merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan. Hal
ini dipicu juga dengan maraknya deminstrasi, film-film kekerasan,
mistik, tahayul dan perdukunan (santet, teluh) dalam tayangan
televisi.
4) Aspek Religiusitas
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresifitas
merupakan dorongan dan bisikan syetan yang sangat menyukai
kerusakan agar manusia menyesal (devil support). Semua bentuk
kekerasan adalah bisikan syetan melalui pembuluh darah ke
jantung, otak dan organ vital manusia lain yang dituruti manusia
sebagai bentuk konvensasi bahwa kebutuhan dirinya terancam dan
harus segera dipenuhi tetapi tanpa melibatkan akal (ego) dan
norma agama (super ego).

b) Faktor Presipitasi
Menurut Yosep (2010:247), faktor-faktor yang dapat mencetuskan
perilaku kekerasan seringkali berkaitan dengan:
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian massal dan sebagainya.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengkonsumsikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan kekersan dalam menyelesaikan konflik.
4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya. dan
ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai seorang yang
dewasa.

29
5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat
dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap
perkembangan keluarga.
3. Rentang Respon Marah
Menurut Yosep (2010) dalam Damaiyanti & Iskandar (2012:95), perilaku
kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang
dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan terebut merupakan suatu
bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang yang
mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia tidak
setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau
diremehkan. Retang respon kemarahan individu dimulai dari respon normal
(asertif) sampai pada respon sangat tidak normal (maladaptif).

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


Klien mampu Klien gagal Klien merasa Klien Perasaan
mengungkap mencapai tidak dapat mengekspresi marah dan
kan marah tujuan mengungkapka kan secara bermusuhan
tanpa kepuasan/ n perasaannya, fisik, tapi yang kuat dan
menyalahkan saat marah tidak berdaya masih hialng control,
orang lain dan tidak dan menyerah. terkontrol, disertai amuk,
dan dapat mendorong merusak
memberikan menemukan orang lain lingkungan.
kelegaan. alternatifnya. dengan
ancaman.

Gambar 2.1 Rentang Respon Marah


Keterangan:
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas

30
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut, respon adaptif:
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2) Persepsi akurat adalah pandangan ang tepat pada kenyataan
3) Emiso konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli.
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan.

b. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, adapun respon tidak normal (maladaptif) meliputi:
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan secara kokoh dipertahankan
walapun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial.
2) Perilaku kekerasan merupakan status tentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentu fisik.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang tibul dari
hati.
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Yosep (2010:250) tanda dan gejala perilaku kekerasan, antara
lain:
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Wajah memerah dan tegang
6) Postur tubuh kaku
7) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus

31
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/ orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/ orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/ agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntu.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

5. Mekanisme Koping
Menurut Stuart dan Laraia (2001) dalam Damaiyanti & Iskandar
(2012:103), mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain:
a. Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya
di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melapiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok, dan sebagainya, tujuannya untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
c. Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau
membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seorang anak yang

32
sangat benci pada orang tuanya yang tidak di sukainya. Akan tetapi
menurut ajaran atau didikan yang di terimanya sejak kecil bahwa
membenci orang tua meruopakan hal yang tidak baik dan di kutuk oleh
tuhan, sehingga perasaan benci itu di tekannya dan akhirnya ia dapat
melupakannya.
d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila di
ekspresikan, dengan melebih-lebihkan, sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang
yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang
tersebut dengan kasar.
e. Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang
pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya anak berusia
4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya
karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-
perangan dengan temannya.

C. DEFISIT PERAWATAN DIRI


1. Pengertian
Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami
kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk
mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau napas, bau
badan, dan penampilan tidak rapi. Defisit perawatan diri merupakan salah
satu masalah yang timbul pada pasien gangguan jiwa. Pasien gangguan
jiwa kronis sering mengalami ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini
merupaka keadaan gejala perilaku negatif dan menyebabkan pasien
dikucilkan baik dalam keluarga maupun masyarakat.

2. Proses terjadinya defisit perawatan diri pada klien gangguan jiwa


Kurangnya perawatan diri pada klien dengan gangguan jiwa terjadi
akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk
melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri
tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara

33
mandiri, berhias secara mandiri dan toileting (buang air besar dan buang
air kecil) secara mandiri.

3. Pengkajian Keperawatan
a. Gangguan kebersihan diri ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor,
kulit berdaki dan bau, serta kuku panjang dan kotor.
b. Ketidakmampuan berhias atau berdandan ditandai dengan rambut
acak-acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pasien
laki-laki tidak bersyukur, serta pada pasien tidak berdandan.
c. Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan
tidak pada tempatnya.
d. Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri ditandai dengan
BAB/BAK tidak pada tempatnya serta tidak membersihkan diri dengan
baik setelah BAB/BAK.

4. Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri : kebersihan diri, makan, berdandan dan BAK/BAK.

34
BAB III
TINJAUAN KASUS (PEMBAHASAN)
RUANG RAWAT : RUANG CENDRAWASIH

A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama : Nn. K
Umur : 19 Tahun
Jenis Kelamin :P
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Agama : Islam
Suku/ bangsa : Sunda / Indonesia
Pendidikan : Madrasah Aliyah (MA)
Status Marital : Belum Menikah
No. RM : 067127
Diagnosa Medis : Skizofrenia Hebefrenik
Tanggal Masuk : 18 Agustus 2017
Tanggal Pengkajian : 08 September 2017
Alamat : Kp. Tambak Jaya Rt.01/Rw.12 Kelurahan
Pamengpeuk Kec. Pamengpeuk Kab. Garut
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. R
Umur : 45 Tahun
Pekerjaan : PNS (Guru)
Hubungan dengan klien : Ibu Kandung
Alamat : Kp. Tambak Jaya Rt.01/Rw.12
Kelurahan Pamengpeuk Kec.
Pamengpeuk Kab. Garut

35
2. Alasan Masuk
Pada tanggal 18 Agustus 2017, klien dibawa ke Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Jawa Barat oleh keluarganya. Menurut rekam medis didapatkan
bahwa 1 minggu sebelum masuk rumah sakit jiwa klien mengamuk,
marah-marah, memukuli ibunya, kurang tidur, kurang makan, mondar-
mandir, curiga, dan bicara kacau.
Pada saat dikaji pada tanggal 8 September 2017, klien sering
mendengar suara ibu, dan bapak yang menyuruh untuk menemui mereka.
Klien juga suka mendengar suara-suara yang menyuruh dia untuk pergi
dan sering melihat orang tua, mantan pacar, dan teman-temannya.
Masalah Keperawatan: - Resiko Perilaku Kekerasan
- Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
Pendengaran dan Penglihatan
3. Faktor Predisposisi
a. Klien mengalami gejala gangguan jiwa sejak 4 tahun yang lalu atau
sekitar tahun 2013, seperti marah- marah tanpa sebab.
b. Sebelumnya klien belum pernah dirawat di rumah sakit, keluarga
hanya mengobati klien ke paranormal.
c. Riwayat aniaya fisik, seksual, penolakan, kekerasan dalam keluarga,
dan tindakan kriminal.
1) Riwayat aniaya fisik
Klien tidak pernah mengalami aniaya fisik baik sebagai pelaku,
korban, ataupun saksi.
2) Riwayat aniaya seksual
Klien dan keluarga tidak pernah mengalami aniaya seksual baik
sebagai pelaku, korban atau saksi.
3) Penolakan
Klien dan keluarga tidak pernah mengalami penolakan baik
sebagai pelaku, korban atau saksi.

4) Kekerasan dalam keluarga


Klien dan keluarga tidak pernah mengalami kekerasan dalam
keluarga baik sebagai pelaku, korban atau saksi.
5) Tindakan Kriminal
Klien dan keluarga tidak pernah mengalami tindakan kriminal baik
sebagai pelaku, korban atau saksi.

36
Masalah Keperawatan: Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi
Dengar
6) Keluarga klien mengatakan di dalam anggota keluarga, tidak ada
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Tidak ada gejala
gangguan jiwa pada setiap anggota keluarga dan tidak ada anggota
keluarga yang memiliki riwayat pengobatan atau perawatan jiwa.
7) Keluarga klien mengatakan pada usia 13 tahun, klien pernah
mempunyai masalah dengan teman sekolahnya dan klien selalu
dikucilkan oleh teman-teman sekolahnya, klien mengalami
masalah percintaan dengan pacarnya dan klien mengalami
kekangan dari keluarganya.
Masalah Keperawatan : Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi
4. Faktor Presipitasi
Menurut keluarga, satu minggu yang lalu klien pernah melakukan aniaya
fisik (memukul) kepada ibunya.
Masalah Keperawatan: Resiko Perilaku Kekerasan
5. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital:
Tekanan Darah : 110/80mmHg
Nadi : 80 /menit
Suhu : 36 C
Pernapasan : 20 /meni
Berat badan : 83 kg
Tinggi badan : 153 cm

b. Keluhan fisik : Tidak ada masalah fisik


6. Psikososial
a. Genogram

37
Penjelasan :
Klien merupakan anak pertama dari ke dua bersaudara. Kakek dan
nenek dari ayak klien telah meninggal dunia. pada saat ini seluruh
keluarga klien dalam keadaan sehat.
b. Pola Asuh
Keluarga klien mengatakan kedua orangtua klien menggunakan
pola asuh yang bersifat otoriter, di mana orangtua klien selalu
memaksakan kehendaknya kepada klien. Tetapi, klien menerima
kondisi tersebut.
c. Pola Komunikasi
Klien mengatakan dari sejak kecil klien seseorang yang ceria, klien
selalu mengatakan yang diinginkan kepada ibu dan teman-
temannya.
d. Pola pengambilan keputusan
Klien selalu dilibatkan dalam pengambilan keputusan, namun
pengambilan keputusan akhir selalu ditentukan oleh orangtuanya.

e. Konsep diri
1) Gambaran diri
Klien mengatakan menyukai seluruh bagian tubuhnya karena
itu merupakan anugerah dari Allah SWT.
2) Identitas Diri
Klien menyadari dirinya sebagai seorang perempuan dan
berpenampilan sesuai dengan identitas nya.
3) Peran
Klien berperan sebagai anak ke satu dari dua bersaudara (kakak
dari adiknya).
4) Ideal diri
Harapan klien ingin cepat sembuh, cepat pulang dan
melanjutkan kegiatan sehari-hari.
5) Harga Diri
Klien merasa percaya diri ketika berbaur dengan orang lain.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
f. Hubungan Sosial
1) Orang yang berarti
Klien mengatakan orang yang paling dekat dengan klien adalah
ibunya.
2) Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat

38
Klien mengatakan pada saat di rumah selalu mengikuti
kegiatan seperti pengajian, dan karang taruna.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah
g. Spiritual
1) Nilai dan keyakinan
Klien beragama islam dan tidak pernah berhenti berdoa untuk
kesembuhan dirinya, klien dan keluarga percaya bahwa klien
dapat sembuh jika dapat menghilangkan pikiran negatifnya.

2) Kegiatan ibadah
Kegiatan ibadah yang dilakukan klien yaitu klien
melaksanakan shalat 5 waktu, mengaji, dan berdoa.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah
7. Status Mental
a. Penampilan
Klien banyak ketombe, dan jarang menyisir rambutnya serta sering
BAK/ BAB di kasur.
Masalah keperawatan: Defisit Perawatan Diri
b. Pembicaraan
Klien berbicara cepat, selalu mengulang apa yang dibicarakan. Klien
mau menjawab pertanyaan dengan singkat dan kadang berbelit-belit
serta berbicara sendiri.
Masalah keperawatan: Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
Pendengaran
c. Aktifitas Motorik
Gelisah, klien terlihat mondar-mandir, bicara dan senyum-senyum
sendiri serta kadang seperti melihat sesuatu.
Masalah keperawatan: Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
Penglihatan
d. Alam perasaan
Klien tampak sedih, ketika merasa melihat orangtuanya dan mantan
pacar.
Masalah keperawatan: Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
Penglihatan
e. Afek
Respon klien labil, mudah marah, sedih, dan tertawa.
Masalah keperawatan: Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
f. Interaksi selama wawancara

39
Kontak mata terkadang tidak fokus, klien hanya menatap beberapa
saat lalu memalingkan kembali pandangannya, tatapan mata tajam.
Masalah keperawatan: Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
g. Persepsi
Klien mengatakan pada malam hari mendengar suara orangtuanya dan
klien mengatakan pada siang hari melihat teman dekat, mantan pacar,
dan orangtuanya.
Masalah Keperawatan: Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
Pendengaran
h. Proses pikir
Proses pikir blocking, klien dapat menyebutkan masalahnya namun
terkadang berhenti ditengah-tengah pembicaraan.
Masalah Keperawatan: Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
i. Isi Pikir
Klien tidak memiliki keyakinan-keyakinan yang tidak wajar, seperti
obsesi, phobia, hipokondria dan depersonalisasi.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
j. Tingkat kesadaran
Klien tampak bingung
Masalah keperawatan: Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
k. Memori
Klien memiliki memori yang cukup baik, klien dapat mengingat
kejadian masa lalunya yang menyenangkan dan tidak menyenangkan.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah
l. Tingkat Konsentrasi dan berhitung
Pada saat pengkajian klien mampu berhitung jumlah orang yang
ada di ruangannya. Klien tidak mampu berkonsentrasi dengan baik
karena selalu meminta pertanyaan diulang karena perhatiannya mudah
beralih.
Masalah keperawatan: Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
penglihatan dan Pendengaran

m. Kemampuan penilaian
Klien dapat mengambil keputusan sederhana dengan bantuan orang
lain seperti kembali ke tempat tidur setelah makan atau membiarkan
alat makan tidak di rapihkan. Klien memilih merapihkan alat makan
terlebih dahulu sebelum kembali ke tempat tidur.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

40
n. Daya tilik diri
Klien menyadari bahwa dirinya menderita penyakit dan dirawat di
Rumah Sakit Jiwa.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
8. Kebutuhan Persiapan Pulang
a. Makan
Klien makan 3x sehari, pagi, siang, sore dan minum kurang lebih 7
gelas perhari dan dilakukan secara mandiri.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
b. BAB/BAK
Klien BAB 1x sehari dan BAK kurang lebih 5x sehari klien
melakukannya terkadang di kasur.
Masalah keperawatan : Defisit perawatan diri
c. Mandi
Klien mandi 1x sehari, menggosok gigi 1x sehari dengan motivasi dan
dilakukannya secara mandiri.
Masalah keperawatan : Defisit Perawatan Diri
d. Bepakaian
Klien mampu berpakaian sendiri dengan bantuan minimal.
Masalah keperawatan : Defisit Perawatan Diri
e. Istirahat tidur
Tidur siang : Pukul 14.15-15.00 WIB
Tidur Malam : Pukul 20.00-05.00 WIB

f. Penggunaan Obat
Klien mampu mengkonsumsi obat secara mandiri, klien memerlukan
bantuan minimal berupa pengawasan minum obat.
g. Pemeliharaan kesehatan
1) Klien memerlukan perawatan lanjutan agar kondisi stabil
2) Klien memerlukan perawatan pendukung untuk meningkatkan
kesehatannya dengan dukungan keluarga.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
h. Kegiatan didalam rumah
1) Klien mampu mempersiapkan makanan dan membereskan alat
makan
2) Klien mampu mencuci pakaian sendiri
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
i. Kegiatan diluar rumah

41
1) Klien mengatakan ingin kembali lagi melakukan aktivitas, seperti
pengajian dan berorganisasi.
2) Klien mengatakan ingin melanjutkan sekolahnya kembali
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

9. Mekanisme koping
Klien dapat mengatasi masalah dengan bercerita kepada orang tua dan
teman-temannya
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

Masalah Psikososial dan lingkungan: Klien mengatakan tidak mengetahui


tentang penyakit jiwa, faktor koping yang salah ada masalah dan
mengetahui bahwa dirinya sedang dalam pengobatan.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
10. Aspek Medik
Diagnosa Medik : Skizofrenia Hebipren
Terapi Medik : Haloperidol 5mg 1.0.1
Trihexipenidil 2mg 1.0.1
Clozapin 25mg 0.0.1
11. Analisa Data
No Data Masalah Keperawatan

1. DS: Gangguan Persepsi


1. klien mengatakan sering mendengar suara Sensori: Halusinasi
ibu, dan bapak yang menyuruh untuk Penglihatan dan
menemui mereka. Pendengaran
2. Klien juga mengatakan suka mendengar
suara-suara yang menyuruh dia untuk
pergi dan sering melihat orang tua,
mantan pacar, dan teman-temannya.
3. Empat tahun yang lalu, klien suka marah-
marah tanpa sebab.

42
4. Keluarga klien mengatakan pada usia 13
tahun, klien pernah mempunyai masalah
dengan teman sekolahnya dan klien selalu
dikucilkan oleh teman-teman sekolahnya,
klien mengalami masalah percintaan
dengan pacarnya dan klien mengalami
kekangan dari keluarganya.
5. Klien mengatakan pada malam hari
mendengar suara orangtuanya dan klien
mengatakan pada siang hari melihat teman
dekat, mantan pacar, dan orangtuanya.

DO :
1. Klien berbicara cepat, selalu mengulang
apa yang dibicarakan. Klien mau
menjawab pertanyaan dengan singkat dan
kadang berbelit-belit serta berbicara
sendiri.
2. Klien mengatakan pada malam hari
mendengar suara orangtuanya dan klien
mengatakan pada siang hari melihat teman
dekat, mantan pacar, dan orangtuanya.
3. Kontak mata terkadang tidak fokus, klien
hanya menatap beberapa saat lalu
memalingkan kembali pandangannya,
tatapan mata tajam.
4. Gelisah, klien terlihat mondar-mandir,
bicara dan senyum-senyum sendiri serta
kadang seperti melihat sesuatu.
5. Klien berbicara cepat, selalu mengulang
apa yang dibicarakan. Klien mau
menjawab pertanyaan dengan singkat dan

43
kadang berbelit-belit serta berbicara
sendiri.

B. Daftar masalah keperawatan


1. Resiko perilaku kekerasan
2. Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran dan penglihatan
3. Defisit perawatan diri

44
KRITERIA
TANGGAL DIAGNOSA TUJUAN UMUM INTERVENSI RASIONAL
EVALUASI
08/09/ 2017 Gangguan sensori Klien mengenali Klien dapat SP 1 Pasien: Untuk mengetahui
persepsi: halusinasi halusinasi: dengan menyebutkan Membantu isi, frekuensi, dan
pendengaran dan cara membina isi, frekuensi, pasien waktu terjadinya
penglihatan hubungan saling waktu, mengenali halusinasi
percaya timbulnya halusinasi
halusinasi

45
Klien dapat Klien dapat Menghardik Untuk
mengontrol memperagakan halusinasi mengendalikan diri
halusinasinya cara menghardik terhadap halusinasi
Klien mampu dengan cara
memperagakan menolak
ulang cara halusinasiyang
menghardik muncul dengan cara
menghardiknya

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Klien mampu Bercakap-cakap Dengan
bercakap-cakap dengan orang lain bercakap-cakap
dengan orang dengan orang
lain lain, maka akan
terjadi distraksi:
fokus perhatian
pasien aka
beralih dari
halusinasi ke
percakapan yang
dilakukan
dengan orang
lain tersebut

46
Mampu Melakukan aktivitas Dengan
memahami dan terjadwal melakukan
melakukan aktivitas secara
aktivitas yang terjadwal, pasien
terjadwal tidak akan
mengalami
banyak waktu
luang sendiri
yang seringkali
mencetuska-n
halusinasi
Klien memahami Menggunakan obat Pasien dengan
cara meminum secara teratur gangguan jiwa
obat seringkali
mengalami putus
obat sehingga
Klien mampu akibatnya pasien
memahami mengalami
akibat dari putus kekambuhan
mengkonsu-msi
obat
Mampu
memahami cara
mendapatka-n
obat atau berobat

47
D. Implementasi dan Evaluasi
Tindakan Keperawatan Evaluasi
Menjelaskan cara menghardik S: Pasien mampu menjawab salam dan
halusinasi memberikan reaksi, berkomunikasi
Memperagakan cara menghardik dengan baik selam 15 menit
halusinasi O: - Pasien senang dipanggil Karin
Meminta pasien memperagakan
- Pasien belajar SP 1 tapi jika
ulang
Memantau penerapan cara ditanya kembali pasien lupa dan

menghardik dan menguatkan susah untuk fokus


- Pasien tampak senang, mata
perilaku pasien
Menanyakan perasaan pasien pada tajam, dan tatapan kosong

saat ini A: SP 1 masih belum tercapai karena


Setiap saat tunjukkan sikap empati pasien susah mengingat dan
terhadap pasien dan penuhi seringkali lupa
kebutuhan dasar pasien jika P: Melanjutkan dan mengulang SP 1 di
memungkinkan Ruangan Cendrawasih pada pukul
13.00 keesokam harinya

48
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Setelah penulis menggunakan landasan teoritis dan melaksanakan asuhan
keperawatan pada Nn. K di ruang Cendrawasih Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Jawa Barat dengan mengambil kesimpulan :
1. Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa
adanya suatu rangsangan. Halusinasi ini dimana suatu keadaan pasien
merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada.
2. Dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
sensori persepsi: Halusianasi pendengaran dan penglihatan memerlukan
kerjasama antar perawat, klien, beserta keluarga klien dan tim kesehatan
lainnya, agar asuhan keperawatan dapat tercapai sesuai dengan yang
diharapkan.
3. Klien dengan perilaku kekerasan perlu adanya pendekatan perawat dengan
klien untuk membina hubungan saling percaya dan memotivasi serta
menggali kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh klien.

B. Saran
Diharapkan setelah diberikan tindakan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan sensori persepsi: Halusinasi pendengaran dan penglihatan klien
mampu melakukan tindakan asuhan keperawatan yang telah di berikan oleh
perawat.

49
DAFTAR PUSTAKA
Damaiyanti, M., & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT
Refika Aditama.
Nihayati , H. E., Fitryasari, R., & Yusuf , A. (2015). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Yosep, I. (2010). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

50
51

Anda mungkin juga menyukai