Dosen Pembimbing
Ns. Ridha Mardiyani, M.Kep
Disusun Oleh :
Dina Apriyani
Erwin Dishantoso
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berkat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan pada Narapidana”. Dalam penulisan makalah ini
penulis banyak mendapatkan bantuan, saran, dan bimbingan dari berbagai pihak
sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Maka pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada dosen pembimbing ibu
Ns. Ridha Mardiyani, M.Kep. Keluargaku tercinta yang telah banyak memberikan
doa, motivasi dan dukungan. Rekan-rekan seangkatan dan seperjuangan serta
semua pihak yang telah memberikan masukan dan dukungan dalam penyelesaian
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa/i
STIK Muhammadiyah dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Kelompok 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kunci keberhasilan seseorang dalam menjalani hidup adalah ketika
seseorang mampu mempertahankan kondisi fisik, mental dan emosionalnya
dalam suatu kondisi yang optimal melalui pengendalian diri, peningkatan
aktualisasi diri serta selalu menggunakan mekanisme koping yang efektif
dalam menyelesaikan masalah. Setiap individu memiliki kekuatan, martabat,
tumbuh kembang, kemandirian dan merealisasikan diri, potensi untuk berubah,
kesatuan yang utuh mulai dari bio psiko sosial dan spiritual, perilaku yang
berarti, serta persepsi, pikiran, perasaan dan gerak. Keseluruhannya merupakan
suatu rangkaian yang tidak terpisahkan (Jaya, 2015).
Menurut WHO kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa,
melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang
menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan
kedewasaan kepribadiannya.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014
tentang kesehatan jiwa dalam pasal 1 menyebutkan bahwa kesehatan jiwa
adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental,
spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri,
dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu
memberikan kontribusi untuk kelompoknya.
Kesehatan jiwa adalah suatu keadaan sejahtera dikaitkan dengan
kebahagiaan, kegembiraan, kepuasan, pencapaian, optimisme, atau harapan.
Kesehatan jiwa melibatkan sejumlah kriteria yang terdapat dalam suatu
rentang. Kriteria sehat jiwa yaitu, sikap positif terhadap diri sendiri,
berkembang aktualisasi diri dan ketahanan diri, integrasi, otonomi, persepsi
sesuai realitas, dan penguasaan lingkungan (Stuart, 2017).
Gangguan jiwa adalah pola perilaku atau psikologis yang ditunjukkan oleh
individu yang menyebabkan distres, disfungsi, dan menurunkan kualitas
kehidupan. Hal ini mencerminkan disfungsi psikobiologis dan bukan sebagai
akibat dari penyimpangan sosial atau konflik dengan masyarakat (Stuart,
2017).
Menurut Purnama, Yani, & Titin (2016) mengatakan gangguan jiwa adalah
seseorang yang terganggu dari segi mental dan tidak bisa menggunakan
pikirannya secara normal.
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
LAPAS (Lembaga Permasyarakat). Narapidana bukan saja objek melainkan
subjek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat
melakukan kesalahan atau kekilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga
tidak harus diberantas. Oleh karenanya, yang harus diberantas adalah factor,
factor yang dapat menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan
dengan hokum, kesusilaan, agama, atau kewajiban- kewajiban sosial lain yang
dapat dikarenakan pidana (Malinda, Anggun 2016:26).
Seseorang yang terpaksa tinggal di lembaga pemasyarakatan karena
menjalani hukuman akan mempengaruhi kondisi psikologisnya. Mereka akan
mengalami kesulitan untuk menyesuaikan kehidupannya di lembaga
pemasyarakatan, tetapi mereka harus tetap mengikuti aturan-aturan yang
berlaku di lembaga pemasyarakatan. Selain itu, mereka juga harus terpisah dari
keluarganya, kehilangan barang dan jasa, kehilangan kebebasan untuk tinggal
diluar, atau kehilangan pola seksualitasnya. Hal tersebut akan menyebabkan
seseorang mendapatkan tekanan karena hidup di dalam lembaga
pemasyarakatan yang mengakibatkan mereka menjadi stres. Jika seseorang
sudah mengalami stres berat, ia akan beresiko untuk membahayakan diri
sendiri maupun orang lain bahkan dapat terjadi percobaan bunuh diri.
Stres merupakan hal yang menjadi bagian dari kehidupan manusia. Stres
juga merupakan tanggapan atau reaksi tubuh terhadap berbagai tuntutan atau
beban atasnya yang bersifat non spesifik. Namun, di samping itu stres dapat
juga merupakan faktor pencetus, penyebab sekaligus akibat dari suatu
gangguan atau penyakit. Faktor-faktor psikososial cukup mempunyai arti bagi
terjadinya stres pada diri seseorang. Kehidupan narapidana di lembaga
pemasyarakatan juga selalu dijaga oleh petugas. Seluruh aktivitas akan selalu
diawasi oleh para petugas sehingga mereka merasa kesulitan untuk beraktivitas
dan selalu merasa dicurigai karena dipantau oleh petugas. Para narapidana ini
merasa dirinya tidak berguna ketika hidup di lembaga pemasyarakatan karena
tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka juga memikirkan kehidupan setelah keluar
dari lembaga pemasyarakatan. Mereka berpikir bahwa dirinya sudah dianggap
penjahat oleh orang-orang sekitar sehingga tidak mau untuk bersosialisasi
dengan komunitas. Mereka juga akan merasa dirinya sulit mendapatkan
pekerjaan karena masa lalunya yang pernah ditahan di lembaga
pemasyarakatan dan sudah dianggap penjahat. Ini dapat mengakibatkan mereka
merasa dirinya tidak berguna lagi sehingga akan berdampak pada
psikologisnya berupa penurunan harga diri.
Stres dan harga diri rendah sangat berhubungan dan harus segera ditangani.
Apabila stres dan harga diri rendah sudah terjadi pada seorang individu, ini
akan mempengaruhi seseorang dalam berpikir dan akan mempengaruhi
terhadap koping individu tersebut sehingga menjadi tidak efektif. Bila kondisi
seorang individu dengan stres dan harga diri tidak ditangani lebih lanjut, akan
menyebabkan individu tersebut tidak mau bergaul dengan orang lain, yang
menyebabkan mereka asik dengan dunia dan pikirannya sendiri sehingga dapat
muncul risiko perilaku kekerasan. Selain dapat membahayakan diri sendiri,
lingkungan, maupun orang lain juga dapat terjadi percobaan bunuh diri pada
individu yang mengalami stres dan harga diri rendah.
Perawat sebagai profesi yang berorientasi pada manusia mempuyai andil
dalam memberikan pelayanan kesehatan di LP dalam bentuk “Correctional
setting” . perawat memberikan pelayanan secara menyeluruh. Warga binaan
memiliki hak untuk mendapatkan kesejahteraan kesehatan baik fisik mauapun
mental selama masa pembinaan. Namun hal tersebut kurang mendapatkan
perhatian. Kenyataannya banyak narapidana yang mengalami gangguan
psikologis seperti cemas, stress, depresi dari ringan sampai berat (Butler, dkk.
2005).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pada narapidana ?
2. Apa faktor penyebab pada narapidana ?
3. Bagaimana klasifikasi pada narapidana
4. Apa masalah kesehatan pada narapidana
5. Bagaimana penatalaksanaan gangguan jiwa pada narapidana?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada narapidana ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pada narapidana
2. Untuk mengetahui faktor penyebab pada narapidana
3. Untuk mengetahui klasifikasi pada narapidana
4. Untuk mengetahui masalah kesehatan pada narapidana
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan gangguan jiwa pada narapidana?
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada narapidana
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani sanksi kurungan atau
sanksi lainnya, menurut perundang- undangan. Pengertian narapidana menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang hukuman (orang yang sedang
menjalani hukuman karena tindak pidana) atau terhukum.
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
lembaga pemasyarakatan, yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum (UU No.12 Tahun 1995).
Narapidana yang diterima atau masuk kedalam lembaga pemasyarakatan
maupun rumah tahanan negara wajib dilapor yang prosesnya meliputi:
pencatatan putusan pengadilan, jati diri ,barang dan uang yang dibawa,
pemeriksaan kesehatan, pembuatan pasphoto, pengambilan sidik jari dan
pembuatan berita acara serah terima terpidana. Setiap narapidana mempunyai
hak dan kewajiban yang sudah diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah. Narapidana yang ditahan dirutan dengan cara tertentu menurut
Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP)
pasal 1 dilakukan selama proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan
untuk disidangkan di pengadilan.Pihak-Pihak yang menahan adalah Penyidik,
Penuntut Umum, Hakim dan mahkamah agung. Pada pasal 21 KUHAP
Penahanan hanya dapat dilakukan terhadap tersangka yang melakukan tindak
pidana termasuk pencurian. Batas waktu penahanan bervariasi sejak ditahan
sampai dengan 110 hari sesuai kasus dan ketentuan yang berlaku.
D. Etiologi
Faktor-faktor penyebab kejahatan sehingga sesorang menjadi narapidana
adalah:
a. Faktor ekonomi
1. Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi baru dengan produksi besar-besaran,
persaingan bebas, menghidupkan konsumsi dengan jalan
periklanan, cara penjualan modern dan lain-lain, yaitu
menimbulkan keinginan untuk memiliki barang dan
sekaligus mempersiapkan suatu dasar untuk kesempatan
melakukan penipuan-penipuan.
2. Pendapatan
Dalam keadaan krisis dengan banyak pengangguran dan
gangguan ekonomi nasional, upah para pekerja bukan lagi
merupakan indeks keadaan ekonomi pada umumnya. Maka
dari itu perubahan-perubahan harga pasar (market
fluctuations) harus diperhatikan.
3. Pengangguran
Di antara faktor-faktor baik secara langsung atau tidak,
mempengaruhi terjadinya kriminalitas, terutama dalam
waktu- waktu krisis, pengangguran dianggap paling
penting. Bekerja terlalu muda, tak ada pengharapan maju,
pengangguran berkala yang tetap, pengangguran biasa,
berpindahnya pekerjaan dari satu tempat ke tempat yang
lain, perubahan gaji sehingga tidak mungkin membuat
anggaran belanja, kurangnya libur, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pengangguran adalah faktor yang
paling penting.
b. Faktor Mental
1. Agama
Kepercayaan hanya dapat berlaku sebagai suatu anti
krimogemis bila dihubungkan dengan pengertian dan
perasaan moral yang telah meresap secara menyeluruh.
Meskipun adanya faktor-faktor negatif , memang
merupakan fakta bahwa norma- norma etis yang secara
teratur diajarkan oleh bimbingan agama dan khususnya
bersambung pada keyakinan keagamaan yang sungguh,
membangunkan secara khusus dorongan-dorongan yang
kuat untuk melawan kecenderungan-kecenderungan
kriminal.
2. Bacaan dan film
Sering orang beranggapan bahwa bacaan jelek merupakan
faktor krimogenik yang kuat, mulai dengan roman-roman
dari abad ke-18, lalu dengan cerita-cerita dan gambar-
gambar erotis dan pornografi, buku-buku picisan lain dan
akhirnya cerita- cerita detektif dengan penjahat sebagai
pahlawannya, penuh dengan kejadian berdarah. Pengaruh
crimogenis yang lebih langsung dari bacaan demikian ialah
gambaran suatu kejahatan tertentu dapat berpengaruh
langsung dan suatu cara teknis tertentu kemudian dapat
dipraktekkan oleh si pembaca. Harian- harian yang
mengenai bacaan dan kejahatan pada umumnya juga dapat
berasal dari koran-koran. Di samping bacaan-bacaan
tersebut di atas, film (termasuk TV) dianggap menyebabkan
pertumbuhan kriminalitas tertutama kenakalan remaja
akhir- akhir ini.
c. Faktor Pribadi
1. Umur
Meskipun umur penting sebagai faktor penyebab kejahatan,
baik secara yuridis maupun kriminal dan sampai suatu batas
tertentu berhubungan dengan faktor-faktor seks/kelamin
dan bangsa, tapi faktor-faktor tersebut pada akhirnya
merupakan pengertian- pengertian netral bagi kriminologi.
Artinya hanya dalam kerjasamanya dengan faktor-faktor
lingkungan mereka baru memperoleh arti bagi kriminologi.
Kecenderungan untuk berbuat antisocial bertambah selama
masih sekolah dan memuncak antara umur 20 dan 25,
menurun perlahan-lahan sampai umur 40, lalu meluncur
dengan cepat untuk berhenti sama sekali pada hari tua.
Kurve/garisnya tidak berbeda pada garis aktivitas lain yang
tergantung dari irama kehidupan manusia.
2. Alkohol
Dianggap faktor penting dalam mengakibatkan kriminalitas,
seperti pelanggaran lalu lintas, kejahatan dilakukan dengan
kekerasan, pengemisan, kejahatan seks, dan penimbulan
pembakaran, walaupun alcohol merupakan faktor yang
kuat, masih juga merupakan tanda tanya, sampai berapa
jauh pengaruhnya.
3. Perang
Memang sebagai akibat perang dan karena keadaan
lingkungan, seringkali terjadi bahwa orang yang tadinya
patuh terhadap hukum, melakukan kriminalitas.
Kesimpulannya yaitu sesudah perang, ada krisis-krisis,
perpindahan rakyat ke lain lingkungan, terjadi inflasi dan
revolusi ekonomi. Di samping kemungkinan orang jadi
kasar karena perang, kepemilikan senjata api menambah
bahaya akan terjadinya perbuatan-perbuatan kriminal.
F. Klasifikasi
Berdasarkan populasi narapidana yang mempunyai masalah kesehatan
pada lembaga pemasyarakatan, yaitu :
a. Wanita
Masalah kesehatan yang ada mungkin lebih komplek misalnya
tahanan wanita yang dalam keadaan hamil, meninggalkan anak
dalam pengasuhan orang lain (terpisah dari anak), korban
penganiayaan dan kekerasan social, penyalahgunaan obat terlarang.
Tetapi pelayanan kesehatan yang selama ini diberikan belum cukup
maksimal untuk memenuhi kebutuhan mereka seperti pemeriksaan
ginekologi untuk wanita hamil dan korban kekerasan seksual.
NCCHC menawarkan ketentuan-ketentuan berikut untuk
pemenuhan pelayanan kesehatan :
1. LP memberikan pelayanan lengkap secara rutin termasuk
pemeriksaan ginekologi secara koprehensif.
2. Pelayanan kesehatan komprehensif meliputi kesehatan
reproduksi, korban dari penipuan, konseling berkaitan
dengan peran sebagai orang tua dan pemakaian obat- obatan
dan alcohol.
b. Remaja
Meningkatnya jumlah remaja yang terlibat tindak kriminal
membuat mereka harus ikut dihukum dan ditahan seperti orang
dewasa. Hal ini akan menghalagi pemenuhan kebutuan untuk
berkembang seperti perkembangan fisik, emosi dan nutrisi yang
dibutuhkan. Para remaja ini akan mempunyai masalah-masalah
kesehatan seperti kekerasan seksual, penyerangan oleh tahanan lain
atau tindakan bunuh diri. Disini perawat harus memantau tingkat
perkembangan dan pengalaman mereka dan perlu waspada bahwa
pada usia ini paling rentan terkena masalah kesehatan.
G. Penatalaksanaan
a. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi
dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya
supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri
ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersama.
(Maramis,2005,hal.231).
b. Keperawatan
Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas
kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok
stimulasi sensori, terapi aktivitas kelompok stimulasi realita dan
terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan
Akemat,2005,hal.13). Dari empat jenis terapi aktivitas kelompok
diatas yang paling relevan dilakukan pada individu dengan
gangguan konsep diri harga diri rendah adalah terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi.Terapi aktivitas kelompok (TAK)
stimulasi persepsi adalah terapi yang mengunakan aktivitas sebagai
stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk
didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa
kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.(Keliat
dan Akemat,2005).
c. Terapi kerja
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni
pengarahan partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas
tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini berfokus pada pengenalan
kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan
peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri,
tidak tergantung pada pertolongan orang lain (Riyadi dan
Purwanto, 2009).
1. Terapi kerja pada narapidana laki laki
1) Pelatih binatang
Bekerja sebagai pelatih sekaligus merawat binatang-
binatang dianggap dapat membantu narapidana
untuk mendapatkan terapi secara psikologis dan
menjadi lebih terlatih secara emosional. Binatang
yang dilatih tidak hanya binatang peliharaan, namun
juga binatang yang ditinggalkan atau dibuang oleh
pemiliknya. Diharapkan nantinya binatang- binatang
ini juga dapat berguna di masyarakat, sama seperti
narapidana yang mendapatkan pelatihan untuk dapat
diterima dan bekerja dengan masyarakat lainnya.
2) Bidang kuliner
Dapur yang ada di penjara juga dapat dimanfaatkan
sebagai
pelatihan memasak bagi para narapidana. Meskipun
ada yang mendapatkan pekerjaan sederhana seperti
membuka kaleng, banyak pula yang mendapatkan
pelatihan memasak secara khusus, mulai dari
membuat menu hingga menyusun anggaran.
Beberapa penjara juga bekerja sama dengan restoran
lokal untuk memberi pelatihan ini. Selain itu,
dengan pekerja di dapur, mereka tidak perlu banyak
berinteraksi dengan masyarakat yang mungkin
memandang negatif.
3) Konseling
Meskipun Anda mungkin tidak berencana untuk
berkonsultasi pada mantan penjahat, namun di
penjara, narapidana diberikan pengetahuan
mengenai rehabilitasi dan terapi konseling. Hal ini
dikarenakan narapidana memiliki pengalaman yang
membuat mereka lebih mengerti mengenai tindak
kejahatan.
Dengan pelatihan ini, mereka diharapkan untuk
dapat memberikan konseling dengan lebih baik
kepada orang-orang yang bermasalah berdasarkan
pengalaman pribadi mereka serta pelatihan yang
mereka terima.
2. Terapi kerja pada anak
1) Keterampilan
Agar narapidana anak menjadi terampil dan juga
sebagai bekal baginya setelah kembali kemasyarakat
nantinya, kepada mereka di berikan latihan kerja.
Pemberian latihan kerja ini dapat dilakukan oleh
lembaga pemasyarakatan sedangkan tempat
penentuan kerja dan jenis pekerjaan yang akan
diberikan kepada narapidana ditetapkan oleh Tim
Pengamat Pemasyarakatan. Latihan kerja ini berupa
latihan kerja di bidang pertanian, Perkebunan,
Pengelasan, Penjahitan dan lain sebagainya.
3. Terapi kerja pada narapidana perempuan
Program pembentukan perilaku wirausaha narapidana di
Lapas IIB Sleman dilaksanakan melalui pembinaan soft kill
dan hard skill dengan pendekatan perilaku wirusaha.
Pembinaan soft skill yang dilaksanakan yaitu pembinaan
intelektual, pembinaan kerohanian dan pembinaan rekreatif.
Pembinaan hard skill yang dilaksanakan yaitu pembinaan
keterampilan dan kemandirian melalui bimbingan
kerja.Ketrampilan khusus yang di latihkan pada naraidana
perempuan berupa ketrampilan hidup seperti pertukangan
kayu, kerajinan sapu, las listrik, batik tulis, kerajinan
sangkar burung,perkebunan, dan pembuatan souvenir.
BAB III
TINJAUAN KASUS
d. Intervensi keperawatan
Diagnosa 1. Harga Diri Rendah
Tujuan umum: klien tidak terjadi gangguan interaksi sosial, bisa
berhubungan dengan orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik,
perkenalan diri,
2.1 Jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang
tenang,
3.1 Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik
pembicaraan)
4.1 Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaannya
5.1 Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
6.1 Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah
seseorang yang berharga dan bertanggung jawab
serta mampu menolong dirinya sendiri
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki
Tindakan :
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.2 Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu
klien,
2.3 Utamakan memberi pujian yang realistis
2.4 Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
3) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
d.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
d.2 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan
setelah pulang ke rumah
4) Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1 Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat
dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
4.2 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi
klien
4.3 Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien
lakukan
a. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur : 24 Tahun
Alamat : Singkawang
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Melayu / Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak ada
Penanggung Jawab
Nama : Ny. P
Hubungan dengan Klien : Ibu Kandung
Alamat : Singkawang
2. Alasan Masuk
Dua bulan sebelum masuk lapas klien melakukan tindakan
pencurian.
3. Faktor Predisposisi
1) Klien belum pernah melakukan kejahatan sebelumnya.
2) Klien dan keluarga memiliki ekonomi yang susah
3) Klien mempunyai pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan yaitu ketika sekolah selalu di bully.
4. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda – tanda vital
1.1 Tekanan darah : 130/80 mmHg
1.2 Nadi : 84 x/menit
1.3 Suhu : 36,5 ºC
1.4 Pernafasan : 26 x/menit
2) Ukuran
2.1 Tinggi badan : 169 cm
2.2 Berat badan : 62 Kg
3) Kondisi Fisik
Klien tidak mengeluh sakit apa – apa, tidak ada kelainan
fisik.
5. Psikososial
1) Konsep Diri
1.1 Citra Tubuh : Klien mengatakan bagian tubuh yang
paling disukai adalah mata karena bisa melihat.
1.2 Identitas : Klien mengatakan anak ke-2 dari 3
bersaudara.
1.3 Peran : Klien mengatakan di dalam keluarganya atau
dirumah sebagai anak.
1.4 Ideal diri : Klien mengatakan merasa takut jika keluar
dari lapas
1.5 Harga diri : Klien mengatakan malu berhadapan langsung
dengan orang lain selain ibu dan adiknya,klien merasa tidak
pantas jika berada diantara orang lain, kurang interaksi social
karena statusnya sebagai narapidana.
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah
2) Hubungan Sosial
2.1 Orang yang dekat dengan klien adalah ibu dan adiknya.
2.2 Peran serta kelompok / masyarakat : sebelum klien
masuk lapas sering keluyuran tidak jelas
3) Spiritual
Klien mengatakan jarang sholat dalam 5x sehari, akan tetapi
selama di lapas pasien sering sholat.
4) Status Mental
4.1 Penampilan : Penampilan klien kurang rapi, rambut
jarang disisir, klien menggunakan baju yang disediakan
di lapas.
4.2 Pembicaraan : Klien berbicara lambat tetapi dapat
tercapai dan dapat dipahami.
4.3 Aktivitas Motorik : Klien lebih banyak menunduk,
aktivitas klien menyesuaikan.
4.4 Alam perasaan : Klien mengatakan merasa malu jika
masa tahanan nya sudah selesai karena takut tidak
diterima oleh masyarakat
4.5 Afek : Klien tidak sesuai dalam berfikir, bicara klien
lambat
4.6 Interaksi selama wawancara : Kontak mata kurang
karena menunduk,sesekali klien menengadah,selalu
menjawab jika ditanya.
4.7 Persepsi : Halusinasi saat pengkajian tidak ditemukan.
4.8 Pola Fikir : Tidak ada waham.
4.9 Tingkat kesadaran : Klien sadar hari, tanggal dan waktu
saat pengkajian, hari jum’at tanggal 18 Februari 2019
jam 16.30 WIB,hari berikutnya juga klien sadar hari
sabtu tanggal 19 Februari 2019.
4.10 Memori : Daya ingat jangka panjang klien masih ingat
masa lalunya.
4.11 Tingkat konsentrasi dan berhitung : Klien berhitung
lancar, contoh 20 – 15= 5
4.12 Kemampuan Penilaian : Klien mampu menilai
antara masuk kamar setelah makan atau membiarkan
kursi tidak rapi, klien memilih membereskan kursi.
4.13 Daya Tilik Diri : Klien tahu dan sadar bahwa
dirinya dirumah sakit jiwa.
7. Mekanisme Koping
1) Klien mampu berbicara dengan orang lain,terlihat malu
2) Klien mampu menjaga kebersihan diri sendiri
3) Klien mampu jika ada masalah tidak menceritakan kepada
orang lain,lebih suka diam.
Masalah Keperawatan : Koping Individu Tidak Efektif.
9. Aspek Medik
1) Diagnosa Medis : Schizofrenia
2) Terapi
Haloperidol 2x5 mg
Trihexiperidine 2x2 mg
3) Masalah Keperawatan
3.1 Harga Diri Rendah
3.2 Menarik Diri
3.3 Koping Individu Tidak Efektif
4) Pohon Masalah
Menarik Diri
b. Analisa Data
No Data Etiologi Problem
1. Ds : Koping Harga Diri
o Klien mengatakan Individu Tidak Rendah
teman berkurang Efektif
semenjak di lapas
o Klien malu dengan
teman karena klien
merasa tidak pantas
diantara mereka
o Klien mengatakan
malu untuk jika
keluar dari lapas
karena statusnya
sebagai napi
Do :
o Klien tampak malu
saat berbicara
c. Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah b/d koping individu tidak efektif
d. Intervensi
No Dx.Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
A. Kesimpulan
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
lembaga pemasyarakatan, yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum (UU No.12 Tahun 1995).
Seseorang yang terpaksa tinggal di lembaga pemasyarakatan karena menjalani
hukuman akan mempengaruhi kondisi psikologisnya. Mereka akan mengalami
kesulitan untuk menyesuaikan kehidupannya di lembaga pemasyarakatan,
tetapi mereka harus tetap mengikuti aturan-aturan yang berlaku di lembaga
pemasyarakatan. Selain itu, mereka juga harus terpisah dari keluarganya,
kehilangan barang dan jasa, kehilangan kebebasan untuk tinggal diluar, atau
kehilangan pola seksualitasnya.
Faktor-faktor yang menyebabkan seorang menjadi narapidana adalah
faktor ekonomi, faktor mental, dan faktor pribadi. Masalah kesehatan yang
muncul pada narapidana yang berada di lapas yaitu kesehatan mental dan fisik.
Kebanyakan masalah kesehatan terjadi pada narapidana wanita dan remaja
karena adanya koping tidak efektif. Penatalaksanaan pada narapidana yang
mengalami gangguan jiwa yaitu terapi psikoterapi, keperawatan, terapi kerja.
Perawat sebagai profesi yang berorientasi pada manusia mempuyai andil
dalam memberikan pelayanan kesehatan berupa asuhan keperawatan kepada
semua masyarakat bahkan narapidana sekalipun, karena banyak narapidana
yang mengalami gangguan psikologis seperti cemas, stress, depresi dari ringan
sampai berat (Butler, dkk. 2005).
I. Saran
Sebagai tenaga profesional tindakan perawat dalam penangan masalah
keperawatan khusunya pada narapidana harus memiliki pengetahuan yang luas
dan tindakan yang dilakukan harus rasional sesuai gejala penyakit dan asuhan
keperawatan hendaknya diberikan secara komprehensif, biopsikososial cultural
dan spiritual.
DAFTAR PUSTAKA