Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN TN. J DENGAN MASALAH


GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS I DENPASAR TIMUR

DISUSUN OLEH KELOMPOK 12

1. Pande Ni Putu Novita Sinta Rahayu (2014201055)


2. Ni Made Lusy Suarsiki Andini (2014201048)
3. Ayu Diah Utami Dewi (2014201005)
4. Ni Made Gita Miliani (2014201091)
5. I Komang Joni Prabaskara (2014201016)
6. Ni Kadek Windia Sekarini (2014201072)
7. Ni Kadek Wulan Trisnawati (2014201073)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR

2023

i
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan seminar kasus yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Tn.J Dengan Masalah Gangguan Persepsi
Sensori : Halusinasi di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Timur”. Laporan ini dibuat
sebagai rangkaian tugas PLKK II Program Studi Sarjana Keperawatan Institut Teknologi dan
Kesehatan Bali.

Penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih atas segala bantuan dan kemudahan
yang telah diberikan sehingga laporan ini dapat terselesaikan, yaitu kepada :

1. Ns. Ni Wayan Sukaningsih, S.Kep, selaku pembimbing ruangan di Puskesmas I


Denpasar Timur.
2. Ns. I Gusti Agung Tresna Wicaksana, S.Kep.,M.Kep, selaku pembimbing
akademik Stase Keperawatan Jiwa

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan, sehingga penulis secara
terbuka menerima setiap kritik dan saran dari pembaca. Laporan seminar kasus yang ditulis
ini semoga bisa dijadikan sebagai referensi bagi pembaca terutama mahasiswa dengan satu
program studi yang sama.

Denpasar, 10 Januari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan............................................................................................................2
1.3 Metode Penulisan...........................................................................................................2
1.4 Sistematika Penulisan....................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI.....................................................................................................4
2.1 Tinjauan Teori Skizofrenia dan Halusinasi....................................................................4
2.1.1 Tinjauan Teori Skizofrenia..........................................................................4
2.1.2 Tinjauan Teori Halusinasi............................................................................9
2.2 Tinjauan Teori Asuhan Keperawatan Halusinasi.........................................................16
BAB III TINJAUAN KASUS................................................................................................20
3.1 Pengkajian Keperawatan..............................................................................................20
3.2 Diagnosis Keperawatan................................................................................................29
3.3 Perencanaan Keperawatan...........................................................................................29
3.4 Pelaksanaan dan Evaluasi Keperawatan......................................................................31
BAB IV PEBAHASAN..........................................................................................................35
BAB V PENUTUP.................................................................................................................37
5.1 Kesimpulan..................................................................................................................37
5.2 Saran.............................................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................39

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan jiwa adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri
pada lingkungan serta berintegrasi dan berinteraksi dengan baik, tepat dan bahagia
(Menninger, 2015). Menurut Undang - Undang Kesehatan Jiwa no 18 Tahun 2014,
kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang secara fisik,
mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan diri sendiri,
dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan mampu berkontribusi untuk
komunitasnya. Seseorang yang sehat jiwa dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada
kenyataan, merasa bebas secara relatif dari ketegangan dan kecemasan, merasa lebih puas
memberi daripada menerima.

Angka penderita gangguan jiwa mengkhawatirkan secara global, sekitar 450 juta orang
yang menderita gangguan mental. Orang yang mengalami gangguan jiwa sepertinya tinggal
di negara yang berkembang, sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan mental itu tidak
mendapatkan perawatan. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2016,
secara global, terdapat sekitar 35 juta orang yang mengalami depresi, 60 juta orang dengan
gangguan bipolar, 21 juta orang dengan skizofrenia, dan 47,5 juta orang dengan demensia.

Di Indonesia, kerap kali masyarakat dan anggota keluarga memberi stigma buruk
terhadap penderita skizofrenia karena kurangnya edukasi mengenai kesehatan mental.
Menurut International Journal of Mental Health Systems, pasien dengan gangguan kejiwaan
sering didiskriminasi. Dalam studi tersebut, masyarakat sering beranggapan bahwa pasien
dengan gangguan jiwa adalah orang yang berbahaya. Stuart dan Laraia dalam Yosep (2016)
menyatakan bahwa pasien dengan diagnosa medis skizofrenia dengan halusinasi sebanyak
20% mengalami halusinasi pendengaran dan penglihatan secar bersamaan, 70% mengalami
halusinasi pendengaran, 20% mengalami halusinasi penglihatan, dan 10% mengalami
halusinasi lainnya.

30
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Melakukan pengkajian pada pasien dengan masalah gangguan persepsi sensori :
halusinasi di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Timur.

1.2.2 Merumuskan diagnosa keperawatan pasien dengan masalah gangguan persepsi sensori :
halusinasi di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Timur.

1.2.3 Menyusun perencanaan keperawatan pasien dengan masalah gangguan persepsi sensori :
halusinasi di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Timur.

1.2.4 Melaksanakan intervensi keperawatan pasien dengan masalah gangguan persepsi sensori
: halusinasi di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Timur.

1.2.5 Mengevaluasi pasien dengan masalah gangguan persepsi sensori : halusinasi di wilayah
kerja Puskesmas I Denpasar Timur.

1.3 Metode Penulisan


Jenis penulisan ini adalah deskriptif dalam bentuk studi kasus untuk mengeskplorasi
masalah asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi di
wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Timur. Laporan seminar kasus ini menggunakan
pendekatan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnose keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi serta mengevaluasi pasien dalam penerapan SP
pasien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi.

Pengkajian adalah tahap awal dari proses asuhan keperawatan dan merupakanproses yang
sistematis dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan pasien.

Diagnosa keprawatan adalah langkah kedua dari proses asuhan keperawatan yang
mengambarkan penelitian klinis tentang respon individu, keluarga, kelompok maupun
potensial.

Intervensi keperawatan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang


merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan,
kapan dilakukan, dan siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan.

30
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan keperawatan.

Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus-menerus dilakukan untuk menentukan


apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan,
merevisi rencana, atau menghentikan rencana keperawatan.

1.4 Sistematika Penulisan


Penyajian laporan seminar kasus ini dibagi dalam beberapa bab dengan tujuan untuk
mempermudah pencarian informasi yang dibutuhkan. Pembagian bab tersebut sebagai
berikut :

1. BAB I. Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, metode


penulisan, dan sistematika penulisan.
2. BAB II. Tinjauan teori, memuat teori-teori yang menjadi dasar pengetahuan yang
digunakan dalam menyusun laporan seminar kasus untuk memberikan Asuhan
Keperawatan Jiwa Pada Pasien Tn.J Dengan Masalah Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi Di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Timur.
3. BAB III. Tinjauan kasus, pada bab ini dilakukan asuhan keperawatan yang
mencakup pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,
pelaksanaan, dan evaluasi terhadap pasien dengan masalah gangguan persepsi :
halusinasi.
4. BAB IV. Pembahasan, memuat kesenjangan antara tinjauan teori dengan tinjauan
kasus (pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, pelaksanaan, dan evaluasi).
5. BAB V. Penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil Asuhan
Keperawatan Jiwa Pada Pasien Tn.J Dengan Masalah Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi Di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Timur.

30
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Tinjauan Teori Skizofrenia dan Halusinasi


2.1.1 Tinjauan Teori Skizofrenia
1. Definisi Skizofrenia
Skizofrenia berasal dari kata “skizo” dan “frenia”. Skizo yang artinya retak atau
perpecahan, sedangkan frenia adalah jiwa. Skizofrenia menurut Videbeck (2008) adalah
suatu penyakit yang memengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran,persepsi,
emosi, gerakan dan perilaku yang aneh dan terganggu. Herman (2008), mendefinisikan
skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang mempengarruhi persepsi klien, cara berfikir,
bahasa,emosi, dan perilaku sosial. Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai
dengan gangguan utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku. Pemikiran penderita
skizofrenia seringkali tidak berhubungan secara logis, persepsi dan perhatian keliru, afek
yang datar atau tidak sesuai, dan memiliki gangguan pada aktivitas motorik yang bizzare
(Davidson, 2006)

2. Etiologi
Videbeck (2008) menyatakan bahwa skizofrenia dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu:
Faktor Predisposisi
1) Faktor Biologis
a. Faktor genetika
Faktor genetik adalah faktor utama pencetus dari skizofrenia.Anak yang memiliki
satu orang tua biologis penderita skizofrenia tetapi diadopsi pada saat lahir oleh
keluarga tanpa riwayat skizofrenia masih memiliki resiko genetik dari orang tua
biologis mereka.Hal ini dibuktikan dengan penelitian bahwa anak yang memiliki
satu orang tua penderita skizofrenia memiliki resiko 15%; angka ini meningkat
sampai 35% jika kedua orang tua biologis menderita skizofrenia (Videbeck,
2008).
b. Faktor neuroanatomi
Penelitian menunjukkan bahwa individu penderita skizofrenia memiliki jaringan
otak yang relatif lebih sedikit; hal ini dapat memperlihatkan suatu kegagalan

30
perkembangan atau kehilangan jaringan selanjutnya. Computerized Tomography
(CT Scan) menunjukkan pembesaran ventrikel otak dan atrofi korteks otak.
Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET) menunjukkan bahwa ada
penurunan oksigen dan metabolisme glukosa pada struktur korteks frontal
otak.Riset secara konsisten menunjukkan penurunan volume otak dan fungsi otak
yang abnormal pada area temporal dan frontal individu penderita skizofrenia
(Videbeck, 2008). Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem
limbik dan ganglia basalis. Otak pada penderita skizofrenia terlihat sedikit berbeda
dengan orang normal, ventrikel terlihat melebar, penurunan massa abu-abu dan
beberapa area terjadi peningkatan maupun penurunan aktivitas metabolik.
Pemeriksaan mikroskopis dan jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam
distribusi sel otak yang timbul pada massa prenatal karena tidak ditemukannya sel
glia, biasa timbul pada trauma otak setelah lahir (Prabowo, 2014).
c. Neurokimia
Penelitian neurokimia secara konsisten memperlihatkan adanya perubahan sistem
neurotransmitters otak pada individu penderita skizofrenia.Pada orang normal,
sistem switch pada otak bekerja dengan normal.Sinyal-sinyal persepsi yang datang
dikirim kembali dengan sempurna tanpa ada gangguan sehingga menghasilkan
perasaan, pemikiran, dan akhirnya melakukan tindakan sesuai kebutuhan saat
itu.Pada otak penderita skizofrenia, sinyal-sinyal yang dikirim mengalami
gangguan sehingga tidak berhasil mencapai sambungan sel yang dituju (Yosep,
2016).
2) Faktor Psikologis
Skizofrenia terjadi karena kegagalan dalam menyelesaikan perkembangan awal
psikososial sebagai contoh seorang anak yang tidak mampu membentuk hubungan
saling percaya yang dapat mengakibatkan konflik intrapsikis seumur hidup.Skizofrenia
yang parah terlihat pada ketidakmampuan mengatasi masalah yang ada.Gangguan
identitas, ketidakmampuan untuk mengatasi masalah pencitraan, ketidakmampuan
untuk mengontrol diri sendiri juga merupakan kunci dari teori ini (Stuart, 2013).
3) Faktor Sosiokultural dan Lingkungan
Faktor sosiokultural dan lingkungan menunjukkan bahwa jumlah individu dari sosial
ekonomi kelas rendah mengalami gejala skizofrenia lebih besar dibandingkan dengan
30
individu dari sosial ekonomi yang lebih tinggi.Kejadian ini berhubungan dengan
kemiskinan, akomodasi perumahan padat, nutrisi tidak memadahi, tidak ada perawatan
prenatal, sumber daya untuk menghadapi stress dan perasaan putus asa
Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dari skizofrenia antara lain sebagai berikut :
1) Biologis
Stresssor biologis yang berbuhungan dengan respons neurobiologis maladaptif
meliputi : gangguan dalam komunikasi dan putaran umpan balik otak yang
mengatur mengatur proses balik informasi, abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus (Stuart, 2013).
2) Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis berinteraksi
dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan pikiran (Stuart,
2013).
3) Pemicu gejala Pemicu merupakan prekursor dan stimuli yang sering menimbulkan
episode baru suatu penyakit.Pemicu yang biasanya terdapat pada respon
neurobiologis maladaptif yang berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap,
dan perilaku individu (Stuart, 2013).

3. Patofisiologi
Didalam otak terdapat milyaran sambungan sel. Setiap sambungan sel menjadi tempat
untuk meneruskan maupun menerima pesan dari sambungan sel yang lain. Sambungan
sel tersebut melepaskan zat kimia yang disebut neurotransmitter yang membawa pesan
dari ujung sambungan sel yang satu ke sel yang lainnya. Di dalam otak yang terserang
skizofrenia, terdapat kesalahan atau kerusakan pada sistem komunikasi tersebut. Pada
orang yang normal, sistem switch seperti dalam sebuah ponsel, akan bekerja secara
normal. Sinyal-sinyal persepsi yang datang serta rangsangan dari lingkungan dan
rangsangan psikososial akan dikirim kembali dengan sempurna tanpa ada gangguan
sehingga menghasilkan perasaan, pemikiran, dan akhirnya melakukan tindakan sesuai
kebutuhan yang diperlukan pada saat itu. Pada otak penderita skizofrenia, sinyal-sinyal
yang dikirim mengalami gangguan sehingga tidak berhasil mencapai sambungan sel yang

30
dituju. Skizofrenia terbentuk secara bertahap dan penderita skizofrenia biasanya tidak
menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam otaknya dalam kurun waktu yang lama.
Kerusakan yang terjadi secara perlahan-lahan ini yang akhirnya menjadi skizofrenia dan
sangat tersembunyi serta berbahaya. Gejala yang timbul secara perlahan ini bisa saja
menjadi skizofrenia akut. Periode skizofrenia akut adalah gangguan yang singkat dan
kuat, yang meliputi halusinasi, penyesatan pikiran atau delusi, dan kegagalan pikiran.
Skizofrenia juga dapat menyerang secara tiba-tiba, perubahan perilaku yang sangat
dramatis terjadi dalam beberapa hari atau minggu. Serangan yang mendadak memicu
terjadinya priode akut. Kebanyakan didapati bahwa mereka didalam sosialnya dikucilkan,
kemudian karena dikucilkan tersebut mereke akan menderita depresi yang berat, dan
tidak dapat berperan sosial seperti orang normal dalam lingkungannya. Skizofrenia juga
dapat menjadi kronis jika dibiarkan saja tanpa tindakan, biasanya saat penderita
memasuki fase kronis dia akan cenderung melakukan tindakan kekerasan atau perilaku
kekerasan (PK), kehilangan karakter sebagai manusia dalam kehidupan sosial, tidak
memiliki motivasi sama sekali, depresi berat, halusinasi, dan tidak memiliki kepekaan
tentang perasaannya sendiri.

4. Klasifikasi
Secara umum skizofrenia dibagi dalam 5 tipe atau kelompok yang mempunyai
spesifikasi masing-masing, kriteria pengelompokannya sebagai berikut:
a) Tipe Hebefrenik
Tipe ini disebut juga disorganized type atau kacau balau yang dimulai dengan
gejala-gejala antara lain :
1) Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa
maksudnya. Hal ini dapat dilihat dari kata-kata yang diucapkan tidak ada
hubungannya satu dengan yang lain.
2) Alam perasaan (mood, effect) yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi
(incongrose) atau ketolol-tololan (silly).
3) Perilaku dan tertawa kekanak-kanakan (giggling), senyum yang menunjukan
rasa puas diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri.
4) Waham (delusion) tidak jelas dan tidak sistimatik (terpecah) tidak terorganisir
suatu satu kesatuan.

30
5) Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisir sebagai
satu kesatuan.
6) Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan
aneh, berkelakar, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan kecenderungan
untuk menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial.
b) Tipe Katatonik
1) Stupor katatonik, yaitu suatu pengurangan hebat dalam reaktivitas terhadap
lingkungan dan atau pengurangan dari pergerakkan atau aktivitas spontan
sehingga nampak seperti patung, atau diam membisu (mute).
2) Ekolalia atau ekopraksia (pembicaraan yang tidak bermakna).
1) Negativisme katatonik yaitu suatu penolakkan yang nampaknya tanpa motif
terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan bagian tubuh
dirinya.
2) Kekakuan (rigidity) katatonik yaitu mempertahankan suatu sikap kaku
terhadap semua upaya untuk menggerakkan bagian tubuh dirinya.
3) Kegaduhan katatonik, yaitu kegaduhan aktivitas motorik (otot alat gerak) yang
nampaknya tak bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh rangsang luar.
4) Sikap tubuh katatonik yaitu sikap (posisi tubuh) yang tidak wajar atau aneh.

c) Tipe paranoid
1) Waham (delucion) kejar atau waham kebesaran, misi atau utusan sebagai
penyelamat bangsa dunia atau agama, misi kenabian atau mesias, atau
perubahan tubuh. Waham cemburu seringkali juga ditemukan.
2) Halusinasi yang berisi kejaran atau kebesaran.
3) Gangguan alam perasaan dan perilaku, misalnya kecemasan yang tidak
menentu, kemarahan, suka bertengkar dan berdebat kekerasan. Seringkali
ditemukan kebingungan tentang identitas jenis kelamin dirinya (gender
identity) atau ketakutan bahwa dirinya diduga sebagai seorang homoseksual
atau merasa dirinya didekati oleh orang-orang homoseksual.
d) Tipe Residual
Tipe ini merupakan sisa-sisa (residu) dari gejala skizofrenia yang tidak begitu
menonjol. Misalnya alam perasaan yang tumpul dan mendatar serta tidak serasi
(innappropriate), penarikan diri dari pergaulan sosial, tingkah laku eksentrik,
30
pikiran tidak logis dan tidak rasional atau pelonggaran asosiasi pikiran.

e) Tipe tak tergolongkan

Tipe ini tidak dapat dimasukkan dalam tipe-tipe yang telah diuraikan hanya
ganbaran klinisnya terdapat waham, halusinasi, inkoherensi atau tingkah laku
kacau.
5. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala skizofrenia menurut Keliat (2012) adalah sebagai berikut :
a. Gejala positif :
1) Waham : keyakinan yang salah ,tidak sesuai dengan kenyataan, dipertahankan dan
disampaikan berulang-ulang (waham kejar, waham curiga, waham kebesaran)
2) Halusinasi : gangguan penerimaan pancaindra tanpa ada stimulus eksternal (halusinasi
pendengaran, penglihatan, pengecapan, penciuman dan perabaan )
3) Perubahan arus pikir :
- Arus pikir terputus : dalam pembicaraan tiba-tiba tidak dapat melanjutkan isi
pembicaraan
- Inkohoren : berbicara tidak selaras dengan lawan bicara ( bicara kacau)
- Neologisme : menggunakan kata-kata yang hanya dimengerti oleh diri sendiri
tetapi tidak dimengerti oleh orang lain
4) Perubahan perilaku :
- Hiperaktif
- Agitasi
- Iritabilitas
b. Gejala negatif :
1) Sikap masa bodoh (apatis)
2) Pembicaraan terhenti tiba-tiba (blocking)
3) Menarik diri dari pergaulan sosial (isolasi sosial)
4) Menurunnya kinerja atau aktivitas sosial sehari-hari

30
6. Rentang Respon Neurobiologis

Adaptif Maladaptif

a. Pikiran logis. a. Kadang-kadang proses


b. Persepsi akurat. pikir terganggu.
c. Emosi, b. Ilusi
konsisten c. Emosi berlebihan.
dengan d. Perilaku yang tidak
pengalaman. biasa.
d. Perilaku cocok. e. Menarik diri
e. Hubungan
sosial
harmonis.

30
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk pasien skizofrenia (Townsend,
2018), yaitu:
a. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara
umum didapatkan:
1) Atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior
frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik
tetap utuh
2) Berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
b. Pemeriksaan neuropsikologik
Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia.
1) Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya
gangguan fungsi kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi.
2) Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh
beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan
ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa.
c. CT scan:
1) Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer
seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran
ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada
penyakit ini
2) Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan
beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental.
d. MRI
1) Peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn
pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain
didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal
seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan
fissura sylvii.
2) MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan
penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
30
e. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit
alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik.
f. PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan:
1) Penurunan aliran darah
2) Metabolisme O2
3) Dan glukosa didaerah serebral
4) Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi
dengan kelainan fungsi kognisi dan selalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian
neuropatologi.
g. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini berkolerasi
dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT
dan PET) tidak digunakan secara rutin.
h. Laboratorium darah Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita
alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit
demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE, fungsi renal
dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody yang dilakukan secara
selektif.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien skizofrenia menurut Hawari (2012) adalah sebagai berikut:
a. Manajemen keperawatan pasien halusinasi menurut (Stuart, 2013) sebagai berikut:
1) Bina hubungan interpersonal dan saling percaya
a) Ingat jika anda merasa cemas atau takut, pasien pun akan mengalami hal yang
sama.
b) Bersikap sabar, tunjukan penerimaan, dan gunakan keterampilan mendengar aktif.
2) Kaji gejala halusinasi, termasuk lama, intensias, dan frekuensi.
a) Amati isyarat perilaku yang mengindikasikan adanya halusinasinya.
b) Amati isyarat yang mengidentifikasi tingkat intensitas dan lama halusinasi.

30
c) Bantu pasien mencatat banyaknya halusinasi yang dialami pasien setiap hari.
3) Fokuskan pada gejala dan minta pasien untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi.
a) Berikanlah kekuatan kepada pasien dengan membantunya memahami gejala yang
dialami.
b) Bantu pasien untuk mengendalikan halusinasinya,mencari distraksi yang berguna,
dan meminimalkan alkohol.
4) Kaji penggunaan obat dan alkohol.
a) Tentukan pasien apakah menggunakan alcohol atau obat.
b) Tentukan apakah perilaku ini menyebabkan atau memperparah halusinasi.
5) Jika anda ditanya oleh pasien, katakan secara singkat bahwa anda tidak mengalami
stimulus yang sama.
a) Jangan mendebatkan pasien jika berbeda persepsi.
b) Jika muncul halusinasinya, jangan membiarkan pasien sendirian.
6) Sarankan dan kuatkan penggunaan hubungan interpersonal sebagai suatu teknik
penatalaksanaan gejala.
a) Dorong pasien untuk bercerita kepada orang yang ia percayai yang dapat
memberikan umpan balik yang korektif dan suportif.
b) Bantu pasien dalam memobilitasi dukungan sosial.
7) Bantu pasien untuk menjelaskan dan membandingkan halusinasi saat ini dan
halusinasi masa lalu.
a) Tentukan apakah terhadap pola halusinasi yang dialami pasien.
b) Dorong pasien untuk mengingat kapan halusinasi pertama terjadi.
8) Bantu pasien mengidentifikasi kebutuhan yang merefleksikan isi halusinasi.
a) Identifikasi kebutuhan yang dapat memicu halusinasi.
b) Fokuskan pada kebutuhan pasien yang tidak terpenuhi dan diskusikan hubungan
tersebut dengan adanya halusinasi.
b. Managemen Psikofarmaka
1) Peran Perawat Dalam Pemberian Psikofarmaka Peran perawat dalam
penatalaksanaan obat di rumah sakit jiwa (Yusuf, 2015) sebagai berikut:
a) Mengumpulkan data sebelum pengobatan. Dalam melaksanakan peran ini,
perawat didukung oleh latar belakang pengetahuan biologis dan perilaku. Data
yang perlu dikumpulkan antara lain riwayat penyakit, diagnosis medis, hasil
30
pemeriksaan laboratorium yang berkaitan, riwayat pengobatan, jenis obat yang
digunakan (dosis, cara pemberian, waktu pemberian), dan perawat perlu
mengetahui program terapi lain bagi pasien. Pengumpulan data ini agar asuhan
yang diberikan bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan.
b) Mengoordinasikan obat dengan terapi modalitas.
c) Hal ini penting dalam mendesain program terapi yang akan dilakukan. Pemilihan
terapi yang tepat dan sesuai dengan program pengobatan pasien akan
memberikan hasil yang lebih baik.
d) Pendidikan kesehatan.
e) Pasien di rumah sakit sangat membutuhkan pendidikan kesehatan tentang obat
yang diperolehnya, karena pasien sering tidak minum obat yang dianggap tidak
ada manfaatnya. Selain itu, pendidikan kesehatan juga diperlukan oleh keluarga
karena adanya anggapan bahwa jika pasien sudah pulang ke rumah tidak perlu
lagi minum obat padahal ini menyebabkan risiko kekambuhan dan dirawat
kembali di rumah sakit.
f) Memonitor efek samping obat.
g) Seorang perawat diharapkan mampu memonitor efek samping obat dan reaksi-
reaksi lain yang kurang baik setelah pasien minum obat. Hal ini penting dalam
mencapai pemberian obat yang optimal.
h) Melaksanakan prinsip-prinsip pengobatan psikofarmakologi.
i) Peran ini membuat perawat sebagai kunci dalam memaksimalkan efek terapeutik
obat dan meminimalkan efek samping obat karena tidak ada profesi lain dalam
tim kesehatan yang melakukan dan mempunyai kesempatan dalam memberikan
tiap dosis obat pasien, serta secara terus-menerus mewaspadai efek samping
obat. Dalam melaksanakan peran ini, perawat bekerja sama dengan pasien.
j) Melaksanakan program pengobatan berkelanjutan.
k) Dalam program pengobatan, perawat merupakan penghubung antara pasien
dengan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat. Setelah pasien selesai dirawat
di rumah sakit maka perawat akan merujuk pasien pada fasilitas yang ada di
masyarakat misalnya puskesmas, klinik jiwa, dan sebagainya.
l) Menyesuaikan dengan terapi nonfarmakologi.

30
m) Sejalan dengan peningkatan pengetahuan dan kemampuan perawat, peran
perawat dapat diperluas menjadi seorang terapis. Perawat dapat memilih salah
satu program terapi bagi pasien dan menggabungkannya dengan terapi
pengobatan serta bersama pasien bekerja sebagai satu kesatuan.
n) Ikut serta dalam riset interdisipliner
o) Sebagai profesi yang paling banyak berhubungan dengan pasien, perawat dapat
berperan sebagai pengumpul data, sebagai asisten peneliti, atau sebagai peneliti
utama. Peran perawat dalam riset mengenai obat ini sampai saat ini masih terus
digali.
2) Psikofarmaka
Obat psikofarmaka ditujukan pada gangguan fungsi neurotrasmitter sehingga
gejala-gejala klinis dapat dihilangkan. Obat psikofarmaka lebih berkhasiat
menghasilan gejala negatif skizofrenia daripada gejala positif skizofrenia atau
sebaliknya, ada juga yang lebih cepat menimbulkan efek samping dan lain
sebagainya. Beberapa contoh obat psikofarmaka yang beredar di Indonesia yang
termasuk golongan generasi pertama yaitu Chlorpromazine HCl, Trifluoperazine
HCL, Thioridazine HCl, dan Haloperidol. Yang termasuk golongan generasi kedua
yaitu Risperidone, Paliperidone, Clozapine, Quetiapine, Olanzapine, dan
Aripiprazole.
Golongan obat anti skizofrenia baik generasi pertama (typical) maupun
generasi kedua (atypical) pada pemakaian jangka panjang umumnya menyebabkan
penambahan berat badan. Obat golongan typical khususnya berkhasiat dalam
mengattasi gejalagejala positif skizofrenia, sehingga meninggalkan gejala-gejala
nnegatif skizofrenia. Sementara itu pada penderita skizofrenia dengan gejala negatif
pemakaian golongan typical kurang memberikan respon. Selain itu obat golongan
typical tidak memberikan efek yang baik pada pemulihan fungsi kognitif penderita.
Obat golongan typical sering menimbulkan efek samping berupa gejala ekstra
piramidal (EPS).
3) Terapi psikososial
Terapi psikososial dimaksutkan agar penderita mampu kembali beradaptasi
dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak
tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan
30
masyarakat. Penderita ini menjalani terapi psikososial hendaknya tetap
mengkonsumsi obat psikofarmaka sebagaimana juga hanya waktu menjalani
psikoterapi.
2.1.2 Tinjauan Teori Halusinasi
1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghidu ( Direja, 2011). Halusinasi adalah gangguan
persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran dan pikiran yang sering terjadi
tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan
( Dalami, dkk, 2014). Halusinasi hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).

Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata (Kusumawati, 2012). Halusinasi adalah salah satu gejala
gangguan sensori persepsi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa. Halusinasi adalah
persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak sesuai dengan
kenyataan. Menurut Pambayung (2015) halusinasi adalah hilangnya kemampuan
manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar). Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2013). Halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah gangguan persepsi sensori
dimana klien mempersepsikan sesuatu melalui panca indera tanpa ada stimulus
eksternal. Halusinasi berbeda dengan ilusi, dimana klien mengalami persepsi yang
salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus
eksternal yang terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada
oleh klien.

30
2. Etiologi

a. Faktor Predisposisi (Fitria, 2012)


Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh
baik dari klien maupun keluarganya. Faktor predisposisi dapat meliputi : faktor
perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis dan genetic.
1) Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
2) Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa
disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang
membesarkannya.
3) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang
mengalami stress yang berlebihan maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan
dimethytranferase (DMP).
4) Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stress dan
kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas.

b. Faktor Presipitasi (Fitria, 2012)


Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energy ekstra untuk
menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek yang ada di lingkungan
dan juga suasana sepi atau terisolasi sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi.
Hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat halusinogenik.

30
3. Patofisiologi

Halusinasi berkembang melalui empat fase menurut (Kusumawati, 2012) yaitu


sebagai berikut:
a) Fase Pertama
Disebut juga dengan fase Comporting yaitu fase yang menyenangkan. Pada
tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristiknya : Klien mengalami
stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan
tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang
menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa suara, pergerakkan mata cepat, respons verbal yang lambat jika sedang
asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
b) Fase Kedua
Disebut dengan fase Condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikkan , termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik : pengalaman
sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan
berfikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien
tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system syaraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya
dan tidak bisa membedakan realitas.
c) Fase Ketiga
Adalah fase Controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik : bisikan,
suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien.
Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku Klien : Kemauan dikendalikan halusinasi , rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor, dan
tidak mampu mematuhi perintah.
d) Fase Keempat

30
Adalah fase Conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi
mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya,
hilang control, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di
lingkungan.
Perilaku Klien : perilaku terror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu merespons terhadap
perintah kompleks, dan tidak mampu berespons lebih dari satu orang
4. Tanda gejala

Tanda dan gejala pada pasien dengan halusinasi sebagai berikut :


a) Bicara sendiri
b) Senyum sendiri
c) Ketawa sendiri.
d) Menggerakkan bibir tanpa suara.
e) Penggerakan mata yang cepat.
f) Respon verbal yang lambat.
g) Menarik diri dari orang lain.
h) Berusaha untuk menghindari orang lain.
i) Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
j) Terjadi peningkata denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.
k) Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
l) Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
m) Sulit berhubungan dengan orang lain.
n) Ekspresi muka tegang.
o) Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
p) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
q) Tampak tremor dan berkeringat.
r) Perilaku panik.
s) Agitasi dan kataton.
t) Curiga dan bermusuhan.
u) Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.

30
v) Ketakutan.
w) Tidak dapat mengurus diri.
x) Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
5. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis pada pasien gangguan halusinasi adalah :


a) Bicara,senyum, dan tertawa sendiri
b) Menarik diri dan menghindar dari orang lain
c) Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
d) Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
e) Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
f) Disorientasi
g) Tidak dapat memusatkan perhatian
h) Alur pikiran kacau
i) Respon yang tidak sesuai dan sering melamun
j) Curiga,bermusuhan, merusak (diri snediri,orang lain, dan lingkungannya), takut.
k) Ekspresi mukak tegang,mudah tersinggung.
6. Rentang Respon

Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang berbeda


rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 20013) dalam Yusalia 2015.

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran kadang Gangguan pikiran


Pikiran logis menyimpang (waham)
Persepsi Akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten Reaksi emosional Kesulitan untuk
dengan pengalaman berlebihan atau kurang memproses emosi
Perilaku sesuai Perilaku aneh atau tak Ketidakteraturan
Hubungan sosial lazim perilaku

Menarik diri Isolasi sosial

30
7. Penatalaksanaan

Menurut Marasmis (2004) Pengobatan harus secepat mungkin diberikan, disini


peran keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ klien
dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting
didalam hal merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan
sebagai pengawas minum obat (Prabowo, 2014).
a) Penatalaksanaan Medis
Menurut Struat, Laraia (2005) Penatalaksanaan klien skizofrenia yang
mengalami halusinasi adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain
(Muhith, 2015).
1) Psikofarmakologis, obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah
obat anti psikosis.
2) Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode
yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat
diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika
oral atau injeksi dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
b) Penatalaksanaan Keperawatan
1) Penerapan Strategi Pelaksanaan
Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan :
a) Melatih klien mengontrol halusinasi :
● Strategi Pelaksanaan 1 : menghardik halusinasi
● Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur
● Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain
● Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang terjadwal
b) Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan tidak hanya
ditujukan untuk klien tetapi juga diberikan kepada keluarga , sehingga
keluarga mampu mengarahkan klien dalam mengontrol halusinasi.
● Strategi Pelaksanaan 1 keluarga : mengenal masalah dalam merawat

30
klien halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi klien dengan
menghardik
● Strategi Pelaksanaan 2 keluarga : melatih keluarga merawat klien
halusinasi dengan enam benar minum obat
● Strategi Pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga merawat klien
halusinasi dengan bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
● Strategi Pelaksanaan 4 keluarga : melatih keluarag memnafaatkan
fasilitas kesehatan untuk follow up klien halusinasi.
2) Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena
klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk
mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan dokter.
Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk
kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau
latihan bersama, seperti terapi modalitas yang terdiri dari :
1) Terapi aktivitas
Meliputi : terapi musik, terapi seni, terapi menari, terapi relaksasi,
terapi sosial, terapi kelompok , terapi lingkungan.

2.2 Tinjauan Teori Asuhan Keperawatan Halusinasi


1. Pengkajian
a. Data Subjektif
- Mendengar suara menyuruh
- Mendengar suara mengajak bercakap-cakap
- Melihat bayangan, hantu, atau sesuatu yang menakutkan
- Mencium bau darah, feses, masakan dan parfum yang menyenangkan
- Merasakan sesuatu dipermukaan kulit, merasakan sangat panas atau dingin
- Merasakan makanan tertentu, rasa tertentu, atau mengunyah sesuatu
b. Data Objektif
- Mengarahkan telinga pada sumber suara
- Bicara atau tertawa sendiri
- Marah-marah tanpa sebab

30
- Tatapan mata pada tempat tertentu
- Menunjuk-nujuk arah tertentu
- Mengusap atau meraba-raba permukaan kulit tertentu
2. Diagnosa Keperawatan

Risiko tinggi perilaku kekerasan


Effect

Gangguan perubahan persepsi


sensori : Halusinasi
Core Problem

Causa

Isolasi sosial

3. Intervensi

SP I Halusinasi
Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi
Mengajarkan pasien menghardik halusinasi
Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian
SP II p
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain
30
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP III p
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan
(kegiatan yang biasa dilakukan pasien di rumah)
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP IV p
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

Keluarga Klien Halusinasi


SP I klg
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, dan jenis halusinasi
yang dialami pasien beserta proses terjadinya
Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi
SP II klg
Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan Halusinasi
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien
Halusinasi
SP III klg
Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum
obat (discharge planning)
Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

30
4. Implementasi

Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa dilakukan berdasarkan Strategi


Pelaksanaan (SP) yang sesuai dengan masing-masing masalah utama. Pada masalah

Resiko Perilaku Kekerasan terdapat 4 macam SP untuk pasien dan 3 macam SP untuk
keluarga.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap
tindakan yang telah dilaksanakan, evaluasi dapat dibagi dua jenis yaitu : evaluasi
proses atau formatif dilakukan selesai melaksanakan tindakan. Evaluasi hasil atau
sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan umum dan tujuan
khusus yang telah ditentukan.

30
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian Keperawatan


RUANG RAWAT:- TANGGAL DIRAWAT:-

I. IDENTITAS KLIEN
Inisial :_Tn. J (P) Tanggal Pengkajian :_10 Januari 2023
Umur :_26 tahun RM No. :_-
Alamat : Jl. Waribang, Gang Sekar No. 12
Pekerjaan: -_
Informan: keluarga

II. ALASAN MASUK


Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan mendengar bisikan-bisikan dikedua telinganya.

III. FAKTOR PRESIPITASI/ RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Keluarga pasien mengatakan jika pasien pernah dirawat dirumah sakit jiwa sebanyak 3x
dari tahun 2017. Setelahnya, sampai saat ini pasien masih beberapa kali mendengar seperti
suara bisikan pada kedua telinganya sehingga kadang-kadang pasien berbicara seolah
menyuruh seseorang untuk diam dan menjauhi dirinya.

IV. FAKTOR PREDISPOSISI


 RIWAYAT PENYAKIT LALU
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu? ya tidak

Bila ya jelaskan: Keluarga pasien mengatakan pasien mengalami halusinasi sejak putus
dengan kekasihnya, dimana saat itu pasien juga mendengar bisikan-bisikan dikedua
telinganya. Selanjutnya keluarga mengatakan beberapa kali pasien hendak memukul
ayahnya dan tampak mengamuk atau mengumpat kasar

2. Pengobatan sebelumnya Berhasil Kurang Berhasil Tidak Berhasil


3. Pernah mengalami penyakit fisik (termasuk gangguan tumbuh kembang)
ya tidak

Bila ya jelaskan : -

 RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Pelaku/ usia Korban/ usia Saksi/ usia
1. Aniaya fisik
2. Aniaya seksual
3. Penolakan

30
4. Kekerasan dalam
keluarga
5. Tindakan kriminal

Jelaskan :_pasien tidak pernah mengalami aniaya fisik, aniaya seksual, penolakan,
kekerasan dalam keluarga, dan tindakan kriminal.

6. Pengalaman masa lalu lain yang tidak menyenangkan (bio, psiko, sosio, kultural,
spiritual):
Keluarga pasien mengatakan pasien sempat mendapat diskriminasi dari warga sekitar
karena merasa takut dengan penyakit yang diderita oleh pasien sehingga pasien mulai
mengurung diri dikamar, tidak mau keluar rumah, dan juga sering melamun.

Masalah keperawatan : Isolasi Sosial

7. Kesan Kepribadian klien: introvert lain-lain :


extrovert

 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

1. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan


jiwa? ya  tidak
Hubungan keluarga Gejala Riwayat Pengobatan/ perawatan

Masalah keperawatan :-

V. STATUS MENTAL

1.Penampilan
tidak rapi penggunaan pakaian Cara berpakaian
tidak sesuai tidak seperti biasanya

Jelaskan : pasien tampak rapi dan menggunakan pakaian yang sesuai (baju dan celana)
Masalah keperawatan : -

2. Kesadaran
 Kwantitatif/ penurunan kesadaran]
 compos mentis apatis/ sedasi somnolensia
sopor subkoma koma

30
 Kwalitatif
 tidak berubah berubah
meninggi gangguan tidur: sebutkan

hipnosa disosiasi: sebutkan

3. Disorientasi
waktu tempat orang

Jelaskan: pasien mengenali dirinya, keluarganya, dan juga


waktu Masalah keperawatan : -

4. Aktivitas Motorik/ Psikomotor


Kelambatan:
hipokinesia, hipoaktivitas sub stupor katatonik
katalepsi flexibilitas serea

Peningkatan:
hiperkinesia, hiperaktivitas gaduh gelisah katatonik
TIK grimase
tremor gagap
stereotipi mannarism
katalepsi akhopraxia
command automatism atomatisma
nagativisme reaksi konversi
verbigerasi berjalan kaku/ rigit
kompulsif lain-2 sebutkan

5. Afek/ Emosi
 adequat tumpul dangkal/ datar
 labil inadequat anhedonia
 marasa kesepian eforia ambivalen apati
 marah depresif/ sedih
cemas: ringan sedang
berat panik
Jelaskan : Pasien tampak sesekali marah, mengamuk dan panik saat perawat
sedang mengkaji perkembangan kesehatannya
Masalah keperawatan : Resiko Kekerasan Fisik.

6. Persepsi
 halusinasi ilusi depersonalisasi
derealisasi

Macam Halusinasi
 pendengaran penglihatan perabaan
pengecapan penghidu/ pembauan lain-lain, sebutkan

30
Jelaskan : Keluarga pasien mengatakan pasien sering mendengar suara seperti
bisikan bisikan di kedua telinganya dan keluarga pasien mengatakan kadang-kadang
pasien sampai berteriak karena merasa mendengar bisikan-bisikan
Masalah keperawatan : Halusinasi Pendengaran

7. Proses Pikir
 Arus Pikir
 koheren inkoheren asosiasi longgar
fligt of ideas blocking pengulangan pembicaraan/ persevarasi
tangansial sirkumstansiality logorea
neologisme bicara lambat bicara cepat
irelevansi main kata-kata afasi
assosiasi bunyi lain2 sebutkan..

Jelaskan : pasien dapat menjawab dan mengucapkan kalimat yang baik saat
ditanya oleh perawat
Masalah keperawatan : -

 Isi Pikir
obsesif ekstasi fantasi
bunuh diri ideas of reference pikiran magis
alienasi isolaso sosial rendah diri
preokupasi pesimisme fobia sebutkan.........................
waham: sebutkan jenisnya
agama somatik, hipokondrik kebesaran
curiga nihilistik sisip pikir
siar pikir kontrol pikir kejaran
dosa
Jelaskan : pasien merespon hal sesuai pertanyaan perawat dan tidak melebih-
lebihkan
Masalah keperawatan : -

 Bentuk Pikir
 realistik nonrealistik
autistik dereistik

8. Memori
gangguan daya ingat jangka panjang gangguan daya ingat jangkapendek
gangguan daya ingat saat ini amnesia, sebutkan.........................
paramnesia, sebutkan jenisnya........................................................
hipermnesia, sebutkan ...................................................................
Jelaskan : pasien dapat mengingat dan menyebutkan namanya Kembali dengan benar.

30
Masalah keperawatan : -
9. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
mudah beralih tidak mampu berkonsentrasi tidak mampu berhitung
sederhana
Jelaskan : pasien tidak mmampu menjawab dengan benar saat diberi
pertanyaan 5+4
Masalah keperawatan : -

10. Kemampuan Penilaian


 gangguan ringan gangguan bermakna

Jelaskan : pasien lebih memilih tidur siang daripada makan siang karena jam
makan siang belum saanya
Masalah keperawatan : -

11. Daya Tilik Diri/ Insight


 mengingkari penyakit yang diderita menyalahkan hal-hal diluar dirinya

Jelaskan : saat ditanya berulang kadang pasien menjawab tidak


mengalami halusinasi dan tidak pernah mendengar suara bisikan

Masalah keperawatan : -

12. Interaksi selama Wawancara


 tidak kooperatif bermusuhan mudah tersinggung
 kontak mata kurang defensif curiga

Jelaskan : pasien tidak kooperatif saat wawancara


berlangsung
Masalah keperawatan : -

VI. FISIK
1. Keadaan umum : composmentis, bangun tubuh : tegak, pergerakan : bebas dan normal
2. Tanda vital: TD: 110/80 mmHg, N: 80 x/menit, S: 36,5 C, P: 20 x/menit
3. UKur: TB: 165 cm, BB: 60 kg turun naik
4. Keluhan fisik: tidak ya jelaskan:
5. Pemeriksaan fisik:
a) Kepala: bentuk kepala normocephali, kulit kepala bersih, rambut rapi
b) Mata: mata simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih
c) Hidung: tidak terdapat sekret, tidak terdapat nyeri tekan
d) Telinga: bentuk simetris, tidak terdapat serumen
e) Mulut: mukosa bibir lembab
f) Leher: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
g) Thorax: pergerakan dada simetris
h) Abdomen: tidak ada nyeri tekan
i) Ekstremitas: pergerakan bebas, kekuatan otot:

30
555555
555555

Jelaskan : tidak ada keluhan

Masalah keperawatan: -

VII. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL (sebelum dan sesudah sakit)


1. Konsep Diri
a. Citra tubuh : saat pengkajian keluarga pasien mengatakan pasien tidak ada
masalah dengan anggota tubuhnya.
b. Identitas : saat pengkajian pasien dapat menyebutkan tanggal lahir dan tahun
lahir pasien dengan benar.
c. Peran : saat pengkajian keluarga mengatakan pasien merupakan anak laki laki
pertama dan dulu bekerja membantu keluarganya.
d. Ideal diri : saat pengkajian pasien mengatakan kondisi dirinya baik baik saja.
e. Harga diri : sebelum dan sesudah sakit pasien menganggap dirinya pintar.

Masalah keperawatan : -

2. Genogram

Keterangan:
: Pasien
: Perempuan
: Laki-laki
: Meninggal
30
: Tinggal serumah

3. Hubungan Sosial
a. Hubungan terdekat : ayah pasien mengatakan pasien paling dekat dengan ayahnya.
b. Peran serta dalam kelompok/ masyarakat : pasien tidak berperan dalam
masyarakat karena pasien mengurung diri dirumah..
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : pasien terkadang merasa malu
saat berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain.

Masalah keperawatan : Harga diri rendah

4. Spiritual dan kultural


a. Nilai dan keyakinan : pasien mengatakan beragama Hindu
b. Konflik nilai/ keyakinan/budaya : pasien tidak memiliki konflik atau masalah
mengenai keyakinan/budayanya
c. Kegiatan ibadah : keluarga pasien mengatakan pasien jarang

sembahyang

Masalah keperawatan: -

VIII. AKTIVITAS SEHARI-HARI (ADL)

1. Makan
Bantuan minimal Sebagian Bantuan total

2. BAB/BAK
Bantuan minimal Sebagian Bantuan total
3. Mandi
Bantuan minimal Sebagian Bantuan total

4. Berpakaian/berhias
Bantuan minimal Sebagian Bantuan total

5. Istirahat dan tidur


Tidur siang lama: 30 menit s/d 1 jam
Tidur malam lama : 7 jam s/d 8 jam
Aktivitas sebelum / sesudah tidur : hanya diam dan melamun
6. Pengginaan obat
 Bantuan minimal Sebagian Bantuan total

7. Pemeliharaan kesehatan
Perawatan Lanjutan Ya Tidak
Sistem pendukung Ya Tidak

30
8. Aktivitas di dalam rumah
Mempersiapkan makanan Ya Tidak
Menjaga kerapihan rumah Ya Tidak
Mencuci pakaian Ya Tidak
Pengaturan keuangan Ya Tidak

9. Aktivitas di luar rumah


Belanja Ya Tidak
Transportasi Ya Tidak
Lain-lain Ya Tidak
Jelaskan : pasien dirumah hanya berdiam diri karena pasien mengurung diri
dikamarnya.
Masalah keperawatan : -

IX. MEKANISME KOPING


Adatif Maladaptif
Bicara dengan orang lain Minum Alkohol
Mampu menyelesaikan masalah Reaksi lambat / berlebih
Teknik relokasi Bekerja berlebihan
Aktivitas konstruktif Menghindar
Olah raga Mencederai diri
Lainnya ...................... Lainnya: berteriak atau membanting pintu

Masalah keperawatan : Risiko Prilaku Kekerasan

X. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


Masalah dengan dukungan kelompok, uraikan -
Masalah berhubungan dengan lingkungan, uraikan -
Masalah dengan pendidikan, uraikan:-.
Masalah dengan pekerjaan, uraikan -
Masalah dengan perumahan, uraikan -
Masalah dengan ekonomi, uraikan -
Masalah dengan pelayanan kesehatan, uraikan -
Masalah lainnya, uraikan –

Masalah keperawatan : -

XI. KURANG PENGETAHUAN TENTANG


 Penyakit jiwa Sistem pendukung
Faktor presiptasi Penyakit fisik
 Koping Obat-obatan
Lainnya
Masalah keperawatan : Kurang Pengetahuan

30
XII. ASPEK MEDIK
Diagnosa medik : Skizofrenia
Terapi medik : clozapine 25 mg (1 x 1) 2 tablet, trihexyphenidyl HCL 2 mg (2 x 1)
XIII. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
1) Isolasi sosial
2) Halusinasi pendengaran
3) Risiko perilaku kekerasan
4) Kurang pengetahuan

30
XIV. ANALISA DATA
No Data Masalah
1 DS: Keluarga pasien mengatakan pasien sempat Isolasi Sosial
mendapat diskriminasi dari warga sekitar karena
merasa takut dengan penyakit yang diderita oleh
pasien sehingga pasien mulai mengurung diri
dikamar, tidak mau keluar rumah, dan juga sering
melamun.

DO: -
2 DS: Halusinasi Pendengaran
- Keluarga pasien mengatakan pasien sering
mendengar suara seperti bisikan bisikan di kedua
telinganya dan keluarga pasien mengatakan kadang-
kadang pasien sampai berteriak karena merasa
mendengar bisikan-bisikan
DO:
- Pasien tampak bingung
- Pasien tampak melamun

3 DS: Risiko Perilaku Kekerasan


- Keluarga mengatakan beberapa kali pasien
hendak memukul ayahnya dan berteriak/
mengumpat kasar
DO: -
4 DS: Kurang Pengetahuan
- Pasien mengatakan tidak mengerti cara
mengatasi bisikan di telinganya
- Keluarga mengatakan pasien sempat
berteriak dan mengamuk karena merasa
terganggu dengan bisikan di telinganya
- Keluarga mengatakan pasien mulai
mendengar bisikan ditelinganya sejak putus
dengan kekasihnya
DO: -

30
XV. POHON MASALAH

Risiko Perilaku Kekerasan


Effect

Gangguan Persepsi Sensori :


Halusinasi Pendengaran
Core Problem

Isolasi Sosial

Causa
Koping Tidak Efektif

3.2 Diagnosis Keperawatan


(Berdasarkan prioritas)

No. TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL TANDA


Dx MUNCUL TERATASI TANGAN
1 10 Januari Halusinasi Pendengaran -
2023

3.3 Perencanaan Keperawatan


Masalah Tindakan Keperawatan Untuk Tindakan Keperawatan Untuk
Keperawatan Pasien Keluarga
Halusinasi SP 1: SP 1:
Pendengaran 1. Mengidentifikasi jenis 1. Mendiskusikan masalah yang
halusinasi pasien dirasakan keluarga dalam
2. Mengidentifikasi isi halusinasi merawat pasien
pasien 2. Menjelaskan pengertian,
3. Mengidentifikasi waktu tanda dan gejala halusinasi,
halusinasi pasien dan jenis halusinasi yang
4. Mengidentifikasi frekuensi dialami pasien beserta proses
halusinasi pasien terjadinya
5. Mengidentifikasi situasi yang 3. Menjelaskan cara-cara
menimbulkan halusinasi merawat pasien halusinasi

30
6. Mengidentifikasi respons
pasien terhadap halusinasi SP 2:
7. Mengajarkan pasien 1. Melatih keluarga
menghardik halusinasi mempraktekkan cara merawat
8. Menganjurkan pasien pasien dengan Halusinasi
memasukkan cara menghardik 2. Melatih keluarga melakukan
halusinasi dalam jadwal cara merawat langsung
kegiatan harian kepada pasien Halusinasi
SP 2 SP 3:
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Membantu keluarga
harian pasien membuat jadual aktivitas di
2. Melatih pasien mengendalikan rumah termasuk minum obat
halusinasi dengan cara (discharge planning)
bercakap-cakap dengan orang 2. Menjelaskan follow up
lain pasien setelah pulang
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Melatih pasien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan
kegiatan (kegiatan yang biasa
dilakukan pasien di rumah)
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP 4
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang penggunaan
obat secara teratur
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian

30
3.4 Pelaksanaan dan Evaluasi Keperawatan
NO Tanggal Implementasi Keperawatan Evaluasi
Dx &
Jam
1 Senin, 9 Melakukan SP 1P pasien dengan S:
Januari halusinasi pendengaran - Pasien mengatakan kadang-
2023 1. Mengidentifikasi jenis kadang mendengar bisikan-
halusinasi pasien bisikan seperti mencaci dan
Pukul 2. Mengidentifikasi isi halusinasi berteriak kepada dirinya.
11.30 pasien - Pasien mengatakan mendengar
WITA 3. Mengidentifikasi waktu bisikan siang atau malam saat
halusinasi pasien sendirian atau saat melamun
4. Mengidentifikasi frekuensi - Pasien mengatakan meneriaki
halusinasi pasien bisikan itu jika bisikan itu
5. Mengidentifikasi situasi yang muncul
menimbulkan halusinasi O:
6. Mengidentifikasi respons - Pasien mampu menyebutkan
pasien terhadap halusinasi apa yang dialami
7. Mengajarkan pasien - Pasien mampu tidak mampu
menghardik halusinasi mempraktekkan cara
8. Menganjurkan pasien menghardik yang benar
memasukkan cara menghardik - Pasien tidak kooperatif
halusinasi dalam jadwal A:
kegiatan harian - SP 1P belum tercapai
P:
- Lanjutkan ke SP 2P pasien
dengan halusinasi pendengaran

Melakukan SP 1K pasien dengan S:


halusinasi pendengaran - Keluarga pasien mengatakan
1. Mendiskusikan masalah yang merasa kasihan dengan pasien
dirasakan keluarga dalam dan mengatakan mengerti
merawat pasien terhadap kondisi yang dialami
2. Menjelaskan pengertian, tanda pasien
dan gejala halusinasi, dan jenis - Keluarga pasien mengatakan
halusinasi yang dialami pasien akan merawat pasien dengan
beserta proses terjadinya cara-cara yang dianjurkan
perawat

30
3. Menjelaskan cara-cara O:
merawat pasien halusinasi - Keluarga pasien tampak
mengerti dengan penjelasan
perawat
- Keluarga pasien kooperatif
A:
- SP 1K tercapai
P:
- Lanjutkan ke SP 2K pasien dengan
halusinasi pendengaran
1 Selasa, 11 Melakukan SP 2P pasien dengan S:
Januari halusinasi pendengaran - Pasien mengatakan mendengar
2023 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan kembali suara bisikan tersebut
harian pasien O:
Pukul 2. Melatih pasien mengendalikan - Pasien tidak mampu
11.00 halusinasi dengan cara menyebutkan kegiatan
WITA bercakap-cakap dengan orang hariannya
lain - Pasien tidak mengingat nama
3. Menganjurkan pasien perawat
memasukkan dalam jadwal - Pasien tidak mau diajak
kegiatan harian bercakap-cakap
- Pasien tidak kooperatif
A:
- SP 2P belum tercapai
P:
- Lanjutkan ke SP 3P pasien
dengan halusinasi pendengaran

Melakukan SP 3P pasien dengan S:


halusinasi pendengaran - Pasien mengatakan ingin
1. Melatih pasien mengendalikan istirahat dan tidak ingin
halusinasi dengan melakukan diganggu
kegiatan (kegiatan yang biasa O:
dilakukan pasien di rumah) - Pasien tidak kooperatif
2. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian

30
A:
- SP 3P belum tercapai
P:
- Lanjutkan ke SP 4P pasien
dengan halusinasi pendengaran

Melakukan SP 4P pasien dengan S:


halusinasi pendengaran - Pasien mengatakan selalu
1. Memberikan pendidikan meminum obatnya
kesehatan tentang penggunaan - Pasien mengatakan sudah tahu
obat secara teratur manfaat obatnya
2. Menganjurkan pasien O:
memasukkan dalam jadwal - Pasien tidak mampu
kegiatan harian menyebutkan manfaat obatnya
A:
- SP 4P belum tercapai
P:
- Lanjutkan intervensi SP 1P, SP
2P, SP 3P, SP 4P,
evaluasi SP 1-4 P
Melakukan SP 2K pasien dengan S:
halusinasi pendengaran - Keluarga pasien mengatakan
1. Melatih keluarga akan menjauhkan benda tajam
mempraktekkan cara merawat dari jangkauan pasien
pasien dengan Halusinasi O:
(menjauhkan benda tajam) - Keluarga pasien tampak
2. Melatih keluarga melakukan kooperatif
cara merawat langsung kepada - Keluarga pasien tampak
pasien Halusinasi menerima apa yang diajarkan
perawat
A:
- SP 2K tercapai
P:
- Lanjutkan ke SP 3K pasien
dengan halusinasi pendengaran
Melakukan SP 3K pasien dengan S:
halusinasi pendengaran - Keluarga pasien mengatakan
1. Membantu keluarga membuat telah memiliki jadwal untuk
jadwal aktivitas di rumah pasien dirumah
termasuk minum obat
(discharge planning)
30
30
- Keluarga pasien mengatakan
selalu memberikan pasien obat
tepat waktu
O:
- Keluarga pasien menjelaskan
jadwal pasien
- keluarga pasien menunjukkan
obat yang dikonsumsi pasien
A:
- SP 3K tercapai
P:
- Selanjutnya evaluasi SP 1-3 K

3
3
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan data didapatkan Tn. J dengan diagnosa medis skizofrenia dengan masalah
keperawatan gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran. Hal tersebut sesuai
dengan teori Videbeck (2008) adalah suatu penyakit yang memengaruhi otak dan
menyebabkan timbulnya pikiran,persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh dan
terganggu. Gejala positif adalah gejala yang bersifat aneh, antara lain berupa delusi,
halusinasi, ketidakteraturan pembicaraan, dan perubahan perilaku.

Dari data pengkajian didapatkan bahwa Tn. J masih beberapa kali mendengar seperti
suara bisikan pada kedua telinganya sehingga kadang-kadang pasien berbicara seolah
menyuruh seseorang untuk diam. Tn. J mengatakan mendengar bisikan seolah mencaci
dirinya. Kondisi ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Keliat (2012) bahwa tanda
dan gejala halusinasi adalah pasien sering berbicara atau tertawa sendiri, marah-marah
tanpa sebab, mengarahkan telinga ke arah tertentu, menutup telinga, mendengar suara atau
kegaduhan, mendengar suara yang mengajak pasien bercakap-cakap, mendengar suara
yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya. Penelitian yang dilakukan oleh (Stuart,
2013) menyebutkan bahwa pasien halusinasi mengalami ketidakmampuan membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dari luar), pasien memberikan
persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa objek atau rangsangan yang nyata seperti
mendengar padahal tidak ada yang sedang berbicara atau mendengar suara tersebut.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada pasien Tn. J dengan halusinasi pendengeran
selama 2 hari mendapatkan hasil yang kurang baik, artinya pasien tidak mengalami
peningkatan kemampuan dalam mengontrol halusinasi, tidak terjadi peningkatan
kepercayaan dirinya untuk bersosialisasi, dan tidak patuh meminum obat.

Asuhan keperawatan ini sesuai dengan teori pendapat Notoatmojo (2010) bahwa semakin
tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka semakin mudah untuk menerima informasi
tentang objek atau yang berkaitan dengan pengetahuan. Salah satu faktor penyebab
terjadinya kekambuhan penderita skizofrenia khususnya halusinasi adalah kurangnya peran

3
keluarga dalam perawatan terhadap anggota yang menderita halusinasi. Ekonomi juga
berperan dalam merawat pasien halusinasi disertai pendidikan yang tinggi mempengaruhi
cara merawat pasien yang mengalami gangguan jiwa.

3
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Tn. J dengan gangguan persepsi sensori
: halusinasi pendengaran di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Timur, maka dapat
disimpulkan:

1. Hasil pengkajian Tn. J didapatkan data subyektif pasien mengatakan sempat


mendengar suara seperti bisikan-bisikan dikedua telinganya yang mencacinya setiap
siang atau malam saat sendiri atau saat melamun dan keluarga pasien mengatakan
kadang-kadang pasien sampai berteriak karena merasa mendengar bisikan-bisikan.
Data obyektif yang didapatkan pasien tampak bingung dan melamun.
2. Masalah keperawatan yang didapat dari hasil pengkajian Tn. J adalah Gangguan
Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran.
3. Intervensi Keperawatan di masalah Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
Pendengaran adalah identifikasi penyebab halusinas, identifikasi tanda-tanda
halusinasi, identifikasi akibat halusinasi, identfikasi perilaku yang biasa dilakukan
saat halusinasi, ajarkan cara mengontrol halusinas dengan cara menghardik,
bercakap- cakap dengan orang lain, melakukan aktivitas terjadwal dan minum obat
secara teratur.
4. Pelaksanaan tindakan dari kedua pasien dengan cara mengajarkan Strategi
Pelaksanaan (SP) pasien Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran.
Implementasi Tn. J berlangsung selama 2 hari dalam kondisi mampu mengontrol
halusinasi dan minum obat secara teratur di setiap harinya.
5. Evaluasi pada T. J belum mampu membina hubungan saling percaya, pasien tidak
kooperartif, pasien tidak dapat melakukan cara mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, tidak mau bercakap-cakap, tidak mau melakukan kegiatan, serta tidak
mampu menunjukkan dan menyebutkan kembali manfaat obat.

3
5.2 Saran
1. Bagi Perawat
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatann hendaknya mengkuti langkah-langkah
proses keperawatan sesuai dengan pelaksanaan tindakannya yang dilakukan secara
sistematis dan tertulis agar tindakan berhasil sesuai dengan yang diharapkan.
2. Bagi Pasien
Diharapkan pasien mampu melakukan SP Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
Pendengaran yang telah diajarkan oleh perawat disetiap jadwal yang telah dibuat bersama
agar halusinasi dapat dikontrol

3
DAFTAR PUSTAKA
Bagus Hernandi, (2020) PENERAPAN AKTIVITAS TERJADWAL PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN HALUSINASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GODEAN 1.
Diploma thesis, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
HTTP://REPOSITORY.UMPRI.AC.ID/ID/EPRINT/428/3/DHIKA%20FIRMA%20UTAMI_3.P
DF
Indrawan, Fajar. 2019. ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN HALUSINASI
PENDENGARAN DI RUANG INTERMEDIATE RUMAH SAKIT JIWA ATMA
HUSADA MAHAKAM SAMARINDA. Karya Tulis Ilmiah, Politeknik Kesehatan
Kalimantan Timur.
Prabawati, Lilik. 2019. GAMBARAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI HALUSINASI
PENDENGARAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI WISMA SADEWARUMAH
SAKIT JIWA GRHASIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Karya Tulis Ilmiah,
Akademi Keperawatan ’’Yky’’

Dalami, E., Rochimah, N., Suryati, K. R., & Lestari, W. (2009). ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN KLIEN GANGGUAN JIWA.

Pardede, J. A., Keliat, B. A., & Yulia, I. (2015). KEPATUHAN DAN KOMITMEN KLIEN
SKIZOFRENIA MENINGKAT SETELAH DIBERIKAN Acceptance And Commitment Therapy
dan PENDIDIKAN KESEHATAN MINUM OBAT. Jurnal Keperawatan Indonesia, 18(3), 157-166

Zelika, Alkhosiyah A. Dermawan, & Deden. (2015). Kajian Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Pendengaran Pada Sdr. D Di Ruang Nakula Rsjd Surakarta. Jurnal Poltekkes Bhakti Mulia. 12 (2),
8-15

Anda mungkin juga menyukai