Disusun Oleh :
Edelbertus Idaman Bahy, S.Kep 17400012
Laporan Stase Keperawatan Jiwa Ruang Srikandi RSJ Grahasia Yogyakarta telah
disahkan, pada:
Hari :
Tanggal :
Tempat : Ruang Srikandi RSJ Grahasia Yogyakarta
Pembimbing Klinik ( )
Pembimbing Akademik ( )
Mengetahui,
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang MahaEsa yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan ini.
Penulisan laporan praktik klinik state keperawatan jiwa ini merupakan
salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar profesi Ners di kampus STIKes
Guna Bangsa Yogyakarta.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis telah mendapatkan banyak arahan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1 Kepala Ruang Srikandi RSJ Grahasia D.I.Yogyakarta
2 Pembimbing Klinik Ruang Srikandi RSJ Grahasia D.I.Yogyakarta
3 Pembimbing Akademik STIKES Guna Bangsa Yogyakarta
4 Seluruh Staf Keperawatan Ruang Srikandi RSJ Grahasia D.I.Yogyakarta
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih banyak kekurangan
dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Atas Kekurangan dan
kesalahan dalam penulisan laporan ini, penulis mohon maaf. Akhir penulis kami
mengharapkan semoga laporan praktik klinik stases keperawatan jiwa ini dapat
bermanfaat.
Penulis
DAFTAR ISI
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan.
Kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan
tetapi merupakan suatu hal yang di butuhkan oleh semua orang.
Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu
mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagai mana
adanya. Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang
lain. (Menkes, 2005)
Menurut Sekretaris Jendral Dapertemen Kesehatan (Sekjen
Depkes), H. Syafii Ahmad, kesehatan jiwa saat ini telah menjadi
masalah kesehatan global bagi setiap negara termasuk Indonesia.
Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi
memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada
masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan
yang sama untuk menyusuaikan dengan berbagai perubahan, serta
mengelola konflik dan stres tersebut. ( Diktorat Bina Pelayanan
Keperawatan dan Pelayanan Medik Dapertemen Kesehatan, 2007).
Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena
dampak permasalahan jiwa, syaraf maupun perilaku dan jumlahnya
terus meningkat.
Pada study terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa
pada negara-negara berkembang, sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa
parah tidak dapat pengobatan apapun pada tahun utama(Hardian,
2008). Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang demikian tinggi dibandingkan dengan masalah
kesehatan lain yang ada dimasyarakat.
Dari 150 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan
data Departemen Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami
gangguan mental emosional. Sedangkan 4 % dari jumlah tersebut
terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk
penyakit kejiwaan ini. Krisis ekonomi dunia yang semakin berat
mendorong jumlah penderita gangguan jiwa di dunia, dan Indonesia
khususnya kian meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% dari
juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa (Nurdwiyanti,
2008).
Berdasar kan data dari medical record BPRS dari makasar
provinsi sulawesi selatan menunjukan pasien halusinasi yang dirawat
pada tiga tahun terakhir sebagai berikut: pada tahun 2006 jumlah
pasien 8710 dengan halusinasi sebanyak 4340 orang (52%), tahun
2007 jumlah pasien 9245 dengan halusinasi sebanyak 4430 orang
(49%), tahun 2008 ( januari-maret) jumlah pasien 2294 dengan
halusinasi sebanyak 1162 orang. Agar perilaku kekerasan tidak terjadi
pada klien halusinasi maka sangat di butuh kan asuhan keperawatan
yang berkesinambungan.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran nyata tentang asuhan
keperawatn jiwa pada klien dengan perubahan persepsi sensori :
halusinasi pendengaran
2. Tujuan khusus
Dengan penyusunan makalah ini diharapkan mahasiswa
mampu mengetahui dan memahami:
Pengertian halusinasi
Klasifikasi halusinasi
Etiologi halusinasi
Manifestasi klinis halusinasi
Akibat halusinasi
Tahapan halusinasi
Rentang respon halusinasi
Komplikasi halusinasi
Penatalaksanaan halusinasi
Pohon masalah halusinasi
Masalah keperawatan
Diagnosa keperawatan
Rencana tindakan keperawatan
C. MANFAAT
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami konsep dasar
gangguan presepsi sensori yaitu halusinasi
Mahasiswa mampu melakukan proses asuhan keperawatan
halusinasi
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering
ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa, Halusinasi sering
diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh klien Schizofrenia
70% diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang
juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manik
depresif dan delerium.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa
stimulus eksteren :Persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi dimana
klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah
persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya timulus eksternal
yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesutu yang
nyata ada oleh klien.
Halusinasi ialah terganggunya persepsi sensori seseorang,
dimana tidak terdapat simulus (Yosep, 2009). Halusinasi
sebagai “hallucinations are defined as false sensory impressions or
experiences” yaitu halusinasi sebagai bayangan palsu atau
pengalaman indera. (Sundeen's, 2004).
Halusinasi ialah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun
pada panca indera seorang pasien, yang terjadi dalam kehidupan
sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional,
psikopatik ataupun histerik (Maramis, 2005).
Kemudian Sunaryo (2004) menjelaskan bahwa halusinasi
merupakan bentuk kesalahan pengamatan tanpa pengamatan
objektivitas penginderaan dan tidak disertai stimulus fisik yang
adekuat.
B. KLASIFIKASI
Menurut ( Rasmun, 2001 : 23 ).
1) Halusinasi pendengaran.
Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata dan orang lain tidak mendengarnya.
2) Halusinasi Penglihatan.
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar – samar tanpa
stimulus nyata dan orang lain tidak melihatnya.
3) Halusinasi Penciuman.
Klien mencium bau – bau yang muncul dari sumber – sumber
tertentu tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak
menciumnya.
4) Halusinasi Pengecapan.
Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan
rasa nyaman atau tidak enak.
5) Halusinasi Perasaan.
Klien merasa sesuatu pada kulit tanpa stimulus yang nyata orang
lain tidak merasakannya.
6) Chenestetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaanmakanan atau pembentukan urine.
7) Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
C. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2009) faktor predisposisi yang
meenyebabkan halusinasi adalah :
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya
rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan
klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang
percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya
sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak
percaya pada lingkungannya.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan
jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka
di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
d. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab
mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini
berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju
alam hayal.
e. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang
diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami
skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga
menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007) yang dikutip oleh Jallo (2008),
faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak,
yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada
mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi
terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor.
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh
Nasution (2003), seseorang yang mengalami halusinasi biasanya
memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
3. Gerakan mata abnormal.
4. Respon verbal yang lambat.
5. Diam.
6. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
7. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas
misalnya peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
8. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
9. Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
10. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara
halusinasi dengan realitas.
11. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh
halusinasinya daripada menolaknya.
12. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
13. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
14. Berkeringat banyak.
15. Tremor.
16. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
17. Perilaku menyerang teror seperti panik.
18. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang
lain.
19. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk
dan agitasi.
20. Menarik diri atau katatonik.
21. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
22. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang
1. Tahap I
a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
c. Gerakan mata yang cepat
d. Respon verbal yang lambat
e. Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan
2. Tahap II
a. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas
misalnya peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
b. Penyempitan kemampuan konsenstrasi
c. Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin
kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi
dengan realitas.
3. Tahap III
a. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh
halusinasinya daripada menolaknya
b. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
c. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
d. Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor,
ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk
4. Tahap IV
a. Prilaku menyerang teror seperti panik
b. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang
lain
c. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk,
agitasi, menarik diri atau katatonik
d. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
e. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang
E. AKIBAT HALUSINASI
Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori:
halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.
Tanda dan Gejala :
1. Memperlihatkan permusuhan
2. Mendekati orang lain dengan ancaman
3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5. Mempunyai rencana untuk melukai
F. TAHAPAN HALUSINASI
Halusinasi dapat dibagi menjadi beberapa tahapan (Dalami,
et al, 2009), yaitu:
a. Sleep Disorder
Sleep Disorder adalah halusinasi tahap awal sesorang
sebelum muncul halusinasi.
1. Karakteristik. Klien merasa banyak masalah, ingin
menghindar dari lingkungan, takut diketahui orang lain
bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit
karena berbagai stressor terakumulasi dan support system
yang kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk.
2. Perilaku. Klien susah tidur dan berlangsung terus menerus
sehingga terbiasa menghayal, dan menganggap menghayal
awal sebagai pemecah masalah.
b. Comforthing
Comforthing adalah halusinasi tahap menyenangkan:
Cemas sedang.
1. Karakteristik. Klien mengalami perasaan yang mendalam
seperti cemas, kesepian, rasa bersalah, takut, dan mencoba
untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk
meredakan cemas. Klien cenderung mengenali bahwa
pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berada dalam kendali
kesadaran jika cemas dapat ditangani.
2. Perilaku. Klien terkadang tersenyum, tertawa sendiri,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakkan mata yang
cepat, respon verbal yang lambat, diam dan berkonsentrasi.
c. Condemning
Condemning adalah tahap halusinasi menjadi
menjijikkan: Cemas berat.
1. Karakteristik. Pengalaman sensori menjijikkan dan
menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin
mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Klien mungkin merasa dipermalukan oleh
pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain.
2. Perilaku. Ditandai dengan meningkatnya tanda-tanda sistem
syaraf otonom akibat ansietas otonom seperti peningkatan
denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah. Rentang
perhatian dengan lingkungan berkurang, dan terkadang asyik
dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dan realita.
d. Controling
Controling adalah tahap pengalaman halusinasi yang
berkuasa: Cemas berat.
1. Karakteristik. Klien berhenti menghentikan perlawanan
terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut.
Isi halusinasi menjadi menarik. Klien mungkin mengalami
pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti.
2. Perilaku. Perilaku klien taat pada perintah halusinasi, sulit
berhubungan dengan orang lain, respon perhatian terhadap
lingkungan berkurang, biasanya hanya beberapa detik saja,
ketidakmampuan mengikuti perintah dari perawat, tremor dan
berkeringat.
e. Conquering
Conquering adalah tahap halusinasi panik: Umumnya
menjadi melebur dalam halusinasi.
1. Karakteristik. Pengalaman sensori menjadi mengancam jika
klien mengikuti perintah halusinasi. Halusinasi berakhir dari
beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik.
2. Perilaku. Perilaku panik, resiko tinggi mencederai, bunuh diri
atau membunuh. Tindak kekerasan agitasi, menarik atau
katatonik, ketidak mampuan berespon terhadap lingkungan.
Adaptif Maladaptif
- Pikiran logis - Distorsi pikiran -Gangguan
pikir/delusi
-Persepsi kuat -Ilusi -Halusinasi
-Emosi konsisten -Reaksi emosi -Sulit berespon
positif
-Dengan Pengalaman -berlebihan atau kurang
-Perilaku sesuai -Perilaku aneh/tidak biasa -Perilaku
disorganisasi
-Berhubungan sosial -Menarik diri -Isolasi social
Keterangan :
1. Respon Adaptif
1) Pikiran logis : adalah sesuatu pola pikir yang sesuai dengan
akal sehat.
2) Persepsi akurat : yaitu proses diterimanya rangsang melalui
panca indra yang didahului oleh perhatian ( attention )
sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam
maupun di luar dirinya.
3) Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten
atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan
biasanya berlangsung tidak lama.
4) Perilaku sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata
dalam penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh
norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.
5) Hubungan social harmonis : yaitu hubungan yang dinamis
menyangkut hubungan antar individu dan individu, individu
dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
2. Rentang Respon
Proses pikir kadang terganggu ( ilusi ): yaitu menifestasi
dari persepsi impuls eksternal melalui alat panca indra yang
memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak
kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah
dialami sebelumnya.
Emosi berlebihan atau kurang : yaitu menifestasi
perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.
Perilaku tidak sesuai atau biasa : yaitu perilaku individu
berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak
diterima oleh norma – norma sosial atau budaya umum yang
berlaku.
Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa
tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima
oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
Menarik diri : yaitu percobaan untuk menghindari
interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan
orang lain.
3. Respon maladaptif
1) Gangguan proses pikir / waham adalah keyakinan seseorang
yang berdasarkan penilaian realitis yang salah.
2) Halusinasi adalah gagngguan penerimaan tanpa adanya
rangsangan dari luar.
3) Kerusakan proses pikir emosi adalah tidak dapat mengontrol
perasaannya.
4) Pikiran tidak terorganisasi adalah cara berpikir tidak realistis.
5) Isolasi sosial : menghindari dan dihindari oleh lingkungan
sosial dalam berinteraksi.
6) Halusinasi pendengaran : adalah menghindar untuk
berhubungan dengan orang lain.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin dapat muncul pada penderita
halusinasi adalah adanya prilaku kekerasan, yaitu resiko mencedrai
dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan selain itu komplikasi
lainnya dapat muncul adalah mengisolasi diri sendiri, klien kurang
memperhatikan selfcare,menunjukan kerekatan terhadap realita
dan bertindak terhadap realita, gangguan orientasi realita.
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan klien skizoprenia adalah dengan pemberian
obat -obatan dan tindakan lain, yaitu :
a. Psikofarmakologis
Farmakotherapi ( anti psikotik ) harus ditunjang oleh
psikoterapi seperti Clorpromazin 150 – 600 mg / hari,untuk
mengendalikan psikomotornya. Haloperidol 5 – 15 mg / hariuntuk
menenangkan pasien. Porpenozin 12 – 24 mg / haridan Triflufirazin
10 – 15 mg / hari. Obat dimulai dengan dosis awal sesuai dengan
dosis anjuran, dinaikkan dosis tiap 2 minggu dan bisa pula
dinaikkan sampai mencapai dosis ( stabilisasi ) , kemudian
diturunkan setiap 2 minggu sampai mencapai dosis pemeliharaan.
Dipertahankan 6 bulan – 2 tahun( diselingi masa bebas obat 1 – 2
hari / minggu ). Kemudian tapering off, dosis diturunkan tiap 2 – 4
minggu dan dihentikan.
Tidak efektifnya
penatalaksanaan segmen
terapeutik
K. MASALAH KEPERAWATAN
Masalah Keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan (Efek)
2. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran (Core
Problem)
3. Gangguan hubungan sosial : menarik diri (Etiologi)
4. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran
berhubungan dengan gangguan hubungan sosial : menarik diri.
2. Gangguan hubungan sosial : menarik diri berhubungan dengan
gangguan Konsep diri : harga diri rendah.
3. Gangguan Konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan
mekanisme koping inefektif
4. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan gangguan persepsi sensori
2. Diagnosa 2
Gangguan hubungan sosial : menarik diri berhubungan dengan
gangguan Konsep diri : harga diri rendah.
Tujuan : Pasien dapat berhubungan dengan orang lain secara
bertahap.
Kriteria Hasil :
1. Pasien dapat menyebutkan koping yang dapat digunakan.
2. Pasien dapat menyebutkan efektifitas koping yang
dipergunakan.
3. Pasien mampu memulai mengevaluasi diri.
4. Pasien mampu membuat perencanaan yang realistik sesuai
dengan kemampuan yang ada pada dirinya.
5. Pasien bertanggung jawab dalam setiap tindakan yang
dilakukan sesuai dengan rencana.
Intervensi :
1. Dorong pasien untuk menyebutkan aspek positip yang ada
pada dirinya dari segi fisik.
2. Diskusikan dengan pasien tentang harapan-harapannya.
3. Diskusikan dengan pasien keterampilannya yang
menonjol selama di rumah dan di rumah sakit.
4. Berikan pujian.
5. Identifikasi masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh
pasien
6. Diskusikan koping yang biasa digunakan oleh pasien.
7. Diskusikan strategi koping yang efektif bagi pasien.
8. Bersama pasien identifikasi stressor dan bagaimana
penialian pasien terhadap stressor.
9. Jelaskan bahwa keyakinan pasien terhadap stressor
mempengaruhi pikiran dan perilakunya.
10. Bersama pasien identifikasi keyakinan ilustrasikan tujuan
yang tidak realistic.
11. Bersama pasien identifikasi kekuatan dan sumber koping
yang dimiliki
12. Tunjukkan konsep sukses dan gagal dengan persepsi yang
cocok.
13. Diskusikan koping adaptif dan maladaptif.
14. Diskusikan kerugian dan akibat respon koping yang
maladaptive.
15. Bantu pasien untuk mengerti bahwa hanya pasien yang
dapat merubah dirinya bukan orang lain
16. Dorong pasien untuk merumuskan perencanaan/tujuannya
sendiri (bukan perawat).
17. Diskusikan konsekuensi dan realitas dari perencanaan /
tujuannya.
18. Bantu pasien untuk menetpkan secara jelas perubahan
yang diharapkan.
19. Dorong pasien untuk memulai pengalaman baru untuk
berkembang sesuai potensi yang ada pada dirinya.
http://www.kajianpustaka.com/2013/08/pengertian-jenis-dan-tahapan-
halusinasi.html
http://ijammeru.blogspot.com/2011/10/makalah-halusinasi.html
http://dvithreez.blogspot.com/2012/12/makalah-masalah-halusinasi-dengar.html
http://lautan-dunia.blogspot.com/2013/10/makalah-halusinasi-dengar.html
http://wordlife06.blogspot.com/2012/12/makalah-asuhan-keperawatan-jiwa.html
http://afiaakperkebonjati.blogspot.com/
http://deby-erisaputro.blogspot.com/
http://wir-nursing.blogspot.com/2011/03/elektro-convulsif-therapie-ect.html
Budi Anni Keliat,Dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
EGC
Maramis, Willy F .2009.Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2;Surabaya.
Yosep, I.2009. Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi. Refika Aditama: Jakarta.