Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DENGUE HEMORRHAGIC


FEVER (DHF)

DI BANGSAL CENDANA RSUD SLEMAN

Disusun Oleh :

Ganjar Setiawan

3216060

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL AHMAD YANI

YOGYAKARTA

2017
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DENGUE HEMORRHAGIC


FEVER (DHF)

DI BANGSAL CENDANA RSUD SLEMAN

Telah disetujui pada


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Mahasiswa

( ) ( ) ( )
DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)

A. Pengertian DHF
DHF adalah penyakit yang ditandai dengan demam tinggi mendadak dan
tanpa sebab, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari (Kemenkes RI, 2013).
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemoragic Fever (DHF)
merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada
demam berdarah dengue terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh (Sudoyo dkk., 2009).
Dangue Hemoragic Fever (DHF) adalah demam tinggi disertai
perdarahan bawah kulit, selaput hidung dan lambung disebabkan oleh virus yang
ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypty, yang dapat mengakibatkan
kematian, serta seringkali mengakibatkan wabah (Sunaryo, 2008)

B. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang temasuk
dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae.Dikenal 4 serotipe virus dengue
yang saling tidak mempunyai imunitas silang.Serotipe virus dengue tersebut yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam
dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia
dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak (Depkes RI, 2011; Sudoyo dkk.,
2009)

C. Pathofisiologi
Patofisiologi primer DBD dan dengue syock syndrome (DSS) adalah
peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarahke kebocoran plasma
ke dalam ruangekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan
penurunan tekanan darah. Pada kasus berat, volume plasma menurun lebih dari
20%, hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi
pleura,hemokonsentrasi dan hipoproteinemi Setelah masuk dalam tubuh
manusia,virus dengue berkembang biak dalam selretikuloendotelial yang
selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari.Akibat infeksi ini,
muncul respon imunbaik humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi,
anti-hemaglutinin dan anti komplemen. Antibodi yang muncul padaumumnya
adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan
pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada jadi meningkat Antibodi
terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5,
meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah
60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh
karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan
sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14
sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh
karena itu diagnose dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibody IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi sekunder
dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM
yang cepat (Candra, 2010).
D. Pathway
Menurut (WHO & Depkes RI, 2005)
Virus dengue

Viremia

Hipertermia Hepatomegali Depresi sum-sum Permeabilitas


tulang kapiler meingkat

Anoreksia, muntah
Manifestasi
perdarahan
Risiko perdarahan Efusi pleura, asites,
Ketidakseimbangan
hemokonsentrasi
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh kehilangan

Perubahan perfusi
jaringan perifer
hipovolemia
Risiko kekurangan
volume cairan

Risiko syok
hipovolemia

syok kematian
E. Klasifikasi DHF
Klasifikasi DHF menurut WHO ada 4 derajat, yaitu :
Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas, terdapat manifestasi perdarahan (Uji
tourniquet positif).
Derajat II
Derajat I ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain.
Derajat III
Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan lemah. Tekanan darah menurun ( 20
mmHg, kulit dingin, lembab, gelisah, hipotensi)
Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak dapat diukur.

F. Tanda dan Gejala


Dhf ditandai dengan demam tinggi tanpa sebab yang terus menerus selama
2-7 hari, terjadi perdarahan (petekie, purpura, perdarahan konjungtiva, ekimosis,
epitaksis, melena, dan hematuri), uji tourniquet positif, trombositopeni, terjadi
peningkatan hemaktorit 20% atau lebih, bila status lanjut dapat terjadi
hepatomegaly (Wahyuningsih, 2014).
Gejala klinis DBD diawali dengan demam mendadak, disertai dengan muka
kemerahan (flushed face) dan gejala klinis lain yang tidak khas, menyerupai
gejala demam dengue, seperti anoreksia, muntah, nyeri kepala, dan nyeri pada
otot dan sendi. Pada beberapa pasien mengeluh nyeri tenggorokan dan pada
pemeriksaan ditemukan faring hiperemis. Gejala lain yaitu perasaan tidak enak di
daerah epigastrium, nyeri di bawah lengkungan iga kanan, kadang-kadang nyeri
perut dapat dirasakan di seluruh perut. Gejala / tanda utama DBD adalah sebagai
berikut (Hadinegoro, 2006).
a. Demam
Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus
menerus, berlangsung 2-7 hari, naik turun tidak mempan dengan
antipiretik.Kadang-kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40oC dan dapat
terjadi kejang demam.Akhir fase demam merupakan fase kritis pada
DBD.Pada saat fase demam mulai cenderung menurun dan pasien tampak
seakan sembuh, hati-hati karena fase tersebut dapat sebagai awal kejadian
syok.Biasanya pada hari ketiga dari demam. Hari ke 3,4,5 adalah fase kritis
yang harus dicermati pada hari ke 6 dapat terjadi syok. Kemungkinan terjadi
perdarahan dan kadar trombosit sangat rendah (<20.000/μl).
b. Tanda-tanda perdarahan
Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah vaskulopati,
trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi intravaskular
yang menyeluruh.Jenis perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit
seperti uji Torniquet (uji Rumple Leed/uji bendung) positif, petekie, purpura,
ekimosis dan perdarahan konjungtiva. Petekie dapat muncul pada hari-hari
pertama demam tetapi dapat pula dijumpai pada hari ke 3,4,5 demam.
Perdarahan lain yaitu epistaksis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis.
Tanda perdarahan ini tidak semua terjadi pada seorang pasien DBD.
Perdarahan paling ringan adalah uji Torniquet positif berarti fragilitas kapiler
meningkat.
c. Hepatomegali
Hepatomegali pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan
penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4
cm di bawah lengkungan iga kanan. Proses pembesaran hati, dari tidak teraba
menjadi teraba, dapat meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat
pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan
pada daerah tepi hati, berhubungan dengan adanya perdarahan. Pada sebagian
kecil kasus dapat dijumpai ikterus.
d. Syok
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis
menghilang setelah demam turun. Demam turun disertai keluarnya keringat,
perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah, akral (ujung) ekstremitas
dingin, disertai dengan kongesti kulit.Perubahan ini memperlihatkan gejala
gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembesan plasma yang dapat bersifat
ringan atau sementara. Pasien biasanya akan sembuh spontan dengan
pemberian cairan dan elektrolit. Pada kasus berat, keadaan umum atau
beberapa saat setelah suhu turun, antara hari sakit ke 3-7, terdapat tanda
kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari
dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi pasien tampak
sangat lemah, dan sangat gelisah. Sesaat sebelum syok seringkali pasien
mengeluh nyeri perut.Syok ditandai dengan denyut nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang).
Syok merupakan tanda kegawatan yang harus mendapat perhatian
serius, oleh karena bila tidak diatasi dengan sebaik-baiknya dan secepatnya
dapat menyebabkan kematian.Pasien dapat dengan cepat masuk ke dalam fase
kritis yaitu syok berat (profound shock), pada saat itu tekanan darah dan nadi
tidak dapat terukur lagi.Syok dapat terjadi dalam waktu yang sangat singkat,
pasien dapat meninggal dalam waktu 12-24 jam atau sembuh cepat setelah
mendapat penggantian cairan yang memadai. Apabila syok tidak dapat segera
diatasi dengan baik, akan terjadi komplikasi yaitu asidosis metabolik,
perdarahan saluran cerna hebat atau perdarahan lain.

G. Teori tahap Tumbuh Kembang


1. Menurut Development task theory (Robert Havighurst) cit Nelson (2007)
pada masa kanak-kanak sebagai berikut :
Infancy & Early Childhood (masa bayi dan kanak-kanak awal)
a. Belajar berjalan, mengambil makanan padat
b. Belajar bicara
c. Belajar mengontrol eliminasi (urin & fekal)
d. Belajar tentang perbedaan jenis kelamin
e. Membentuk konsep-konsep sederhana mengenai kenyataan sosial dan
fisik
f. Belajar membedakan mana yang benar dan mana yang salah,
mengembangkan hati nurani
g. Belajar mengadakan hubungan emosi
2. Teori Perkembangan Psikoseksual (Sigmud Freud)
Tahap phalic adalah tahap psikoseksual anak usia 3-6 tahun/ pra sekolah,
yaitu:
Karakteristik:
a. Organ genital sebagai sumber kenyamanan
b. Anak mulai menaruh perhatian pada perbedaan-perbedaan anatomic
antara laki-laki dan perempuan, terhadap asal-usul bayi dan terhadap hal-
hal yang berkaitan dengan hubungan seks.
c. Keingintahuan seksual menjadi terbukti
d. Anak memiliki keinginan untuk mendapatkan kasih sayang dari ortu dg
jenis kelamin berbeda
e. Dapat mengalami kompleks Oedipus atau kompleks Elektra
f. Hambatan pada tahap ini dapat menyebabkan kesulitan dalam indentitas
seksual dan bermasalah dengan otoritas, ekspresi malu, dan takut.
1. Implikasi: mengembangkan identitas seksual. Anak sebaiknya mengenali
hubungan dengan orang lain di luar anggota keluarga.
3. Tahap Perkembangan Psikososial (Erik H Erickson)
Pekembangan psikososial pada anak usia 3-6 tahun adalah Inisiatif vs merasa
bersalah (initiative vs guilt), yaitu:
a. Indikator positif: mempelajari tingkat ketegasan dan tujuan mempengaruhi
lingkungan. Mulai mengevaluasi kebiasaan (perilaku) diri sendiri.
b. Indikator negatif: kurang percaya diri, pesimis, takut salah. Pembatasan
dan kontrol yang berlebihan terhadap aktivitas pribadi
c. Fasilitasi : Inisiatif, mencoba hal-hal baru dan bertanggungjawab
d. Pembatasan akan mencegah anak dari perkembangan inisiatif.
e. Rasa bersalah mungkin muncul bila anak tidak bertanggungjawab dan
dibuat cemas
f. Anak perlu belajar untuk memulai aktivitas tanpa merusak hak-hak orang
lain.
4. Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Tahap perkembangan pada anak 2-7 tahun adalah Fase preoperasional, yaitu:
a. Menggunakan simbol seperti kata untuk mewakili manusia, benda dan
tempat dan menggambarkan dunia
b. Mulai mampu bermain dg berpura-pura menjadi sesuatu
c. sangat egosentris
d. Kemampuan konservasi masih kurang. Pemahaman bahwa perubahan
penampilan tidak mengubah hakikat dasar
Tahap intuituf (4-7 tahun)
Egosentris anak mulai berkurang, mulai berpikir secara fantasi mengenai apa
yg terjadi, namun seringnya bayangan pemikirannya tidak sesuai dg
kenyataan. Sering menanyakan “mengapa?”

contoh : mengapa bayi bisa lahir???

H. Penatalaksanaan Medis
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan uji tourniquet atau rumple leed
Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah pada penderita
DHF.Uji rumpel leed merupakan salah satu pemeriksaan penyaring untuk
mendeteksi kelainan sistem vaskuler dan trombosit. Dinyatakan positif jika
terdapat lebih dari 10 ptechiae dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian
depan termasuk lipatan siku (Kemenkes RI, 2011).
2. Pemeriksaan Hemoglobin
Kasus DHF terjadi peningkatan kadar hemoglobin dikarenakan terjadi
kebocoran atau perembesan pembuluh darah sehingga cairan plasmanya akan
keluar dan menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi. Kenaikan kadar
hemoglobin >14 gr/100 ml (Gandasoebrata,2008).
3. Pemeriksaan Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan terjadinya hemokonsentrasi,
yang merupakan indikator terjadinya perembesan plasma.Nilai peningkatan
ini lebih dari 20%.
(Gandasoebrata,2008).
4. Pemeriksaan Trombosit
Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan pertama kali pada saat pasien
didiagnosa sebagai pasien DHF, Pemeriksaan trombosit perlu diakukan
pengulangan sampai terbukti bahwa jumlah trombosit tersebut normal atau
menurun.Penurunan jumlah trombosit < 100.000 /µl atau kurang dari 1-2
trombosit/ lapang pandang dengan rata-rata pemeriksaan 10 lapang pandang
pada pemeriksaan hapusan darah tepi. (Gandasoebrata,2008)
5. Pemeriksaan Lekosit
Kasus DHF ditemukan jumlah bervariasi mulai dari lekositosis ringan sampai
lekopenia ringan. (Gandasoebrata,2008)
6. Pemeriksaan Bleding time (BT)
Pasien DHF pada masa berdarah, masa perdarahan lebih memanjang menutup
kebocoran dinding pembuluh darah tersebut, sehingga jumlah trombosit
dalam darah berkurang. Berkurangnya jumlah trombosit dalam darah akan
menyebabkan terjadinya gangguan hemostatis sehingga waktu perdarahan dan
pembekuan menjadi memanjang. (Gandasoebrata,2008)
7. Pemeriksaan Clothing time (CT )
Pemeriksaan ini juga memanjang dikarenakan terjadinya gangguan
hemostatis.. (Gandasoebrata,2008).
8. Pemeriksaan Limfosit Plasma Biru (LPB)
Pada pemeriksaan darah hapus ditemukan limfosit atipik atau limfosit plasma
biru ≥ 4 % dengan berbagai macam bentuk : monositoid, plasmositoid dan
blastoid. Terdapat limfosit Monositoid mempunyai hubungan dengan DHF
derajat penyakit II dan IgG positif, dan limfosit non monositoid (plasmositoid
dan blastoid) dengan derajat penyakit I dan IgM positif.
(Gandasoebrata,2008).
9. Pemeriksaan Imunoessei dot-blot
Hasil positif IgG menandakan adanya infeksi sekunder dengue, dan IgM
positif menandakan infeksi primer. Tes ini mempunyai kelemahan karena
sensitifitas pada infeksi sekunder lebih tinggi, tetapi pada infeksi primer lebih
rendah, dan harganya relatif lebih mahal (Gandasoebrata,2008).
Tindakan Medis
Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF) bersifat
simtomatis dan suportif.
1. Belum atau tanpa renjatan: Grade I dan II

1) Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan


“surface cooling”. Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan
asetaminofen.
1) Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kaji, 4 kali sehari
2) Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari
3) Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari
4) Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari
b. Terapi cairan
1) infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak
dengan BB < 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB <
10 10 kg bersama – sama di berikan minuman oralit, air bauh susu
secukupnya
2) Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum
sebanyak – banyaknya dan sesering mungkin.
3) Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan
infus yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita
dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :
a)100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg
b) 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg
c) 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg
d) 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg
e) Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik
untuk anti panas, darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
2. Renjatan: Gade 3
a. Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan
nadi teraba dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat)
lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi
stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan
kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah
masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi waktu yang dipakai
untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm
diperhitungkan sebagai berikut :
1) 100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg
2) 75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.
3) 60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.
4) 50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.
b. Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam
keadaan tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat lemah,
akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma
ekspander (dextran L atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam
dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.
Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan
cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa
waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
c. Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/
1 jam keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg
dan nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus
memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya)
sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg
BB dalam kurun waktu 24 jam.

I. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Umur, jenis kelamin, tempat tinggal bisa menjadi indicator terjadinya DHF
2. Riwayat kesehatan
Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan sekarang
Panas tinggi, nyeri otot, dan pegal, ruam, malaise, muntah, mual, sakit kepala,
sakit pada saat menelan, lemah, nyeri pada efigastrik, penurunan nafsu
makan,perdarahan spontan.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Pernah menderita yang sama atau tidak
5. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama dan
adanya penyakit herediter (keturunan).
6. Pemeriksaan fisik
a. System pernapasan
Sesak, epistaksia, napas dangkal, pergerakan dinding dada, perkusi,
auskultasi
b. System cardivaskular
Pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif,
trombositipeni.
Pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat (tachycardia),
penurunan tekanan darah (hipotensi), cyanosis sekitar mulut, hidung dan
jari-jari.
Pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
c. System neurologi
Nyeri pada bagian kepala, bola mata dan persendian. Pada grade III pasien
gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV dapat terjadi
DSS
d. System perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan
mengungkapkan nyeri saat kencing, kencing berwarna merah
e. System pencernaan
Perdarahan pada gusi, Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri
tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran pada hati
(hepatomegali) disertai dengan nyeri tekan tanpa diserta dengan ikterus,
abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat
menelan, dapat muntah darah (hematemesis), berak darah (melena).
f. System integument
Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit kering, ruam
makulopapular, pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi
bintik merah seluruh tubuh/ perdarahan dibawah kulit (petikie), pada
grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit.
J. Diagnosis Keperawatan
1. Hipertermia b.d penyakit
2. Risiko kekurangan volume cairan dengan factor risiko kehilangan cairan aktif
3. Risiko perdarahan dengan factor risiko koagulopati inheren: trombositopenia
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi tidak adekuat

K. Rencana intervensi keperawatan

No. Dx NOC NIC


1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Fever treatment
selama 3x24 jam, diharapkan suhu tubuh klien 1. Monitor warna kulit dan
kembali normal dengan kriteria hasil : suhu tubuh
 Thermoregulation 2. Kolaborasi pemberian
 Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh dan antipiretik
kulit 3. Berikan teapi tapid sponge
 Tidak terjadi perubahan warna kulit sesuai kebutuhan
 Vital sign dalam rentan normal 4. Kaji tanda-tanda vital

2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Fluid management


selama 3x24 jam, diharapkan tidak terjadi 1. Catat intake dan output
kekurangan volume cairan dengan kriteria 2. Monitor perubahan
hasil : hematocrit
 Fluid balance 3. Monitor vital sign
 Tekanan darah dalam bacaat normal 4. Berikan terapi intravena,
 Nadi dalam batas normal sesua kebutuhan

 Intake dan output seimbang 5. Berikan cairan sesuai

 Hematokrit dalam batas normal kebutuhan


6. Monitor status hidrasi
 Turgor kulit elastis
 Membrane mukosa lembab
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Bleeding precaution
selama 3x24 jam, diharapkan tidak terjadi 1. Monitor trombosit, sesuai
perdarahan dengan kriteria hasil : kebutuha
 Blood coagulation 2. Monitor ketat terkait
 Trombosit dalam batas normal perdarahan
 Hematocrit dalam batas normal 3. Kolaborase pemberian

 Tidak terdapat ekimosis obat, sesuai kebutuhan

 Tidak terjadi epitaksis  Bleeding reduction


4. Catat hematocrit klien
 Uji peteqie negaif
 Tidak terjadi melena dan meaturia
4 Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Nutrition
selama 3x8 jam diharapkan Management
ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari 1. Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh klien teratasi dengan makanan
kriteria hasil: 2. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan
 Nutritional Status: Food & Fluid nutrisi yang dibutuhkan
Intake 3. Berikan makanan yang
 Intake nutrisi adekuat terpilih (sudah
 Asupan makanan dan minuman dikonsultasikan dengan
adekuat ahli gizi)
 Adanya energi 4. Berikan informasi
 Status hydrasi normal tentang kebutuhan
nutrisi
5. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan
pasien.
 Nutrition
monitoring
1. Timbang BB pasien
2. Monitor adanya
penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi anak
atau orangtua selama
makan
5. Monitor lingkungan
selama makan
6. Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
7. Monitor turgor kulit
8. Monitor mual dan
muntah
9. Monitor kalori dan
intake nuntrisi
10. Kolaborasikan dengan
dokter pemberian obat
untuk mengurangi mual
Daftar Pustaka

Candra, A. Demamberdarahdengue: epidemiologi, patogenesis, dan faktor risiko


penularan. Aspirator Vol. 2 No. 2 Tahun 2010 : 110 –119

Doctherman, J. M. & Buleccheck, G. N. (2016). Nursing Interventions Classification


(NIC) Fifth Edition. Mosby.

Fathi.keman, S. Wahyu, C. U. Peran faktor lingkungan dan perilaku terhadap


PENULARAN demam berdarah dengue di kota mataram. Jurnal
Kesehatan Lingkungan, VOL. 2, NO.2 1, JULI 2005 : 1 – 10

Gandasoebrata, R, 2008, Penuntun Laboratorium Klinik, Edisi 5, Jakarta: Dian


Rakyat

Kemenkes, RI. Modul pengendalian demam berdarah dengue. Kementerian


kesehatan republik indonesia direktorat jenderal pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan 2011.

Moorhead, S. Jonson, M. Mass, M. L. Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes


Classification (NOC) Fifth Edition. Mosby.

NANDA.(2015-2017). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi. Edisi 10.


Jakarta: EGC

Nelson.(2007). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi XII. Jakarta: EGC.

Wahyuningsih, F.(2014) Analisis spasial kejadian demam berdarah dengue di wilayah


puskesma pengasinan kota bekasi tahun 2012-2013.Skripsi UIN.

WHO &Depkes RI. 2005. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai