Anda di halaman 1dari 27

KEPERAWATAN JIWA

“WAHAM”

DISUSUN OLEH:

DEVI RESTI WULANDARI (142012316001P)

PRODI S1 KEPERAWATAN
AHLI PROGRAM
STIK SITI KHODIJAH PALEMBANG

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami ucapkan kehadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah “Waham”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas
untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Jiwa di Prodi Program alih Jenjang STIK Siti
Khodijah.

Dalam penulisan makalah ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
anggota kelompok pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini. Meskipun telah berusaha dengan segenap kemampuan,
namun kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih belum sempurna
sehingga kritik, koreksi dan saran dari semua pihak untuk menyempurnakan makalah
kami senjutnya senantiasa akan kami terima dengan tangan terbuka.

Dan tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada dosen yang telah
memberikan serta membimbing kami untuk tugas makalah ini. Kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami maupun kepada pembaca umumnya.
Tentunya, tidak ada gading yang tidak retak, makalah ini tentu masih banyak kekurangan.
Akhir kata kami ucapkan banyak Terima kasih.

Palembang, 12 November 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................3
1.3 Tujuan ...............................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit
1.1 Definisi ............................................................................................4
1.2 Etiologi ............................................................................................4
1.3 Tanda dan Gejala.............................................................................6
1.4 Fase-Fase Waham............................................................................7
1.5 Tipe-Tipe Waham............................................................................9
1.6 WOC................................................................................................9
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1.1 Pengkajian Keperawatan................................................................10
1.2 Diagnosa Keperawatan..................................................................12
1.3 Intervensi Keperawatan.................................................................13
1.4 Implementasi Keperawatan............................................................17
1.5 Evaluasi Keperawatan ...................................................................17
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................................18
3.2 Saran.................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kesehatan jiwa merupakan kondisi individu yang sejahtera dimana individu
tersebut mampu untuk selalu berpikir positif baik terhadap diri sendiri, orang lain dan
lingkungan dalam segala situasi (Emi, dkk 2018). Orang yang mempunyai
kemampuan untuk menyesuaikan diri pada lingkungan, serta berintegrasi dan dapat
berinteraksi secara baik, tepat, dan bahagia merupakan orang yang sehat jiwanya.
Individu dapat dikatakan berpotensi atau berisiko mengalami gangguan kesehatan
jiwa, jika individu tersebut tidak mampu untuk berpikir positif dan menyesuaikan diri
untuk berinteraksi dengan lingkungannya (Sutejo, 2017).
Gangguan jiwa adalah suatu pola perilaku yang secara klinis bermakna yang
berhubungan dengan distress sehingga menimbulkan gangguan pada satu atau lebih
fungsi kehidupan manusia (Keliat, 2011). Selain itu gangguan jiwa juga merupakan
suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi
jiwa yang menimbulkan penderitaan pada individu dan hambatan dalam melakukan
peran sosial (Depkes RI, 2012)
Data prevalensi gangguan jiwa diseluruh dunia menurut World Health
Organization (WHO) pada tahun 2018, menunjukan sekitar 450 juta orang diseluruh
dunia mengalami gangguan jiwa termasuk skizofrenia. (WHO, 2017). Berdasarkan
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 didapatkan yang mengalami
skizofrenia terbesar di indonesia sebesar 0,3-1,8% dan terbanyak pada usia 18-45
tahun sehingga dapat diasumsikan apabila pendduk indonesia sekitar 200 juta, maka 2
juta jiwa menderita skizofrenia jiwa (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Upaya pemerintah dalam menangani pasien gangguan jiwa tercantum dalam
Undang-Undang Repulik Indonesia Nomor 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa.
Disebutkan dalam pasal 4 ayat 1 mengatakan upaya kuratif adalah kegiatan
pelayanan kesehatan terhadap pasien gangguan jiwa yang mencakup proses
diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat sehingga pasien gangguan jiwa dapat
berfungsi kembali secara wajar dilingkungan keluarga, lembaga, dan masyarakat.
Upaya kuratif kesehatan jiwa di tunjukkan untuk penyembuhan atau pemulihan,
pengurangan penderitaan, pengendalian disabilitas, dan pengendalian gejala
penyakit (Kemenkuham, 2014)
1
Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang dapat
mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku individu. Skizofrenia adalah bagian
dari gangguan psikosis yang terutama ditandai dengan kehilangan pemahaman
terhadap realitas dan hilangnya daya tilik diri (insight). Gangguan psikosis ini belum
diketahui pasti apa penyebab dan perjalanan penyakitnya (tak selalu bersifat kronis).
Pada gangguan psikosis, termasuk juga skizofrenia, dapat ditemukan gejala
gangguan jiwa berat seperti halusinasi, waham, perilaku yang kacau, dan
pembicaraan yang kacau (Yudhantara & Istiqomqah, 2018).
Salah satu jenis gangguan jiwa skizofrenia adalah skizofrenia paranoid.
Secara klasik skizofrenia tipe paranoid ditandai terutama oleh adanya gangguan
waham. Waham merupakan salah satu gangguan orientasi realitas. Gangguan
orientasi realitas adalah ketidak mampuan klien menilai dan berespons pada realitas
(Sofian, 2017).
Waham merupakan keyakinan palsu yang timbul tanpa stimulus luar yang
cukup dan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: tidak realistik, tidak logis, menetap,
egosentris, diyakini kebenarannya oleh penderita, tidak dapat dikoreksi, dihayati
oleh penderita sebagai hal yang nyata, penderita hidup dalam wahamnya itu,
keadaan atau hal yang diyakini itu bukan merupakan bagian sosiokultural setempat
(Zukna & Lisiswanti, 2017)
Waham atau gangguan orientasi realita merupakan gangguan yang
mempengaruhi perubahan proses pikir yang dapat ditangani secara medis maupun
keperawatan. Asuhan keperawatan pada kasus waham dapat disusun sesuai rencana
tindakan keperawatan. Beberapa rencana tindakan yang telah disusun yaitu
membantu orientasi realitas, mendiskusikan kebutuhan yang belum terpenuhi,
membantu pasien memenuhi kebutuhannya, mendiskusikan dan melatih kemampuan
yang dimiliki, dan memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat
secara teratur. Rencana kegiatan yang telah dibuat kemudian disusun rencana
tindakan Keperawatan (Fitria & Sofian 2017).
Beberapa penelitian dijelaskan bahwa orientasi realita dapat meningkatkan
fungsi perilaku. Pasien perlu dikembalikan pada realita bahwa hal-hal yang
dikemukakan tidak berdasarkan fakta dan belum dapat diterima orang lain dengan
tidak mendukung ataupun membantah waham. Tidak jarang dalam proses ini pasien
mendapatkan konfrontasi dari lingkungan terkait pemikiran dan keyakinannya yang
tidak realistis. Hal tersebut akan memicu agresifitas pasien waham. Reaksi agresif
2
ini merupakan efek dari besarnya intensitas waham yang dialami pasien. Salah satu
cara untuk mengontrol perilaku agresif dari pasien waham yaitu dengan memberi
asuhan keperawatan jiwa (Keliat, 2019).
Asuhan keperawatan pada kasus waham dapat disusun sesuai rencana
tindakan keperawatan. Beberapa rencana tindakan yang telah disusun yaitu
membantu orientasi realitas, mendiskusikan kebutuhan yang belum terpenuhi,
membantu pasien memenuhi kebutuhannya, mendiskusikan dan melatih kemampuan
yang dimiliki, dan memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat
secara teratur. Rencana kegiatan yang telah dibuat kemudian disusun rencana
tindakan Keperawatan (Fitria & Sofian 2017).
Menurut Departemen kesehatan RI Tahun 2018 perawat memiliki
kedudukan yang penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan asuhan
keperawatan khususnya pada pasien dengan masalah gangguan proses pikir :
waham, karena pelayanan yang diberikan berdasarkan pada pendekatan biopsiko-
sosial-spritual dan secara sistematis meliputi lima proses keperawatan yaitu
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi (DepKes, 2018).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien waham?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien waham.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Waham
2.1 Definisi
Waham adalah suatu kepercayaan yang salah yang menetap yang tidak sesuai
dengan fakta dan tidak bisa dikoreksi (Menkes, 2015). Waham adalah keyakinan
pasien yang tidak sesuai dengan kenyataan yang tetap dipertahankan dan tidak
dapat dirubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran
pasien yang sudah kehilangan kontrol. (Fauziah & Kesumawati, 2021). Myers,
dkk. (2017) menyatakan bahwa waham adalah keyakinan atau persepsi palsu yang
tetap tidak dapat diubah meskipun ada bukti yang membantahnya. Gangguan
proses pikir waham mengacu pada suatu kondisi seseorang yang menampilkan
satu atau lebih khayalan ganjil selama paling sedikit satu bulan. Waham
merupakan suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat atau terus
menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Klien meyakini bahwa dirinya
adalah seperti apa yang ada di dalam isi pikirannya (Sutejo, 2017).

2.2 Etiologi
Menurut Sutejo, 2017 faktor penyebab waham yaitu : a. Faktor
predisposisi (Predisposing factor)
Faktor predisposisi terdiri dari tiga faktor, yaitu faktor biologis, faktor
psikologis, dan faktor sosial budaya.
1) Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran
ventrikel di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan lindik.
Abnormalitas otak yang menyebabkan respons neurologis yang maladaptif
yang bar mulai dipahami. Hal ini termasuk hal-hal berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah mulai menunjukkan keterlibatan otak
yang luas dan dalam perkem bangan skizofrenia. Hal yang paling
berhubungan dengan perilaku psikotik adalah adanya lesi pada area
frontal, temporal, dan limbik.
b) Beberapa senyawa kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia. Hasil
penelitian menunjukkan hal-hal berikut ini: kadar dopamine
neurotransmitter yang berlebihan, ketidakseimbangan antara dopamin
4
dan neurotransmitter lain, masalah-masalah yang terjadi pada sistem
respons dopamine.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan terhadap kembar identik,
misalnya, ditemukan bahwa kembar identik yang dibesarkan secara
terpisah memiliki angka kejadian yang tinggi pada skizofrenia daripada
pasangan saudara kandung yang tidak identik.
2) Fator psikologis
Tori psikodinamika yang mempelajari terjadinya respons neurobiologi
yang maladaptif belum didukung oleh penelitian. Teori psikologi terdahulu
menyalahkan keluarga sebagai penyebab gangguan ini, sehingga menimbulkan
kurangnya rasa percaya (keluarga terhadap tenaga kesehatan jiwa profesional).
Waham ini juga dapat disebabkan oleh perbedaan perlakuan dari keluarga.
Misalnya saja, sosok ibu adalah tipe pencemas, sedangkan sosok ayah adalah
tipe yang kurang atau tidak peduli. 3) Faktor sosial budaya
Secara teknis, kebudayaan merupakan ide atau tingkah laku yang dapat
dilihat maupun yang tidak terlihat. Kebudayaan turut mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan kepribadian seseorang, misalnya melalui
aturan-aturan kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan tersebut. Unsur-
unsur dari faktor social budaya dapat mencakup kestabilan keluarga, pola
mengasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan (perkotaan lawan pedesaan),
masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan,
pendidikan, dan kesejahteraan yang tidak memadai, pengaruh rasial dan
keagamaan, serta nilainilai (Yosep, 2009). Di sisi lain, timbulnya waham
dapat disebabkan oleh perasaan teasing dari lingkungannya dan kesepian
(Direja, 2011).
b. Faktor biologis
Berbagai zat dan kondisi medis non-psikiatrik dapat menyebabkan
waham, sehingga menyatakan bahwa faktor biologis yang jelas dapat
menyebabkan waham. Akan tetapi, tidak semua orang dengan tumor memiliki
waham. Klien yang wahamnya disebabkan oleh penyakit neurologis serta yang
tidak memperlihatkan gangguan intelektual, cenderung mengalami waham
kompleks yang serupa dengan penderita gangguan waham. Sebaliknya,
penderita gangguan neurologis dengan gangguan intelektual sering mengalami

5
waham sederhana. Jenis waham sederhana ini tidak seperti waham pada klien
dengan gangguan waham.
Timbulnya gangguan waham bisa merupakan respons normal terhadap
pengalaman abnormal pad lingkungan, sistem saraf tepi, atau sistem saraf
pusat. Jadi, jika klien mengalami pengalaman sensorik yang salah, seperti
merasa dikuti (mendengar langkah kaki), klien mungkin percaya bahwa
mereka sebenarnya diikuti. Hipotesis tersebut tergantung pada pengalaman
seperti halusinasi yang perlu dijelaskan. Sementara itu, pengalaman halusinasi
tersebut pada gangguan waham tidak terbukti.
c. Faktor psikodinamik
Banyak klien dengan gangguan waham memiliki suatu kondisi sosial
terisolasi dan pencapaian sesuatu dalam kehidupannya tidak sesuai dengan apa
yang mereka harapkan. Teori psikodinamik spesifik mengenai penyebab dan
evolusi gejala waham melibatkan anggapan seputar orang hipersensitif dan
mekanisme ego spesifik, pembentukan reaksi, proyeksi, dan penyangkalan.
d. Mekanisme defense
Klien dengan gangguan waham menggunakan mekanisme defensi
berupa proyeksi, penyangkalan, dan pembentukan reaksi. Pembentukan reaksi
digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap agresi, kebutuhan untuk
bergantung, dan perasaan afeksi serta transformasi kebutuhan akan
ketergantungan menjadi ketidaktergantungan yang berkepanjangan. Untuk
menghindari kesadaran terhadap realita yang menurutnya menyakitkan, klien
menggunakan mekanisme penyangkalan (Sadock&Sadock, 2010). Ditimbun
oleh perasaan dendam, marah, dan permusuhan kepada orang lain, klien
menggunakan proyeksi untuk melindungi diri mereka sendiri dari pengenalan
impuls yangtidak dapat diterima dalam diri mereka.

3. Tanda dan Gejala


Menurut Sutejo, 2017 gejala gangguan waham dibagi menjadi beberapa kategori
yaitu kognitif, afektif, perilaku dan hubungan sosial serta gejala fisik.
a. Gejala kognitif waham :
1) Tidak mampu membedakan realita dan fantasi
2) Keyakinan yang kuat terhadap keyakinan palsunya
3) Mengalami kesulitan dalam berpikir realita
6
4) Tidak mampu dalam mengambil keputusan
b. Gejala afektif waham :
1) Situasi yang tidak sesuai dengan kenyataan
2) Afek tumpul (blunted affect)
c. Gejala perilaku dan hubungan social :
1) Hipersensitifitas
2) Depresi
3) Ragu-ragu
4) Hubungan interpersonal dengan orang lain bersifat dangkal
5) Mengancam secara verbal
6) Aktivitas tidak tepat
7) Impulsive
8) Curiga
9) Pola pikir stereotip
d. Gejala fisik :
1) Kebersihan diri kurang
2) Muka pucat
3) Sering menguap
4) Turunnya berat badan dan nafsu makan
5) Sulit tidur

4. Fase – Fase Waham


Menurut Sutejo, 2017 proses terjadinya waham melibatkan fase-fase berikut ini :
a. Fase kurangnya kebutuhan manusia (Lack of human need)
Waham dimulai dengan terbatasnya kebutuhan fisik maupun psikis
klien. Secara fisik, klien dengan gangguan waham memiliki keterbatasan
status sosial dan ekonomi. Keinginan klien yang biasanya sangat miskin dan
menderita untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mendorong untuk melakukan
kompensasi (pencarian kepuasan dalam suatu bidang tertentu) yang salah.
Selain klien dengan keterbatasan ekonomi, gangguan waham ini juga
dapat terjadi pada klien yang cukup secara finansial, tetapi memiliki
kesenjangan antara realita (reality) dan ideal diri (selfideal) yang sangat tinggi.
Waham terjadi karena klien merasa bahwa pengakuan atas keeksisan atau

7
kehadiran adalah suatu hal yang sangat penting. Gangguan ini juga terjadi
akibat minimnya penghargaan saat tumbuh kembang (life span history)
b. Fase kurangnya kepercayaan diri (Lack of self esteem)
Ketiadaan pengakuan dari lingkungan, tingginya kesenjangan antara
ideal diri dan realita, dan kebutuhan yang tak terpenuhi sesuai dengan standar
lingkungan membuat seseorang merasa menderita, malu, dan merasa tidak
berharga.

c. Fase kendali internal dan eksternal (Control internal and external)


Bagi klien dengan gangguan waham, menghadapi kenyataan adalah
suatau hal yang sulit. Klien mencoba berfikir secara logis bahwa apa yang
diyakini dan apa yang dikatakannya adalah suatu kebohongan yang dilakukan
untuk menutupi kekurangan. Kekurangan itu seperti ketidakcukupan materi,
kebutuhan akan pengakuan dan penerimaan, merupakan suatu yang belum
terpenuhi secara optimal sejak kecil. Oleh karena itu, kebutuhan akan
pengakuan dan penerimaan di lingkungan tersebut menjadi prioritas utama dan
mendominasi dalam hidupnya. Disisi lain, lingkungan sekitar menjadi
pendengar pasif dan kurang memberikan koreksi secara memadai klien dengan
alasan toleransi dan menjaga perasaan.
d. Fase dukungan lingkungan (Environment support)
Kepercayaan beberapa orang dalam lingkungan terhadap klien
membuat klien merasa didukung. Lama kelamaan, perkataan yang terus
menerus diulang oleh orang di lingkungannya tersebut membuat klien
kehilangan kendali diri dan mengakibatkan tidak berfungsinya norma (super
ego) yang ditandai dengan ketiadaan perasaan berdosa saat berbohong.
e. Fase kenyamanan (Comforting)
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya. Ia juga
menganggap bahwa semua orang sama, yaitu mereka akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan ini sering disertai dengan halusinasi dan terjadi
ketika klien menyendiri dari lingkungannya. Pada tahap selanjutnya, klien
lebih sering meyendiri dan menghidari interaksi sosial (isolasi sosial).
f. Fase peningkatan (Improving)
Ketiadaan konfrontasi dan upaya-upaya koreksi dapat meningkatkan
keyakinan yang salah pada klien. Tema waham yang sering muncul adalah
8
tema seputar pengalaman traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang
tidak terpenuhi (rantai yang hilang).
Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Waham memang
bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Akan tetapi, penting sekali untuk
mengguncang keyakinan klien dengan cara konfrontatif dan memperkaya
keyakinan religiusnya.

5. Tipe-tipe waham
Menurut Iyus & Sutini (2016) a. Waham
kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki suatu kebesaran atau kekuasaan khusus.
Keyakinan diucapkan secara berulan-ulang, tetapi tidak sesuai dengan realita.
b. Waham persekusi
Meyakini bahwa ada seseorang atau suatu kelompok yang berusaha merugikan
atau mencederai dirinya, diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
c. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan
berulang kali namun tidak sesuai dengan kenyataan.
d. Waham somatik
Meyakini bahwa tubuh klien atau bagian tubuhnya terganggu, diucapkan
berulang kali namun tidak sesuai dengan kenyataan.
e. Waham nihilistik
Mayakini bahwa dirinya sudah tidak ada didunia atau sudah meninggal,
diucapkan berulang kali namun tidak sesuai dengan kenyataan.

9
9
Penjelasan WOC :
Gangguan proses pikir : waham memiliki beberapa tipe dan fase-fase, dalam studi kasus ini
didapatkan masalah utama yaitu waham curiga. Terdapat beberapa faktor predisposisi yang
memicu waham muncul yaitu faktor biologis, faktor psikologis dan faktor sosial budaya.
Beberapa tanda gejala muncul sesuai pada Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI).
Intervensi yang disusun disesuaikan dengan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI,
2018) dengan intervensi utama yaitu menejemen waham.

9
B. Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Waham
1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Dermawan (2013) faktor yang perlu dikaji yaitu : a. Faktor
predisposisi
1) Genetik : diturunkan
2) Neurobiologis : adanya gangguan pada korteks pre frontal dan konteks
limbik
3) Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin, dan glutamate
4) Virus : paparan virus influenza pada trimester III
5) Psikologi : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli
b. Faktor presipitasi
1) Proses pengolahan informasi yang berlebihan
2) Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
3) Adanya gejala pemicu
Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat,
isi pengkajiannya meliputi : a. Identitas klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan
klien tentang nama klien, panggilan klien, nama perawata, tujuan, waktu
pertemuan, topik pembicaraan.
b. Keluhan utama / alasan masuk
Tanyakan pada keluarga / klien yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke rumah sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah dan perkembangan yang dicapai.
c. Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan pada keluarga / klien, apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik,
seksual, penolakan, dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan
tindakan criminal. Dapat dilakukan pengkajian pada keluarga faktor yang
mungkin mengakibatkan terjadinya gangguan :
1) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungsn klien sangat mempengaruhi respon
psikologis dari klien.
2) Biologis

10
Gangguan perkembangan dan fungus otak atau SSP, pertumbuhan dan
perkembangan individu pada prenatal, neonates dan anak-anak.
3) Social budaya
Seperti kemiskinan, konflik social budaya (peperangan, kerusuhan,
kerawanan), kehidupan yang terisolasi serta stress yang menumpuk.
d. Aspek fisik / biologis
Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi,
suhu, pernafasan. Ukur tinggi badan dan berat badan, jika perlu kaji fungsi
organ jika ada keluhan.
e. Aspek psikologis
1) Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang
dapat menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang
terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan, dan pola asuh.
2) Konsep diri
a) Citra tubuh : mengenai presepsi klien terhadap tubuhnya, bagian
yang disukai dan tidak disukai.
b) Identitas diri : status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan
klien terhadap status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai
laki-laki/perempuan.
c) Peran : tugas yang diemban dalam keluarga/kelompok dan
masyarakat dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas
tersebut.
d) Ideal diri : harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan
dan penyakitnya.
e) Harga diri : hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan
penghargaan orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi
ppengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sebagai wujud harga
diri rendah.
3) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok yang diikuti dalam masyarakat.
4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.

11
f. Status mental
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas
motoric klien, alam perasaan klien (sedih,takut, khawatir), afek klien,
interaksi selama wawancara, persepsi klien, proses pikir, isi pikir tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan berhitung, kemampuan
penilaian dan daya tilik diri.
g. Kebutuhan persiapan pulang
1) Kemampuan makan klien, kemampuan menyiapkan dan
membersihkan alat makan.
2) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC
serta membersihka dan merapikan pakaian.
3) Mandi klien dengan cara berpakaian, observasi kebersihan tubuh klien.
4) Istirahat dan tidur klien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan setelah
minum obat.
h. Masalah psikologi dan lingkungan
Data dari keluarga atau klien mengenai masalah yang dimiliki klien
i. Pengetahuan
Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap bagian
yang dimiliki klien disimpulkan dalam masalah
j. Aspek medis
Terapi yang diterima oleh klien : ECT, terapi antara lain seperti terapi
psikomotor, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi
okupasi, terapi lingkungan. Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi
dan perkembangan klien supaya dapat melaksanakan sosialisasi secara
wajar dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan SDKI 2017 diagnosa yang muncul yaitu gangguan proses pikir :
waham. Definisi waham yaitu keyakinan yang keliru tetang isi pikir yang
dipertahankan secara kuat atau terus menerus namun tidak sesuai dengan
kenyataan.
Penyebab dari waham yaitu yang pertama faktor biologis yaitu kelainan
genetik atau keturunan, kelainan neurologis (misal gangguan system limbik,
12
gangguan ganglia basalis, tumor otak), penyebab kedua yaitu faktor psikodinamik
(misal isolasi sosial, hipersensitif), maladaptasi, dan stress berlebih.
Tanda gejala mayor yang muncul yaitu data subyektif mengungkapkan isi
waham, sedangkan data objektif yaitu menunjukkan perilaku sesuai isi waham, isi
pikir tidak sesuai realitas, isi pembicaraan sulit dimengerti. Tanda gejala minor
pada data subjektif yaitu merasa sulit berkonsentrasi, merasa khawatir, sedangkan
data objektif yaitu curiga berlebihan, waspada berlebihan, bicara berlebihan, sikap
menentang atau permusuhan, wajah tegang, pola tidur berubah, tidak mampu
mengambil keputusan, fligh of idea, produktifitas kerja menurun, tidak mampu
merawat diri, menarik diri.

3. Intervensi keperawatan
Dalam intervensi keperawatan, perawat menetapkannya berdasarkan hasil
pengumpulan data dan rumusan diagnosis keperawatan yang merupakan
pentunjuk dalam membuat tujuan dan asuhan keperawatan untuk mencegah,
menurunkan, atau mengeleminasi masalah kesehatan klien. Rencana keperawatan
adalah bagaimana perawat merencanakan suatu tindakan kerawatan agar dalam
melakukan terhadap pasien efektif dan efisien. Rencana asuhan keperawatan
adalah petunjuk yang tertulis yang menggambarkan secara tepat mnegenai
rencana tindakan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya
berdasarkan diagnosa keperawatan (Sutejo, 2018).

13
Tabel 1. Intervensi keperawatan
Diagnosa
Luaran Intervensi Rasional
keperawatan
Gangguan proses Setelah diberikan tindakan Manajeman waham (I.09295) Mengetahui penyebab
pikir : Waham keperawatan selama ...x... jam hlm.232 dan intervensi yang akan
diharapkan status orientasi Tindakan dilakukan selanjutnya
membaik dengan kriteria hasil : - Monitor waham yang isinya - Memperlancar interaksi
(L.09090) hlm.123 membahayakan diri sendiri, orang yang selanjutnya akan
1. Verbalisasi waham dari sedang lain dan lingkungan - dilakukan Meningkatkan
(3) menjadi cukup menurun (4) Terapeutik - rasa percaya klien terhadap
2. Perilaku waham dari sedang (3) - Bina hubungan interpersonal saling perawat
menjadi cukup menurun (4) percaya - Membuat klien merasa
3. Perilaku sesuai realita dari - Hindari perdebatan tentang sesuatu - benar dengan wahamnya
sedang (3) menjadi cukup yang keliru, nyatakan keraguan - Suasana lingkungan yang
membaik (4) sesuai fakta - bersahabat mendukung
4. Isi pikir dari sedang (3) menjadi - Hindari memperkuat gagasan - komunikasi terapeutik
cukup membaik (4) waham Orang yang dipercaya
5. Pembicaraan dari sedang (3) - Sediakan lingkungan aman dan membuat nyaman dalam
menjadi cukup membaik (4) nyaman bercerita
Edukasi Pengetahuan mengenai
- Anjurkan mengungkapkan dan penyakit dapat
memvalidasi waham (uji realitas)
14
dengan orang yang dipercaya
- Jelaskan tentang waham serta
penyakit terkait
Kolaborasi mengubah perilaku
- Kolaborasi pemberian obat Mengurangi gejala psikotik

21

Orientasi realita (I.09297) hlm.235 Mengetahui perubahan yang


Observasi dialami
- Monitor perubahan orientasi Mengetahui kognitif dan
- Monitor perubahan kognitif dan - perilaku klien
perilaku - Meningkatkan
Terapeutik - hubungan saling percaya
- Perkenalkan nama sebelum - Menghadirkan realita
memulai interaksi Memberikan pnejelasan
- Orientasikan orang, tempat, dan - terkait realita
waktu - Bersosialisasi dengan yang
- Hadirkan realita - lain
- Libatkan dalam terapi kelompok Mampu melakukan
realita perawatan dengan mandiri
Edukasi

15
- Anjurkan perawatan diri secara
mandiri

16
4. Implementasi keperawatan
Dalam mengimplementasikan rencana asuhan, perawat kesehatan jiwa
menggunakan kisaran tindakan yang dirancang untuk mencegah
penyakit fisik dan jiwa dan meningkatkan, mempertahankan, serta
mengembalikan kesehatan jiwa dan fisik. Tindakan harus berfokus
pada berbagai tritmen psikososial dan biologis serta melibatkan klien,
keluarga, dam pelaku rawat jika memungkinkan (Stuart, 2016).

5. Evaluasi keperawatan
Asuhan keperawatan adalah proses dinamis yang melibatkan
perubahan pada status kesehatan klien sepanjang waktu, meningkatnya
kebutuhan data, berbagai diagnosis, dan modifikasi rencana asuhan
keperawatan (Stuart, 2016).

17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gangguan proses pikir waham mengacu pada suatu kondisi seseorang
yang menampilkan satu atau lebih khayalan ganjil selama paling sedikit satu
bulan. Waham merupakan suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan
secara kuat atau terus menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Klien
meyakini bahwa dirinya adalah seperti apa yang ada di dalam isi pikirannya.
Untuk asuhan keperawatan pada pasien waham terdiri dari pengkajian
keperawatan, diagnose keperawatan, intervensi keperawatan, dan evaluasi
keperawatan.

3.2 Saran
Beberapa rencana tindakan yang telah disusun yaitu membantu orientasi
realitas, mendiskusikan kebutuhan yang belum terpenuhi, membantu pasien
memenuhi kebutuhannya, mendiskusikan dan melatih kemampuan yang
dimiliki, dan memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat
secara teratur.

18
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Muhith. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa (Teori dan Aplikasi).
Yogyakarta: Penerbit Andi
Azizah Lilik, dkk. (2016). Buku Ajar Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: Indomedia
Pustaka
Dermawan, D & Rusdi. (2013). Keperawatan jiwa Konsep dan kerangka kerja
asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Hendarsyah, F. (2016). Diagnosis dan Tatalaksana Skizofrenia Paranoid dengan
Gejala-Gejala Positif dan Negatif. Jurnal Medula Unila. Diakses
melalui http://kedokteran.juke.unila.ac.id pada tanggal 13 November
2023
Stuart. G. W. (2016). Prinsip dan praktik Keperawatan kesehatan jiwa Buku 2
alih bahasa: Keliat, B. A. Singapore: Elsever
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1 Cetakan II. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1 Cetakan II. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI
Videbeck, S.L. (2010). Psychiatric mental health nursing. 5th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins
Victoryna, F., dkk. (2020). Penerapan Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Ners
Untuk Menurunkan Intensitas Waham Pasien Skizofrenia. Jurnal
Keperawatan Jiwa Volume 8 (1), 45 - 52,. Diakses melalui
https://doi.org/10.26714/jkj.8.1.2020.45-52pada 27 April 2021

19
Lampiran: Soal
1. Seorang Laki-laki , berusia 24 tahun dibawa ke UGD sebuah Rumah Sakit
Jiwa oleh keluarganya dengan alasan suka melamun, tidak mau berinteraksi
dengan orang lain dan lebih suka menyendiri. Kadang terlihat suka berbicara
sendiri dan mengatakan kalau klien adalah seorang nabi dan jika ditegur oleh
keluarga pasien akan marah Apa masalah utama pada kasus diatas?
a. Isolasi sosial : menarik diri
b. Gangguan Persepsi sensori : Halusinasi
c. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
d. Perilaku Kekerasan

2. Laki-laki berusia 35 tahun dirawat di rumah sakit jiwa dengan keluhan marah-
marah tanpa sebab yang jelas. Pada saat berinteraksi dengan perawat
mengatakan: “Saya tahu, semua orang akan meracuni saya,” Apakah diagnosa
keperawatan yang tepat pada kasus di atas?
A. Gangguan proses pikir: waham agama
B. Gangguan proses pikir: waham curiga
C. Gangguan proses pikir: waham somatik
D. Gangguan proses pikir: waham nihilistik
E. Gangguan proses pikir: waham kebesaran

3. Pasien laki-laki, usia 65 tahun. Saat ini sedang dirawat di rumah sakit jiwa.
Klien mengatakan bahwa dia adalah seorang wali keturunan Ningrat yang
mempunyai kemampuan untuk mengobati segala penyakit. Selain itu dia juga
mengatakan bahwa dia dapat melihat dunia dan berkomunikasi dengan mahluk
ghaib. Apakah diagnosis keperawatan yang muncul dari kasus di atas?
A. Koping individu tidak efektif
B. Waham nihilistik
C. Waham Magis
D. Halusinasi
E. Waham kebesaran

20
4. Seorang perempuan 21 tahun di ruang perawatan RSJ sering mengatakan “
saya itu sakit kanker serviks stadium 2”. Sebelumnya klien pernah dilakukan
pemeriksaan laboratorium dan tidak ditemukan tanda-tanda kanker namun
klien terus mengatakan bahwa ia terserang kanker. Apakah yang menjadi
masalah utama pada pasien diatas?
a. Waham Somatik
b. Waham Nihilistik
c. Harga Diri Rendah
d. Koping individu tidak efektif
e. Menarik diri

5. Seorang Laki-laki , berusia 24 tahun dibawa ke UGD sebuah Rumah Sakit


Jiwa oleh keluarganya dengan alasan suka melamun, tidak mau berinteraksi
dengan orang lain dan lebih suka menyendiri. Saat dikaji terlihat suka
berbicara lantang dan mengatakan kalau klien adalah seorang nabi dan jika
dingatkan oleh perawat akan marah. Apa masalah utama pada kasus diatas?
a. Isolasi sosial : menarik diri
b. Gangguan Persepsi sensori : Halusinasi
c. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
d. Perilaku Kekerasan
e. Gangguan Proses Pikir : Waham

21

Anda mungkin juga menyukai