2023
i
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan seminar kasus yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Tn.J Dengan Masalah Gangguan Persepsi
Sensori : Halusinasi di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Timur”. Laporan ini dibuat
sebagai rangkaian tugas PLKK II Program Studi Sarjana Keperawatan Institut Teknologi dan
Kesehatan Bali.
Penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih atas segala bantuan dan kemudahan
yang telah diberikan sehingga laporan ini dapat terselesaikan, yaitu kepada :
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan, sehingga penulis secara
terbuka menerima setiap kritik dan saran dari pembaca. Laporan seminar kasus yang ditulis
ini semoga bisa dijadikan sebagai referensi bagi pembaca terutama mahasiswa dengan satu
program studi yang sama.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan............................................................................................................2
1.3 Metode Penulisan...........................................................................................................2
1.4 Sistematika Penulisan....................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI.....................................................................................................4
2.1 Tinjauan Teori Skizofrenia dan Halusinasi....................................................................4
2.1.1 Tinjauan Teori Skizofrenia..........................................................................4
2.1.2 Tinjauan Teori Halusinasi............................................................................9
2.2 Tinjauan Teori Asuhan Keperawatan Halusinasi.........................................................16
BAB III TINJAUAN KASUS................................................................................................20
3.1 Pengkajian Keperawatan..............................................................................................20
3.2 Diagnosis Keperawatan................................................................................................29
3.3 Perencanaan Keperawatan...........................................................................................29
3.4 Pelaksanaan dan Evaluasi Keperawatan......................................................................31
BAB IV PEBAHASAN..........................................................................................................35
BAB V PENUTUP.................................................................................................................37
5.1 Kesimpulan..................................................................................................................37
5.2 Saran.............................................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................39
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Angka penderita gangguan jiwa mengkhawatirkan secara global, sekitar 450 juta orang
yang menderita gangguan mental. Orang yang mengalami gangguan jiwa sepertinya tinggal
di negara yang berkembang, sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan mental itu tidak
mendapatkan perawatan. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2016,
secara global, terdapat sekitar 35 juta orang yang mengalami depresi, 60 juta orang dengan
gangguan bipolar, 21 juta orang dengan skizofrenia, dan 47,5 juta orang dengan demensia.
Di Indonesia, kerap kali masyarakat dan anggota keluarga memberi stigma buruk
terhadap penderita skizofrenia karena kurangnya edukasi mengenai kesehatan mental.
Menurut International Journal of Mental Health Systems, pasien dengan gangguan kejiwaan
sering didiskriminasi. Dalam studi tersebut, masyarakat sering beranggapan bahwa pasien
dengan gangguan jiwa adalah orang yang berbahaya. Stuart dan Laraia dalam Yosep (2016)
menyatakan bahwa pasien dengan diagnosa medis skizofrenia dengan halusinasi sebanyak
20% mengalami halusinasi pendengaran dan penglihatan secar bersamaan, 70% mengalami
halusinasi pendengaran, 20% mengalami halusinasi penglihatan, dan 10% mengalami
halusinasi lainnya.
30
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Melakukan pengkajian pada pasien dengan masalah gangguan persepsi sensori :
halusinasi di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Timur.
1.2.2 Merumuskan diagnosa keperawatan pasien dengan masalah gangguan persepsi sensori :
halusinasi di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Timur.
1.2.3 Menyusun perencanaan keperawatan pasien dengan masalah gangguan persepsi sensori :
halusinasi di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Timur.
1.2.4 Melaksanakan intervensi keperawatan pasien dengan masalah gangguan persepsi sensori
: halusinasi di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Timur.
1.2.5 Mengevaluasi pasien dengan masalah gangguan persepsi sensori : halusinasi di wilayah
kerja Puskesmas I Denpasar Timur.
Pengkajian adalah tahap awal dari proses asuhan keperawatan dan merupakanproses yang
sistematis dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan pasien.
Diagnosa keprawatan adalah langkah kedua dari proses asuhan keperawatan yang
mengambarkan penelitian klinis tentang respon individu, keluarga, kelompok maupun
potensial.
30
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan keperawatan.
30
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Etiologi
Videbeck (2008) menyatakan bahwa skizofrenia dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu:
Faktor Predisposisi
1) Faktor Biologis
a. Faktor genetika
Faktor genetik adalah faktor utama pencetus dari skizofrenia.Anak yang memiliki
satu orang tua biologis penderita skizofrenia tetapi diadopsi pada saat lahir oleh
keluarga tanpa riwayat skizofrenia masih memiliki resiko genetik dari orang tua
biologis mereka.Hal ini dibuktikan dengan penelitian bahwa anak yang memiliki
satu orang tua penderita skizofrenia memiliki resiko 15%; angka ini meningkat
sampai 35% jika kedua orang tua biologis menderita skizofrenia (Videbeck,
2008).
b. Faktor neuroanatomi
Penelitian menunjukkan bahwa individu penderita skizofrenia memiliki jaringan
otak yang relatif lebih sedikit; hal ini dapat memperlihatkan suatu kegagalan
30
perkembangan atau kehilangan jaringan selanjutnya. Computerized Tomography
(CT Scan) menunjukkan pembesaran ventrikel otak dan atrofi korteks otak.
Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET) menunjukkan bahwa ada
penurunan oksigen dan metabolisme glukosa pada struktur korteks frontal
otak.Riset secara konsisten menunjukkan penurunan volume otak dan fungsi otak
yang abnormal pada area temporal dan frontal individu penderita skizofrenia
(Videbeck, 2008). Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem
limbik dan ganglia basalis. Otak pada penderita skizofrenia terlihat sedikit berbeda
dengan orang normal, ventrikel terlihat melebar, penurunan massa abu-abu dan
beberapa area terjadi peningkatan maupun penurunan aktivitas metabolik.
Pemeriksaan mikroskopis dan jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam
distribusi sel otak yang timbul pada massa prenatal karena tidak ditemukannya sel
glia, biasa timbul pada trauma otak setelah lahir (Prabowo, 2014).
c. Neurokimia
Penelitian neurokimia secara konsisten memperlihatkan adanya perubahan sistem
neurotransmitters otak pada individu penderita skizofrenia.Pada orang normal,
sistem switch pada otak bekerja dengan normal.Sinyal-sinyal persepsi yang datang
dikirim kembali dengan sempurna tanpa ada gangguan sehingga menghasilkan
perasaan, pemikiran, dan akhirnya melakukan tindakan sesuai kebutuhan saat
itu.Pada otak penderita skizofrenia, sinyal-sinyal yang dikirim mengalami
gangguan sehingga tidak berhasil mencapai sambungan sel yang dituju (Yosep,
2016).
2) Faktor Psikologis
Skizofrenia terjadi karena kegagalan dalam menyelesaikan perkembangan awal
psikososial sebagai contoh seorang anak yang tidak mampu membentuk hubungan
saling percaya yang dapat mengakibatkan konflik intrapsikis seumur hidup.Skizofrenia
yang parah terlihat pada ketidakmampuan mengatasi masalah yang ada.Gangguan
identitas, ketidakmampuan untuk mengatasi masalah pencitraan, ketidakmampuan
untuk mengontrol diri sendiri juga merupakan kunci dari teori ini (Stuart, 2013).
3) Faktor Sosiokultural dan Lingkungan
Faktor sosiokultural dan lingkungan menunjukkan bahwa jumlah individu dari sosial
ekonomi kelas rendah mengalami gejala skizofrenia lebih besar dibandingkan dengan
30
individu dari sosial ekonomi yang lebih tinggi.Kejadian ini berhubungan dengan
kemiskinan, akomodasi perumahan padat, nutrisi tidak memadahi, tidak ada perawatan
prenatal, sumber daya untuk menghadapi stress dan perasaan putus asa
Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dari skizofrenia antara lain sebagai berikut :
1) Biologis
Stresssor biologis yang berbuhungan dengan respons neurobiologis maladaptif
meliputi : gangguan dalam komunikasi dan putaran umpan balik otak yang
mengatur mengatur proses balik informasi, abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus (Stuart, 2013).
2) Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis berinteraksi
dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan pikiran (Stuart,
2013).
3) Pemicu gejala Pemicu merupakan prekursor dan stimuli yang sering menimbulkan
episode baru suatu penyakit.Pemicu yang biasanya terdapat pada respon
neurobiologis maladaptif yang berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap,
dan perilaku individu (Stuart, 2013).
3. Patofisiologi
Didalam otak terdapat milyaran sambungan sel. Setiap sambungan sel menjadi tempat
untuk meneruskan maupun menerima pesan dari sambungan sel yang lain. Sambungan
sel tersebut melepaskan zat kimia yang disebut neurotransmitter yang membawa pesan
dari ujung sambungan sel yang satu ke sel yang lainnya. Di dalam otak yang terserang
skizofrenia, terdapat kesalahan atau kerusakan pada sistem komunikasi tersebut. Pada
orang yang normal, sistem switch seperti dalam sebuah ponsel, akan bekerja secara
normal. Sinyal-sinyal persepsi yang datang serta rangsangan dari lingkungan dan
rangsangan psikososial akan dikirim kembali dengan sempurna tanpa ada gangguan
sehingga menghasilkan perasaan, pemikiran, dan akhirnya melakukan tindakan sesuai
kebutuhan yang diperlukan pada saat itu. Pada otak penderita skizofrenia, sinyal-sinyal
yang dikirim mengalami gangguan sehingga tidak berhasil mencapai sambungan sel yang
30
dituju. Skizofrenia terbentuk secara bertahap dan penderita skizofrenia biasanya tidak
menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam otaknya dalam kurun waktu yang lama.
Kerusakan yang terjadi secara perlahan-lahan ini yang akhirnya menjadi skizofrenia dan
sangat tersembunyi serta berbahaya. Gejala yang timbul secara perlahan ini bisa saja
menjadi skizofrenia akut. Periode skizofrenia akut adalah gangguan yang singkat dan
kuat, yang meliputi halusinasi, penyesatan pikiran atau delusi, dan kegagalan pikiran.
Skizofrenia juga dapat menyerang secara tiba-tiba, perubahan perilaku yang sangat
dramatis terjadi dalam beberapa hari atau minggu. Serangan yang mendadak memicu
terjadinya priode akut. Kebanyakan didapati bahwa mereka didalam sosialnya dikucilkan,
kemudian karena dikucilkan tersebut mereke akan menderita depresi yang berat, dan
tidak dapat berperan sosial seperti orang normal dalam lingkungannya. Skizofrenia juga
dapat menjadi kronis jika dibiarkan saja tanpa tindakan, biasanya saat penderita
memasuki fase kronis dia akan cenderung melakukan tindakan kekerasan atau perilaku
kekerasan (PK), kehilangan karakter sebagai manusia dalam kehidupan sosial, tidak
memiliki motivasi sama sekali, depresi berat, halusinasi, dan tidak memiliki kepekaan
tentang perasaannya sendiri.
4. Klasifikasi
Secara umum skizofrenia dibagi dalam 5 tipe atau kelompok yang mempunyai
spesifikasi masing-masing, kriteria pengelompokannya sebagai berikut:
a) Tipe Hebefrenik
Tipe ini disebut juga disorganized type atau kacau balau yang dimulai dengan
gejala-gejala antara lain :
1) Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa
maksudnya. Hal ini dapat dilihat dari kata-kata yang diucapkan tidak ada
hubungannya satu dengan yang lain.
2) Alam perasaan (mood, effect) yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi
(incongrose) atau ketolol-tololan (silly).
3) Perilaku dan tertawa kekanak-kanakan (giggling), senyum yang menunjukan
rasa puas diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri.
4) Waham (delusion) tidak jelas dan tidak sistimatik (terpecah) tidak terorganisir
suatu satu kesatuan.
30
5) Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisir sebagai
satu kesatuan.
6) Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan
aneh, berkelakar, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan kecenderungan
untuk menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial.
b) Tipe Katatonik
1) Stupor katatonik, yaitu suatu pengurangan hebat dalam reaktivitas terhadap
lingkungan dan atau pengurangan dari pergerakkan atau aktivitas spontan
sehingga nampak seperti patung, atau diam membisu (mute).
2) Ekolalia atau ekopraksia (pembicaraan yang tidak bermakna).
1) Negativisme katatonik yaitu suatu penolakkan yang nampaknya tanpa motif
terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan bagian tubuh
dirinya.
2) Kekakuan (rigidity) katatonik yaitu mempertahankan suatu sikap kaku
terhadap semua upaya untuk menggerakkan bagian tubuh dirinya.
3) Kegaduhan katatonik, yaitu kegaduhan aktivitas motorik (otot alat gerak) yang
nampaknya tak bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh rangsang luar.
4) Sikap tubuh katatonik yaitu sikap (posisi tubuh) yang tidak wajar atau aneh.
c) Tipe paranoid
1) Waham (delucion) kejar atau waham kebesaran, misi atau utusan sebagai
penyelamat bangsa dunia atau agama, misi kenabian atau mesias, atau
perubahan tubuh. Waham cemburu seringkali juga ditemukan.
2) Halusinasi yang berisi kejaran atau kebesaran.
3) Gangguan alam perasaan dan perilaku, misalnya kecemasan yang tidak
menentu, kemarahan, suka bertengkar dan berdebat kekerasan. Seringkali
ditemukan kebingungan tentang identitas jenis kelamin dirinya (gender
identity) atau ketakutan bahwa dirinya diduga sebagai seorang homoseksual
atau merasa dirinya didekati oleh orang-orang homoseksual.
d) Tipe Residual
Tipe ini merupakan sisa-sisa (residu) dari gejala skizofrenia yang tidak begitu
menonjol. Misalnya alam perasaan yang tumpul dan mendatar serta tidak serasi
(innappropriate), penarikan diri dari pergaulan sosial, tingkah laku eksentrik,
30
pikiran tidak logis dan tidak rasional atau pelonggaran asosiasi pikiran.
Tipe ini tidak dapat dimasukkan dalam tipe-tipe yang telah diuraikan hanya
ganbaran klinisnya terdapat waham, halusinasi, inkoherensi atau tingkah laku
kacau.
5. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala skizofrenia menurut Keliat (2012) adalah sebagai berikut :
a. Gejala positif :
1) Waham : keyakinan yang salah ,tidak sesuai dengan kenyataan, dipertahankan dan
disampaikan berulang-ulang (waham kejar, waham curiga, waham kebesaran)
2) Halusinasi : gangguan penerimaan pancaindra tanpa ada stimulus eksternal (halusinasi
pendengaran, penglihatan, pengecapan, penciuman dan perabaan )
3) Perubahan arus pikir :
- Arus pikir terputus : dalam pembicaraan tiba-tiba tidak dapat melanjutkan isi
pembicaraan
- Inkohoren : berbicara tidak selaras dengan lawan bicara ( bicara kacau)
- Neologisme : menggunakan kata-kata yang hanya dimengerti oleh diri sendiri
tetapi tidak dimengerti oleh orang lain
4) Perubahan perilaku :
- Hiperaktif
- Agitasi
- Iritabilitas
b. Gejala negatif :
1) Sikap masa bodoh (apatis)
2) Pembicaraan terhenti tiba-tiba (blocking)
3) Menarik diri dari pergaulan sosial (isolasi sosial)
4) Menurunnya kinerja atau aktivitas sosial sehari-hari
30
6. Rentang Respon Neurobiologis
Adaptif Maladaptif
30
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk pasien skizofrenia (Townsend,
2018), yaitu:
a. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara
umum didapatkan:
1) Atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior
frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik
tetap utuh
2) Berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
b. Pemeriksaan neuropsikologik
Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia.
1) Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya
gangguan fungsi kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi.
2) Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh
beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan
ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa.
c. CT scan:
1) Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer
seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran
ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada
penyakit ini
2) Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan
beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental.
d. MRI
1) Peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn
pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain
didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal
seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan
fissura sylvii.
2) MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan
penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
30
e. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit
alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik.
f. PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan:
1) Penurunan aliran darah
2) Metabolisme O2
3) Dan glukosa didaerah serebral
4) Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi
dengan kelainan fungsi kognisi dan selalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian
neuropatologi.
g. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini berkolerasi
dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT
dan PET) tidak digunakan secara rutin.
h. Laboratorium darah Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita
alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit
demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE, fungsi renal
dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody yang dilakukan secara
selektif.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien skizofrenia menurut Hawari (2012) adalah sebagai berikut:
a. Manajemen keperawatan pasien halusinasi menurut (Stuart, 2013) sebagai berikut:
1) Bina hubungan interpersonal dan saling percaya
a) Ingat jika anda merasa cemas atau takut, pasien pun akan mengalami hal yang
sama.
b) Bersikap sabar, tunjukan penerimaan, dan gunakan keterampilan mendengar aktif.
2) Kaji gejala halusinasi, termasuk lama, intensias, dan frekuensi.
a) Amati isyarat perilaku yang mengindikasikan adanya halusinasinya.
b) Amati isyarat yang mengidentifikasi tingkat intensitas dan lama halusinasi.
30
c) Bantu pasien mencatat banyaknya halusinasi yang dialami pasien setiap hari.
3) Fokuskan pada gejala dan minta pasien untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi.
a) Berikanlah kekuatan kepada pasien dengan membantunya memahami gejala yang
dialami.
b) Bantu pasien untuk mengendalikan halusinasinya,mencari distraksi yang berguna,
dan meminimalkan alkohol.
4) Kaji penggunaan obat dan alkohol.
a) Tentukan pasien apakah menggunakan alcohol atau obat.
b) Tentukan apakah perilaku ini menyebabkan atau memperparah halusinasi.
5) Jika anda ditanya oleh pasien, katakan secara singkat bahwa anda tidak mengalami
stimulus yang sama.
a) Jangan mendebatkan pasien jika berbeda persepsi.
b) Jika muncul halusinasinya, jangan membiarkan pasien sendirian.
6) Sarankan dan kuatkan penggunaan hubungan interpersonal sebagai suatu teknik
penatalaksanaan gejala.
a) Dorong pasien untuk bercerita kepada orang yang ia percayai yang dapat
memberikan umpan balik yang korektif dan suportif.
b) Bantu pasien dalam memobilitasi dukungan sosial.
7) Bantu pasien untuk menjelaskan dan membandingkan halusinasi saat ini dan
halusinasi masa lalu.
a) Tentukan apakah terhadap pola halusinasi yang dialami pasien.
b) Dorong pasien untuk mengingat kapan halusinasi pertama terjadi.
8) Bantu pasien mengidentifikasi kebutuhan yang merefleksikan isi halusinasi.
a) Identifikasi kebutuhan yang dapat memicu halusinasi.
b) Fokuskan pada kebutuhan pasien yang tidak terpenuhi dan diskusikan hubungan
tersebut dengan adanya halusinasi.
b. Managemen Psikofarmaka
1) Peran Perawat Dalam Pemberian Psikofarmaka Peran perawat dalam
penatalaksanaan obat di rumah sakit jiwa (Yusuf, 2015) sebagai berikut:
a) Mengumpulkan data sebelum pengobatan. Dalam melaksanakan peran ini,
perawat didukung oleh latar belakang pengetahuan biologis dan perilaku. Data
yang perlu dikumpulkan antara lain riwayat penyakit, diagnosis medis, hasil
30
pemeriksaan laboratorium yang berkaitan, riwayat pengobatan, jenis obat yang
digunakan (dosis, cara pemberian, waktu pemberian), dan perawat perlu
mengetahui program terapi lain bagi pasien. Pengumpulan data ini agar asuhan
yang diberikan bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan.
b) Mengoordinasikan obat dengan terapi modalitas.
c) Hal ini penting dalam mendesain program terapi yang akan dilakukan. Pemilihan
terapi yang tepat dan sesuai dengan program pengobatan pasien akan
memberikan hasil yang lebih baik.
d) Pendidikan kesehatan.
e) Pasien di rumah sakit sangat membutuhkan pendidikan kesehatan tentang obat
yang diperolehnya, karena pasien sering tidak minum obat yang dianggap tidak
ada manfaatnya. Selain itu, pendidikan kesehatan juga diperlukan oleh keluarga
karena adanya anggapan bahwa jika pasien sudah pulang ke rumah tidak perlu
lagi minum obat padahal ini menyebabkan risiko kekambuhan dan dirawat
kembali di rumah sakit.
f) Memonitor efek samping obat.
g) Seorang perawat diharapkan mampu memonitor efek samping obat dan reaksi-
reaksi lain yang kurang baik setelah pasien minum obat. Hal ini penting dalam
mencapai pemberian obat yang optimal.
h) Melaksanakan prinsip-prinsip pengobatan psikofarmakologi.
i) Peran ini membuat perawat sebagai kunci dalam memaksimalkan efek terapeutik
obat dan meminimalkan efek samping obat karena tidak ada profesi lain dalam
tim kesehatan yang melakukan dan mempunyai kesempatan dalam memberikan
tiap dosis obat pasien, serta secara terus-menerus mewaspadai efek samping
obat. Dalam melaksanakan peran ini, perawat bekerja sama dengan pasien.
j) Melaksanakan program pengobatan berkelanjutan.
k) Dalam program pengobatan, perawat merupakan penghubung antara pasien
dengan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat. Setelah pasien selesai dirawat
di rumah sakit maka perawat akan merujuk pasien pada fasilitas yang ada di
masyarakat misalnya puskesmas, klinik jiwa, dan sebagainya.
l) Menyesuaikan dengan terapi nonfarmakologi.
30
m) Sejalan dengan peningkatan pengetahuan dan kemampuan perawat, peran
perawat dapat diperluas menjadi seorang terapis. Perawat dapat memilih salah
satu program terapi bagi pasien dan menggabungkannya dengan terapi
pengobatan serta bersama pasien bekerja sebagai satu kesatuan.
n) Ikut serta dalam riset interdisipliner
o) Sebagai profesi yang paling banyak berhubungan dengan pasien, perawat dapat
berperan sebagai pengumpul data, sebagai asisten peneliti, atau sebagai peneliti
utama. Peran perawat dalam riset mengenai obat ini sampai saat ini masih terus
digali.
2) Psikofarmaka
Obat psikofarmaka ditujukan pada gangguan fungsi neurotrasmitter sehingga
gejala-gejala klinis dapat dihilangkan. Obat psikofarmaka lebih berkhasiat
menghasilan gejala negatif skizofrenia daripada gejala positif skizofrenia atau
sebaliknya, ada juga yang lebih cepat menimbulkan efek samping dan lain
sebagainya. Beberapa contoh obat psikofarmaka yang beredar di Indonesia yang
termasuk golongan generasi pertama yaitu Chlorpromazine HCl, Trifluoperazine
HCL, Thioridazine HCl, dan Haloperidol. Yang termasuk golongan generasi kedua
yaitu Risperidone, Paliperidone, Clozapine, Quetiapine, Olanzapine, dan
Aripiprazole.
Golongan obat anti skizofrenia baik generasi pertama (typical) maupun
generasi kedua (atypical) pada pemakaian jangka panjang umumnya menyebabkan
penambahan berat badan. Obat golongan typical khususnya berkhasiat dalam
mengattasi gejalagejala positif skizofrenia, sehingga meninggalkan gejala-gejala
nnegatif skizofrenia. Sementara itu pada penderita skizofrenia dengan gejala negatif
pemakaian golongan typical kurang memberikan respon. Selain itu obat golongan
typical tidak memberikan efek yang baik pada pemulihan fungsi kognitif penderita.
Obat golongan typical sering menimbulkan efek samping berupa gejala ekstra
piramidal (EPS).
3) Terapi psikososial
Terapi psikososial dimaksutkan agar penderita mampu kembali beradaptasi
dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak
tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan
30
masyarakat. Penderita ini menjalani terapi psikososial hendaknya tetap
mengkonsumsi obat psikofarmaka sebagaimana juga hanya waktu menjalani
psikoterapi.
2.1.2 Tinjauan Teori Halusinasi
1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghidu ( Direja, 2011). Halusinasi adalah gangguan
persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran dan pikiran yang sering terjadi
tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan
( Dalami, dkk, 2014). Halusinasi hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).
Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata (Kusumawati, 2012). Halusinasi adalah salah satu gejala
gangguan sensori persepsi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa. Halusinasi adalah
persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak sesuai dengan
kenyataan. Menurut Pambayung (2015) halusinasi adalah hilangnya kemampuan
manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar). Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2013). Halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah gangguan persepsi sensori
dimana klien mempersepsikan sesuatu melalui panca indera tanpa ada stimulus
eksternal. Halusinasi berbeda dengan ilusi, dimana klien mengalami persepsi yang
salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus
eksternal yang terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada
oleh klien.
30
2. Etiologi
30
3. Patofisiologi
30
Adalah fase Conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi
mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya,
hilang control, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di
lingkungan.
Perilaku Klien : perilaku terror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu merespons terhadap
perintah kompleks, dan tidak mampu berespons lebih dari satu orang
4. Tanda gejala
30
v) Ketakutan.
w) Tidak dapat mengurus diri.
x) Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
5. Manifestasi klinis
30
7. Penatalaksanaan
30
klien halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi klien dengan
menghardik
● Strategi Pelaksanaan 2 keluarga : melatih keluarga merawat klien
halusinasi dengan enam benar minum obat
● Strategi Pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga merawat klien
halusinasi dengan bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
● Strategi Pelaksanaan 4 keluarga : melatih keluarag memnafaatkan
fasilitas kesehatan untuk follow up klien halusinasi.
2) Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena
klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk
mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan dokter.
Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk
kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau
latihan bersama, seperti terapi modalitas yang terdiri dari :
1) Terapi aktivitas
Meliputi : terapi musik, terapi seni, terapi menari, terapi relaksasi,
terapi sosial, terapi kelompok , terapi lingkungan.
30
- Tatapan mata pada tempat tertentu
- Menunjuk-nujuk arah tertentu
- Mengusap atau meraba-raba permukaan kulit tertentu
2. Diagnosa Keperawatan
Causa
Isolasi sosial
3. Intervensi
SP I Halusinasi
Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi
Mengajarkan pasien menghardik halusinasi
Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian
SP II p
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain
30
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP III p
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan
(kegiatan yang biasa dilakukan pasien di rumah)
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP IV p
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
30
4. Implementasi
Resiko Perilaku Kekerasan terdapat 4 macam SP untuk pasien dan 3 macam SP untuk
keluarga.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap
tindakan yang telah dilaksanakan, evaluasi dapat dibagi dua jenis yaitu : evaluasi
proses atau formatif dilakukan selesai melaksanakan tindakan. Evaluasi hasil atau
sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan umum dan tujuan
khusus yang telah ditentukan.
30
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial :_Tn. J (P) Tanggal Pengkajian :_10 Januari 2023
Umur :_26 tahun RM No. :_-
Alamat : Jl. Waribang, Gang Sekar No. 12
Pekerjaan: -_
Informan: keluarga
Bila ya jelaskan: Keluarga pasien mengatakan pasien mengalami halusinasi sejak putus
dengan kekasihnya, dimana saat itu pasien juga mendengar bisikan-bisikan dikedua
telinganya. Selanjutnya keluarga mengatakan beberapa kali pasien hendak memukul
ayahnya dan tampak mengamuk atau mengumpat kasar
Bila ya jelaskan : -
RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Pelaku/ usia Korban/ usia Saksi/ usia
1. Aniaya fisik
2. Aniaya seksual
3. Penolakan
30
4. Kekerasan dalam
keluarga
5. Tindakan kriminal
Jelaskan :_pasien tidak pernah mengalami aniaya fisik, aniaya seksual, penolakan,
kekerasan dalam keluarga, dan tindakan kriminal.
6. Pengalaman masa lalu lain yang tidak menyenangkan (bio, psiko, sosio, kultural,
spiritual):
Keluarga pasien mengatakan pasien sempat mendapat diskriminasi dari warga sekitar
karena merasa takut dengan penyakit yang diderita oleh pasien sehingga pasien mulai
mengurung diri dikamar, tidak mau keluar rumah, dan juga sering melamun.
Masalah keperawatan :-
V. STATUS MENTAL
1.Penampilan
tidak rapi penggunaan pakaian Cara berpakaian
tidak sesuai tidak seperti biasanya
Jelaskan : pasien tampak rapi dan menggunakan pakaian yang sesuai (baju dan celana)
Masalah keperawatan : -
2. Kesadaran
Kwantitatif/ penurunan kesadaran]
compos mentis apatis/ sedasi somnolensia
sopor subkoma koma
30
Kwalitatif
tidak berubah berubah
meninggi gangguan tidur: sebutkan
3. Disorientasi
waktu tempat orang
Peningkatan:
hiperkinesia, hiperaktivitas gaduh gelisah katatonik
TIK grimase
tremor gagap
stereotipi mannarism
katalepsi akhopraxia
command automatism atomatisma
nagativisme reaksi konversi
verbigerasi berjalan kaku/ rigit
kompulsif lain-2 sebutkan
5. Afek/ Emosi
adequat tumpul dangkal/ datar
labil inadequat anhedonia
marasa kesepian eforia ambivalen apati
marah depresif/ sedih
cemas: ringan sedang
berat panik
Jelaskan : Pasien tampak sesekali marah, mengamuk dan panik saat perawat
sedang mengkaji perkembangan kesehatannya
Masalah keperawatan : Resiko Kekerasan Fisik.
6. Persepsi
halusinasi ilusi depersonalisasi
derealisasi
Macam Halusinasi
pendengaran penglihatan perabaan
pengecapan penghidu/ pembauan lain-lain, sebutkan
30
Jelaskan : Keluarga pasien mengatakan pasien sering mendengar suara seperti
bisikan bisikan di kedua telinganya dan keluarga pasien mengatakan kadang-kadang
pasien sampai berteriak karena merasa mendengar bisikan-bisikan
Masalah keperawatan : Halusinasi Pendengaran
7. Proses Pikir
Arus Pikir
koheren inkoheren asosiasi longgar
fligt of ideas blocking pengulangan pembicaraan/ persevarasi
tangansial sirkumstansiality logorea
neologisme bicara lambat bicara cepat
irelevansi main kata-kata afasi
assosiasi bunyi lain2 sebutkan..
Jelaskan : pasien dapat menjawab dan mengucapkan kalimat yang baik saat
ditanya oleh perawat
Masalah keperawatan : -
Isi Pikir
obsesif ekstasi fantasi
bunuh diri ideas of reference pikiran magis
alienasi isolaso sosial rendah diri
preokupasi pesimisme fobia sebutkan.........................
waham: sebutkan jenisnya
agama somatik, hipokondrik kebesaran
curiga nihilistik sisip pikir
siar pikir kontrol pikir kejaran
dosa
Jelaskan : pasien merespon hal sesuai pertanyaan perawat dan tidak melebih-
lebihkan
Masalah keperawatan : -
Bentuk Pikir
realistik nonrealistik
autistik dereistik
8. Memori
gangguan daya ingat jangka panjang gangguan daya ingat jangkapendek
gangguan daya ingat saat ini amnesia, sebutkan.........................
paramnesia, sebutkan jenisnya........................................................
hipermnesia, sebutkan ...................................................................
Jelaskan : pasien dapat mengingat dan menyebutkan namanya Kembali dengan benar.
30
Masalah keperawatan : -
9. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
mudah beralih tidak mampu berkonsentrasi tidak mampu berhitung
sederhana
Jelaskan : pasien tidak mmampu menjawab dengan benar saat diberi
pertanyaan 5+4
Masalah keperawatan : -
Jelaskan : pasien lebih memilih tidur siang daripada makan siang karena jam
makan siang belum saanya
Masalah keperawatan : -
Masalah keperawatan : -
VI. FISIK
1. Keadaan umum : composmentis, bangun tubuh : tegak, pergerakan : bebas dan normal
2. Tanda vital: TD: 110/80 mmHg, N: 80 x/menit, S: 36,5 C, P: 20 x/menit
3. UKur: TB: 165 cm, BB: 60 kg turun naik
4. Keluhan fisik: tidak ya jelaskan:
5. Pemeriksaan fisik:
a) Kepala: bentuk kepala normocephali, kulit kepala bersih, rambut rapi
b) Mata: mata simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih
c) Hidung: tidak terdapat sekret, tidak terdapat nyeri tekan
d) Telinga: bentuk simetris, tidak terdapat serumen
e) Mulut: mukosa bibir lembab
f) Leher: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
g) Thorax: pergerakan dada simetris
h) Abdomen: tidak ada nyeri tekan
i) Ekstremitas: pergerakan bebas, kekuatan otot:
30
555555
555555
Masalah keperawatan: -
Masalah keperawatan : -
2. Genogram
Keterangan:
: Pasien
: Perempuan
: Laki-laki
: Meninggal
30
: Tinggal serumah
3. Hubungan Sosial
a. Hubungan terdekat : ayah pasien mengatakan pasien paling dekat dengan ayahnya.
b. Peran serta dalam kelompok/ masyarakat : pasien tidak berperan dalam
masyarakat karena pasien mengurung diri dirumah..
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : pasien terkadang merasa malu
saat berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain.
sembahyang
Masalah keperawatan: -
1. Makan
Bantuan minimal Sebagian Bantuan total
2. BAB/BAK
Bantuan minimal Sebagian Bantuan total
3. Mandi
Bantuan minimal Sebagian Bantuan total
4. Berpakaian/berhias
Bantuan minimal Sebagian Bantuan total
7. Pemeliharaan kesehatan
Perawatan Lanjutan Ya Tidak
Sistem pendukung Ya Tidak
30
8. Aktivitas di dalam rumah
Mempersiapkan makanan Ya Tidak
Menjaga kerapihan rumah Ya Tidak
Mencuci pakaian Ya Tidak
Pengaturan keuangan Ya Tidak
Masalah keperawatan : -
30
XII. ASPEK MEDIK
Diagnosa medik : Skizofrenia
Terapi medik : clozapine 25 mg (1 x 1) 2 tablet, trihexyphenidyl HCL 2 mg (2 x 1)
XIII. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
1) Isolasi sosial
2) Halusinasi pendengaran
3) Risiko perilaku kekerasan
4) Kurang pengetahuan
30
XIV. ANALISA DATA
No Data Masalah
1 DS: Keluarga pasien mengatakan pasien sempat Isolasi Sosial
mendapat diskriminasi dari warga sekitar karena
merasa takut dengan penyakit yang diderita oleh
pasien sehingga pasien mulai mengurung diri
dikamar, tidak mau keluar rumah, dan juga sering
melamun.
DO: -
2 DS: Halusinasi Pendengaran
- Keluarga pasien mengatakan pasien sering
mendengar suara seperti bisikan bisikan di kedua
telinganya dan keluarga pasien mengatakan kadang-
kadang pasien sampai berteriak karena merasa
mendengar bisikan-bisikan
DO:
- Pasien tampak bingung
- Pasien tampak melamun
30
XV. POHON MASALAH
Isolasi Sosial
Causa
Koping Tidak Efektif
30
6. Mengidentifikasi respons
pasien terhadap halusinasi SP 2:
7. Mengajarkan pasien 1. Melatih keluarga
menghardik halusinasi mempraktekkan cara merawat
8. Menganjurkan pasien pasien dengan Halusinasi
memasukkan cara menghardik 2. Melatih keluarga melakukan
halusinasi dalam jadwal cara merawat langsung
kegiatan harian kepada pasien Halusinasi
SP 2 SP 3:
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Membantu keluarga
harian pasien membuat jadual aktivitas di
2. Melatih pasien mengendalikan rumah termasuk minum obat
halusinasi dengan cara (discharge planning)
bercakap-cakap dengan orang 2. Menjelaskan follow up
lain pasien setelah pulang
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Melatih pasien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan
kegiatan (kegiatan yang biasa
dilakukan pasien di rumah)
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP 4
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang penggunaan
obat secara teratur
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
30
3.4 Pelaksanaan dan Evaluasi Keperawatan
NO Tanggal Implementasi Keperawatan Evaluasi
Dx &
Jam
1 Senin, 9 Melakukan SP 1P pasien dengan S:
Januari halusinasi pendengaran - Pasien mengatakan kadang-
2023 1. Mengidentifikasi jenis kadang mendengar bisikan-
halusinasi pasien bisikan seperti mencaci dan
Pukul 2. Mengidentifikasi isi halusinasi berteriak kepada dirinya.
11.30 pasien - Pasien mengatakan mendengar
WITA 3. Mengidentifikasi waktu bisikan siang atau malam saat
halusinasi pasien sendirian atau saat melamun
4. Mengidentifikasi frekuensi - Pasien mengatakan meneriaki
halusinasi pasien bisikan itu jika bisikan itu
5. Mengidentifikasi situasi yang muncul
menimbulkan halusinasi O:
6. Mengidentifikasi respons - Pasien mampu menyebutkan
pasien terhadap halusinasi apa yang dialami
7. Mengajarkan pasien - Pasien mampu tidak mampu
menghardik halusinasi mempraktekkan cara
8. Menganjurkan pasien menghardik yang benar
memasukkan cara menghardik - Pasien tidak kooperatif
halusinasi dalam jadwal A:
kegiatan harian - SP 1P belum tercapai
P:
- Lanjutkan ke SP 2P pasien
dengan halusinasi pendengaran
30
3. Menjelaskan cara-cara O:
merawat pasien halusinasi - Keluarga pasien tampak
mengerti dengan penjelasan
perawat
- Keluarga pasien kooperatif
A:
- SP 1K tercapai
P:
- Lanjutkan ke SP 2K pasien dengan
halusinasi pendengaran
1 Selasa, 11 Melakukan SP 2P pasien dengan S:
Januari halusinasi pendengaran - Pasien mengatakan mendengar
2023 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan kembali suara bisikan tersebut
harian pasien O:
Pukul 2. Melatih pasien mengendalikan - Pasien tidak mampu
11.00 halusinasi dengan cara menyebutkan kegiatan
WITA bercakap-cakap dengan orang hariannya
lain - Pasien tidak mengingat nama
3. Menganjurkan pasien perawat
memasukkan dalam jadwal - Pasien tidak mau diajak
kegiatan harian bercakap-cakap
- Pasien tidak kooperatif
A:
- SP 2P belum tercapai
P:
- Lanjutkan ke SP 3P pasien
dengan halusinasi pendengaran
30
A:
- SP 3P belum tercapai
P:
- Lanjutkan ke SP 4P pasien
dengan halusinasi pendengaran
3
3
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan data didapatkan Tn. J dengan diagnosa medis skizofrenia dengan masalah
keperawatan gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran. Hal tersebut sesuai
dengan teori Videbeck (2008) adalah suatu penyakit yang memengaruhi otak dan
menyebabkan timbulnya pikiran,persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh dan
terganggu. Gejala positif adalah gejala yang bersifat aneh, antara lain berupa delusi,
halusinasi, ketidakteraturan pembicaraan, dan perubahan perilaku.
Dari data pengkajian didapatkan bahwa Tn. J masih beberapa kali mendengar seperti
suara bisikan pada kedua telinganya sehingga kadang-kadang pasien berbicara seolah
menyuruh seseorang untuk diam. Tn. J mengatakan mendengar bisikan seolah mencaci
dirinya. Kondisi ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Keliat (2012) bahwa tanda
dan gejala halusinasi adalah pasien sering berbicara atau tertawa sendiri, marah-marah
tanpa sebab, mengarahkan telinga ke arah tertentu, menutup telinga, mendengar suara atau
kegaduhan, mendengar suara yang mengajak pasien bercakap-cakap, mendengar suara
yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya. Penelitian yang dilakukan oleh (Stuart,
2013) menyebutkan bahwa pasien halusinasi mengalami ketidakmampuan membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dari luar), pasien memberikan
persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa objek atau rangsangan yang nyata seperti
mendengar padahal tidak ada yang sedang berbicara atau mendengar suara tersebut.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada pasien Tn. J dengan halusinasi pendengeran
selama 2 hari mendapatkan hasil yang kurang baik, artinya pasien tidak mengalami
peningkatan kemampuan dalam mengontrol halusinasi, tidak terjadi peningkatan
kepercayaan dirinya untuk bersosialisasi, dan tidak patuh meminum obat.
Asuhan keperawatan ini sesuai dengan teori pendapat Notoatmojo (2010) bahwa semakin
tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka semakin mudah untuk menerima informasi
tentang objek atau yang berkaitan dengan pengetahuan. Salah satu faktor penyebab
terjadinya kekambuhan penderita skizofrenia khususnya halusinasi adalah kurangnya peran
3
keluarga dalam perawatan terhadap anggota yang menderita halusinasi. Ekonomi juga
berperan dalam merawat pasien halusinasi disertai pendidikan yang tinggi mempengaruhi
cara merawat pasien yang mengalami gangguan jiwa.
3
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Tn. J dengan gangguan persepsi sensori
: halusinasi pendengaran di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Timur, maka dapat
disimpulkan:
3
5.2 Saran
1. Bagi Perawat
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatann hendaknya mengkuti langkah-langkah
proses keperawatan sesuai dengan pelaksanaan tindakannya yang dilakukan secara
sistematis dan tertulis agar tindakan berhasil sesuai dengan yang diharapkan.
2. Bagi Pasien
Diharapkan pasien mampu melakukan SP Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
Pendengaran yang telah diajarkan oleh perawat disetiap jadwal yang telah dibuat bersama
agar halusinasi dapat dikontrol
3
DAFTAR PUSTAKA
Bagus Hernandi, (2020) PENERAPAN AKTIVITAS TERJADWAL PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN HALUSINASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GODEAN 1.
Diploma thesis, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
HTTP://REPOSITORY.UMPRI.AC.ID/ID/EPRINT/428/3/DHIKA%20FIRMA%20UTAMI_3.P
DF
Indrawan, Fajar. 2019. ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN HALUSINASI
PENDENGARAN DI RUANG INTERMEDIATE RUMAH SAKIT JIWA ATMA
HUSADA MAHAKAM SAMARINDA. Karya Tulis Ilmiah, Politeknik Kesehatan
Kalimantan Timur.
Prabawati, Lilik. 2019. GAMBARAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI HALUSINASI
PENDENGARAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI WISMA SADEWARUMAH
SAKIT JIWA GRHASIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Karya Tulis Ilmiah,
Akademi Keperawatan ’’Yky’’
Dalami, E., Rochimah, N., Suryati, K. R., & Lestari, W. (2009). ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN KLIEN GANGGUAN JIWA.
Pardede, J. A., Keliat, B. A., & Yulia, I. (2015). KEPATUHAN DAN KOMITMEN KLIEN
SKIZOFRENIA MENINGKAT SETELAH DIBERIKAN Acceptance And Commitment Therapy
dan PENDIDIKAN KESEHATAN MINUM OBAT. Jurnal Keperawatan Indonesia, 18(3), 157-166
Zelika, Alkhosiyah A. Dermawan, & Deden. (2015). Kajian Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Pendengaran Pada Sdr. D Di Ruang Nakula Rsjd Surakarta. Jurnal Poltekkes Bhakti Mulia. 12 (2),
8-15