Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HARGA DIRI

RENDAH SITUASIONAL
(Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Psikososial)

Dosen Pembimbing : Dra. Yunani M. Kes

Disusun Oleh :

Natasya Maulidya (P17320322031)


Nayla Khafrida Shacy (P17320322032)
Neli Rahmawati (P17320322033)
Nia Damayanthi Putri (P17320322034)
Nopa Suci Fitriani (P17320322035)
Novia Putriyani (P17320322036)
Nursyabania (P17320322037)
Oldha Putri Lestari (P17320322038)
Putri Nur Oktaviani (P17320322039)
Rachma Syabilla Anjani (P17320322040)

Tingkat 2A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BOGOR
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan


banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah Situasional” dengan baik.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Asuhan Keperawatan ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritikan dan saran yang bersifat
kontruktif dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan dari Asuhan
Keperawatan ini. Semoga segala budi baik dari semua pihak diberkati oleh Tuhan
Yang Maha Esa.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan
masyarakat pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan
untuk menambah pengetahuan para mahasiswa dan pembaca.

Bogor, 1 September 2023

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................i
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................3

BAB II TINJAUAN TEORI ..................................................................................5


2.1 Definisi Harga Diri Rendah Situasional ..............................................5
2.2 Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah Situasional ..............................5
2.3 Etiologi Harga Diri Rendah Situasional ..............................................7
2.4 Patofisiologi Harga Diri Rendah Situasional……………………….9
2.5 Pathway Harga Diri Rendah Situasional ...........................................10
2.6 Rentang respon Harga Diri Rendah Situasional…………………..11
2.7 Manifestasi Klinis Harga Diri Rendah Situasional………………..11
2.8 Penatalaksanaan Medis Harga Diri Rendah Situasional…………..12
2.9 Penatalaksanaan Keperawatan ...........................................................13
BAB III TINJAUAN KASUS .................................................................................11
A. Kasus....................................................................................................11
B. Pengkajian ...........................................................................................11
C. Analisa Data ........................................................................................17
D. Diagnosa Keperawatan .......................................................................18
E. Intervensi Keperawatan ......................................................................19
F. Implementasi dan Evaluasi Kepewatan .............................................23

BAB IV PENUTUP ..................................................................................................25


A. Kesimpulan..........................................................................................25
B. Saran ....................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat
berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut
menyadari kemampuan yang dimiliki, dapat megatasi tekanan, dapat bekerja
secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
Kondisi perkembangan yang tidak sesuai pada individu disebut gangguan jiwa.
Kesehatan merupakan keadaan kondisi sehat badan jasmani, rohani, spiritual
dan sosial, serta bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan
kelemahan, melainkan juga berkepribadian yang mandiri dan produktif.
Kesehatan meliputi kesehatan fisik dan kesehatan psikis. Kesehatan fisik
merupakan keadaan organ tubuh yang dapat berfungsi secara baik tanpa
merasakan sakit atau keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit
dengan kata lain semua organ tubuh dapat bekerja secara normal (Heru, 2008).
Menurut Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, Kesehatan
adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Untuk mencapai tingkat kesehatan jiwa secara optimal, pemerintah Indonesia
menegaskan perlunya upaya peningkatan kesehatan jiwa, seperti yang
dituangkan dalam Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan Bab
IX pasal 144 yang menyatakan bahwa upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk
menjamin setiap orang dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas
dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan
jiwa (Dalami, 2010, h 2).
Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan yang
sangat signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah penderita
gangguan jiwa bertambah. Berdasarkan data dari Kemenkes Indonesia 2022
Untuk saat ini Indonesia memiliki prevalensi orang dengan gangguan jiwa
sekitar 1 dari 5 penduduk, artinya sekitar 20% populasi di Indonesia itu
mempunyai potensi-potensi masalah gangguan jiwa. National Adolescent
Mental Health Survey 2022, 15,5 juta (34,9 persen) remaja mengalami masalah

1
mental dan 2,45 juta (5,5 persen) remaja mengalami gangguan mental. Dari
jumlah itu, baru 2,6 persen yang mengakses layanan konseling, baik emosi
maupun perilaku, Dan berdasarkan data dari World Health Organitation (WHO)
dalam Yosep (2013), WHO memperkirakan sebanyak 450 juta orang di seluruh
dunia mengalami gangguan mental, terdapat sekitar 10% orang dewasa
mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk diperkirakan akan
mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya. Gangguan jiwa
mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan kemungkinan akan
berkembang menjadi 25% di tahun 2030, gangguan jiwa juga berhubungan
dengan bunuh diri, lebih dari 90% dari satu juta kasus bunuh diri setiap
tahunnya akibat gangguan jiwa. Gangguan jiwa ditemukan di semua negara,
pada perempuan dan laki-laki, pada semua tahap kehidupan, orang miskin
maupun kaya baik di pedesaan maupun perkotaan mulai dari yang ringan
sampai berat. Data WHO (2006) mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk
Indonesia mengalami gangguan jiwa, dimana panik dan cemas adalah gejala
paling ringan. Jawa Barat didapatkan data individu yang mengalami gangguan
jiwa sebesar 0,22 % (Riskesdas, 2007).
Harga diri seseorang di peroleh dari diri sendiri dan orang lain.
Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang, perilaku
orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk. Tingkat
harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai rendah. Individu yang
memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu
beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa aman. Individu
yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan cara negatif dan
menganggap sebagai ancaman (Keliat, 2011). Harga diri rendah juga sering
terjadi secara tiba-tiba atau yang biasa kita kenal sebagai harga diri rendah
situasional. Sedangkan menurut Nurarif dan Hardhi (2015) harga diri rendah
situasional merupakan munculnya persepsi negatif tentang makna diri sebagai
respon terhadap situasi saat ini. Harga diri rendah situasional merupakan bentuk
trauma yang tiba-tiba seperti, harus operasi, kecelakaan, putus sekolah,
perceraian, dan korban perkosaan. Pengelolaan pada pasien harga diri rendah

2
situasional harus segera ditangani dengan tepat agar tidak berkelanjut pada
harga diri rendah kronik.
Tanda dan gejala harga diri rendah yaitu mengkritik diri sendiri,
perasaan tidak mampu, pandangan hidup yang pesimis, penurunan
produktivitas, penolakan terhadap kemampuan diri. Selain tanda dan gejala
diatas, dapat juga mengamati penampilan seseorang dengan harga diri rendah
yang tampak kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi,
selera makan menurun, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak
menunduk, dan bicara lambat dengan nada suara yang rendah (Keliat, 2011).
Pada klien dengan harga diri rendah dapat dterapkan menggunakan
terapi hubungan interpersonal. Terapi hubungan interpersonal memfokuskan
pada hubungan interpersonal pasien, sifat-sifat dan kelemahannya dan
meningkatkan hubungan tersebut. Idenya adalah apabila seseorang memiliki
hubungan yang kuat , kuat dan penuh penghargaan dengan orang lain, kecil
kemungkinannya untuk menjadi depresi atau tetap depresi (atau ansietas,dll),
dan mereka akan lebih merasakan kebahagiaan. Berdasarkan uraian diatas kami
akan mengangkat tugas asuhan keperawatan berjudul “Asuhan Keperawatan
Jiwa Harga Diri Rendah Situasional”

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan
harga diri rendah situasional?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Melaporkan hasil Asuhan Keperawatan Jiwa Harga Diri Rendah Situasional
2. Tujuan Khusus
a) Menggambarkan kemampuan penulis dalam mengkaji pasien dengan
masalah harga diri rendah situasional.
b) Menggambarkan kemampuan penulis dalam mengidentifikasi diagnosa
atau masalah potensial pasien dengan masalah harga diri rendah
situasional.

3
c) Menggambarkan kemampuan penulis dalam menyusun tindakan
keperawatan yang tepat pada pasien dengan masalah harga diri rendah
situasional.
d) Menggambarkan kemampuan penulis dalam mengambil keputusan
untuk melakukan tindakan keperawatan yang tepat pada pasien dengan
masalah harga diri rendah situasional.
e) Menggambarkan kemampuan penulis dalam melakukan evaluasi asuhan
keperawatan jiwa harga diri rendah situasional.
f) Melakukan dokumentasi asuhan keperawatan harga diri rendah
situasional.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Harga Diri Rendah Situasional


Harga diri rendah situasional adalah evaluasi diri atau persepsi diri
negatif tentang harga diri sebagai respon terhadap situasi saat ini (Herdman,
2012). Risiko harga diri rendah situasional adalah berisiko mengalami evaluasi
atau perasaan negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan klien sebagai
respons terhadap situasi saat ini (NANDA, 2018).
Kesimpulan dari pernyataan tersebut adalah bahwa harga diri rendah
situasional merujuk pada penilaian negatif terhadap diri sendiri atau perasaan
kurangnya harga diri dalam respons terhadap situasi tertentu. Baik menurut
Herdman (2012) maupun NANDA (2018), risiko harga diri rendah situasional
mengindikasikan potensi bagi seseorang untuk mengalami evaluasi yang
merugikan terhadap diri sendiri atau kemampuan mereka sebagai hasil dari
situasi yang sedang dihadapi. Dengan kata lain, individu dalam konteks ini
berisiko mengalami keraguan diri dan perasaan kurangnya nilai diri karena
faktor-faktor situasional yang mempengaruhi persepsi mereka terhadap diri
sendiri.

2.2 Tanda dan gejala Harga Diri Rendah Situasional


1. Perasaan malu pada diri sendiri akibat penyakit dan akibat terhadap
tindakan penyakit. Misalnya malu dan sedih karena rambut menjadi rontok
(botak) karena pengobatan akibat penyakit kronis seperti kanker
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri misalnya ini terjadi jika saya
3. tidak ke RS menyalahkan dan mengejek diri sendiri
4. Merendahkan martabat misalnya, saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya
memang bodoh dan tidak tahu apa-apa
5. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri, klien tak mau bertemu
orang lain, lebih suka menyendiri
6. Percaya diri kurang, klien sukar mengambil keputusan yang suram mungkin
memilih alternatif tindakan

5
7. Mencederai diri dan akibat HDR disertai dengan harapan yang suram
mungin klien ingin mengakhiri kehidupan

Menurut Struart & Sundden (1998) perilaku klien HDR ditunjukkan tanda-
tanda sebagai berikut:
1. Produktivitas menurun
2. Mengukur diri sendiri dan orang lain
3. Destructif pada orang lain
4. Gangguan dalam berhubungan
5. Perasaan tidak mampu
6. Rasa bersalah
7. Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan
8. Perasaan negatif terhadap tubuhnya sendiri
9. Ketegangan peran yang dihadapi atau dirasakan
10. Pandangan hidup yang pesimis
11. Keluhan fisik
12. Pandangan hidup yang bertentangan
13. Penolakan terhadap kemampuan personal
14. Destruktif terhadap diri sendiri
15. Menolak diri secara sosial
16. Penyalahgunaan obat
17. Menarik diri dan realitas
18. Khawatir

Menurut Budi Anna Keliat, 1999. Tanda dan Gejala HDR antara lain :
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap
penyakit (rambut botak karena terapi)
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
3. Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
4. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
5. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai klien akan
mengakiri harapan yang kehidupannya

6
Menurut Carpenito, L.J (1998: 352); Keliat, B.A (1994:20); perilaku yang
berhubungan dengan harga diri rendah antara lain:
1. Mengkritik diri sendiri atau orang lain
2. Perasaan dirinya sangat penting yang berlebih-lebihan
3. Perasaan tidak mampu
4. Rasa bersalah
5. Sikap negatif pada diri sendiri
6. Sikap pesimis pada kehidupan
7. Keluhan sakit fisik
8. Pandangan hidup yang terpolarisasi
9. Menolak kemampuan diri sendiri
10. Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
11. cemas dan takut
12. Merasionalisasi penolakan/menjauh dari umpan balik positif
13. Mengungkapkan kegagalan pribadi
14. Ketidak mampuan menentukan tujuan
15. Produktivitas menurun
16. Perilaku destruktif pada diri sendiri
17. Perilaku destruktif pada orang lain
18. Penyalahgunaan zat
19. Menarik diri dari hubungan sosial
20. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
22. Tampak mudah tersinggung/mudah marah
21. Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)

2.3 Etiologi Harga Diri Rendah Situasional


Etiologi harga diri rendah (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016):
a. Terpapar situasi traumatis
b. Kegagalan berulang
c. Kurangnya pengakuan dari orang lain
d. Ketidakefektifan mengatasi masalah kehilangan
e. Gangguan psikiatri

7
f. Penguatan negatif berulang
g. Ketidaksesuaian budaya

Faktor penyebab harga diri rendah (Stuart dan Lararia, 2008):


a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang menyebabkan timbulnya harga diri rendah,
meliputi:
1) Biologis Diartikan sebagai faktor heriditer (keturunan) seperti adanya
anggota yang mengalami gangguan jiwa. Selain itu, adanya riwayat
penyakit kronis atau trauma kepala.
2) Psikologis Masalah psikologis yang dapat menyebabkan terjadinya
harga diri rendah meliputi pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan, penolakan dari lingkungan dan orang terdekat, harapan
yang tidak realistis, kegagalan berulang, kurang mempunyai
tanggungjawab personal, dan memiliki ketergantungan tinggi pada
orang lain.
3) Sosial dan budaya Pengaruh sosial budaya yang menyebabkan
terjadinya harga diri rendah meliputi adanya penilaian negatif dari
lingkungan kepada klien, sosial ekonomi rendah, pendidikan yang
rendah dan adanya riwayat penolakan dari lingkungan.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yang menimbulkan harga diri rendah antara lain:
1) Riwayat trauma. Meliputi adanya pengalaman tidak menyenangkan,
penganiayaan seksual, menjadi korban atau saksi dari perilaku
kekerasan
2) Ketegangan peran Ketegangan peran disebabkan oleh:
a) Transisi peran perkembangan merupakan perubahan yang
berhubungan dengan pertumbuhan manusia.
b) Transisi peran situasi terjadi karena perubahan jumlah anggota
keluarga yang disebabkan oleh kelahiran atau kematian.
c) Transisi peran sehat-sakit merupakan perubahan dari kondisi sehat
menjadi sakit. Perubahan tersebut dapat disebabkan karena

8
perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang normal
dan kecacatan fisik.

2.4 Patofisiologi Harga Diri Rendah Situasional


Patofisiologi harga diri rendah situasional melibatkan interaksi
kompleks antara faktor-faktor psikologis, sosial, dan situasional yang akhirnya
mengarah pada penurunan harga diri seseorang dalam respons terhadap situasi
tertentu. Berikut adalah beberapa elemen penting dalam patofisiologi ini:
a. Evaluasi Negatif Terhadap Diri Sendiri: Pada dasarnya, harga diri rendah
muncul ketika seseorang memiliki pandangan negatif terhadap diri sendiri.
Dalam konteks harga diri rendah situasional, individu menilai diri mereka
dengan cara yang merugikan selama situasi tertentu. Ini dapat berkaitan
dengan perasaan tidak mampu, tidak berharga, atau kurangnya kemampuan
untuk mengatasi tantangan yang ada.
b. Persepsi Terhadap Situasi: Situasi tertentu bisa memicu perasaan harga diri
rendah karena individu merasa tidak memadai untuk menghadapi situasi
tersebut. Faktor-faktor seperti tekanan, persaingan, atau harapan tinggi dari
orang lain dapat meningkatkan perasaan ketidakmampuan dan
merendahkan harga diri.
c. Pengaruh Sosial: Interaksi dengan lingkungan sosial juga berperan dalam
patofisiologi ini. Kritik, pengucilan, atau perbandingan dengan orang lain
dapat mempengaruhi cara seseorang melihat diri sendiri dan merasa kurang
berharga dalam situasi tertentu.
d. Pengalaman Sebelumnya: Pengalaman masa lalu, terutama yang terkait
dengan kegagalan atau penolakan, bisa memberikan kontribusi besar
terhadap harga diri rendah situasional. Pengalaman negatif sebelumnya
dapat meningkatkan sensitivitas terhadap situasi yang mirip dan memicu
perasaan tidak berharga.
e. Pola Pikir Negatif: Pola pikir negatif seperti perfeksionisme berlebihan,
pandangan berlebihan terhadap kegagalan, atau pemikiran negatif diri
sendiri dapat mempengaruhi bagaimana seseorang merespon situasi dan
menghargai diri sendiri dalam konteks tersebut.

9
f. Respons Emosional: Pernilaiannya yang negatif terhadap diri sendiri dan
situasi bisa memicu respons emosional seperti kecemasan, depresi, atau
stres. Ini kemudian dapat membentuk lingkaran setan di mana emosi negatif
semakin merusak harga diri, dan harga diri rendah semakin memperburuk
emosi.
g. Dukungan Sosial: Dukungan sosial yang tidak memadai atau kurangnya
pemahaman dari lingkungan sekitar juga dapat memperburuk harga diri
rendah situasional. Ketika individu merasa tidak didukung atau dimengerti,
hal ini dapat memperkuat pandangan negatif tentang diri sendiri.

Penting untuk diingat bahwa patofisiologi harga diri rendah situasional


bersifat kompleks dan sangat individual. Faktor-faktor yang berperan dapat
bervariasi dari individu ke individu, dan interaksi antara faktor-faktor ini dapat
menghasilkan respons yang berbeda dalam situasi yang berbeda pula. Terapi,
dukungan psikologis, dan upaya untuk mengubah pola pikir negatif dapat
membantu individu mengatasi dan mengurangi harga diri rendah dalam situasi
tertentu.

2.5 Pathway Harga Diri Rendah Situasional

10
2.6 Rentang respon Harga Diri Rendah Situasional
Berikut ini adalah rentang respon konsep diri menurut Stuart dan Sundeen
(1998:230)

a. Aktualisasi diri : pengungkapan perasaan/kepuasan dari konsep diri positif.


b. Konsep diri positif : dapat menerima kondisi dirinya sesuai dengan yang
diharapkannya dan sesuai dengan kenyataan.
c. Harga diri rendah : perasaan negative terhadap diri sendiri, hilang
kepercayaan diri, dan merasa gagal mencapai keinginan.
d. Kerancunan identitas : ketidakmampuan individu mengintegrasikan aspek
psikologis pada masa dewasa, sifat kepribadian yang bertentangan dan
perasaan hampa.

2.7 Manifestasi Klinis Harga Diri Rendah Situasional


Karakteristik perilaku yang ditunjukkan kepada klien harga diri
rendah menurut Stuart dan Sundeen (1998:230) meliputi mengkritik diri
sendiri / orang lain, penurunan produktifitas, destruktif yang diarahkan kepada
orang lain atau diri sendiri, gangguan dalam berhubungan, rasa diri penting
yang berlebihan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, mudah tersinggung
atau mudah marah yang berlebih, perasaan negatif terhadap dirinya sendiri,
ketegangan peran yang dirasakan, pandangan hidup yang pesimis, keluhan
fisik, pandangan hidup yang bertentangan, penolakan terhadap kemampuan

11
personal, destruktif terhadap diri sendiri, pengurungan diri, menarik diri secara
sosial, penyalahgunaan zat, menarik diri dari realita, dan khawatir.
2.8 Penatalaksanaan Medis Harga Diri Rendah Situasional
1) Psikofarmaka
Berbagai obat psikofarmaka hanya diperoleh dengan resep dokter,
dapat dibagi dalam dua golongan yaitu golongan generasi pertama (typical)
dan golongan generasi kedua (atypical). Obat yang termasuk golongan
generasi pertama berupa Chorpromazine HCL, Thoridazine HCL, dan
Haloperidol. Obat yang termasuk golongan generasi kedua 10 berupa
Risperidone, Olozapine, Quentiapine, Glanzapine, Zotanine, dan
Aripiprazole.
2) Psikoterapi
Psikoterapi merupakan terapi kerja yang sangat baik untuk
mendorong klien bergaul dengan orang lain, perawat maupun dokter. Hal
ini dimaksudkan supaya klien tidak dapat melakukan kebiasaan yang kurang
baik, sehingga dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan
bersama.
3) Terapi Kejang Listrik (Electro Convulsive Therapy)
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
granmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode
yang dipasang satu atau dua temples.
4) Terapi Modalitas
Terapi modalitas bertujuan untuk mengubah perilaku klien
gangguan jiwa dengan perilaku maladaptif menjadi perilaku yang adaptif.
Terdapat beberapa jenis terapi modalitas pada gangguan jiwa antara lain:
a. Terapi lingkungan Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yang
bertujuan untuk mengubah perilaku maladaptif menjadi adaptif dengan
cara mengubah atau memodifikasi lingkungan.
b. Terapi okupasi Terapi okupasi merupakan psikoterapi suportif berupa
aktivitas-aktivitas yang membangkitkan kemandirian secara manual,
kreatif dan edukasional untuk penyesuaian diri dengan lingkungan dan
meningkatkan derajat kesehatan fisik dan mental pasien.

12
c. Terapi aktivitas kelompok (TAK) Terapi aktivitas kelompok adalah
suatu upaya memfasilitasi psikoterapi terhadap sejumlah klien pada
waktu yang sama untuk memantau dan meningkatkan hubungan antar
anggota

2.9 Penatalaksanaan Keperawatan


Penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan kondisi ketidakberdayaan
menggunakan Strategi Pelaksanaan (SP), yang meliputi pada klien sendiri dan keluarga
klien. Berikut Strategi Pelaksanaan (SP) pada klien dengan kondisi ketidakberdayaan
dan keluarga klien:
Masalah Tindakan Keperawatan pada Tindakan Keperawatan
Keperawatan Pasien pada Keluarga
Harga diri
rendah SP 1 SP 1
situasional
1. Kaji stresor harga diri rendah 1. Diskusikan masalah yg
situasional dan tanda dan dirasakan dalam merawat
gejala
pasien
2. Bantu pasien mengenal harga
diri rendah: 2. Menjelaskan gangguan
a) Mengidentifikasi dan citra tubuh, penyebab,
menguraikan perasaannya.
proses terjadi, tanda dan
b) Mengenal penyebab harga
diri rendah gejala, serta akibatnya
c) Menyadari perilaku akibat 3. Menjelaskan cara
harga diri rendah
merawat gangguan citra
d) Mengevaluasi positif diri
yang lalu tubuh pasien: tidak
3. Bantu pasien menambah masalah pasien,
mengidentifikasi potensi dan selalu bersikap positif dan
keterbatasan yang dimiliki saat
ini memberi semangat
4. Diskusikan aspek 4. Mendiskusikan dengan
positif/potensi/kemampuan diri keluarga bagian tubuh yang
sendiri, keluarga, dan
terganggu:fungsi, struktur
lingkungan
5. Latih satu kemampuan dan atau bentuk dan bagian
positif yang dimiliki tubuh yang masih
6. Latih kemampuan positif
sehat
yang lain

13
7. Tekankan bahwa kegiatan 5. Menyertakan keluarga
melakukan kemampuan positif saat pasien melakukan
berguna untuk menumbuhkan
latihan bagian tubuh yang
harga diri positif
terganggu dan yang masih
SP 2 sehat
1. Evaluasi harga diri pasien 5. Anjurkan keluarga
serta kemampuan melakukan memotivasi pasien
kegiatan positif dan manfaatnya.
melakukan latihan bagian
Beri pujian
2. Latih kemampuan tubuh yang terganggu dan
kedua bagian tubuh yang sehat
3. Anjurkan melatih
kemampuan pertama, kedua
dstnya SP 2
4. Anjurkan menilai manfaat 1. Evaluasi masalah yang
melakukan kegiatan dalam
dirasakan keluarga dan
meningkatkan harga diri.
kemampuan keluarga
SP 3 merawat pasien. Berikan
1. Evaluasi harga diri pasien dan pujian.
kemampuan melakukan 2. Menyertakan keluarga
kegiatan yang positif serta
saat melatih pasien hipnotis
manfaatnya dalam
meningkatkan harga diri. Beri diri sendiri (lima jari) dan
pujian kegiatan spiritual
2. Nilai kemampuan pasien 3. Anjurkan membantu
melakukan kemampuan positif
3. Nilai harga diri pasien pasien mengatasi
ansietasnya
4. Diskusikan dengan
keluarga cara perawatan di
rumah, follow up dan
kondisi pasien yang perlu
dirujuk (lapang persepsi
menyempit, tidak mampu
menerima informasi,

14
gelisah, tidak dapat tidur)
dan cara merujuk pasien

SP 3
1. Evaluasi kegiatan
keluarga dalam
merawat/melatih pasien
melakukan kegiatan positif
serta manfaatnya
meningkatkan harga diri
pasien
2. Nilai kemampuan
keluarga merawat pasien
3. Nilai kemampuan
keluarga melakukan
kontrol/rujukan

15
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
A. Identitas
a) Identitas Klien
Nama : Ny. S
Umur : 25 tahun
Tanggal lahir : 25 Juli 1998
Alamat : Jl. Cilendek, Bogor
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Pengangguran
Status perkawinan : Belum kawin
No. RM : 0683493
Diagnosa medis : Tb paru

b) Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. D
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hub. dengan klien : Ibu

B. Riwayat Kesehatan
1. Alasan Masuk Rumah Sakit
Klien mengatakan dibawa ke rumah sakit karena klien mengeluh
sesak napas, dan nyeri dada saat batuk. Klien mengatakan batuk –
batuk dan jika batuk klien kesulitan untuk bernapas dan aktivitas
terganggu, dan tidak bisa tidur dari kemarin karena sesak napas.

16
a) Pola tidur
( ) Banyak tidur ( ) Kurang tidur ( √ ) Sulit untuk
tidur
( ) Sulit utk tetap ( ) Sulit untuk ( ) Sulit untuk
terbangun bangun tidur tetap tidur
Ny. S sulit untuk tidur karena ia mengalami sesak napas

b) Nafsu makan

( ) Meningkat (√) Menurun ( ) Biasa saja

Ny. S merasakan perutnya mual, ada rasa ingin muntah, makan sulit
hanya masuk 1 – 3 suap.

c) Kecemasan
Kecemasan diukur menggunakan Hamilton Anxiety Rating Scale
(HAM-A) lihat lampiran
0 = tidak 1 = cemas 2 = cemas 3 = Cemas 4 = cemas
cemas ringan sedang berat sangat berat
Klien khawatir, cemas dan malu dengan penyakitnya.

2. Pemeriksaan Fisik
Tanda – tanda vital:
• Tekanan darah : 100/80 mmHg
• Nadi : 88x/menit
• Suhu : 37°C
• RR : 22x/menit
Berat badan sebelum sakit : 50 kg
Berat badan setelah sakit : 45 kg
Tinggi badan : 155 cm
klien tidak memiliki keluhan fisik

17
3. Pemeriksaan Head To Toe
Kepala : Kepala simetris tidak ada kelainan, tidak teraba
luka, rambut mudah rontok
Mata : Bola mata simetris, pergerakan normal.
Hidung : Bentuk simetris, tidak ada peradangan atau polip.
Telinga : Pendengaran baik, simetris kanan/kiri.
Leher : Leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan
vena jugularis.
Jantung:
a) Inspeksi : Dada simetris.
b) Palpasi : Teraba denyut jantung ictus cordis pada ICS 5 mid
clavikula.
c) Perkusi : Pekak
d) Auskultasi : S1> S2 reguler tidak ada bunyi suara tambahan 31
Paru-Paru
a) Inspeksi : Pergerakan dada kanan dan kiri simetris, tidak tampak
menggunakan otot bantu penafasan.
b) Palpasi : Vocal vemitus normal.
c) Perkusi : pekak
d) Auskultasi : terdapat ronchi, Whizzing tidak.
Abdomen : Simetris bunyi sonor tidak terdapat kelainan.
Ekstremitas atas : Ekstremitas atas tidak ada kelainan maupun.
Ekstremitas bawah : Ekstremitas bawah tidak ada kelainan .

C. Konsep Diri
1. Citra tubuh
Klien mengatakan tidak ada anggota tubuh yang klien tidak sukai.
2. Identitas
Klien menyadari seorang perempuan berumur 25 tahun. Klien anak
ke-1 dari 3 bersaudara, klien hanya lulusan SMA.
3. Peran Diri
Klien berperan sebagai anak dan kakak yang mempunyai 2 adik.
4. Ideal Diri

18
Klien berharap untuk sembuh.
5. Harga Diri
Klien merasa malu tentang penyakit paru – paru yang diderita, tidak
berani menceritakan tentang penyakitnya dan cenderung
menyembunyikan tentang penyakitnya kepada orang lain selain
keluarganya. Klien merasa tidak berguna bagi keluarganya karena
semenjak sakit tidak dapat bekerja lagi sebagai karyawan pabrik,
sehingga tidak dapat membantu keuangan keluarganya.

D. Pengkajian Sosial
1. Kondisi Rumah
Klien mengatakan daerah rumah sekitar sejuk cukup dengan penghijauan
dan ventilasi di rumah juga cukup untuk cahaya masuk.
2. Keluarga
Ny.S mengatakan hubungan dengan keluarga cukup baik.
3. Keuangan
Ny.S mengatakan sumber penghasilan dari ayahnya.
4. Budaya
Ny.S berasal dari suku sunda dan tidak ada pernyataan adat atau budaya
yang bertentangan dengan kondisi kesehatan.
5. Spiritual
Klien taat dalam beribadah dan senantiasa berdo’a kepada Allah agar diberi
kesembuhan dari penyakitnya.

E. Faktor Predisposisi
Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu ?
( ) Ya ( ✓ ) Tidak
Klien sebelumnya tidak pernah mengalami gangguan jiwa

19
F. Genogram

Klien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Klien mengatakan


tidak ada anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa. Klien tinggal
bersama orang tuanya.

G. Pola Kebiasaan Sehari – hari


1. Perawatan diri
Kebutuhan mandi, BAK, dan BAB mandiri.
2. Nutrisi
Klien mengatakan tidak nafsu makan semenjak 1 bulan lalu
3. Tidur
Klien mengatakan tidak bisa tidur dari kemarin karena sesak nafas.

H. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti
Klien menganggap bahwa keluarganya adalah orang yang sangat
berarti dalam hidupnya.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat
Klien menolak berinteraksi dengan orang lain. Klien cenderung
murung dan pasif.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien mengatakan mempunyai hambatan dalam berhungan dengan
orang lain, yaitu malu karena penyakitnya.

20
I. Status Mental
1. Penampilan
Klien berpenampilan bersih, rapi, tidak tercium bau, klien tampak
cemas.
2. Pembicaraan
Klien cenderung murung dan pasif.
3. Aktivitas motorik
Klien mengatakan tubuh terasa lemas dan sulit bergerak
4. Alam perasaan
Klien merasa sedih, malu karena menjadi tidak produktif dan merasa
khawatir akan masa depannya kelak.
5. Afek
Datar
6. Interaksi selama wawancara
Klien cukup kooperatif, meskipun pasif, kontak mata dengan lawan
bicara (-).
7. Persepsi
Klien mengalami gangguan dalam proses sensori-persepsi
8. Proses pikir
Proses pikir klien mengalami gangguan karena sebagian memori
terlupakan.
9. Isi pikir
Klien mengalami masalah karena sebagian memori terlupakan.
10. Tingkat kesadaran
Klien dapat menyebutkan kembali semua nama anggota
keluarganya.
11. Daya Ingat
Klien tidak dapat mengingat beberapa kejadian dalam hidupnya.
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Cukup baik
13. Kemampuan penilaian

21
Belum mampu menyebutkan bagaimana caranya agar klien lekas
sembuh.
14. Sensori
Tingkat kesadaran : Composmentis
Eye = 4
Motorik = 6
Verbal = 5
Jumlah GCS :15
15. Insight
Klien menyadari bahwa saat ini ia sedang sakit, klien hanya bisa
berdoa supaya lekas sembuh agar tidak terus merepotkan
keluarganya. Klien menyadari ia memiliki keluarga yang
menyayanginya dan mendukung kesembuhannya.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Harga diri rendah situasional (D.0087)
Tujuan
1. Membina hubungan saling percaya
2. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Menilai kemampuan yang dapat digunakan
4. Menetapkan atau memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
5. Melatih kegiatan yang telah dipilih sesuai kemampuan
6. Merencanakan kegiatan yang telah dilatih

SP 1
1.Kaji stresor harga diri rendah situasional dan tanda dan gejala
2.Bantu pasien mengenal harga diri rendah:
3.Mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya.
b) Mengenal penyebab harga diri rendah
c) Menyadari perilaku akibat harga diri rendah
d) Mengevaluasi positif diri yang lalu
3. Bantu pasien mengidentifikasi potensi dan keterbatasan yang dimiliki
saat ini

22
4. Diskusikan aspek positif/potensi/kemampuan diri sendiri, keluarga, dan
lingkungan
5. Latih satu kemampuan positif yang dimiliki
6. Latih kemampuan positif yang lain
7. Tekankan bahwa kegiatan melakukan kemampuan positif berguna untuk
menumbuhkan harga diri positif

SP 2
1. Evaluasi harga diri pasien serta kemampuan melakukan kegiatan positif
dan manfaatnya. Beri pujian
2. Latih kemampuan kedua
3. Anjurkan melatih kemampuan pertama, kedua dstnya
4. Anjurkan menilai manfaat melakukan kegiatan dalam meningkatkan
harga diri.

SP 3
1. Evaluasi harga diri pasien dan kemampuan melakukan kegiatan yang
positif serta manfaatnya dalam meningkatkan harga diri. Beri pujian
2. Nilai kemampuan pasien melakukan kemampuan positif
3. Nilai harga diri pasien

3.3 Intervensi
SP 1
KONDISI KLIEN :
Klien Bernama Ny. s berumur 25 tahun, dibawa ke rumah sakit karena klien
malu tentang penyakit paru-patu yang diderita, tidak berani mengatakan tentang
yang diderita, tidak berani menceritakan tentang penyakitnya kepada orang lain
selain keluarganya. Klien mengatakan tidak berguna bagi keluarganya karena
semenjak sakit tidak dapat berkerja lagi sebagai karyawan sehingga tidak
membantu keuangan keluarganya.
DIAGNOSA KEPERAWATAN :
Harga diri rendah situasional

23
TUJUAN KHUSUS :
Klien dapat melakukan kegiatan:
1. SP 1 PASIEN: Aspek positif/potensi kemampuan diri sendiri, melatih satu
kemampuan yang dimiliki, dan menekankan bahwa kegiatan yang lain
kemampuan positif dan berguna untuk menumbuhkan harga diri positif.
2. SP 2 PASIEN: Mengevaluasi harga diri pasien serta kemampuan melakukan
kegiatan positif dan manfaatnya dan Beri pujian, melatih kemampuan kedua,
menganjurkan melatih kemampuan pertama, kedua dstnya
3. SP 3 PASIEN: Mengevaluasi harga diri pasien dan kemampuan melakukan
kegiatan yang positif serta menfaatnya dalam meningkatkan harga diri dan Beri
pujian, menilai kemampuan pasien melakukan kemampuan positif, menilai
harga diri pasien.

TINDAKAN KEPERAWATAN :
SP 1 PASIEN
1. Diskusikan aspek positif/potensi kemampuan diri sendiri.
2. Latih satu kemampuan positif yang dimiliki
3. Tekannkan bahwa kegiatan yang lain kemampuan positif dan berguna untuk
menumbuhkan harga diri positif

SP 2 PASIEN
4. Evaluasi harga diri pasien serta kemampuan melakukan kegiatan positif dan
manfaatnya. Beri pujian
5. Latih kemampuan kedua
6. Anjurkan melatih kemampuan pertama, kedua dstnya

SP 3 PASIEN
7. Evaluasi harga diri pasien dan kemampuan melakukan kegiatan yang positif
serta menfaatnya dalam meningkatkan harga diri. Beri pujian
8. Nilai kemampuan pasien melakukan kemampuan positif
9. Nilai harga diri pasien

24
FASE ORIENTASI
1. SALAM TERAPEUTIK
Perawat : asslamualaikum, selamt pagi ibu. Sebelumnya perkenalkan nama saya
.., saya mahasiswa poltekkes bandung yang akan bertugas pada pagi pukul 7
pagi sampai 2 siang nanti, sebelumnya boleh saya tau nama ibu siapa ? ibu
senangnya dipanggil apa ?
2. EVALUASI/VALIDASI
Perawat : baik, jika seperti itu saya panggil ibu S saja ya. Bagaimana keadaan
ibu s saat ini? Apa yang ibu rasakan? Semalam tidurnya nyenyak tidak ibu ?
3. KONTRAK
A. TOPIK
Perawat : baik ibu kalau begitu bagaimana jika kita ngobrol-ngobrol
sebentar mengenai keadaan ibu saat ini ? mungkin dengan bercerita
perasaan ibu bisa menjadi lebih baik apakah ibu bersedia?
B. WAKTU
Perawat : baik ibu mau kita ngobrol berapa lama ? apa 15 menit cukup bu ?
baik kita akan ngobrol selama 15 menit ya bu
C. TEMPAT
Perawat : ibu mau kita ngobrol dimana ? baik kita akan ngobrol diruangan
ini saja ya bu

FASE KERJA
Perawat : bagaimana perasaan ibu saat ini ? apa ada keluhan bu ? apa yang
membebani pikiran ibu ? coba ivu jelaskan lebih lanjut mengenai perasaan ibu
tersebut. Ibu juga bisa menjelaskan apa saja yang membuat ibu malu bu ?
Perawat : gamungkin kamu gabisa apa-apa pasti setiap orang itu punya
kemampuan, nah gimana kalau sekarang kita ngobrol-ngobrol mengenai apa aja
si kemampuan yang kita punya, saya mengerti bahwa anda merasa demikian.
Hari ini, mari kita mencoba fokus pada aspek positif dalam hidup ibu, apakah
ada sesuatu yang ibu pikirkan, hal-hal yang ibu anggap sebagai kekuatan atau
kemampuan ibu.

25
SP 2
Perawat : sekarang ibu bisa sebutin ga apa saja kemampuan yang ibu punya?
Kaya kegiatan sehari-hari yang ibu lakukan secara mandiri
Perawat : ibu bagus sekali kemampuan melukis dan memasak adalah sesuatu
yang berharga. Mungkin kita bisa mulai dari situ, mengambil langkah kecil
untuk menghidupkannya kembali. Dan ingat, kemampuan itu bisa berkembang
seiring berjalannya waktu.
Perawat : itu adalah langkah pertama yang baik. Kami akan bekerja sama untuk
membantu ibu menemukan cara membangun harga diri ibu. Selain melukis dan
memasak ada hal-hal yang pernah ibu nikmati atau minati?
Perawat : jadi ibu total nya punya 2 kemampuan ya, ada lagi ga selain melukis
dan memasak ? nah tidur itu bukan kemampuan ibu, tapi kebutuhan, karna
setiap orang itu butuh tidur.
SP 3
Perawat : nah jadi total nya ada 2 kemampuan aja ni? Nah dari kedua ini
kegiatan apa ni yang bisa ibu lakukan di rumah sakit ?
Perawat : baik, kebetulan disini ada alat lukis ibu, boleh ni kalo ibu mau coba
asah kemampuan melukis nya
( perawat memberikan alat lukis kepada pasien, dan pasien pun melukis dengan
tidak tepat)
Perawat : wah bagus sekali ibu hasil lukisnya
Perawat: Ternyata ibu pandai sekali dalam melukis yaa..

FASE TERMINASI
1. EVALUASI RESPON KLIEN TERHADAP TINDAKAN
KEPERAWATAN

EVALUASI PASIEN
Perawat : bagaimana perasaan ibu setelah kita ngobrol-ngobrol tentang masalah
yang ibu rasakan dan latihan mempraktekan hobi yang ibu sukai ?

26
EVALUASI PASIEN
Perawat : coba ibu sebutkan lagi apa saja hobi ibu ?

2. TINDAK LANJUT KLIEN


Perawat : nanti ibu bisa mempraktekan hobi ibu, ibumasukkan ke dalam jadwal
kegiatan ibu ya. Ibu bisa melakukan ini minimal 1 x dalam seminggu ya bu.
Tujuannya supaya ibu tetap ingat saat ibu merasa harga diri ini rendah ibu masih
mempunyai banyak kemampuan

3. KONTRAK WAKTU YANG AKAN DATANG


A. TOPIK
Perawat : ibu sudah tidak terasa sudah 15 menit kita ngobrol-ngobrol.
Melukis ini adalah salah satu cara yang bisa digunakan untuk mengatasi
malu atau harga diri rendah
B. WAKTU
Perawat : kapan ibu punya waktu dan bisa berdiskusi lagi bu? Baik jika
seperti itu besok pagi seperti biasa jam 9 pagi ya bu
C. TEMPAT
Perawat : untuk tempatnya disini lagi ya bu apakah ada yang ingin
ditanyakan terlebih dahulu?
Perawat : jika tidak ada diskusinya sudah selesai kalau begitu saya pemisi
ke ruang perwat terlebih dahulu jika ibu memerlukan sesuatu bisa
memanggil saya atau bisa menekan bel ya bu. Asslamualaikum

27
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari pembahasan tentang rendah diri situasional adalah bahwa
kondisi ini adalah bentuk rendah diri yang sementara dan dipicu oleh situasi
atau peristiwa tertentu dalam kehidupan seseorang. Faktor-faktor seperti
stres, perubahan hidup, atau pengalaman traumatis dapat menyebabkan
rendah diri situasional.

Penting untuk diingat bahwa rendah diri situasional dapat memengaruhi


kesejahteraan psikologis seseorang, tetapi dengan dukungan yang tepat dan
strategi penanganan yang sesuai, kepercayaan diri dan kesejahteraan
emosional dapat pulih seiring waktu. Perawatan yang efektif dapat
mencakup dukungan psikososial, konseling, pengembangan keterampilan,
dan dukungan keluarga.

Selain itu, kesimpulan juga menekankan pentingnya pemahaman individu


tentang faktor-faktor yang memicu rendah diri situasional mereka dan upaya
aktif untuk mengatasi tantangan yang dihadapi. Dengan pendekatan yang
holistik dan berkelanjutan, individu dapat mengatasi rendah diri situasional
dan mengembangkan kembali kepercayaan diri mereka.

4.2 Saran
Makalah ini disusun dengan menggunakan pedoman dari berbagai sumber
dengan harapan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Makalah dapat bermanfaat lebih baik apabila pembaca juga menggunakan
referensi yang lama sehingga pembaca mengetahui kelemahan dan
kelebihan dari makalah ini dan makalah tersebut dapat menjadi salah satu
acuan untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada klien harga diri
rendah situasional.

28
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes. (2019). Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis, Edisi 2
Jakarta.
2. Kenedyanti, E., & Sulistyorini, L. (2017). Analisis Mycobacterium Tuberkulosis
Dan Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru. Jurnal Berkala
Epidemiologi, 5(2), 152–162.
https://doi.org/10.20473/jbe.v5i2.2017.152-162
3. Kemenkes RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS.Jakarta:
Kemenkes RI.
4. Kemenkes RI. (2020). Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS.Jakarta:
Kemenkes RI.
5. Kholifah, Nurul, S.,& Indreswari, S.A. (2015). Faktor Terjadinya Tuberkulosis
Paru pada Anak Berdasarkan Riwayat Kontak Serumah Vol 14, Nomor 2.
Semarang: Jurnal Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Universitas Dian
Nuswantoro. Di akses dari https://publikasi.dinus.ac.id/index.ph
p/visikes/article/view/1203.
6. Noviyani, E., Fatimah, S., Nurhidayah, I., & Adistie, F. (2015). Upaya
Pencegahan Penularan TB dari Dewasa terhadap Anak, Vol 3 Nomor 2.
Bandung:Jurnal Keperawatan Padjajaran Fakultas Keperawatan Universitas
Padjadjaran. Di Akses dari jkp.fkep.unpad.ac.id
7. Pardede, J. A., Keliat, B. A., & Yulia, I. (2015). Kepatuhan Dan Komitmen
Klien Skizofrenia Meningkat Setelah Diberikan Acceptance And Commitment
Therapy Dan Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 18(3), 157-166.
Http://Jki.Ui.Ac.Id/Index.Php/Jki/Article/View/419
8. Pardede, J. A., Hafizuddin, H., & Sirait, A. (2021). Coping Strategies Related
to Self-Esteem on PLWHA in Medan Plus Foundation. Jurnal Ilmu Keperawatan
Jiwa, 4(2), 255-262.
9. Pardede, J. A., Harjuliska, H., & Ramadia, A. (2021). Self-Efficacy dan Peran
Keluarga Berhubungan dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia.
Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 4(1), 57-66.
http://dx.doi.org/10.32584/jikj.v4i1.846

29
10. Pardede, J. A., Hutajulu, J., & Pasaribu, P. E. (2020). Harga Diri dengan
Depresi Pasien Hiv/aids. Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan
Makassar, 11(01). https://doi.org/10.32382/jmk.v11i1.1538
11. Pardede, J. A., Simamora, M., & Simanjuntak, G. V. (2020). Family Support
and Self-Esteem of Patient with Breast Cancer Education, 25(6), 73-
5.https://www.easpubliher.com/easjnm
12. Samosir, E. F. (2020). Penerapan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada An . A
Dengan Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah Di Lingk . XVI Lorong
Jaya. 1–41.
13. Suprapto, S. (2018). Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Dalam Upaya
Pencegahan Tuberkulosis Di Wilayah Kerja Puskesmas Batua Kota Makassar.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 1114–1124.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v6i1.10
14. Suryani, U., & Efendi, Z. (2020). Dukungan Keluarga Berhubungan dengan
Harga Diri pada Penderita Tuberkulosis Paru. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa,
3(1), 53. https://doi.org/10.32584/jikj.v3i1.474
15. Turgut, M., Akhaddar, A., Turgut, A., & Grag, R. (2017). Tuberculosis of The
Central Nervous System. In Postgraduate Medical Journal. Springer.
https://doi.org/10.1136/pgmj.75.881. 133
16. Lete, G. R., Kusuma, F. H. D., & Rosdiana, Y. (2019). Hubungan Antara Harga
Diri Dengan Resiliensi Remaja Di Panti Asuhan Bakti Luhur Malang. Nursing
News: Jurnal Ilmiah Keperawatan, 4(1).
Https://Publikasi.Unitri.Ac.Id/Index.Php/Fikes/Article/View/1436
17. Wandono, W. A., & Arum Pratiwi, S. (2017). Upaya peningkatan harga diri
rendah pada pasien depresi (Doctoral dissertation), Universitas
Muhammadiyah Surakarta). http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/52383
18. Widhaswari, D. O. (2017). Asuhan keperawatan psikososial harga diri rendah
situasional pada klien dengan diabetes mellitus dan luka gangren di Ruang
Antasena RS DR. H. Marzoeki Mahdi Bogor
19. Wilkinson, J.M., & Ahern, N. R. (2009). Buku saku diagnosis keperawatan.
Edisi 9. Jakarta: EGC.

30
20. Pardede, J. A., Huda, A., Saragih, M., & Simamora, M. (2021). Verbals Bullying
Related To Self-Esteem On Adolescents. Jendela Nursing Journal (JNJ), 5(1),
16- https://doi.org/10.31983/jnj.v5i1.6903
21. Pardede, J. A. (2017). The Implementation of Family Tasks with The Frequency
of Recurrence of Social Isolation Patients. Mental Health, 4(2).
22. Wijayati, F., Nasir, T., Hadi, I., & Akhmad, A. (2020). Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Harga Diri Rendah Pasien Gangguan Jiwa.
Health Information: Jurnal Penelitian, 12(2),

31

Anda mungkin juga menyukai