Anda di halaman 1dari 23

KESEHATAN JIWA

Dosen Pengampu :
Namora Lumongga Lubis, M. Sc. Ph. D

Kelompok 7
Anggota :

Aulia Hummairah 211000104


Adlia Fitrah Assyifa 211000120
Louise Mayha Rawasty Simanjuntak 211000122
Zahra Annisa 211000126
Irene Prettyas Margaretha Nainggolan 211000128
Nopriyanti Sabatina Pandiangan 211000136
Putri Nadila 211000187
Muhammad Rendy Pasaribu 211000190
Sonya Nabila Saragih 211000195
Bazla Humaira 211000198
Sarah Nabilah 211000176

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis makalah ini guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Patologi Sosial, dengan judul “Kesehatan Jiwa”. Selain itu, makalah ini bertujuan
menambah wawasan tentang Kesehatan Jiwa pembaca dan penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Namora Lumongga Lubis, M. Sc. Ph.D.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, 22 Maret 2022

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................................................2
1.4 Manfaat........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3

ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan jiwa bisa dikatakan sebagai suatu kondisi sehat baik emosional,
psikologis, dan juga sosial yang ditunjukkan dalam hubungan interpersonal yang
memuaskan antara individu dengan individu lainnya, memiliki koping yang efektif,
konsep diri positif dan emosi yang stabil (Videbeck, 2010). Kesehatan jiwa
seseorang dipengaruhi oleh keseimbangan dan ketidakseimbangan antar sistem.
Sistem tersebut berfungsi sebagai salah satu kesatuan yang holistik dan bukan
semata-mata merupakan penjumlahan elemen-elemenya. Sehingga kesehatan jiwa
merupakan kondisi seseorang yang merasa sehat dan bahagia, mampu menerima
orang lain sebagaimana adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri
dan orang lain. (Mangindaan, 2010).

Tidak berkembangnya koping individu secara baik dapat menyebabkan


terjadinya gangguan jiwa pada seseorang. Menurut Purnama, Yani, & Titin (2016)
mengatakan gangguan jiwa adalah seseorang yang terganggu dari segi mental dan
tidak bisa menggunakan pikirannya secara normal. Gangguan jiwa merupakan
manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku akibat adanya distorsi emosi
sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam bertingkah laku. Sedangkan menurut
Nasir & Muhith (2011), mengatakan bahwa gangguan jiwa adalah keadaan adanya
gangguan pada fungsi kejiwaan, fungsi kejiwaan meliputi proses berpikir, emosi,
kemauan dan perilaku psikotomotor, termasukbicara. Seseorang mengalami
gangguan jiwa apabila ditemukan adanya gangguan pada fungsi mental yang
meliputi: emosi, pikiran, perilaku, perasaan, motivasi, kemauan, keinginan, daya
tilik diri dan persepsi sehingga mengganggu dalam proses hidup di masyarakat.
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 membagi gangguan jiwa atas
gangguan jiwa emosional dan gangguan jiwa berat. Gangguan jiwa emosional
merupakan suatu keadaan yang mengindikasikan individu mengalami suatu
perubahan emosional yang dapat berkembang menjadi keadaan patologis apabila
terus berlanjut. Gangguan jiwa berat adalah gangguan yang menyebabkan klien
tidak mempunyai kontak dengan realitas sehingga pemikiran dan perilakunya
abnormal. perjalanan penyakit ini secara bertahap menuju kearah kronisitas.

Laporan nasional menurut Kemenkes (2013) hasil Riset Kesehatan Dasar


(Riskesdas) prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia 1,7%, artinya ada sekitar
1,7 kasus gangguan jiwa berat di antara 1000 orang penduduk Indonesia. Sedangkan
hasil Riskesdas (Kemenkes, 2018), prevalensi gangguan jiwa berat menurut provinsi

1
(per mil) sebanyak 6,7 per 1000 orang. Artinya, dari 1.000 orang terdapat 6,7%
yang mengidap gangguan jiwa berat. Menurut Undang – Undang Republik
Indonesia No 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa pada pasal 8, salah satu upaya
promotif dan preventif dalam penanganan kasus gangguan jiwa adalah keterlibatan
keluarga. Upaya promotif di lingkungan keluarga dilaksanakan dalam bentuk pola
asuh dan pola komunikasi dalam keluarga yang mendukung pertumbuhan dan
perkembangan jiwa yang sehat. Sedangkan untuk upaya preventif menurut pasal 13
dilaksanakan dalam bentuk pengembangan pola asuh yang mendukung pertumbuhan
dan perkembangan jiwa, komunikasi, informasi dan edukasi dalam keluarga dan
kegiatan lain sesuai dengan perkembangan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan pada uraian latar belakang, maka rumusan masalah pada makalah ini
adalah
1. Apa yang dimaksud dengan kesehatan jiwa?
2. Apa saja kriteria seseorang dapat dikatakan memiliki jiwa yang sehat?
3. Apa saja jenis-jenis gangguan jiwa?
4. Bagaimana gejala/tanda yang dapat menyatakan seseorang itu memiliki
gangguan kejiwaan?
5. Apa saja yang menjadi faktor penyebab gangguan jiwa?
6. Berapa jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia?
7. Bagaimana cara dalam mengatasi gangguan jiwa?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari kesehatan jiwa
2. Mengetahui ciri-ciri dari orang dengan kesehatan jiwa yang baik
3. Mengetahui jenis-jenis gangguan jiwa
4. Memahami gejala/tanda-tanda seseorang memiliki gangguan jiwa
5. Mengetahui faktor penyebab seseorang bisa terkena gangguan jiwa
6. Mengetahui cara untuk mengatasi/mencegah seseorang berpotensi mengidap
gangguan jiwa
1.4 Manfaat
Makalah ini dapat menjadi tambahan informasi mengenai pentingnya
kesehatan jiwa dan memberikan intervensi yang tepat terhadap permasalahan
gangguan jiwa.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1Latar Belakang Sejarah Kesehatan Mental
1. Masa Animisme (Demonologi)
Sejak zaman dulu, sikap terhadap gangguan kepribadian atau mental telah muncul
dalam konsep primitif animisme. Ada kepercayaan bahwa dunia ini diawasi atau
dikuasai oleh roh-roh atau dewa-dewa. Orang primitif percaya bahwa angin bertiup,
ombak mengalun, batu berguling, dan pohon tumbuh karena pengaruh roh yang tinggal
dalam benda-benda tersebut (Adityawarman, 2010: 1). Masa ini disebut juga dengan
istilah demonologi, yang terkenal pada masa peradaban Yunani kuno.
Demonologi merupakan suatu doktrin yang menyebutkan bahwa perilaku abnormal
seseorang disebabkan oleh pengaruh roh jahat atau kekuatan setan. Demonologi
ditemukan dalam budaya Cina, Mesir dan Yunani. Pada zaman Yunani Kuno, orang-
orang yang berperilaku abnormal sering dikirim ke kuil untuk persembahan pada
Aesculapius, yaitu Dewa Penyembuhan (Fakhrurrozi, 2014: 6).
Bangsa Yunani percaya bahwa gangguan mental terjadi akibat kegiatan yang
menentang kekuatan gaib tersebut. Sehingga bentuk penanganannya tidak ilmiah, dan
kurang manusiawi seperti upacara ritual, penyiksaan, dan perlakuan tertentu terhadap
penderita dengan maksud mengusir roh jahat dari dalam tubuh penderita (Kartika, 2012:
13). Pada masa ini seluruh doktrin berasal dari kaum gereja, dan terus berlangsung
hingga awal abad pertengahan (5-7 SM).
2. Kemunculan Naturalisme (Ilmu Medis)
Perubahan sikap terhadap tradisi animisme terjadi pada zaman Hipocrates (Abad 5
SM). Dia dan pengikutnya mengembangkan pandangan revolusioner dalam pengobatan,
yaitu dengan menggunakan pendekatan ”Naturalisme”. Aliran ini berpendapat bahwa
gangguan mental atau fisik merupakan akibat dari alam. Hipocrates menolak pengaruh
roh, dewa, setan atau hantu sebagai penyebab sakit.
Hippocrates (Bapak Kedokteran; penemu ilmu medis modern) memisahkan ilmu
medis dari agama, magic dan takhyul. Ia menolak keyakinan yang berkembang pada
masa Yunani itu bahwa Tuhan (dewa) mengirimkan penyakit fisik dan gangguan mental
sebagai bentuk hukuman. Hippocrates menjelaskan tentang pentingnya otak dalam
mempengaruhi pikiran, perilaku dan emosi manusia. Menurutnya, otak adalah pusat
kesadaran, pusat intelektual dan emosi. Sehingga jika cara berpikir dan perilaku
seseorang menyimpang atau terganggu berarti ada suatu masalah pada otaknya (otaknya
terganggu) (Fakhrurrozi, 2014: 9).
Selain Hippocrates, ada juga dokter dari Roma yang mencoba memberikan
penjelasan naturalistik tentang gangguan psikotik. Mereka adalah Asclepiades dan
Galen. Keduanya mendukung perlakuan yang lebih manusiawi dan perawatan di rumah
sakit bagi para penderita gangguan mental. Kematian Galen (130 – 200 M), sebagai
dokter terakhir pada masa klasik Yunani menandai dimulainya Zaman Kegelapan bagi
dunia medis dan bagi perawatan serta studi tentang perilaku abnormal (Fakhrurrozi,

3
2014: 13). Dunia kembali didoktrin oleh pengaruh gereja (400-1500 M), gangguan
mental kembali dihubungkan dengan pengaruh spiritual dan supranatural (Demonologi).
3. Tahap Revolusi Mental (Masa Renaissance)
Rennaisance bermula di Italia pada tahun 1400-an (abad ke-17) dan menyebar secara
berangsur-angsur ke seluruh Eropa. Zaman ini dianggap sebagai peralihan dari dunia
pertengahan menuju dunia modern (Fakhrurrozi, 2014: 16). Perubahan yang sangat
berarti dalam sikap dan pengobatan gangguan mental, yaitu dari animisme (irrasional)
dan tradisional ke sikap dan cara yang rasional (ilmiah), terjadi pada saat
berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika Serikat, yaitu pada tahun
1783 (Adityawarman, 2010: 2).
Ketika itu, Benyamin Rush (1745-1813) menjadi anggota staff medis di rumah sakit
Pensylvania. Di rumah sakit ini, ada 24 pasien yang dianggap sebagai lunatics (orang-
orang gila atau sakit ingatan). Pada waktu itu, sedikit sekali pengetahuan tentang
penyakit kegilaan tersebut, dan kurang mengetahui cara menyembuhkannya. Sebagai
akibatnya, pasien-pasien tersebut dikurung dalam sel yang kurang sekali alat
ventilasinya, dan mereka sekali-sekali diguyur dengan air. Rush melakukan usaha yang
sangat berguna untuk memahami orang-orang yang menderita gangguan mental
tersebut. Cara yang ditempuhnya adalah dengan melalui penulisan artikel-artikel dalam
koran, ceramah, dan pertemuan-pertemuan lainnya. Akhirnya, setelah usaha itu
dilakukan (selama 13tahun), yaitu pada tahun 1796, di rumah mental, ruangan ini
dibedakan untuk pasien wanita dan pria. Secara berkesenimbungan, Rush mengadakan
pengobatan kepada para pasien dengan memberikan dorongan (motivasi) untuk mau
bekerja, rekreasi, dan mencari kesenangan (Adityawarman, 2010: 2).
Tokoh lain yang juga berperan dalam revolusi Amerika dan Prancis sebagai bagian
dari tahap renaissance adalah Philipe Pinel (1745-1826). Ia membebaskan pasien dari
ikatan rantai dan pasung kemudian memperlakukannya sebagai seorang yang sakit dan
tidak diperlakukan seperti seekor hewan. Pinel mengubah rumah sakit yang digunakan
sebagai tempat pemasungan, menjadi tempat untuk dilaksanakannya treatment bagi para
pasien sakit mental. Perkembangan psikologi abnormal dan pskiatri ini memberikan
pengaruh kepada lahirnya ”mental hygiene” yang berkembang menjadi suatu ”Body of
Knowledge”beserta gerakan-gerakan yang terorganisir.
4. Tahap Pengenalan Psikologis (Abad 20)
Merupakan Revolusi Kesehatan mental ke-2, munculnya pendekatan psikologis
(Psikoanalisa) yang mempelopori penanganan penderita gangguan mental secara medis
dan psikologis pada tahun 1909. Tokoh utamanya adalah Sigmund Freud, yang
melakukan penanganan hipnose, katarsis, asosiasi bebas, analisis mimpi. Tujuannya
adalah mengatasi masalah mental individu dengan menggali konflik intrapsikis
penderita gangguan me ntal. Intervensi tersebut di kenal dengan istilah penanganan
klinis (psikoterapi).
Pada tahun 1910 Emil Kraeplin pertama kali menggambarkan penyakit alzheimer,
dan mengembangkan alat tes untuk mendeteksi gangguan epilepsi. Ia juga ahli psikologi
yang menyusun klasifikasi gangguan mental pertama (Kartika, 2012: 13). Pada tahun
1920-an Harry Stack Sullivan yang mengawasi pasien skizofrenia, menunjukkan adanya
pengaruh lingkungan teraupetik ketika pasien dapat dikembalikan ke masyarakat.

4
5. Perkembangan Kesehatan Mental Era Modern
Mulai berkembang setelah Perang Dunia II, merupakan revolusi ke-3. Kesehatan
mental dipandang tidak hanya dari segi psikologis dan medis, tetapi melibatkan faktor
interpersonal, keluarga, masyarakat, dan hubungan sosial. Interaksi semua faktor
tersebut diyakini mempengaruhi kesehatan mental individu dan masyarakat (Kartika,
2012: 14).
Perkembangan kesehatan mental dipengaruhi oleh gagasan, pemikiran dan inspirasi
para ahli, terutama dari dua tokoh perintis, yaitu Dorothea Lynde Dix dan Clifford
Whittingham Beers. Kedua orang ini banyak mendedikasikan hidupnya dalam bidang
pencegahan gangguan mental dan pertolongan bagi orang-orang miskin dan lemah.
Dorothea Lynde Dix adalah seorang guru sekolah di Massachussets, yang menaruh
perhatian terhadap orang-orang yang mengalami gangguan mental. Sebagai perintis
selama 40 tahun, dia berjuang untuk memberikan pengorbanan terhadap orang-orang
gila secara lebih manusiawi.
Usahanya mula-mula diarahkan pada para pasien mental di rumah sakit. Kemudian
diperluas kepada para penderita gangguan mental yang dikurung di rumah-rumah
penjara. Pekerjaan Dix ini merupakan faktor penting dalam membangun kesadaran
masyarakat umum untuk memperhatikan kebutuhan para penderita gangguan mental.
Berkat usaha kerasnya itu, di Amerika Serikat didirikan 32 rumah sakit jiwa. Dia layak
mendapat pujian sebagai salah seorang wanita hebat di awal abad ke-19
(Adityawarman, 2010: 3).
Pada tahun 1909, gerakan kesehatan mental secara formal mulai muncul. Selama
dekade 1900-1909, beberapa organisasi kesehatan mental telah didirikan, seperti
American Social Hygiene Associatin (ASHA), dan American Federation for Sex
Hygiene. Perkembangan gerakan-gerakan di bidang kesehatan mental ini tidak lepas
dari jasa Clifford Whittingham Beers (1876-1943). Karena jasa-jasanya itulah, dia
dinobatkan sebagai ”The Founder Of The Mental Hygiene Movement”. Dia terkenal
karena pengalamannya yang luas dalam bidang pencegahan dan pengobatan gangguan
mental dengan cara yang sangat manusiawi.
Dedikasi Beers yang begitu kuat dalam kesehatan mental dipengaruhi oleh
pengalamannya sebagai pasien di beberapa rumah sakit jiwa yang berbeda. Selama di
rumah sakit, dia mendapatkan pelayanan atau pengobatan yang keras dan kasar (kurang
manusiawi). Kondisi seperti ini terjadi karena pada masa itu belum ada perhatian
terhadap masalah gangguan mental, apalagi pengobatannya.
Setelah dua tahun mendapatkan perawatan di rumah sakit, dia mulai memperbaiki
dirinya. Selama tahun terakhirnya sebagai pasien, dia mulai mengembangkan gagasan
untuk membuat gerakan untuk melindungi orang-orang yang mengalami gangguan
mental (insane). Setelah dia kembali dalam kehidupan yang normal (sembuh dari
penyakitnya), pada tahun 1908, dia menindaklanjuti gagasannya dengan
mempublikasikan tulisan autobiografinya yang berjudul A Mind That Found It Self.
Kehadiran buku ini disambut baik oleh Willian James, sebagai seorang pakar psikologi.
Dalam buku ini, dia memberikan koreksi terhadap program pelayanan, perlakuan atau
”treatment” yang diberikan kepada para pasien di rumah sakit yang dipandangnya
kurang manusiawi. Di samping itu, dia merupakan reformator terhadap lembaga yang

5
memberikan perawatan gangguan mental. Beers meyakini bahwa penyakit atau
gangguan mental dapat dicegah atau disembuhkan. Dia merancang suatu program yang
bersifat nasional, yang tujuannya adalah (Adityawarman, 2010: 3):
1. Mereformasi program perawatan dan pengobatan terhadap pengidap penyakit
jiwa.
2. Melakukan penyebaran informasi kepada masyarakat agar mereka memiliki
pemahaman dan sikap yang positif terhadap para pasien yang mengidap
gangguan atau penyakit jiwa.
3. Mendorong dilakukannya berbagai penelitian tentang kasus-kasus dan obat
gangguan mental.
4. Mengembangkan praktik-praktik untuk mencegah gangguan mental.
Program Beers ini ternyata mendapat respon positif dari kalangan masyarakat, terutama
kalangan para ahli seperti William James dan seorang psikiatris ternama, Adolf Mayer.
Begitu tertariknya terhadap gagasan Beers, Adolf Mayer menyarankan untuk menamai
gerakan itu dengan nama ”Mental Hygiene”. Istilah itulah yang digunakan hingga saat
ini.

2.2 Pergertian Kesehatan Jiwa

Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika seseorang


tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat
menerima orang lain sebagaimana seharusnya serta mempunyai sikap positif terhadap
diri sendiri dan orang lain. Dan menurut UU No. 18 Tahun 2014 Kesehatan Jiwa adalah
kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan
sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi
tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya.
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, kesehatan jiwa yang baik
adalah kondisi ketika batin kita berada dalam keadaan tenteram dan tenang, sehingga
memungkinkan kita untuk menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain
di sekitar.Kesehatan jiwa dapat didefinisikan juga sebagai ranah yang mengurus
(mengelola dan sebagainya) suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual, emosional menjadi lebih optimal dari seseorang yang perkembangan itu
sendiri menjadi sejalan dan selaras dengan keadaan orang lain.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Kesehatan jiwa adalah keadaan sejahtera di mana
individu menyadari potensi yang dimilikinya, mampu menanggulangi tekanan hidup
normal, bekerja secara produktif, serta mampu memberikan kontribusi bagi
lingkungannya.Dengan demikian, kesehatan jiwa memiliki aspek-aspek fisik,
psikologis, sosial, dan bukan semata-mata tidak dialaminya penyakit kejiwaan
Sedangkan Gangguan jiwa adalah sekelompok gejala yang ditandai dengan
perubahan pikiran, perasaan dan perilaku seseorang yang menimbulkan
disfungsi/perilaku tidak wajar dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.

6
2.3 Karakteristik Jiwa Sehat

World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 menjelaskan kriteria orang
yang sehat jiwanya adalah orang yang dapat melakukan hal berikut, diantaranya:
1) Menyesuaikan diri secara konstrutif pada kenyataan, meskipun kenyataan itu
buruk,
2) Merasa bebas secara relatif dari ketegangan dan kecemasan,
3) Memperoleh kepuasan dari usahanya atau perjuangan hidupnya,
4) Merasa lebih puas untuk memberi dan menerima,
5) Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling memuaskan,
6) Mempunyai daya kasih sayang yang besar,
7) Menerima kekecewaan untuk digunakan sebagai pelajaran di kemudian hari,
8) Mengarahkan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif

2.4 Jenis–jenis Gangguan Jiwa

1. Gangguan Kecemasan
Gangguan ini sering terjadi karena faktor kecemasan umum, sosial, fobia dan
panik. Gangguan kecemasan merupakan gangguan kejiwaan yang sering membuat
penderitanya menjadi gelisah dan merasa cemas, serta sulit mengendalikan perasaan
tersebut.

2. Gangguan Kepribadian
Jika penderita mengalami gangguan kepribadian ini cenderung memiliki pola
piker, perasaan, atau perilaku yang berbeda pada kebanyakan orang pada umumnya.
Jenis gangguan kepribadian terbagi menjadi beberapa golongan, yaitu:
 Golongan eksentrik, seperti paranoid, schizoid, skizotipal, dan anti sosial
 Golongan dramatis atau emosional, seperti narsistik, histrionic, dan ambang
(borderline)
 Golongan cemas dan takut, seperti obsesif kompulsif, menghindar
(avoidant), dan ketergantungan (dependen)
3. Gangguan Psikotik
Merupakan gangguan jiwa parah yang menyebabkan munculnya pemikiran dan
persepsi yang tidak normal, seperti penyakit skizofrenia. Orang yang mengalami
gangguan ini akan mengalami halusinasi, mempercayai, melihat, mendengar atau
merasakan hal-hal yang sebenarnya tidak terjadi.

4. Gangguan suasana hati


Perubahan mood atau suasana hati yang terjadi dalam sewaktu-waktu dan ini
adalah hal normal yang terjadi, biasanya emang ada faktor pencetusnya, seperti
stress, kelelahan atau tekanan batin.

5. Gangguan makan

7
Adalah gangguan jiwa yang membuat perilaku makan seseorang sering
terganggu. Kondisi ini sering kali dapat membuat penderitanya mengalami
dalam hal masalah gizi, seperti kekurangan gizi atau obesitas.

6. Ganguan pengandalian impuls dan kecanduan


Orang dengan gangguan pengandalian impuls selalu tidak dapat menahan
dorongan untuk melakukan Tindakan yang dapat membahayakan dirinya sendiri
atau orang lain, misalnya berjudi, mencuri (kleptomania), dan menyulut api
(piromania). Sedangkan gangguan perilaku adiksi atau kecanduan biasanya
disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang atau narkoba.
Seseorang juga bisa kecanduan aktivitas tertentu, seperti seks, masturbasi, atau
berbelanja.

7. Gangguan obsesif kompulsif (OCD)


Gangguan ini ditandai dengan adanya pikiran dan obsesi yang tidak dapat
dikendalikan terhadap sesuatu, sehingga mendorong sipenderitanya untuk
melakukan suatu aktivitas secara berulang-ulang.

8. Gangguan stress pascatrauma (PTSD)


Orang yang menderita PTSD biasanya akan sulit melupakan pikiran atau
peristiwa yang tidak menyenangkan dan dapat berkembang setelah mengalami
kejadian traumatis atau mengerikan, seperti pelecehan seksual atau fisik, kematian
orang terdekat, atau bencana alam.

2.5 Faktor–faktor Yang Menyebabkan Gangguan Jiwa

Menurut Santrock (2013) dalam Sutejo (2017), penyebab gangguan jiwa dapat
dibedakan atas:
a. Faktor Biologis/Jasmaniah
1) Keturunan
Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin terbatas dalam
mengakibatkan kepekaan untuk mengalami gangguan jiwa tapi hal tersebut sangat
ditunjang dengan faktor lingkungan kejiwaan yang tidak sehat.
2) Jasmaniah
Beberapa peneliti berpendapat bentuk tubuh seseorang berhubungan dengan ganggua
jiwa tertentu. Misalnya yang bertubuh 10 gemuk/endoform cenderung menderita
psikosa manik depresif, sedang yang kurus/ectoform cenderung menjadi skizofrenia.
3) Temperamen
Orang yang terlalu peka/sensitif biasanya mempunyai masalah kejiwaan dan
ketegangan yang memiliki kecenderungan mengalami gangguan jiwa.

8
4) Penyakit dan cedera tubuh
Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, kanker, dan sebagainya
mungkin dapat menyebabkan rasa murung dan sedih. Demikian pula cedera/cacat tubuh
tertentu dapat menyebabkan rasa rendah diri.
b. Faktor Psikologis
Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang dialami akan
mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya. Pemberian kasih sayang orang tua yang dingin,
acuh tak acuh, kaku dan keras akan menimbulkan rasa cemas dan tekanan serta
memiliki kepribadian yang bersifat menolak dan menentang terhadap lingkungan.
b. Faktor Sosio-Kultural
Kebudayaan secara teknis adalah ide atau tingkah laku yang dapat dilihat maupun
yang tidak terlihat. Faktor budaya bukan merupakan penyebab langsung yang dapat
menimbulkan gangguan jiwa, biasanya terbatas menentukan “warna” gejala-gejala.
Disamping memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian seseorang,
misalnya melalui aturan-aturan kebiasaan yang berlaku dalam 11 kebudayaan tersebut
(Sutejo, 2017). Beberapa faktor-faktor kebudayaan tersebut, yaitu :
1) Cara membesarkan anak
Cara membesarkan anak yang kaku dan otoriter, dapat menyebabkan hubungan
orangtua dan anak menjadi kaku dan tidak hangat. Anak-anak dewasa mungkun bersifat
sangat agresif atau pendiam dan tidak suka bergaul atau justru menjadi penurut yang
berlebihan.
2) Sistem nilai
Perbedaan sistem nilai moral dan etika antara kebudayaan yang satu dengan yang
lain, antara masa lalu dengan sekarang, sering menimbulkan masalah-masalah kejiwaan.
Begitu pula perbedaan moral yang diajarkan di rumah / sekolah, dengan yang
dipraktikkan di masyarakat sehari-hari.
3) Kepincangan antara keinginan dengan kenyataan yang ada
Iklan-iklan di radio, televisi, surat kabar, film dan lain lain menimbulkan bayangan-
bayangan yang menyilaukan tentang kehidupan modern yang mungkin jauh dari
kenyataan hidup sehari-hari. Akibat rasa kecewa yang timbul, seseorang mencoba
mengatasinya dengan khayalan atau melakukan sesuatu yang merugikan masyarakat.
4) Ketegangan akibat faktor ekonomi dan kemajuan teknologi
Dalam masyarakat modern, kebutuhan dan persaingan makin meningkat dan makin
ketat untuk meningkatkan ekonomi hasil teknologi modern. Memacu orang untuk

9
bekerja lebih keras agar 12 dapat memilikinya. Faktor-faktor gaji rendah, perumahan
yang buruk, waktu istirahat dan berkumpul dengan keluarga sangat terbatas dan
sebagainya, merupakan sebagian mengakibatkan perkembangan kepribadian yang
abnormal.
5) Perpindahan kesatuan keluarga
Khusus untuk anak yang sedang berkembang kepribadiannnya, perubahan-perubahan
lingkungan (kebudayaan dan pergaulan), sangat cukup mempengaruhi.
6) Masalah golongan minoritas
Tekanan-tekanan perasaan yang dialami golongan ini dari lingkungan, dapat
mengakibatkan rasa pemberontakan yang selanjutnya akan tampil dalam bentuk sikap
acuh atau melakukan tindakan-tindakan yang merugikan banyak orang.

2.6 Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa


Tanda dan gejala gangguan jiwa adalah sebagai berikut :
a.Ketegangan (Tension)
Merupakan murung atau rasa putus asa, cemas, gelisah, rasa lemah, histeris,
perbuatan yang terpaksa (Convulsive), takut dan tidak mampu mencapai tujuan
pikiranpikiran buruk (Yosep, H. Iyus & Sutini, 2014).
b. Gangguan kognisi.
Merupakan proses mental dimana seorang menyadari, mempertahankan hubungan
lingkungan baik, lingkungan dalam maupun lingkungan luarnya (Fungsi mengenal)
(Kusumawati, Farida & Hartono, 2010).
Proses kognisi tersebut adalah sebagai berikut:
1) Gangguan persepsi.
Persepsi merupakan kesadaran dalam suatu rangsangan yang dimengerti. Sensasi
yang didapat dari proses asosiasi dan interaksi macam-macam rangsangan yang masuk.
Yang termasuk pada persepsi adalah
a) Halusinasi
Halusinasi merupakan seseorang memersepsikan sesuatu dan kenyataan tersebut
tidak ada atau tidak berwujud. Halusinasi terbagi dalam halusinasi penglihatan,
halusinasi

10
pendengaran, halusinasi raba, halusinasi penciuman, halusinasi sinestetik, halusinasi
kinetic.
b) Ilusi adalah persepsi salah atau palsu (interprestasi) yang salah dengan suatu benda.
c) Derealisi yaitu perasaan yang aneh tentang lingkungan yang tidak sesuai kenyataan.
d) Depersonalisasi merupakan perasaan yang aneh pada diri sendiri, kepribadiannya
terasa sudah tidak seperti biasanya dan tidak sesuai kenyataan (Kusumawati, Farida &
Hartono, 2010).
2) Gangguan sensasi.
Seorang mengalami gangguan kesadaran akan rangsangan yaitu rasa raba, rasa
kecap, rasa penglihatan, rasa cium, rasa pendengaran dan kesehatan (Kusumawati,
Farida & Hartono, 2010).
c. Gangguan kepribadian.
Kepribadian merupakan pola pikiran keseluruhan, perilaku dan perasaan yang sering
digunakan oleh seseorang sebagai usaha adaptasi terus menerus dalam hidupnya.
Gangguan kepribadian misalnya gangguan kepribadian paranoid, disosial, emosional tak
stabil. Gangguan kepribadian masuk dalam klasifikasi diagnosa gangguan jiwa
(Maramis, 2009).
d. Gangguan pola hidup
Mencakup gangguan dalam hubungan manusia dan sifat dalam keluarga, rekreasi,
pekerjaan dan masyarakat. Gangguan jiwa tersebut bisa masuk dalam klasifikasi
gangguan jiwa kode V, dalam hubungan sosial lain misalnya merasa dirinya dirugikan
atau dialang-alangi secara terus menerus. Misalnya dalam pekerjaan harapan yang tidak
realistik dalam pekerjaan untuk rencana masa depan, pasien tidak mempunyai rencana
apapun (Maramis, 2009).
e. Gangguan perhatian.
Perhatian ialah konsentrasi energi dan pemusatan, menilai suatu proses kognitif yang
timbul pada suatu rangsangan dari luar (Direja, 2011).
f. Gangguan kemauan.
Kemauan merupakan dimana proses keinginan dipertimbangkan lalu diputuskan
sampai dilaksanakan mencapai tujuan. Bentuk gangguan kemauan sebagai berikut :
1) Kemauan yang lemah (abulia) adalah keadaan ini aktivitas akibat ketidak sangupan
membuat keputusan memulai satu tingkah laku.

11
2) Kekuatan adalah ketidak mampuan keleluasaan dalam memutuskan dalam mengubah
tingkah laku.
3) Negativisme adalah ketidak sangupan bertindak dalam sugesti dan jarang terjadi
melaksanakan sugesti yang bertentangan.
4) Kompulasi merupakan dimana keadaan terasa terdorong agar melakukan suatu
tindakan yang tidak rasional (Yosep, H. Iyus & Sutini, 2014).
g. Gangguan perasaan atau emosi (Afek dan mood)
Perasaan dan emosi merupakan spontan reaksi manusia yang bila tidak diikuti
perilaku maka tidak menetap mewarnai persepsiseorang terhadap disekelilingnya atau
dunianya. Perasaan berupa perasaan emosi normal (adekuat) berupa perasaan positif
(gembira, bangga, cinta, kagum dan senang). Perasaan emosi negatif berupa cemas,
marah, curiga, sedih, takut, depresi, kecewa, kehilangan rasa senang dan tidak dapat
merasakan kesenangan (Maramis, 2009).
Bentuk gangguan afek dan emosi menurut Yosep, (2007) dapat berupa:
1) Euforia yaitu emosi yang menyenangkan bahagia yang berlebihan dan tidak sesuai
keadaan, senang gembira hal tersebut dapat menunjukkan gangguan jiwa. Biasanya
orang yang euforia percaya diri, tegas dalam sikapnya dan optimis.
2) Elasi ialah efosi yang disertai motorik sering menjadi berubah mudah tersinggung.
3) Kegairahan atau eklasi adalah gairah berlebihan disertai rasa damai, aman dan tenang
dengan perasaan keagamaan yang kuat.
4) Eksaltasi yaitu berlebihan dan biasanya disertai dengan sikap kebesaran atau waham
kebesaran.
5) Depresi dan cemas ialah gejala dari ekpresi muka dan tingkah laku yang sedih.
6) Emosi yang tumpul dan datar ialah pengurangan atau tidak ada sama sekali tanda-
tanda ekspresi afektif.
h. Gangguan pikiran atau proses pikiran (berfikir).
Pikiran merupakan hubungan antara berbagai bagian dari pengetahuan seseorang.
Berfikir ialah proses menghubungkan ide, membentuk ide baru, dan membentuk
pengertian untuk menarik kesimpulan. Proses pikir normal ialah mengandung ide,
simbol dan tujuan asosiasi terarah atau koheren (Kusumawati, Farida & Hartono, 2010)

12
2.7 Upaya Mengatasi Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa dianggap sebagai penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan
berkaitan dengan kejahatan atau dosa sehingga terkadang pengobatan dilakukan secara
brutal dan tidak manusiawi. Keadaan demikian menyebabkan individu yang mengalami
gangguan jiwa semakin kronis dan lebih susah untuk disembuhkan. Padahal pada
kenyataannya melalui perawatan dan pengobatan yang benar gangguan jiwa dapat
disembuhkan. Guru Besar Tetap Bidang Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia, Budi Anna Keliat mengatakan gangguan jiwa yang dialami
banyak orang dapat disembuhkan dengan perawatan dan pengobatan yang benar (Aini,
2014).
Saat ini, penanganan kepada penderita gangguan jiwa di masyarakat masih
sangat bervariasi. Umumnya penanganan dilakukan sesuai dengan persepsi masing-
masing dan merasa yang telah dilakukan merupakan upaya maksimal untuk
menyembuhkan si penderita. Kesadaran dan persepsi masyarakat di setiap kebudayaan
terhadap kesehatan mental memiliki perbedaan. Dalam suatu budaya tertentu, gangguan
jiwa cenderung diabaikan sehingga penanganan menjadi buruk, atau masyarakat kurang
antusias dalam mencari pertolongan untuk mengatasi gangguan jiwa yang terjadi pada
anggota keluarganya, bahkan gangguan jiwa dianggap hal yang memalukan atau
membawa aib bagi keluarga. Sebaliknya dalam kebudayaan yang lain, orang-orang
secara sukarela mencari bantuan dari para profesional untuk menangani gangguan
jiwanya (Aini, 2014).
Beberapa perawatan dan pengobatan yang dapat dilakukan terhadap penderita
gangguan jiwa antara lain:
1. Psikoterapi
Psikoterapi adalah perawatan melalui alat-alat psikologik terhadap
permasalahan yang berasal dari kehidupan emosional dimana hubungan
profesional antara psikoterapis dengan pasien diciptakan secara sengaja,
hubungan ini bertujuan :
(1) Menurunkan, mengubah, atau menghilangkan gejala-gejala yang ada.
(2) Memperantarai perbaikan pola tingkah laku yang terganggu, dan

13
(3) Meningkatkan pertumbuhan dan mengembangkan kepribadian yang
positif.
Psikoterapis memakai batasan tehnik-tehnik yang didasari pengalaman
untuk membangun hubungan, perubahan dialog, komunikasi dan perilaku.
Tehnik ini dirancang untuk memperbaiki kesehatan mental pasien atau
memperbaiki hubungan kelompok (seperti dalam keluarga), sehingga pasien
dapat meningkatkan penerimaan diri sendiri, melakukan perubahan kehidupan,
dan menolong pasien untuk mengelola lingkungan secara lebih efektif.
Psikoterpis harus mengetahui penyebab dan faktor-faktor munculnya masalah
atau gangguan tersebut, sehingga terapi penyembuhan dan obat yang diberikan
kepada pasien sesuai dengan permasalahan yang dirasakan (Lahmuddin, 2012).

2. Obat-Obatan
Menurut Yusuf dkk (2015) pembagian obat psikotropika berdasarkan efek
klinik, antara lain:
 Antipsikotik
Indikasi utamanya untuk penderita gangguan psikotik (skizofrenia atau
psikotik lainnya) yang memiliki efek mengurangi delusi dan halusinasi
tanpa efek sedative yang berlebihan
 Antidepresan
Antidepresan meningkatkan neurotransmitter norepinefrin dan serotonin
yang digunakan untuk memperbaiki perasaan (mood) dengan
meringankan atau menghilangkan gejala keadaan murung yang
disebabkan oleh keadaan sosial – ekonomi, penyakit atau obat-obatan.
 Antiansietas
Secara umum, obat ini berefek sedatif dan berpotensi menimbulkan
toleransi terutama pada golongan benzodiazepin. Antiansietas dapat
mengurangi kecemasan yang patologis tanpa banyak berpengaruh pada
fungsi kognitif.

14
 Antimanik (Mood Stabilizer)
Digunakan pada kasus gangguan afektif bipolar terutama episodik mania
dan sekaligus dapat mencegah kekambuhannya

3. Stimulasi Otak
Stimulasi otak dapat dilakukan melalui pemberian intervensi berbasis
neuromodulasi yang menyebabkan terjadinya perubahan aktivitas saraf melalui
penyaluran stimulasi elektrik ke situs target sistem saraf pusat atau perifer.
Tujuan dari neuromodulasi ialah untuk melakukan proses pengubahan dengan
bantuan gelombang pada fungsi saraf patologis. Pengobatan melalui intervensi
neuromodulasi ini dilakukan setelah terapi psikiatri dan pemberian obat-obatan
secara tepat tidak berhasil meringankan gejala gangguan jiwa (Basoeki dan
Prasetya, 2019).
Beberapa jenis Intervansi Neuromodulus antara lain:
 Transcranial Magnetic Stimulation (TMS)
Menggunakan medan magnet berdenyut yang dihasilkan di luar otak di dekat
kulit kepala.
 Transcranial Direct Current Stimulation (tDCS)
Salah satu cara paling sederhana untuk merangsang otak secara fokal.
Penggunaan tDCS untuk depresi yang resisten berkembang pesat dan
tercermin dalam jumlah meta-analisis saat ini.
 Vagus Nerve Stimulation (VNS)
Membungkus kawat searah di sekitar Vagus saraf di leher yang dihubungkan
ke generator, subkutan yang dioperasikan dengan baterai. Ditanamkan secara
subkutan di dinding dada kiri, lalu dikirimkan arus listrik secara perlahan
melalui kawat melalui saraf menyampaikan sinyal melalui dorongan saraf ke
batang otak.
 Deep Brain Stimulation (DBS)

15
Melibatkan implan stereotip elektroda yang didukung generator listrik
menuju daerah otak disfungsional spesifik yang terlibat dalam gangguan
mood, penyakit parkinson, penyakit Alzheimer, gangguan gerakan, serta
gangguan neuropsikiatri lainnya.

4. Pengobatan terhadap penyalahgunaan zat


Salah satu dampak dari penyalahgunaan zat ialah dapat menimbulkan
penurunan kualitas pada talamus otak dan berujung menjadi penderita skizofernia
dan neuropsikiatri. Rehabilitasi merupakan salah satu cara pengobatan terhadap
penyalahgunaan zat. Rehabilitasi adalah suatu proses pemulihan pasien gangguan
penggunaan NAPZA baik dalam jangka waktu pendek ataupun panjang yang
bertujuan mengubah perilaku mereka agar siap kembali ke masyarakat. Ia
merupakan sebuah tindakan represif yang dilakukan bagi pencandu narkoba yang
bertujuan untuk membantu klien mempertahankan kondisi bebas NAPZA
(abstinensia) dan memulihkan fungsi fisik, psikologis dan sosial.

5. Support Group
Support Group Therapy adalah terapi yang dilakukan menggunakan
kelompak sebaya yang rnerniliki problem relatif sama dengan cara berbagi
inforrnasi mengenai permasalahan yang dialami serta solusi yang perlu
dilakukan sekaligus proses saling belajar dan menguatkan. Tujuan utamanya
ialah tercapainya kemampuan coping yang efektif pada masalah ataupun trauma
yang dialami (Djudiah dan Yuniardi, 2011)
2.8 Contoh Kasus Kesehatan Jiwa di Indonesia
1. Penderita Gangguan Jiwa di Lampung membunuh dan Membawa Kepala
Ayah Kandung Keliling Kampung
Peristiwa tragis terjadi di Kabupaten Lampung Tengah, Lampung pada 22
Maret 2021. Seorang anak penderita gangguan jiwa menganiaya ayahnya. Tak
sampai di situ, ia membawa kepala ayahnya keliling kampung sambil
berteriak,"bapak saya mati."

16
Berdasarkan keterangan warga, kejadia tersebut berawal saat Slamet tengah
duduk di rumah. Kemudian tiba-tiba pelaku datang membawa senjata tajam.
Dari belakang ia lantas menganiaya ayahnya hingga meninggal dunia. Pelaku
lalu membawanya kepala korban keliling kampung. Warga yang mengetahui
lantas beramai-ramai menangkap pelaku dan melaporkannya ke polisi.
Beberapa warga mengungkapkan bahwa pelaku tersebut mengalami gangguan
jiwa yang sudah lama dideritanya.
2. Penderita Gangguan Jiwa Mengamuk, Lukai 3 Orang dan Rusak 1 Rumah
di Jayawijaya
Seorang pria tanpa identitas penderita gangguan jiwa yang suka berkeliaran
di pusat kota Kabupaten Jayawijaya, mengamuk pada Rabu (24/7) lalu. Tiga
orang dilaporkan luka-luka, satu kendaraan dan rumah warga rusak. Terhitung
sejak 2018 hingga 2019, dua ODGJ di Jayawijaya telah membunuh empat orang
di tempat berbeda, yaitu di Kurulu dan Wouma. Semua korban ditikam ODGJ
dengan menggunakan pisau.
3. Alami Gangguan Jiwa, Remaja Salatiga Diikat Selama 7 Tahun
Yazriel Eka Putra sejak tujuh tahun lalu, ia sudah tak bisa bermain seperti
anak seumurannya. Kedua kakinya diikat dengan kain yang ditautkan di dipan
hingga membuatnya tak bebas bergerak. Menurut pengakuan pamannya, ia
mengatakan hal itu terpaksa dilakukan keluarga. Alasannya, tak lain karena
Kiki, sapaan Yehezkiel Eka Putra, mengalami gangguan jiwa sehingga kerap
aneh. Tingkah itu pun kerap membahayakan keselamatan diri Kiki dan orang
lain.
4. Diduga Gangguan Jiwa, Ayah Bunuh Balita di Medan
Seorang ayah yang tega membunuh anak kandungnya, balita berusia 4 tahun
di Gunung Sitoli diduga mengalami gangguan jiwa. Kapolres Nias AKBP
Wawan Irawan mengatakan, berdasarkan keterangan warga dan keluarga,
pelaku mengalami gangguan jiwa.
Usai melakukan aksinya, pelaku keluar kamar dengan kondisi berdarah.
Warga yang curiga melihatnya kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada

17
pihak kepolisian. Atas perbuatannya, pelaku dikenakan Pasal 44 ayat (3) tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga Jo Pasal 338
KUHPidana dengan ancaman 15 tahun penjara

18
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika seseorang
tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat
menerima orang lain sebagaimana seharusnya serta mempunyai sikap positif terhadap
diri sendiri dan orang lain. Dan menurut UU No. 18 Tahun 2014 Kesehatan Jiwa adalah
kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan
sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi
tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya.
Karakteristik kesehatan jiwa menurut WHO pada tahun 2008 yaitu Menyesuaikan
diri secara konstrutif pada kenyataan, meskipun kenyataan itu buruk, Merasa bebas
secara relatif dari ketegangan dan kecemasan, Memperoleh kepuasan dari usahanya atau
perjuangan hidupnya, Merasa lebih puas untuk memberi dan menerima, Berhubungan
dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling memuaskan ,Mempunyai daya
kasih sayang yang besar, Menerima kekecewaan untuk digunakan sebagai pelajaran di
kemudian hari,Dan Mengarahkan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan
konstruktif.
Gangguan jiwa ada bermacam macam yaitu gangguan kecemasan ,gangguan
kepribadian,gangguan psikotik , gangguan suasana hati, gangguan makan, gangguan
pengendalian impuls dan kecanduan, gangguan obsesif kompulsif, dan gangguan stress
pasca trauma.
Menurut santrock penyebab gangguan jiwa dapat dibedakan atas faktor biologis ,
faktor psikologis dan faktor sosial kultural kebudayaan.Gangguan jiwa ditandai dengan
perubahan suasana hati, gangguan tidur berpikir, libatkan dia kepada hal berbahaya dan
sulit bersosialisasi dengan orang lain. Perawatan dan pengobatan yang dapat kita
lakukan terhadap pen derita gangguan jiwa antara lain yaitu dengan cara psikoterapi
meminum obat-obatan, stimulasi otak, pengobatan terhadap penyalahgunaan zat dan
support group .

3.2 Daftar pustaka


Aini, S.Q. (2014). Family Behavioral Health in Seeking Aid For Family Members Who
Experience Mental Disorders. Jurnal Litbang 10(01): 74-80.
Basoeki, L. dan Prasetya, E.C. (2019). Neuromodulation Intervention in Resistant
Depression. Jurnal Psikiatri Surabaya 08(02): 39-46.

19
Djudian dan Yuniardi, M.S. (2011). Model Pengembangan Konsep Diri Melalui
Support Group Therapy Upaya Meminimalkan Trauma Psikis Remaja dari
Keluarga Single Parent. Jurnal Proyeksi 06(01): 16-26
Lahmuddin. (2012). Psikoterapi dalam Perspektif Bimbingan Konseling Islam.
MIQOOT 36(02): 388-408.
Yusuf, A., Rizky, F., dan Hanik, E.N. (2015). Buku Ajar: Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.
Hapsari, S. (2018). Masalah Kesehatan Jiwa Anak Usia Sekolah (6-12 tahun) di
Wilayah Binaan Puskesmas Padang Bulan Medan. SKRIPSI. Diambil pada 2 April
2022, dari
https://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/6075/141101054.pdf?
sequence=1

20

Anda mungkin juga menyukai