Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

“Asuhan Keperawatan pada Narapidana”

Dosen Pembimbing :
Ns. I Gusti Agung Tresna Wicaksana, S.Kep., M.Kep

OLEH
KELOMPOK 8 TINGKAT III A
1. Putu Ronanza Pretynda (18C10054)
2. Dewa Ayu Shinta Suryaningrum (18C10056)
3. Ni Putu Sintya Melinika Dewi (18C10057)
4. Ni Made Sri Ari Ratih (18C10058)
5. Ni Kadek Sri Rahayu (18C10059)
6. Dewa Ayu Putu Sukariani (18C10060)
7. I Gede Surya Darma (18C10061)
8. Ni Komang Triandewi (18C10063)

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berkat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan pada Narapidana”. Dalam penulisan makalah ini
penulis banyak mendapatkan bantuan, saran, dan bimbingan dari berbagai pihak
sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Maka pada kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada dosen
pembimbing .Keluargaku tercinta yang telah banyak memberikan doa, motivasi
dan dukungan. Rekan-rekan seangkatan dan seperjuangan serta semua pihak
yang telah memberikan masukan dan dukungan dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah ini dapat bermanfaat bagi
mahasiswa/i ITEKES BALI dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

Denpasar , 30 November 2020

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan masalah 4
1.3 Tujuan 4
BAB II PEMBAHASAN 5
2.1 Pengertian 5
2.2 Etiologi 5
2.3 Masalah kesehatan Narapidana 8
2.4 Klasifikasi 9
2.5 Penatalaksanaan 10
BAB III TINJAUAN KASUS 13
3.1 Konsep Asuhan Keperawatan Narapidana 13
3.2 Asuhan Keperawatan pada Narapidana 19
BAB IV PENUTUP 30
4.1 Kesimpulan 30
4.2 Saran 30
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kunci keberhasilan seseorang dalam menjalani hidup adalah ketika
seseorang mampu mempertahankan kondisi fisik, mental dan emosionalnya
dalam suatu kondisi yang optimal melalui pengendalian diri, peningkatan
aktualisasi diri serta selalu menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam
menyelesaikan masalah. Setiap individu memiliki kekuatan, martabat, tumbuh
kembang, kemandirian dan merealisasikan diri, potensi untuk berubah, kesatuan
yang utuh mulai dari bio psiko sosial dan spiritual, perilaku yang berarti, serta
persepsi, pikiran, perasaan dan gerak. Keseluruhannya merupakan suatu
rangkaian yang tidak terpisahkan (Jaya, 2015).
Menurut WHO kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa,
melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang
menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan
kedewasaan kepribadiannya.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014
tentang kesehatan jiwa dalam pasal 1 menyebutkan bahwa kesehatan jiwa adalah
kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental,
spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri,
dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu
memberikan kontribusi untuk kelompoknya.
Kesehatan jiwa adalah suatu keadaan sejahtera dikaitkan dengan
kebahagiaan, kegembiraan, kepuasan, pencapaian, optimisme, atau harapan.
Kesehatan jiwa melibatkan sejumlah kriteria yang terdapat dalam suatu rentang.
Kriteria sehat jiwa yaitu, sikap positif terhadap diri sendiri, berkembang
aktualisasi diri dan ketahanan diri, integrasi, otonomi, persepsi sesuai realitas,
dan penguasaan lingkungan (Stuart, 2017).
Gangguan jiwa adalah pola perilaku atau psikologis yang ditunjukkan
oleh individu yang menyebabkan distres, disfungsi, dan menurunkan kualitas

1
2

kehidupan. Hal ini mencerminkan disfungsi psikobiologis dan bukan sebagai


akibat dari penyimpangan sosial atau konflik dengan masyarakat (Stuart, 2017).
Menurut Purnama, Yani, & Titin (2016) mengatakan gangguan jiwa adalah
seseorang yang terganggu dari segi mental dan tidak bisa menggunakan
pikirannya secara normal.
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan
di LAPAS (Lembaga Permasyarakat). Narapidana bukan saja objek melainkan
subjek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat
melakukan kesalahan atau kekilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga
tidak harus diberantas. Oleh karenanya, yang harus diberantas adalah factor,
factor yang dapat menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan
dengan hokum, kesusilaan, agama, atau kewajiban- kewajiban sosial lain yang
dapat dikarenakan pidana (Malinda, Anggun 2016:26).
Seseorang yang terpaksa tinggal di lembaga pemasyarakatan karena
menjalani hukuman akan mempengaruhi kondisi psikologisnya. Mereka akan
mengalami kesulitan untuk menyesuaikan kehidupannya di lembaga
pemasyarakatan, tetapi mereka harus tetap mengikuti aturan-aturan yang berlaku
di lembaga pemasyarakatan. Selain itu, mereka juga harus terpisah dari
keluarganya, kehilangan barang dan jasa, kehilangan kebebasan untuk tinggal
diluar, atau kehilangan pola seksualitasnya. Hal tersebut akan menyebabkan
seseorang mendapatkan tekanan karena hidup di dalam lembaga
pemasyarakatan yang mengakibatkan mereka menjadi stres. Jika seseorang
sudah mengalami stres berat, ia akan beresiko untuk membahayakan diri sendiri
maupun orang lain bahkan dapat terjadi percobaan bunuh diri.
Stres merupakan hal yang menjadi bagian dari kehidupan manusia. Stres
juga merupakan tanggapan atau reaksi tubuh terhadap berbagai tuntutan atau
beban atasnya yang bersifat non spesifik. Namun, di samping itu stres dapat juga
merupakan faktor pencetus, penyebab sekaligus akibat dari suatu gangguan atau
penyakit. Faktor-faktor psikososial cukup mempunyai arti bagi terjadinya stres
pada diri seseorang. Kehidupan narapidana di lembaga pemasyarakatan juga
selalu dijaga oleh petugas. Seluruh aktivitas akan selalu diawasi oleh para
3

petugas sehingga mereka merasa kesulitan untuk beraktivitas dan selalu merasa
dicurigai karena dipantau oleh petugas. Para narapidana ini merasa dirinya tidak
berguna ketika hidup di lembaga pemasyarakatan karena tidak dapat berbuat
apa-apa. Mereka juga memikirkan kehidupan setelah keluar dari lembaga
pemasyarakatan. Mereka berpikir bahwa dirinya sudah dianggap penjahat oleh
orang-orang sekitar sehingga tidak mau untuk bersosialisasi dengan komunitas.
Mereka juga akan merasa dirinya sulit mendapatkan pekerjaan karena masa
lalunya yang pernah ditahan di lembaga pemasyarakatan dan sudah dianggap
penjahat. Ini dapat mengakibatkan mereka merasa dirinya tidak berguna lagi
sehingga akan berdampak pada psikologisnya berupa penurunan harga diri. Stres
dan harga diri rendah sangat berhubungan dan harus segera ditangani.
Apabila stres dan harga diri rendah sudah terjadi pada seorang individu,
ini akan mempengaruhi seseorang dalam berpikir dan akan mempengaruhi
terhadap koping individu tersebut sehingga menjadi tidak efektif. Bila kondisi
seorang individu dengan stres dan harga diri tidak ditangani lebih lanjut, akan
menyebabkan individu tersebut tidak mau bergaul dengan orang lain, yang
menyebabkan mereka asik dengan dunia dan pikirannya sendiri sehingga dapat
muncul risiko perilaku kekerasan. Selain dapat membahayakan diri sendiri,
lingkungan, maupun orang lain juga dapat terjadi percobaan bunuh diri pada
individu yang mengalami stres dan harga diri rendah.
Perawat sebagai profesi yang berorientasi pada manusia mempuyai andil
dalam memberikan pelayanan kesehatan di LP dalam bentuk “Correctional
setting” . perawat memberikan pelayanan secara menyeluruh. Warga binaan
memiliki hak untuk mendapatkan kesejahteraan kesehatan baik fisik mauapun
mental selama masa pembinaan. Namun hal tersebut kurang mendapatkan
perhatian. Kenyataannya banyak narapidana yang mengalami gangguan
psikologis seperti cemas, stress, depresi dari ringan sampai berat (Butler, dkk.
2005).
4

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian pada narapidana ?
1.2.2 Apa faktor penyebab pada narapidana ?
1.2.3 Bagaimana klasifikasi pada narapidana?
1.2.4 Apa masalah kesehatan pada narapidana ?
1.2.5 Bagaimana penatalaksanaan gangguan jiwa pada narapidana?
1.2.6 Bagaimana asuhan keperawatan pada narapidana ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian pada narapidana
1.3.2 Untuk mengetahui faktor penyebab pada narapidana
1.3.3 Untuk mengetahui klasifikasi pada narapidana
1.3.4 Untuk mengetahui masalah kesehatan pada narapidana
1.3.5 Untuk mengetahui penatalaksanaan gangguan jiwa pada narapidana
1.3.6 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada narapidana
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani sanksi kurungan atau
sanksi lainnya, menurut perundang- undangan. Pengertian narapidana menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang hukuman (orang yang sedang
menjalani hukuman karena tindak pidana) atau terhukum.
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan
di lembaga pemasyarakatan, yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum (UU No.12 Tahun 1995).
Narapidana yang diterima atau masuk kedalam lembaga pemasyarakatan
maupun rumah tahanan negara wajib dilapor yang prosesnya meliputi:
pencatatan putusan pengadilan, jati diri ,barang dan uang yang dibawa,
pemeriksaan kesehatan, pembuatan pasphoto, pengambilan sidik jari dan
pembuatan berita acara serah terima terpidana. Setiap narapidana mempunyai
hak dan kewajiban yang sudah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Narapidana yang ditahan dirutan dengan cara tertentu menurut Undang-Undang
No. 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP) pasal 1 dilakukan
selama proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan untuk disidangkan di
pengadilan.Pihak-Pihak yang menahan adalah Penyidik, Penuntut Umum,
Hakim dan mahkamah agung. Pada pasal 21 KUHAP Penahanan hanya dapat
dilakukan terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana termasuk
pencurian. Batas waktu penahanan bervariasi sejak ditahan sampai dengan 110
hari sesuai kasus dan ketentuan yang berlaku.
2.2 Etiologi
Faktor-faktor penyebab kejahatan sehingga sesorang menjadi narapidana adalah:
a. Faktor ekonomi
1. Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi baru dengan produksi besar-besaran, persaingan
bebas, menghidupkan konsumsi dengan jalan periklanan, cara

5
6

penjualan modern dan lain-lain, yaitu menimbulkan keinginan untuk


memiliki barang dan sekaligus mempersiapkan suatu dasar untuk
kesempatan melakukan penipuan-penipuan.
2. Pendapatan
Dalam keadaan krisis dengan banyak pengangguran dan gangguan
ekonomi nasional, upah para pekerja bukan lagi merupakan indeks
keadaan ekonomi pada umumnya. Maka dari itu perubahan-
perubahan harga pasar (market fluctuations) harus diperhatikan.
3. Pengangguran
Di antara faktor-faktor baik secara langsung atau tidak,
mempengaruhi terjadinya kriminalitas, terutama dalam waktu- waktu
krisis, pengangguran dianggap paling penting. Bekerja terlalu muda,
tak ada pengharapan maju, pengangguran berkala yang tetap,
pengangguran biasa, berpindahnya pekerjaan dari satu tempat ke
tempat yang lain, perubahan gaji sehingga tidak mungkin membuat
anggaran belanja, kurangnya libur, sehingga dapat disimpulkan
bahwa pengangguran adalah faktor yang paling penting.
b. Faktor Mental
1. Agama
Kepercayaan hanya dapat berlaku sebagai suatu anti krimogemis bila
dihubungkan dengan pengertian dan perasaan moral yang telah
meresap secara menyeluruh. Meskipun adanya faktor-faktor negatif ,
memang merupakan fakta bahwa norma- norma etis yang secara
teratur diajarkan oleh bimbingan agama dan khususnya bersambung
pada keyakinan keagamaan yang sungguh, membangunkan secara
khusus dorongan-dorongan yang kuat untuk melawan
kecenderungan-kecenderungan kriminal.
2. Bacaan dan film
Sering orang beranggapan bahwa bacaan jelek merupakan faktor
krimogenik yang kuat, mulai dengan roman-roman dari abad ke-18,
lalu dengan cerita-cerita dan gambar-gambar erotis dan pornografi,
7

buku-buku picisan lain dan akhirnya cerita- cerita detektif dengan


penjahat sebagai pahlawannya, penuh dengan kejadian berdarah.
Pengaruh crimogenis yang lebih langsung dari bacaan demikian
ialah gambaran suatu kejahatan tertentu dapat berpengaruh langsung
dan suatu cara teknis tertentu kemudian dapat dipraktekkan oleh si
pembaca. Harian- harian yang mengenai bacaan dan kejahatan pada
umumnya juga dapat berasal dari koran-koran. Di samping bacaan-
bacaan tersebut di atas, film (termasuk TV) dianggap menyebabkan
pertumbuhan kriminalitas tertutama kenakalan remaja akhir- akhir
ini.
c. Faktor Pribadi
1. Umur
Meskipun umur penting sebagai faktor penyebab kejahatan, baik
secara yuridis maupun kriminal dan sampai suatu batas tertentu
berhubungan dengan faktor-faktor seks/kelamin dan bangsa, tapi
faktor-faktor tersebut pada akhirnya merupakan pengertian-
pengertian netral bagi kriminologi. Artinya hanya dalam
kerjasamanya dengan faktor-faktor lingkungan mereka baru
memperoleh arti bagi kriminologi. Kecenderungan untuk berbuat
antisocial bertambah selama masih sekolah dan memuncak antara
umur 20 dan 25, menurun perlahan-lahan sampai umur 40, lalu
meluncur dengan cepat untuk berhenti sama sekali pada hari tua.
Kurve/garisnya tidak berbeda pada garis aktivitas lain yang
tergantung dari irama kehidupan manusia.
2. Alkohol
Dianggap faktor penting dalam mengakibatkan kriminalitas, seperti
pelanggaran lalu lintas, kejahatan dilakukan dengan kekerasan,
pengemisan, kejahatan seks, dan penimbulan pembakaran, walaupun
alcohol merupakan faktor yang kuat, masih juga merupakan tanda
tanya, sampai berapa jauh pengaruhnya.
8

3. Perang
Memang sebagai akibat perang dan karena keadaan lingkungan,
seringkali terjadi bahwa orang yang tadinya patuh terhadap hukum,
melakukan kriminalitas. Kesimpulannya yaitu sesudah perang, ada
krisis-krisis, perpindahan rakyat ke lain lingkungan, terjadi inflasi
dan revolusi ekonomi. Di samping kemungkinan orang jadi kasar
karena perang, kepemilikan senjata api menambah bahaya akan
terjadinya perbuatan-perbuatan kriminal.
2.3 Masalah Kesehatan Narapidana
a. Kesehatan Mental
Menurut data dari Bureau of justice, 1999 kira-kira 285.000 tahanan
dilembaga pemasyarakatan mengalami gangguan jiwa. Penyakit jiwa yang
sering dijumpai adalah skozofrenia, bipolar affective disorder dan personality
disorder. Karena banyak yang mengalami ganguan kesehatan jiwa maka
pemerintah harus menyediakan pelayanan kesehatan mental.
b. Kesehatan fisik
Perawatan kesehatan yang paling penting adalah penyakit kronis dan penyakit
menular seperti HIV, Hepatitis dan Tuberculosis.
1. HIV
Angka kejadian HIV diantara para narapidana diperkiraan 6 kali lebih
tinggi daripada populasi umum. Tingginya angka infeksi HIV ini
berkaian dengan perilaku yang beresiko tinggi seperti penggunaan obat-
obaan, sexual intercourse yang tidak aman dan pemakaian tato.
Pendekatan yang dilakukan utnuk menekan angka kejadian yaitu dengan
dilakukannya penegaan dan program pendidikan kesehatan mengenai
HIV dan AIDS.
2. Hepatitis
Hepatitis B dan C meningkat lebih tinggi dariopada populasi umum
walaupun data yang ada belum lengkap. Hal ini berkaitan dengan
penggunaan obat-obat lewat suntikan, tato, imigran dari daerah dengan
insiden hepatitis B dan C tinggi. National Commision on Correctional
9

Healt Care (NCCHC) menyarankan agar dilakukan skrining pada semua


tahanan dan jika diindikasikan maka harus segera diberikan pengobatan.
NCCHC juga merekomendasikan pendidikan bagi semua staf dan
tahanan mengenai cara penyebaran, pencegahan, pengobatan dan
kemajuan penyakit.
3. Tuberculosis
Angka TB tiga kali lebih besar di LP dibanding populasi umum. Hal ini
terkait dengan kepadatan penjara dan ventilasi yang buruk, yang
mempengaruhi penyebaran penyakit. Pada tahun 196, lembaga yang
menangani tuberculosis yaitu CC merekomendasikan pencegahan dan
pengontrolan TB di lembaga pemasyarakatan yaitu:
- Diadakannya skrining TB bagi semua staf dan tahanan
- Diadakan penegahan transmisi penyakit dan diberikan pengobatan
yang sesuai
- Monitoring dan evaluasi skrining
2.4 Klasifikasi
Berdasarkan populasi narapidana yang mempunyai masalah kesehatan pada
lembaga pemasyarakatan, yaitu :
a. Wanita
Masalah kesehatan yang ada mungkin lebih komplek misalnya tahanan
wanita yang dalam keadaan hamil, meninggalkan anak dalam pengasuhan
orang lain (terpisah dari anak), korban penganiayaan dan kekerasan social,
penyalahgunaan obat terlarang. Tetapi pelayanan kesehatan yang selama ini
diberikan belum cukup maksimal untuk memenuhi kebutuhan mereka
seperti pemeriksaan ginekologi untuk wanita hamil dan korban kekerasan
seksual. NCCHC menawarkan ketentuan-ketentuan berikut untuk
pemenuhan pelayanan kesehatan :
- LP memberikan pelayanan lengkap secara rutin termasuk
pemeriksaan ginekologi secara koprehensif.
10

- Pelayanan kesehatan komprehensif meliputi kesehatan reproduksi,


korban dari penipuan, konseling berkaitan dengan peran sebagai
orang tua dan pemakaian obat- obatan dan alcohol.
b. Remaja
Meningkatnya jumlah remaja yang terlibat tindak kriminal membuat mereka
harus ikut dihukum dan ditahan seperti orang dewasa. Hal ini akan
menghalagi pemenuhan kebutuan untuk berkembang seperti perkembangan
fisik, emosi dan nutrisi yang dibutuhkan. Para remaja ini akan mempunyai
masalah-masalah kesehatan seperti kekerasan seksual, penyerangan oleh
tahanan lain atau tindakan bunuh diri. Disini perawat harus memantau
tingkat perkembangan dan pengalaman mereka dan perlu waspada bahwa
pada usia ini paling rentan terkena masalah kesehatan.
2.5 Penatalaksanaan
a. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk
kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau
latihan bersama. (Maramis,2005,hal.231).
b. Keperawatan
Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok
stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori,
terapi aktivitas kelompok stimulasi realita dan terapi aktivitas kelompok
sosialisasi (Keliat dan Akemat,2005,hal.13). Dari empat jenis terapi
aktivitas kelompok diatas yang paling relevan dilakukan pada individu
dengan gangguan konsep diri harga diri rendah adalah terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi.Terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi
persepsi adalah terapi yang mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan
terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam
kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau
alternatif penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005).
11

c. Terapi kerja
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan
partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah
ditetapkan. Terapi ini berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih
ada pada seseorang, pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk
membentuk seseorang agar mandiri, tidak tergantung pada pertolongan
orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).
1. Terapi kerja pada narapidana laki laki
- Pelatih binatang
Bekerja sebagai pelatih sekaligus merawat binatang- binatang
dianggap dapat membantu narapidana untuk mendapatkan terapi
secara psikologis dan menjadi lebih terlatih secara emosional.
Binatang yang dilatih tidak hanya binatang peliharaan, namun juga
binatang yang ditinggalkan atau dibuang oleh pemiliknya.
Diharapkan nantinya binatang- binatang ini juga dapat berguna di
masyarakat, sama seperti narapidana yang mendapatkan pelatihan
untuk dapat diterima dan bekerja dengan masyarakat lainnya.
- Bidang kuliner
Dapur yang ada di penjara juga dapat dimanfaatkan sebagai
pelatihan memasak bagi para narapidana. Meskipun ada yang
mendapatkan pekerjaan sederhana seperti membuka kaleng, banyak
pula yang mendapatkan pelatihan memasak secara khusus, mulai
dari membuat menu hingga menyusun anggaran. Beberapa penjara
juga bekerja sama dengan restoran lokal untuk memberi pelatihan
ini. Selain itu, dengan pekerja di dapur, mereka tidak perlu banyak
berinteraksi dengan masyarakat yang mungkin memandang negatif.
- Konseling
Meskipun Anda mungkin tidak berencana untuk berkonsultasi pada
mantan penjahat, namun di penjara, narapidana diberikan
pengetahuan mengenai rehabilitasi dan terapi konseling. Hal ini
12

dikarenakan narapidana memiliki pengalaman yang membuat


mereka lebih mengerti mengenai tindak kejahatan.
Dengan pelatihan ini, mereka diharapkan untuk dapat memberikan
konseling dengan lebih baik kepada orang-orang yang bermasalah
berdasarkan pengalaman pribadi mereka serta pelatihan yang mereka
terima.
2. Terapi kerja pada anak
- Keterampilan
Agar narapidana anak menjadi terampil dan juga sebagai bekal
baginya setelah kembali kemasyarakat nantinya, kepada mereka di
berikan latihan kerja. Pemberian latihan kerja ini dapat dilakukan
oleh lembaga pemasyarakatan sedangkan tempat penentuan kerja
dan jenis pekerjaan yang akan diberikan kepada narapidana
ditetapkan oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan. Latihan kerja ini
berupa latihan kerja di bidang pertanian, Perkebunan, Pengelasan,
Penjahitan dan lain sebagainya.
3. Terapi kerja pada narapidana perempuan
Pembinaan soft skill yang dilaksanakan yaitu pembinaan intelektual,
pembinaan kerohanian dan pembinaan rekreatif. Pembinaan hard skill
yang dilaksanakan yaitu pembinaan keterampilan dan kemandirian
melalui bimbingan kerja.Ketrampilan khusus yang di latihkan pada
naraidana perempuan berupa ketrampilan hidup seperti pertukangan
kayu, kerajinan sapu, las listrik, batik tulis, kerajinan sangkar
burung,perkebunan, dan pembuatan souvenir.
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Konsep Askep pada Narapidana


a. Pengkajian
1. Identitas klien
- Nama
- Umur
- Jenis kelamin
- Tanggal dirawat
- Tanggal pengkajian
- Nomor rekam medis
2. Faktor predisposisi
- Genetik
- Neurobiologis : penurunan volume otak dan perubahan sistem
neurotransmiter.
- Teori virus dan infeksi
3. Faktor presipitasi
- Biologis
- Sosial kutural
- Psikologis
4. Penilaian terhadap stress
5. Sumber koping
- Disonasi kognitif ( gangguan jiwa aktif )
- Pencapaian wawasan
- Kognitif yang konstan
- Bergerak menuju prestasi kerja
6. Mekanisme koping
- Regresi( berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan
pengeluaran sejumlah besar tenaga dalam upaya mengelola anxietas)

13
14

- Proyeksi ( upaya untuk menjelaskan presepsi yang membingungkan


dengan menetapkan tanggung jawab kepada orang lain)
- Menarik diri
- Pengingkaran
b. Diagnosa keperawatan yang muncul pada narapidana
1. Harga Diri Rendah
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya
dengan ideal diri. (Gail. W. Stuart, 2007).
Tanda dan gejala dari HDR meliputi DS dan DO yaitu :
DS:
- Mengejek dan mengkritik diri.
- Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri
sendiri.
- Menunda keputusan.
- Merusak diri: harga diri rendah menyokong klien untuk
mengakhiri hidup.
- Perasaan tidak mampu.
- Pandangan hidup yang pesimitis.
- Tidak menerima pujian.
- Penurunan produktivitas.
- Penolakan tehadap kemampuan diri.
DO :
1. Mengalami gejala fisik, misal: tekanan darah tinggi, gangguan
penggunaan zat.
2. Kurang memperhatikan perawatan diri.
3. Berpakaian tidak rapi.
4. Berkurang selera makan.
5. Tidak berani menatap lawan bicara.
6. Lebih banyak menunduk.
7. Bicara lambat dengan nada suara lemah.
15

8. Merusak atau melukai orang lain.


9. Sulit bergaul.
10. Menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas.
11. Menarik diri dari realitas, cemas, panic, cemburu, curiga dan
halusinasi.
Dalam HDR juga terdapat faktor predisposisi yaitu:
1. Faktor yang mempengaruhi harga diri
2. Faktor yang mempengaruhi peran.
3. Faktor yang mempengaruhi identitas diri.
4. Faktor biologis
 Faktor presipitasi dalam HDR yang mana stressor pencetus dapat
berasal dari internal dan eksternal, yaitu:
1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan  peristiwa yang mengancam kehidupan.
2. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi. 

Rentang Respon
16

Pohon masalah yang muncul menurut Fajariyah (2012) :

c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
c. Intervensi keperawatan
Diagnosa 1. Harga Diri Rendah
Tujuan umum: klien tidak terjadi gangguan interaksi sosial, bisa
berhubungan dengan orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
- Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik,
perkenalan diri,
- Jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang
tenang,
- Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik
pembicaraan)
- Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaannya
- Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
- Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang
yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu
menolong dirinya sendiri
17

2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang


dimiliki
Tindakan :
- Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
- Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
- Utamakan memberi pujian yang realistis
- Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
3) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
- Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
- Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah
4) Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
- Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari sesuai kemampuan
- Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
- Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien
lakukan
5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
- Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
- Beri pujian atas keberhasilan klien
- Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
- Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien
- Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
18

- Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah


- Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

KASUS
Tn. A berusia 24 Tahun beralamat di Singkawang. Klien mengatakan anak
ke-2 dari 3 bersaudara, Status belum menikah, beragama islam, pendidikan
terakhir SMA dan tidak memiliki pekerjaan. Keluarga mengatakan Dua bulan
sebelum masuk lapas klien melakukan tindakan pencurian. Klien belum pernah
melakukan kejahatan sebelumnya. Klien dan keluarga memiliki ekonomi yang
susah. Klien mempunyai pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu
ketika sekolah selalu di bully. Klien mengatakan merasa takut jika keluar dari
lapas. Klien mengatakan malu berhadapan langsung dengan orang lain selain ibu
dan adiknya,klien merasa tidak pantas jika berada diantara orang lain, kurang
interaksi social karena statusnya sebagai narapidana.
Sebelumnya klien belum pernah dirawat karena menderita penyakit gangguan
jiwa ataupun penyakit nonpsikologis. Ibu klien mengatakan tidak adanya riwayat
penyakit keluarga terkait gangguan jiwa
Pengkajian dilakukan tanggal 25 November 2020 pukul 08.00 wita. Saat
dilakukan pengkajian di dapatkan hasil TTD: 130/80 mmHg Nadi :84x/menit,
Suhu: 36,5 ºC, Pernafasan: 26 x/menit. Penampilan klien kurang rapi, rambut
jarang disisir, klien menggunakan baju yang disediakan di lapas.

.
19

3.2 Asuhan Keperawatan pada Narapidana

Pengkajian pada klien dilakukan pada tanggal 25 November 2020, pukul 08.00
wita dengan metode observasi, wawancara dan dokumentasi (rekam medis)

a. Pengkajian
1. Identitas Klien

Nama : Tn. A
Umur : 24 Tahun
Alamat : Singkawang
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Melayu / Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak ada
Penanggung Jawab
Nama : Ny. P
Hubungan dengan Klien : Ibu Kandung
Alamat : Singkawang
2. Alasan Masuk
Dua bulan sebelum masuk lapas klien melakukan tindakan pencurian.
3. Faktor Predisposisi
- Riwayat penyakit sebelumnya
Sebelumnya klien belum pernah dirawat karena menderita
penyakit gangguan jiwa ataupun penyakit nonpsikologis
- Riwayat psikososial
a. Klien belum pernah melakukan kejahatan sebelumnya.
b. Klien dan keluarga memiliki ekonomi yang susah
c. Klien mempunyai pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan yaitu ketika sekolah selalu di bully.
20

- Riwayat penyakit keluaga


Ibu klien mengatakan tidak adanya riwayat penyakit keluarga
terkait gangguan jiwa
4. Faktor presipitasi
Klien memiliki pendidikan terakhir SMA dan tidak memiliki pekerjaan
5. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda – tanda vital
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 84 x/menit
- Suhu : 36,5 ºC
- Pernafasan : 26 x/menit
2) Ukuran
- Tinggi badan : 169 cm
- Berat badan : 62 Kg
3) Kondisi Fisik
Klien tidak mengeluh sakit apa – apa, tidak ada kelainan fisik.
6. Psikososial
1) Konsep Diri
a. Citra Tubuh : Klien mengatakan bagian tubuh yang paling
disukai adalah mata karena bisa melihat.
b. Identitas : Klien mengatakan anak ke-2 dari 3 bersaudara.
c. Peran : Klien mengatakan di dalam keluarganya atau dirumah
sebagai anak.
d. Ideal diri : Klien mengatakan merasa takut jika keluar dari lapas
e. Harga diri : Klien mengatakan malu berhadapan langsung
dengan orang lain selain ibu dan adiknya,klien merasa tidak
pantas jika berada diantara orang lain, kurang interaksi social
karena statusnya sebagai narapidana.
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah
21

2) Hubungan Sosial
a. Orang yang dekat dengan klien adalah ibu dan adiknya.
b. Peran serta kelompok / masyarakat : sebelum klien masuk lapas
sering keluyuran tidak jelas
3) Spiritual

Klien mengatakan jarang sholat dalam 5x sehari, akan tetapi selama


di lapas pasien sering sholat.
4) Status Mental
a. Penampilan : Penampilan klien kurang rapi, rambut jarang
disisir, klien menggunakan baju yang disediakan di lapas.
b. Pembicaraan : Klien berbicara lambat tetapi dapat tercapai dan
dapat dipahami.
c. Aktivitas Motorik : Klien lebih banyak menunduk, aktivitas
klien menyesuaikan.
d. Alam perasaan : Klien mengatakan merasa malu jika masa
tahanan nya sudah selesai karena takut tidak diterima oleh
masyarakat
e. Afek : Klien tidak sesuai dalam berfikir, bicara klien lambat
f. Interaksi selama wawancara : Kontak mata kurang karena
menunduk,sesekali klien menengadah,selalu menjawab jika
ditanya.
g. Persepsi : Halusinasi saat pengkajian tidak ditemukan.
h. Pola Fikir : Tidak ada waham.
i. Tingkat kesadaran : Klien sadar hari, tanggal dan waktu saat
pengkajian, tanggal 25 November 2020 jam 08.00 ,hari
berikutnya juga klien sadar tanggal 26 November 2020.
j. Memori : Daya ingat jangka panjang klien masih ingat masa
lalunya.
k. Tingkat konsentrasi dan berhitung : Klien berhitung lancar,
contoh 20 – 15= 5
22

l. Kemampuan Penilaian : Klien mampu menilai antara masuk


kamar setelah makan atau membiarkan kursi tidak rapi, klien
memilih membereskan kursi.
m. Daya Tilik Diri : Klien tahu dan sadar bahwa dirinya dirumah
sakit jiwa.
7. Pola Fungsional Kesehatan
1) Makan

Klien makan 3x sehari, pagi, siang, sore, minum ± 6 gelas / hari,


mandiri.
2) BAB / BAK
Klien BAB 1x sehari, BAK ± 4x sehari, mandiri.
3) Mandi
Klien mandi 2x sehari, pagi dan sore, gosok gigi setiap kali mandi,
mandiri.
4) Berpakaian / berhias
Klien mampu berpakaian sendiri tanpa bantuan orang lain.
5) Istirahat dan Tidur

Klien lebih banyak tiduran, tidur siang 12.30 s/d 15.00 ,tidur malam
jam 20.00 s/d 04.30.
6) Penggunaan obat

Klien minum obat 3x sehari setelah makan. Haloperidol 2x5 mg,


trihexiperidine 2x2 mg.
7) Pemeliharaan Kesehatan

Klien sudah pernah periksa di RSJD Soedjarwadi Klaten tetapi rawat


jalan.
8) Kegiatan di Dalam Rumah
23

Klien dirumah membantu orang tua mengerjakan pekerjaan rumah


8. Mekanisme Koping
1) Klien mampu berbicara dengan orang lain,terlihat malu
2) Klien mampu menjaga kebersihan diri sendiri
3) Klien mampu jika ada masalah tidak menceritakan kepada orang
lain,lebih suka diam.

Masalah Keperawatan : Koping Individu Tidak Efektif.

9. Masalah Psikososial dan Lingkungan


1) Masalah berhubungan dengan lingkungan : Klien menarik diri dari
lingkungan
2) Masalah dengan kesehatan (-)
3) Masalah dengan perumahan :Klien tinggal dengan kedua orang tua
dan 2 saudaranya.
4) Masalah dengan Ekonomi : Kebutuhan klien dipenuhi oleh ibunya
akan tetapi ekonomi keluarganya sulit.
10. Aspek Medik
1) Diagnosa Medis : Schizofrenia
2) Terapi
 Haloperidol 2x5 mg
 Trihexiperidine 2x2 mg
3) Masalah Keperawatan
d. Harga Diri Rendah
e. Menarik Diri
f. Koping Individu Tidak Efektif
4) Pohon Masalah

Menarik Diri

Harga diri rendah


24

Koping individu tidak efektif

b. Analisa Data

No Data Etiologi Problem

1. Ds : Koping Individu Harga Diri


o Klien mengatakan Tidak Efektif Rendah
teman berkurang
semenjak di lapas
o Klien malu dengan
teman karena klien
merasa tidak pantas
diantara mereka
o Klien mengatakan
malu untuk jika
keluar dari lapas
karena statusnya
sebagai napi

Do :
o Klien tampak malu
saat berbicara

c. Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah b/d koping individu tidak efektif
25

d. Intervensi

No Dx.Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi

1. Harga Diri Rendah TUM


berhubungan Klien dapat     Klien 1.   Lakukan pendekatan
dengan Koping melakukan mampu duduk dengan baik, menerima
Individu Tidak keputusan yang berdampingan klien apa adanya dan
Efektif efektif untuk dengan bersikap empati
mengendalikan perawat 2.   Cepat mengendalikan
situasi     Klien perasaan dan reaksi
kehidupan mampu perawatan diri sendiri
yang demikian berbincang - misalnya rasa marah
menurunkan bincang ,empati.
perasaan dengan 3.   Sediakan waktu untuk
rendah diri perawat berdiskusi dan bina
TUK 1     Klien hubungan yang sopan.
Klien dapat mampu 4.   Berikan kesempatan
menbina merespon kepada klien untuk
hubungan tindakan merespon.
terapeutik perawat
dengan perawat

TUK 2    Klien dapat 1.  Tunjukan emosional


Klien dapat mengungkapk yang sesuai
mengenali dan an 2.   Gunakan tekhnik
mengekspresik perasaannya komunikasi terapeutik
an emosinya     Klien terbuka,
mampu 3.    Bantu klien
mengenali mengekspresikan
26

emosinya dan perasaannya


dapat 4.   Bantu klien
mengekspresi mengidentifikasikan
kannya situasi kehidupan yang
tidak berada dalam
kemampuan dan
mengontrolnya
5.   Dorong untuk
menyatakan secara
verbal perasaan –
perasaan yang
berhubungan dengan
ketidak mampuannya.

TUK 3     Klien dapat 1.   Diskusikan masalah


Klien dapat mengidentifik yang dihadapi klien
memodifikasi asi pemikiran dengan memintanya
pola kognitif yang negatif untuk menyimpulkannya
yang negative    Klien dpat 2.   Identifikasi pemikiran
menurunkan negatif klien dan bantu
penilaian untuk menurunkan
yang melalui interupsi dan
negatifpada substitusi
dirinya. 3.   Evaluasi ketetapan
persepsi logika dan
kesimpulan yang dibuat
klien
4.   Kurangi penilaian klien
yang negatif terhadap
dirinya
27

5.   Bantu klien menerima


nilai yang dimilikinya
atau perilakunya atau
perubahan yang terjadi
pada dirinya.

TUK 4      Klien 1.   Libatkan klien dalam


Klien dapat mampu menetapkan tujuan yang
berpartisipasi menentukan ingin dicapai
dalam kebutuhan 2.   Motivasi klien untuk
mengambil untuk membuat jadwal
keputusan yang perawatan aktivitas perawatan
berkenan pada dirinya dirinya
dengan     Klien dapat 3.   Berikan privasi sesuai
perawatan berpartisipasi kebutuhan yang
dirinya dalam ditentukan
pengambilan 4.   Berikan reinsforcement
keputusan posotif tentang
pencapaian kegiatan
yang telah sesuai dengan
keputusan yang
ditentukannya

e. Implementasi dan Evaluasi

Tanggal / No Implementasi Evaluasi


Jam
S:

25 1.  Bina hubungan saling


November percaya dengan : Klien menjawab salam dan
28

2020   Menyapa klien dengan mengatakan selamat


Jam 08.00 ramah pagi,menyebutkan nama dan
   Memperkenalkan diri alamat
dengan sopan O:
   Menanyakan nama
lengkap serta alamat
        -Klien mau berjabat tangan
klien         -Klien mau duduk berdampingan
    Menunjukan sikap dengan perawat
empati, jujur dan
       -Klien mau mengutarakan
menempati janji masalahnya
   Menanyakan masalah A : SP 1 tercapai
yang dihadapi P:
 Lanjutkan SP 2
adakan kontrak waktu
pertemuan berikutnya.
 Anjurkan klien untuk
dapat menyapa
perawat jika bertemu
dan percaya jika
perawat akan
membantu masalah
yang dihadapi
S:

26 2.   Bina hubungan terapeutik


November dengan perawat dengan :          Klien mau duduk berdampingan
2020    Pendekatan dengan dengan perawat
Jam 15.30 baik ,menerima klien O :
apa adanya
    Mengidentifikasi    - Klien mampu berbincang –
perasaan dan reaksi
29

perawatan diri sendiri bincang dengan perawat


    Menyediakan waktu
    -Klien mampu merespon tindakan
untuk bina hubungan perawat.
yang sopan A : SP 2 tercapai
    Menberikan P :
kesempatan untuk  Lanjutkan SP 3 adakan
merespon kontrak waktu pertemuan
berikutnya.

 Anjurkan klien mampu


berkomunikasi,mampu
memulai berbicara dan
tidak janggung.
S:

27 3.   Mengidentifikasi
November kemampuan dan     Klien mengatakan cara penilaian
aspek
2020 positif yang dimiliki positif tidak boleh berfikir jelek
Jam 17.00 dengan : terhadap orang lain,sopan santun dan
    Membantu ramah yang diutamakan.
mengidentifikasi O:
dengan aspek yang
positif      Klien dapat mengungkapkan
   Mendorong agar perasaannya
berpenilaian positif A : SP 3 teratasi sebagian
    Membantu P :
mengungkapkan  lanjutkan SP 1 keluarga
perasaannya

 Anjurkan klien untuk


mempertahankan
hubungan saling percaya
30

berinteraksi secara terarah.


BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan
di lembaga pemasyarakatan, yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum (UU No.12 Tahun 1995).
Seseorang yang terpaksa tinggal di lembaga pemasyarakatan karena menjalani
hukuman akan mempengaruhi kondisi psikologisnya. Mereka akan mengalami
kesulitan untuk menyesuaikan kehidupannya di lembaga pemasyarakatan, tetapi
mereka harus tetap mengikuti aturan-aturan yang berlaku di lembaga
pemasyarakatan. Selain itu, mereka juga harus terpisah dari keluarganya,
kehilangan barang dan jasa, kehilangan kebebasan untuk tinggal diluar, atau
kehilangan pola seksualitasnya.
Faktor-faktor yang menyebabkan seorang menjadi narapidana adalah
faktor ekonomi, faktor mental, dan faktor pribadi. Masalah kesehatan yang
muncul pada narapidana yang berada di lapas yaitu kesehatan mental dan fisik.
Kebanyakan masalah kesehatan terjadi pada narapidana wanita dan remaja
karena adanya koping tidak efektif. Penatalaksanaan pada narapidana yang
mengalami gangguan jiwa yaitu terapi psikoterapi, keperawatan, terapi kerja.
Perawat sebagai profesi yang berorientasi pada manusia mempuyai andil
dalam memberikan pelayanan kesehatan berupa asuhan keperawatan kepada
semua masyarakat bahkan narapidana sekalipun, karena banyak narapidana yang
mengalami gangguan psikologis seperti cemas, stress, depresi dari ringan sampai
berat (Butler, dkk. 2005).
4.2 Saran
Sebagai tenaga profesional tindakan perawat dalam penangan masalah
keperawatan khusunya pada narapidana harus memiliki pengetahuan yang luas
dan tindakan yang dilakukan harus rasional sesuai gejala penyakit dan asuhan
keperawatan hendaknya diberikan secara komprehensif, biopsikososial cultural
dan spiritual.

31
DAFTAR PUSTAKA

Syafaat, Rachmad. 2002. Dagang Manusia-Kajian Trafficking Terhadap Perempuan


dan Anak di Jawa Timur . Yogyakarta : Lappera Pustaka Utama.

Sumardi. Mulyanto. 1982. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok . Jakarta: Rajawali.

Karundeng, Narwasti Vike.2005.Sosialisasi Penyadaran Isu Trafiking : APA ITU


TRAFIKING.[terhubung berkala] http://osdir.com/ml/culture.region.
indonesia.ppi- india/2005-03/msg01095.html (diakses 29 November 2020)

Anda mungkin juga menyukai